BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemahaman dan pandangan tentang mutu pendidikan selama ini sangat beragam. Orang tua memandang pendidikan yang bermutu adalah lembaga pendidikan yang megah, gedung sekolah yang kokoh dengan genting yang memerah bata, taman sekolah yang indah dan seterusnya. Para ilmuwan memandang pendidikan bermutu adalah sekolah yang siswanya banyak menjadi pemenang dalam berbagai lomba atau olimpiade di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Repatriat mempunyai pandangan yang berbeda lagi. Sekolah yang bermutu adalah sekolah yang memberikan mata pelajaran bahasa asing bagi anak-anaknya. Orang kaya tentu memiliki pandangan yang berbeda pula. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diperoleh anaknya dengan membayar uang sekolah yang tinggi untuk memperoleh berbagai paket kegiatan ekstra kurikuler. Berbagai predikat lembaga pendidikan sekolah telah lahir, seperti sekolah favorit, sekolah unggulan, sekolah plus, kelas unggulan. Ada pula berbagai predikat lembaga pendidikan yang juga muncul bak jamur di musim penghujan, seperti boarding school, full day school, sekolah nasional berwawasan internasional, sekolah alam dan sekolah berwawasan internasional. Semua sebutan itu tidak lain untuk menunjukkan aspek mutu pendidikan yang akan diraihnya.
Sekolah ternyata, tidak saja menjadi laboratorium masyarakat1 sebagaimana diungkapkan oleh John Dewey, tapi adakalanya juga menjadi korban masyarakat. Dikatakan korban masyarakat karena ada beberapa sekolah yang didesain untuk menyiasati kondisi masyarakat yang happen saat itu. Ketika para orang tua sudah mulai kekurangan waktu untuk mendidik anak-anak mereka, sebagian sekolah tampil menyiasati kesenjangan itu dengan menambah jam sekolah.
Bagi sebagian orang mungkin full day school memiliki manfaat yang sangat signifikan. Terutama untuk orang yang memiliki sisa uang banyak untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah tersebut. Pertama, anak-anak jelas akan mendapatkan metode pembelajaran yang bervariasi dan lain daripada sekolah dengan program reguler. Kedua, orang tua tidak akan merasa khawatir, karena anak-anak akan berada seharian di sekolah yang artinya sebagian besar waktu anak adalah untuk belajar. Ketiga, orang tua tidak akan takut anak akan terkena pengaruh negatif. Keempat, obsesi orang tua akan keberhasilan pendidikan anak (karena mereka berpikir jika anak mau pandai harus dicarikan sekolah yang bagus, dan sekolah bagus itu adalah yang mahal) memiliki peluang besar untuk tercapai. Jelas kondisi-kondisi tersebut akan muncul dan menjadi pilihan yang menjanjikan bagi anak dan orang tua.
Tapi di sisi lain dari kacamata anak-anak, hanya anak 'hebat' yang kuat dengan stimulus sekolah yang beragam dan mendominasi waktu mereka sehari-hari. Mereka rela kehilangan waktu bermain dan mengeksplor hal-hal lain yang lebih liar tanpa dibatasi aturan-aturan formal yang seringkali menjemukan bagi anak. Sistem pendidikan tersebut memang seolah-olah menyesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak, tapi penerapan full day sendiri sebenarnya sudah tidak adaptif lagi dengan karakteristik perkembangan anak-anak. Anak-anak akan banyak kehilangan waktu di rumah dan belajar tentang hidup bersama keluarganya. Sore hari anak-anak akan pulang dalam keadaan lelah dan mungkin tidak berminat lagi untuk bercengkrama dengan keluarga. Padahal sesungguhnya sekolah terbaik itu ada di dalam rumah dan pada keluarga.
Full day school adalah salah satu karya cerdik para pemikir dan praktisi pendidikan untuk menyiasati minimnya control orang tua terhadap anak di luar jam-jam sekolah formal sehingga sekolah yang awalnya dilaksanakan 5 sampai 6 jam berubah menjadi 8 bahkan sampai 9 jam. Namun demikian, problema-problema pendidikan bukan berarti selesai sampai di situ, melainkan timbul problem-problem baru yang perlu dikaji secara serius sehingga pendidikan dapat memproses bibit-bibit generasi (input) menjadi pribadi-pribadi (out put) yang mempunyai kematangan mental, intelektual dan skill yang mumpuni.
