1.1. Latar belakang
Sejak dicanangkan menjelang akhir 1980an, pembangunan berkelanjutan muncul sebagai konsep penting. Banyak negara mengadopsinya untuk memandu proses pembangunan, terutama yang menyangkut pemanfaatan sumberdaya alam. Paradigma dasar dari pembangunan berkelanjutan adalah tidak hanya pembangunan yang berorientasikan kepada produksi semata, tetapi membangun sebuah kawasan secara keseluruhan yang meliputi juga aspek sosial dan lingkungan. Paradigma pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan perpaduan dari kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, pencapaian tujuan-tujuan ekonomi harus selaras dengan tujuan sosial maupun kepentingan lingkungan. Selain itu, kepentingan antar kelompok masyarakat dan antar generasi mendapat perhatian besar (Bruntdland, 1988).
Kelestarian lingkungan merupakan pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan. Pelestarian lingkungan dimaksudkan untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan (Wiyono, 2007). Terdapat beberapa cara pandang yang menjelaskan hubungan antara manusia dan lingkungannya. Cara pandang tersebut sangat mempengaruhi tindakan seseorang terhadap lingkungan. Menurut cara pandang lingkungan, manusia adalah subordinat dan seluas-luasnya diatur oleh lingkungan. Cara pandang teologi, menekankan bahwa manusia adalah superior terhadap lingkungan dan manusia mempunyai hak untuk mengatur semua aspek lingkungan. Kedua cara pandang ini adalah cara pandang yang ekstrem sehingga seolah-olah manusia dan lingkungan (alam sekitar) diposisikan sebagai pihak yang bertentangan. Jalan tengah dari dari dua posisi tersebut adalah dari cara pandang ekologi yang mempercayai bahwa manusia adalah bagian yang integral dari alam, adalah hubungan manusia dan lingkungannya seharusnya merupakan hubungan yang simbiotik dan tidak mengeksploitasi. (Muchlis, 2006),
Dalam cara pandang ekologi, manusia bertanggung jawab untuk mengatur alam sekitar dengan seadil-adilnya. Bagaimana seseorang mengambil keputusan untuk mengatur lingkungannya akan terpulang kepada cara pandang yang dia anut. Keputusan yang diambil akan menimbulkan dampak balik kepada manusia, oleh itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran serta sikap yang memadai tentang lingkungan.
Dalam kaitan ini, pemeliharaan kemampuan lingkungan untuk mendukung penduduk dan kegiatannya adalah suatu keharusan. Dalam konteks Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang berupaya untuk mewujudkan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan (termasuk ruang). Perhatian terhadap perbaikan lingkungan merupakan aspek penting dalam upaya tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berupaya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas lingkungan. Kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi terbentur dengan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk menyediakannya. Hubungan yang tidak seimbang ini menyebabkan perubahan lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak balik pada manusia itu sendiri.
Perbaikan lingkungan merupakan hal yang esensial dalam mengelola perubahan lingkungan, namun pada umumnya masyarakat banyak yang kesulitan untuk memahaminya. Pemahaman masyarakat terhadap lingkungan dibentuk oleh aneka ragam situasi kemasyarakatan. Masyarakat perkotaan memandang lingkungan sebagai pendukung aktifitas, sedangkan masyarakat perdesaan memandang lingkungan sebagai penyedia utama kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan pangan. Perbedaan pemahaman tersebut menentukan perilaku masyarakat terhadap lingkungannya.
Terlepas dari perbedaan tersebut, pemahaman pentingnya perbaikan lingkungan perlu ditanamkan sehingga masyarakat bersedia untuk melakukan upaya individual maupun kolektif untuk memelihara bahkan meningkatkannya. Pemahaman terhadap pentingnya perbaikan lingkungan dan kesediaan untuk memperbaiki lingkungan merupakan salah satu bentuk perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat merupakan resultansi dari berbagai kondisi, baik kondisi internal maupun eksternal dan merupakan refleksi dari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif terhadap lingkungan.
Perbaikan lingkungan sangat diperlukan di Bandung Selatan. Kawasan Bandung Selatan memiliki penduduk sekitar 1,5 juta jiwa yang sebagian besar hidup dari industri pengolahan, pertanian dan perdagangan. Pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan merupakan kegiatan dominan di wilayah yang penduduknya mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Kawasan ini juga memiliki tempat wisata yang cukup atraktif bagi pengunjung dari luar. Kawasan ini terdiri dan gunung dan perbukitan yang menuntut kehati-hatian dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kombinasi curah hujan dan kemiringan lahan yang tinggi, populasi yang banyak serta budidaya sayuran dan tanaman pangan yang intensif sangat potensial untuk menimbulkan kemerosotan daya dukung lingkungan di kawasan yang menjadi daerah belakang (hinterland) Kota Bandung ini. Kawasan yang merupakan bagian dan Daerah Aliran Sungai Citarum ini juga menjadi konsentrasi industri tekstil yang menjadi beban berat lingkungan karena kebutuhan air yang besar. Tanda-tanda penurunan kualitas lingkungan yang di permukaan muncul sebagai masalah kekurangan air, polusi, erosi dan sedimentasi sudah terjadi di kawasan ini. Penurunan kualitas lingkungan akan menurunkan kualitas hidup masyarakat perdesaan maupun kota-kota kecil (Banjaran, Majalaya, Soreang, Ciwidey dan Ciparay) di kawasan ini.
Perbaikan lingkungan yang tepat mendesak untuk dilakukan di Bandung Selatan. Dalam kaitan ini, masyarakat memerlukan kerangka tindak perbaikan yang sesuai. Kerangka semacam ini belum dimiliki oleh masyarakat di kawasan ini. Mengingat kompleksitas permasalahan yang menyangkut lingkungan sehingga perumusan kerangka tindak memerlukan kajian cermat. Salah satu bentuk kajian sebagai langkah awal dalam penyusunan kerangka tindak perbaikan lingkungan di Bandung Selatan ini adalah kajian mengenai perilaku masyarakat itu sendiri. Kajian mengenai perilaku masyarakat di Bandung Selatan ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pentingnya perbaikaan lingkungan serta bagaimana mereka melakukan tindakan nyata (practice). Belum adanya kajian mengenai perilaku masyarakat di Bandung Selatan inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Sebagian besar wilayah Bandung Selatan memiliki karakteristik perdesaan.Lingkungan perdesaan di Bandung Selatan ini ternyata memiliki masalah lingkungan yang cukup kompleks, hal ini selain disebabkan oleh faktor alam juga berkaitan erat dengan aktivitas manusia yaitu kegiatan ekonomi masyarakat serta populasi masyarakat yang terus berkembang sehingga menciptakan perubahan lingkungan. Kompleksitas permasalahan yang menyangkut lingkungan ini tentunya memerlukan tindakan individual dan kolektif masyarakat untuk memperbaikinya
Tindakan masyarakat terhadap lingkungan merupakan bagian dari perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat Bandung Selatan terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang terjadi. Masyarakat yang berada di bantaran sungai seperti Sungai Citarum berperilaku berdasarkan pemahaman masyarakat terhadap fungsi sungai serta dipengaruhi oleh kondisi eksternal sebagai stimulus (rangsangan). Pemahaman yang salah terhadap fungsi sungai lalu didorong oleh keterbatasan fasilitas kesehatan lingkungan akan berdampak pada perilaku masyarakat yang kurang memperhatikan kualitas lingkungan. Begitupun perilaku masyarakat di kawasan lain (seperti kawasan pertanian dan peternakan, kawasan lahan kritis dan kawasan lainnya yang terkait lingkungan) ditentukan juga oleh bagaimana masyarakat merespon kondisi eksternal lingkungan (sebagai stimulus).
Keterkaitan antara masyarakat dengan kondisi eksternal lingkungan akan menciptakan perilaku konstruktif maupun destruktif terhadap lingkungan. Ada beberapa masalah utama lingkungan perdesaan di Bandung Selatan yaitu banjir, erosi, sampah rumah tangga dan limbah peternakan maupun pertanian. Beberapa masalah lingkungan tersebut masih belum bisa diselesaikan oleh masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan respons (tanggapan) masyarakat terhadap masalah lingkungan itu sendiri. Perbedaan yang timbul merupakan resultansi dari interaksi antara kondisi internal dengan eksternal. Kondisi internal merupakan latar belakang masyarakat sedangkan kondisi eksternal bisa bersifat institusional maupun non-institusional. Oleh sebab itu, kajian mengenai perilaku masyarakat terkait lingkungan perdesaan perlu dilakukan agar dorongan dan hambatan yang terkait dengan perilaku masyarakat bisa diidentifikasikan. Belum adanya informasi mengenai perilaku terkait lingkungan perdesaan menjadi argumentasi kuat dilakukan studi ini. Informasi tersebut bisa dimanfaatkan dalam proses perbaikan lingkungan perdesaan seperti peningkatan pengetahuan tentang lingkungan dan pengorganisasian masyarakat yang diharapkan mampu mendorong kolektifitas dan koordinasi dalam bertindak Proses perbaikan lingkungan yang efektif akan menciptakan kelestarian lingkungan. Kondisi inilah yang diharapkan muncul sebagai salah satu prasyarat pembangunan perdesaan berkelanjutan.
1.3. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut lingkungan, kajian ini akan difokuskan pada kawasan perdesaan. Kawasan ini memerlukan pengkajian tersendiri karena rumitnya permasalahan perdesaan seperti tekanan jumlah penduduk, kemiskinan, keterbatasan pengetahuan dan teknologi dan Iain-lain. Kemudian berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga, kemampuan peneliti dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, pembahasan dalam studi ini dibatasi pada perilaku masyarakat berdasarkan kajian teori behavioristik yang memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap stimulus (rangsangan) dari lingkungan eksternal.
1.4. Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan batasan masalah tersebut di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku masyarakat dalam merespon stimulus masalah lingkungan perdesaan?
2. Sejauhmana keterkaitan latar belakang masyarakat dengan respon yang terjadi? serta dorongan dan hambatan apa yang muncul?
3. Rekomendasi apa untuk merumuskan tindak kolektif masyarakat untuk memperbaiki lingkungan perdesaan?
1.5. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilakukan studi ini adalah mengidentifikasi bentuk respon pasif dan aktif dari stimulus masalah lingkungan perdesaan yang dipengaruhi oleh kondisi internal individu serta dorongan dan hambatan eksternal, dengan sasaran sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya masalah lingkungan perdesaan sebagai stimulus (rangsangan) perilaku masyarakat.
2. Teridentifikasinya respon pasif masyarakat dan keterkaitannya dengan latar belakang masyarakat.
3. Teridentifikasinya respon aktif (tindakan) masyarakat serta dorongan dan hambatan institusional dan non-institusional.
4. Terumuskannya rekomendasi yang dapat menjadi masukan dalam pengorganisasian tindak kolektif masyarakat bagi perbaikan lingkungan perdesaan yang bertanggung jawab.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelolaan lingkungan di Kawasan Bandung Selatan maupun Kabupaten Bandung pada umumnya. Pembelajaran yang muncul diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi wilayah lain yang memiliki karakteristik serupa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan konsep akademis di bidang pengelolaan lingkungan.
1.7. Ruang Lingkup Wilayah
Kawasan Bandung Selatan berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung. Kawasan Bandung Selatan ini terdiri atas 18 Kecamatan, tetapi yang akan menjadi ruang lingkup wilayah studi ini adalah Kecamatan Pangalengan Pemilihan Kecamatan Pangalengan ini berdasarkan pertimbangan kondisi lingkungannya yang masih bercirikan perdesaan dan sering mengalami masalah lingkungan perdesaan seperti banjir, erosi dan limbah ternak. Sebagai sampel akan diambil tiga desa yang memiliki kompleksitas masalah lingkungan perdesaan.
1.8. Kerangka Pikir Studi
Wilayah Bandung Selatan merupakan wilayah pertanian potensial yang berada di sebelah selatan Kabupaten Bandung. Wilayah ini memiliki masalah lingkungan perdesaan yang cukup kompleks akibat tekanan jumlah penduduk dan tingginya intensitas kegiatan ekonomi masyarakat. Penurunan kualitas lingkungan ini tentunya memerlukan upaya perbaikan dari masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Tindakan yang pernah dilakukan oleh masyarakat selama ini belum mampu menyelesaikan masalah lingkungan perdesaan karena masyarakat belum mampu mengarahkan tindakan mereka ke arah perbaikan lingkungan. Tindakan merupakan bentuk respon yang muncul sebagai akibat adanya stimulus. Dalam konteks lingkungan perdesaan, masalah lingkungan merupakan stimulus bagi masyarakat untuk berperilaku. Bentuk respon yang muncul tersebut bisa bersifat pasif berupa pengetahuan masyarakat tentang lingkungan dan kesediaan untuk bertindak maupun bersifat aktif berupa tindakan. Respon yang muncul merupakan resultansi dari pengaruh kondisi internal dan eksternal masyarakat.