Search This Blog

SKRIPSI PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK USIA TK MELALUI METODE BERNYANYI HURUF DAN KATA

SKRIPSI PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK USIA TK MELALUI METODE BERNYANYI HURUF DAN KATA


(KODE : PG-PAUD-0017) : SKRIPSI PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK USIA TK MELALUI METODE BERNYANYI HURUF DAN KATA




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia, khususnya Taman Kanak-kanak telah diselenggarakan sejak lama, yaitu sejak awal kemerdekaan Indonesia. Pada jenjang ini, anak usia empat - lima atau enam tahun mendapat tempat untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam berbagai bentuk kegiatan belajar sambil bermain. Bentuk kegiatan ini diwujudkan dalam berbagai ekspresi diri secara kreatif (Jamaris, 2005 : 3). Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga sering disebut masa keemasan (Golden Age) dalam perkembangan kehidupan anak.
Masa-masa emas inilah merupakan masa pendidikan bagi anak, sebagaimana tertulis dalam pasal 1 Butir 14 Undang -Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa :
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.
Solehuddin (1997 : 2-3), memandang bahwa pentingnya pendidikan prasekolah tidak perlu diragukan lagi. Baik para ahli maupun masyarakat umum lazimnya sudah mengakui akan betapa esensialnya pendidikan bagi anak usia prasekolah. Pedulinya para ahli pendidikan dan masyarakat terhadap pendidikan prasekolah adalah sesuatu yang berdasar. Berikut ini merupakan alasan utama yang mendukung kepedulian mereka terhadap pentingnya pendidikan prasekolah, yaitu :
1. Dilihat dari kedudukan usia prasekolah bagi perkembangan anak selanjutnya. Sejak lama banyak ahli yang memandang usia prasekolah atau balita sebagai fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu. Freud (Santrock & Yussen, 1992) misalnya, memandang usia balita sebagai masa terbentuknya kepribadian dasar individu. Santrock & Yussen (1992) juga menganggap usia prasekolah sebagai masa yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik (a highly eventful and unique period of life) yang meletakkan dasar bagi kehidupan seseorang di masa dewasa.
2. Mendukung pandangan para ahli tersebut, temuan Sperry, Hubel, dan Wiesel (Witdarmono, 1996) menjelaskan bahwa perkembangan potensi untuk masing-masing aspek memiliki keterbatasan waktu yang sebagian besar diantaranya terjadi pada masa usia dini. Batas kesempatan untuk perkembangan bahasa sampai sepuluh tahun, untuk matematika adalah sampai empat tahun, dan untuk musik 3-10 tahun.
3. Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa konstruksi jaringan otak ternyata hanya akan hidup bila diprogramkan melalui berbagai rangsangan. Tanpa dirangsang atau dipergunakan, otak manusia tidak akan berkembang. Karena pertumbuhan otak memiliki keterbatasan waktu, maka rangsangan otak di usia dini ini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak dapat menerima program-program baru.
Ebbeck dalam (Masitoh, 2004 : 2.11) mengemukakan bahwa :
Anak mulai berkembang pesat pada usia 3-6 tahun, dimana pada usia tersebut anak mengalami masa pertumbuhan yang paling hebat sekaligus paling sibuk, memiliki keterampilan dan kemampuan walaupun belum sempurna atau disebut juga fase fundamental yang akan menentukan kehidupan anak dimasa yang akan datang.
Untuk meningkatkan kemampuan anak sesuai dengan tugas dan perkembangan anak seperti yang dikemukakan oleh Havigurst dalam (Riyanto Handoko, 2004 : IX) adalah belajar berbicara dan belajar mempersiapkan diri untuk membaca. Kemampuan-kemampuan akademik dasar di atas dapat dikembangkan dengan cara-cara yang tidak memaksa, bahkan sebaliknya dapat menyenangkan anak. Cara tersebut dapat diperoleh melalui bernyanyi, bermain dan bercerita.
Berdasarkan alasan-alasan yang telah dipaparkan, maka guru TK dan orangtua perlu mencermati aspek-aspek kepribadian yang ada dalam perkembangan anak, diantaranya aspek bahasa, aspek kecerdasan, aspek motorik, aspek sosial, dan aspek emosi (Kamtini & Tanjung, 2005). Kelima aspek tersebut dapat mempengaruhi pemikiran anak, dan ini sangat bergantung pada kemampuan setiap individu. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan stimulasi yang baik dan tepat untuk mengoptimalkan aspek-aspek perkembangannya.
Salah satu kegiatan yang dapat menstimulasi otak anak dengan baik adalah membaca. Membaca bukan sekedar bisa mengucapkan apa yang dibaca, tetapi juga perlu diperhatikan apakah anak mengerti apa yang dibaca. Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Selain itu, fungsi paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Semakin muda usia anak ketika dia belajar membaca, maka semakin mudah untuk lancar membaca. Mengenal kalimat dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan pemikiran anak, dan ini sangat tergantung pada kemampuan setiap individu (Olivia & Ariani, 2009 : xii).
Membaca dapat dikatakan kemampuan awal yang dilewati anak dalam proses menguasai keterampilan membaca secara menyeluruh. Membaca biasa dilakukan atau didapatkan oleh anak Taman Kanak-kanak yaitu sekitar 4-6 tahun. Anak-anak yang memperoleh keterampilan membaca akan lebih mudah menyerap informasi dan pengetahuan pada waktu-waktu selanjutnya dalam kehidupan anak itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Durkin dalam Dhieni (2007 : 5.3) yang menyatakan bahwa "tidak ada efek negatif pada anak-anak dari membaca dini. Anak-anak yang telah diajar membaca sebelum masuk sekolah dasar pada umumnya lebih maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca dini."
Kemudian Steinberg dalam Dhieni (2007 : 5.3) berpendapat serupa mengenai keuntungan mengajarkan anak membaca dini, yaitu :
a. Belajar membaca akan memenuhi rasa keingintahuan anak.
b. Situasi akrab dan informal di dalam rumah atau di sekolah (TK) merupakan faktor yang kondusif bagi anak untuk belajar.
c. Anak-anak yang berusia dini pada umumnya sangat perasa dan mudah terkesan serta mudah diatur.
d. Anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat.
Membaca dini adalah kemampuan membaca anak dalam merangkaikan huruf menjadi kata yang bermakna serta melancarkan teknik membaca pada anak-anak (Purwanto dalam Muthiani, 2007 : 7).
Ada 5 prinsip dalam pokok pengajaran membaca, yaitu :
a. Materi bacaan harus terdiri dari kata-kata, frosa dan kalimat.
b. Membaca, terutama harus didasarkan pada kemampuan memahami bahasan lisan dan bukan kemampuan berbicara.
c. Membaca bukan mengajarkan aspek-aspek bahasa atau konsep-konsep (tata bahasa).
d. Membaca tidak harus bergantung kepada pengajaran menulis.
e. Mengajarkan membaca harus menyenangkan bagi anak.
Melihat dan menimbang 5 prinsip membaca dini yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran membaca pada anak Taman Kanak-kanak berbeda dengan pembelajaran membaca pada tingkat sekolah dasar. Pada anak Taman Kanak-kanak belum ditekankan pada aspek tata bahasa dan prosesnya melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Membaca pada dasarnya adalah kegiatan memaknai pesan yang tertuang dalam sebuah tulisan. Lebih jauh lagi membaca dapat dijabarkan sebagai keterampilan bahasa tulis yang bersifat represif juga mempakan kegiatan mengenali humf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi, maknanya dan menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan (Dhieni, 2007 : 5, 5)
Membaca adalah kegiatan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dengan membaca kita memperoleh berbagai macam ilmu pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang didapat semakin luas pula wawasannya. Agar anak memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya, orangtua harus menemukan minat baca pada anak sedini mungkin. Dalam menumbuhkan minat baca anak sejak dini diperlukan metode yang baik agar hasil yang diperoleh memuaskan. Metode ini harus sesuai dengan kondisi anak, yaitu usia dan kemampuan anak.
Seperti diketahui masih banyak guru TK yang kurang memperhatikan kemampuan dan keterampilan dasar belajar membaca anak, sehingga dalam pelaksanaannya tidak optimal dengan menggunakan beberapa metode yang biasa digunakan di TK, seperti bercerita, pemberian tugas, praktek langsung, tanya jawab, deklamasi, peragaan, karyawisata, demonstrasi dan bermain peran. Rifa'at (Tantranurandi, 2008 : 24) mengungkapkan bahwa metode belajar yang digunakan seorang guru harus sesuai dengan kebutuhan belajar siswanya. Satibi (2005) pun berpendapat bahwa metode bernyanyi ialah suatu metode yang melakukan pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan gembira melalui ungkapan kata dan nada.
Mengacu pada beberapa metode yang telah diuraikan di atas, salah satu metode yang sangat erat kaitannya dengan anak yaitu metode bernyanyi. Ruswandi (2004) berpendapat bahwa bernyanyi bagi anak mempakan kegiatan yang menggunakan instmmen suara yang dapat menambah wawasannya mengenai hal-hal yang belum ia ketahui. Anak-anak akan banyak memperoleh kata-kata baru sehingga dapat memperkaya perbendaharaan kata mereka dan lebih terampil dalam menggunakannya.
Anak usia TK pada umumnya senang bernyanyi atau diajak bernyanyi, bahkan kegiatan awal anak masuk TK pun banyak dilakukan menyanyi bersama-sama, maka akan sangat tepat bila dalam mengembangkan kemampuan membaca dini anak menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata.
Berpijak dari uraian tadi, seyogyanya mengajarkan nyanyian pada anak bukan sekedar menambah perbendaharaan lagu, lebih dari itu membantu anak untuk mengembangkan bahasanya, meletakkan dasar untuk perkembangan anak selanjutnya khusunya pada kemampuan membaca dini. Dengan demikian, memilih nyanyian yang tepat dan bermakna bagi anak adalah sangat penting.
Sebagaimana Masitoh (2004), mengatakan bahwa dengan bernyanyi akan menambah perbendaharaan kata anak melalui kata-kata dari nyanyian anak. Suhartono (2005), mengatakan :
Untuk mengembangkan bahasa anak dapat diawali dengan melakukan pengenalan bunyi-bunyi bahasa, mulai dari bunyi bahasa yang mudah diucapkan dilanjutkan ke bunyi bahasa yang sulit. Pengenalan dapat dilakukan secara bertahap dari peniruan bunyi vokal, dilanjutkan dengan peniruan bunyi konsonan.
Beberapa kemampuan-kemampuan mendasar yang dapat ditingkatkan melalui nyanyian/musik ialah kemampuan mendengar, kemampuan meragakan dan kemampuan beraktifitas. Kemampuan mendengar tumbuh melalui ungkapan pikiran atau pesan nyanyian melalui nada. Kemampuan meragakan berkembang melalui kegiatan bernyanyi dan bermain musik. Kemampuan kreatif muncul melalui ekspresi nyanyian dengan gerak, permainan musik yang sifatnya kreatif.
Melihat dari fenomena yang terjadi di lapangan khususnya di Kelompok A TK X, proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca anak kurang variatif dan menyenangkan sehingga anak terlihat kurang merespon, karena dalam meningkatkan kemampuan membaca anak lebih menggunakan metode membaca langsung. Kondisi seperti ini dirasakan kurang menyenangkan, karena anak usia TK pada umumnya senang bernyanyi dan diajak bernyanyi.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kemampuan membaca dini anak usia Taman Kanak-kanak melalui metode bernyanyi huruf dan kata. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengajukan judul "Peningkatan Kemampuan Membaca Dini Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Bernyanyi Metode Huruf dan Kata ."

B. Rumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini difokuskan pada pembahasan "Apakah metode bernyanyi huruf dan kata dapat meningkatkan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X ?". Permasalahan tersebut diuraikan ke dalam bentuk rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X sebelum menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata ?
2. Bagaimana kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X setelah menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata ?
3. Apakah metode bernyanyi huruf dan kata dapat meningkatkan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X ?".

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Peningkatan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X melalui metode bernyanyi huruf dan kata. Adapun secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Peningkatan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X melalui metode bernyanyi huruf dan kata..
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X sebelum menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata.
b. Untuk mengetahui kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X setelah menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata.
c. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X melalui metode bernyanyi huruf dan kata.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada berbagai pihak, diantaranya :
1. Manfaat Teoretis
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa terutama dalam kemampuan membaca dini anak melalui penggunaan metode bernyanyi huruf dan kata.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pengembangan bahasa khususnya kemampuan membaca dini anak usia Taman Kanak-kanak melalui penggunaan metode bernyanyi huruf dan kata.
b. Bagi orang tua
Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para orangtua bahwa menyanyi bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca dini anak.
c. Bagi guru dan pihak sekolah
Para guru dan pihak sekolah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk mengoptimalkan kegiatan menyanyi dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dini anak.
SKRIPSI PENGENALAN MINAT MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN GAMBAR

SKRIPSI PENGENALAN MINAT MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN GAMBAR


(KODE : PG-PAUD-0016) : SKRIPSI PENGENALAN MINAT MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN GAMBAR




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dunia modern ini tidak dapat dipisahkan dari dunia perbukuan. Peradaban manusia modern identik dengan peradaban buku, melalui buku kebudayaan manusia direkam, dilestarikan dan diteruskan ke generasi mendatang. Dunia kita memang benar adalah dunia buku.
Hampir semua orang yang melek huruf memerlukan buku. Sebagian orang memerlukan buku untuk memperlancar daya bacanya. Kaum terpelajar lainnya memerlukan buku, majalah dan koran-koran untuk menambah ilmu dan pengetahuan umumnya.
Minat baca berbanding lurus dengan kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang besar minat bacanya pastilah bangsa yang maju, mereka akan membaca di setiap kesempatan contohnya terlihat tidak hanya dalam perpustakaan umum dan pribadi tetapi juga di stasiun, kereta dan dalam perjalananpun mereka dapat membaca.
Apa sebenarnya yang diambil dari buku ? Jawabannya semua hal ada di dalam buku yaitu ilmu teknologi, kebudayaan, adat istiadat, nilai, sejarah, politik dan lain-lain. Siapa yang maju, pintar atau berlmu harus banyak membaca.
Membaca adalah gudang ilmu, ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan membaca. Keterampilan membaca menentukan hasil penggalian ilmu itu karena dapat kita katakan keterampilan membaca sangat dibutuhkan dalam dunia modern seperti sekarang ini, sebagaimana dikatakan dalam Tarigan dalam bukunya yang berjudul Membaca Ekspresif (1987) bahwa kemampuan membaca dengan baik merupakan prestasi seseorang yang paling berharga. Dunia kita merupakan dunia baca (Bond, Pinker dan Wasson, 1979 : 3). Semakin banyak kita membaca semakin banyak informasi yang kita peroleh dan banyak ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Di era globalisasi ini kemajuan IPTEK sudah semakin canggih, setiap orang mulai merasakan kecanggihan dan kenyamanan menggunakan berbagai macam teknologi itu, semakin meluasnya pemakaian media elektronik seperti radio, TV, perekam (tape recorder), komputer dan internet membuat orang lebih menyukai memperoleh informasi berita dan pengetahuan melalui media elektronik tersebut terutama televisi, orang lebih tertarik untuk menonton langsung atau mendengarkan cerita dari orang lain daripada harus membacanya sendiri, mereka beranggapan bahwa hal itu tidak praktis dan menyenangkan daripada haarus membaca buku.
Begitu pula anak, anak adalah individu yang unik mereka memiliki kemampuan dasar yang sangat menakjubkan untuk dikembangkan. Kemampuan dasar akan berkembang menjadi kemampuan potensial dan kemampuan riil. Apabila keunikan dan keberdayaan ini dihargai oleh orang-orang disekitarnya dan diberikan pengasuhan yang tepat. Pengasuhan yang dimaksud mencakup pemberian stimulasi edukatif (perangsangan pendidikan) yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pada dasarnya perkembangan yang mampu memberikan kesiapan kepada anak untuk mempersiapkan diri dalam menyongsong usia berikutnya.
Setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama baik dewasa maupun anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu "Tiap- tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Hal ini sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 28 yang menyatakan termasuk anak-anak berhak mendapat pendidikan baik yang diselenggarakan di jalur formal, non formal dan informal.
Pada dasarnya usia 3-5 tahun adalah masa kritis dalam kehidupan seorang anak. Masa yang sangat menentukan perkembanngan anak selanjutnya karena masa ini adalah masa keemasan bagi anak dalam belajar, masa peka untuk meletakkan dasar-dasar perkembangan seluruh potensi anak harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangannya tercapai secara optimal.
Diantara kemampuan-kemampuan anak yang harus dikembangkan salah satunya adalah menumbuhkan minat baca pada anak dimana membaca merupakan kecakapan fundamental anak yang paling penting yang akan selalu dipelajari. Membaca merupakan kesuksesan disekolah, di dunia kerja dan dalam kehidupan (Hainstock 2002 : 102). Pernyataan tersebut menunjukan bahwa tanpa latar belakang membaca yang baik, anak-anak akan mengalami kesulitan dimasa yng akan datang dan kesuksesan mereka dipertaruhkan.
Kemampuan membaca memang menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam konteks kehidupan umat manusia. Oleh karena itu membaca dini perlu diberikan pada anak sebagai salah satu usaha untuk menumbuhkan minat baca dan kebiasaan membaca serta menanamkan cinta buku pada anak.
Seorang anak yang berminat terhadap membaca dapat terlihat dari tindakan anak dalam melakukan aktivitas membaca. Tindakan-tindakan tersebut misalnya dengan mengunjungi tempat sumber bacaan.
Setiap anak memiliki minat baca yang berbeda-beda tergantung dari kesempatan anak tersebut untuk melakukan aktivitas membaca. Bila anak memiliki kesempatan membaca yang sangat banyak, maka anak akan memilki kesempatan yang sangat besar untuk memilih bahan bacaan yang disenanginya. Setelah anak menentukan bahan bacaan yang disenanginya maka anak akan melakukan kegiatan membaca dengan kesadaran sendiri tanpa harus dipaksakan.
Ada dua faktor yang mempengaruhi minat membaca anak yaitu faktor yang ada dalam diri anak yang meliputi usia, jenis kelamin, intelegensi, kemampuan membaca, sikap dan kebutuhan psikologi. Sedangkan faktor yang ada diluar diri anak yang meliputi ketersediaan jumlah buku-buku bacaan, jenis-jenis bukunya, status sosial ekonomi orang tua dan latar belakang etnis, pengaruh orangtua, guru dan teman sebaya.
Untuk menumbuhkan minat baca pada anak, guru dan orangtua dalam pembelajarannya menggunakan beberapa media, salah satunya dengan media gambar.Gambar merupakan alat visual yang penting dan mudah didapat sebab memberi penggambaran yang konkrit tentang masalah yang di gambarkannya. Gambar telah lama digunakan sebagai media untuk belajar dan mengajar serta dapat digunakan dengan efektif dan mudah. Gambar-gambar yang digunakan sebgai alat peraga dapat dikumpulkan dari majalah-majalah, surat kabar, kalender, buletin atau media-media informasi lainnya serta dapat juga dibuat oleh guru sendiri sebelum kegiatan belajar mengajar. Gambar-gambar yang diambil dari mass media (surat kabar, majalah, buletin) harus disesuaikan dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan pada anak.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1976 : 81-82) bahwa nilai gambar dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
- Gambar bersifat konkrit
- Gambar mengatasi batas ruang dan waktu
- Gambar mengatasi kekurangan daya mampu panca indera manusia
- Gambar dapat digunakan untuk menjelaskan suatu masalah
- Gambar mudah didapat dan dibuat
- Gambar mudah digunakan baik untuk individu maupun untuk kelompok.
Dalam penulisan ini penulis memfokuskan pada penggunaan media gambar sen karena gambar sen merupakan alat visual yang mudah didapat dan besar manfaatnya untuk merangsang anak belajar.
Sulaeman dalam Kunaefi menyatakan tentang pengertian gambar seri sebagai berikut : "Gambar merupakan salah satu bentuk media gambar yang memiliki suatu urutan tertentu yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian dan dapat pula berbentuk suatu cerita tersusun. Media gambar berseri sangat cocok digunakan untuk membentuk fikiran yang teratur".
Secara teoritis pembelajaran membaca memang dapat dimulai sejak anak usia prasekolah. Pada usia ini anak sudah memiliki karakteristik perkembangan bahasa yang memungkinkannya untuk diberi pelajaran membaca oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Gambar.

