Search This Blog

SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK DENGAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK

SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK DENGAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


(KODE : PTK-0087) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK DENGAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetensi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri :
1. Lebih menitikberatkan pencapaian kompetensi secara utuh selain penguasaan materi;
2. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;
3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya pendidikan.
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk dapat mencapai tujuan dari Pendidikan Agama Islam.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi beberapa aspek, yaitu al-qur'an-Hadits, Fiqh, Tarikh (sejarah) kebudayaan Islam dan Aqidah Akhlak. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan, dan Iain-lain) yang mana dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Aspek aqidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma' al-husna. Aspek akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
Aqidah akhlak di SMK adalah salah satu mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan dari aqidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh peserta didik di tsanawiyah/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari dan memperdalam aqidah akhlak sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat dan/atau memasuki lapangan kerja. Pada aspek aqidah ditekankan pada pemahaman dan pengamalan prinsip-prinsip aqidah Islam, metode peningkatan kualitas aqidah, wawasan tentang aliran-aliran dalam aqidah Islam sebagai landasan dalam pengamalan iman yang inklusif dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman tentang macam-macam tauhid seperti tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, tauhid ash-shifat wa al-af'al, tauhid rahmaniyah, tauhid mulkiyah, dan Iain-lain serta perbuatan syirik dan implikasinya dalam kehidupan. Sedangkan pada aspek akhlak di samping berupa pembiasaan dalam menjalankan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, juga mulai diperkenalkan tasawuf dan metode peningkatan kualitas akhlak.
Secara substansial mata pelajaran Aqidah-Akhlak di SMK memiliki kontribusi dalam memberikan pengalaman kepada siswa untuk mempelajari dan mempraktikkan aqidahnya dalam bentuk pembiasaan untuk melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela yang mana terdapat beberapa permasalahan dikehidupan sehari-hari. Al-Akhlaq alkarimah ini sangat penting untuk dipraktikkan dan dibiasakan oleh siswa dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan berbangsa, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif dari era globalisasi dan krisis multidimensional yang melanda bangsa dan Negara Indonesia.
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih mengalami banyak kelemahan. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan agama adalah pendidikan moral.
Kenyataan tersebut ditegaskan oleh Menteri Agama RI, bahwa pendidikan agama yang berlangsung saat ini cenderung lebih mengedepankan aspek kognisi (Pemikiran) daripada afeksi (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku). Menurut istilah Komaruddin Hidayat, pendidikan agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama, sehingga hasilnya banyak orang yang mengetahui nilai-nilai agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama. Pendidikan agama lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoretis keagamaan yang bersifat kognitif, dan kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi "makna" dan "nilai" yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat berbagai cara, media dan forum.
Selain itu pada kenyataannya dalam pembelajaran kebanyakan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan degan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya sehingga pada saat beraktifitas di lingkungan masyarakat siswa masih belum mampu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Kemudian dalam konteks sistem pembelajaran, agaknya titik lemah pendidikan agama lebih terletak pada komponen metodologinya. Kelemahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut : (1) kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi "makna" dan "nilai" atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa; (2) kurang dapat berjalan bersama dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama; (3) kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan atau bersifat statis akontekstual dan lepas dari sejarah, sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
Untuk dapat mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi "makna" dan "nilai" juga merelevansikan antara teori dan praktik diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada ketiga aspek belajar tersebut, diantaranya kognitif, afektif dan psikomotorik. Adalah Pendekatan konstruktivistik yang mana memandang siswa sebagai subjek yang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya penekanan teori konstruktivistik tidak hanya membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan.
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksikan arti entah teks, dialog, pengalaman fisik, dan Iain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.
Dalam teori konstruktivistik belajar bukanlah proses teknologisasi bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Sehingga proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan materi yang bersifat normatif (tekstual) tetapi harus juga menyampaikan materi yang bersifat kontekstual. Sebagai contohnya ketika guru menjelaskan tentang materi sholat, tidak cukup hanya menjelaskan materi norma-norma tentang sholat semacam syarat dan rukun sholat, tetapi juga harus menjelaskan dan membangun penghayatan makna sholat dalam kehidupan. Sehingga akhirnya siswa dan masyarakat benar-benar mampu memberikan jawaban secara akademik. Pada saat siswa terjun ke lingkungan sosial siswa menghadapi berbagai macam persoalan yang mana siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, pembelajaran yang berorientasi masalah akan dapat membantu siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya sewaktu terjun ke lingkungan masyarakat.
Pembelajaran problem based learning merupakan pembelajaran yang berbasis konstruktivistik yang dikenalkan oleh John dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoretik konstruktivisme. Dalam model Problem Based Learning, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berfikir kritis.
Dengan diterapkannya pembelajaran konstruktivis dengan problem based learning terbukti mampu meningkatkan kreativitas siswa dalam mata pelajaran Matematika di SD X. Memperhatikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam khususnya bidang studi pembelajaran Aqidah Akhlak diperlukan adanya penelitian tindakan (action research) untuk dapat memecahkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam, diharapkan dengan adanya penelitian tindakan (action research) ini, pendidikan agama Islam atau pembelajaran Aqidah Akhlak mampu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah di sekolah maupun di lingkungan sekitar (masyarakat).
Penelitian tindakan (action research) yang dilaksanakan berjudul "Penerapan Pendekatan Konstruktivistik dengan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di SMK X".

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan pendekatan konstruktivistik dengan Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMK X ?
2. Apakah penerapan pendekatan konstruktivistik dengan Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak ?
3. Apa kendala penerapan pendekatan konstruktivistik dengan problem based learning untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMK X ?

C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan penerapan pendekatan konstruktivistik dengan Problem Based Learning dalam pembelajaran Aqidah Akhlak untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah ?
2. Untuk mendeskripsikan penerapan pendekatan konstruktivistik dengan Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMK X ;
3. Mendeskripsikan kendala penerapan pendekatan konstruktivistik dengan problem based learning untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMK X .

D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis :
1. Manfaat teoretis;
a. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan teori belajar pembelajaran khususnya mengenai pendekatan konstruktivistik]
b. Untuk dapat mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).
2. Manfaat praktis;
a. Bagi peneliti, sebagai pengetahuan peneliti selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi. Selain itu sebagai syarat untuk mendapat gelar SI di bidang Pendidikan Agama Islam;
b. Bagi lembaga sekolah, sebagai bahan masukan untuk digunakan dalam proses belajar mengajar;
c. Bagi guru, sebagai bahan tambahan untuk pengembangan kualitas pembelajaran dan meningkatkan profesionalisme guru;
d. Bagi siswa, sebagai motivasi dalam proses belajar siswa baik di kelas maupun di luar kelas.

E. Ruang Lingkup dan Pembatasan Istilah
Ruang lingkup pada penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilaksanakan di SMK X , di Kelas XI MM 1, Semester Genap, dengan standar kompetensi I "Menghindari Perilaku Tercela" kompetensi dasar 1) menjelaskan pengertian dosa besar; 2) menyebutkan contoh perbuatan dosa besar; 3) menghindari perbuatan dosa besar dalam kehidupan sehari-hari. dan standar kompetensi II "Meningkatkan Keimanan Pada Kitab-kitab Allah" kompetensi dasar 1) menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan terhadap kitab-kitab Allah; 2) menerapkan hikmah beriman kepada kitab-kitab Allah.
2. Penelitian ini dilaksanakan di SMK X tepatnya di kelas XI MM 1;
3. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus 4 pertemuan dan sebelum melaksanakan siklus 1 dan 2 dilaksanakan pre test sebagai pembanding antara metode yang digunakan guru pelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dengan problem based learning.
Batasan istilah pada penelitian ini adalah :
1. Pendekatan konstruktivistik adalah strategi pembelajaran yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks yang dia dapatkan kemudian di konstruksikan secara aktif;
2. Problem based Learning adalah metode instruksional yang menantang siswa agar "belajar untuk belajar," bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata;
3. Pembelajaran Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Qur'an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

F. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan sistematika pembahasan penulisan skripsi ini, terdiri dari enam bab, yang mana masing-masing bab disusun secara sistematis dan mempakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang bab yang lainnya.
BAB I : Pendahuluan
Dalam BAB I ini di jelaskan bagaimana Latar Belakang Masalah penelitian diantaranya mengenai permasalahan dalam Pendidikan Agama Islam, metode atau pendekatan yang cocok untuk memecahkan masalah. Kemudian dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah, Tujuan dari penelitian action (tindakan) dengan menggunakan problem based learning sebagai salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut, Manfaat Penelitian secara teoretis dan praktis, Ruang Lingkup dan Pembatasan Pembahasan dan Sistematika Pembahasan yang akan di bagi menjadi VT BAB dalam penyusunan laporan skripsi ini.
BAB II : Kajian Pustaka
Membahas mengenai kajian teori yang berhubungan dengan Pendekatan Konstruktivistik, seperti pengertian macam-macam Konstruktivistik hingga model-model pembelajaran konstruktivistik, selanjutnya pengertian tentang problem based learning, manfaat, keunggulan dan langkah-langkah problem based learning, selanjutnya pembelajaran Aqidah Akhlak, yang di dalamnya dibahas mengenai pengertian, sumber-sumber ajaran dan ruang lingkup. Selain itu dibahas tentang kerangka dasar kurikulum di SMK, agar lebih aktual dalam mengetahui bagaimana pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK. Kemudian terakhir adalah mengenai penerapan pendekatan Konstruktivistik dengan Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak.
BAB III : Metode Penelitian
Merupakan metode pembahasan strategi penelitian yang digunakan untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan dari obyek penelitian. Berisi variabel-variabel yang mendukung masalah, tentang obyek penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian adalah action research (penelitian tindakan).
BAB IV : Paparan Data Analisis Hasil Penelitian Yaitu dengan tinjauan Latar Belakang Obyek Penelitian yakni di SMK X secara khusus adalah di kelas XI MM 1. serta Penyajian, Analisis Data dan temuan hasil penelitian.
BAB V : Pembahasan
Yaitu menjelaskan analisis temuan penelitian dengan memperhatikan kajian teori yang meliputi : bagaimana penerapan pendekatan konstruktivistik dengan problem based learning, penerapan dan kendala-kendala.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran
Sebagai bab terakhir, dalam bab ini diuraikan kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan yang telah dilakukan peneliti. Selain itu berisi saran-saran yang berhubungan dengan pembahasan penelitian.