Menurut Sismanto, full day school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran Islam secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman keagamaan siswa. Biasanya jam tambahan tersebut dialokasikan pada jam setelah sholat Dhuhur sampai sholat Ashar, sehingga praktis sekolah model ini masuk pukul 07.00 WIB pulang pada pukul 16.00 WIB. Sedangkan pada sekolah-sekolah umum, anak biasanya sekolah sampai pukul 13.00 WIB. Definisi di atas tidak sepenuhnya benar, karena faktanya jam-jam tambahan agama tidak mesti dilaksanakan setelah shalat Dhuhur. Bahkan di beberapa sekolah full day, jam mengaji terbimbing dilakukan sebelum Dhuhur.
Pada dasarnya, kita boleh berasumsi bahwa Pendidikan tidak pernah dapat dipisahkan dari keadaan sosial, karena sejatinya para praktisi di Pendidikan adalah pelaku sosial. Kalau kita memahami Pendidikan sebagai sub sistem kita dapat menginternalisasikan nilai-nilai kepada peserta didik dengan diadakannya beberapa kebiasaan menjalankan perintah-perintah agama bersama di sekolah, seperti; shalat berjama'ah di sekolah, kebiasaan berdo'a bersama di pagi hari sebelum dan sesudah proses belajar mengajar berlangsung secara independen. Namun pada kenyataannya ternyata ada batasan-batasan tertentu dimana Pendidikan kita berada dibawah pengawasan kekuatan eksternal yang nyata, seperti; Komite Sekolah, pemerintah dan pengaruh kekuatan eksternal lainnya,3 yang itu semua juga turut ikut andil dalam menentukan kebijakan terhadap pendidikan.
Jadi sekolah full day school sebenarnya memiliki kurikulum inti yang sama dengan sekolah umumnya, namun mempunyai kurikulum lokal seperti leadership, Green Education, Teknologi Informatika, mengaji dan lain-lain. Dengan demikian kondisi anak didik lebih matang dari segi materi akademik dan non akademik. Dengan berbagai strategi yang dikembangkan oleh sekolah full day school, peserta didik lebih rileks, tidak terburu-buru dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan memberikan pengalaman yang bervariasi. Sedangkan guru dapat memberikan kesempatan untuk mengukur dan mengobservasi perkembangan anak secara leluasa, dan terbinanya kualitas interaksi antara figur guru dan murid secara lebih baik, sehingga tidak akan muncul murid takut dengan guru, bahkan figur guru benar-benar seseorang yang dapat digugu dan ditiru.
Sekolah full day secara historis merupakan pengembangan dari sekolah unggul (excellent school) yang muncul pada pertengahan tahun 1990 an. Selain menjadi sekolah full day, sekolah unggul (excellent school) juga berevolusi menjadi sekolah plus, sekolah unggulan, sekolah alam, sekolah terpadu, sekolah eksperimen (laboratorium), sekolah full day, dan label-label lain yang melekat pada sekolah yang diasumsikan dengan "unggul". Sekolah-sekolah tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang hampir mirip yaitu biaya yang tinggi, fasilitas yang serba mewah, elitis, eksklusif, dan dikelola oleh tenaga-tenaga yang di asumsikan profesional.
Secara umum, full day school didirikan karena beberapa tuntutan, diantaranya adalah: Pertama, minimnya waktu orang tua di rumah, lebih-lebih karena kesibukan di luar rumah yang tinggi (tuntutan kerja). Hal ini kalau tidak disiasati dengan tambahan jam sekolah maka akan berimplikasi pada kurangnya kontrol orang tua terhadap anak di rumah (di luar jam sekolah). Kedua, perlunya formalisasi jam-jam tambahan keagamaan karena dengan minimnya waktu orang tua di rumah maka secara otomatis pengawasan terhadap hal tersebut juga minim. Ketiga, perlunya peningkatan mutu pendidikan sebagai solusi alternatif untuk mengatasi berbagai problematika kehidupan. Peningkatan mutu tidak akan tercapai tanpa terciptanya suasana dan proses pendidikan yang representatif dan profesional. Maka kehadiran full day school diharapkan dapat mengakomodir tuntutan-tuntutan di atas.
