BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih-lebih kualitasnya (Tilaar, 1997). Di sisi lain, berdasarkan hasil evaluasi dengan kurikulum 1994 yang berbasis kontent (Karim, 2000), diketahui bahwa siswa belum mencapai kemampuan optimalnya. Siswa hanya tahu banyak fakta tetapi kurang mampu memanfaatkannya secara efektif. Sementara itu, pemerintah dan masyarakat berharap agar lulusan dapat menjadi pemimpin, manajer, inovator, operator yang efektif dan yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh sebab itu, beban yang diemban oleh sekolah, dalam hal ini adalah guru sangat berat, karena gurulah yang berada pada garis depan dalam membentuk pribadi anak didik. Dengan demikian sistem pendidikan di masa depan perlu dikembangkan agar dapat menjadi lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat dan tantangan yang akan dihadapi di dunia kerja di masa mendatang.
Dewasa ini, banyak jalur pendidikan yang diupayakan, baik oleh pemerintah berupa sekolah umum maupun yang dikembangkan oleh swasta atau sekolah masyarakat, misalnya sekolah yang dikembangkan di dalam pondok-pondok pesantren. Seluruh jalur pendidikan yang dikembangkan pada hakikatnya mempunyai tuntutan dan tanggung jawab moral yang sama terhadap lulusan atau terhadap kelanjutan peserta didik.
Sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, tidak sedikit pesantren menerapkan pendidikan dengan sistem madrasah, dan kini terus berkembang sejalan dengan perkembangan sosial yang ada. Sejak tahun 1970-an sejumlah pesantren bahkan membuka sekolah-sekolah umum yaitu SD, SLTP, SMU, dan SMK. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran di lingkungan pengasuh pesantren, bahwa tidak semua alumni pondok pesantren ingin menjadi ulama, ustaz, ataupun dai. Mereka justru kebanyakan ingin menjadi warga biasa, yang tidak terlepas dari kebutuhan melanjutkan pendidikan dan mencari pekerjaan yang tentu saja memerlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu. Bahkan sejak tahun 1970-an banyak pesantren memberikan pembekalan dan keterampilan ekonomi bagi santrinya, serta terlibat dalam upaya pemberdayaan ekonomi bagi rakyat di lingkungannya (Azizy, A., 2002).
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang memberi pengajaran agama Islam. Menurut Muhtarom (2002), tujuannya tidak semata-mata memperkaya pikiran santri atau siswa dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan yang Islami, tetapi juga untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.
Dari uarian di atas, jelas bahwa pendidikan pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren dihadapkan pada dualisme tuntutan. Di satu sisi, lulusan harus dipersiapkan dengan kemampuan akademis yang memadai agar bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau perguruan tinggi, di sisi lain, lulusan dituntut harus mempunyai moralitas yang tinggi atau yang lebih dikenal dengan berakhlak mulia sesuai dengan tuntutan Qur'an dan sunnah Rasulullah agar nantinya setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat. Bahkan jauh dari itu, lulusan diharapkan bisa menjadi seorang dai yang akan menyebarkan nilai-nilai Ilahiyah kepada seluruh lapisan masyarakat.
Kemampuan akademis yang diharapkan adalah sama dengan yang dituntut pada sekolah menengah umum, meliputi kemampuan bidang umum antara lain biologi, fisika, kimia, matematika dan sebagainya dan ditambah dengan kemampuan akademis bidang agama Islam dan kepondokan antara lain Aqidah Akhlaq, Fiqih, Ilmu Hadis, dan sebagainya. Tuntutan akademis bidang agama Islam dan kepondokan inilah yang membedakan pendidikan pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren dengan bidang akademis pada sekolah menengah umum (SMU). Sedangkan tuntutan moralitas atau akhlak mulia antara lain; sikap menghormati dan menghargai sesama manusia, menghargai pendapat orang lain, menghargai adanya perbedaan antar pribadi dalam segala aspek, demokratis, dan sikap-sikap positif lainnya. Dengan demikian, upaya inovasi pengajaran yang mengarah kepada pencapaian kedua tujuan tersebut mutlak diperlukan pada madrasah pondok pesantren.
Ada beberapa alasan mendasar mengapa inovasi pendidikan pesantren terasa urgen dan mendesak untuk dilakukan. Dalam kaitan ini Sudirman Tebba, seorang peneliti pesantren yang dikutip dalam Magfurin (2002) mengemukakan alasannya, yaitu (a) Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan sosial dirasakan oleh banyak pihak memiliki potensi besar untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat, (b) Jumlah pesantren potensial terbukti pula melaksanakan usaha kreatif yang bersifat rintisan. Upaya inovasi pembelajaran dalam lingkup madrasah pondok pesantren perlu dikembangkan sambil terus melakukan upaya pembenahan terhadap masalah utama yang dihadapi pesantren, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal.
Jika ditelaah lebih mendalam pola pengajaran yang dilakukan pada madarasah pondok pesantren, seperti pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis, maka masih kurang adanya kesesuaian pola pengajaran yang dilakukan dengan dualisme tuntutan pendidikan. Pengajaran bidang-bidang akademis masih dilakukan secara konvensional yang hanya membuahkan kemampuan yang bersifat kognitif semata bagi siswa. Padahal salah satu titik tumpu untuk mencapai dualisme tuntutan di atas adalah melalui pengajaran bidang akademis tersebut. Pola pengajaran yang ada menuntut siswa berakhlak mulia atau bermoralitas tinggi hanya melalui penanaman pemahaman (kognitif) atau pengkajian terhadap ayat-ayat Allah yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis pada hampir seluruh bidang keagamaan atau kepondokan seperti mata pelajaran aqidah akhlak, fiqih, ilmu hadis, dan sebagainya.
Jika dianalisis lebih mendalam, bahwa hampir semua sikap positif yang terkandung dalam istilah "akhlak mulia" atau "bermoral" adalah sama halnya dengan keterampilan. Keterampilan tersebut agar bisa mendarah daging pada peserta didik harus dilatihkan secara terus-menerus dan terintegrasi pada semua hidang studi. Jadi tidak cukup dengan pemahaman dan pengkajian saja yang, akan membuahkan hasil yang sifatnya kognitif bagi siswa.
Pada Madrasah Aliyah Ponpes X, sebagaimana sekolah menengah umum, pengajaran IPA, khususnya biologi disesuaikan dengan kurikulum IPA biologi yang berlaku, baik tujuan maupun struktur materi. Tetapi pengajaran biologi hanya terbatas pada produk atau fakta, konsep dan teori saja. Padahal IPA itu sendiri terdiri dari tiga komponen yaitu produk, proses, dan sikap.
Adanya pola pengajaran yang dilakukan pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X tersebut, di antaranya disebabkan karena kurangya pengetahuan dan pengalaman guru terhadap model pembelajaran yang tepat, dan kurang tersedianya perangkat pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah, yang bisa meningkatkan kemampuan akademik, melatihkan keterampilan berbicara, sekaligus menanamkan moralitas kepada siswa. Secara teoritis, untuk mengatasi permasalahan tersebut di antaranya dengan mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Tersedianya perangkat pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang proses pembelajaran berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur (1999a), bahwa perangkat pembelajaran memberikan kemudahan dan dapat membantu guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Perangkat ini menyediakan sejumlah strategi untuk mendorong siswa menggunakan gaya-gaya belajar berbeda. Sehingga dengan perencanaan yang seksama, kebutuhan untuk seluruh siswa dapat dipenuhi dalam kelas Sains.
Pola pengajaran seperti yang telah diuraikan di atas, menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi akademik mata pelajaran biologi lulusan Madrasah Aliyah Ponpes X, seperti yang tertera pada tabel 1.1. Sekarang ini, sudah menjadi animo bagi masyarakat umum, bahwa lulusan Pondok Pesantren setelah berada dalam lingkungan masyarakat, mempunyai pola tingkah laku yang tidak jauh berbeda dengan lulusan SMU, karena tujuan yang menuntut lulusan berakhlak mulia atau bermoral tinggi hanya ada pada otak siswa atau lulusan sebagai pengetahuan kognisi.
Tabel 1.1
** TABEL SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
Data tersebut menunjukkan masih rendahnya prestasi akademik lulusan Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X untuk mata pelajaran biologi. Harus disadari bahwa banyak parameter yang mempengaruhi hasil pendidikan, seperti; intelegensi siswa, ketersediaan sarana dan prasarana belajar, latar belakang pendidikan guru, kemampuan guru dalam mengorganisasikan pembelajaran, dan lain sebagainya. Tetapi yang sangat penting dilakukan sekarang ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran, sekaligus melatihkan kepada guru suatu model pembelajaran yang diharapkan bisa mewujudkan dualisme tujuan tersebut.
Tugas guru tidak hanya sekedar mengupayakan para siswanya untuk memperoleh berbagai pengetahuan produk dan keterampilan. Lebih dari itu, guru harus dapat mendorong siswa untuk dapat bekerja secara kelompok dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis, kreatif, cerdas, terbuka, dan ingin tahu. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar mengajar perlu dikembangkan pengalaman-pengalaman belajar melalui pendekatan dan inovasi model-model pembelajaran yang sesuai.
Pembelajaran IPA khususnya diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar secara aktif, baik fisik, mental-intelektual, maupun sosial (kelompok) untuk memahami konsep-konsep IPA, khususnya biologi. Dalam mengembangkan pembelajaran biologi di kelas, yang diharapkan adalah keterlibatan aktif seluruh siswa dalam kegiatan pembelajaran, menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Intinya pembelajaran biologi yang dikehendaki menurut kurikulum SMU/MA 1994 adalah pembelajaran yang tidak mengabaikan hakikat IPA dan mencerminkan sifat IPA sebagai ilmu pengetahuan alam. Hakikat IPA yang dimaksud adalah mencakup produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah melalui pendekatan keterampilan proses yaitu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang menekankan pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan pemerolehannya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman penulis, bahwa dalam kegiatan belajar mengajar biologi yang ada pada Madrasah Aliyah Ponpes X Putri selama ini sebenarnya guru bidang studi biologi sudah menerapkan pembelajaran berkelompok untuk menyampaikan konsep-konsep biologi. Beberapa tugas yang harus dikerjakan siswa secara kelompok seperti mengerjakan praktikum di laboratorium, tugas mengerjakan soal-soal latihan, tugas membaca, dan masih banyak lagi tugas lainnya. Tetapi kalau dicermati, kegiatan kelompok tersebut bukan pembelajaran kooperatif. Tujuan dari kerja kelompok hanya menyelesaikan tugas. Kegiatan belajar mengajar tersebut biasanya hanya didominasi oleh siswa yang pandai, sementara siswa yang kemampuannya rendah kurang berperan dalam mengerjakan tugas kelompok. Di samping itu juga siswa tidak dilatihkan untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan menghargai pendapat orang lain. Akibat cara kerja kelompok seperti ini menyebabkan siswa yang kemampuannya kurang memperoleh hasil belajar biologi yang tetap rendah dan adanya kesenjangan yang terlalu jauh antara hasil belajar siswa yang pandai dengan hasil belajar siswa yang kurang pandai.
Pada mata pelajaran biologi SMU/MA kelas I semester 2, terdapat pokok bahasan "Aksi Interaksi". Pokok bahasan Aksi Interaksi membahas tentang hubungan timbal balik antar komponen biotik dengan biotik, dan hubungan komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem. Pokok Bahasan Aksi Interaksi terdiri dari tiga subpokok bahasan, yaitu subpokok bahasan pola-pola aksi interaksi, subpokok bahasan suksesi, dan subpokok bahasan macam-macam ekosistem. Setiap subpokok bahasan bukan merupakan materi persyaratan untuk materi yang lain. Berdasarkan tuntutan GBPP Bidang Studi Biologi Kurikulum 1994, pembelajaran yang dianjurkan adalah pembelajaran dengan pendekatan kelompok yang berbasis pada keterampilan proses dan aktivitas siswa yang berorientasi pemecahan masalah berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan menggunakan metode ilmiah untuk memahami prinsip dan pola interaksi dalam ekosistem. Dengan demikian, pembelajaran yang mungkin dilakukan adalah pembelajaran yang berorientasi pemecahan masalah berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi kelompok yang identik dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Pengajaran pokok bahasan Aksi Interaksi pada MA Ponpes X biasanya dilakukan dengan metode diskusi. Untuk mengarahkan diskusi guru memberikan sejumlah pertanyaan kepada kelompok yang memuat hampir seluruh isi materi yang ada dalam konsep tersebut. Hasil evaluasi pengajaran konsep ini juga tetap menunjukkan adanya perbedaan yang terlalu jauh antara hasil belajar siswa yang pandai dan hasil belajar siswa yang kurang pandai.
Di sisi lain, berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi biologi juga menunjukkan bahwa, selama ini guru bidang studi jarang melakukan kegiatan remedial terhadap siswa yang mempunyai daya serap kurang dan hasil belajar rendah. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan atau membahas soal-soal biologi menjelang ulangan catur wulan.
Sebagai bagian dari upaya menyikapi adanya dualisme tuntutan pendidikan dan kenyataan yang terjadi pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X tersebut, maka salah satu yang perlu dilakukan antara lain berupa pengembangan perangkat pembelajaran. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan pembelajaran yang berorientasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Dewasa ini telah banyak digunakan model pembelajaran kooperatif. Bahkan pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu model pembelajaran yang banyak dikembangkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan mengembangkan sikap sosial siswa. Di samping itu, keterampilan kooperatif menjadi semakin penting untuk keberhasilan dalam menghadapi tuntutan lapangan kerja yang sekarang ini berorientasi pada kerja sama dalam tim. Karena pentingnya interaksi dalam tim, maka penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan menjadi lebih penting lagi.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam tipe, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Lie A. (1994) menyatakan bahwa, jigsaw merupakan salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Sejumlah riset telah banyak dilakukan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dengan dasar jigsaw. Riset tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran semacam itu memperoleh prestasi yang lebih baik, dan mempunyai sikap yang lebih baik pula terhadap pembelajaran.
Dari uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan pembelajaran biologi pada Madrasah Aliyah Ponpes X. Penelitian ini berjudul 'Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pengajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Madrasah Aliyah Ponpes X NTB."
Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yang meliputi; Materi Ajar, Rencana Pembelajaran, Lembar Kegiatan Siswa, dan Instrumen Tes Hasil Belajar.
B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah "Bagaimana kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar biologi siswa pokok bahasan Aksi Interaksi melalui pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada Madrasah Aliyah Ponpes X ?"
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :
(1) Bagaimanakah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(2) Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(3) Bagaimanakah aktivitas guru dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(4) Bagaimanakah keterampilan kooperatif siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(5) Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(6) Bagaimanakah kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan?
(7) Bagaimanakah hasil belajar siswa berupa produk dan proses pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
(1) Mengembangkan perangkat pembelajaran Biologi SMU/MA yang bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pokok bahasan Aksi Interaksi.
(2) Mengetahui kualitas proses dan hasil belajar biologi pokok bahasan Aksi Interaksi melalui penerapan perangkat dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas I Madrasah Aliyah Ponpes X
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum penelitian nomor dua dapat dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut :
(1) Mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(2) Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(3) Mendeskripsikan aktivitas guru dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(4) Mendeskripsikan keterampilan kooperatif yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(5) Mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(6) Mendeskripsikan kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan.
(7) Mendeskripsikan hasil belajar siswa berupa produk dan proses pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
D. Asumsi dan Pembatasan Penelitian
1. Asumsi
(1) Siswa yang menjadi subjek penelitian mempunyai ciri perkembangan pribadi yang setara.
(2) Adanya pengamat selama KBM berlangsung tidak menimbulkan pengaruh psikologis yang berarti terhadap guru mitra dan siswa.
(3) Siswa bekerja secara mandiri dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal tes hasil belajar.
(4) Siswa dalam mengisi angket respon siswa sesuai dengan pendapatnya sendiri.
(5) Pengamat dalam memberikan penilaian bersifat objektif.
2. Pembatasan Penelitian
(1) Sasaran penelitian terbatas pada siswa MA kelas I Ponpes X
(2) Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan adalah kooperatif tipe jigsaw.
(3) Keterampilan kooperatif yang dilatihkan, yaitu menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, mengajukan pertanyaan, mendengarkan secara aktif, dan memeriksa ketepatan.
(4) Pokok bahasan yang digunakan adalah Aksi Interaksi, kelas I semester 2.
E. Manfaat Penelitian
(a) Tersedianya perangkat pembelajaran yang bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk pengajaran siswa Madrasah Aliyah kelas I, semester II, pokok bahasan Aksi Interaksi.
(b) Memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif.
(c) Memperluas wawasan pengetahuan guru tentang model pembelajaran.
F. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari perbedaan pemahaman beberapa istilah yang digunakan dalam judul dan pertanyaan penelitian, perlu diberikan penjelasan sebagai berikut. a. Kualitas Proses Belajar Mengajar adalah kualitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pokok bahasan Aksi Interaksi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw yang dideskripsikan melalui (1) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (2) aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (3) aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (4) keterampilan kooperatif siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; dan (5) respon siswa dan kesan guru terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
b. Kualitas Hasil Belajar merupakan gambaran ketuntasan belajar siswa yang meliputi ketuntasan TPK, ketuntasan individual, dan ketuntasan klasikal terhadap TPK yang dianalisis dari skor hasil tes siswa.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw yaitu model pembelajaran yang menuntut siswa belajar secara kelompok dengan anggota 4 sampai 6 orang siswa yang mempunyai kemampuan heterogen. Dalam penelitian ini, satu kelompok terdiri dari lima sampai enam orang yang merupakan campuran antara siswi yang mempunyai kemampuan beragam. Masing-masing anggota kelompok asal bertemu dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok. Setelah pembahasan selesai kemudian kembali ke kelompok asal dan menjelaskan pada teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi.
d. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang terdiri dari; Materi Ajar, Lembar Kegiatan Siswa, encana Pembelajaran, Instrumen Tes Hasil Belajar, dan lembar panduan pembelajaran bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw bagi guru.