Search This Blog

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0140) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang
Persaingan di era globalisasi sebagai hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menuntut setiap individu dan masyarakat untuk memiliki kemampuan atau kompetensi. Kompetensi bidang Iptek yang juga meliputi kompetensi dalam bidang bahasa asing, seperti bahasa Inggris sangat diperlukan mengingat bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional yang digunakan dalam hubungan antar bangsa, baik itu di bidang perdagangan, komunikasi, pendidikan, pariwisata dan lain sebagainya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa Inggris merupakan suatu keharusan untuk bertahan dalam kompetisi global.
Muatan pendidikan yang menekankan kecakapan atau keterampilan hidup (life skills) antara lain ditunjukkan dengan kemampuan berbahasa asing di samping berbahasa Indonesia. Sebagai alat komunikasi, bahasa Inggris menjadi "the world standard language". Oleh karena itu bahasa Inggris menjadi salah satu keterampilan hidup yang harus dikuasai setiap siswa agar mereka memiliki keunggulan kompetitif. Kemampuan atau kompetensi ini diperoleh dan dikembangkan melalui pendidikan yang bermutu.
Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi pemerintah saat ini. Berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan telah banyak dilakukan seperti penyediaan media pembelajaran dan sarana prasarana pendidikan namun solusi yang ditawarkan tersebut belum mampu mengatasi permasalahan yang ada. Di tingkat lokal, lebih khusus lagi seperti yang terjadi di Provinsi Y, mutu pendidikan juga masih belum menggembirakan. Pada tahun 2009, perolehan hasil UN Bahasa Inggris SMP untuk Kota X berada pada kualifikasi C, masih jauh dibawah hasil UN yang diraih kabupaten lainnya di Lombok yang berada pada kualifikasi B (Puspendik : 2008). Hal ini terlihat ironis sekali mengingat Kota X merupakan Ibu Kota Provinsi yang sarana prasarana pendidikan relatif tersedia dan mendukung pembelajaran mestinya nilainya akan lebih bagus. Disamping itu, X mengembangkan pariwisata dan sangat dekat dengan daerah-daerah wisata bertaraf internasional yang mestinya akan menjadi faktor pemacu kemampuan anak didik dalam penguasaan bahasa Inggris.
Porsi pembelajaran bahasa Inggris di SMP sebenarnya cukup memadai karena merupakan mata pelajaran wajib. Di SMP, bahasa diajarkan selama empat jam pelajaran (@45 menit) per minggu. Dalam satu tahun akademik yang berjumlah 36 minggu, siswa SMP mendapatkan pelajaran hahasa Inggris selama 130 jam pelajaran dan 368 jam pelajaran dalam tiga tahun. Hal ini merupakan jumlah waktu yang sangat signifikan untuk bisa menguasai bahasa asing pada tingkatan literasi functional yang sederhana.
Tersedianya waktu yang memadai bukanlah merupakan suatu jaminan tercapainya tujuan yang diharapkan bersama jika faktor-faktor lainnya tidak diakomodir. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa guru bahasa Inggris di Indonesia sebagian besar berbahasa Inggris hanya kalau sedang membaca bacaan, pertanyaan yang ada di buku dan instruksi-instruksi tertulis (Depdiknas, 2005) sedangkan kegiatan lain diselenggarakan dalam bahasa Indonesia. Misalnya memeriksa kehadiran, mengatur atau mengelola kelas, memberi komentar-komentar; semuanya dilakukan dalam bahasa Indonesia. Padahal, justru bahasa ungkapan-ungkapan Inggris yang 'bukan pelajaran' inilah yang potensial untuk membangun pengembangan berbahasa. Scaffolding talk atau omongan guru yang diharapkan menyertai seluruh proses belajar mengajar seringkali tidak muncul di dalam kelas, sehingga merupakan hal yang ironis jika kita berharap agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris namun guru tidak berbahasa Inggris di dalam kelas.
Ada banyak faktor yang terlibat dalam pengembangan mutu pendidikan, seperti raw input (siswa), instrumental input, environmental input dan proses pendidikan (Sukmadinata, N.S., 2006). Faktor-faktor tersebut dapat dipersempit menjadi dua yakni faktor yang berasal dari dalam dan dari luar siswa/ lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan dominan menurut Sudjana (2009) adalah pengajaran. Ini berarti pengelolaan pembelajaran memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu hasil belajar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana pada tahun 1984 (Sudjana, N.,2009 : 42) kaitannya dengan mutu pengajaran menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor guru, yang meliputi kemampuan guru mengajar 32,43%, penguasaan materi 32,58%dan sikap guru terhadap mata pelajaran 8,60%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor guru dalam pengelolaan pembelajaran memiliki andil yang besar terhadap mutu hasil belajar siswa.