SKRIPSI PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA

SKRIPSI PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA


(KODE : PTK-0086) : SKRIPSI PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada suatu keadaan yang sangat sulit. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia masih rendah sehingga belum siap dalam menghadapi persaingan global. Menurut catatan Human Development Report Tahun 2003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas Sumber Daya manusia berada pada urutan 112. Indonesia berada jauh di bawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), Korea Selatan (30), dan Singapura (28). Organisasi Internasional yang lain juga menguatkan hal itu. International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Sementara itu, Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa SMP kita berada di urutan ke-34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada di urutan ke-32 dari 38 negara (Nurhadi, 2003 : 1).
Dikarenakan kondisi bangsa Indonesia SDM-nya masih sangat rendah, sehingga mereka hanya lebih disibukkan oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa memperhatikan dan memikirkan bagaimana memajukan bangsa Indonesia supaya bisa bersaing dengan negara-negara lain.
Dari permasalahan-permasalahan di atas Muhaimin (2005 : 17-18) memaparkan bahwa hasil survey negeri kita masih bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di dunia, KKN melanda di berbagai institusi, disiplin makin longgar, semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, anarchisme, premanisme, konsumsi minuman keras dan narkoba sudah melanda di kalangan pelajar dan mahasiswa. Masyarakat kita juga cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan/patembayan (gesellschaft), nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) sudah ditinggalkan, yang tampak di permukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.
Dilihat dari permasalahan-permasalahan di atas, bangsa Indonesia memang sedang menghadapi krisis multidimensional. Mulai dari krisis kualitas SDM rendah sehingga menyebabkan krisis moral. Muhaimin (2005 : 18) lebih lanjut mengungkapkan bahwa krisis ini, secara langsung atau tidak, berhubungan dengan persoalan pendidikan. Ironisnya, krisis tersebut menurut sementara pihak-katanya-disebabkan karena kegagalan pendidikan agama, termasuk di dalamnya pendidikan agama Islam.
Meskipun penjelasan di atas belum tentu sepenuhnya benar, bahwa karena kegagalan pendidikan agama yang menyebabkan timbulnya krisis moral, tetapi bisa jadi dikarenakan oleh faktor-faktor yang lainnya, misalkan apabila peserta didik kurang peduli pada lingkungan hidup di sekitarnya, juga merupakan kegagalan dari guru IPA, apabila siswa yang kurang sopan dalam berbicara dengan orang yang lebih tua, itu juga merupakan kegagalan dari guru bahasa dan Iain-lain. Jadi bukan berarti bahwa semuanya merupakan kesalahan daripada pembelajaran pendidikan agama di sekolah.
Tetapi dalam kenyataan di lapangan memang selama ini pembelajaran pendidikan agama Islam yang berlangsung masih mengalami banyak kelemahan, penyampaian materi pelajaran kurang begitu dipahami oleh peserta didik sehingga menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak mengerti akan agama Islam itu sendiri apalagi mengamalkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Muchtar Bukhori dalam Muhaimin (2005 : 23) menilai pendidikan agama masih gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dad pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Disebutkan juga oleh Harun Nasution dalam Muhaimin (2005 : 23) Dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dad pendidikan agama adalah pendidikan moral.
Dalam konteks sistem pembelajaran, pendidikan agama titik lemahnya agaknya lebih terletak pada komponen metodologinya. Kelemahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut : (1) kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi "makna" dan "nilai" atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam did peserta didik; (2) kurang dapat berjalan bersama dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama; (3) kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan/atau bersifat statis kontekstual dan lepas dad sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian (Muhaimin, 2005 : 27).
Menurut Sutrisno (2005 : 37) bahwa :
"Proses pembelajaran yang digunakan para guru agama Islam selama ini lebih banyak menggunakan metode ceramah. Guru memberi penjelasan dengan berceramah mengenai materi pelajaran dan siswa sebagai pendengar. Metode pembelajaran semacam ini kurang memberikan arahan pada proses pencarian, pemahaman, penemuan dan penerapan. Akibatnya, pendidikan agama Islam kurang dapat memberikan pengaruh yang berarti pada kehidupan sehari-hari siswa-siswanya. Akibatnya, terjadi krisis moral pada kalangan siswa-siswa SD, SLTP dan SMU, yang pada akhirnya krisis moral pun meluas pada anak-anak bangsa ini."
Begitu juga dengan pendapat Menteri Agama RI, Muhammad Maftuh Basyuni {Tempo, 24 November 2004), bahwa pendidikan agama yang berlangsung saat ini cenderung lebih mengedepankan aspek kognisi (pemikiran) daripada afeksi (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku). Menurut istilah Komaruddin Hidayat dalam Fuaduddin Hasan Bisri pendidikan agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama, sehingga hasilnya banyak orang yang mengetahui nilai-nilai ajaran agama, tetapi prilakunya tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya (Muhaimin, 2005 : 23).
Sedangkan menurut Towaf dalam Muhaimin (2005 : 25) telah mengamati adanya kelemahan-kelemahan pendidikan agama Islam di sekolah, antara lain : (1) pendekatan masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang sering kali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; (2) kurikulum pendidikan agama Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi, tetapi pihak guru PAI sering kali terpaku padanya, sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh; (3) sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut di atas, maka guru PAI kurang supaya menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama, sehingga pelaksanaan pembelajaran cendemng monoton; (4) keterbatasan sarana/prasarana, sehingga pengelolaan cendemng seadanya.
Dari berbagai pendapat yang telah disuguhkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kebanyakan dari pendapat-pendapat tersebut mengemukakan bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah masih tradisional.
Dalam pembelajaran tradisional yang berlangsung secara monoton, yang hanya disuguhi dengan metode ceramah, maka siswa merasa tersiksa di dalam kelas, bahkan kelas seakan seperti penjara. Sehingga pembelajaran tersebut tidak bisa menyerap apa yang telah diterangkan oleh guru pada siswa karena sudah tidak konsentrasi lagi pada pelajaran. Kondisi seperti ini, menyebabkan motivasi belajar siswa hilang, dengan tidak adanya motivasi dalam diri siswa maka mereka akan malas mendengarkan apalagi mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan pada mereka, dengan demikian maka kreativitas siswa tidak akan berkembang.
Kegiatan belajar mengajar di kelas hanya didominasi oleh guru, seakan-akan guru adalah sumber utama dalam belajar, sedangkan para siswa hanya sebagai pendengar setia, para siswa hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru dan mereka menelan saja hal-hal yang direncanakan dan disampaikan oleh guru, siswa dianggap sebagai objek. Seperti yang dikemukakan Usman dalam Hj. Zahera Sy, (2000 : 26), yaitu guru harus pandai menyuapi sekian banyak siswa pada waktu yang sama dengan makanan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru sendiri, siswa tinggal menelannya tanpa proses bahwa makanannya itu pahit, manis atau basi sekalipun.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang seperti ini kegiatan mandiri dianggap tidak ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu dan menentukan segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Sistem penuangan lebih mudah pelaksanaannya bagi guru dan tidak ada masalah atau kesulitan; guru cukup mempelajari materi dari buku, lalu disampaikan kepada siswa. Disisi lain, siswa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka diam dan bersikap pasif atau tidak aktif (Hamalik, 2001 : 170), jadi kegiatan belajar mengajar tidak dititikberatkan pada kegiatan siswa yang menyebabkan siswa tidak aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana non-otoriter, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menamh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan bam dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 1999 : 12).
Ungkapan Guilford pada tahun 1950 dalam Munandar (1999 : 7) dalam pidato pelantikannya sebagai presiden American Psychologikal Association, bahwa :
Keluhan yang paling banyak saya dengar mengenai lulusan perguruan tinggi kita ialah bahwa mereka cukup mampu melakukan tugas-tugas yang diberikan dengan menguasai teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka tidak berdaya jika dituntut memecahkan masalah yang memerlukan cara baru.
Dapat ditarik kesimpulan dari pidato Guilford di atas bahwa ia memberi penekanan dalam penelitian bidang pengembangan kreativitas pada pendidikan formal sangat kurang dan diterlantarkan.
Seperti halnya hasil penelitian yang telah diungkapkan oleh Mahaguru UGM Prof. Dr. M.S.A. Sastroamidjojo dalam keprihatinannya akan menurunnya kreativitas manusia, (Sinar Harapan, 4 Mei 1984, hal. 1). Harianto GP juga menegaskan bahwa sistem menghafal masih mendominasi di sekolah hingga perguruan tinggi, dengan perkataan lain kreativitas siswa/mahasiswa kurang/tidak ada, (Pelita, 20 Maret 1985, hal. 3). Dari hasil pengamatan dan penelitian, para ahli menyimpulkan bahwa anak kecil pada dasarnya sangat kreatif Hal ini nyata dari perilaku anak kecil : ia senang mengajukan pertanyaan, senang menjajaki lingkungannya, tertarik untuk mencoba-coba segala sesuatu, dan mempunyai daya khayal yang kuat. Namun merupakan kenyataan pula bahwa dengan meningkatnya usia anak, kreativitasnya bukannya meningkat tetapi justru menurun, makin lama duduk di bangku sekolah makin tidak 'kreatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan pada para pendidik : sejauh mana pendidikan formal menunjang atau menghambat perkembangan kreativitas seorang anak ? (Semiawan etal, 1987 : 12).
Dalam pendidikan formal, kemampuan-kemampuan mental yang dilatih umumnya berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan, ingatan, dan penalaran logis. Di sekolah siswa biasanya dituntut untuk menerima apa yang dianggap penting oleh guru, dan menghafalnya. Keberhasilan dalam pendidikan sering hanya dinilai dari sejauh mana siswa mampu memproduksi bahan pengetahuan yang diberikan. Ia dihadapkan pada soal-soal yang harus ia pecahkan dengan menemukan satu-satunya jawaban yang benar, sering kali ia dituntut pula untuk memecahkan soal-soal tersebut hanya dengan satu cara. Cara-cara lain, walaupun menuju pada jawaban yang sama, sering tidak diperbolehkan oleh guru. Dapatlah dipahami bahwa pendekatan seperti ini justru menimbulkan kekakuan dalam berpikir dan kesempitan dalam meninjau suatu masalah. Dengan demikian daya pikir kreatif sebagai kemampuan untuk dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjau, justru terhambat. Jika anak di sekolah tidak pernah atau jarang dituntut untuk menjajaki berbagai alernatif jawaban terhadap suatu persoalan, bagaimana dapat diharapkan bahwa kreativitasnya akan berkembang ? (Semiawan, 1987 : 12). Dengan nada yang agak berbeda, F. Dennis menyatakan bahwa siswa-siswa SD sampai PT, sekolah hanya mengejar status, mereka lebih mementingkan nilai, bukannya prestasi. Siswa-siswa mengejar nilai dengan cara nyontek, nyogok, atau belajar model foto copy; dengan kata lain kreatif mereka memang rendah (Pelita, 26 Maret 1984, hal.V dalam Slameto, 1991 : 138-139).
Menurut Semiawan dalam Suharto, (Pengembangan Kreativitas Menghadapi Globalisasi, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor II, Tahun 27, Juli 2000. Hal : 160) bahwa "Dengan keterpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, maka akan menimbulkan kreativitas". Tanpa kreativitas suatu masyarakat kemungkinan akan menjadi terhambat pembangunannya (Muhadjir dalam Soeparman, Hubungan kemandirian dengan Kreativitas Siswa SMU, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, Tahun 27, Januari 2000. Hal : 93).
Disamping pendidik memasukkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa, pendidik juga harus bisa membangkitkan semangat (motivasi) belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hj. Zahera Sy, yang mana salah satunya adalah penggunaan metode yang bervariasi dalam proses pembelajaran merupakan salah satu cara untuk memotivasi siswa. Ternyata hasilnya termasuk kriteria baik (66,67%) (Hj. Zahera Sy, Cara Guru Memotivasi dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, Jilid 7. 2000. Hal : 29). Dengan timbulnya motivasi, maka siswa akan terdorong aktif dalam proses pembelajaran dan membuat siswa tersebut kreatif.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satunya yang sangat berperan yaitu terletak pada pembelajaran. Oleh karena itu guru harus berusaha semaksimal mungkin bagaimana menciptakan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa agar siswa semangat dalam belajar, bagaimana agar siswa benar-benar terlibat aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosional dalam pembelajaran dan bagaimana menciptakan siswa-siswa yang kreatif. Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, karena siswalah yang seharusnya banyak aktif.
Berbicara tentang pembelajaran, maka tidak akan lepas dengan pengalaman belajar apa yang mesti diberikan kepada peserta didik agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup maupun untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat (life long education). Dalam hal ini empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO yaitu "learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together" merupakan hal yang harus menjiwai program-program kegiatan belajar mengajar di sekolah (Supriono S, 2001 : 21).
Diungkapkan lagi oleh Supriono S (2001 : 21) bahwa :
"Atas dasar prinsip-prinsip tersebut, maka pembelajaran di sekolah hendaknya mengaktifkan peserta didik tidak hanya secara mental sehingga mampu menjadi warga negara yang kritis, kreatif, dan partisipatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara."
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah salah satu strategi untuk menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan siswa, sehingga siswa termotivasi untuk aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan. PAKEM (http://pakem.org/).
Dalam PAKEM ini, terdiri dari pembelajaran aktif, aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana yang mampu merangsang siswa sehingga siswa aktif bertanya, mengemukakan gagasan/ide. Dari keaktifan siswa ini maka dapat mengembangkan kreativitas, menyenangkan adalah suasana belajar gembira yang mana dengan suasana belajar yang menyenangkan maka perhatian siswa akan tertumpu pada belajar. Aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran itu tidak ubahnya seperti bermain. Pembelajaran yang efektif antara lain ditandai dengan : (1) Siswa sebagai subjek didik; (2) Metode mengajar yang beragam; (3) Menghindari verbalistik; dan (4) Variasi pembelajaran (Nursito, 2002 : 48).
PAKEM lebih menekankan pada pengembangan kemampuan anak melalui "learning by doing" (belajar melalui berbuat) atau melakukan aktivitas sendiri. Dengan keaktifan siswa dalam belajar, maka siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat.
Dalam suasana pembelajaran yang aktif saja sebenarnya pembelajaran yang menyenangkan sudah mulai tercipta. Apalagi jika guru secara kreatif dapat menjalankan komunikasi dua arah yang menyenangkan. Senyum guru, misalnya, mempunyai makna yang sangat dalam bagi keberhasilan pembelajaran. Sebab, senyum itu dapat mencairkan suasana yang beku, monoton, dan tidak menarik. Achmad Sapari, Pembelajaran yang Menyenangkan Didaktika (http://www.kompas.com/kompas-cetak/dikbud/pemb09.htm).
Pembelajaran aktif, kreatif efektif dan menyenangkan (PAKEM), bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dengan menyiapkan siswa memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan sikap, guna mempersiapkan kehidupan masa depannya. Di dalam PAKEM juga guru-guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda-beda, termasuk pembelajaran yang interaktif. (http://www.mbeproject.net/mbe94.html).
Pembelajaran PAKEM Di SDN X pada saat proses belajar mengajar berlangsung guru masih sering menggunakan metode tradisonal tepatnya metode ceramah. Kegiatan belajar mengajar dalam kelas tersebut kurang begitu komunikatif dikarenakan guru masih mendominasi kelas, sehingga motivasi dan keaktifan peserta didik kurang, yang mengakibatkan peserta didik banyak yang bermain-main dan tidur-tiduran disela-sela pembelajaran dan kurangnya keberanian peserta didik dalam menanyakan hal-hal yang masih belum mereka pahami dalam pembelajaran yang sedang berlangsung, dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas siswa masih belum terlihat.
Berpijak pada pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul "IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA KELAS V SDN X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan di sini adalah :
1. Apakah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN X dan bagaimana peningkatannya ?
2. Bagaimana implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI yang dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan proposal ini adalah :
1. Untuk mengetahui Apakah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN X dan bagaimana peningkatannya.
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI yang dapat
3. meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreatifitas siswa kelas V SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu :
1. Hasil penelitian ini tentunya sangat berguna bagi penulis sebagai media pengembangan dan memperluas ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktek pendidikan agama Islam sesuai dengan disiplin ilmu yang telah penulis tekuni.
2. Sebagai masukan bagi para guru PAI sehingga bisa menciptakan pembelajaran PAI yang baik.
3. Sebagai acuan bagi penelitian yang lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa.

