Bahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat memegang peranan penting terutama dalam pengungkapan pikiran seseorang atau merupakan sarana untuk berflkir, menalar dan menghayati kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada seorangpun yang dapat meninggalkan bahasa karena selain sebagai sarana berflkir bahasa juga digunakan sebagai alat komunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gorys Keraf (Husain Junus,1996:14) menyatakan bahwa "Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa bunyi suara atau tanda atau lambang yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada manusia lainnya". Dalam hal ini yang dimaksud dengan bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat adalah Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat ini tidak lepas dari penguasaan kosakata, karena dengan penguasaan kosakata yang cukup akan memperlancar siswa dalam berkomunikasi dan mempermudah siswa untuk memahami bahasa yang terdapat dalam buku-buku pelajaran. Seperti diungkapkan oleh Burhan Nurgiantoro (1988:154) "untuk dapat melakukan kegiatan komunikasi dengan bahasa diperlukan penguasaan kosakata dalam jumlah yang cukup atau memadai". Penguasaan kosakata yang lebih banyak memungkinkan kita untuk menerima dan menyampaikan informasi yang lebih luas dan kompleks". Lebih lanjut Burhan Nurgiantoro (1988:196) mengatakan "Kosakata merupakan alat utama yang harus dimiliki seseorang yang akan belajar bahasa, sebab kosakata berfungsi untuk membentuk kalimat dan mengutarakan isi pikiran serta perasaan dengan sempurna baik secara lisan maupun tulisan".
Penguasaan kosakata pada usia sekolah dasar sangatlah penting dan merupakan dasar yang kuat untuk penguasaan kosakata pada usia selanjutnya. Anak pada saat itu diisi dan dibimbing dengan teratur dan sistematik dalam proses menyadari dunia dan alam sekitarnya, bahkan keluar dunia alam sekitarnya yang disebut proses belajar. Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum Bahasa Indonesia tahun 2004 menyatakan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia ditujukan pada pengembangan kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia meliputi ketrampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis secara seimbang. Tujuan sebagaimana diatas pada hakikatnya disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.
Seiring dengan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia, maka siswa pada tingkat dasar diharapkan mampu atau dapat menguasai keempat ketrampilan bahasa secara aktif dan integratif dengan menggunakan komponen bahasa yang komunikatif dan benar, sehingga secara tidak langsung kemampuan dan penguasaan bahasa ini dapat menjawab tantangan di era globalisasi ini. Siswa dituntut mampu untuk mengikuti perkembangan teknologi setaraf dengan kemampuannya yang disesuaikan dengan tingkat usia dan tingkat perkembangan mental anak. Pendidikan bahasa sebagai alat komunikasi sangatlah penting dan harus dipahami oleh siswa pada umumnya dan anak tunagrahita pada khususnya. Bagi anak tunagrahita itu sendiri bahasa yang dimiliki belum cukup untuk berkomunikasi secara lancar, itu semua disebabkan karena kondisi ketunaan yang disandangnya.
Kondisi anak tunagrahita seperti yang diungkapkan oleh Moh Amin (1995:11) yaitu:
"Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti: mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan".
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran Bahasa Indonesia pada anak tunagrahita umumnya masih rendah, khususnya kemampuan dalam penguasaan kosakata. Pernyataan ini diperkuat oleh seorang guru kelas III di SLB Negeri X bahwa sebagian besar siswa kelas III di SLB Negeri X Kabupaten X mempunyai sebuah permasalahan yang serius, yaitu belum terciptanya kebiasaan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Siswa pada umumnya lebih suka menggunakan bahasa ibu (Bahasa Jawa) atau bahasa dialog dalam berkomunikasi baik dengan teman sekolah maupun dengan gurunya. Beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa pengantar yang termuat dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
2. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan bila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau ketrampilan tertentu.
Terkait dengan peristiwa tersebut, beberapa faktor yang menjadi penyebab belum tercapainya tujuan yang diharapkan guru dengan kondisi siswa tunagrahita sebagai berikut:
1. Guru belum dapat menyajikan model pembelajaran Bahasa Indonesia secara aktif, kreatif dan integratif sesuai dengan kondisi anak dilapangan.
2. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang bervariasi, sehingga siswa tunagrahita kurang termotivasi untuk menerapkan apa yang telah disampaikan.
3. Kurangnya kosakata yang dimiliki oleh siswa tunagrahita.
4. Buku pelajaran kurang porposional artinya belum mempunyai porsi yang cukup untuk mengembangkan ketrampilan salah satunya berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Berbagai faktor penyebab di atas dapat diatasi dengan menggunakan suatu metode pembelajaran baru. Pembelajaran yang dimaksud adalah dengan pelaksanaan bermain peran (roleplay). Bermain peran adalah pentas pertunjukan yang dimainkan sejumlah orang. Saat bermain peran (role play) dibuatkan pembagian peran dan deskripsi setiap peran, selebihnya para pemain melakukan improvisasi untuk mengembangkan perannya masing-masing. Selesai permainan, kemudian fasilitator mengajak peserta menarik kesimpulan dari permainan. Bermain peran ini dapat menambah kosakata yang dimiliki anak lewat peran yang dimainkannya. Di samping anak akan menyukai peran yang akan dimainkan, anak akan berusaha untuk menjiwai setiap perannya. Melalui peran yang dimainkannya, dapat menambah perbendaharaan kosakata, selain itu bermain peran tidak terikat pada jadwal, mengingat anak-anak sering mogok tidak mematuhi rencana dikelas. Sutratinah Tirtonegoro (1987:17) mengemukakan bahwa:
"Mengajar di SLB harus fleksibel secara informal dramatisasi menarik perhatian anak, dan tidak boleh terikat pada jadwal mengingat anak-anak tersebut sering mogok tidak mematuhi rencana dikelas. Sehingga dengan demikian aspek-aspek kejiwaan anak akan terangsang begitu pula daya visual auditif motorik anak tertarik. Akibat dari stimulasi dan asosiasi yang berturut-turut dan terus menerus akan menumbuhkan mental yang tinggi".
Bermain peran adalah salah satu metode pembelajaran yang menyajikan hal-hal yang konkret dan melatih anak dalam penguasaan kosakata lewat peran yang dimainkannya. Melihat kondisi dilapangan bahwa anak tunagrahita lemah dalam berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia maka metode bermain peran ini perlu untuk diterapkan. Berdasarkan kenyataan dan permasalahan sebagaimana di atas, maka peneliti mencoba mengadakan penelitian tindakan kelas yang setidaknya mampu mendapatkan formula baru dalam mengatasi permasalahan yang selama ini dihadapi, khususnya dalam ketrampilan berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia melalui peningkatan penguasaan kosakata yang dimiliki anak. Oleh karena itu peneliti mengajukan penelitian tindakan kelas sebagai berikut "Peningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia melalui Metode Bermain Peran pada Anak Tunagrahita Ringan di SLB Negeri X".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Seberapa besar peningkatan metode bermain peran dalam meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Indonesia pada anak tunagrahita ringan yang berlangsung di SLB Negeri X".
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan penguasaan kosakata Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode bermain peran pada anak tunagrahita ringan yang berlangsung di SLB Negeri X.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Mengetahui peranan penggunaan metode bermain peran untuk meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Indonesia pada anak tunagrahita ringan kelas III SLB Negeri X tahun pelajaran XXXX/XXXX.
2. Manfaat Praktis
a. Menemukan alternatif untuk meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Indonesia
b. Mencari solusi permasalahan yang dialami siswa yang mengalami kesulitan dalam penguasaan kosakata dalam Bahasa Indonesia