Besarnya pengaruh pengelolaan pembelajaran tersebut memerlukan adanya pemberdayaan guru dalam artian peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Kepala sekolah dan pengawas mata pelajaran sebagai supervisor memiliki tugas dalam hal ini. Namun terdapat banyak permasalahan bidang supervisi yang tentunya akan mempengaruhi hasil atau mutu pengelolaan pembelajaran. Pidarta (2009 : 20-28) mengutarakan beberapa permasalahan supervisi, dua diantaranya adalah masalah pengadaan calon supervisor kurang tepat, dan pendidikan dan pengembangan supervisor kurang memadai.
Terkait dengan pendidikan dan pengembangan supervisor, sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menyiapkan calon pengawas. Pengawas yang diangkat diambil dari kepala sekolah dan atau guru senior yang sebelum diangkat biasanya ditatar hanya beberapa minggu saja kemudian mereka memulai pekerjaan mereka. Karenanya, kemampuan sebagai supervisor sebenarnya belum lengkap. Kemampuan mereka lebih ke arah kemampuan sebagai kepala sekolah atau guru, sehingga tidak banyak di antara mereka yang langsung ke kelas melihat bagaimana guru mengajar. Lebih jauh lagi, pendidikan khusus bagi calon pengawas sangatlah penting karena pengawas adalah gurunya guru. Jadi, mereka harus memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan lebih bagus daripada guru.
Adapun pengadaan calon pengawas saat ini masih kurang tepat (Pidarta.Md : 2009). Saat ini pengawas yang dipilih diangkat oleh walikota/bupati. Pidarta melihat proses pengangkatan pengawas saat ini belum demokratis. Mestinya proses pengangkatan dilakukan mulai dari pemilihan yang dilakukan di kalangan pendidik karena mereka tahu kualifikasi setiap guru yang pantas sebagai pengawas. Hal ini penting untuk mendapatkan pengawas yang berpengalaman sekaligus memiliki keahlian sebagai pengawas.
Sementara itu, strategi input-output yang dilakukan selama ini untuk perbaikan mutu pendidikan dengan menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan materi ajar dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya dipenuhi maka output dalam hal ini mutu pendidikan secara otomatis akan terjadi. Kenyataannya strategi ini tidak berfungsi, karena selama ini terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan (Umaedi : 1999).
Kurangnya perhatian pada proses pengelolaan pembelajaran dipandang memberikan andil yang besar terhadap buruknya mutu pendidikan, memungkinkan menjadi salah satu penyebab utama keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia secara umum. Kemampuan sekolah dalam mengelola proses pembelajaran, khusus proses pembelajaran yang terjadi di kelas sangat menentukan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan peluang atau keleluasaan kepada guru sebagai pelaksana pembelajaran untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah merancang silabus, menentukan strategi pembelajaran, dan sistem penilaiannya. Namun, keleluasaan yang diberikan kepada guru perlu diikuti dengan kontrol dan supervisi sebagai tindakan pencegahan dan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

B. Identifikasi Masalah
Kegiatan utama pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Teori peningkatan mutu "Model Empat" (Zamroni, 2007 : 11-12) menjelaskan bahwa mutu sekolah merupakan hasil dari pengaruh langsung proses belajar mengajar (PBM). Mutu PBM akan mencerminkan mutu sekolah. Salah satu komponen sekolah yang langsung terlibat dalam PBM di sekolah adalah guru. Kemampuan guru dalam pengelolaan PBM akan sangat berpengaruh terhadap hasil PBM itu itu sendiri, dalam artian mutu hasil belajar siswa. Karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seorang guru untuk memiliki kompetensi pengelolaan pembelajaran sesuai dengan yang dipersyaratkan pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas) nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
Perolehan nilai bahasa Inggris siswa SMP di Kota X yang berada di bawah SMP di kabupaten lainnya sangat dimungkinkan oleh faktor pengelolaan pembelajaran yang masih perlu perhatian. Sesungguhnya, faktor pengelolaan pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi output siswa, namun faktor ini memiliki peran yang sangat besar. Pengelolaan pembelajaran mencakup : perencanaan pembelajaran, PBM, penilaian hasil belajar, dan tindak lanjut hasil penilaian. Kemampuan guru dalam mengendalikan mutu pada tahapan-tahapan dalam pengelolaan pembelajaran tersebut akan berimplikasi terhadap hasil belajar siswa.
Untuk memastikan bahwa setiap guru di sekolah telah memenuhi standar kompetensi pengelolaan pembelajaran yang terdiri dari kompetensi penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi belajar peserta didik, dan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik maka dibutuhkan profesional yang terus menerus melakukan pengembangan profesionalisme guru, dan melakukan bimbingan dan supervisi kepada guru dalam kaitannya dengan pembelajaran.
Sebagai supervisor, pengawas mata pelajaran dituntut untuk mampu melakukan supervisi dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan sehingga kegiatan pendidikan di sekolah, utamanya kegiatan pembelajaran, menjadi terarah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Supervisi ini merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga pendidik dan kependidikan tidak melakukan penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal yang lebih khusus mengenai pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris, pengawas mata pelajaran bahasa Inggris memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru bahasa Inggris karena pengawas memiliki pengetahuan tentang seluk beluk dan karakter mata pelajaran, memiliki keterampilan dan pengalaman khusus dalam pengelolaan bahasa Inggris.