E. Ruang Lingkup Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, mudah dipahami dan terhindar dari persepsi yang salah dengan penulisan skripsi ini, maka perlu adanya Hal ini ditempuh untuk menghindari kekaburan obyek agar sesuai dengan arah dan tujuan penelitian.
Adapun ruang lingkup pembelajaran ini berfokus pada pembahasan tentang implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN X. Penelitian ini tidak mengkaji tentang peningkatan motivasi, keaktifan dan kreativitas terhadap materi -materi yang lain selain PAI.

F. Definisi Operasional
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan. PAKEM (http://pakem.org/).
Pemahaman tentang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah/perguruan tinggi dapat dilihat dad dua sudut pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dan/atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta keterampilan hidup pada salah satu atau beberaa pihak (Muhaimin dalam Muhaimin, 2005 : 15).
Motivasi belajar adalah rangsangan, dorongan belajar yang sangat besar karena keinginan anak untuk berhasil dapat dilihat dari besarnya tanggung jawab, besarnya kebutuhan anak akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri (Titiek Syamsiah, Hubungan Motivasi Belajar dan Prestasi Murid tentang Lingkungan Belajar dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor Khusus, Tahun 26, Desember 1999. Hal : 125).
Keaktifan menurut Sardirman dalam Hj. Zahera Sy, Cara Guru Memotivasi dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, Jilid 7, Februari 2000.hal : 27) adalah keterlibatan belajar yang mengutamakan keterlibatan fisik maupun mental secara optimal.
Kreativitas adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal yang baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan bagi masyarakat (Nana Syaodih Sukmadinata, 2003 : 104).

G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam skripsi nanti terdapat kesinambungan dan sistematis, maka dalam penulisannya ini mencakup enam bab berdasarkan pembahasan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI
Berisi tentang : pengertian PAKEM, latar belakang PAKEM, tujuan PAKEM, PAKEM dalam perspektif PAI, implementasi PAKEM pada PAI, keterkaitan PAKEM dengan motivasi, keterkaitan PAKEM dengan keaktifan, keterkaitan PAKEM dengan kreativitas, pengertian motivasi belajar, fungsi motivasi belajar, tujuan motivasi, ciri-ciri motivasi, prinsip-prinsip motivasi, macam-macam/jenis motivasi, bentuk-bentuk motivasi di sekolah, cara menimbulkan dan memupuk motivasi, pengertian keaktifan, faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan, prinsip-prinsip aktivitas, jenis-jenis aktivitas dalam belajar, pengertian kreativitas, ciri-ciri kepribadian kreatif, pendekatan 4P dalam mengembangkan kreativitas, kreativitas dalam perspektif pendidikan Islam, pengertian PAI, tujuan PAI, dasar-dasar pelaksanaan PAI.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab III ini berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, instrumen penelitian, lokasi penelitian, sumber data dan jenis data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Berisi tentang deskripsi data yang memuat gambaran obyek penelitian mulai dari sejarah berdirinya madrasah, sarana dan prasarana, visi dan misi sesuai dengan rumusan masalah dan hasil dari analisis data
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berisi tentang jawaban dari masalah penelitian yaitu bagaimana implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI yang dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa dan apakah mata pelajaran PAI dengan mengimplementasikan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran DAFTAR PUSTAKA

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN INTERNET SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA AKSELERASI

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN INTERNET SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA AKSELERASI


(KODE : PTK-0085) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN INTERNET SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA AKSELERASI


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era globalisasi saat ini merupakan salah satu dampak perkembangan dalam bidang Teknologi Informasi (TI). Perkembangan TI tidak dapat lepas dari teknologi komputer. Hal ini ditunjukkan oleh pesatnya perkembangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) serta aplikasinya dalam berbagai bidang seperti pendidikan, dunia usaha dan perkantoran. Salah satu perkembangan teknologi komputer adalah teknologi jaringan komputer dan internet. Teknologi ini mampu menyambungkan hampir semua komputer yang ada didunia sehingga bisa saling berkomunikasi dan bertukar informasi. Bentuk informasi yang dapat ditukar dapat berupa data teks, gambar,gambar bergerak dan suara. TI ini terus mengalami perkembangan baik dari bentuk, ukuran, kecepatan dan kemampuan untuk mengakses multimedia dan jaringan computer. Perkembangan ini disebabkan tingginya tingkat persaingan antarprodusen prosesor computer, seperti; Intel, Motorola, Apple, DEC dan Iain-lain.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi, terutama teknologi dan komunikasi, telah menyebabkan dunia ini semakin mengecil dan membentuk seperti sebuah desa dunia. Batas-batas fisik Negara satu dengan Negara yang lainya menjadi begitu kurang nampak dan secara non fisik hampir tanpa batas (bordeless). Globalisasi terjadi sebagai suatu proses mendunia yang tidak tertahankan dan tidak mungkin terelakan. Dengan demikian diperlukan upaya-upaya untuk mempersiapkan para siswa sejak dini guna memasuki zaman global yang menuntut kemampuan-kemampuan khusus. Para siswa sekarang yang sedang menuntut ilmu, pada dasarnya akan menjadi pelaku-pelaku utama pada zaman yang penuh dengan persaingan. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban para guru untuk memberi bekal kepada mereka agar bisa hidup (survive), salah satu upaya untuk mempersiapkan siswa memasuki zaman global tersebut yaitu dengan mengembangkan berbagai pendekatan pembelajaran yang berorientasi ke masa depan.
Dengan adanya internet ini dunia menjadi terasa tanpa batas ruang dan waktu, adanya internet ini segala bentuk informasi menjadi semakin terbuka. Apa yang baru saja terjadi di berbagai belahan dunia dapat diketahui dengan cepat di belahan dunia yang lain. Kecanggihan teknologi sudah tersedia, dimana melalui teknologi internet kita dapat memperoleh segala macam informasi dan komunikasi mulai dari informasi pendidikan, politik, ekonomi,bahan riset, iklan, gaya hidup, belanja, hiburan dan sebagainya yang menyangkut seluruh aspek kehidupan yang terjadi dan ada di seluruh belahan dunia. Ketersediaaan pusat informasi yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun serta berisi tentang apapun yang kita ingin ketahui dan Internet juga memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi multimedia yang begitu luas ke seluruh dunia, alangkah sayang jika tidak termanfaatkan/tidak mampu memanfaatkannya.
Khusus penggunaan internet untuk keperluan pendidikan yang semakin meluas terutama di negara-negara maju, merupakan fakta yang menunjukkan bahwa dengan media ini memang dimungkinkan diselenggarakannya proses belajar mengajar yang lebih efektif. Hal ini terjadi karena dengan sifat dan karakteristik internet yang cukup khas, sehingga diharapkan bisa digunakan sebagaimana media lain telah dipergunakan sebelumnya seperti radio, televisi, CDROM dan Iain-lain.
Seiring dengan perkembangan IPTEK membawa perubahan yang signifikan, khususnya bidang pendidikan oleh karena itu agar pendidikan tidak tertinggal dari perkembangan IPTEK maka sekolah-sekolah harus mampu mengikuti perkembangannya agar tidak dianggap GAPTEK, banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan untuk maju. Diharapkan internet dapat menjadi sumber pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajar.
Dalam proses belajar mengajar salah satu faktor yang mendukung keberhasilan guru melaksanakan pelajarannya adalah kemampuan guru dalam menguasai dan mengolah kelas, begitu juga dalam penyampaian materi guru dituntut untuk menguasai hal-hal yang yang berhubungan dengan proses penyampaian pesan/materi baik itu metode dan media. Meskipun guru merupakan sebagai sumber belajar utama, peserta didik tidak harus bergantung dengan guru tetapi banyak sumber belajar yang bisa digunakan untuk menggali ilmu secara mandiri seperti; sumber belajar dalam bentuk cetak (majalah, koran, buku, komik), sumber belajar alat/perlengkapan (komputer, tv, radio, video, kamera, internet), lingkungan (perpustakaan, aula, teman, kebun, museum, kantor), sumber belajar pesan (informasi, cerita rakyat, dongeng, hikayat). Dengan belajar secara mandiri ini akan memiliki manfaat sehingga melatih siswa tidak tergantung pada satu sumber belajar saja, tetapi bisa mencari sumber belajar yang lain untuk memperluas pengetahuanya.
Banyak yang diharapkan dari alat-alat teknologi pendidikan untuk membantu mengatasi berbagai masalah pendidikan, misalnya untuk mengatasi kekurangan guru guna memenuhi aspirasi belajar pendidik yang cepat pertumbuhanya atau untuk membantu pelajar menguasai pengetahuan yang sangat pesat berkembang sehingga disebut eksplosi pengetahuan membantu siswa belajar secara individual dengan lebih efektif dan efisien, akan tetapi yang terjadi dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam guru cenderung menggunakan cara-cara pembelajaran tradisional, yaitu metode ceramah sehingga siswa menjadi bosan dan tidak aktif. Untuk itu guru juga dituntut mampu mengembangkan media pembelajaran yang akan digunakan karena media adalah bagian tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar dan tercapainya tujuan pembelajaran.
Adapun arah dan tujuan dalam program pendidikan ditegaskan dalam UU Sisdiknas 2003. yaitu :
"Pendidikan Nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam pelaksanaanya suatu lembaga pendidikan selalu ingin menghasilkan lulusan-lulusan ataupun out put yang baik, berkualitas, memiliki prestasi belajar yang bagus dan bisa diandalkan. Seorang siswa yang berhasil dalam menuntut ilmu tidak cukup dinilai hanya berhasil di bidang akademisnya saja, menduduki peringkat atas di kelasnya atau prestasi lain di sekolah yang pernah diraihnya, akan tetapi harus dilihat pula dari sisi kualitas kepribadiannya, kedalaman ilmu yang dikuasainya, penghayatan dan pengamalan etos belajar, keluhuran akhlaq dan tingkah laku kesehariannya.
Selain itu keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam pencapaian prestasi belajar siswa tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin siswa terlibat dalam proses belajar mengajar, maka semakin besar pencapaian prestasi belajar yang didapat siswa. Hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai hal tersebut adalah tentu saja usaha yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang dalam hal ini adalah proses pembelajaran sebagai dasar suatu aktivitas.
Dengan demikian penelitian ini merupakan "action research" yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI setelah menggunakan internet sebagai sumber belajar pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Atas dasar inilah, penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul "Penggunaan Internet Sebagai Sumber Belajar Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Akselerasi Kelas XI Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA X".

B. Rumusan Masalah
Masalah yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan penggunaan internet sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA X ?
2. Bagaimana pelaksanaan penggunaan internet sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA X ?
3. Bagaimana penilaian penggunaan internet sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan perencanaan penggunaan internet sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA X
2. Mendeskripsikan pelaksanaan penggunaan internet sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA X
3. Mendeskripsikan penilaian penggunaan internet sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akselerasi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA X

D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian tersebut diatas, diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan di lembaga sekaligus kerangka acuan dalam mengembangkan sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
2. Bagi Guru
Sebagai bahan acuan dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dengan meggunakan sumber belajar yang tersedia di sekolah, khususnya internet.
3. Bagi Peneliti
Adanya penelitian ini akan dapat menambah wawasan dan khasanah keilmuan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuannya baik teoritis maupun praktis. Selain itu peneliti, akan mengetahui bagaimana penggunaan internet sebagai sumber belajar Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan hasil belajar siswa akselerasi kelas XI di SMA X, sehingga dalam hal ini dijadikan sebagai pengalaman, latihan dan pengembangan dalam pelaksanaan belajar mengajar.

E. Sistematika Penulisan Laporan dan Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruh tentang penelitian ini, maka sistematika penulisan laporan dan pembahasannya disusun sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Masalah, Penelitian Terdahulu dan Definisi Operasional.
BAB II Kajian Pustaka, terdiri dari : A. Internet B. Sumber Belajar C. Prestasi Belajar, D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, E. Prestasi Belajar Dalam Prespektif Islam.
BAB III Metode Penelitian, terdiri dari : Pendekatan dan Jenis penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data,Instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, Pengecekan Keabsahan Temuan, dan Tahap-tahap Penelitian (yang meliputi rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi)
BAB IV Berupa paparan data dan laporan hasil penelitian yang meliputi latar belakang objek, siklus 1 dan 2
BAB V Berupa pembahasan
BAB VI Penutup, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu : Kesimpulan dan saran-saran
SKRIPSI PTK APLIKASI TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF DAN PROYEK TERBUKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI

SKRIPSI PTK APLIKASI TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF DAN PROYEK TERBUKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI


(KODE : PTK-0084) : SKRIPSI PTK APLIKASI TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF DAN PROYEK TERBUKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada 2 Mei 2002 pemerintah telah mencanangkan dua kebijakan pokok yang ditetapkan untuk mendongkrak kualitas pendidikan melalui "Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan". Gerakan ini juga diharapkan bisa menumbuhkan kecakapan anak didik sesuai dengan kebutuhan lokal dalam perspektif global (act locally think globally). Adapun dua kebijakan tersebut yaitu : Pertama, hal yang menyangkut efisiensi pengelolaan pendidikan, pemerintah telah menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Kedua, untuk lebih memacu akselerasi peningkatan mutu, pemerintah juga telah merancang KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).
Kemudian tahun 2006, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mengalami penyempurnaan. Merujuk pada PP Nomor 19 tahun 2005, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengusulkan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang biasa kita kenal dengan KTSP. Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan ini mengusung konsep pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik namun tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif dalam rangka untuk mewujudkan visi reformasi. Selain itu, program pemerintah tersebut untuk mengaplikasikan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Perwujudan masyarakat berkualitas seperti yang tercantum dalam UUSPN tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional pada bidangnya masing-masing. Pengembangan kecakapan hidup (Life Skills) peserta didik menjadi sangat penting, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi era kesejagatan, khususnya globalisasi pasar bebas di lingkungan Negara-negara ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area), dan AFLA (Asean Free Labour Area), maupun dikawasan Negara-negara Asia Pasifik (APEC).
Namun demikian hingga saat ini kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah dibanding dengan negara-negara lain di dunia. Indonesia masih termasuk dalam kategori negara yang gagal dalam mengatasi masalah pendidikan. Menurut Blazely, gejala ini dikarenakan pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada. Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
Salah satu pendekatan untuk memposisikan peran pendidikan di sekolah adalah dengan melihat peran sekolah sebagai penolong individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam menjawab permasalahan yang perlu dipecahkan.
Satu hal yang juga menjadi momok bagi dunia pendidikan kita adalah kenyataan bahwa tidak semua lulusan SLTP dan SMU melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Data tahun 1999/2000 menunjukkan angka sebesar 19,45 % untuk lulusan SLTP dan sebagian besar 53,12 % untuk lulusan SMU. Kenyataan ini mengundang pemikiran yang serius, karena lulusan SLTP dan SMU pada dasarnya tidak dibekali kecakapan khusus untuk memasuki dunia kerja.
Untuk meminimalisir gejala-gejala diatas, maka pendidikan di Indonesia harus lebih meningkatkan kualitas program pendidikan yang lebih tepat guna dan lebih efektif dalam mempersiapkan lulusan. Peningkatan kualitas tersebut harus mencerminkan dimensi manusia Indonesia seutuhnya yaitu peningkatan kualitas jasmani dan rohani melalui pengembangan aspek-aspek spiritual, moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesenian, olahraga dan perilaku.
Untuk mencapai dimensi manusia Indonesia seutuhnya tersebut, pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peranan penting dalam pengembangan aspek rohani. Pada kenyataanya, PAI masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat karena metodologi pembelajarannya masih tradisional, orientasinya terlalu normatif, teoritis dan kognitif. Bahkan guru PAI disebut-sebut kurang mampu menginteraksikan mata pelajaran PAI dengan mata pelajaran non-agama. Mochtar Buchori menyatakan bahwa :
kegiatan pendidikan agama yang berlangsung selama ini lebih banyak bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan pendidikan lainnya. Cara kerja semacam ini kurang efektif untuk keperluan penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks. Karena itu seharusnya para guru/pendidik agama bekerja sama dengan guru-guru non-agama dalam pekerjaan mereka sehari-hari.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Soedjatmoko, beliau menyatakan bahwa :
pendidikan agama harus berusaha berintegrasi dan bersinkronisasi dengan pendidikan non-agama. Pendidikan agama tidak boleh dan tidak dapat berjalan sendiri. Tetapi harus berjalan bersama dan bekerja sama dengan program-program pedidikan non-agama kalau ingin mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Sampai saat ini fakta globalisasi yang disertai oleh derasnya arus budaya manca tidak jarang bersebrangan dengan nilai-nilai Islam, mau tidak mau hal ini menuntut proses pendidikan Islam yang tidak saja berhenti pada tujuan ortodoksi (keakhiratan), tetapi juga meliputi tujuan yang berdimensi ortopraktis (keduniawian). Opini ini dikuatkan oleh pendapat Jalaluddin Rahmad dalam Islam Alternatif yang dikutip oleh M. Shofan, beliau mengatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi. Tapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi.
Sekelumit uraian diatas menunjukkan bahwa PAI juga harus menekankan kepada pengembangan life skill dan potensi anak didik agar outputnya mampu menghadapi modernisasi. Salah satu alternatifnya adalah dengan mengimplementasikan teori-teori yang modern pula sehingga PAI tidak selalu identik dengan metode tradisional yang konfensional dan hanya mengembangkan aspek kognitif siswa.
Selain kurikulum, metode pembelajaran seharusnya juga menjadi perhatian untuk terus diperbaiki dan di aplikasikan. Terdapat berbagai macam metode dalam mengajar, salah satu terobosan baru yang bisa menjadi pilihan adalah teori Multiple Intelligences yang dipopulerkan oleh Howard Gardner dari Universitas Harvard. Teori ini memuat berbagai macam kecerdasan yang dimiliki manusia. Adapun berbagai kecerdasan itu adalah sebagai berikut (dalam Thomas Amstrong) : (a) Word Smart (kecerdasan linguistik) (b) Number Smart (kecerdasan logis-matematis) (c) Picture Smart (kecerdasan spasial) (d) Body Smart (kecerdasan kinestetik-jasmani) (e) Music Smart (kecerdasan musikal) (f) People Smart (kecerdasan antarpribadi) (g) Self Smart (kecerdasan intrapribadi) dan (h) Nature Smart (kecerdasan naturalis).
Sedangkan Teori pembelajaran Multiple Intelligences tersebut terdiri dari kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
1) Menghafal, membaca, menulis, berbicara, mendengar (Word Smart)
2) Membuat daftar peristiwa secara kronologis, mendeskripsi kasus-kasus nyata (Number Smart)
3) Menonton film/melihat gambar (Piture Smart)
4) Memperagakan sebuah peran (Body Smart)
5) Mendengar atau menyanyikan sebuah lagu (Music Smart)
6) Meneliti fenomena alam/peduli lingkungan (Nature Smart)
7) Belajar bersama-sama/berkelompok (People Smart)
8) Membuat tulisan tentang diri sendiri/buku harian (Self Smart)
Semua aktifitas dalam teori Multiple Intelligences diatas sudah tercantum dan dijabarkan didalam kitab suci Al-Qur'an. Apabila teori tersebut bisa diterapkan dalam pegembangan ilmu-ilmu pengetahuan umum, maka bukan tidak mungkin untuk mengaplikasikan teori tersebut dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga pola interaksi pembelajaran tidak hanya terfokus pada logika rasio semata, tapi akan menghasilkan sebuah kecerdasan yang memotivasi kondisi psikologis menjadi pribadi-pribadi yang matang. Usman Labib Faraj (dalam M. Usman Najati) mendefinisikan pribadi matang yang disinergikan dalam kesempurnaan pribadi, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut :
1) Kematangan emosional : mampu menahan diri dalam situasi-situasi yang memancing emosi, tidak ceroboh dan tidak mudah emosi, percaya diri dan realistis dalam menghadapi problem-problem hidup.
2) Kemampuan untuk teguh dan bertahan di saat krisis dan musibah menerpa.
3) Merasakan kebahagiaan dan tenang, bebas dari stres dan gelisah.
4) Produktif, menurut batas-batas kemampuan dan potensinya.
5) Independen dan mampu mengadopsi nilai-nilai luhur kehidupan dalam rencana kerja yang dapat membantunya dalam mengahadapi problem-problem kehidupan.
Ary Ginanjar Agustian (dalam M. Usman Najati) menyebutkan : hasil survei menunjukkan bahwa keberhasilan sebuah usaha bukan ditentukan oleh kemampuan teknikal, tetapi lebih pada kemampuan dasar untuk belajar dalam usaha tersebut. Seperti kemampuan mendengar dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreativitas, kepercayaan diri dan ketahanan mental untuk menghadapi kegagalan. Kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolok ukur bagi tingkat keberhasilan kerja dan kinerja seseorang. Inilah yang mendorong beberapa perusahaan besar di negara maju lebih menekankan pada seleksi kecerdasan emosional dalam rekrutmen karyawan.
SMP X Kabupaten X yang berada dibawah naungan Podok Pesantren X merupakan salah satu lembaga pendidikan yang terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pembelajarnnya. Namun demikian, teori ceramah tetap menjadi pilihan di banyak kesempatan belajar mengajar. Khususnya untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, teori Multiple Intelligences merupakan sebuah hal yang baru dan belum familiar di kalangan siswa siswi di lembaga ini.
Karena sekolah ini juga dilengkapi dengan fasilitas pesantren yang memberikan materi keagamaan secara penuh, maka tidak sedikit siswa yang merasa bosan ketika menerima pelajaran agama di kelas. Untuk mengantisipasi hal itu terjadi dan agar siswa termotivasi untuk belajar lebih giat lagi, maka peneliti bekerja sama dengan guru bidang studi PAI mencoba menciptakan motivasi dengan memberikan teori baru dalam pembelajaran. Teori ini di khususkan pada mata pelajaran PAI.
Berdasarkan rasionalitas dan realitas terebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya aplikasi teori Multiple Intelligences dalam meningkatkan prestasi belajar di sekolah tersebut ?. Untuk mendapatkan jawabannya, peneliti mengambil sebuah judul penelitian sebagai berikut : Aplikasi Teori Multiple Intelligences Dengan Pendekatan Kooperatif Dan Proyek Terbuka Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VII B SMP X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana aplikasi teori Multiple Intelligences dengan pendekatan kooperatif dan proyek terbuka dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X ?
2. Bagaimana hasil aplikasi teori Multiple Intelligences dengan pendekatan kooperatif dan proyek terbuka dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X ?
3. Kendala-kendala apasaja yang dihadapi dalam aplikasi teori Multiple Intelligences dengan pendekatan kooperatif dan proyek terbuka dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu :
1. Mendiskripsikan teori Multiple Intelligences dengan pendekatan kooperatif dan proyek terbuka dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X.
2. Mengetahui hasil aplikasi teori Multiple Intelligences dengan pendekatan kooperatif dan proyek terbuka dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X.
3. Mengidentifikasi Kendala-kendala yang dihadapi dalam aplikasi teori Multiple Intelligences dengan pendekatan kooperatif dan proyek terbuka dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keilmuan
a) Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas wawasan dan kajian dalam penelitian mengenai aplikasi teori pembelajaran Multiple Intelligences untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga pendidikan agama Islam mampu survive dalam menghadapi arus moderenisasi.
b) Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan kepada pembaca pada umumnya serta pendidik pada khususnya, tentang perlunya pengaplikasian teori pembelajaran Multiple Intelligences untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sehingga menghasilkan output yang berdedikasi tinggi.
2. Bagi Peneliti
Untuk memperluas wacana dan wawasan pendidikan khususnya tentang pengaplikasian teori Multiple Intelligences dalam proses belajar mengajar, khususnya pembelajaran pendidikan agama Islam. Dan sebagai pengamalan teori-teori penelitian yang diperoleh dalam perkuliahan.

E. Asumsi Penelitian
1. Aplikasi teori Multiple Intelligences dapat meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X.
2. Tidak ada kendala yang berarti dalam Aplikasi Teori Multiple Intelligences untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII B SMP X.

F. Pembatasan Penelitian
1. Teori pembelajaran yang digunakan adalah teori Multiple Intelligences dengan pendekatan pembelajaran kooperatif (belajar bersama atau belajar bekerjasama) dan pendekatan Proyek Terbuka (Belajar Model Jigsaw)
2. Teori pembelajaran Multiple Intelligences ini diterapkan pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VII B SMP X.
3. Untuk mempermudah proses tindakan, peneliti menitipkan atau menyisipkan teori Multiple Intelligences ke dalam kurikulum reguler yang telah ada.

G. Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, pembatasan penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini merupakan paparan yang bersifat teoritis yang berisi tentang : A. Teori Multiple Intelligences, mencakup : Pengertian teori, latar belakang teori Multiple Intelligences, macam-macam kecerdasan dalam teori Multiple Intelligences, kurikulum mengajar berbasis kecerdasan (Multiple Intelligences), metodologi mengajar berbasis kecerdasan (Multiple Intelligences), evaluasi mengajar berbasis kecerdasan (Multiple Intelligences) B. Prestasi Belajar, mencakup : Definisi prestasi belajar, Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. C. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), mencakup : Pengertian, Fungsi dan tujuan, Ruang lingkup, Kompetensi dasar.
BAB III TEORI PENELITIAN
Terdiri dari penjelasan hal-hal berikut : Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Rancangan Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini memaparkan tentang : A. Paparan Data 1. Deskripsi lokasi penelitian, meliputi : Sejarah berdirinya SMP X, Identitas sekolah, Visi dan misi SMP X 2. Deskripsi Data, meliputi : Paparan data sebelum tindakan, Paparan data siklus I, Paparan data siklus II. B. Hasil Penelitian
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini memaparkan tentang : A. Aplikasi Teori Multiple Intelligences Dengan Pendekatan Koopertif Dan Proyek Terbuka Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VII B SMP X. Meliputi : Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi. B. Hasil Penelitian, C. Kendala-kendala Yang Ditemui, D. Upaya dan Solusi.
BAB VI PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran-saran
SKRIPSI UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QURAN PADA ANAK DIDIK DI SDN X

SKRIPSI UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QURAN PADA ANAK DIDIK DI SDN X


(KODE : PEND-AIS-0080) : SKRIPSI UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QURAN PADA ANAK DIDIK DI SDN X




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sejak manusia lahir kedunia, telah dibekali oleh Allah swt dengan adanya rasa ingin tahu. Adapun wujud dari keingintahuan ini adalah adanya akal. Dengan akal manusia berpikir sehingga dia mendapatkan ilmu pengetahuan yang semakin lama akan terus berkembang. Untuk memanifestasikan kemampuan akal itu, maka diperlukan pendidikan. Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan kita, sebagaimana Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw dengan perintah Iqra' (bacalah) yang tertera dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat tersebut merupakan perkenalan dan petunjuk dari Allah swt. Bahwa Dialah pencipta segala sesuatu di jagat raya ini dan telah menciptakan manusia dari segumpal darah melalui proses yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Allah swt menyatakan diri-Nya bahwa Dialah yang Maha pemurah, sehingga bukan untuk dijauhi apalagi ditakuti. Akan tetapi harus didekati sendiri. Dialah Maha pendidik yang bijaksana, mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan dan dengan menulis dan membaca.
Dari makna ayat ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa, sebagai makhluk yang mampu menerima pendidikan atau makhluk yang bisa dididik, menuntut ilmu sangatlah penting bagi kelangsungan hidup kita didunia. Dalam proses pendidikan upaya atau usaha guru sangatlah penting demi kelangsungan proses belajar mengajar yang baik. Dalam pengertian upaya atau usaha mempunyai arti yang sama yaitu ikhtisar untuk mencapai sesuatu yang hendak dicapai.
Sedangkan pengertian guru itu sendiri adalah pendidik professional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab pendidikan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab para orang tua.
Keberhasilan suatu pendidikan banyak ditentukan oleh adanya hubungan kasih sayang antara guru dan anak didik. Hubungan ini membuat anak didik merasa tenteram sehingga tidak merasa takut pada gurunya atau lari dari ilmunya.Guru adalah publik figur yang akan dijadikan panutan para anak didiknya. Oleh sebab itu, perilaku guru baik bersifat personal maupun sosial, senantiasa dijadikan parameter sebagai sosok guru. Maka sebagai seorang guru harus memiliki akhlak yang luhur yang nantinya bisa dijadikan suri teladan bagi anak didiknya.
Dalam usaha peningkatan kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada anak didik juga tidak terlepas dari upaya guru. Terlebih anak didik yang dimaksud adalah anak-anak sekolah dasar, yang notabene masih banyak sekali yang belum mampu dan memerlukan bimbingan yang ekstra dari guru agama untuk meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an mereka. Karena kemampuan membaca dan menulis termasuk ketrampilan yang harus dipelajari dengan sengaja. Tidak sama halnya dengan belajar berbicara. Kemampuan mendengarkan dan berbicara termasuk kemampuan yang diperoleh dengan sewajarnya; maksudnya anak mempelajari fungsi itu dengan sendirinya.
Sebagaimana dalam GBPP mata pelajaran PAI kurikulum 1994 yang kemudian disempurnakan kembali pada kurikulum tahun 1999, dengan penjabaran indikator-indikator keberhasilan yang diharapkan dari lulusan pada jenjang Sekolah Dasar sebagaimana uraian berikut :
Pada jenjang Pendidikan Dasar, kemampuan-kemampuan dasar yang diharapkan dari lulusannya adalah dengan landasan iman yang benar. Siswa mampu membaca, menulis, dan memahami ayat-ayat pilihan, dengan indikator-indikator : (1) siswa mampu membaca ayat-ayat pilihan; (2) siswa mampu menulis ayat-ayat pilihan; (3) siswa mampu memahami terjemahan ayat-ayat pilihan.
Pada indikator-indikator di atas dapat dilihat bahwa memang kemampuan-kemampuan yang diharapkan pada jenjang Sekolah Dasar adalah salah satu diantaranya anak didik mampu dalam membaca dan menulis ayat Al-Qur’an.
Baca tulis Al-Qur’an di sekolah Dasar adalah berada di dalam bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI). Yang mana kita telah mengetahui bahwa jam pelajaran bidang studi PAI di sekolah umum lebih sedikit porsinya jika dibandingkan dengan sekolah yang berlabel agama. Maka, tidak heran jika kita mendengar apabila ada anak SD yang masih kurang mampu dalam hal baca tulis Al-Qur’an, tetapi jangan sampai menjadi alasan dengan tidak adanya usaha atau upaya konkrit dari seorang pendidik khususnya.
Pembelajaran Al-Qur’an sebenarnya tidak hanya menjadi tugas guru di sekolah, tetapi menjadi tugas kita sebagai orang mukmin. Orang mukmin yang percaya dengan kitabullah yaitu Al-Qur’an yang menjadi pedoman kita semua. Agar para siswa khususnya disini yaitu siswa Sekolah Dasar dapat memahami isi Al-Qur’an, maka salah satu caranya adalah dengan mampu membacanya.
Dalam agama Islam melaksanakan pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an adalah amalan ibadah kita kepada Allah SWT. Orang tua yang mengajar anak baca tulis Al-Qur’an merupakan bentuk pemenuhan hak terhadap anak, yaitu hak untuk memelihara anak agar terhindar dari api neraka. Banyak sekali yang menunjukkan perintah untuk mendidik. Salah satu diantaranya dalam surat An-Nahl ayat 125 yang bunyinya adalah sebagai berikut :
Artinya : Serulah ( manusia )kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ditekankannya memberikan pendidikan Al-Qur’an pada anak-anak berlandaskan pemikiran bahwa masa kanak-kanak adalah masa pembentukan watak yang ideal. Anak-anak pada masa itu mudah menerima apa saja gambar yang dilukiskan kepadanya. Sebelum menerima lukisan yang negatif, anak perlu didahului semaian pendidikan membaca Al-Qur’an sejak dini. Bila pada masa kanak-kanak ini pendidikan Al-Qur’an terlambat diberikan, kelak akan sulit memberikannya bahkan dibutuhkan tenaga ekstra untuk itu. Masa dewasa tidaklah seperti masa kanak-kanak. Pepatah mengatakan “Belajar di waktu kecil laksana menulis di atas batu dan belajar di waktu besar laksana melukis di atas air”.
Selain menyeru mendidik anak membaca Al-Qur’an, Rasulullah saw juga menekankan pentingnya mendidik anak menulis huruf-huruf Al-Qur’an. Anak diharapkan memiliki kemampuan menulis (kitabah) aksara Al-Qur’an dengan baik dan benar dengan cara imla' 'dikte' atau setidaknya dengan cara menyalin (naskh) dari mushaf.
Penulis melihat bahwa SDN X 01 adalah salah satu Sekolah Dasar Negeri yang maju di kecamatan X dibanding dengan SDN yang lain. Melihat dari prestasi-prestasi anak didik dalam berbagai bidang mata pelajaran, termasuk juga pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian di SDN X 01 terkait dengan upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an para siswanya. Maka judul yang diajukan dalam skripsi ini yaitu “UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QUR’AN PADA ANAK DIDIK DI SDN X”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya Guru PAI dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an Pada anak didik di SDN X ?
2. Metode apakah yang diterapkan guru PAI dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur’an pada anak didik di SDN X ?

C. Tujuan Dan Kegunaan penelitian 
a. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari beberapa penelitian masalah diatas, penulis menyusun penelitian ini supaya dapat :
1. Mendeskripsikan bentuk upaya guru dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an anak didik di SDN X.
2. Mengetahui bentuk metode yang diterapkan guru PAI dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada anak didik di SDN Siodrejo X.
b. Kegunaan Penelitian
Untuk mengetahui guna atau manfaat dari penelitian ini penulis akan memaparkan diantaranya :
1) Lembaga
(a) Memberi masukan untuk dapat lebih meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada anak didik.
(b) Dapat memberi masukan, agar lebih giat lagi dalam bekerja meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada anak didik.
(c) Menyemangati untuk lebih eksis dan berkompetensi dalam mendidik anak didiknya.
2) Pengembangan Ilmu pengetahuan
(a) Memperkaya dan menambah teori-teori dalam dunia kependidikan.
(b) Dapat menjadi acuan pengembangan ilmu pengetahuan.
(c) Mengetahui sejauhmana fungsi dari teori-teori dalam belajar.
3) Penulis
(a) Dapat memberi tambahan pengetahuan bagi penulis sendiri.
(b) Memberi gambaran metode dalam belajar dan mengajar nantinya.
(c) Menambah pengalaman bagi penulis.

D. Ruang Lingkup Pembahasan
Identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas tidak semua permasalahan tersebut diuraikan dalam pembahasan skripsi ini, hal tersebut mengingat terbatasnya waktu dan tenaga, oleh karena itu penulis membatasi berbagai persoalan yang erat kaitannya dengan judul. Namun, apabila ada uraian lain yang disisipkan pada pembahasan skripsi ini hanya sebagai pelengkap untuk menjelaskan pokok permasalahan yang berkaitan dengan judul. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bentuk upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada anak di SDN X.
2. Metode yang diterapkan guru PAI dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur’an pada anak didik di SDN X.

E. Penegasan Istilah
Penulisan skripsi ini, menggunakan beberapa istilah yang memiliki peran penting bagi pembaca dalam memahami skripsi ini. Istilah-istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Upaya Guru adalah Suatu aktivitas guru yang dilakukan dalam rangka membimbing, mendidik, mengajar dan melakukan transfer knowledge kepada anak didik sesuai dengan kemampuan dan keprofesionalan yang dimiliki sehingga mencapai sesuatu yang diinginkan atau hendak dicapai.
2. Kemampuan adalah merupakan suatu kesanggupan dalam melakukan suatu hal setelah kegiatan yang lain dilakukan.
3. Disini penulis menggunakan istilah baca tulis Arab untuk menjelaskan istilah baca tulis Al-Qur’an. Yang mana baca tulis Arab adalah melihat serta memahami (baik dengan lisan maupun dalam hati) bentuk huruf/bentuk tulis atau bacaan yang terbuat dari Bahasa Arab (berbentuk bahasa Arab). Karena penulis beralasan bahwa Al-Qur’an adalah berbentuk bahasa Arab.
4. Peserta didik/anak didik adalah Peserta didik atau bisa juga disebut anak didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

F. Sistematika Pembahasan
BAB I : Pendahuluan, yang berisi pokok-pokok pemikiran yang melatar belakangi penulisan skripsi ini, yaitu terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian.
BAB II : Kajian pustaka, berisi mengenai tinjauan tentang guru Pendidikan Agama Islam, tinjauan upaya guru sebagai tenaga pengajar, tinjauan tentang kemampuan baca tulis Al-Qur’an dan tinjauan tentang peserta didik.
BAB III : Metodologi Penelitian, yang meliputi : pendekatan dan jenis penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik penelitian, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Laporan Hasil Penelitian, yakni memaparkan data-data yang akurat tentang gambaran umum lokasi penelitian, gambaran umum identitas/deskripsi responden, dan deskripsi hasil penelitian.
BAB V : Pembahasan hasil Penelitian meliputi : deskripsi data, interpretasi data tentang upaya atau usaha guru dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an anak didik, interpretasi pembahasan penelitian.
BAB VI : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

SKRIPSI UPAYA GURU DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS SISWA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI MADRASAH IBTIDAIYAH

SKRIPSI UPAYA GURU DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS SISWA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI MADRASAH IBTIDAIYAH


(KODE : PEND-AIS-0079) : SKRIPSI UPAYA GURU DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS SISWA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI MADRASAH IBTIDAIYAH




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbicara masalah pendidikan dan sumber daya manusia tidak bisa dipisahkan antara pendidik dan peserta didik atau yang lazim disebut sebagai "guru dan murid". Tentu saja guru disini yang dimaksud adalah seorang pendidik disebuah sekolah atau lembaga pendidikan formal yang tugas atau pekerjaannya tidak hanya mengajar bermacam-macam ilmu pengetahuan melainkan juga "mendidik". Pendidikan mempunyai peranan yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.
Tujuan pendidikan pada umumya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda pula. Pendidik bertanggung jawab untuk memandu yaitu mengidentifikasi dan membina serta memupuk, yaitu mengembangkan dan meningkatkan bakat termasuk didalamnya adalah kreativitas. Dulu orang biasanya mengartikan "orang berbakat" sebagai orang yang mempunyai tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. Namun sekarang makin disadari bahwa yang menentukan keberbakatan bukan hanya intelegensi (kecerdasan) melainkan juga kreativitas. Kreativitas atau daya cipta memungkinkan munculnya penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya.
Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah penting. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa saat ini kita semua terlibat dalam ancaman maut akan kelangsungan hidup. Dewasa ini tampak adanya kesenjangan antara kebutuhan akan kreativitas dan perwujudannya dalam masyarakat pada dan dalam pendidikan pada khususnya. Pendidikan disekolah pada umumnya lebih berorientasi pada pengembangan kecerdasan (intelegensi) dari pada pengembangan kreativitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup.
Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju mundurnya tingkat budaya suatu bangsa sangat tergantung pada pendidikan dan pengajaran oleh guru, oleh karena itu jelaslah peranan guru dalam masa pembangunan sangat penting. Tanpa pendidikan yang baik tidak akan tumbuh bangsa yang baik atau cerdas harapan bangsa yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia. Untuk menjadikan sumber daya yang berkualitas, diperlukan nilai tambahan, dan nilai ini makin tinggi jika pengetahuan dan teknologi yang dikuasai tinggi. Untuk generasi muda harus dipersiapkan sejak dini hingga pada akhirnya bangsa kita sejajar dengan bangsa lain yang sudah maju. Harapan demikian berada dipundak guru sebagai pendidik.
Upaya guru mempersiapkan anak didiknya, terasa bertambah penting manakala kita ingat bahwa masa depan yang dihadapi negara saat ini adalah masa penuh tantangan dan harapan yaitu zaman-zaman "keterbukaan" atau lazim diistilahkan dengan era globalisasi.
Tanggapan berbagai sektor dan mass media tentang hal tersebut diartikan berbeda setiap orang menurut persepsinya masing-masing. Menurut David Campbell dalam bukunya yang disadurkan oleh A-A Mangun Harjana tentang mengembangkan kreativitas tergambar bahwa kreativitas sangat besar dalam kemajuan hidup seseorang. Konon orang yang berkreativitas itu harus lincah, kuat mental, dapat berpikir dari segala arah maupun ke segala arah. Dan yang terpenting mempunyai keluwesan konsepsional (berdasarkan konsep, pikiran dan cita-cita), orisinialitas (keaslian) dan menyukai kompleksitas (kerumitan). Ciri-ciri tersebut masih harus ditambah lagi dengan sifat mau bekerja keras, punya selera humor dan fantasi serta tidak menolak ide-ide baru yang menghalang di depannya.
Alangkah indahnya jika kreativitas pembelajaran setiap bidang ilmu dapat mencakup beberapa persen saja dari sifat dinamik diatas. Dengan demikian bukan mustahil pelajaran akan menjadi favorit siswa. Namun dambaan seperti itu hingga sekarang masih jauh dari harapan. Pengembangan kreativitas masih menunggu penggarapan. Apalagi di dukung dengan praktisi dan teori-teori yang tergolong langka. Kerangnya pengajaran dan konsultasi pendidikan yang bisa mengajarkan kepada guru agar lebih kreatif semakin melemahkan kreativitas guru.
Kesadaran akan kreativitas ini harus dibangun, dipicu, dan digali terus untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam rangka yang lebih panjang, menyongsong masa depan, yaitu meningkatkan sumber daya manusia yang potensial pada abad 21. telah kita ketahui bersama tantangan masa depan yang diwarnai semangat "Homo Homini Lupus" atau "yang kuat akan menang" dan untuk bekal menghadapi semangat itu adalah kreativitas. Kenyataan dilapangan sangat banyak guru dan siswa yang pasif dan kurang inisiatif. Hanya sedikit yang tergolong aktif dan dinamis serta berusaha kreatif. Kembali pada persoalan diatas, secara hakiki, manusia mempunyai dasar kreatif dan bisa menentukan konsep pribadi (self consept), jadi cara untuk menemukan jalan keluar dari belenggu permasalahan tersebut layak dipikirkan. Apalagi jika melihat pentingnya kreativitas sebagai motor bagi pendidik. Oleh karena itu upaya untuk menumbuhkan semangat berkreasi perlu digalakkan.
Lemahnya daya kreasi siswa lebih diakibatkan dari proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang statis, para siswa umumnya tetap tinggal diam apabila proses belajar mengajar sedang berlangsung sangat monoton. Para siswa tidak "memberontak" agar pelajaran berjalan lebih berjiwa dan hidup. Karena antara guru dan siswa sama-sama sudah ada kecocokan sistem pembelajaran yag non kreatif. Maka seterusnya kegiatan akan berlangsung seadanya serba kekurangan dan penuh kebersahajaan. Dengan demikian hasil belajar yang dapat diperolehnya hanya seadanya saja.
Secara umum, bukti seberapa rendahnya tingkat kreativitas siswa terlihat manakala harus mengerjakan tugas menulis, mengarang, atau membuat laporan hasil kegiatan yang berlangsung diluar sekolah. Apresiasi yang dikaitkan dengan pengembangan potensi diri dirasakan sangatlah rendah jika dijadikan dengan program-program dalam GBPP (Garis Besar Program Pelajaran).
Menurut Guiford, kreativitas melibatkan proses berfikir secara divergen. Sedangkan Parnes mengungkapkan bahwa kemampuan berkreativitas dapat di bangkitkan melalui masalah yang mengacu pada lima macam prilaku kreatif, antara lain :
a. Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide-ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah.
b. Fexibility (keluwesan), kemampuan dengan menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah diluar kategori biasa.
c. Orginality (keaslian), yaitu kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa.
d. Elaboratorium (keterincian), yaitu kemampuan menyatakan pengarahan ide secara tanggapan terhadap suatu situasi.
e. Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka perlu dilakukan upaya meningkatkan kreativitas siswa.
Pada hakikatnya manusia mempunyai potensi untuk menjadi kreatif, Contohnya apabila kita melakukan kreativitas "self consept (konsep pribadi)", tentunya akan tumbuh dan berkembang. Untuk itu individu harus lebih kukuh dan mantap sebagai individu seperti halnya kesuksesan yang mampu menjadikan diri kita lebih berkualitas, keikutsertaan dalam kegiatan kreatif seperti melakukan penjelasan lapangan yang belum tergarap dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak. Tentulah menjadikan seorang guru tidak mau mencoba membangkitkan kreativitas maka potensi guru tersebut akan menurun dan perlahan-lahan menjadi manusia yang pasif yang pada gilirannya merugikan kesehatan mental.
Melihat dan menyaksikan fenomena yang ada, maka penelitian ini sangat penting dilakukan agar nantinya dapat dipahami dan dijadikan salah satu sarana oleh guru dalam rangka mengembangkan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar di MI X. Dan apda akhirnya akan terlahir siswa yang memiliki kreativitas yang tinggi dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping itu juga dapat menambah khasanah keilmuan kita bersama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba meneliti fenomena yang ada mengenai upaya pengembangan kreativitas guru dalam proses belajar mengajar di MI X. Dalam hal ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pelaksanaan pendidikan MI X dalam upaya pengembangan kreativitas siswa ?
2. Bagaimana upaya yang digunakan untuk pengembangan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar di MI X ?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat pengembangan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar di MI X ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berpijak pada formulasi rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :
a. Tujuan umum
1. Sebagai perwujudan Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu mengembangkan ilmu mengadakan penelitian dan pengabdian masyarakat.
2. Sebagai tugas akhir syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan Islam di jurusan Pendidikan Islam fakultas tarbiyah.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui sistem pelaksanaan pendidikan MI X dalam upaya pengembangan kreativitas siswa.
2. Untuk mengetahui upaya apa yang digunakan dalam pengembangan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar di MI X.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat upaya pengembangan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar di MI X.
2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi penulis
Penelitian adalah sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan (keilmuan) dan juga untuk menambah pengalaman.
b. Bagi guru
Penelitian dapat dijadikan feedback (umpan balik) untuk menilai kreativitas yang dimiliki guru dalam kegiatan belajar mengajar. Di samping itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan kreativitas yang telah dimiliki oleh guru-guru pada sekolah yang bersangkutan.
c. Bagi lembaga yang diteliti
Penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mencapai hasil-hasil yang optimal dalam pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran.
d. Bagi siswa
Penelitian ini dapat digunakan sebagai feedback (umpan balik) untuk menilai kreativitas yang dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar.

D. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini sekaligus dapat tersusun secara sistematis dan mendalam serta memberikan ketepatan dalam mengantisipasi persoalan, maka penulis membagi dalam empat bab pokok bahasan. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut :
Bab Kesatu : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup pembahasan, metode penelitian, dan kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan kerangka dasar yang memuat tentang pemikiran dasar adanya pembahasan skripsi ini secara umum yang termasuk didalamnya memuat pokok-pokok pikiran yang menjadi persoalan sekaligus merupakan arah dalam pembahasan skripsi ini.
Bab Kedua : Kajian Teoritis, berdasarkan literatur yang relevan dengan pembahasan yakni mengupas masalah yang berkaitan dengan pengertian kreativitas siswa, macam-macam kreativitas, ciri-ciri orang yang kreatif, teori tentang pembentukan pribadi kreatif, pengembangan kreativitas, kreativitas dalam pandangan Islam, pengertian proses belajar mengajar, peranan guru dalam proses belajar mengajar, faktor yang mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar, upaya pengembangan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar di MI X.
Bab Ketiga : Kajian hasil penelitian lapangan yang terdiri latar belakang obyek serta penyajian analisis data. Latar belakang obyek meliputi historis madrasah, visi misi, motto dan tujuan MI X, program kerja MI X, keadaan fasilitas sarana dan prasarana MI X, penyajian dan analisis data meliputi sistem pelaksanaan MI X dalam upaya pengembangan kreativitas siswa, upaya pengembangan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar, serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat peningkatan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar.
Bab Keempat : Merupakan bagian pokok dari keseluruhan pembahasan-pembahasan yang terdiri kesimpulan dan saran. Dalam bab inilah dapat diketahui secara garis besar yaitu ikhtisar dari pembahasan skripsi ini dan sekaligus diberikan saran-saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan dan masukan bagi obyek penelitian khususnya agar semua usaha yang telah dilakukan bisa membawa hasil sekaligus dapat meningkatkan ke arah yang lebih baik dan sempurna.
Demikian sistematika pembahasan dalam skripsi ini diharapkan akan dapat mempermudah pemahaman para pembaca.
SKRIPSI UPAYA GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA SISWA TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN

SKRIPSI UPAYA GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA SISWA TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN


(KODE : PEND-AIS-0078) : SKRIPSI UPAYA GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA SISWA TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an menurut Agama Islam merupakan firman Allah SWT yang mengandung mu'jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf yang di riwayatkan denganjalan mutawatir yang membacanya di pandang Ibadah.
Menurut Manna' al-Qaththan, Al-Qur’an adalah kalamullah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya ibadah. Sedangkan menurut Al-Zarqani Al-Qur’an adalah lafad yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dari permulaan surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas".
Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azharnya mengistilahkan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasulnya dengan perantara Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia.
Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad bukan sekedar mu'jizat saja tetapi di samping itu untuk dibaca, dipahami, diamalkan dan dijadikan sumber hidayah dan pedoman bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan bagi manusia yang dapat membimbing dan menuntun manusia ke arah jalan yang lurus, jalan keselamatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa pada dasarnya Al-Qur’an itu mudah untuk dipelajari, dianalisis dipahami yang kemudian direalisasikan dalam bentuk perbuatan hanya bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dan bertaqwa.
Allah dalam surat al-Qomar ay at 17, berfirman :
Artinya : "Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran" (al-Qomar ayat 17)
Ayat di atas mengisyaratkan pada kaum muslimin untuk mempelajari makna yang terkandung di dalamnya sehingga dapat dijadikan pelajaran, tentunya dalam pemahaman terhadap Al-Qur’an ini tidak langsung sekaligus, melainkan dimulai dengan belajar membaca Al-Qur’an dengan fasih dan tartil.
Untuk mewujudkan generasi yang memahami dan mengamalkan Al-Qur’an tersebut perlu mempersiapkan sedini mungkin dan membiasakan membaca Al-Qur’an secara tartil agar mendapat petunjuk-nya, di samping itu peran guru yang paling diutamakan dalam mewujudkan generasi yang memahami dan mengamalkan Al-Qur’an, karna peran guru dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, sebagaimana dikemukakan oleh Adamad Desey dalam Basis Principles Of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin, pembimbing dan sebagai suri tauladan yang baik.
Demi merangsang minat belajar membaca Al-Qur’an tersebut, sudah banyak jalan yang ditempuh, seperti pembelajaran Al-Qur’an di mushalla, di masjid bahkan di rumah-rumah. Pada perkembangan selanjudnya model pembelajaran Al-Qur’an melahirkan apa yang dikenal dnegan sebutan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
Taman Pendidikan Al-Qur’an adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Islam bagi anak-anak usia 7-12 tahun, tujuannya adalah untuk menjadikan anak mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan makharijul khuruf dan ilmu tajwidnya sebagai target pokok.
Sesuai dengan namanya (TPQ), maka penekanan pengajaran pada pengenalan huruf-huruf Al-Qur’an dan kegemaran membaca Al-Qur’an beserta Tajwidnya. Selain dari pada itu, TPQ juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka pembentukan kepribadian anak yang bertaqwa kepada Allah SWT serta berbudi luhur.
Akan tetapi, pada realita yang terjadi saat ini manyoritas TPQ hanya mengajarkan cara membaca Al-Qur’an dan ilmu Tajwid saja. Sedangkan dalam pembelajaran Al-Qur’an di TPQ X tidak hanya mengajarkan cara membaca Al-Qur’an dan ilmu Tajwid kepada para muridnya, tetapi guru juga menanamkan nilai-nilai keagamaan, baik yang menyangkut aqidah, ibadah maupun akhlaq. Karena penanaman nilai-nilai keagamaan itu dirasa sangat penting untuk di jadikan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari (Bermasyarakat).
Fenomena pembelajaran Al-Qur’an dan Tajwid yang ada di banyak TPQ pada saat ini, seakan-akan mengenyampingkan nilai-nilai Agama yang menurut peneliti juga sangat penting untuk ditanamkan pada anak.
Dari latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui upaya guru dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa TPQ X. Sehingga lembaga yang dikelolanya betul-betul bisa menjadi lembaga yang berkualitas dan mampu memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mencoba mengangkat suatu masalah yang peneliti formulasikan kedalam judul penelitian, yaitu : "Upaya Guru Dalam Penanaman Nilai-nilai Kegamaan Pada Siswa Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Di TPQ X"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, serta dasar pemikiran yang terdapat didalamnya, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya guru dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di TPQ X ?
2. Metode apa yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di TPQ X ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat pembahasan yang begitu luas dalam kaitannya dengan penanaman nilai-nilai keagamaan, sehingga untuk menghindari penyimpangan maka perlu ditentukan dahulu ruang lingkub pembahasannya. Adapun ruang lingkub pembahasan dalam penelitian ini adalah :
1. Mendiskripsikan upaya guru dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di TPQ X
2. Mengidentifikasi metede dalam Penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di TPQ X

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui sejauh mana upaya guru dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di TPQ X.
2. Untuk mengetahui metode-metode dalam upaya penanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di TPQ X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi semua pihak, khususnya pada pihak-pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang diangkat, serta dapat memperkaya khazanah dan wawasan keilmuan mengenai bahasan tentang Upaya Guru Dalam Penanaman Nilai-nilai Kegamaan Pada Siswa Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Di TPQ X, serta dapat dijadikan rujukan dalam penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini untuk menambah atau memperkaya informasi mengenai masalah masalah tersebut, baik sebagai data banding atau informasi pelengkap dari penelitian yang memiliki fokus yang sama.

F. Sistematika Pembahasan
Agar mempermudah dalam pembahasannya, maka sistematika pembahasannya dibagi menjadi enam bab dengan sub-subnya sebagai berikut :
BAB I Merupakan pendahuluan yang berisi gambaran atau penjelasan seluruh pokok pikiran yang terkandung dalam skripsi ini. Dengan demikian para pembaca medapat gambaran yang jelas tentang arah isi skripsi ini.
BAB II Merupakan pembahasan secara teoritis, dari pembahasan teoritis ini peneliti akan memperoleh data secara teori, konsep-konsep atau definisi-definisi serta dalil-dalil yang sesuai dengan masalah-masalah yang akan dibahas. Dengan demikian bisa dijadikan pedoman pada pembahasan berikutnya.
BAB III Merupakan metode penelitian yang meliputi : Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data.
BAB IV Laporan Hasil Penelitian, yakni memaparkan data-data yang akurat berkaitan dengan Sejarah Berdirinya TPQ X, Visi dan Misi Tujuan Berdirinya TPQ X, Stuktur Organisasi Kepengurusan, Keadaan Guru atau Ustadz/Ustadzah, Keadaan Santri, Sarana dan Prasarana, Sumber Dana, Penyajian Data Hasil Penelitian, upaya guru dalam menanaman nilai-nilai keagamaan pada siswa TPQ X, dan Metode yang digunakan dalam Menanaman Nilai-nilai Keagamaan pada siswa TPQ X
Bab V Penjelasan dan analisis hasil penelitian dan kaitannya dengan teori akan dibahas dalam bab ini.
Bab VI : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.