SD Plus X, merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan model full day school. Sistem full day di SD Plus X dilaksanakan melalui pendekatan integrated curriculum dan integrated activity. Dengan pendekatan ini maka seluruh program dan aktivitas anak di sekolah mulai dari belajar, bermain, makan dan ibadah dikemas dalam suatu sistem pendidikan. Dengan sistem ini pula diharapkan mampu memberikan nilai-nilai kehidupan yang islami pada anak didik secara utuh dan terintegrasi dalam tujuan pendidikan. Konsep pendidikan yang dijalankan sebenarnya adalah konsep "effective school," yakni bagaimana menciptakan lingkungan yang efektif bagi anak didik. Sebagai konsekuensinya, anak-anak didik diberi waktu lebih banyak di lingkungan sekolah. Perpanjangan waktu inilah yang kemudian disebut full day school (sekolah sepanjang hari), karena siswa menghabiskan waktunya di sekolah hampir sepanjang hari. Dengan demikian, diharapkan bahwa lingkungan luar sekolah tidak banyak mempengaruhi peserta didik.
SD Plus X juga menawarkan keunggulan tertentu, yakni mendidik siswa berakhlakul karimah dan berprestasi akademik secara maksimal. Dari sini, X tampil dengan sejumlah konsep unggulan seperti jaminan mutu, yang dirumuskan dalam beberapa poin berikut; siswa dapat membaca al-Qur'an dengan baik, dapat menghafal Juz 'Amma dengan baik yang merupakan modal untuk berdakwah, seperti siswa dapat menjadi imam shalat di masjid-masjid, siswa dapat menguasai Bahasa Arab untuk dapat memahami al-Qur'an dan Hadis. Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, X adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang telah banyak berprestasi. Hal ini telah terbukti dengan banyaknya prestasi kejuaraan yang diperoleh.
Kurikulum SD Plus X memadukan antara Kurikulum Diknas dan kurikulum khas. Kurikulum Diknas meliputi PPKN, IPA, IPS, Bhs. Indonesia dan Matematika, ditambah dengan materi penunjang yaitu Pendidikan Jasmani, Keterampilan-Kesenian dan Bhs. Inggris. Adapun Kurikulum khasnya adalah al-Qur'an, Bhs. Arab Tarjamah dan Ibadah Praktis. Disamping itu, untuk menyalurkan bakat dan minat siswa dilaksanakan program Ekstra Kurikuler.
Penerapan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari dikemas sedemikian rupa sehingga siswa tidak merasa jenuh. siswa memulai pelajarannya dengan membaca al-Qur'an setiap hari yang dibimbing oleh wali kelas. Demikian juga dengan praktis shalat Dhuha, Dhuhur dan Ashar berjama'ah4
Kendati demikian, sekolah full day bukan berarti tidak mempunyai problem atau - kalau kita melihatnya dengan kacamata apriori - sekolah full day sendiri adalah bagian dari problematika pendidikan Indonesia. Ada beberapa kasus yang perlu ditelaah lebih jauh: Pertama, kurangnya eksplorasi anak di dunia bebas, dunia yang tidak terikat dengan desain pendidikan. Padahal di dunia itu anak sering kali menemukan dan mengembangkan talentanya. Menurut teori piaget pikiran anak bukanlah suatu kotak yang kosong sebaliknya anak memiliki sejumlah gagasan tentang dunia fisik dan alamiah, yang berbeda dengan gagasan orang dewasa. Anak-anak datang ke sekolah dengan gagasan-gagasan mereka sendiri. pada dasarnya anak adalah makhluk yang berpengetahuan yang selalu termotivasi untuk memperoleh pengetahuan. Cara terbaik untuk memelihara motivasi akan pengetahuan ini ialah membiarkan anak untuk secara spontan berinteraksi dengan lingkungan. Pendidikan harus menjamin bahwa pendidikan tidak akan menumpulkan rasa keingintahuan anak dengan menyusun suatu kurikulum yang sangat kaku yang merusak irama dan langkah belajar anak itu sendiri5 Kedua, ada sebagian sekolah full day yang kurang memperhatikan kondisi fisik dan psikis anak. Penulis melihat adanya materi-materi yang lebih beroreintasi kognitif pada jam-jam siang. Ketiga, adanya sebagian sekolah full day yang minim fasilitas, sehingga kemungkinan terjadinya kebosanan belajar tinggi. Keempat, Mahalnya biaya pendidikan sekolah full day, menyebabkan terjadinya dikotomi