Sehubungan dengan hal itu, maka permasalahan yang muncul adalah seberapa besar atau sejauhmana supervisi yang dilakukan pengawas mata pelajaran dalam meningkatkan mutu pengelolaan pembelajaran yang berimbas pada pencapaian hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu, permasahan yang pokok yang akan diteliti dalam kegiatan penelitian ini adalah bagaimana kontribusi supervisi terhadap mutu pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris, dan kontribusi mutu pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris siswa SMP Negeri di Kota X.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran mutu hasil belajar Bahasa Inggris yang dicapai siswa SMP Negeri di Kota X ?
2. Bagaimanakah gambaran mutu proses pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru SMP Negeri di Kota X ?
3. Bagaimanakah gambaran supervisi oleh pengawas mata pelajaran dalam kaitannya dengan proses pengelolaan pembelajaran untuk penjaminan mutu hasil belajar Bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
4. Bagaimana kontribusi proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
5. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi pengawas mata pelajaran terhadap mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
6. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
7. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar melalui pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X, dan kontribusi kegiatan supervisi dan proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris siswa.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan gambaran mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
2. Mendapatkan gambaran mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
3. Mendapatkan gambaran pelaksanaan supervisi oleh pengawas mata pelajaran bagi proses pengelolaan pembelajaran untuk penjaminan mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
4. Mengetahui sejauhmana kontribusi proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
5. Mengetahui kontribusi supervisi oleh pengawas mata pelajaran terhadap mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
6. Mengetahui sejauhmana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
7. Mengetahui sejauhmana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar melalui pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan penelitian ini yakni manfaat dari segi teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini mengajukan beberapa teori yang digunakan menyangkut mutu hasil belajar, pengelolaan pembelajaran dan supervisi, serta keterkaitan variabel-variabel tersebut dalam kerangka penjaminan mutu.
Temuan penelitian ini diharapkan sebagai verifikasi keabsahan teori-teori yang digunakan.
b. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya yang mengkaji permasalahan-permasalahan berkaitan dengan penjaminan mutu hasil belajar bahasa Inggris.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk :
a. Sekolah
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai refleksi gambaran kegiatan yang dilakukan oleh guru sehingga diharapkan dapat menguatkan peran guru dalam menyikapi pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris sehingga mutu hasil belajar bahasa Inggris akan semakin baik. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi kepala sekolah, dengan instructional leadership yang dimilikinya, untuk melakukan kegiatan continous improvement bagi guru dalam proses pengelolaan pembelajaran.
b. Dinas Pendidikan Kota X
Hasil penelitian akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya mutu pengelolaan pembelajaran dan supervisi sehingga mutu hasil belajar dapat dijamin. Dari masukan yang diberikan, Dinas Pendidikan Kota X diharapkan akan dapat mendisain program-program kegiatan bagi guru sehingga pengelolaan pembelajaran dapat lebih bermutu sehingga akan berimplikasi kepada peningkatan mutu hasil belajar, lebih khusus lagi dalam hal ini mutu hasil belajar bahasa Inggris. Juga mengoptimalisasi kegiatan supervisi dengan makin menggerakkan para pengawas mata pelajaran bahasa Inggris dalam kegiatan supervisi.
c. LPMP
Temuan penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam merancang program-program peningkatan kemampuan guru bahasa Inggris SMP dalam pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris dan peningkatan kemampuan supervisi bagi pengawas mata pelajaran.
TESIS KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMPN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMPN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0139) : TESIS KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMPN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi akibat reformasi menuntut organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan inovasi-inovasi guna menghadapi tuntutan perubahan dan berupaya menyusun kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan. Suatu organisasi haruslah mampu menyusun kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan termasuk kebijaksanaan kepala sekolah yang menyangkut pemberdayaan sumber daya manusia.
Semangat Otonomi Daerah telah memberi angin segar terhadap otonomi pendidikan. Pemerintah kabupaten dan kota diberikan kesempatan untuk menyusun rencana strategis dalam upaya peningkatan mutu, pemerataan, dan pemberdayaan sumber daya. Selanjutnya, di samping tetap mengacu kepada kurikulum nasional pemerintah pusat memberikan kesempatan kepada daerah untuk menyusun kurikulum daerah. Kurikulum disusun berdasarkan potensi dan kebutuhan daerah. Kebijakan pemerintah pusat sudah dilimpahkan kepada kabupaten dan kota. Permasalahan sekarang bagaimana peluang ini dimanfaatkan secara optimal oleh kabupaten dan kota, dalam hal ini Dinas Pendidikannya masing-masing.
Otonomi Pendidikan juga memberikan kewenangan kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan, termasuk di dalamnya menyusun rencana strategis sekolah, memberdayakan sumber daya manusianya, mengelola keuangan sekolah, dan tak kalah pentingnya bagaimana upaya sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Aparat sekolah akan berupaya bagaimana strategi yang dirancang secara bersama-sama dapat menjadikan sekolah yang bersangkutan menjadi bermutu, dan memiliki ciri khas yang terandal, dan menjadi sekolah terdepan. Dalam upaya menjadikan sekolah menjadi bermutu itulah dibutuhkan adanya kinerja guru yang tinggi.