B. Rumusan Masalah
Upaya meningkatkan minat membaca pada anak usia prasekolah dengan menggunakan media gambar, penulis menggunakan media ini dengan tujuan agar anak tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran, juga karena media ini mudah didapat dan tidak rumit dalam pembelajarannya. Oleh karena itu skripsi yang akan penulis susun berjudul "Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Gambar".
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskannya sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari minat membaca pada anak usia prasekolah ?
2. Bagaimana gambaran minat membaca permulaan pada anak usia prasekolah saat ini dan minat membaca setelah dilakukan intervensi ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat membaca bagi anak usia prasekolah ?
4. Apakah penggunaan media gambar dapat menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah ?
5. Bagaimana cara menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah melalui gambar ?
6. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh guru dalam menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan guru dalam menumbuhkan minat membaca pada anak prasekolah.
b. Memperoleh data tentang berapa banyak anak yang berminat pada buku.
c. Strategi yang digunakan orangtua atau guru dalam menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak sebagai masukan bagi lembaga terkait dalam upaya peningkatan kualitas keterampilan di masa yang akan datang sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan.
b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain sehingga timbul keinginan untuk meneliti lebih lanjut.
c. Sebagai pengalaman berharga dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan metodologi penelitian.
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak.
SKRIPSI EFEKTIVITAS METODE BERCERITA DENGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSA KATA BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK TK

SKRIPSI EFEKTIVITAS METODE BERCERITA DENGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSA KATA BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK TK


(KODE : PG-PAUD-0015) : SKRIPSI EFEKTIVITAS METODE BERCERITA DENGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSA KATA BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK TK




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Bahasa merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain. Mustakim (2005 : 123) "Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi, hal ini dimaksudkan bahwa semua pernyataan pikiran, perasaan, dan kehendak seseorang kepada orang lain menggunakan bahasa".
Kemampuan berbahasa menjadi sebuah kebutuhan bagi anak TK, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain lewat bahasa yang ia pelajari dari proses mendengar dan melihat sehingga mereka dapat mengenal bahasa dan mengucapkan bahasa tersebut.
Menurut Depdiknas (2003 : 105) fungsi pengembangan bahasa bagi anak TK adalah : (a) Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan. (b) Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak. (c) Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak. (d) Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.
Terkait bahwa bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan, maka perkembangan bahasa sejalan dengan bagaimana lingkungan memberikan pengetahuan tentang berbagai bahasa yang mereka temui setiap hari. Melalui kegiatan menonton TV, bermain dan ketika mengikuti proses pembelajaran di sekolah mereka mengenal ada bermacam-macam bahasa, seperti bahasa daerah, bahasa Indonesia bahkan bahasa asing.
Kemampuan anak untuk mengetahui dan menguasai bahasa asing menjadi sebuah kebutuhan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sebagian besar bersumber dari negara-negara asing, oleh karenanya pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris telah diperkenalkan kepada anak dari SD. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan agar bahasa Inggris diperkenalkan sejak dari sekolah dasar. Hal ini ditetapkan di dalam lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 tahun 2006, tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar bahasa Ingris untuk SD.
Pada kenyataannya bahasa Inggris tidak hanya diberikan kepada anak SD tetapi juga di Taman Kanak-Kanak, karena didorong oleh keyakinan bahwa anak usia TK merupakan usia emas, saat yang tepat untuk anak-anak menyerap berbagai informasi dan mempelajari berbagai kemampuan.
"Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ahli neurosains di Eropa menyatakan bahwa proses mempelajari bahasa asing mengubah anatomi otak. "Grey area" yaitu bagian otak yang mengolah informasi, dalam proses ini berkembang seperti layaknya pembentukan otot dalam sebuah latihan badan, dengan kata lain, otak diajak "berolahraga" dengan belajar bahasa asing". Dydy (2005 : 1).
Hubungan antara belajar bahasa asing dengan perkembangan otak merupakan topik yang banyak diteliti oleh para ahli neurosains. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan berbagai pengaruh mempelajari bahasa asing bagi perkembangan otak, diantaranya adalah sebagai berikut :
(1)" Anak-anak yang mengikuti program bahasa asing cenderung menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif, kreativitas dan "divergent thingking" dibandingkan anak-anak yang monolingual. (2) Beberapa study menunjukkan bahwa mereka yang menguasai lebih dari satu bahasa memiliki skor lebih baik dalam tes kemampuan verbal dan nonverbal. (3) Studi di Canada, India dan Hongkong menyatakan bahwa penutur bilingual lebih mampu menghadapi gangguan perhatian (distraction)'' Dydy (2005 : 1)
Pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif anak saja namun bagi perkembangan bahasa anak itu sendiri. Menurut Musfiroh (2008 : 7) "Perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis yakni mengenal dan memproduksi suara". Dengan mempelajari bahasa Inggris anak mengenal bahasa, juga memproduksi suara, yakni dalam kegiatan meniru dalam pengucapan kata-kata bahasa Inggris.
Standar kompetensi lulusan anak TK dalam kurikulum 2004 adalah : Membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Pembelajaran di TK merupakan pengenalan anak dengan dunia luar, anak berkenalan dengan lingkungan di luar orangtua dan keluarga di rumah. Oleh karenanya guru membantu anak dengan mengenalkan segala hal yang ada di lingkungannya untuk siap memasuki pendidikan dasar, salah satunya dengan pengenalan bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Inggris di TK diperkenalkan kepada anak sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar.
Bahasa Inggris memiliki perbedaan dengan bahasa Indonesia. Oleh karenanya pemilihan dan penggunaan metode merupakan salah satu komponen penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di TK.
Metode yang dibutuhkan adalah metode yang dapat memberikan rasa senang dan pengalaman langsung sehingga anak tidak merasa bosan, bingung, dan terbebani dengan pembelajaran tersebut. Salah satu metode yang dapat menstimulus anak dalam pengenalan bahasa Inggris di TK adalah metode bercerita. Menurut Moeslichatoen (2004 : 24) "metode - metode yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK yaitu bermain, karyawisata, bercakap-cakap, bercerita, ...".
Bercerita merupakan salah satu kegiatan yang anak senangi. Ketika bercerita anak menyimak dan belajar bagaimana hubungan kata-kata yang didengar dalam peristiwa pada cerita tersebut. Dengan kata lain anak memperoleh kosakata langsung dengan makna kata yang terkandung didalamnya. Menurut Musfiroh (2008 : 86) :
"Mendengar cerita sama artinya dengan melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi-bunyi yang bermakna diujarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks dan koteks berfungsi dalam makna".
Bercerita merupakan kegiatan menyampaikan amanat atau pesan melalui sejumlah kata-kata, dengan cara yang menarik melalui media atau nonmedia oleh pencerita kepada pendengar sehingga pesan yang dimaksudkan dapat dimengerti. Selain itu dari kegiatan bercerita si pencerita mengeluarkan banyak kosakata sehingga anak-anak memperoleh kata kata baru dari kegiatan menyimak cerita tersebut.
Perkembangan kosakata merupakan salah satu dari perkembangan bahasa yang pada usia anak-anak inilah perkembangan tersebut mengalami peningkatan.
Menurut Hurlock (1997 : 113) "anak pada usia 2 tahun telah mengenali sekitar 200 kata dan meningkat sekitar 2200 kata pada usia 5 tahun".
Dalam bercerita perkembangan kosakata anak dipengaruhi oleh lingkungan atau suasana yang dibangun dalam cerita tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Musfiroh (2008 : 49)
"Pertumbuhan kosakata anak dipengaruhi oleh pajanan lingkungan (exposure) yang dalam psikoliguistik dikenal dengan istilah "prinsip here and now", semakin banyak pajanan kata, semakin banyak kemungkinana anak mengakuisisinya, tuturan yang dihasilkan anak pun semakin kaya".
Lebih lanjut Musfiroh (2008 : 50) berpendapat bahwa "Bercerita dipandang sebagai salah satu metode pengembangan kosakata anak yang tepat untuk diterapkan di Taman Kanak-Kanak".
Hal tersebut didukung oleh Bunanta (2005 : 2) "Dalam dunia pengajaran dan bahasa, teknik mendongeng atau bercerita, terutama dalam bahasa Inggris ini merupakan salah satu cara untuk melatih kepercayaan diri dan lafal dalam penggunaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya".
Bercerita dapat disampaikan kepada anak-anak melalui media atau non media. Salah satu bercerita dengan media adalah menggunakan buku cerita bergambar, dengan adanya media akan mempermudah materi sampai kepada anak karena proses pengajaran tidak membosankan hal ini dukung oleh Nana Sudjana (2007 : 2) Mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa.
(1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. (2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. (3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. (4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan Iain-lain.
Bercerita menggunakan buku cerita bergambar merupakan satu teknik yang dapat dilakukan guru dalam mengajarkan kata-kata baru kepada anak-anak sesuai apa yang dikemukakan oleh Nation (1990 : 51 dalam Cameron 2001 : 85) 'listed basic techniques by which teachers can explain the meaning of new words, all of which can be used in the young learner classroom : by demonstration or picture... (7)pictures from books....
Teknik dasar yang mana guru dapat menjelaskan arti dari kosakata baru, semua dapat digunakan di dalam kelas usia dini yaitu dengan mendemonstrasikan atau gambar... atau menggunakan gambar dari buku.
Menggunakan buku cerita bergambar dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk dapat mengetahui kosakata bahasa Inggris karena anak-anak dapat mendengar cerita dan melihat gambar dalam buku cerita tersebut. Menurut Musthafa (2008 : 11) :
"Children love to hear the language of storybooks. This language can enhance the oral English they have been using in the classroom. The picture and your expression help children to understand the vocabulary and the story. Children can see and hear the English they have learned come alive through storybook characters".
Anak-anak senang mendengarkan bahasa dari buku cerita. Bahasa ini dapat melatih kemampuan berbicara bahasa Inggris yang telah mereka gunakan di dalam kelas. Gambar dan ekspresimu dapat membantu anak untuk memahami kosakata dan cerita. Anak-anak dapat melihat dan mendengar bahasa Inggris yang telah mereka pelajari dengan nyata melalui karakter buku cerita".
Sebuah penelitian di Jepang oleh Sachiyo Kajikawa berhasil membuktikan bahwa bayi yang berusia sembilan bulan pun telah dapat mengingat kata-kata dari buku cerita yang dibacakan untuknya. Ia bereksperimen dengan kisah Thumbelina yang dibacakan keras-keras oleh seorang wanita (Masakata Nobuo 2002 : 1).
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti diketahui bahwa TK X merupakan salah satu Taman Kanak-Kanak yang memberikan muatan lokal bahasa Inggris kepada anak didiknya namun wawancara dengan guru TK tersebut bahwa anak-anak kelas A belum cukup menguasai kosakata angka dan kosakata binatang bahasa Inggris dengan baik.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang penting mengembangkan metode bercerita untuk meningkatkan kemampuan anak dalam penguasaan kosakata bahasa Inggris. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis mengadakan penelitian yang berjudul "Efektivitas Metode Bercerita Dengan Buku Cerita Bergambar Dalam Meningkatkan Penguasaan kosa kata Bahasa Inggris untuk Anak TK"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana efektivitas metode bercerita dengan buku cerita bergambar dalam meningkatkan penguasaan kosa kata bahasa inggris untuk anak TK". Dengan batasan masalah penguasaan kosakata angka dan kosakata binatang dengan metode bercerita menggunakan buku cerita bergambar. Secara lebih rinci rumusan masalah diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sebelum menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar ?
2. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sesudah menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar ?
3. Apakah metode bercerita dengan buku cerita bergambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X secara signifikan ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode bercerita dengan buku cerita bergambar dalam meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris untuk anak TK. Secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
1. Mengetahui penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sebelum menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
2. Mengetahui penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sesudah menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
3. Mengetahui metode bercerita dengan buku cerita bergambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X secara signifikan.
TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