pendidikan; sekolah eksklusif dan sekolah biasa. Masyarakat berekonomi lemah jelas-jelas tidak mungkin melirik sekolah full day. Kelima, kerja guru diforsir 8 sampai 9 jam di sekolah. Apakah hal tersebut juga dimungkinkan terjadi di SD Plus X, khususnya terkait dengan perkembangan sosial peserta didik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan suatu penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut yang menjadi fokus penelitian ini adalah problematika pelaksanaan Full Day School di SD Plus X. Kemudian fokus penelitian tersebut terinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana problematika pelaksanaan Full Day School di SD Plus X, khususnya terhadap perkembangan sosial peserta didik?
2. Apa saja yang melatarbelakangi timbulnya masalah perkembangan sosial peserta didik?
3. Kendala yang dihadapi guru dalam membantu perkembangan sosial peserta didik?
4. Bagaimana solusinya yang dilakukan guru untuk membantu perkembangan sosial peserta didik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan problematika pelaksanaan Full Day School di SD Plus X, khususnya terhadap perkembangan sosial peserta didik
2. Untuk mendeskripsikan latarbelakang terjadinya masalah perkembangan sosial peserta didik
3. Untuk mendiskripsikan kendala yang dihadapi guru dalam membantu perkembangan sosial peserta didik
4. Untuk mendeskripsikan solusi apa saja yang dilakukan guru dalam membantu perkembangan sosial peserta didik
D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran berupa masukan dan evaluasi untuk proses pendidikan selanjutnya
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan khazanah keilmuan yang bermanfaat, sebagai tolak ukur maupun referensi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan khususnya yang terkait dengan pendidikan
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti yang lain khususnya yang terkait dengan pendidikan
E. Penelitian Terdahulu
Pendidikan sebagai obyek yang dapat ditelaah dari berbagai perspektif memberikan daya tarik tersendiri terhadap para peneliti untuk melakukan penelitian atau kajian tentang pendidikan tersebut. Sejauh penelusuran penulis terhadap beberapa literatur sebelumnya baik berupa buku, jurnal, artikel, dan lain-lain, dalam paparan mereka hanya diungkapkan sekilas mengenai peranan full day school. Hal itu sebagaimana yang ditulis oleh: Bairus (Makalah)6, None (Skripsi)7, Nur Mahfudlorin (Skripsi)8, Uswatun Hasanah (Skripsi)9, Ainul Yaqin H.A (Skripsi)10, Sehudin (Skripsi)11, Muhammad Abdul Hofir (Skripsi)12
Adapun penelitian ini secara fokus dan mendalam berusaha menelusuri dengan lebih detail dan terinci mengenai problematika pelaksanaan full day school khususnya tentang perkembangan sosial peserta didik.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Berdasarkan obyek penelitiannya, baik tempat maupun sumber datanya, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research), sehingga metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, artinya obyek penelitian tidak hanya didekati pada hal-hal yang empirik saja, tetapi juga mencakup fenomena yang tidak menyimpang dari persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan subyek tentang sesuatu diluar subyek, ada sesuatu yang transendent disamping yang aposteriotik.13 Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif dimana seorang peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada obyek tertentu secara jelas dan sistematis.14 Dalam hal ini, pelaksanaan pendidikan sepanjang hari (full day school) X sebagai gejala yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati.15 dan dalam situasi lapangan yang bersifat wajar sebagaimana adanya tanpa manipulasi.16 Dengan demikian, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih berbentuk kata atau gambar daripada angka-angka.17
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi. Pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya yang terjadi dalam satu situasi-situasi tertentu, maka menurut pemahaman pandangan tersebut peneliti harus masuk dalam dunia konseptual obyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian itu dibangun.18
2. Jenis dan sumber data
Dalam penelitian dengan paradigma naturalistik, data di kumpulkan terutama oleh peneliti sendiri dengan memasuki lapangan. Peneliti menjadi instrumen utama yang terjun ke lokasi serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi, atau wawancara.19 Pada penelitian ini data utamanya adalah berupa orang yang diamati atau diwawancarai. Data tersebut diperoleh melalui kegiatan mengamati dan bertanya.20
Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah tempat atau gudang yang menyimpan data orisinil dan merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi mata.21 Data primer berupa keterangan-keterangan yang langsung dicatat oleh penulis bersumber dari Kepala sekolah, para guru, orang tua, peserta didik dan juga masyarakat. serta para informan yang mengetahui secara jelas dan rinci tentang permasalahan yang diteliti. Sedangkan data sekunder adalah catatan tentang adanya sesuatu yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinil.22
Data ini bersumber dari data (non-lisan) berupa catatan-catatan rekaman dan dokumen-dokumen yang dapat digunakan sebagai data pelengkap.
3. Teknik pengumpulan data
Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara berikut: observasi langsung, wawancara terbuka, dan studi dokumen.
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.23 Hal ini dipergunakan untuk memperoleh data dengan melalui pengamatan secara langsung terhadap obyek yang sedang diteliti. Observasi pertama kali dilakukan secara menyeluruh terhadap fenomena yang akan diteliti dengan melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu melalui kajian pustaka dan fenomena lapangan yang akan diteliti guna memperoleh fokus penelitian dan mempertajam masalah penelitian.
Wawancara, yaitu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara,24 seperti kepala sekolah dan guru sebagai orang yang terlibat langsung dalam melaksanakan tugas di sekolah.Wawancara yang terjadi dibiarkan berlangsung secara alami dan direkam dalam bentuk catatan lapangan (field note) ataupun dalam bentuk rekaman elektronik. Data yang dihasilkan melalui wawancara dari satu subyek setelah diinterpretasi peneliti, kemudian diperiksakan kembali pada subyek lain. Demikian seterusnya sampai menemui kejenuhan yakni sumber data yang didatangi tetap memberikan data yang berkisar pada data yang telah dimiliki.
Dokumentasi, adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.25 Hal ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kondisi obyektif pelaksanaan pendidikan dengan model full day school. Dokumen sebagai sumber data akan berfungsi sebagai indikator dari produk tingkat komitmen subyek yang diteliti dan sebagai informasi sekunder yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Pengambilan data dilakukan secara simultaneous cross sectional (studi yang singkat tetapi dapat menjangkau populasi yang relatif lebih luas) atau member chek (dalam arti berbagai kegiatan kelakuan subyek penelitian tidak diambil pada subyek yang sama namun pada subyek yang berbeda), kemudian diinterpretasi berdasarkan kemampuan peneliti melihat kecenderungan, pola, arah, interaksi faktor-faktor serta hal lainnya yang memacu atau memperhambat perubahan untuk merumuskan hubungan baru berdasarkan unsur-unsur yang ada.26
Yang dijadikan informan dalam penelitian ini kepala sekolah dan guru yang mengajar di SD Plus X dan juga siswa, akan tetapi dalam proses pelaksanaan di lapangan tidak mungkin secara keseluruhan satu persatu akan di mintai keterangan atau informasi tentang data yang diperlukan. Oleh sebab itu sistem snowball sampling sangat diperlukan untuk diterapkan, sehingga peneliti akan mendapatkan petunjuk awal tentang data yang akan diperoleh dari siapa, ada di mana, dan tentang apa yang kemudian dikumpulkan untuk dianalisa.
4. Teknik analisis data
Dalam penelitian ini terdapat dua corak analisis. Pertama; analisis saat mempertajam keabsahan data melalui simultaneous cross sectional, dan kedua; melalui interpretasi data secara keseluruhan yang bertujuan untuk menangkap makna dari sudut pandang pelaku dengan menghayati kejadian tersebut melalui pengamatan peneliti yang bersifat partisipatoris. Pada analisis corak pertama dilakukan penyusunan data, yakni penyusunan paparan (transkrip) hasil wawancara dengan kepala sekolah, para guru, siswa yang menjadi informan hasil observasi dan dokumen-dokumen, berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian.
Berdasarkan data yang diperoleh dikembangkan penajaman data melalui pencarian data selanjutnya. Dalam penelitian ini, data tidak dianggap sebagai error reality yang dipermasalahkan oleh teori yang ada sebelumnya, tapi dianggap sebagai another reality. Dalam hal ini peneliti mencatat data apa adanya, tanpa intervensi dari teori yang terbaca atau paradigma peneliti yang selama ini dimiliki.27 Secara rinci langkah-langkah analisis data dilakukan dengan mengikuti cara yang disarankan oleh Miles dan Huberman yaitu: reduksi data, display data dan mengambil kesimpulan, dan verifikasi.28
Reduksi data ialah proses penyederhanaan data, memilih hal-hal yang pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. sehingga dapat dianalisis dengan mudah. Reduksi data ini bukanlah suatu kegiatan yang terpisah dan berdiri sendiri dari proses analisis data, akan tetapi merupakan bagian dari proses analisis itu sendiri.
Display data ialah suatu proses pengorganisasian data sehingga mudah dianalisis dan disimpulkan. Proses ini dilakukan dengan cara membuat matrik, diagram, atau grafik. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan data yang begitu banyak.
Mengambil kesimpulan dan verifikasi merupakan langkah ketiga dalam proses analisis. Langkah ini dimulai dengan mencapai pola, tema, hubungan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang mengarah pada konsep pelaksanaan pendidikan dengan full day school dan diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan. Kesimpulan yang pada awalnya masih sangat tentatif, kabur, dan diragukan, maka dengan bertambahnya data, menjadi lebih sistematis (grounded). Proses ini dilakukan mulai dari pengumpulan data dengan terus menerus dilakukan verifikasi sehingga kesimpulan akhir didapat setelah seluruh data yang diinginkan didapatkan.
Dalam rangka menghilangkan bias pemahaman peneliti dengan si pelaku diadakan pengecekan berupa triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.29 Metode pengecekan dilakukan dengan bentuk pertanyaan yang berbeda atau dengan cara pengamatan yang berlainan, sehingga dengan upaya tersebut diharapkan dapat melahirkan kebenaran yang betul-betul konvergen sebagai akibat dari proses pemeriksaan silang, dan pensiklusan kembali.
5. Pemeriksaan keabsahan data
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan paradigma naturalistik, pengecekan keabsahan data menjadi faktor yang sangat menentukan terhadap tingkat kepercayaan dan kebenaran hasil penelitian. Agar memperoleh temuan penelitian yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka hasil penelitian perlu diuji keabsahannya. Ada tujuh teknik pengujian keabsahan data yaitu;
a. Perpanjangan kehadiran peneliti;
b. Observasi yang di perdalam;
c. Trianggulasi;
d. Pembahasan sejawat;
e. Analisis kasus negatif;
f. Kecukupan referensial;
g. Dan pengecekan anggota.
Namun karena keterbatasan waktu dan lain-lain, maka dalam penelitian ini hanya menempuh beberapa teknik saja dalam pemeriksaan keabsahan data yaitu: triangulasi, dan pengecekan anggota (member chek).
Dalam rangka menghilangkan bias pemahaman peneliti dengan si pelaku diadakan pengecekan berupa triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.30 Metode pengecekan dilakukan dengan bentuk pertanyaan yang berbeda atau dengan cara pengamatan yang berlainan, sehingga dengan upaya tersebut diharapkan dapat melahirkan kebenaran yang betul-betul konvergen sebagai akibat dari proses pemeriksaan silang, dan pensiklusan kembali
6. Langkah-langkah penelitian
Berikut dikemukakan langkah-langkah penelitian yang telah dilakukan mulai dari tahap pra survei hingga tahap pengujian validitas data penelitian yaitu:
a. Pra survei di SD X
b. Wawancara dan observasi
c. Triangulasi31
d. (Pengecekan anggota) Member chek
e. Studi dokumentasi
f. Pengolahan data
g. Penulisan laporan
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian secara sistematis dan agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh dalam penelitian ini, maka penulis perlu menguraikan sistematika pembahasan. Adapun sistematika susunan tesis ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama membahas pendahuluan. Pendahuluan di sini, sebagai pertanggung jawaban secara metodologi. Pada bab ini terdiri dari beberapa sub bab yaitu di antaranya; (1) latar belakang masalah yang mengupas tentang pelaksanaan full day school sehingga menimbulkan pemikiran tentang pentingnya masalah ini untuk dikaji; (2) identifikasi dan batasan masalah yang menyajikan permasalahan yang dikaji dalam konteks yang diinginkan oleh peneliti sehingga memperjelas wilayah kerja penelitian; (3) rumusan masalah yang berisi permasalahan spesifik yang dikaji oleh obyek penelitian tujuan penelitian, kegunaan penelitian; (4) tujuan penelitian yang berisi hal-hal yang ingin dicapai dalam penelitian; (5) kegunaan penelitian yang menyajikan nilai penting penelitian bagi berbagai pihak; (6) penelitian terdahulu yang menyajikan kajian sebelumnya yang serupa sehingga memberikan perbedaan yang jelas dengan penelitian yang akan dilakukan; (7) metode penelitian; (8) sistematika pembahasan.
Bab kedua membahas landasan teori. Landasan teori berfungsi sebagai basis atau komparasi analisis dalam melakukan penelitian, meliputi; (1) Kajian tentang full day school; (2) Dampak pelaksanaan full day school terhadap perkembangan sosial peserta didik.
Bab ketiga membahas penyajian data. Penyajian data berfungsi memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan Paparan hasil penelitian yang telah penulis temukan di lapangan setelah melalui proses pengamatan langsung, wawancara dan dokumentasi yang penulis terima, disini membahas tentang gambaran umum obyek penelitian yang meliputi; lokasi, letak geografis SD Plus X, Struktur organisasi, Visi dan Misi, Sejarah berdirinya, tujuan pembelajaran, program unggulan, Struktur kurikulum, Sarana dan Prasarana pendidikan, keadaan peserta didik dan pendidik, kegiatan belajar pembiasaan, susunan program pengajaran, system pengajaran, bimbingan belajar dan tahap pelaksanaan kurikulum, Dampak full day school terhadap perkembangan sosial peserta didik, apa saja yang melatarbelakangi masalah perkembangan social peserta didik, kendala yang dihadapi guru serta bagaimana solusinya sehingga dapat memberikan pemahaman mendalam tentang kasus yang diteliti dengan obyek penelitian
Bab keempat membahas analisis data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis oleh penulis yang terdiri dari empat sub bab, sub bab pertama mencakup problematika pelaksanaan Full Day School di SD Plus X Dan sub bab ke kedua adalah apa saja yang melatarbelakangi masalah perkembangan sosial peserta didik di SD Plus X. Sub bab ketiga kendala apa saja yang dihadapi guru SD Plus X sub keempat bagaimana solusinya. Analisis data yang menyajikan bahasan tentang konsep pendidikan full day school. Pada analisis ini akan diketahui juga indikasi positif dan negatifnya penerapan sistem full day school sehingga mampu dikaji efektifitasnya dan keberhasilannya
Bab kelima penutup. Penutup, merupakan kumpulan terakhir dari tesis secara keseluruhan yang meliputi kesimpulan, saran, daftar pustaka dan lampiran-lampiran.