Peran kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah memegang peranan penting dalam upaya menggerakkan jajaran guru untuk memiliki kinerja yang tinggi, dengan kepemimpinan yang selaras dengan lingkungan kerja, dan koordinasi yang matang. Kepala sekolah diharapkan mampu mengikutsertakan guru untuk melakukan proses pembelajaran secara optimal.
Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang bermutu sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas, serta menjabarkan kebijakan, strategis dan program operasional pendidikan. Ini berarti bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah dan layanan professional tenaga pendidikan perlu dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Oleh sebab itu sekolah sebagai unit kerja terdepan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan riil di bidang pendidikan, sudah saatnya untuk memiliki otonomi kerja dalam menjalankan manajemen di sekolahnya. Di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang professional, mereka diharapkan mampu menampilkan dan mengembangkan diri sesuai dengan potensinya yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan di Institusinya. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal menjadi semakin meningkat.
Namun berdasarkan penelitian masih ditemui berbagai hambatan di lapangan, terutama berkenaan dengan tujuan kearah yang dimaksud. Hambatan itu bisa ditemui antara lain : secara operasional, kepala sekolah belum memiliki kriteria baku bagi manajemen mutu sekolah, karena dalam serial buku pedoman peningkatan mutu dari Depdikbud belum tertuang secara ekplisit. Salah satu dari serial buku diatas, yaitu pedoman penyelenggaraan ssekolah, menjelaskan bahwa mutu sekolah bukan sekedar dilihat dari nilai-nilai formal yang dicapai siswa, melainkan akan tampak pula dari penampilannya di semua komponen yang dinilai, misalnya : kemampuan sekolah untuk mencapai prestasi formal yang bermutu, keikutsertaan dalam perlombaan, pementasan kesenian di tingkat daerah maupun nasional, mengirim perwakilan dalam berbagai kegiatan di lingkungan Diknas maupun atas permintaan dari instansi lainnya. Secara khusus, para kepala sekolah menentukan ukuran mutu dan maknahasil belajar. Walaupun demikian, peranan kepala sekolah sangatlah diperlukan untuk merealisasi target mutu sekolah menengah, sebagaimana diharapkan oleh berbagai pihak yaitu dapat memuaskan harapan orang tua, dunia kerja serta masyarakat pada umumnya. Kepuasan mereka pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan terhadap sekolah.
Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan. Untuk melaksanankan tugas tersebut dengan sebaik baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis (technical skill), ketrampilan berkomunikasi (human relations skill), dan ketrampilan konseptual (conceptual skill).
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dalam melaksanakan tugas.
Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya. Ketertiban kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan. Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat.
Demikian halnya dengan motivasi guru baik dari dalam maupun dari luar diri seseorang, motivasi dari dalam berhubungan dengan kesadaran dari diri guru sendiri, untuk dapat bekerja dengan lebih baik. antara lain : keinginan guru untuk mencerdaskan siswa dapat memberikan dorongan kepada dirinya untuk melaksanakan tugas pembelajaran dengan lebih baik, guru yang demikian memiliki kecenderungan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kemampuannya sebagai pendidik. Berbagai faktor eksternal yang memungkinkan guru dapat termotivasi diantaranya adalah kompensasi baik berupa materi misalnya gaji, tunjangan dan lain-lain, juga kompensasi yang berupa non materi misalnya pengembangan karir memiliki daya dorong yang cukup signifikan dalam usaha peningkatan kinerja guru.
Kepemimpinan kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, sebaliknya perlu mengedepankan kerja sama fungsional; menghindarkan diri dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada kerjasama kesejawatan; menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan, sebaliknya perlu terciptakan keadaan yang membuat semua guru percaya diri; menghindarkan diri dari wacana retorika, sebaliknya perlu membuktikan memiliki kemampuan unjuk kerja profesional, menghindarkan diri dari sifat dengki dan kebencian, sebaliknya harus menumbuhkembangkan antusiasme kerja guru; menghindarkan diri dari suka menyalahkan guru, tetapi harus mampu membetulkan (mengoreksi) kesalahan guru; dan menghindarkan diri agar tidak menyebabkan pekerjaan guru menjadi membosankan, tetapi sebaliknya harus mampu membuat suasana kerja yang membuat guru tertarik dan betah melakukan pekerjaannya. Disamping dituntut untuk terus melakukan motivasi seorang kepala sekolah harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kinerja guru.
Selain kepemimpinan, dan motivasi kerja, faktor lain yang dapat meningkatkan kinerja guru adalah lingkungan kerja, suasana lingkungan sekolah yang menyenangkan dan aman memungkinkan guru dapat bekerja lebih baik. Tetapi sebaliknya lingkungan sekolah yang kurang menyenangkan menyebabkan guru enggan untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik.