(KODE : PASCSARJ-0144) : TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal.
Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
Pendidikan secara umum adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaqnya, sejak dilahirkan hingga dia mati. Atau usaha sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut Aristoteles (Filosof terbesar dari Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media) yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua.
Dalam khadist Nabi saw juga diterangkan masalah pendidikan yang artinya : "Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai keliang kubur. Dan juga, Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi tiap muslim dan muslimat." Al-Qur'an menjamin kesuksesan bangsa mana pun yang menempuh cara/jalan-jalan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an itu. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menganjurkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan agama merupakan masalah yang penting dan tidak dapat ditinggalkan oleh setiap individu, baik sebagai anggota masyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan melaksanakan pendidikan, dalam arti ia dapat dididik dan dapat mendidik untuk menjadi manusia yang beriman dan berakhlaqul karimah. Hakikat pendidikan ini selaras dengan tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah SWT, sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56, yang berbunyi :
Artinya : "Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz Dzariyat 56)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Islam memandang pendidikan agama Islam sebagai suatu keharusan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menjaga agar setiap generasi menjadi insan yang mengabdi dan menghamba kepada Allah dengan mengemban tugas sebagai “Khalifah fil ard”. Nilai pendidikan terutama pendidikan agama Islam seharusnya dapat membentuk peradaban seseorang, karena makin banyak nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan padanya, maka makin besar kemungkinan ia untuk lebih beradab. Dengan demikian makin tinggi penanaman nilai-nilai pendidikan agama suatu bangsa, maka makin tinggi pula peradaban bangsa tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang republik Indonesia Dalam Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN, 20/2003) dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional."
Sebutan sekolah bertaraf internasional (SBI) kini makin banyak di negeri ini. Dulunya hanya terdapat di kota-kota besar, kini telah merambah ke berbagai daerah. Biaya pendidikannya sangat mahal. SBI bertujuan untuk meningkatkan kualitas lulusan. Namun dalam menetapkan tarif pendidikannya tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan pemerataan masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan yang murah dan berkualitas. Karena biaya pendidikan yang mahal tentu sangat tidak ramah pada kelompok masyarakat miskin. Namun sikap pengelola SBI dan pemerintah terus saja menebar janji untuk dan demi kepentingan peningkatan kualitas.
Bertitik tolak dari rumusan di atas, bahwa agama Islam dan Pancasila yang merupakan landasan bagi sistem pendidikan nasional bertemu dalam satu tujuan yaitu mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa . Sistem pendidikan nasional harus mengacu pada rumusan yang ada pada kedua dasar tersebut. Sistem pendidikan nasional akan banyak memegang peran penting terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama. Berbagai model kurikulum telah dicoba dalam mencapai tujuan pendidikan agama secara optimal. Cuma persoalannya, di samping harus mengikuti GBPP, apakah guru agama cukup kreatif dan inovatif guna menghasilkan tujuan pengajaran secara maksimal?
Pendidikan agama sebagai bidang studi mempunyai tujuan instruksional umum, yakni : Mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa, supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan agama di atas, maka seorang guru agama dituntut untuk membantu meningkatkan keberhasilan mengajarnya dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni ia harus mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan selalu bertambah selaras dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini ia harus menyesuaikan sistem mengajarnya terhadap anak didik. Terlepas dari acuan dan pedoman kurikulum yang telah ditetapkan, ia juga dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai guru.
Kemantapan dalam bekerja hendaknya merupakan karakteristik pribadinya, sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai pendidik, kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui proses belajar yang sengaja diciptakan.
Salah satu contohnya adalah SMP X yang merupakan lembaga yang mendidik siswanya sadar akan kewajiban sebagai hamba Allah dan anggota masyarakat dengan melalui pengajaran agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatannya yang bersifat positif, seperti yang telah dilakukan oleh murid-murid SMP X yakni seperti peringatan hari besar Islam (PHBI), Study Club Islam, serta kajian ke-Islaman lainnya.
Dari sinilah letak keinginan penulis untuk mengetahui sejauh mana aktivitas guru agama SMP X dalam upaya menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam di SMP X.
Oleh karena itu penulis mengangkat tema tersebut dalam Tesis yang berjudul "Karakteristik Pendidikan Agama Islam Di SMP X". Salah satu proses dalam konsep Pendidikan Agama Islam adalah menyusun faktor penentu keberhasilan yang diawali dengan mengkaji lingkungan strategis yang meliputi kondisi, situasi, keadaan peristiwa dan pengaruh-pengaruh yang berasal dari dalam maupun dari luar. Lingkungan internal dan eksternal mempunyai dampak pada kehidupan dan kinerja seluruh komponen yang terlibat pada pendidikan khususnya Pendidikan Islam, mencakup kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan tantangan eksternal.
Ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur'an, Al-Sunnah, ijtihad para ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada sumber-sumber ajaran Islam tersebut. Pendidikan Islam merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, pendidikan Islam memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan, yang teori-teorinya didasarkan pada nilai-nilai Islam.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang sistematis dalam mengembangkan fitrah beragama peserta didik, sehingga mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global
Demikian pula dengan visi ilmu pendidikan Islam secara umum, sesungguhnya melekat pada visi ajaran Islam itu sendiri yang terkait dengan visi kerasulan para nabi, yaitu membangun sebuah tatanan kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah serta membawa rahmat bagi seluruh alam
Adapun karakteristrik pendidikan Islam pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sifat dan karakteristik ajaran Islam. Beberapa sifat dan karakteristik tersebut, antara lain : Pertama, bersifat terbuka. Ukuran kebaikan dan ketakwaan di hadapan Tuhan, bukan ditentukan karena berasal dari Barat atau Timur, dari Arab atau bukan Arab ('Ajam), tetapi didasarkan pada kesesuaiannya dengan nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak yang mulia, serta berkepribadian kokoh. Kedua, bersifat fleksibel. Hal ini sesuai dengan karakter nilai-nilai ajaran Islam yang shalih li kulli zaman wa makan. Ketiga, bersifat seimbang/proporsional (tawazun). Bahwa berdasarkan realitas dan sifat dasar manusia sebagai makhluk individual dan sosial, jasmani dan rohani, makhluk yang berkecendemngan pada kebaikan dan kebumkan, memiliki akal dan nafsu, maka pendidikan Islam yang berdasarkan ajaran Al-Qur'an berpijak pada keseimbangan dalam memerlakukan selumh potensi yang dimiliki manusia secara adil, seimbang dan proporsional. Dan keempat, bersifat rabbaniyyah, yakni bahwa selumh komponen pendidikan Islam didasrkan pada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, sehingga jauh dari sifat sekularistik dan hedonistik. Dengan demikian, selumh aspek pendidikan Islam, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, gum, dan sebagainya semata-mata diorientasikan pada tujuan kepatuhan, ketundukan dan ketaatan pada Allah, jauh dari tujuan-tujuan yang menyimpang dan menyesatkan, senantiasa berpegang pada kebenaran dan bimbingan Tuhan .5 Seseorang pendidik juga hams mempelajari dan memahami dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral bagi anak didik. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang. Dalam pembianaan moral agama memiliki peranan yang sangat penting, karena nilai moral yang bersumber dari agama bersifat tetap dalam setiap dimensi waktu dan tempat. Berbeda dengan nilai social kemasyarakatan yang bersifat relatif tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap baik atau sopan di suatu daerah namun di tempat lain pandangan itu dapat berubah menjadi tidak baik atau tidak sopan.
Dengan demikian nyatalah betapa pentinganya psikologi agama bagi duniawi pendidikan. Untuk meraih kualitas insan paripurna, dalam dunia pendidikan dan psikologi banyak sekali dikembanghkan program pelatihan pengembangan diri pribadi. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan aspek psikososial yang positif dan mengurangi aspek negatif.
Dewasa ini, sistem pendidikan produk modernisme maupun post-modernisme terbukti telah gagal dalam membangun peradaban manusia saat ini. Modernisasi dengan berbagai dimensi yang dibawanya telah melahirkan berbagai krisis manusia modern. Realitas kehidupan yang sedang atau telah memasuki the post industrial society melahirkan penderitaan dan penyakit psikologis yang semakin parah. Implikasinya membentuk penyakit mental, yakni dengan semakin membuat manusia bingung dengan dirinya sendiri. Dekonstruksi ontologis, epistemologis dan aksiologis pendidikan barat menjadi keniscayaan untuk mengembalikan manusia modern ke dalam pusat lingkaran eksistensinya. Dari aspek ekonomi, pendidikan barat dikembangkan untuk memenuhi kepentingan kapitalistik mereka yang di antara akibatnya adalah mempercepat kematian manusia. Ketidakmampuan pendidikan barat, melahirkan harapan besar umat muslim untuk mengangkat pendidikan Islam sebagai tawaran alternatif pengganti paradigma pendidikan barat. Hal ini disebabkan pendidikan Islam mampu mengintegrasikan ketiga dimensi kemanusiaan ke dalam satu bingkai konstruksi integral dan saling menunjang, yaitu visi Ilahiyah, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai material . Karena itu parameter kebenaran dalam ilmu tarbiyah (pendidikan) Islam tidak semata-mata (dapat) dipotret dari kaca mata teori koherensi, korespondensi, dan pragmatisme, namun idealnya ilmu tarbiyah meniti jalan kebenaran idealitasnya sendiri yang jauh melampaui kebenaran-keberanan "ala kebenaran tradisi ilmiah barat"
Para pakar pendidikan Islam meyakini, bahwa untuk mewujudkan pendidikan Islam yang ideal maka mutlak diperlukan pembaruan-pembaruan dalam berbagai dimensi. Cita-cita mewujudkan pendidikan Islam ideal baru bisa dicapai bila -pertama-tama - ada upaya membangun epistemologinya. Sebab problem utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya. Epistemologi pendidikan Islam perlu dirumuskan secara konseptual untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian epistemologi pendidikan Islam sangat berperan dalam "membuka jalan" bagi temuan-temuan khazanah pendidikan Islam yang dapat dirumuskan secara teoritis dan konseptual.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Gambaran Umum SMP X
2. Bagaimana Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X
3. Bagaimana Pelaksanaa Pendidikan Agama Islam di SMP X

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk Gambaran Pendidikan Agama Islam di SMP X.
2. Untuk mengetahui Pelaksanaan yang dilakukan oleh guru agama di SMP X.
3. Untuk mengetahui dampak terwujudnya guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama di SMP X.

D. Batasan Masalah
Untuk menghindari bahasan yang luas maka penelitian hanya di lakukan di SMP Plus al Kautsar dengan beberapa batasan sebagai berikut :
1. Karakteristik Pendidik yang dimaksud di sini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan proses belajar mengajar khususnya kompetensi profesional.
2. Pembelajaran yang akan dikaji adalah evaluasi formatif Pendidikan Agama Islam yang pada pelaksanaannya lebih dikenal dengan Ulangan Harian.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan beberapa manfaat sebagai berikut ;
1. Bagi Peneliti
Diharapkan menambah wawasan pengetahuan dan khasanah keilmuan khususnya dalam bidang Karakteristik pendidikan islam yang diterapkan di sekolah .
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Merupakan sumbangan informasi yang berguna sebagai umpan balik bagi lembaga pendidikan, guru, kepala sekolah berkaitan dengan pelaksanaan Karakteristik pendidikan islam di SMP X agar kualitas dan Prestasi belajar siswa di sekolah semakin baik dan meningkat.
3.Bagi Perguruan Tinggi
Manfaat yang diperoleh bagi Program Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Islam adalah untuk memberikan wawasan baru tentang Karakteristik pendidikan islam.
4.Manfaat Teoritis
Dapat diketahui konsep dan strategi yang benar tentang Karakteristik pendidikan islam,berdasarkan pengalaman dan penerapan di sekolah, yang pada akhirnya mungkin dapat ditemukan teori-teori baru yang bisa digunakan untuk melengkapi ataupun penyempurnaan teori yang sudah ada.

F. Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini di kemukakan : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, Penjelasan Masalah, Manfaat Penelitian, Lokasi Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Kajian Teori tentang : Paradigma baru dalam pendidikan islam, Pentingnya guru dalam pengajaran, Profesionalisme Guru, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Keberhasilan Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Upaya Guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam
Bab III Laporan Hasil Penelitian : Gambaran Umum SMP X, Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X, dampak pelaksanaa pendidikan agama di SMP X.
Bab IV Penyajian dan Analisa Data
Bab V Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(KODE : PEND-AIS-0071) : SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Masalah seputar kehidupan anak telah menjadi perhatian sejak lama. Apalagi di era globaliasasi saat ini, seiring dengan pergeseran pranata sosial yang mengakibatkan maraknya tindakan asusila dan kekerasan, maka diperlukan adanya perlindungan terhadap hak-hak anak khususnya anak-anak Indonesia.
Akhir-akhir ini sering sekali kita mendengar terjadinya kekerasan terhadap anak. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Di televisi juga pernah marak diberitakan mengenai siswa yang melakukan kekerasan pada siswa lainnya, contohnya kasus IPDN, dan lain-lain. Hal ini, tentu mengejutkan bagi kita. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah masih banyak terjadi kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh sesama siswa, guru atau pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah pun kekerasan dapat terjadi, hal itu dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan anak-anak yang selalu menjadi korbannya. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak seperti contoh, anak akan berkarakter keras, acuh tak acuh, penakut dan masih banyak lagi.
Menurut Rini (2008), di sekolah perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah maupun masyarakat pun perlu diciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
Hal itu selaras dengan pasal 54 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang berbunyi : "Anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lenmbaga pendidikan lainnya".
Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan anak baik dalam lingkungan pendidikan formal, informal maupun non formal sangatlah diperhatikan oleh pemerintah utamanya oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia. Dimana anak harus merasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah anak, yaitu membuat suasana yang aman, nyaman, sehat dan kondusif, menerima anak apa adanya, dan menghargai potensi anak. Dengan demikian anak bukan lagi sebagai obyek dalam pendidikan namun sebagai subyek, anak bebas berkreasi dalam belajar dengan suasana lingkungan pendidikan yang penuh kasih sayang.
Minimal ada 5 (lima) indikasi sebuah kawasan hidup yang berada dalam kategori ramah anak :
1. Anak terlibat dalam pengambilan keputusan tentang masa depan diri, keluarga, dan lingkungannya.
2. Kemudahan mendapatkan layanan dasar pendidikan, kesehatan dan layanan lain untuk tumbuh kembang.
3. Adanya ruang terbuka untuk anak dapat berkumpul, bermain, dan berkreasi dengan sejawatnya dengan aman serta nyaman.
4. Adanya aturan yang melindungi anak dari bentuk kekerasan dan eksploitasi.
5. Tidak adanya diskriminasi dalam hal apapun terkait suku, ras, agama, dan golongan.
Dari 5 (lima) aspek tersebut dapat tercipta Pendidikan Ramah Anak dengan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan penuh kasih sayang sebab hubungan yang terjalin dengan rasa cinta dan kasih sayang antara anak dengan guru, orang tua, maupun teman sebayanya sangat berpengaruh dalam perkembangan dan pembentukan karakter anak yang baik. Karena pendidikan sebagai hak anak adalah kewajiban pertama ada pada pundak orang tua yang bekerjasama dengan guru sebagai pembimbing dan pengarahnya.
Dalam pendidikan Islam, pendidikan ramah anak itupun diterapkan. Sebab dalam pendidikan Islam anak merupakan sejuta energi yang akan menguatkan ikatan cinta, ikatan asa, dan ikatan-ikatan lain. Dalam Islam anak juga memiliki hak yang di tuntut dari orang tua. Diantara hak anak dari orangtua adalah :
1. Hak memperoleh kasih sayang dan perhatian.
2. Hak memperoleh bimbingan.
3. Hak mengutarakan dan di dengarkan pendapatnya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kamudian apabila kamu telah membulat tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa kepada-Nya." (QS. Ali-Imran : 159)
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul "POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ".

