BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Disadari maupun tidak di kalangan masyarakat Indonesia muncul adanya dualisme pendidikan: Pendidikan Umum dan Pendidikan Keagamaan. Salah satu jenis pendidikan keagamaan (dalam hal ini Islam) adalah "Pondok Pesantren".
Menurut Fuad Jabali dan Jamhari, pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan keagamaan memiliki akar sejarah yang panjang. Jauh sebelum merdeka, di kalangan masyarakat telah berdiri ke dua lembaga ini. Setelah melalui interaksi dengan sistem1 pendidikan modern yang disosialisasikan oleh pemerintah penjajah Belanda, maka pesantren dan madrasah akhirnya muncul sebagai lembaga pendidikan modern.2
Kemunculan sistem dan lembaga pendidikan yang berada di pesantren dan madrasah, bertitik tolak dari sistem dan kelembagaan Islam itu sendiri yang secara tradisional merupakan kelembagaan pendidikan Islam indigenous yang dimodernisasi3 Disadari bahwa eksistensi lembaga pendidikan modern ini, tidak bersumber dari kelangan kaum muslimin sendiri, tetapi bersumber dari pemerintah kolonial Belanda yang bermula dengan perluasan kesempatan bagi pribumi dalam paro kedua abad 19 untuk mendapatkan pendidikan.4
Sikap rakyat Indonesia dalam merespon sistem pendidikan kolonial Belanda, pada awalnya tidak semuanya menerima secara terbuka. Hal ini terbukti bahwa pemrakarsa pertama gerakan modernisasi pendidikan adalah organisasi-organisasi modernis Islam.
Guna menyesuaikan dengan kemajuan ilmu dan teknologi, yang menjadi motor penggerak modernisasi dewasa ini, serta keserasian dalam masyarakat (social equilibbrium) terhadap perubahan dan kemajuan,6 modernisasi pesantren dipandang sangat perlu terutama oleh para pengelola lembaga pesantren (pada umumnya menjadi Kyai di pondok pesantren tradisional)7 dengan tanpa menafikan pola-pola tradisional yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut cukup beralasan, karena kebanyakan orang tua saat ini lebih suka memasukkan anaknya ke kelas lembaga pendidikan umum di banding kelas pesantren, meningkat relevansinya dengan lapangan kerja di kemudian hari.8
Alasan yang lain cukup membuktikan bahwa pada tahun 1905 an banyak pesantren besar dapat bertahan hanya setelah memasukkan lembaga-lembaga pendidikan umum.9 Disamping itu, para pengelola lembaga pesantren semakin menyadari bahwa tidak semua alumni pesantren ingin menjadi ulama, ustadh ataupun da'i. Kebanyakan dari mereka justru menjadi warga biasa yang tidak terlepas dari kebutuhan mencari pekerjaan yang tentu saja memerlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu.10 Bahkan Wahid Hasyim dalam hal ini pernah mengatakan sejak pesantren pelajaran Agama, santri akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan siswa yang mendapat pendidikan Barat.11
Walaupun ada anggapan bahwa pembaharuan yang dilakukan oleh pondok pesantren tradisional sekedar suatu masalah penyesuaian diri dengan tuntutan zaman. Para Kyai di jawa sekedar tukang tadah atau perantara budaya yang mewakili kebudayaan Timur Tengah atau kebudayaan metropolitan dari kota-kota besar di Indonesia.12 Untuk menyikapi kondisi tersebut, akhirnya sekarang ini, banyak pondok pesantren tradisional yang memodernisasi pendidikan di pesantrennya di satu sisi dan di sisi lain masih tetap mempertahankan pola-pola tradisionalitasnya karena dipandang masih sangat relevan dengan kondisi ekonomi kebutuhan masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam hal ini Suprayitno mempertegas dengan berpendapat bahwa adanya tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan di pesantren disebabkan karena tanggap dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat di samping bertujuan untuk memenuhi tuntutan terciptanya harmoni antara kebutuhan spiritualisme dan kebutuhan materialisme.13
Dapat dikatakan bahwa keberadaan pesantren yang sekarang ini banyak yang memodernisasikan sistem pendidikannya memerlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu.14 Walaupun ada anggapan bahwa pembaharuan yang dilakukan pondok pesantren tradisional sekedar suatu masalah penyesuai diri dengan tuntutan zaman,15 berkaitan dengan pendapat tersebut Suprayitno mempertegas dengan pendapatnya bahwa adanya tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan pondok pesantren disebabkan karena tanggap dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat di samping bertujuan untuk memenuhi tuntutan terciptanya harmoni antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan material.16
Pondok pesantren X merupakan pondok pesantren yang saat sekarang tetap hidup dan diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan berbagai daerah di X bahkan di seluruh Indonesia. Pondok pesantren yang didirikan oleh KH. Abdul Karim pada tahun 1956 ini masih mempertahankan tradisi lama di antaranya sistem sorogan dan wetonan, sistem ini Kyai dapat mengetahui langsung kemampuan para muridnya apa ia bisa membaca kitab kuning atau tidak, di sisi lain sistem ini juga bisa diikuti oleh warga masyarakat sekitar, sehingga dimungkinkan adanya hubungan yang baik antara pesantren dengan masyarakat sekitar, dengan demikian ajaran agama tidak saja diajarkan di pesantren akan tetapi juga di luar pesantren.
Di samping masih mempertahankan tradisi lama secara "tradisional" pondok pesantren X ini juga menyerap berbagai pola pendidikan baru yang sekarang berkembang, hal ini dilakukan agar Islam maupun lulusan pesantren masih tetap diterima masyarakat dengan tidak mengurangi sedikitpun nilai-nilai ajaran Islam.
Hal ini dilakukan karena kalangan pesantren memandang bahwasannya seiring dengan perkembangan zaman diperlukan keilmuan ganda baik ilmu formal maupun informal (keagamaan), serta ketrampilan tertentu. Sehingga dengan cara mendirikan Madrasah Ibtida’iyah, Madrasah Tsa’nawiyah, Madrasah A’liyah dan Perguruan Tinggi, serta program lainnya, Pondok Pesantren X ini tetap diterima oleh masyarakat, bahkan berkembang sangat pesat.
Dari paparan inilah penulis tertarik lebih jauh untuk meneliti secara konkrit tentang bentuk-bentuk tradisionalisasi yang masih terpelihara oleh pesantren serta bentuk-bentuk modernisasi yang di serap oleh Pesantren X di X.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk tradisionalisasi dan modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren X?
2. Kenapa tradisionalisasi pendidikan tetap dipertahankan di samping ada upaya memodernisasi pendidikan di Pondok Pesantren X tersebut?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini terfokus pada inti dan tidak menimbulkan bias dengan rumusan masalah di atas, begitu juga sesuai dengan kemampuan peneliti baik dari segi waktu, tenaga dan finansial, maka penelitian ini hanya meneliti bentuk tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan yang terdapat pada lembaga pendidikan formal keagamaan dengan menerapkan kurikulum nasional, seperti MI, MTs, MA dan PT. Agama Islam dan lembaga pendidikan formal keagamaan seperti pengajian kitab, yang berada di bawah tanggung jawab pondok pesantren X. Serta komponen lainnya yang dilakukan dalam proses pendidikan di pondok tersebut seperti; (1) jenjang pendidikan, (2) guru/tenaga pendidik, (3) kurikulum, (4) metode pembelajaran (5) sistem penerimaan santri, (6) sistem ujian dan sarana pendidikan. Dan perlu diketahui bahwa dalam penelitian ini, Peneliti tidak mendeskripsikan tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan dari sisi historis secara menyeluruh akan tetapi kalaupun ada dari sis historis, hal itu hanya sebagai pengantar dan pelengkap saja.
D. Penegasan Judul
Untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap judul penelitian di atas, berikut ini dijelaskan beberapa kata kunci yang terdapat dalam judul tersebut.
Tradisionalisasi berasal dari kata "tradisional" yang artinya menurut adat, turun temurun,17 kemudian mendapat tambahan "isasi". Maka pengertiannya dapat dirumuskan sebagai kecenderungan atau sikap untuk selalu mempertahankan tradisi warisan masa lalu.18
Modernisasi berasal dari kata "Modern" (kata sifat) yang artinya baru kemudian mendapat tambahan "isasi" (menjadi kata benda) artinya secara etimologis memperbaharui (Tajdi’d),19 menginovasi.20 Adapun pengertiannya secara istilah dapat dirumuskan pikiran, gerakan, aliran dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi modern.21
Berangkat dari pengertian secara etimologi dan terminologi dapat digarisbawahi bahwa keduanya mempunyai persamaan yakni proses menuju hal yang baru. Sedangkan berpijak pada pengertian secara terminologi pengertiannya lebih bersifat melanjutkan dari sistem atau pola yang sudah ada menuju kontekstualisasi sistem itu sendiri.
Pendidikan maksudnya adalah sistem22 pendidikan yang meliputi komponen-komponen terkait seperti, pendidik, siswa, kurikulum, jenjang pendidikan, dan sumber daya pendidikan.23 Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia24 dan merupakan bentuk kebudayaan asli (indigenous culture) Indonesia.25
Jadi maksud dari judul penelitian tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan di pondok pesantren X, yang berpijak pada istilah-istilah di atas dengan melihat gejala yang terjadi di pesantren tersebut, dalam tulisan ini adalah mempertahankan dan melestarikan faham-faham adat istiadat, institusi-institusi lama dalam sistem pendidikan pesantren yang sudah ada sebelumnya dan berupaya memperbaharui atau mengenalkan sistem baru dalam pendidikan,26 untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi modern di pesantren tersebut.
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bentuk tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan pondok pesantren X.
2. Mengetahui alasan tradisionalisasi pendidikan yang tetap dipertahankan di samping ada upaya memodernisasi pendidikan di Pondok Pesantren X tersebut.
F. Manfaat Penelitian
1. Memberikan kontribusi pemikiran pendidikan bagi perkembangan dunia pendidikan pondok pesantren pada umumnya.
2. Menjadi masukan bagi para pengelola dunia pendidikan pondok pesantren dalam mengambil kebijakan pendidikan di pesantren.
3. Memberikan contoh bagi dunia pendidikan untuk diteladani.
G. Kajian Kepustakaan
Sepanjang pengetahuan Peneliti, kajian dan penelitian tentang tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan pesantren memang sudah ada beberapa penulis yang mengkaji dan menelitinya.
Beberapa kajian dan penelitian tersebut misalnya, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam oleh Imam Bawani, Modernisasi Pondok Pesantren Dalam Pandangan K.H. Imam Zarkasi oleh M. Munir Mansur27 dan Pendidikan Islam: tradisi dan modernisasi menuju Millinium Baru oleh Azyumardi Azra,28 dari sejumlah tulisan yang ada, terutama sekali, tulisan tentang Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam oleh Imam Bawani, mengapresiasikan dengan cukup jelas tentang bentuk pendidikan tradisional, karena dalam tulisan tersebut mendiskripsikan tentang bentuk studi kasus pendidikan tradisional pada sebuah lembaga pesantren tradisional yang bernama "Mamba'ul Hikam" di Mantenan, Udanawu, Blitar, Jawa Timur.29
Demikian halnya kajian tentang modernisasi pendidikan sudah pernah dikaji oleh beberapa orang akan tetapi secara praktis modernisasi pendidikan pada masing-masing pondok pesantren mempunyai bentuk yang berbeda walaupun secara historis mempunyai akar sejarah yang sama yaitu pengaruh model pendidikan Hindia Belanda.
Seperti tesis yang ditulis oleh M. Munir Mansur tentang Modernisasi Pesantren dalam Pandangan K.H. Imam Zarkasi. Sedangkan Azra juga telah banyak menyoroti sisi modernisasi pendidikan dan sisi tradisionalisasinya,
walaupun secara praktis masih bersifat umum (kurang memberikan contoh bentuk-bentuk pendidikan modern pada suatu pondok tertentu).
Dari beberapa tulisan tentang tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan yang telah ada, peneliti mengakui akan kesempurnaan karya-karya tersebut, baik dari sisi materi, metodologi dan sejarahnya sehingga karya yang telah ditulis oleh beberapa Penulis tersebut cukup membantu Peneliti dalam membuat tesis ini.
Masih dalam kerangka kontek bentuk-bentuk tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan pesantren, Peneliti mempunyai asumsi tentang perlunya meneliti bentuk-bentuk pendidikan tradisional dan modern yang ada di pondok Pesantren X. Walaupun penelitian di pondok X ini sudah pernah ada (sebagaimana pondok pesantren lainnya seperti, Pondok Tebuireng dan Pondok Darul Ulum Peterongan Rejoso, Bahkan kedua pondok tersebut datanya sudah banyak terdapat di buku-buku yang telah terbit, terutama buku tentang kepesantrenan (Tradisi Kyai oleh Zamaksari Dhofer) oleh saudara Khoirul Zuhdi dengan judul tesis "Profesionalisme Kyai".30 Diperkirakan bentuk pendidikan tradisional dan pendidikan modern seperti yang ada di Pondok X ini jauh lebih dulu dipraktikkan oleh pondok-pondok lain seperti pondok Tebuireng, Darul Ulum dan lain-lain.
H. Metodologi Penelitian
1. Pemilihan Lokasi Penelitian
Tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan di pesantren sangat mungkin tidak hanya terjadi di Pondok Pesantren X saja, namun dimungkinkan kasus ini juga dapat ditemukan di pondok pesantren yang lain. Untuk itulah karena keterbatasan Penulis dari segi waktu, pikiran, biaya dan tenaga, maka penelitian ini dibuat dalam bentuk studi kasus pada lembaga pendidikan Pondok Pesantren X di X.
Adapun alasannya adalah sebagai berikut: Pondok Pesantren X sebagai salah satu pondok terbesar di Indonesia; merupakan Pondok Pusat yang mempunyai pondok cabang di daerah-daerah dan masih tetap mempertahankan sistem pendidikan tradisionalnya dengan kitab-kitab klasik sebagai materi-materi pokoknya.
Pada awal berdirinya Pondok Pesantren X merupakan pondok pesantren tradisional, namun dalam perkembangan berikutnya pondok ini memodernisasi sistem pendidikannya dengan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan formal dengan tetap melestarikan sistem pendidikan tradisionalnya. Dengan landasan al-Muha’fadah ala qadi’mi al-sa’lih wa al-akhdhu bi al-jadi’d al-aslah. Kemudian, secara kualitas jumlah santri yang peduli dengan pendidikan formal semakin banyak dengan tanpa meninggalkan pendidikan salafnya. Jadi ada semacam keseimbangan antara pendidikan tradisional dan pendidikan modern di kalangan kaum santri.
Secara pribadi Penulis sudah pernah belajar di pondok modern. Untuk itu, penulis ingin mengenal lebih dekat bagaimana bentuk tradisionalisasi dan modernisasi di pondok tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan Pondok Pesantren X menggunakan metode kualitatif. Karena riset ini bersifat deskriptif, data digambarkan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya31 dan data yang dikumpulkan berbentuk kata atau gambar dari pada angka.32 Walaupun dalam beberapa hal Peneliti juga menggunakan data kuantitatif, tetapi hal itu dimaksudkan untuk pelengkap saja, bukan sebagai cara untuk menguji sebuah hipotesis sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.
Di samping itu penggunaan data kuantitatif dalam penelitian ini untuk menggambarkan kondisi pondok dan segala apa yang ada di dalamnya. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan etnografis, yaitu sebuah pendekatan yang berusaha menggambarkan dan membangun struktur social dan budaya suatu masyarakat dari sudut pandang masyarakat itu sendiri.33 Adapun tujuan utama etnografi ini adalah memahami suatu cara hidup dari pandangan orang-orang yang terlibat di dalamnya.34
Dalam pendekatan ini peneliti bertindak selaku seorang etnografer dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas dalam kurun waktu tertentu untuk mendapatkan tiga aspek pengalaman manusia yaitu apa yang
dikerjakan, apa yang diketahui, dan benda-benda apa yang dibuat dan dipergunakan sesuai dengan pokok permasalahan dan tujuan.35
3. Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data. Pertama, sumber non-manusia termasuk buku-buku primer ataupun sekunder, majalah, diktat dan sumber data lain yang dikategorikan non-manusia. Kedua, sumber data yang berasal dari manusia, yaitu kyai, kepala sekolah, praktisi pendidikan serta santri/siswa/siswi pondok pesantren X.
4. Teknik Penggalian Data
Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung di lapangan (observasi partisipan), wawancara, dan metode dokumenter. Dalam wawancara dilengkapi dengan daftar pertanyaan dan alat perekam data yang berupa tape recorder dan alat tulis lainnya.
1. Observasi partisipan, artinya peneliti terlibat langsung keseluruh kegiatan yang ada di pondok pesantren X.
2. Wawancara yaitu tanya jawab yang diajukan kepada sumber data manusia.
3. Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui sumber non-manusia.
5. Analisis data
Adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik, transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain.36
Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan dua corak analisis yaitu, analisa data selama pengumpulan data dan analisa data setelah pengumpulan data. Pada analisis corak pertama peneliti mondar-mandir antara berpikir tentang data yang ada dan mengembangkan strategi untuk mengumpulkan data baru (yang biasanya berkualitas lebih baik): melakukan koreksi terhadap informasi yang kurang jelas; dan mengarahkan analisis yang sedang berjalan berkaitan dengan dampak pembangkitan kerja lapangan.
Beberapa langkah yang ditempuh selama pengumpulan data adalah penyusunan lembar rangkuman kontak (contact summary sheet), pembuatan kode-kode, pengkodean pola (pattern codding), dan pemberian memo.37
Pada analisis corak kedua peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya, mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif.
6. Langkah-Langkah Penelitian
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah penelitian yang telah dilakukan, meliputi delapan tahap dari pra surve dengan sampai tahap pengujian validitas data hasil penelitian.
1. Pra survey (studi pendahuluan)
2. Izin Penelitian
3. Wawancara dan Observasi
4. Triangulasi
5. Studi Dokumentasi
6. Member Chek
7. Pengolahan Data
8. Penulisan Laporan
I. Sistematika Pembahasan
Bab I. Pada bab ini terdiri dari; Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Kepustakaan, Batasan Masalah, Penegasan Judul, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Pembahasan.
Bab II. Berisi Tradisionalisasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren, yang berisi tentang; Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan, Tradisionalisasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren
Bab III. Gambaran Umum Pondok Pesantren X yang memuat tentang, Nama dan Letak Geografis, Visi dan Misi Pondok Pesantren, Struktur Organisasi, Historisitas Pesantren
Bab IV. Penyajian dan Analisis, yang memuat tentang; Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren X, serta Analisis terhadap Bentuk Tradisionalisasi dan Modernisasi Pendidikan di Pondok Pesantren X.
Bab V. Merupakan penutup dari penulisan tesis ini yang berisi Kesimpulan dan Saran.