Wahjosumidjo (1999 : 25) mengemukakan pengertian motivasi sebagai konsep manajemen dalam kaitannya dengan kehidupan sekolah dan kepemimpinan, adalah sebagai berikut : Motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri sendiri untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Yusuf Irianto (2003) mengemukakan keterkaitannya antara motivasi dan semangat kerja pegawai, sebagai berikut : Motivasi merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan peningkatan prestasi kerja dirinya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa keberhasilan pemimpin diperlukan pengetahuan dan kemampuan menciptakan situasidan iklim kerja yang kondusif, sehingga menimbulkan motivasi pada guru. Selain memotivasi juga harus mampu memberikan siri tauladan atau contoh yang baik kepada bawahan, guna menumbuhkembangkan prestasi kerja bawahannya.
Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di SMP khususnya di SMP Negeri Kecamatan X, kinerja guru sangat diperlukan. Kinerja Guru merupakan penampilan hasil karya guru dalam kegiatan proses belajar mengajar. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja guru antara lain : karakteristik pribadi, motivasi, pendapatan gaji, keluarga, organisasi, dan supervisi, pengembangan karir (Yaslis Ilyas, 1999 : 112).
Berbagai permasalahan yang terkait dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X, antara lain : masih adanya beberapa guru yang menunjukkan kinerja kurang, namun demikian tidak jarang pula guru yang telah menunjukkan kinerja yang tinggi. Tinggi rendahnya kinerja guru tersebut tentunya disebabkan oleh berbagai faktor seperti karakteristik pribadi, motivasi, pendapatan gaji, keluarga, organisasi, dan supervisi pengembangan karir.
Dari uraian dan permasalahan tentang kinerja guru tersebut, penelitian ini mengungkap pengaruh kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X, dengan judul "KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SKEOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI KECAMATAN X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X ?
2. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X ?
3. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara kepemimpinan Kepala Sekolah dan motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui signifikasi korelasi kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui signifikasi korelasi motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui signifikasi korelasi antara kepemimpinan Kepala Sekolah dan motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai peranan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X, ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu :
1. Manfaat Teoritis.
Memberikan kontribusi kepada para pelaksana Dinas Pendidikan Kabupaten X dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan usaha dalam meningkatkan dengan kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama.
2. Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran guna pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya dan Dinas Pendidikan Kabupaten X pada khususnya yang langsung berkaitan dengan kinerja guru Sekolah Menengah Pertama.
TESIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN PADA SMP X (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)

TESIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN PADA SMP X (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)


(KODE : PASCSARJ-0138) : TESIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN PADA SMP X (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi umat manusia merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dan strategis sifatnya. Tingkat pendidikan suatu bangsa akan menunjukkan tingkat kemajuan bangsa tersebut. Tingkat pendidikan seseorang akan menjadi salah satu indikator status sosial seseorang dalam kehidupannya ditengah-tengah masyarakat. Kiranya penting bahwa pendidikan perlu ditangani secara serius, baik oleh pemerintah, masyarakat dan orang tua secara baik, sehingga penyelenggaraan pendidikan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan harapan kita semua. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungj awab.
Masyarakat kini semakin menyadari akan pentingnya pendidikan, hal ini terbukti dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat akan pemenuhan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kekuatan yang memegang peranan yang amat penting dalam menumbuhkan jati diri serta kemampuan menseleksi seseorang. Pendidikan dapat memberikan manfaat pribadi maupun manfaat sosial.
Dengan pendidikan, seseorang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai dengan produktif, sehingga akan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk peningkatan kesejahteraan kelak. Dengan kata lain pendidikan merupakan investasi yang sangat potensial dan berharga bagi pengembangan sumber daya manusia.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan pendidikan sekolah menengah pertama merupakan pondasi pada pendidikan selanjutnya, yakni pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi sesuai dengan program pemerintah untuk melaksanakan wajib belajar sembilan tahun (SD dan SMP). Pendidikan pada sekolah menengah pertama bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan kepada para peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya. Pendidikan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia pendidikan global.
Pada tahap selanjutnya tentu saja akan berpengaruh terhadap orientasi dari pendidikan. Guru dilihat dari segi profesinya merupakan posisi penting dan menjadi ujung tombak dalam realisasi proses pembelajaran serta langsung berhadapan dengan peserta didik. Berbagai peranan yang merupakan konsekwensi dari status yang disandangnya melekat dan senantiasa menjadi acuan pokok dalam melaksanakan setiap tugas dan fungsinya yang berada dalam lingkup profesi sebagai guru.
Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Berdasarkan analisis konseptual dan kondisi pendidikan di tingkat persekolahan, ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar, dan banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan peserta didik.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, menjadi mungkin apabila terdapat kesenjangan antara ilmu yang didapat di dalam kelas dengan perkembangan ilmu di luar kelas, maka tantangan yang dihadapi guru menjadi semakin memacu diri untuk bisa menjadi pionir dalam memotivasi peserta didik agar memiliki kekuatan yang akan bisa mengakulturasi setiap perkembangan dalam masyarakat sehingga pada tahap selanjutnya kemampuan guru dalam menciptakan suasana belajar yang mampu mendorong peserta didik untuk menggali, mengetahui, memahami dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan inti dari proses pembelajaran yang harus di inovasi oleh guru profesional.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan pada penguasaan materi pelajaran sebanyak-banyaknya menjadi hal yang usang, mengingat hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas serta bergesernya posisi guru sebagai pendidik menjadi sosok tanpa makna dimata peserta didik dan peserta didikpun tidak akan memiliki kekuatan dalam melakukan discovery yang akan menjadikan dirinya matang dalam menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan bermasyarakat.
Bertambahnya wawasan guru dalam materi pembelajaran dan usaha guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya dalam bidang pendidikan terutama dalam mengelola pembelajaran merupakan prasyarat mutlak, mengingat situasi yang ada di sekitar peserta didik sudah begitu bervariasi. Pola pergaulan dan perkembangan teknologi informasi dengan loncatan yang begitu dahsyat, menjadikan sosok peserta didik akan sulit diduga mengingat semakin banyaknya informasi yang diserap oleh peserta didik di luar kelas, akan memberikan bentuk tampilan baru dari prilaku peserta didik, dan hal tersebut merupakan awal dari kesulitan guru untuk mengetahui minat peserta didik. Kurangnya pengetahuan guru tentang merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, akan menghasilkan pembelajaran yang tidak bermakna.
Salah satu langkah antisipasi dari hal tersebut adalah guru harus memiliki kemampuan untuk mengkondisikan sebuah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tersebut penciptaan suasana yang akan membangkitkan motivasi peserta didik untuk menggali dan mengetahui informasi yang dia butuhkan, akan memacu proses kejiwaan peserta didik memahami apa tujuan dari pembelajaran serta apa yang dia butuhkan dengan tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Keberadaan kurikulum merupakan diskursus yang terus mendapat perhatian dari para pemegang kebijakan, sehingga dalam perkembangan pendidikan bangsa bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil dari penyempumaan dan pengembangan kurikulum sebelumnya. Meskipun kurikulum selalu mengalami perubahan dan penyempumaan sejak puluhan tahun yang silam, tetapi mutu pendidikan masih jauh dari yang diharapkan bangsa. Hal ini berarti bahwa diperlukan perhatian yang serius dari para praktisi pendidikan dan dukungan dari berbagai elemen untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Pada kenyataan di lapangan upaya pemerintah yang dilakukan hanya sebatas penyempumaan kurikulum tetapi kurang memperhatikan atau memperbaiki infrastruktur serta faktor-faktor pendukung lainnya, baik berupa sarana maupun perlengkapan media pembelajaran sebagai penunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan secara integral. Sebagai pelaksana kurikulum di kelas, guru mempunyai peranan yang dominan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sukmadinata (2006 : 191). "pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan, ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakekat pendidikan".
Dari ketiga komponen utama pendidikan peran pendidik menempati posisi utama dari dua komponen lainnya dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mutu pendidikan sangat ditentukan guru, dengan demikian secara kualitatif hasil belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dalam proses belajar. Dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, guru seyogyanya memahami perkembangan kognitif peserta didik yang masih berada dalam tahapan operasional kongkrit, dan karena proses belajar berlangsung di kelas dimana guru berinteraksi dengan peserta didik maka dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses belajar sangat bergantung kepada apa yang dilakukan guru, sebagaimana pendapat Sukmadinata (2004 : 194) yang menyatakan bahwa "betapapun bagusnya kurikulum (official) hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam kelas (actual)".
Study Blazely dkk melaporkan sebagaimana dikutip Depdiknas (2002 : 2) bahwa "pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada". Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menyusun bahan ajaran menurut Dewey (dalam Sukmadinata, 2006 : 43) hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : 1) Bahan ajaran hendaknya kongkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail, 2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.
Dengan demikian bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus memberikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk aktif dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah membuat suatu landasan pembelajaran yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau yang disebut juga dengan Kurikulum 2006. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah halaman 349 disebutkan tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan-tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP (Standar Isi Satuan Pendidikan) di atas sejalan dengan pembelajaran matematika, yaitu : pertama, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication)., kedua, belajar untuk bernalar (mathematical reasoning)] ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); keempat, belajar untuk mengkaitkan pengertian ide (mathematical connections); dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes mathematics).
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Dalam belajar matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntut untuk berpikir dengan jelas dan pasti. Sebelum menyelesaikan masalah-masalah peserta didik harus memahami soal secara menyeluruh, ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teori mana yang akan digunakan, cara untuk menyelesaikan persoalan. Demikian pula halnya dalam kehidupan sehari-hari, jika seseorang diharuskan menyelesaikan suatu persoalan atau tugas maka agar ia dapat menyelesaikan dengan baik ia harus memahami semua aspek dari tugas tersebut secara menyeluruh. Dengan adanya kesesuaian itu maka kebiasaan yang tumbuh selama belajar matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika peserta didik baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika peserta didik tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika peserta didik internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS : 1999). Rendahnya prestasi matematika peserta didik disebabkan oleh faktor peserta didik yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.
Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP, dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika masih bersifat teacher centered. Ini berarti bahwa sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan metode ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Dengan pendekatan model belajar seperti ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan peserta didik terkesan pasif dan hanya menerima apa yang diberikan guru saja sehingga hal ini akan menghambat kreativitas peserta didik.
2. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan konsep yang bersifat hapalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti keterampilan berpikir, keterampilan dalam mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dan bekerjasama dalam diskusi serta mengemukakan pendapat.
3. Banyak peserta didik yang memandang bahwa mata pelajaran matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, dan
bahkan menakutkan. Membosankan, karena faktor guru yang kurang variatif dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas sehingga peserta didik merasa jenuh. Pembelajaran seperti ini memiliki karakteristik sebagai berikut : pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan bersifat ekspositori, guru mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin. Menyeramkan dan bahkan menakutkan karena selama ini peserta didik memandang bahwa guru matematika itu galak sehingga banyak peserta didik yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut.
4. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengkaitkan dengan skema yang telah dimiliki peserta didik dan mereka tidak diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika, sehingga lemah dalam kemampuan matematikanya. "Mengkaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna". (Soedjadi, 1999 : 26).
5. Banyak peserta didik yang mendapat kesulitan dalam mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil, dengan mengabaikan proses, sehingga menyebabkan peserta didik dipaksa untuk menghapal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.
Dari studi pendahuluan yang telah dikemukakan di atas, apa yang harus dilakukan dan diupayakan sekolah khususnya guru agar permasalahan tersebut dapat teratasi, terutama upaya untuk menanggulangi kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu diperluan adanya perubahan dalam pembelajaran matematika. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika agar matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi dan mempermudah pemahaman peserta didik dalam belajar matematika.
Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi peserta didik merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar peserta didik, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, proses pembelajaran pendidikan matematika tidak merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam PBM. Disamping itu, PBM Matematika yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar di kalangan peserta didik. Pada gilirannya, akan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar peserta didik.
Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi peserta didiknya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan matematika sebagai mata pelajaran penting. Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai selumh PBM. Maka dari itu, pendidikan matematika belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang peserta didik untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.
Selain harus mampu membangkitkan minat peserta didik, pendekatan atau motode yang dipilih oleh guru harus dapat meningkatkan aktivitas dan kesadaran psikologis peserta didik bahwa sebenarnya ia mampu mempelajari matematika. Pembelajaran matematika sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara mentrasfer pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga dengan cara membantu peserta didik untuk membentuk dan menganalisis pengetahuan mereka sendiri, serta memberdayakan mereka untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas PBM dalam pendidikan matematika merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Karena itu diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang dianggap tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di atas.
Memperhatikan kondisi pembelajaran matematika di SMP saat ini dan dari berbagai pemikiran sebagaimana diuraikan di atas dipandang perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan pemahaman matematika, penulis dalam realisasi proses pembelajaran di kelas berusaha merubah image bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang rumit dan membosankan menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Dari uraian latar belakang tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul "Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman". (Penelitian dan Pengembangan pada SMP di Kota X).

B. Rumusan dan Batasan Masalah 
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas bahwa proses pembelajaran matematika di SMP saat ini belum optimal, konsep pengembangan pembelajaran matematika belum mampu mengembangkan keterampilan berfikir dan meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik.
Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika berkaitan erat dengan metodologi pembelajaran dan sumber-sumber pendukung selama proses pembelajaran tersebut berlangsung. Pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman perlu diperhatikan mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Pendekatan pembelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran dan sarana prasarana yang tersedia. Pengembangan pembelajaran tersebut bertujuan untuk mencapai target minimal pada mata pelajaran matematika yang disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dimana pada setiap sekolah berbeda-beda tergantung kepada sumber daya peserta didik, tingkat kesulitan materi, dan daya dukung kondisi sarana prasarana. Adapun permasalahan dalam pengembangan pembelajaran meliputi : perencanaan, desain, dan implementasi pembelajaran secara maksimal yang di dukung oleh keberadaan sarana dan prasarana. Berdasarkan deskripsi perumusan masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada kegiatan guru dalam proses pengembangan pembelajaran matematika.
2. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, pada penelitian ini penulis batasi hanya mengenai "Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika yang bagaimana, yang memadai dan tepat untuk meningkatkan kemampuan pemahaman", khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota X.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, guru hendaknya mampu merencanakan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi harapan berbagai komponen tersebut. Sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2006 : 161) :
Pemilihan model akan sangat didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Artinya bahwa pengembangan model pembelajaran akan sangat ditentukan oleh adanya sistem pendidikan yang berlaku dan sistem masyarakat sebagai pengguna dan sekaligus pengelola pendidikan yang ada di lingkungannya.