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :
1. Bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak ?
2. Bagaimana tinjauan pendidikan Islam dalam pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak?
3. Adakah perbedaan pola pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak.
2. Mengetahui pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam.
3. Mengetahui ada dan tidaknya perbedaan dan persamaan pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam.

D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapakan, yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat akademis adalah :
a. Khazanah ilmiah bagi Fakultas Tarbiyah.
b. Salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan agama Islam.
2. Manfaat teoritis adalah : menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam masalah pendidikan ramah anak.
3. Manfaat praktis adalah :
a. Sebagai bahan acuan dalam pola asuh anak bagi orang tua.
b. Sebagai panduan bagi para calon pendidik maupun pendidik dalam melaksanakan proses balajar mengajar.
c. Sebagai bahan acuan bagi anak dalam bersosialisasi dalam masyarakat.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis mengorganisasikan sistimatika pembahasan sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan, meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian terdiri dari; jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik penelitian data, dan teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak, terdiri dari : pengertian anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, konsep karakter anak meliputi : pengertian karakter, ciri-ciri karakter anak dan pola pembentukan karakter anak. Dan konsep pendidikan ramah anak meliputi; pengertian pendidikan ramah anak, dan pola pendidikan ramah anak.
Bab ketiga adalah landasan teori meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam, meliputi : pengertian anak dalam Islam, konsep karakter dalam pendidikan Islam, terdiri dari; pengertian karakter anak dalam Islam dan pola pembentukan karakter anak dalam pendidikan Islam. Dan konsep ramah anak, terdiri dari; pengertian pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam dan pola pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam.
Bab keempat analisis data meliputi; analisis pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum, pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam, dan analisis konsep pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan Islam.
Bab kelima adalah penutup meliputi : kesimpulan dan saran-saran. Dan dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA


(KODE : PEND-AIS-0070) : SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai kenakalan siswa adalah masalah yang dirasakan sangatlah penting dan menarik untuk dibahas dan juga harus ditangani secara terpadu dan menyeluruh . Hal ini disebabkan pada masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan masa kegoncangan yang sangat menentukan keadaan masa depannya, atau masa pencarian jati diri, pada usia SMP adalah masa-masa pubertas awal yang dialami hidupnya.
Kualitas kehidupan manusia dalam suatu bangsa dewasa ini adalah sangat ditentukan oleh kualitas para pemudanya, bahkan ditentukan oleh kualitas anak-anaknya, oleh karena itu tuntutan akan pendidikan dewasa ini semakin meningkat. Dikarenakan dorongan yang sangat kuat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sedemikian rupa, maka tidak bisa diabaikan bahwa pendidikan itu memegang peranan penting dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan tujuan dari pendidikan itu akan mudah tercapai manakala para pemudanya secara sadar memahami pentingnya suatu pendidikan.
Namun dewasa ini, banyak kita lihat keanekaragaman kenakalan yang dilakukan para remaja sehingga berdampak pula pada tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Kenakalan yang dilakukan para siswa bisa juga kita sebut dengan delinquency siswa, dimana dalam konsep psikologi delinquency berarti kejahatan. Dalam kaitan ini pembatasan dari para ahli hukum Anglo Saxon dapat diterima, bahwa delinquency siswa berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.
Sehari-hari kita sering mendengar bahwa anak-anak yang suka berkelahi dan bertengkar sesama kawannya serta mengeluarkan perkataan yang kotor adalah anak nakal. Apabila kita klasifikasikan secara keseluruhannya, maka ini menimbulkan suatu pengertian "kenakalan anak-anak". Jika yang dipersoalkan sekarang ialah tentang perbuatan kenakalan, maka yang manakah dan yang bagaimanakah yang dirasakan merupakan "kenakalan anak" tersebut, sehingga perlu ditanggulangi secara serius yang mendalam oleh tiap negara.
Fuad Hasan, dalam hal ini mengemukakan pendapatnya antara lain sebagai berikut : "Delinguency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindakan kejahatan."
Thung Tjip Nio, SH, Hakim khusus pada Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta untuk perkara anak-anak mengatakan, "Definisi ini tergantung dari sudut mana kita memandang problema ini, seorang sosiolog akan memberi definisi yang berlainan ".
Dari pendapat-pendapat para ahli ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa delinquency mempunyai sifat yang dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan anti-sosial. Kenakalan ini diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum.
Menurut William C. Kvareceus, ada juga bentuk kenakalan yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum. Kenakalan ini disebut dengan Hidden Delinquency. Diantaranya yaitu :
1. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. Misalnya : pisau, pistol.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertangggung jawab.
8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan.
9. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya.
Sedangkan kenakalan yang dapat digolongkan pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, misalnya :
1. Berjudi sampai mempergunakan uang taruhan atau benda yang lain.
2. Mencuri, mencopet, menjambret, merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.
3. Peggelapan barang.
4. Penipuan dan pemalsuan.
5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan.
6. Perbuatan yang merugikan orang lain.
7. Percobaan pembunuhan.
8. Pengguguran kandungan.
9. Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian.
Kegiatan pendidikan di sekolah, sampai saat ini masih merupakan wahana sentral dalam mengatasai berbagai bentuk kenakalan remaja yang terjadi. Oleh karena itu segala apa yang terjadi dalam lingkungan di luar sekolah, senantiasa mengambil tolak ukur aktivitas pendidikan dan pembelajaran sekolah. Hal seperti ini cukup disadari oleh para guru dan pengelola lembaga pendidikan, dan mereka melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan memaksimalkan kasus-kasus yang terjadi akibat kenakalan siswanya melalui penerapan tata tertib, pembelajaran moral, agama dan norma-norma susila lainnya.
Pelajar dan pemuda muslim yang kini merupakan mayoritas kawula muda di Indonesia, wajar dan sangat tepat jika senantiasa membina diri, hingga akhirnya memiliki karakter Islami yang penuh dengan keluhuran dan kemuliaan agar tidak terjebak dalam hal-hal yang dilanggar oleh syari'at agama.
Menurut penelitian KOMNAS perlindungan anak, angka prosentase remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah mencapai hingga 62,7%, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks, 97,0% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno.
Sedangkan badan narkotika nasional mencatat jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4.000.000 pengguna dan 20% diantaranya adalah pelajar, 70% siswa SMP dan SMA di 12 kota besar pernah mendapatkan tawaran narkoba dari temannya dan 83.000 pelajar pengguna narkoba (SD, SMP, dan SMA) di 12 kota besar.
Melihat data diatas, pemerintah berupaya memberikan solusi dengan menawarkan sistem baru yang berupa pendidikan berkarakter dengan tujuan meminimalisir jumlah prosentase diatas. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
Diharapkan dari pendidikan karakter ini, lebih-lebih internalisasi nilai-nilai Islami, siswa dapat mencontoh sikap nabinya, Muhammad SAW yang memang menjadi suri tauladan bagi kita, sebagaimana firman Allah :
"Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Ahzab (33) : 2)
Kedudukan guru dalam setiap mata pelajaran memiliki peran yang sangat penting dan turut serta mengatasi terjadinya kenakalan siswanya, sebab setiap guru merupakan sosok yang bertanggung jawab langsung terhadap pembinaan moral dan menanamkan norma hukum tentang baik dan buruk serta tanggung jawab seseorang atas segala tindakan yang dilakukan baik di dunia maupun di akhirat.
Namun, tidak hanya guru yang harus terbebani dengan semua ini, segala aspek harus ikut andil dalam mewujudkan pendidikan karakter ini, terlebih orang tua, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Tahrim (66) : 6 :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan "
Secara moralistik, pendidikan karakter merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan Ibnu Maskawaih yang sangat tegas menjelaskan bahwa materi pendidikan tersebut adalah nilai-nilai akhlakul karimah. Adapun sejumlah nilai yang harus ditanamkan adalah kejujuran (shidiq), kasih sayang (ar-rahman), tidak berlebih-lebihan (qana'ah), menghormati kedua orang tua (birrul walidain), memelihara kesucian diri (al-iffah) dan bertaqwa.
Mengingat betapa pentingnya peranan remaja sebagai generasi muda bagi masa depan bangsa. Maka masalah tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mencanangkan pendidikan karakter untuk menaggulangi terjadinya delinquency siswa. Oleh karena itu penulis terdorong untuk meneliti dengan judul : "PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA DI KELAS VIII SMP X".

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa persoalan yang perlu diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana karakter siswa kelas VIII dalam pendidikan karakter mata pelajaran PAI di SMP X?
2. Bagaimana bentuk-bentuk delinquency siswa kelas VIII SMP X?
3. Adakah pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa kelas VIII SMP X?

C. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui atau mendeskripsikan nilai-nilai karakter dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP X.
2. Ingin mengetahui bentuk-bentuk delinquency siswa SMP X.
3. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X.

D. Manfaat Penelitian
Selain untuk mencapai tujuan yang diharapkan di atas, penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi :
1. Orang tua, yang bertanggung jawab atas pendidikan putra-putrinya, terutama masalah tingkah lakunya. Sehingga dengan penyajian ini dapat diketahui pentingnya pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa.
2. Sekolah, meski dalam kadar minimal, skripsi ini diharapkan dapat menunjang tertibnya sekolah.
3. Penulis, untuk menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan tentang pendidikan karakter terutama dalam menanggulangi delinquency siswa.

E. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari IV (empat) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan, dalam hal ini membahas secara global yang meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup, Definisi Operasional, dan Sitematika Pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini akan membahas tentang seputar pendidikan karakter yang terdiri dari definisi, tujuan dan nilai-nilai karakter dalam pendidikan karakter. Serta pembahasan seputar delinquency yang meliputi : definisi, sebab terjadinya serta bentuk-bentuk delinquency siswa. Dan pembahasan yang terakhir tentang pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinguency siswa dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari, jenis penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan instrument penelitian serta analisis data.
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
Berisi tentang deskriptif singkat gambaran umum objek penelitian, nilai-nilai karakter siswa, bentuk/jenis-jenis kenakalan yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP X, dan hasil analisis pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X.
BAB IV PENUTUP
Merupakan konsep akhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
Demikian sistematika pembahasan yang nantinya menjadi penulisan skripsi sesuai dengan urutannya dan setelah sampai pada penutupan kami juga mencantumkan daftar pustaka beserta lampiran-lampiran penutup.
TESIS HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU SMPN (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU SMPN (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0143) : TESIS HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU SMPN (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi pada masyarakat sebagai dampak dari berbagai krisis menuntut aparatur pemerintah untuk mengadakan inovasi-inovasi guna menghadapi tuntutan perubahan yang terjadi pada masyarakat dan berupaya menyusun kebijakan yang selaras dengan perubahan masyarakat. Suatu organisasi yang baik haruslah mampu menyusun kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan yang menjadi perhatian adalah manajemen yang menyangkut pemberdayaan sumberdaya manusia. Dalam rangka mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat yang semakin meningkat khususnya dalam permasalah pendidikan, sudah selayaknya setiap lembaga pendidikan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan menekankan pada peningkatan kinerja guru.
Penilaian Prestasi Kerja yang dilakukan setiap akhir tahun melalui pengisian Daftar Penilaian Prestasi Pekerjaan (DP3) yang dilakukan oleh atasan langsung (Kepala sekolah) merupakan suatu penilaian yang kurang obyektif. Penilaian prestasi kerja yang dilakukan oleh setiap Kepala sekolah bukan berarti penilaian atas prestasi kerja guru yang sebenarnya, tetapi penilaian tersebut merupakan kebiasaan dengan mengacu nilai pada DP3 pada tahun berikutnya. Sehingga bagi guru beranggapan bahwa Penilaian tersebut bukanlah nilai riil atas prestasi kerja, tetapi cenderung merupakan nilai sebagai persyaratan administratif. Oleh karena itu diperlukan penelitian sesungguhnya untuk mengetahui kinerja guru.
Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap kinerja guru. Kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan kemungkinan dapat menimbulkan gairah guru dalam meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas pada saat ini cenderung diminati dan disenangi oleh bawahan. Dengan kepemimpinan model ini kepala sekolah mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, mencipatakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok (Indriyo Gitosudarmo, 2002 : 17)
Dari permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU DI SMP NEGERI X"

B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri X ?
2. Apakah ada hubungan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X ?
3. Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri Kecamatan X
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X.
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten X
Dengan diketahuinya hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X, maka dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang dalam upaya meningkatkan kinerja guru.
2. Bagi Pihak lain
Untuk menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya teknologi pendidikan.
TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SMA NEGERI SE-KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SMA NEGERI SE-KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0142) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SMA NEGERI SE-KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Personil yang berhubungan langsung dengan tugas penyelenggaraan pendidikan adalah kepala sekolah dan guru. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya, guru sebagai profesi menyandang persyaratan tertentu sebagaimana tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 39 (1) dan (2) dinyatakan bahwa :
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Tugas guru erat kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan mutu guru untuk menjadi tenaga profesional. Untuk menjadikan guru sebagai tenaga professional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Untuk membuat mereka menjadi professional tidak semata-mata hanya meningkatkan kompetensinya baik melalui pemberian penataran, pelatihan maupun memperoleh kesempatan untuk belajar lagi namun perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalnya sehingga memungkinkan guru menjadi puas dalam bekerja sebagai pendidik.
Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan sekolah adalah kinerja guru dalam mengajar. Kinerja guru atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2007 : 94). Kinerja mengajar guru akan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan objektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu tugas kepala sekolah selaku manager adalah melakukan penilaian terhadap kinerja mengajar guru. Penilaian ini penting untuk dilakukan mengingat fungsinya sebagai alat motivasi bagi pimpinan kepada guru maupun bagi guru itu sendiri.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam mengajar, namun penulis mencoba mengkaji masalah supervisi yang diberikan oleh kepala sekolah dan motivasi kerja guru. Supervisi dalam hal ini adalah mengenai pelaksanaan pembinaan dan bimbingan yang diberikan oleh kepala sekolah yang nantinya berdampak kepada kinerja mengajar guru yaitu kualitas pengajaran.
Kegiatan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru akan berpengaruh secara psikologis terhadap kinerja guru dalam mengajar, guru yang puas dengan pemberian supervisi kepala sekolah dan motivasi kerjanya yang tinggi maka ia akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat kinerja guru meningkat. Tetapi jika guru kurang puas terhadap pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerjanya yang rendah maka guru dalam bekerja kurang bergairah, hal ini mengakibatkan kinerja guru menurun.
Dari informasi yang di lapangan diperoleh data mengenai prosentase angka kelulusan siswa SMA kabupaten X dalam tiga tahun terakhir selalu mengalami penumnan. Tahun 2007 jumlah siswa SMA yang lulus 96 %, tahun 2008 jumlah siswa SMA yang lulus 94 %, dan pada tahun 2009 jumlah siswa SMA yang lulus adalah 91 %. Menurunnya angka kelulusan ini tidak terlepas dari andil guru yang sangat berperan dalam proses pembelajaran, ini menunjukkan kinerja guru dalam mengajar perlu dipertanyakan.
Disamping itu dilapangan juga ditemukan indikasi yang menunjukkan bahwa kinerja sebagian guru masih kurang maksimal, seperti : kedatangan terlambat, tidak memberitahu ketidakhadiran, datang ke sekolah tanpa persiapan mengajar. Banyak guru kurang berhasil dalam mengajar dikarenakan mereka kurang termotivasi untuk mengajar sehingga berdampak terhadap menurunnya kinerja guru. Untuk itu diperlukan peran kepala sekolah sebagai supervisor dapat memberi bantuan, bimbingan, ataupun layanan kepada guru dalam menjalankan tugas maupun dalam memecahkan hambatannya dan memotivasi para guru untuk meningkatkan kinerjanya.
Selain itu pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah belum maksimal. Secara umum persoalan tersebut meliputi : kualitas dan kuantitas supervisi dari kepala sekolah yang masih tergolong rendah. Tinggi rendahnya peran kepala sekolah sebagai supervisor menjadi hal yang patut untuk dipertanyakan, hal ini dikarenakan banyaknya tugas dan tanggungjawab kepala sekolah menjadi salah satu alasan minimnya pelaksanaan supervisi di sekolah. Bahkan tidak jarang kepala sekolah hanya menekankan pada sisi tanggungjawab administratif guru tanpa memperhatikan pembinaan kompetensi profesionalnya yang jauh lebih penting. Pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah harus dilakukan secara kontinyu mengingat peningkatan kompetensi profesional guru tidak bisa dilakukan secara instan. Sebagai supervisor, kepala sekolah harus mampu memahami karakteristik dan kondisi setiap guru sehingga apa yang menjadi esensi ataupun tujuan supervisi dapat tercapai. Selain itu kepala sekolah juga harus bisa merencanakan, melaksanakan, dan membuat tindak lanjut dari hasil pelaksanaan supervisi. Melalui peran kepala sekolah sebagai supervisor tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap motivasi kerja dan kinerja guru selain dari usaha yang dilakukan oleh guru itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru. Dilatar belakangi kondisi saat ini sebagaimana paparan di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan isu utama pertanyaan : adakah kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi bahwa guru sebagai sumber daya merupakan komponen yang sangat menentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru berada pada posisi strategis, dimana guru berintegrasi secara langsung dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Keberhasilan dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan dan kinerja mengajar guru. Semakin tinggi kinerja yang ditunjukkan maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal, sehingga mutu pendidikan secara umum akan berkembang ke arah yang lebih baik.
Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak padapembahan kinerja mengajar guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru yang dapat diungkap antara lain :
- Faktor internal mencakup : kemampuan, intelegensi, sikap, minat dan persepsi, motivasi kerja, pengalaman kerja.
- Faktor eksternal mencakup : sarana dan prasarana, gaya kepemimpinan, supervisi, struktur tugas, insentif, suasana kerja serta lingkungan kerja.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan idetifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, terungkap berbagai faktor yang diduga turut mempengaruhi kinerja guru. Guna untuk memperoleh penelitian yang jelas, maka peneliti hanya akan meneliti dua dari faktor tersebut yang diduga memberikan kontribusi yang dominan terhadap kinerja mengajar guru, yaitu faktor supervisi dan motivasi kerja guru. Hal ini bukan mengabaikan faktor-faktor yang lain, akan tetapi mempertimbangkan fenomena yang sering ditemukan di lapangan dan keterbatasan kemampuan peneliti untuk meneliti semua faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru.
Miharja dalam tesisnya berjudul "Hubungan Antara Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah dan Kondisi Sarana Olahraga dengan Kinerja Mengajar Guru Pendidikan Jasmani (analisis persepsi guru dalam meningkatkan kemampuan guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya)" menyimpulkan ada hubungan positif antara pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan kondisi sarana olahraga dengan kinerja mengajar guru pendidikan jasmani. Sejalan dengan penelitian tersebut, Solihin dalam tesisnya berjudul "Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Mengajar Guru Bantu (studi kasus pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Tasikmalaya)" menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dan kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru bantu. Namun untuk penelitian tentang supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja mengajar guru berdasarkan kajian pustaka yang peneliti telusuri belum ada yang melakukan, oleh karena itu topik tersebut perlu diteliti.
Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Kontribusi Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kinerja Mengajar Guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X".

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini difokuskan pada : adakah kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?.
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci ke dalam sub masalah dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
2. Bagaimana gambaran motivasi kerja guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
3. Bagaimana gambaran kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
4. Apakah supervisi kepala sekolah berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
5. Apakah motivasi kerja guru berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
6. Apakah supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum ingin mengetahui sejauh mana kontribusi serta keterkaitan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Gambaran supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
2. Gambaran motivasi kerja guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
3. Gambaran kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
4. Kontribusi supervisi kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
5. Kontribusi motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
6. Kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperluas dan mengembangkan kajian disiplin ilmu administrasi pendidikan, terutama mengenai supervisi kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kinerja mengajar guru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan konsep ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai peran guru sebagai tenaga pendidik dalam melakukan pembelajaran di sekolah, sehingga tenaga pendidik dapat melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
a. Bagi guru umumnya dan khususnya guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan pola pengembangan kinerja mengajar guru yang akan datang, dan memberi dorongan bagi para guru untuk meningkatkan kinerjanya melalui supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja yang nantinya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X sebagai masukan dan perbandingan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerja mengajar guru melalui pengembangan supervisi dan motivasi kerja guru.
c. Bagi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten X sebagai masukan mengenai materi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja pada guru dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan dan peningkatan kinerja bagi para guru.
d. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya di bidang yang sama.
TESIS HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SD X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SD X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0141) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SD X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang Masalah
 Pendidikan Nasional bertugas dan ber-tanggung jawab untuk menghantar bangsa ini agar siap menyonsong dan mampu menghadapi terpaan gelombang dahsyat dengan adanya era globalisasi dan perubahan menjadi peluang dan kemudian mengelolanya menjadi kekuatan yang mampu meningkatkan kualitas hidup kehidupan bangsa dan negara di masa depan. Pendidikan perlu mengambil posisi dan peran nyata yang dinamis, proaktif, interaktif, serta berorientasi ke masa depan. artinya pendidikan harus mampu bergerak lugas dalam menghadapi rintangan-rintangan dan memanfaatkan peluang yang ada.
Dalam pendidikan perlu dikembangkan strategi-strategi yang tepat untuk mendayagunakan peluang yang dibuka oleh pemerintah dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi yang sudah digulirkan. Strategi pendidikan terarah pada pemanfaatan kondisi yang ada agar peserta didik mampu dan mau memecahkan sendiri permasalahan yang dihadapi dengan sumber-sumber yang tersedia dilingkungannya, sehingga pendidikan tidak dihindari masyarakat tetapi dicari karena kebermaknaannya. Pemerintah saat ini sedang berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat di segala bidang. Untuk mempercepat tercapainya usaha tersebut, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang sangat penting. Dikatakan demikian karena dalam menghadapi tantangan kehidupan yang makin dinamis dan akseleratif, dibutuhkan insan pembangunan yang berkualitas dan handal.
Sumber daya manusia yang berkualitas, antara lain ditunjukkan oleh kinerja dan produktivitas yang tinggi. Kinerja seseorang berkaitan dengan kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas dan pekerjaan. Demikian halnya dengan kinerja guru, yang mana kinerja guru ini dapat dilihat dari dua sudut administrasi dan pengembangan profesi. Secara administrasi kinerja guru dapat diketahui dari kemampuan dan kompetensi dalam : (1) semangat, (2) kreatif, (3) komunikatif dan (4) kompetensi paedagogis (kemampuan melaksanakan didaktik dan metodik).
Kedisiplinan berfungsi sebagai pendorong semangat kerja untuk mencapai tujuan dengan penuh rasa tanggung jawab, tanpa keluhan-keluhan yang berarti. Seorang guru, hendaknya senantiasa ada di tengah-tengah masyarakat dengan memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan semangat.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan produk dari pelaksanaan pembangunan yang dinamis sesuai dengan pefkembangan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Untuk memacu potensi sumber daya manusia Indonesia yang terus bertambah jumlahnya, pemerintah telah menetapkan sistem pendidikan nasional. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan, dengan tujuan pembangunan nasional. Khususnya pelaksanaan pendidikan, mempunyai peranan dan posisi strategis terutama dalam mengoptimalkan potensi sumber daya manusia.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang secara efektif dimulai tahun 2001, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidi kan nasional sehingga dapat diwujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan dan keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Salah satu strategi yang ditempuh adalah meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan program-program pendidikan.
Namun demikian, masih terdapat kendala yang harus ditangani dalam pelaksanaan program pendidikan di Kabupaten X, yakni : (1) masih kurangnya jumlah dan mutu tenaga profesional guru dalam mengelola, mengembangkan, dan melembagakan pendidikan; (2) masih terbatasnya sarana dan prasarana untuk menunjang penyelenggarakan pendidikan maupun proses belajar mengajar dalam rangka memperluas kesempatan, peningkatan mutu dan relevansi program pendidikan sesuai dengan kebutuhan pembangunan; (3) terselenggaranya kegiatan pendidikan di lapangan sangat dipengaruhi keberadaan tenaga sukarela yang tidak ada kaitan strutural dengan pemerintah.
Saat ini kinerja guru dirasakan masih rendah ini terbukti dengan tingkat disiplin yang masih rendah, frekuensi pelatihan yang bisa dibilang masih kurang. Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi kinerja guru tersebut. Kinerja guru dalam penelitian ini mencakup hal : penyusunan rencana belajar mengajar, pelaksanaan belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi dan analisis hasil evaluasi, pelaksanaan bimbingan, penyusunan laporan hasil belajar mengajar serta pengadministrasian berbagai kegiatan.
Gambaran umum atas kondisi kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X yang menyertai uraian latar belakang masalah penelitian di atas, memberikan landasan bagi peningkatan kinerja guru yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Penulis berniat untuk mengadakan penelitian terhadap kinerja guru yang berkaitan dengan kedisiplinan dan pelatihan. Dalam hal ini peneliti mengambil judul penelitian : "HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN X".

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Apakah variabel Kedisiplinan dan Pelatihan secara bersama-sama/simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
2) Apakah variabel Kedisiplinan dan Pelatihan secara masing-masing/parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
3) Dari kedua variabel yang mempengaruhi kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X, variabel manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap kinerja ?

C. Pembatasan Masalah
Masalah didalam dunia pendidikan sangatlah luas antara lain mencakup permasalahan guru, permasalahan siswa, permasalahan didalam proses kegiatan belajar-mengajar, adaptasi dengan lingkungan sekitar, kurikulum yang digunakan, dan lain sebagainya.
Agar cakupan masalah yang diteliti didalam penelitian ini tidak terlalu luas sehingga akan menimbulkan kesalahpahaman, maka permasalahan dalam penelitiaan ini perlu dibatasi dengan tujuan untuk lebih memperdalam masalah yang dikaji. Karena kualitas penelitiaan ilmiah tidak terletak pada keluasan masalah yang diteliti, namun lebih kepada kedalaman pengkajiaan didalam memecahkan permasalahan. Pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat disiplin guru yang masih rendah.
2. Frekuensi pelatihan yang masih kurang.

D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh variabel Kedisiplinan Kerja dan Pelatihan secara bersama-sama/simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
2) Untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh variabel Kedisiplinan Kerja dan Pelatihan masing-masing/parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
3) Untuk mendeskripsikan variabel yang paling dominan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.