Search This Blog

BAHAYA MEROKOK, PENYIMPANGAN SEKS, DAN BAHAYA PENYALAHGUNAAN MINUMAN KERAS DAN NARKOBA PADA REMAJA

BAHAYA MEROKOK, PENYIMPANGAN SEKS, DAN BAHAYA PENYALAHGUNAAN MINUMAN KERAS DAN NARKOBA PADA REMAJA


BAB I 
MASA REMAJA 

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002). 
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. 
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut .

Dimensi Biologis 
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. 

Dimensi Kognitif 
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. 
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik. 

Dimensi Moral 
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak. 
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. 
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut. 
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat yang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam. 

Dimensi Psikologis 
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. 
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja 
cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. 
Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. 
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. 
Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan-kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko dan berdampak negative pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya; 
aktivitas social yang berganti-ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997). 
Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam-macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya. 


BAB II
PROBLEMATIKA REMAJA

A. MEROKOK 
Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya.
Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permissive beliefs/fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanyaatau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya. 

Penyebab Remaja Merokok 
1. Pengaruh 0rang tua 
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294). 
2. Pengaruh teman. 
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991) 
3. Faktor Kepribadian. 
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999). 
4. Pengaruh Iklan. 
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991). 

B. PENYIMPANGAN SEKS 
Kita telah ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak "kuper" dan "jomblo" yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak pengetahuan". Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita inginkan. Mungkin mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi, dan tentu saja ada yang bersikap terpuji. 
Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Masa remaja dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal tidak terkecuali bidang seks Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. 
Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut. 
Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila Kehamilan tersebut terjadi pada usia sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponya dengan sangat buruk dan berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita. 
Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena masalah kehamilan remaja tidak hanya membebani remaja sebagai individu dan bayi mereka namun juga mempengaruhi secara luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya tidak sepenuhnya dimengerti. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan. 
Selain masalah kehamilan pada remaja masalah yang juga sangat menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada masa remaja adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS 

Data dan Fakta HIV/AIDS 
Dilihat dari jumlah pengidap dan peningkatan jumlahnya dari waktu ke waktu, maka dewasa ini HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sudah dapat dianggap sebagai ancaman hidup bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan sampai Juni 2003 jumlah pengidap HIV/AIDS atau ODHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV/AIDS) di Indonesia adalah 3.647 orang terdiri dari mengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari jumlah tersebut, kelompok usia 15 -19 berjumlah 151 orang (4,14%); 19-24 berjumlah 930 orang (25,50%). Ini berarti bahwa jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS adalah remaja dan orang muda. 
dari data tersebut, dilaporkan yang sudah meninggal karena AIDS secara umum adalah 394 orang (Subdit PMS & AIDS, Ditjen PPM & PL, Depkes R.I.). Diperkirakan setiap hari ada 8.219 orang di dunia yang meninggal karena AIDS, sedangkan di kawasan Asia Pacific mencapai angka 1.192orang. 
Data dan fakta tersebut belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan "puncak gunung es", artinya, yang kelihatan atau dilaporkan hanya sedikit, sementara yang tidak kelihatan atau tidak dilaporkan jumlahnya berkali-kali lipat. Para ahli memperkirakan bahwa jumlah sebenarnya bisa 100 kali lipat. 

Remaja dan HIV/AIDS.
Penularan virus HIV ternyata menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan kaum muda. Penularan HIV di Indonesia terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, yaitu sebanyak 2.112(58%) kasus. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa semakin lama semakin banyak remaja di bawah usia 18 tahun yang sudah melakukan hubungan seks. Cara penularan lainnya adalah melalui jarum suntik (pemakaian jarum suntik secara bergantian pada pemakai narkoba, yaitu sebesar 815 (22,3%) kasus dan melalui transfusi darah 4 (0,10%) kasus). FKUl-RSCM melaporkan bahwa lebih dari 75% kasus infeksi HIV di kalangan remaja terjadi di kalangan pengguna narkotika. Jumlah ini merupakan kenaikan menyolok dibanding beberapa tahun yang lalu. 
Beberapa penyebab rentannya remaja terhadap HIV/AIDS adalah :
1. Kurangnya informasi yang benar mengenai perilaku seks yang aman dan upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja dan kaum muda. Kurangnya informasi ini disebabkan adanya nilai-nilai agama, budaya, moralitas dan lain-lain, sehingga remaja seringkali tidak memperoleh informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang sesungguhnya dapat membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk penularan HIV/AIDS. 
2. Perubahan fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual. Kondisi ini mendorong remaja untuk mencari tahu dan mencoba-coba sesuatu yang baru, termasuk melakukan hubungan seks dan penggunaan narkoba. 
3. Adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks, alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau elektronik. 
4. Adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seks, misalnya untuk membuktikan bahwa mereka adalah jantan. 
5. Resiko HIV/AIDS sukar dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode inkubasi yang panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat. 
6. Informasi mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup menyebar di kalangan remaja. Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah mengenai HIV/AIDS. 
7. Remaja pada umumnya kurang mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan reproduksi dibanding orang dewasa. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya remaja yang terkena HIV/AIDS tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi, kemudian menyebar ke remaja lain, sehingga sulit dikontrol. 

Apa sih HIV dan AIDS? 
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Merupakan virus penyebab AIDS yang melemahka sistem kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan kumpulan dari beberapa gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV sehingga orang yang telah terinfeksi HIV mudah diserang berbagai penyakit yang bisa mengancam hidupnya 

Perjalanan Infeksi HIV 
HIV menular melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian, jarum suntik bekas pakai, jarum suntik yang tidak steril, melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan, atau proses penularan dari ibu ke bayi melalui proses : hamil, melahirkan, dan menyusui. Setelah masuk dan menginfeksi manusia selama 2 minggu sampai 6 bulan (3 bulan pada 95% kasus) merupakan masa antara masuknya HIV ke dalam tubuh sampai terbentuknya antibody (penangkal penyakit) terhadap HIV atau disebut juga HIV Positif. Pada fase ini HIV sudah dapat ditularkan kepada orang lain walaupun hasil tes masih negatif. Fase ini disebut fase jendela. Setelah melalaui fase jendela. Selama 3-10 tahun setelah terinfeksi HIV, Seseorang yang telah mengidap HIV Positif tidak akanmenampakkan gejala, tampak sehat, dan dapat beraktifitas seperti biasa. Baru setelah 1- 2 tahun kemudian mulai timbul infeksi opportunistik (penyakit lain yang muncul karena sistem kekebalan tubuh menurun). Obat ARV (Anti Retro Viral) yang diminum pada fase ini dapat menekan pertumbuhan HIV. Akan tetapi obat ini tidak dapat menghilangkan HIV dari dalam tubuh. 
HIV tidak menular melalui :
1. Gigitan nyamuk atau serangga lain 
2. Keringat, Sentuhan, Pelukan, ataupun Ciuman 
3. Berenang bersama 
4. Terpapar batuk atau bersin 
5. Berbagi makanan atau menggunakan alat makan bersama 
6. Memakai toilet bergantian 
Mengetahui status HIV 
Status HIV hanya dapat diketahui melalui Konseling dan Testing HIV Sukarela 
• Testing HIV merupakan pengambilan darah dan pemeriksaan laboratorium disertai konseling pre dan pasca testing HIV 
• Konseling dan Testing HIV Sukarela dilakukan dengan prinsip tanpa paksaan, rahasia, tidak membeda-bedakan serta terjamin kualitasnya 
• Manfaat Konseling dan Testing HIV Sukarela : 
- Mendapat informasi, pelayanan, dan perawatan sesuai kebutuhan masing-masing sedini mungkin 
- Dukungan untuk perubahan perilaku yang lebih sehat dan aman dari penularan HIV 
Sudah adakah obat untuk HIV? 
‹ Obat ARV (Anti Retro Viral) dapat mengendalikan pertumbuhan jumlah HIV dan meningkatkan daya tahan tubuh untuk memperpanjang usia hidup ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) 
‹ Obat ARV tidak dapat menyembuhkan Odha karena tidak bisa menghilangkan HIV dalam tubuh 
‹ Odha harus minum obat ARV secara rutin pada jam tertentu setiap hari dan seumur hidup 
‹ Sejak tahun 2007 terdapat 75 rumah sakit rujukan bagi Odha diseluruh Indonesia yang menyediakan obat ARV 

C. MINUMAN KERAS DAN NARKOBA 
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN),jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dari tahun 1998 - 2003 adalah 20.301 orang, di mana 70% diantaranya berusia antara 15-19 tahun 
Definisi dan Macam-Macam Narkoba 
Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis. 
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997). 

Yang termasuk jenis Narkotika adalah : 
• Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko),opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. 
• Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas. 
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Zat yang termasuk psikotropika antara lain: 
• Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dsb. Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol. 

Apakah Alkohol itu? 
Alkohol adalah zat penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin mempunyai efek stimulasi ringan Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi umbian. Nama yang populer : minuman keras (miras), kamput, tomi (topi miring), cap tikus , balo dll. 
Minuman beralkohol mempunyai kadar yang berbeda-beda, misalnya bir dan soda alkohol (1-7% alkohol), anggur (10-15% alkohol) dan minuman keras yang biasa disebut dengan spirit (35-55% alkohol). Konsentrasi alkohol dalam darah dicapai dalam 30-90 menitsetelah diminum. 
Dari beberapa penelitian alkohol dapat menyebabkan : 
‹ Kecelakaan lalu lintas 
‹ Luka bakar 
‹ Kasus penganiayaan anak 
‹ Bunuh diri 
‹ Kecelakaan kerja 
Di Indonesia penjualan minuman beralkohol di batasi dan yang boleh membeli adalah mereka yang telah berumur 21 tahun Beberapa etnik di Indonesia menggunakan minuman beralkohol pada acara tertentu dalam jumlah yang sedikit. Mereka juga memproduksi minuman beralkohol dengan nama yang bermacam ragam misalnya : tuak, minuman cap tikus, ciu dll 
Pengaruh Terhadap Tubuh (Fisik dan Mental) 
Pengaruh alkohol terhadap tubuh bervariasi, tergantung pada beberapa faktor yaitu : 
‹ Jenis dan jumlah alkohol yang dikonsumsi 
‹ Usia, berat badan, dan jenis kelamin 
‹ Makanan yang ada di dalam lambung 
‹ Pengalaman seseorang minum-minuman beralkohol 
‹ Situasi dimana orang minum-minuman beralkohol 

Pengaruh jangka pendek 
Walaupun pengaruh terhadap individu berbeda-beda, terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration-BAC) dan efeknya. Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkohol di dalam darah. Sayangnya orang banyak beranggapan bahwa penampilan mereka menjadi lebih baik dan mereka mengabaikan efek buruknya.