Dasar pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah berkaitan dengan masih adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Dimana dalam perkembangannya terjadi pergeseran peran guru dari pengajar menjadi fasilitator yang mampu membimbing, membangkitkan, dan mengarahkan peserta didik kepada aktifitas dan pengoptimalan kemampuan diri, sehingga melalui penelitian model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika akan diketahui ketercapaian tujuan pendidikan yang dilaksanakannya, yaitu kemampuan pemahaman.

C. Pertanyaan Penelitian
Untuk memudahkan dan lebih terarahnya penelitian ini, maka dari permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini ?
2. Pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya yang bagaimana, untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dalam mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan model pembelajaran yang dikembangkan tersebut pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
4. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran yang dikembangkan pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?

D. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Tuckman (1972 : 57) : "An operational definition is a definition based on the observable characteristics of that which is being definied". Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diamati dari apa yang didefinisikan. Dalam penelitian sangat bermanfaat terutama dalam mendeskripsikan judul mengenai sasaran yang kita teliti. Ada dua variabel atau aspek utama yang menjadi inti kajian dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperartif tutor sebaya dan kemampuan pemahaman peserta didik, khususnya pada aspek kemampuan pemahaman konsep dalam mata pelajaran matematika. Agar ada kesamaan konsep dan persepsi yang menjadi pegangan dalam penyusunan instrumen pengurupulan data, kedua variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional.
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas, dalam hal ini aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok. Semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap permasalahan yang dihadapi dalam kelompoknya. Masalah ini diarahkan pada bagaimana peserta didik menggali materi pembelajaran bersama-sama dengan anggota kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya merupakan bentuk model pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat atau lima orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif tutor sebaya dilaksanakan melalui sharing proses antar peserta didik sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta didik itu sendiri, dalam kegiatan Sharing proses tersebut dipimpin oleh temannya sendiri yang lebih pandai (sebagai tutor sebaya) untuk memberikan bantuan belajar kepada teman-teman kelompoknya yang belum bisa.
2. Kemampuan Pemahaman Peserta Didik
Kemampuan pemahaman peserta didik merupakan kemampuan pemahaman konsep untuk menyerap/menangkap makna dan arti dari bahan/materi yang dipelajari. Kemampuan tersebut dapat dinyatakan dengan menterjemahkan suatu materi kedalam bentuk yang lain, menginterpretasikan materi, serta menguraikan isi dari bahan/materi.
Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam mengidentifikasi, menemukan, mengartikan dan memahami sifat-sifat bangun ruang dan bagian-bagiannya, menentukan ukurannya, serta menghitung luas permukaan dan volumenya.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep peserta didik dalam mata pelajaran matematika sebagai data penelitian ini menggunakan skor hasil pretes dan postes dalam bentuk soal uraian.

E. Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan penelitian yang disebutkan di atas tadi, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini.
2. Untuk mengetahui pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika yang bagaimana yang cocok diterapkan di SMP Kota X.
3. Untuk menemukan apakah kelebihan dan kekurangan pengembangan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.
4. Untuk memperoleh gambaran kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang dapat dipergunakan guru, yaitu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran matematika.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perbaikan kualitas pendidikan dan pembelajaran terutama bagi sekolah, peserta didik, atau guru itu sendiri :
1. Bagi Sekolah : dapat dijadikan sebagai masukan dan perbandingan dalam melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kurikulum.
2. Bagi Peserta didik : dengan dilaksanakan penelitian ini dan menggunakan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya, peserta didik termotivasi untuk belajar, berlatih, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, membimbing peserta didik lain yang kemampuannya dibawah peserta didik yang bersangkutan atau peserta didik yang kemampuannya lebih termotivasi untuk membimbing temannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan media kelompok kecil.
3. Bagi guru : dengan penerapan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika membuka wawasan dalam menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan dalam pembelajaran tersebut, apalagi dalam pembelajaran matematika yang memiliki kekhasan tertentu seperti tersebut pada bagian permasalahan umum pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti berikutnya : menjadi informasi awal untuk menindaklanjuti temuan penelitian dan variabel-variabel yang perlu kajian lebih mendalam baik dari aspek metodologi, subjek penelitian, maupun dari mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan.
TESIS HUBUNGAN MOTIVASI KERJA, MASA KERJA, DAN KESEJAHTERAAN GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN MOTIVASI KERJA, MASA KERJA, DAN KESEJAHTERAAN GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0137) : TESIS HUBUNGAN MOTIVASI KERJA, MASA KERJA, DAN KESEJAHTERAAN GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN) 




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kekuatan reformasi yang hakiki sebenarnya bersumber dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta memiliki visi, transparansi, dan pandangan jauh ke depan yang tidak hanya mementingkan diri dan kelompokknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepetingan bangsa dan negara dalam berbagai kehidupan kemasyarakatan. Hal tersebut, sekarang banyak diabaikan, bahkan kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, dari empat puluh tiga negara, hampir dalam berbagai bidang kehidupan. Indonesia berada pada urutan sepuluh terakhir. