A. Latar Belakang Masalah
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai pihak. Indikator rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional maupun peringkat mutu pendidikan negara kita di antara negara-negara lain di dunia serta kualifikasi pendidik pada jenjang pendidikan tertentu.
Hasil survei dari Human Development Index (HDI) menunjukkan bahwa sebanyak 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMU, dan 34% guru SMK belum memenuhi standardisasi mutu pendidikan nasional. Lebih berbahaya lagi jika dilihat dari hasil temuan yang menunjukkan 17,2% guru di Indonesia mengajar bukan pada bidang keahlian mereka (Toharuddin, Oktober 2005 dalam http://id.edublogs.org/2006/03/07/kbk-antara-harapan-dan-kenyataan/)
Melihat kondisi pendidikan yang demikian memprihatinkan pemerintah tidak tinggal diam. Bersama-sama dengan berbagai pihak pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan nasional salah satunya dengan penerapan Kurikulum 2004 yang lebih populer dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Selanjutnya kurikulum 2004 itu disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan terus bergulir dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
Penetapan kriteria ketuntasan minimal belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi.
Standar kompetensi pada mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup empat aspek keterampilan berbahasa. Keempat aspek itu meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek ini memiliki peran yang sama penting bagi peserta didik untuk menguasai keterampilan berbahasa Indonesia. Namun demikian, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan ekspresif-produktif yang sangat penting untuk dikuasai peserta didik dalam proses komunikasi tulis. Banyak orang yang sukses karena memiliki keterampilan komunikasi tulis yang bagus. Dengan demikian agar peserta didik dapat memiliki keterampilan berbahasa yang baik harus menguasai keterampilan menulis yang baik pula.
Pada kenyataannya keterampilan menulis siswa rata-rata masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan menulis siswa SMPN X khususnya kelas VIII B yang masih jauh dari harapan. Rendahnya kemampuan menulis siswa ini terungkap dari keluhan guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tersebut yang menyatakan bahwa kemampuan menulis siswa masih rendah. Mereka sering kesulitan ketika hendak memulai menulis. Mereka sering kebingungan apa yang harus ditulis dan dari mana memulai menulis. Rendahnya keterampilan menulis ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata menulis mereka yang hanya 62,98. Padahal kriteria ketuntasan minimal untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia ditetapkan 65. Dengan demikian rata-rata nilai menulis surat dinas masih di bawah KKM.
Rendahnya kemampuan menulis surat dinas ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya pemahaman guru terhadap KTSP, sarana dan prasarana pembelajaran yang kurang memadai, rendahnya minat belajar siswa terhadap aspek keterampilan menulis, latar belakang keluarga dan faktor lain yang belum tergali.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab rendahnya keterampilan menulis siswa kelas VII B SMPN X tersebut penelitian ini akan mencoba membuat suatu tindakan melalui penerapan penilaian berbasis kelas untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa khususnya surat dinas. Penelitian tindakan difokuskan pada kompetensi dasar menulis surat dinas. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya Kompetensi Dasar pada aspek menulis serta mengingat pentingnya kompetensi dasar ini dikuasai siswa. Selain itu, efisiensi waktu dan biaya juga menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat di atas masalah yang dirumuskan dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dapat meningkatkan keterampilan menulis surat dinas siswa?
2. Apakah Penilaian Berbasis Kelas dapat meningkatkan intensitas pembelajaran menulis surat dinas?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis surat dinas siswa melalui penilaian berbasis kelas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang hendak dicapai sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di depan adalah:
a. Meningkatkan keterampilan menulis surat dinas siswa kelas VIII B SMPN X dengan menerapkan penilaian berbasis kelas.
b. Meningkatkan intensitas proses pembelajaran menulis surat dinas.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan lebih mendalam mengenai teori-teori dan langkah-langkah penerapan penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran menulis meningkatkan intensitas pembelajaran menulis surat dinas. Hambatan-hamabatan atau kelemahan-kelemahan penerapan penilaian berbasis kelas pada pembelajaran lain dapat diantisipasi atau dihindari.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Siswa
1) Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, karena selama pembelajaran berlangsung siswa terlibat secara aktif dalam penilaian, baik menilai hasil karya sendiri maupun menilai hasil kerja teman.
2) Minat menulis siswa meningkat, sehingga siswa dapat lebih mengembangkan keterampilan menulis yang dimilikinya.
3) Siswa makin terampil menulis surat dinas, karena telah banyak berlatih dan menguasai teknik-teknik menulis surat dinas.
4) Hasil belajar lebih bermakna karena siswa lebih banyak melakukan praktik menulis dan menilai kelemahan atas tulisan-tulisannya.
b. Manfaat bagi Guru
1) Guru memperoleh pengetahuan yang nyata mengenai penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran menulis.
2) Guru dapat menerapkan penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran khususnya pembelajaran menulis.