Resiko intoksikasi (”mabuk”) 
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah ”mabuk”, ”teler” sehingga dapat menyebabkan cedera dan kematian. Penurunan kesadaran seperti koma dapat terjadi pada keracunan alkohol yang berat demikian juga henti nafas dan kematian. Selain kematian, efek jangka pendek alkohol dapat menyebabkan hilangny produktifitas kerja (misalnya ”teler, kecelakaan akibat ngebut). Sebagai tambahan, alkohol dapat menyebabkan perilaku kriminal. 70 % dari narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan dan lebih dari 40 % kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol 

Pengaruh Jangka Panjang 
Mengkonsumsi alkohol berlebiha dalam jangka panjang dapat menyebabkan : 
‹ Kerusakan jantung 
‹ Tekanan Darah Tinggi 
‹ Stroke 
‹ Kerusakan hati 
‹ Kanker saluran pencernaan 
‹ Gangguan pencernaan lainnya (misalnya tukak lambung) 
‹ Impotensi dan berkurangnya kesuburan 
‹ Meningkatnya resiko terkena kanker payudara 
‹ Kesulitan tidur 
‹ Kerusakan otak dengan perubahan kepribadian dan suasana perasaan 
‹ Sulit dalam mengingat dan berkonsentrasi 
Sebagai tambahan terhadap masalah kesehatan, alkohol juga berdampak terhadap hubungan sesama, finansial, pekerjaan, dan juga menimbulkan masalah hukum 

Toleransi dan Ketergantungan 
Pengguna alkohol yang terus menerus dapat mengalami toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah peningkatan penggunaan alkohol dari jumlah yang kecil menjadi lebih besar untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Sedangkan ketergantungan adalah keadaan dimana alkohol menjadi bagian yang penting dalam kehidupannya, banyak waktu yang terbuang karena memikirkan (cara mendapatkan, mengkonsumsi dan bagaimana cara berhenti). Pengguna alkohol akan mengalami kesulitan bagaimana cara menghentikan atau mengendalikan jumlah alkohol yang dikonsumsi. 

Gejala Putus Alkohol 
Seseorang yang mengalami ketergantungan secara fisik terhadap alkohol akan mengalami gejala putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi penggunaannya. Gejala biasanya terjadi mulai 6-24 jam setelah minum yang terakhir. Gejala ini dapat berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah : 
• Gemetar 
• Mual 
• Cemas 
• Depresi 
• Berkeringat yang banyak 
• Nyeri kepala 
• Sulit tidur (berlangsung beberapa minggu) 
Gejala putus alkohol sangat berbahaya. Orang yang minum lebih dari 8 standar minum perhari dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter (sebelum memutuskan untuk berhenti minum) untuk mendapatkan terapi medis guna mencegah komplikasi 
Sedangkan berdasarkan efeknya, narkoba bisa dibedakan menjadi tiga: 
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw. 
2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi. 
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja. 

Penyalahgunaan Narkoba 
Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi karena berbagai alasan-mulai dari keinginan untuk dicoba-coba, ikut trend/gaya, lambing status social, ingin melupakan persoalan dll-maka narkoba kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi yang disebut juga dengan kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya sebagai berikut: 
1) coba-coba; 
2) senang-senang; 
3) menggunakan pada saat atau keadaan tertentu; 
4) penyalahgunaan; 
5) ketergantungan. 

Dampak Penyalahgunaan Narkoba 
Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, 
1. Dampak Fisik:
a. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi 
b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah 
c. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim 
d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru 
e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur 
f. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual 
g. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) 
h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya 
i. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian 
2. Dampak Psikis:
1. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah 
2. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga 
3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal 
4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan 
5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri 
3. Dampak Sosiai:
1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan 
2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga 
3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram 
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dll. 

Bahaya Narkoba Bagi Remaja 
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja. 
 Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa. 


BAB III
MENANGANI MASALAH YANG TERJADI PADA REMAJA 

Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang disebutkan dan dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. 
Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remaja lah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain : 
Peran Orangtua : 
• Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita 
• Membekali anak dengan dasar moral dan agama 
• Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua-anak 
• Menjalin kerjasama yang baik dengan guru 
• Menjai tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal menjaga lingkungan yang sehat 
• Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak 
• Hindarkan anak dari NAPZA 
Peran Guru : 
• Bersahabat dengan siswa 
• Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman 
• Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler 
• Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga 
• Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP 
• Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas 
• Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain 
• Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat 
• Mewaspadai adanya provokator 
• Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah 
• Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial 
• Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA Peran Pemerintah dan masyarakat : 
• Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti 
• Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga dan bermain 
• Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas 
• Memberikan keteladanan 
• Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas 
• Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan 
Peran Media : 
• Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia) 
• Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif) 
• Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja 


BAB IV
REMAJA DAN PERILAKU HIDUP SEHAT 

Remaja yang bersikap hidup sehat adalah remaja: 
1. Mengerti tujuan hidup 
2. Memahami faktor penghambat maupun pendukung perkembangan kematangannya. 
3. Bergaul dengan bijaksana 
4. Terus menerus memperbaiki diri 
Dengan demikian remaja dapat diharapkan menjaga remaja yang handal dan sehat. Remaja harus mengetahui dirinya memiliki kekhawatiran dan harapan, dengan kata lain remaja harus mengerti dirinya sendiri. 
Faktor yang berkembang pada setiap remaja antara lain fisik, intelektual, emosional, spiritual. Kecepatan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Fisik 35% 
2. Intelektual 20% 
3. Emosional 30% 
4. Spiritual 15% 
Faktor fisik berkembang secara tepat sedangkan faktor lainnya berkembang tidak sama besar. Perkembangan yang tidak seimbang inilah yang menimbulkan kejanggalan dan berpengaruh terhadap perilaku remaja.
Bagaimana seseorang remaja melihat dirinya sendiri, orang lain serta hubungannya dengan orang lain termasuk orang tua dan pembina? Kadang-kadang ia ingin dianggap sebagai anak-anak, orang dewasa, orang lain dianggap sebagai orang tua.
Hubungan dirinya dengan orang lain dianggap bersifat: 
1. Otoriter ------- demokratis 
2. Tertutup ------- terbuka 
3. Formal ------- informal 
Semua tersebut di atas dalam keadaan "dalam perjalanan menuju" Sehingga dapat dilihat segalanya masih dalam proses dan tidak berada dalam kutub atau masa anak-anak.
"Dalam perjalanan menuju" ini yang menonjol adalah: 
1. Fisik yang kuat 
2. Emosi yang cepat tersinggung 
3. Sering mengambil keputusan tanpa berfikir panjang 
4. Pertimbangan agama, falsafah, ataupun tatakrama hanya kadang-kadang saja dipakai Dan "Dalam perjalanan menuju" yang paling penting diketahui oleh remaja adalah bagaimana remaja dapat berproses : 
1. Menuju fisik yang ideal 
2. Menuju emosi kelakian ataupun kewanitaan yang utuh 
3. Menuju cara berfikir dewasa 
4. Menuju mempercayai hal-hal yang agamais, bersifat falsafah dan bersifat tatakrama 

MAKALAH PERAN FISIKA DALAM BIDANG KESEHATAN

MAKALAH PERAN FISIKA DALAM BIDANG KESEHATAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat terutama dalam dunia IT (Informatic Technology). Perkembangan dunia IT berimbas pada perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan dunia IT adalah kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembengan teknologi yang menggunakan prinsip ilmu fisika untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan. 
Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi, termasuk disiplin ilmu dan teknologi kesehatan. Terobosan penting dalam bidang ilmu fisika dan teknologi ini memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang menjadi lebih penting secara epidemologis sebagai konsekuensi logis dari pembangunan di segala bidang yang telah meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

B. Tujuan 
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini adalah 
1. Untuk mengetahui peran peralatan fisika dalam ilmu kesehatan 
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu kesehatan dengan peralatan ilmu fisika 

C. Manfaat
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 
1. Dapat mengetahui peran peralatan ilmu fisika dalam kesehatan
2. Dapat memberikan manfaat tentang begitu pentingnya peralatan fisika dalam dunia kesehatan 
3. Dapat memberikan inspirasi untuk menciptakan suatu alat baru guna peningkatan peralatan kesehatan.



BAB II
PERMASALAHAN

Adapun permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini, antara lain :
1. Apa Peran Fisika dalam Kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang kesehatan?
2. Bagaimana prinsip fisika dalam pemeliharaan alat keperawatan?
3. Bagaimana penerapan fisika dalam memberikan asuhan keperawatan?
4. Bagaimana prinsip kerja Respirometer?
5. Apa keuntungan Endoscopy?
6. Bagaimana cara kerja Elektromyogram?



BAB III
ELEKTROMYOGRAM

Cara kerjanya adalah dengan menempatkan dua elektroda (atau sensor) di kulit pada otot yang akan dimonitor. Otot-otot yang paling sering digunakan oleh praktisi biofeedback adalah frontalis (otot yang berkerut di dahi Anda), masseter (otot rahang), dan trapezium (otot-otot bahu yang kaku ketika Anda sedang stres).
Mesin ini digunakan untuk merehabilitasi pasien yang mengalami kelumpuhan akibat terkena stroke. Bahkan ketika seseorang tidak lagi memiliki sensasi pada anggota tubuh yang lumpuh dan tidak dapat menggerakkannya, EMG seringkali dapat mendeteksi aktivitas listrik dalam otot. Mesin EMG menguatkan pancaran gelombang listrik dari anggota tubuh yang lumpuh. Saat pasien menjadi sadar akan hal tersebut, sistem sarafnya akan merangsang aktivitas otot. Hal ini akan membuat ujung saraf baru dapat tumbuh pada otot yang dilakukan EMG tadi, sehingga pasien dapat kembali melakukan beberapa gerakan.
EMG lebih sering digunakan untuk merelaksasi otot yang tegang yang disebabkan oleh stres. Ketika elektroda menangkap otot yang tegang, mesin akan memberikan sinyal, seperti cahaya yang berwarna atau suara. Dengan cara ini, pasien dapat merasakan dan memonitor kelanjutan aktivitas otot dan mulai berfokus untuk mengenali seperti apa rasanya otot yang tegang. Saat menyadari akan proses internal ini, Anda akan mulai mengenali saat ketegangan mulai muncul dalam kehidupan sehari-hari. Latihan biofeedback seperti ini berguna untuk mengontrol ketegangan sebelum menjadi lebih buruk atau menyebabkan masalah fisik lainnya. EMG sering digunakan untuk pengobatan sakit kepala, sakit punggung, sakit leher, serta penyakit yang terkait dengan stres, misalnya asma dan jerawat.



BAB IV
ENDOSCOPY

Alat Endoscopy dengan menggunakan Teknologi tinggi yang berfungsi untuk melihat keadaan/kondisi saluran cerna dan organ lainnya. Dengan pemeriksaan tindakan Endoscopy, berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan resiko yang minimal karena :
- Mendeteksi kelainan saluran cerna secara dini (Early Detection)
- Tanpa operasi (Non Surgery) dan Handal (Reliable)
- Tindakan Terapi Secara Langsung (Timely Treatment). Ketika terdeteksi adanya Kelainan Saluran Cerna dengan menggunakan alat ini, dokter kami akan langsung mengarahkan pelanggan agar dengan segera melakukan tindakan terapi.
- Tingkat pemulihan yang cepat (Quick Recovery)
Keuntungan Tindakan Endoscopy :
1. Dapat melakukan biopsy
2. Memotong polip
3. Menghentikan pendarahan
4. Memasang Stent pada sumbatan
5. Mengangkat jaringan tumor ganas stadium sangat dini
6. Membuang batu saluran empedu
7. Sebagian kasus One Day Care



BAB V
PRINSIP KERJA RESPIROMETER

Alat ini bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang tertutup dan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa kapiler berskala.



PENUTUP

A. Kesimpulan 
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa peralatan kesehatan masih sangat berhubungan erat dengan ilmu fisika dan perkembangan teknologi, karena sebagian besar prinsip kerjanya menggunakan konsep fisika yang diaplikasikan pada sebuah alat kesehatan yang berteknologi terkini. 

B. Saran 
Dari kesimpulan di atas maka kami sarankan beberapa hal sebagai berikut : 
1. Menggunakan alat-alat ksehatan dengan sebaik-baiknya 
2. Membeli dan menggunakan alat-alat kesehatan dari luar guna melengkapai peralatan Rumah Sakit yang ada di Indonesia 
3. Marilah para ilmuwan bangsaku, berlombalah berkreasi. Minimalnya untuk kemandirian kita akan teknologi untuk melayani kebutuhan bangsa sendir. Fisikawan medis Indonesia teruslah berkarya



DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.itagz.com/aang/ dibaca tanggal 28 Desember 2011 dan download tanggal 28 Desember 2011.
2. http://staff.blog.ui.ac.id/supriyanto.p/category/berita-seputar-fisika-medis/ posting 14 Maret Blog : Peranan Fisika dalam ilmu kedokteran dibaca tanggal 28 Desember 2011. 
3. http://www.scribd.com/doc/2369186/Fisika-XII dibaca tanggal 28 Desember 2009 dan download tanggal 28 Desember 2011.
4. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0920563203909704 dibaca tanggal 28 Desember 2011 dan download tanggal 28 Desember 2011.

JUDUL SKRIPSI 2

JUDUL SKRIPSI 2


SKRIPSI JURUSAN KEPERAWATAN
  • (KODE : KEPRAWTN-0011) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI [[ LIHAT BAB I ]]
SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
  • (KODE : PEND-BSI-0062) : SKRIPSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PEND-BSI-0063) : SKRIPSI PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DG TEKNIK INVENTARISASI KESULITAN DAN PEMBERIAN MOTIVASI SERTA BELAJAR MANDIRI BERBASIS PORTOFOLIO [[ LIHAT BAB I ]]
SKRIPSI JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
  • (KODE : EKONPEMB-0018) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PEMEKARAN WILAYAH INDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : EKONPEMB-0019) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT X) [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : EKONPEMB-0020) : SKRIPSI PENGARUH ANGGARAN PENERIMAAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : EKONPEMB-0021) : SKRIPSI ANALISIS PROBABILITAS KEBERHASILAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : EKONPEMB-0022) : SKRIPSI PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : EKONPEMB-0023) : SKRIPSI ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BMT TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH [[ LIHAT BAB I ]]
SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
  • (KODE : PEND-AIS-0081) : SKRIPSI PENANAMAN NILAI AGAMA PADA ANAK DI TK X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PEND-AIS-0082) : SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PEND-AIS-0083) : SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PEND-AIS-0084) : SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA [[ LIHAT BAB I ]]
SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
  • (KODE : PENDBING-0047) : SKRIPSI COMMUNICATIVE LANGUAGE TEACHING (CLT) APPROACH IN IMPROVING STUDENTS SPEAKING ABILITY IN EFL [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0048) : SKRIPSI THE USE OF MIND MAPPING TECHNIQUE IN TEACHING RECOUNT TEXT TO IMPROVE STUDENTS READING COMPREHENSION ABILITY [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0049) : SKRIPSI STUDENT'S READING STRATEGIES AND THEIR READING COMPREHENSION [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0050) : SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF USING SIMULATION IN IMPROVING STUDENTS SPEAKING SKILL [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0051) : SKRIPSI THE EFFECT OF USING SONG ON STUDENT'S SPEAKING ABILITY [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0052) : SKRIPSI THE USE OF SERIES OF PICTURES IN STUDENTS NARRATIVE WRITING PROCESS [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0053) : SKRIPSI IMPROVING STUDENTS READING SKILL THROUGH INTERACTIVE APPROACH [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0054) : SKRIPSI THE TEACHING OF ENGLISH LANGUAGE LEARNING TO YOUNG LEARNERS A DESCRIPTIVE STUDY AT THREE KINDERGARTENS [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0055) : SKRIPSI TEACHERS TECHNIQUES IN TEACHING SPEAKING SKILL [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : PENDBING-0056) : SKRIPSI AN INVESTIGATION OF THE STUDENTS ABILITY AND DIFFICULTIES IN WRITING A NARRATIVE TEXT [[ LIHAT BAB I ]]
SKRIPSI PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DG TEKNIK INVENTARISASI KESULITAN DAN PEMBERIAN MOTIVASI SERTA BELAJAR MANDIRI BERBASIS PORTOFOLIO

SKRIPSI PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DG TEKNIK INVENTARISASI KESULITAN DAN PEMBERIAN MOTIVASI SERTA BELAJAR MANDIRI BERBASIS PORTOFOLIO


(KODE : PEND-BSI-0063) : SKRIPSI PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DG TEKNIK INVENTARISASI KESULITAN DAN PEMBERIAN MOTIVASI SERTA BELAJAR MANDIRI BERBASIS PORTOFOLIO


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembelajaran bahasa Indonesia dititikberatkan kepada empat keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan itu adalah mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Substansi dari keterampilan itu adalah bahasa dan sastra. Pemilahan bahasan antara substansi bahasa dengan sastra bukan dimaksudkan untuk membuat garis pemisah antara keduanya. Akan tetapi, pemilahan ini dimaksudkan supaya bahasan substansinya lebih spesifik. Bahasan substansi bahasa dititikberatkan kepada penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasan substansi sastra selain untuk penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, juga untuk meningkatkan kemampuan peserta didik mengapresiasi karya sastra.
Pembelajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pembelajaran bahasa. Perbedaan hakiki keduanya terletak pada tujuan akhirnya. Oemarjati (1992) mengatakan bahwa pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya (lebih) tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai baik dalam konteks individual, maupun sosial. Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkapkan bahwa pembelajaran sastra sangatlah diperlukan.
Pembelajaran menulis puisi merupakan salah satu keterampilan bidang ekspresi sastra yang harus dikuasai siswa SMP. Di dalam kurikulum bahasa Indonesia, kompetensi menulis kreatif puisi terdapat pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII, yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas dengan kompetensi dasar menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.
Pembelajaran menulis puisi ini banyak menemui hambatan sehingga cenderung dihindari atau tidak diajarkan. Mereka menganggap menulis puisi merupakan kegiatan yang sangat sulit karena mereka harus memperhatikan pilihan kata yang digunakan, irama, rima, dan ide. Minimnya kosakata dan pengalaman yang dimiliki siswa untuk juga menjadi penghambat dalam menulis puisi. Selain itu, rendahnya kemampuan siswa dalam menulis puisi juga disebabkan oleh ketidaktahuan siswa tentang manfaat yang akan mereka peroleh setelah mampu menulis puisi.
Sementara itu, di sekolah kurang efektifnya pembelajaran juga menjadi penyebab rendahnya kemampuan siswa menulis puisi. Ketidakefektifan ini disebabkan oleh kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang diterapkan tidak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. Situasi sekolah yang tidak menyenangkan. Cara guru mengajar yang membosankan juga ikut andil menyumbang terkuburnya potensi alami siswa. Suparno dan Nurjanah (2004) mengungkapkan bahwa para guru belum memahami benar arah pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa SMP sehingga data menunjukkan (1) masih banyak guru yang dominan memberi penjelasan tentang bahasa dan penggunaannya, (2) sebagian besar guru kurang menguasai taksonomi kemahiran berbahasa Indonesia yang terlibat pada pembelajaran dan evaluasi belajar tidak menekankan atau memfokuskan pada aspek-aspeknya, (3) kreativitas guru dalam meyajikan materi pembelajaran rendah, guru hanya memanfaatkan materi di dalam buku ajar, (4) pembelajaran cenderung "gramatika sentris", (5) guru hanya membelajarkan materi yang sesuai soal ujian, (6) guru merasa kekurangan waktu karena kurikulum terlalu padat. Senada apa dengan apa yang diungkapkan di atas, pembelajaran menulis kreatif puisi cenderung bersifat teoretis informatif bukan apresiatif produktif. Belajar hanya sebatas memberikan informasi pengetahuan tentang sastra sehingga kemampuan siswa menciptakan dan mengapresiasi sastra kurang mendapat perhatian. Siswa kurang memperoleh kesempatan untuk melakukan konstruksi pengetahuan dan melakukan pengembangan pengetahuan itu menjadi sebuah produk pengetahuan baru.
Di sekolah, guru hanya mengajarkan materi atau melakukan pembelajaran tanpa memperhatikan siswa dan lingkungan. Guru hanya menjalankan perannya sebagai pengajar dan cenderung mengabaikan perannya sebagai pendidik. Guru tidak berusaha mencari tahu apa yang ada pada diri siswa, minat, dan bakat yang dimilikinya. Guru kurang dapat memberi motivasi pada siswa untuk aktif turut serta dalam pembelajaran. Hal demikian inilah yang membuat pembelajaran menjadi monoton dan membosankan.
Budiono (dalam Sutikno 2009 : 174) mengatakan bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi belajar siswa adalah menggunakan model pembelajaran inovatif sehingga siswa menikmati kegiatan pembelajaran. Guru dapat memberikan stimulus terlebih dahulu agar siswa lebih termotivasi dalam belajar menulis puisi karena motivasi merupakan unsur yang ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan sesuatu. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
Oleh karena itu, guru harus dapat mengupayakan optimalisasi unsur-unsur dinamis tersebut dengan jalan : (1) pemberian kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan hambatan belajar yang dialaminya, memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar; (2) meminta kesempatan pada orang tua atau wali agar memberi kesempatan kepada siswa unutk beraktualisasi diri dalam belajar dengan memanfaatkan unsur lingkungan yang mendorong belajar dan menggunakan waktu secara tertib; (3) guru selalu memberikan rangsangan dengan penguat dan terus membangkitkan rasa percaya diri siswa.
Para pendidik di sekolah harus mempunyai keyakinan bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan waktu tersendiri dalam mempelajari atau menguasai sesuatu. Dengan cara itu diharapkan kita akan mewariskan generasi pembelajar yang mampu untuk belajar dan mengembangkan diri mereka sendiri sepanjang hidup mereka. Hal itu bisa dicapai dengan cara menghindarkan setiap kondisi yang membuat mereka justru berhenti atau bahkan membenci proses pembelajaran itu sendiri.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam pembelajaran menulis puisi adalah kurang tersedianya waktu. Siswa dituntut menulis puisi dalam waktu yang relatif singkat dan tema yang ditentukan dengan satu kali proses (sekali jadi). Tentunya ini bukan hal yang mudah bagi anak usia SMP. Padahal pembelajaran menulis puisi di SMP berkaitan erat dengan latihan-latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian, guru dan kurikulum telah membatasi kreativitas siswa. Akibatnya, siswa tidak menulis puisi secara maksimal, minat dan bakat yang dimiliki tidak berkembang. Bahkan mereka merasa bahwa kegiatan menulis puisi merupakan sebuah beban. Pada akhirnya kegiatan pembelajaran sastra itu bertentangan dengan tujuan pembelajaran sastra itu sendiri yakni membawa anak menikmati kraya sastra (mengapresiasi sastra). Akibat yang lebih fatal lagi adalah anak tidak suka dan cenderung menghindari pembelajaran sastra.
Bertolak dari kenyataan itulah perlu dikembangkan model pembelajaran penulisan puisi yang mampu mengatasi atau meminimalkan masalah-masalah yang selama ini melingkupi pembelajaran menulis puisi. Diperlukan model pembelajaran yang dapat memberi peluang kepada siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Model pembelajaran tersebut diharapkan mampu membuat siswa mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki seluas-luasnya. Maka, untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dikembangkanlah model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio.
Pertama, teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi. Teknik inventarisasi kesulitan merupakan sebuah teknik untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Secara garis besar teknik inventarisasi kesulitan ini dilakukan dengan cara mendata kesulitan yang dialami siswa dalam menulis puisi. Pendataan kesulitan itu akan mempermudah guru membimbing siswa.
Sementara itu, Menurut Djaali (2008 : 103) motivasi merupakan kondisi fisiologis dan psikologis yang mendorong siswa untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan tertentu (berprestasi setinggi mungkin). Jadi motivasi ikut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi ini diberikan melalui teknik pemberian motivasi untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa dan meyakinkan bahwa ia mampu menulis puisi. Melalui teknik ini anggapan menulis puisi merupakan kegiatan yang sulit sedikit demi sedikit dapat terkikis.
Kedua, belajar mandiri. Kemandirian belajar itu merupakan keharusan dalam pembelajaran dewasa ini sejauh pembelajaran itu diarahkan kepada hari depan pelajar yang dengan nyata dapat dilihat dalam keluarga dan masyarakat (Holstein 1986 : 1). Pelaksanaan belajar mandiri ini dilakukan berkaitan dengan perbedaan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa, perbedaan motivasi, dan keterbatasan waktu di sekolah. Kemampuan siswa dalam menulis antara yang satu dengan yang lain tentunya berbeda. Siswa yang tertarik dengan sastra dan memiliki pengetahuan luas tentunya akan lebih mudah jika disuruh menulis puisi.
Sebaliknya, siswa yang kurang tertarik dengan sastra dan kurang berpengetahuan akan mengalami kesulitan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Teknik belajar mandiri juga digunakan untuk mengatasi keterbatasan waktu di sekolah karena kurikulum yang padat. Menulis puisi merupakan kegiatan yang membutuhkan latihan secara terus menerus. Berdianti (2008 : 19) mengatakan bahwa kemampuan menulis puisi akan semakin berkembang jika sering berlatih. Siswa perlu sering berlatih untuk dapat menulis puisi dengan baik. Namun, alokasi waktu di sekolah sangatlah terbatas. Maka, perlu diterapkan belajar mandiri agar siswa dapat terus berlatih. Dengan demikian siswa akan berlatih secara mandiri, menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan dimana ia belajar. Keuntungan lain yang diperoleh dari pelaksanaan belajar mandiri ini adalah siswa akan berlatih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, siswa menyadari tujuannya belajar, dan siswa mengetahui manfaat yang akan dia peroleh.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Keegan (1990) yang mengatakan bahwa derajat kemandirian belajar yang diberikan kepada pebelajar dapat dilihat dari tiga aspek (1) kemandirian dalam menentukan tujuan : apakah tujuan belajar ditentukan oleh guru atau pebelajar, (2) kemandirian dalam menentukan meto belajar : apakah pemilihan dan penggunaan sumber belajar dan media lain keputusannya ditentukan oleh guru atau pebelajar, (3) kemandirian dalam menentukan evaluasi. Belajar mandiri ini tidak tanpa campur tangan guru. Guru berfungsi sebagai pendamping, fasilitator, motivator, dan penilai. Penilaian ini dapat dilakukan melalui portofolio yang disusun siswa. Guru bisa mamantau sejauh mana perkembangan siswa dalam menguasai kompetensi menulis puisi.
Ketiga, portofolio. Model pembelajaran portofolio merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami teori secara mendalam melalaui pengalaman praktik empirik. Model pembelajaran berbasis portofolio mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Prinsip tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif, kelompok belajar kooperatif, pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (Budimansyah 2002 : 8).
Berdasarkan uraian di atas, pengembangan model pembelajaran diharapkan mampu mengatasi masalah kurangnya penghargaan atas hasil karya siswa dan terlaksananya penilaian proses. Penilaian proses dapat dilakukan karena portofolio berisi kumpulan pengetahuan, tugas-tugas, dan bukti belajar mandiri siswa. Jadi, melalui penerapan model pembelajaran ini guru dapat melakukan penilaian proses dan produk.
Pengembangan model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio diharapkan dapat menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran menulis puisi. Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa mampu mengembangkan minat dan bakat yang dimiliki dengan seluas-luasnya tanpa terhalang alokasi waktu belajar di sekolah. Selain itu, hasil karya mereka pun akan mendapatkan apresiasi. Bagi guru, mereka akan mendapatkan penilaian dalam proses maupun hasil (produk) dengan mudah. Dengan demikian penilaian akan lebih adil dan valid.

1.2 Identifikasi Masalah
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah meliputi substansi bahasa dan sastra. Namun selama ini pembelajaran sastra cenderung diabaikan. Salah satu kompetensi sastra adalah menulis puisi. Menulis puisi merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa SMP. Namun dalam pembelajarannya di sekolah banyak menemui hambatan sehingga cenderung dihindari atau tidak diajarkan.
Pembelajaran menulis kreatif puisi cenderung bersifat teoretis informatif dan bukan apresitif produktif. Di sekolah-sekolah guru biasanya hanya mengajarkan teori atau pengetahuan tentang puisi. Misalnya, pengertian puisi, unsur-unsur puisi, dan cara menulis puisi. Siswa tidak diajak untuk berekspresi menulis puisi sehingga pembelajarannya tidak mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, sebagian siswa menganggap menulis puisi merupakan kegiatan yang sangat sulit karena siswa tidak terbiasa mengemukakan perasaan, pemikiran, dan imajinasinya ke dalam puisi.
Masalah lain yang muncul dalam pembelajaran menulis puisi adalah rendahnya minat siswa dalam belajar menulis puisi. Hal ini karena siswa belum mengetahui tujuan, manfaat menulis puisi, dan guru kurang kreatif dalam membelajarkan kompetensi ini. Model pembelajaran yang digunakan guru cenderung monoton dan tidak mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.
Selain masalah-masalah di atas, masalah lain yang muncul adalah guru hanya mengajarkan materi atau melakukan pembelajaran tanpa memperhatikan siswa dan lingkungannya. Guru hanya menjalankan perannya sebagai pengajar dan cenderung mengabaikan perannya sebagai pendidik. Guru kurang dapat memberi motivasi pada siswa untuk aktif turut serta dalam pembelajaran. Padahal motivasi merupakan unsur penting yang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan sesuatu.
Kurang tersedianya waktu juga menjadi masalah yang harus dihadapi guru dan siswa dalam pembelajaran menulis puisi. Siswa dituntut menulis puisi dalam waktu yang relatif singkat (sekali jadi) dengan tema yang sudah ditentukan. Tentunya ini bukan perkara mudah bagi anak usia SMP apalagi bagi anak yang belum terbiasa menulis puisi. Pada akhirnya mereka merasa terbebani dan cenderung malas berlatih menulis puisi.
Masalah-masalah dalam pembelajaran menulis puisi harus diatasi sehingga siswa dapat mencapai kompetensi sesuai yang diharapkan. Guru harus mampu menciptakan model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah-masalah di atas. Model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dalam pembelajaran menulis puisi.

1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian banyak terdapat permasalahan. Akan tetapi, peneliti hanya membatasi permasalahan pada model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis kreatif puisi pada siswa SMP kelas VIII, yaitu pengembangan model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio.

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana kebutuhan model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio yang dibutuhkan siswa dan guru di SMP kelas VIII ?
2. Bagaimana bentuk pengembangan model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio pada siswa SMP kelas VIII ?
3. Bagaimana hasil penilaian dan perbaikan prototipe buku model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio pada siswa SMP kelas VIII ?

1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kebutuhan model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio yang dibutuhkan siswa dan guru di SMP kelas VIII.
2. Mendeskripsikan bentuk model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio pada siswa SMP kelas VIII.
3. Mendeskripsikan hasil penilaian dan perbaikan prototipe buku model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio pada siswa SMP kelas VIII.

1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.6.1 Manfaat teoretis
Penelitian ini dirancang untuk menghasilkan model pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam menulis puisi bebas menggunakan pilihan kata yang sesuai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi model pembelajaran menulis puisi di sekolah-sekolah.
1.6.2 Manfaat Praktis
Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa mampu mengembangkan minat dan bakat yang dimiliki dengan seluas-luasnya tanpa terhalang alokasi waktu belajar di sekolah. Selain itu, hasil karya mereka pun akan mendapatkan apresiasi karena hasil karya mereka dikumpulkan dalam wujud portofolio yang nantinya akan menjadi salah satu bahan penilaian guru. Bagi guru, mereka dengan mudah akan mendapatkan penilaian dalam proses maupun hasil (produk). Dengan demikian penilaian akan lebih adil dan valid.
Pengembangan model pembelajaran ini juga diharapkan dapat menjembatani jarak yang tercipta antara guru dan siswa melalui kegiatan pemberian motivasi yang terus dilakukan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pemberian motivasi ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.
Selain itu, model pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kesulitan dan pemberian motivasi serta belajar mandiri berbasis portofolio dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan kompetensi ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik siswa dalam pembelajaran menulis puisi pada khususnya dan pembelajaran sastra pada umumnya.

SKRIPSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN

SKRIPSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN


(KODE : PEND-BSI-0062) : SKRIPSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN


BAB 1 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupannya, manusia tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Dalam dunia pendidikan bahasa memiliki peran yang sangat penting terutama dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa mengembangkan kemampuannya untuk mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, serta berpartisipasi aktif dalam masyarakat pengguna bahasa tersebut. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusasteraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006 : 260). Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu layanan pendidikan yang mampu memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya. Soedijarto (1993) menyatakan pemberian layanan pendidikan tidak terlepas dari peran guru sebagai orang yang berpengaruh dalam kegiatan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kemampuan profesional, di antaranya dapat merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin kegiatan belajar dan mengajar, menilai kemajuan kegiatan belajar mengajar, dan menafsirkan atau memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar serta informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan kegiatan belajar mengajar.
Untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan dan memimpin kegiatan belajar dan mengajar, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat agar materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Subana (2009) mengatakan bahwa penggunaan model pembelajaran yang tepat akan membantu proses belajar mengajar dan memperbaiki ketepatgunaan pengajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak pernah menjabarkan model pembelajaran secara rinci. Oleh karena itu, guru dituntut untuk lebih kreatif menentukan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan. Dengan demikian, diharapkan tujuan pengajaran bahasa Indonesia dapat tercapai.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, menulis merupakan salah satu keterampilan dari keempat keterampilan berbahasa. Berdasarkan hierarkinya, menulis menduduki urutan keempat setelah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Menurut Nurgiyantoro (1988 : 270) kemampuan menulis lebih sulit dikuasai dibandingkan dengan ketiga keterampilan berbahasa lain. Hal tersebut disebabkan dalam menulis dituntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang kompleks baik yang berkenaan dengan persyaratan unsur kebahasaan maupun unsur di luar kebahasaan yang mendukung suatu tulisan, sebagaimana yang dikemukakan Suzanna Alwasilah (2007 : 43) bahwa menulis pada dasarnya bukan hanya sekadar menuangkan bahasa ujaran ke dalam sebuah tulisan, tetapi merupakan mekanisme curahan ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, berkoherensi dengan baik antarparagraf dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik seperti ejaan dan tanda baca. Menulis adalah sebuah kemampuan, kemahiran, dan kepiawaian seseorang dalam menyampaikan gagasannya ke dalam sebuah wacana agar dapat diterima oleh pembaca yang heterogen baik secara intelektual maupun sosial.
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan menulis. Akhaidah (Vismaia, 1992 : 2) mengemukakan bahwa dengan menulis seseorang dapat mengenali potensi, mengembangkan gagasan, menguasai informasi, mengorganisasi gagasan, menilai gagasan secara objektif, mendorong seseorang belajar aktif, serta membiasakan berpikir dan berbahasa secara tertib.
Mengingat betapa pentingnya arti kemampuan menulis bagi masyarakat terutama siswa, maka pembelajaran menulis di sekolah-sekolah hendaknya diperhatikan dan dibina secara intensif. Kemampuan menulis bisa dikembangkan lewat latihan-latihan. Dengan latihan yang intensif, siswa berlatih dan terus berlatih dan tanpa mereka sadari mereka telah memiliki kemampuan menulis. Proses menulis lebih dititikberatkan pada pengembangan gagasan yang dicurahkan untuk mendapatkan hasil gagasan yang optimal.
Kenyataan di lapangan, guru seringkali mencekoki siswanya dengan berbagai teori menulis dibandingkan dengan latihan-latihan menulis. Padahal, menurut Tarigan (1994 : 4) bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diperoleh melalui proses praktik dan latihan secara teratur. Pembelajaran menulis bisa diawali dengan penggunaan bahasa secara ekspresif dan imajinatif seperti menulis karya sastra (cerpen). Siswa diberi kebebasan untuk menuangkan ide-ide yang diperoleh dari pengalamannya sendiri, lingkungan, fenomena sosial masyarakat, maupun dari hasil membaca karya-karya sastra yang sudah ada ke dalam bahasa tulisan.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Syifa Amalia Fajari (2008), Rafika Nur Sugiharti (2002), dan Dra. Nunung Kuraesin menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa khususnya menulis cerpen masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1) Faktor guru yang lebih menitikberatkan pada teori menulis dibandingkan denganaplikasinya dalam bentuk latihan-latihan yang intensif.
2) Minimnya ketersediaan buku-buku bacaan di sekolah terutama buku-buku kesusastraan.
3) Kurangnya motivasi membaca dari guru terhadap siswanya, padahal membaca dan menulis memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Dengan banyak membaca akan melahirkan inspirasi yang cemerlang untuk kemudian dituangkan dalam tulisan.
4) Kegiatan Belajar Mengajar yang monoton. Selama ini guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan dalam pembelajaran menulis. Guru hanya menugasi siswa untuk menulis dan mengumpulkannya sebagai bukti telah mengerjakan tugas.
5) Siswa mengalami kesulitan dalam menulis khususnya dalam mengawali tulisan, mencari ide cerita, mencari bahan kata yang tepat, dan mengembangkan cerita.
Berdasarkan hal tersebut, guru hendaknya memiliki teknik, metode, media/model pembelajaran yang tepat dan menarik untuk menumbuhkan minat dan kemampuan dalam menulis cerpen pada diri siswa. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa, melalui berbagai interaksi dan berbagai pengalaman belajar. Namun, dalam pelaksanaannya seringkali kita sebagai seorang guru tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang kita laksanakan justru menghambat aktivitas siswa. Kondisi ini dapat dilihat di dalam proses pembelajaran di kelas, umumnya guru lebih menekankan pada aspek kognitif. Kemampuan intelektual yang dipelajari sebagian besar berpusat pada materi pelajaran yang bersifat ingatan. Guru lebih sering menggunakan komunikasi satu arah, yakni dengan menggunakan metode ceramah. Dalam situasi yang demikian, biasanya siswa dituntut untuk menerima apa-apa yang dianggap penting oleh guru dan menghafalnya. Siswa diibaratkan sebagai kaset kosong yang siap dijejali dengan berbagai rekaman informasi, tanpa siswa banyak mengetahui tentang siapa, mengapa , bagaimana, dan untuk apa materi itu diberikan (Budiwati, 2010). Dengan kondisi yang demikian maka aktivitas dan kreativitas siswa terhambat atau tidak berkembang secara optimal.
Hal lain yang cukup penting yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bagaimana menciptakan suatu kondisi belajar yang nyaman, santai dan menyenangkan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Menurut Deporter (2007 : 68), suasana belajar yang nyaman, santai, dan menyenangkan dapat membuat siswa lebih berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Dengan demikian, siswa akan lebih leluasa untuk menuangkan ide dan gagasannya sehingga melahirkan suatu tulisan (cerpen) yang lebih kreatif dan produktif.
Maka dari itu, peneliti akan mencoba menerapkan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif dalam pembelajaran menulis khususnya menulis cerpen. Pembelajaran Kreatif dan Produktif adalah model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, antara lain belajar aktif, kreatif, konstruktif, serta kolaboratif dan kooperatif. Pembelajaran ini berpijak kepada teori konstruktivistik yang menganggap bahwa belajar adalah usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya, dengan demikian dalam pembelajaran ini para siswa diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri konsep atau materi yang mereka dapatkan. Menurut model ini, pembelajaran tidak harus selalu dilakukan di dalam kelas akan tetapi dapat pula dilakukan di luar kelas (out door learning) (Joko, 2010). Potensi siswa akan lebih berkembang dengan baik jika guru mampu menyiapkan kondisi dan tempat belajar yang kondusif.
Pembelajaran dengan model seperti ini diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang lebih santai dan menyenangkan, melahirkan ide-ide yang lebih banyak, kreatif, dan produktif yang bisa didapatkan dari lingkungan sekitar dibandingkan dengan pembelajaran yang terbatas pada lingkungan kelas. Namun, dalam hal ini pemilihan lokasi pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pembelajaran agar tujuan pembelajaran menulis, khususnya menulis cerpen dapat terealisasi dengan baik.
Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti memberi judul penelitian ini Penerapan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif dalam Pembelajaran Menulis Cerpen (Penelitian Eksperimen Semu terhadap Siswa Kelas IX SMPN X).

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Identifikasi permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling kompleks. Oleh karena itu, memerlukan proses latihan yang intensif.
2) Pemilihan model/metode pembelajaran menulis selama ini kurang bervariasi sehingga kurang menarik motivasi siswa.
3) Penggunaan model/metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian
1.3.1 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian diperlukan untuk menentukan arah penelitian dan menetapkan langkah-langkah yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada penerapan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif dalam pembelajaran menulis cerpen siswa kelas IX SMPN X.
1.3.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Apakah model pembelajaran Kreatif dan Produktif efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa ?
2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif dan tanpa menggunakan model pembelajaran Kreatif dan Produktif ?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 
1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :
1) keefektifan model pembelajaran Kreatif dan Produktif dalam pembelajaran menulis cerpen.
2) perbedaan tingkat kemampuan menulis cerpen dengan menggunakan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif dan tanpa menggunakan model pembelajaran Kreatif dan Produktif ?
1.4.2 Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian eksperimen ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya :
1) Bagi Peneliti
Sebagai calon guru bahasa Indonesia peneliti menjadi lebih berwawasan dan peka terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran menulis, khususnya menulis cerpen, sehingga menuntut peneliti untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran dengan berbagai model metode pembelajaran yang lebih bervariatif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan guna meningkatkan keterampilan berbahasa.
2) Bagi Guru
Penelitian ini memberikan kontribusi dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak didiknya dalam bidang menulis, khususnya menulis cerpen dengan cara memilih model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran menulis cerpen yang lebih kreatif dan menyenangkan, serta dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
3) Bagi Siswa
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas, bakat, serta ide terhadap pembelajaran menulis cerpen. Selain itu, penelitian ini juga memberikan pengalaman kepada siswa untuk menulis cerita pendek dengan lebih kreatif dan produktif, sehingga mampu meningkatkan kemampuan menulis siswa.

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI


(KODE : KEPRAWTN-0011) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI


BAB 1 
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2008).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008). Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. atau seandainya terkenapun, tidak memberikan akibat yang fatal bagi tubuh (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakannya imunisasi global yang disebeut dengan Extended Program on Immunization (EPI) cakupan terus meningkat (Ranuh dkk, 2008). Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan, satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.000 anak, satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini, 2010).
Dari tahun 1977, World Health Organization (WHO) mulai menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on Immunization (EPI), yang diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA). Ini menempatkan EPI sebagai komponen penting pelayanan kesehatan. Pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis mulai dilaksanakan. Pada akhir tahun 1988 diperkirakan bahwa cakupan imunisasi di Indonesia cukup tinggi dibandingkan beberapa Negara berkembang lainnya (Proverawati & Andhini, 2010).
Di Indonesia, cakupan bayi di imunisasi pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran 4.851.942 jiwa bayi, cakupan imunisasi Hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari (65,7%), imunisasi Bacillus Celmette Guerin (BCG) (90,3%), imunisasi Polio 1 (97,7%), imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus/Hepatitis B (DPT/HB) 1 (96,1%), imunisasi Polio 2 (94,2%), imunisasi DPT/HB 2 (93,0%), imunisasi Polio 3 (92,8%), imunisasi DPT/HB 3 (91,8%), imunisasi Polio 4 (89,9%), dan imunisasi Campak (89,2%). Dari data tersebut cakupan yang paling rendah yaitu pada imunisasi campak (89%) (Buletin data surveilans PD3I & imunisasi, 2009).
Cakupan imunisasi pada bayi di provinsi ini pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran bayi sebanyak 323.846 jiwa, cakupan imunisasi (HB) usia 0 bulan atau kurang dari 7 hari (48,5%), imunisasi BCG (68,3%), imunisasi Polio 1 (91,2%), imunisai DPT/HB 1 (88,4%), imunisasi Polio 2 (86,9%), imunisasi DPT/HB 2 (85,6%), imunisasi Polio 3 (85,0%), imunisasi DPT/HB 3 (82,9%), imunisasi Polio 4 (82,0%), dan imunisasi campak (81,6%). Terlihat bahwa cakupan imunisasi yang paling rendah yaitu imunisasi hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari dan imunisasi BCG (68,3%), dimana target cakupan untuk setiap imunisasi adalah 100% (Buletin data surveilans PD3I & imunisasi Provinsi Sumut, 2009).
Data di Puskesmas X pada November 2010, berdasarkan hasil survey peneliti bahwa sasaran imunisasi di daerah tersebut sebanyak 87 jiwa bayi, cakupan imunisasi Bacillus celmette Guerin (BCG) sebanyak 40 jiwa bayi (45,97%), imunisasi DPT 1 sebanyak 28 jiwa bayi (32,18%), imunisasi DPT 2 sebanyak 20 jiwa bayi (22,98%), imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%), imunisasi Polio 1 sebanyak 50 jiwa bayi (57,47%), imunisasi polio 2 sebanyak 44 jiwa bayi (50,57%), imunisasi Polio 3 sebanyak 30 jiwa bayi (34,48%), imunisasi Polio 4 sebanyak 15 jiwa bayi (17,28%), dan imunisasi campak sebanyak 33 jiwa bayi (37,93%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa seluruh jenis imunisasi belum mencapai target cakupan, dan cakupan yang paling rendah adalah pada imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%) dan imunisasi polio 4 sebanyak 15 jiwa (17,24%) (Laporan Tahunan Puskesmas X, 2010).
Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI (Universal Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010 (Proverawati & Andhini, 2010). Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dengan berbagai alasan seperti pengetahuan ibu yang kurang tentang imunisasi dan rendahnya kesadaran ibu membawa anaknya ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap karena takut anaknya sakit, dan ada pula yang merasa bahwa imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya, kurang informasi/penjelasan dari petugas kesehatan tentang manfaat imunisasi ,serta hambatan lainnya (Ranuh dkk, 2008).
Data dan uraian diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan yang berdampak pada penurunan angka kesehatan bayi di Puskesmas X masih menunjukkan nilai yang masih rendah, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi yang masih kurang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan ibu dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada anak di Kelurahan X.

1.2 Tujuan Umum
1.2.1.Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di kelurahan X.

1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan X.
1.3.2 Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan X.

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan.
Diharapkan akan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan dalam meningkatkan Ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.2 Praktek Keperawatan.
Diharapkan akan dapat digunakan untuk praktek keperawatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga menjadi tambahan informasi dalam memahami kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.3 Penelitian keperawatan.
Diharapkan akan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan dapat digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian selanjutnya.

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT X)

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT X)


(KODE : EKONPEMB-0019) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT X)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian, maka akan dirasakan perlu adanya sumber-sumber penyediaan dana untuk membiayai segala macam kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat. Sumber-sumber penyediaan dana masyarakat seperti perbankan pada umumnya dirasakan masih membebani masyarakat menengah ke bawah. Hal ini selain dikarenakan tingkat suku bunga yang relatif tinggi dan tidak stabil juga prosedur yang diajukan bank umum dalam memberikan pinjaman tergolong rumit.
Pembiayaan dibutuhkan masyarakat selain untuk konsumsi juga untuk mencukupi modal usaha. Salah satu ciri umum yang melekat pada masyarakat Indonesia adalah permodalan yang lemah. Padahal modal merupakan unsur pertama dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat. Di daerah pedesaan banyak dijumpai pengusaha kecil yang mempunyai prospek bagus tetapi terhambat oleh modal sehingga kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Untuk menghindari akan terdesaknya kebutuhan permodalan usaha tersebut masih banyak dijumpai pengusaha atau pedagang ekonomi lemah, khususnya pengusaha kecil di daerah mengambil jalan pragmatis yaitu mencari permodalan dari rentenir.
Melihat gambaran umum masyarakat yang sampai saat ini masih sangat membutuhkan pembiayaan sebagai tambahan dana baik untuk modal usaha, konsumsi, investasi maupun membeli barang-barang yang dibutuhkan, maka keberadaan lembaga keuangan sangat membantu masyarakat. Lembaga keuangan berbasis syariah diharapkan bisa menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam. Karena lembaga keuangan syariah selain mampu menjangkau masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan pinjaman, lembaga keuangan syariah juga bebas dari bunga.
Dalam Widodo (1999) menjelaskan bahwa lahirnya lembaga keuangan syariah termasuk "Baitul Maal wa Tamwil” yang biasa disebut BMT, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh pelarangan riba secara tegas dalam Al Qur'an. Sebagian besar umat Islam yang hati-hati dalam menjalankan perintah dan ajaran agamanya menolak menjalin hubungan bisnis dengan perbankan konvensial yang beroperasi dengan sistem bunga. Realita tersebut merupakan faktor penting yang melatarbelakangi lahirnya lembaga keuangan syariah seperti BMT. Tujuan yang ingin dicapai para penggagasnya tidak lain untuk menampung dana umat Islam yang begitu besar dan menyalurkannya kembali kepada umat Islam terutama pengusaha-pengusaha muslim yang membutuhkan bantuan modal untuk pengembangan bisnisnya dalam bentuk pemberian fasilitas pembiayaan kepada para nasabah berdasarkan prinsip syariah, seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, qardl dan lain-lain.
BMT merupakan pengembangan dari konsep ekonomi dalam Islam terutama dalam keuangan. Istilah BMT adalah penggabungan dari Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Baitul Maal adalah lembaga penerima zakat, infaq, sadaqoh dan menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan Baitul Tamwil adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis dengan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat terutama dengan usaha skala kecil. Dalam perkembangannya BMT juga diartikan sebagai Balai-usaha Mandiri Terpadu yang singkatannya juga BMT. (Sholahuddin, 2008 : 202-203)
Dengan terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 sebagai penopang hukum perbankan dengan sistem syariah, menjadikan keberadaan perbankan syariah menjamur. Tumbuhnya perbankan syariah diikuti dengan tumbuhnya kesadaran umat Islam untuk membebaskan diri dari riba. Hal ini akan berimbas pada makin maraknya sektor moneter di tingkat bawah. Ini terbukti pada berkembangnya BPR Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) sampai di desa-desa. Pesatnya pekembangan lembaga keuangan mikro yang berlandaskan syariah seperti BMT menunjukkan bahwa keberadaan lembaga keuangan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah. (Awaly Rizki dalam Bambang sugeng 2007)
Belakangan ini Baitul Maal wa Tamwil (BMT) memang mulai popular diperbincangkan oleh insan perekonomian terutama dalam perekonomian Islam. Sejak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, BMT telah mulai tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2000, BMT terdaftar sebanyak 2.938 di 26 provinsi.
Dari jumlah itu, 637 (21,68%) di Jawa Barat, 600 (20,42%) di Jawa Timur, 513 (17,46%) di Jawa Tengah, dan 165 (5,61%) di DKI Jakarta. Menurut data Asosiasi BMT seluruh Indonesia (ABSINDO), hingga akhir Desember 2006 ada 3500 BMT yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah aset mencapai 2 triliun rupiah. Bahkan PINBUK, ICMI dan ABSINDO punya target mengembangkan 10.000 BMT di tahun 2010. (Pikiran-Rakyat.com)
Keberadaan lembaga keuangan mikro seperti BMT ini sangat penting mengingat keterbatasan akses masyarakat pada sumber-sumber pembiayaan formal, seperti perbankan. Kehadiran BMT sebagai pendatang baru dalam dunia pemberdayaan masyarakat melalui system simpan-pinjam syariah dimaksudkan untuk menjadi alternatif yang lebih inovatif dalam jasa keuangan. kehadiran BMT di harapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas riba. Selain itu mampu memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah. BMT merupakan lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan bebas riba/bunga, Lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat, mengentaskan kemiskinan, dan meningkatkan produktivitas
Salah satu aktivitas yang penting dalam manajemen dana BMT adalah pelemparan dana (lendingfinancing). Istilah ini dalam keuangan konvensional dikenal dengan sebutan kredit dan dalam keuangan syariah sering disebut pembiayaan. Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan. Sebagai upaya memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin, aktivitas pembiayaan BMT juga menganut azas syariah, yakni dapat berupa bagi hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan likuiditas dapat terjamin dan tidak banyak dana yang menganggur. (Ridwan, 2004 : 163-164)
Dalam Muhammad (2002) menjelaskan bahwa peran BMT dalam memberikan kontribusi kepada perekonomian nasional sangat jelas, sementara perbankan sulit untuk menyalurkan dana pihak ketiga kepada masyarakat menengah ke bawah, BMT dapat langsung menyentuh serta memfokuskan perhatiannya terhadap masyarakat menengah ke bawah. Nilai strategis BMT lainnya adalah lembaga ini mempunyai peran yang sangat vital dalam menjangkau transaksi syariah di daerah yang tidak bisa dilayani oleh bank umum maupun bank yang membuka unit syariah. BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro tentu menjadi harapan baru bagi masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan. Pembiayaan yang dimaksud adalah suatu fasilitas yang diberikan bank Islam kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh bank Islam dari masyarakat yang surplus dana.
Sementara itu pemilihan BMT Y karena selain BMT ini merupakan bagian dari program pemerintah melalui kebijakan Departemen Sosial untuk menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro sebagai upaya menyediakan permodalan bagi masyarakat menengah ke bawah, BMT ini juga memiliki basis pada daerah pedesaan sehingga lebih mewakili masyarakat Jawa Tengah yang sebagian besar berada di daerah pedesaan. BMT Y yang mempunyai cukup banyak nasabah khususnya nasabah pembiayaan (1160 orang pada Maret 2009) dinilai mampu memberikan lebih banyak variasi responden sehingga hasil penelitian bisa lebih baik. Selain itu lokasi BMT Y di X yang relatif dapat dijangkau baik dari segi dana, waktu, tenaga dan sebagainya juga dijadikan pertimbangan dalam pemilihan objek penelitian.
Berawal dari kondisi tersebut, merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti dan dicermati faktor apa saja yang mempengaruhi para nasabah dalam meminta pembiayaan pada BMT Y di Kabupaten X. Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini merupakan suatu "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus Pada BMT Y di X)". Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan, maka dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan dibatasi pada variabel pendapatan, pendidikan, serta persepsi anggota terhadap pelayanan BMT. Sedangkan untuk variable lain seperti : umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, maupun jenis pekerjaan akan dijelaskan dalam sebuah analisis deskriptif terkait pembiayaan yang responden minta.
Dari hasil penelitian ini diharapkan agar pengelola BMT mampu mengetahui preferensi nasabahnya dalam meminta pembiayaan sehingga diharapkan BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah mampu berupaya meningkatkan performa dan mengoptimalkan kinerjanya sebagai lembaga intermediasi dan mampu meningkatkan peranannya bagi perekonomian nasional.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah variabel pendapatan anggota berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan pada BMT Y di X ?
2. Apakah variabel pendidikan anggota berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan pada BMT Y di X ?
3. Apakah variabel persepsi anggota terhadap pelayanan BMT berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan pada BMT Y di X ?
4. Apakah tujuan anggota atas pembiayaan yang diperoleh dari BMT Y di X ?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh variabel pendapatan anggota terhadap permintaan pembiayaan pada BMT Y di X
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel pendidikan anggota terhadap permintaan pembiayaan pada BMT Y di X
3. Untuk mengetahui pengaruh persepsi anggota terhadap pelayanan BMT terhadap permintaan pembiayaan pada BMT Y di X
4. Untuk mengetahui deskripsi dari tujuan pembiayaan masing-masing anggota BMT Y di X

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi penulis, untuk memperluas khasanah pemikiran mengenai ekonomi syariah, khususnya gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemintaan pembiayaan pada lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT
2. Bagi lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam upaya pengembangan kinerja di kelak kemudian hari
3. Bagi pemerintah, sebagai referensi untuk pengambilan keputusan dalam peningkatan kinerja pengembangan lembaga keuangan syariah
4. Bagi kalangan akademisi, sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian mengenai ekonomi Islam
5. Bagi semua pihak, sebagai landasan dalam melakukan langkah perbaikan dan optimalisasi lembaga keuangan syariah sehingga dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi semua pihak.

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PEMEKARAN WILAYAH INDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PEMEKARAN WILAYAH INDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT


(KODE : EKONPEMB-0018) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PEMEKARAN WILAYAH INDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sejak masa orde lama, orde bam hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Karena pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan berencana untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan yang digalakkan ini diartikan sebagai proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar, baik terhadap struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro dalam Sirojuzilam, 2008). Oleh karena itu, pembangunan tersebut harus mampu mengakomodasi berbagai aspek kehidupan manusia baik material maupun spiritual dan dilakukan secara merata sehingga dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat.
Wilayah Negara Indonesia yang sangat besar dengan rentang geografis yang luas berupa kepulauan, kondisi sosial-budaya yang beragam, jumlah penduduk yang besar, hal ini berpengaruh terhadap proses pengalokasian pembangunan itu dan mekanisme pelaksanaan pemerintahan Negara Indonesia. Dengan kondisi seperti ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat.
Pada era reformasi sekarang ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, alokasi kewajiban negara kepada rakyat secara merata, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi lagi ancaman-ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seperti yang pernah munculnya gerakan-gerakan separatisme di daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), antara lain GAM di Aceh dan RMS di Maluku.
Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak meratajuga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain.
Disisi lain, dorongan yang kuat dari masyarakat setempat (lokal) itu sendiri untuk melakukan perubahan ke arah pensejahteraan juga merupakan suatu faktor yang semakin mendesak pemerintah untuk menciptakan satu formula pemerintahan yang pada akhirnya mendukung pembangunan itu. Dari uraian diatas, maka lahirlah sistem pemekaran wilayah yang merupakan implikasi dari desentralisasi dan otonomi daerah yang sampai sekarang masing tetap dilaksanakan.
Wacana tentang sistem pemekaran wilayah ini, tentu saja tidak terlepas dari wacana desentralisasi politik. Jika kita mencoba mengulang belajar tentang sejarah perkembangannya, pemekaran wilayah di Indonesia sesungguhnya telah terjadi sejak lama ketika zaman kerajaan-kerajaan di nusantara bermunculan. Pada zaman itu, wilayah kekuasaan suatu kerajaan akan terpecah atau dimekarkan apabila terjadi perseteruan ditubuh kerajaan atau yang biasa disebut konflik antar keluarga karajaan maupun kalah peperangan. Pemekaran wilayah semakin marak tatkala penjajahan kolonial mulai masuk ke Indonesia.
Pada masa pra-kemerdekaan, Belanda dan Jepang telah membawa dan menanamkan "virus kolonialisme" ke Indonesia. Belanda sebagai penjajah pada waktu itu telah menerapkan sistem desentralisasi yang bersifat sentralistik, birokratis, dan feodalistis untuk kepentingan mereka. Sistem desentralisasi ini mengarah kepada sisttem pemekaran. Penjajah Belanda menyusun suatu hirearki Pangreh Praja Bumiputra dan Pangreh Praja Eropa yang harus tunduk kepada Gubernur Jenderal. Dikeluarkannya Decentralisatie Wet pada tahun 1903, yang ditindaklanjuti dengan Bestuurshervorming Wet pada tahun 1922, menetapkan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri melalui pembentukan dan pembagian daerah-daerah menjadi daerah otonom yang dikuasai Belanda menjadi gewest (identik dengan propinsi saat ini), regentschap (kabupaaten saat ini) dan staatsgemeente (kotamadya sekarang). Sedangkan pada Pemerintah pendudukan Jepang pada dasarnya melanjutkan sistem pemerintahan daerah seperti zaman Belanda, dengan perubahan ke dalam bahasa Jepang. Pembagian wilayah-wilayah tersebut umumnya terjadi di Jawa dan sekitarnya yang ditujukan sebagai alat kontrol kekuasaan sekaligus memperkecil ruang gerak rakyat Indonesia dalam melakukan pemberontakan.
Pemekaran wilayah yang terjadi pada saat ini merupakan implikasi berlakunya otonomi daerah, yakni UU No. 5 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah yang ditetapkan pada masa Presiden BJ. Habibie yang menggantikan Soeharto. Beliau membuat kebijakan politik bam yang mengubah hubungan kekuasaan pusat dan daerah. Wilayah pusat tidak sepenuhnya lagi mempunyai wewenang terhadap daerah, tetapi sebagian kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada daerah. UU tersebut kemudian melahirkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Penerintahan Daerah dan seiring waktu berubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah.
Semangat otonomi daerah dan desentralisasi diatas akhirnya bermuara kepada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Namun dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam PP tersebut, daerah berhak mengajukan usulan pemekaran terhadap daerahnya selama telah memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik.
Desentralisasi banyak dijadikan sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi panduan utama akibat ketidakmungkinan sebuah negara seperti Indonesia yang wilayah geografisnya luas dan jumlah penduduknya yang besar untuk mengelola manajemen pemerintah secara sentralistik. Di dalam desentralisasi juga terkandung semangat demokrasi untuk mendekatkan parti sipasi masyarakat dalam menjalankan pembangunan. Desentralisasi di Indonesia adalah sebuah peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan wacana politik lokal. Selain memberikan pengelolaan kewenangan pada bidang tertentu, desentralisasi telah memberikan ruang bagi suatu daerah untuk pembentukan wilayah/daerah baru.
Sepertinya, pemekaran wilayah telah menghasilkan trend baru dalam struktur kewilayahan di Indonesia. Dalam kurun waktu sepuluh tahun saja sejak era reformasi bergulir dan dengan memanfaatkan momen euforia otonomi daerah, telah terbentuk 203 daerah otonom baru, diantaranya terdiri atas 7 provinsi, 163 kabupaten, dan 33 kota. Fenomena pemekaran daerah yang begitu cepat ini pastilah memiliki implikasi yang sangat besar dalam konteks ekonomi, sosial, politik, dan pemerintahan. Pemekaran wilayah merupakan pilihan yang diambil oleh pemerintah dan pihak yang terkait dibanding melakukan penggabungan wilayah.
Oleh karena itu, fenomena pembentukan daerah melalui pemekaran wilayah tampaknya sangat menarik untuk dibahas, khususnya yang menyangkut motif pemekaran itu sendiri. Akan tetapi, hal lain yang jauh lebih menarik adalah apakah melalui trend pemekaran wilayah ini akan mampu membawa harapan masyarakat untuk mendorong kepada peningkatan sosial ekonominya, yakni melalui percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta mampu menghindari kesenjangan ekonomi masyarakat di daerahnya masing-masing ?
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian dengan menganalisa sudah sejauh mana pemekaran yang terjadi di Kabupaten X yang merupakan daerah induk memberikan pengaruh terhadap tingkat sosial ekonomi masyarakatnya. Dalam hal ini Penulis mencoba menuangkannya melalui penulisan skripsi dengan judul "Analisis Pengaruh Pemekaran Wilayah Induk Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus : Kabupaten X)".

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah ada perbedaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X ?
2. Apakah ada perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X ?
3. Apakah ada perbedaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X ?
4. Apakah ada perbedaan tingkat pengangguran sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah :
1. Untuk mengetahui perbedaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui perbedaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X.
4. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengangguran sebelum dan sesudah pemekaran wilayah induk di Kabupaten X.
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu :
1. Sebagai bahan studi, literatur dan tambahan informasi bagi kalangan akademisi, peneliti dan mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Untuk menambah dan melengkapi dan sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.
3. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan perencanaaan dan pembangunan wilayah di Kabupaten X.

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENGATASI KESULILTAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENGATASI KESULILTAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN


(KODE : PTK-0100) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENGATASI KESULILTAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN (BAHASA INDONESIA KELAS I)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat seperti sekarang ini terasa sekali bahwa kegiatan membaca boleh dikatakan tidak terlepas dari kehidupan manusia. Berbagai informasi sebagian besar disampaikan melalui media cetak, dan bahkan yang melalui lisan pun bisa dilengkapi dengan tulisan, atau sebaliknya. Di sisi lain keterbatasan waktu selalu dihadapi oleh manusia itu sendiri. Hal itu didasarkan pada adanya kenyataan arus informasi berjalan begitu cepat, kesibukan manusia sangat banyak, sehingga waktu yang tersedia untuk membaca sangat terbatas. Kegiatan membaca untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi tersebut mutlak diperlukan.
Oleh karena itu, sebenarnya kini manusia dihadapkan pada problema bagaimana mengatasi keterbatasan waktu tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat membaca dalam waktu yang relatif singkat, namun dapat memperoleh informasi yang maksimal. Dengan pernyataan lain, persoalannya adalah bagaimana melakukan kegiatan membaca secara efektif, sehingga tidak mengganggu aktivitas yang lain.
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan itu akan memungkinkan orang tersebut mampu mempertinggi daya pikirannya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan demikian maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapa saja yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh karena itu, pembelajaran membaca di sekolah mempunyai peranan yang penting. Pembelajaran membaca memang benar-benar mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab selain bermanfaat seperti yang telah disebutkan di atas, melalui pembelajaran membaca, guru dapat berbuat banyak dalam proses pengindonesiaan anak-anak Indonesia. Dalam pembelajaran membaca, guru dapat memilih wacana-wacana yang berkaitan dengan tokoh nasional, kepahlawanan, kenusantaraan, dan kepariwisataan. Selain itu melalui contoh pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar, dan kreativitas anak didik.
Pembelajaran membaca permulaan di kelas I SD merupakan pembelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca berikutnya. Kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian dari guru, karena jika dasar itu tidak kuat maka akan berpengaruh pada tahap membaca lanjut, sebab siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang mahir. Oleh sebab itu, bagaimanapun guru kelas I SD harus berusaha sungguh-sungguh agar ia dapat memberikan dasar kemampuan yang baik kepada anak didiknya. Hal itu akan terwujud jika melalui pelaksanaan yang baik. Sebelum mengajar guru harus ada perencanaan, baik mengenai materi, media, metode, dan yang lainnya.
Membaca permulaan sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang memungkinkan mampu menghasilkan siswa memiliki : (1) pengetahuan dasar yang dapat digunakan sebagai dasar mendengarkan bahasa Indonesia; (2) pengetahuan dasar untuk bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia; (3) pengetahuan dasar untuk membaca bahasa Indonesia; (4) pengetahuan dasar untuk menulis bahasa Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa membaca permulaan adalah hal yang sangat penting. Jelas bahwa membaca permulaan itu sangat penting dan mutlak ada dalam kurikulum sekolah dasar.
Untuk meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan siswa di kelas I SD, guru diharapkan mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam memilih serta menggunakan pendekatan pembelajaran secara tepat. Pendekatan pembelajaran bahasa lebih ditekankan pada pendekatan komunikatif, yaitu keterampilan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berkomunikasi. Pendekatan komunikatif sepenuhnya dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas apabila siswa terlibat aktif. Siswa tidak saja dilibatkan sejak awal dalam tahap memilih tema dan menentukan topik sajian bahan pengajaran. Dengan demikian siswa dapat merasakan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan menjadi milik dan tanggungjawabnya. Tingkat keaktifan siswa yang paling tinggi adalah kemandirian siswa dalam belajar, keingintahuan yang tinggi, kehausan mencari informasi baru, dan kelincahan dalam mencari pemecahan masalah.
Membaca permulaan sebagai kemampuan dasar membaca siswa merupakan alat bagi siswa untuk mengetahui makna dari isi mata pelajaran yang dipelajari di sekolah. Makin cepat siswa dapat membaca makin besar peluang untuk memahami makna isi pelajaran di sekolah. Meskipun guru sudah bekerja keras mengajar membaca permulaan pada siswa, namun pada akhir tahun pelajaran masih juga terdapat siswa yang belum dapat membaca.
Masalah yang terjadi di kelas 1 SD Negeri X ini adalah siswa sulit membaca ditahap permulaan. Penyebabnya adalah siswa kesulitam membedakan bentuk huruf dan sulit membaca huruf konsonan yang ada di belakang. Siswa sering terbalik membedakan antara huruf "n" dan huruf "m", huruf "b" dan huruf "d", dan seterusnya.
Tahap awal sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan observasi di kelas 1. Hasil dari observasi sebelum diadakan penelitian adalah : keaktifan siswasedang, nilai yang dicapai siswa rendah, tingkat ketertarikan siswa terhadap pelajaran rendah, tingkat keantusiasan rendah, keaktifan membaca permulaan rendah, kemampuan membedakan huruf sedang, dan kemampuan membaca permulaan rendah.
Untuk mengatasi masalah kesulitan membaca permulaan dalam belajar mengajar, sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang diperoleh dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa di antaranya adalah motivasi belajar. Faktor yang berasal dari luar diri siswa di antaranya adalah kelengkapan peralatan/media dalam pembelajaran.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa (Miraso dalam Asep Herry Hernawan, 2008 : 11). Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indra, hambatan jarak geografis dapat diatasi dengan pemanfaatan media pembelajaran.
Berbagai cara yang dapat digunakan guru dalam mengatasi kesulitan belajar membaca permulaan yaitu menggunakan media gambar. Proses pembelajaran dengan menggunakan media gambar, perhatian siswa akan terfokus dan tertarik pada mata pelajaran, dan juga akan memberikan pengalaman yang nyata. Sehingga dapat membantu para siswa untuk lebih mudah dan cepat dalam belajar membaca permulaan.
Kemampuan membaca permulaan merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas selanjutnya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan, (dalam hal ini mata pelajaran bahasa Indonesia) diperlukan suatu bantuan media. Menurut peneliti media yang paling tepat digunakan adalah media gambar. Media gambar merupakan media pandang dua dimensi yang dirancang secara khusus untuk mengkomunikasikan pesan pembelajaran (Udin S. Winataputra, 2006 : 5.3). Penggunaan media ini diharapkan dapat membantu siswa agar lebih mudah dan berhasil dalam belajar membaca permulaan di kelas I SD.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian supaya memperoleh data yang akurat, yang berguna untuk memberikan solusi yang terbaik untuk mengatasi kesulitan belajar membaca permulaan siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Penggunaan Media Gambar untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Permulaan di Kelas I SD Negeri X"

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Banyak guru sekolah dasar yang kurang tepat dalam menentukan strategi pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam membaca permulaan sehingga anak kurang tertarik.
2. Kurang tepatnya pengguanaan metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia, sehingga tidak tercapai tujuan yang diharapkan.
3. Kurang tepatnya pengguanaan media dalam pembelajaran bahasa Indonesia, sehingga tujuan yang diharapkan tidak tercapai.
4. Adanya siswa yang berkesulitan belajar membaca permulaan.

C. Pembatasan Masalah
Masalah yang diidentifikasi di atas tidak dapat diteliti secara keseluruhan. Penelitian ini hanya dibatasi pada masalah penggunaan media gambar untuk mengatasi kesulitan belajar membaca permulaan siswa kelas I SD Negeri X.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun suatu rumusan masalah sebagai berikut :
Apakah penggunaan media gambar dapat mengatasi kesulitan belajar membaca permulaan di kelas I SD Negeri X ?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengatasi kesulitan belajar membaca permulaan di kelas I SD Negeri X dengan menggunakan media gambar.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengembangkan kemampuan bahasa Indonesia, khususnya membaca permulaan. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini disusun dengan harapan dapat menjadi acuan bagi penelitian yang akan datang yang terkait dengan penelitian ini.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan masalah peningkatan prestasi bahasa Indonesia (membaca permulaan) dengan penggunaan alat peraga gambar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, yaitu :
1) Dapat meminimalkan kesulitan belajar membaca, sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa
2) Meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa, terutama dalam keterampilan membaca permulaan
3) Meningkatka motivasi belajar membaca siswa
b. Bagi guru yaitu :
1) Dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan menghadapi dan mengatasi siswa kelas I SD yang mengalami kesulitan belajar membaca permulaan, sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang kondusif untuk membantu perkembangan siswa yang optimal.
2) Dapat mendorong guru dalam memberikan materi pelajaran dengan memperhatikan kemampuan para siswa sebelumnya.
3) Dapat memberikan alternatif kepada guru dalam menggunakan media gambar sebagai sarana untuk mengatasi masalah kesulitan belajar membaca permulaan siswa, khususnya pelajaran bahasa Indonesia (Membaca Menulis Permulaan), bagi siswa berkesulitan belajar.
4) Dapat memberikan wawasan bagi guru dalam menyiapkan media gambar yang sesuai dengan kebutuhan/materi pelajaran bahasa Indonesia.
c. Bagi sekolah, yaitu :
Hasil penelitian ini sebagai sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia.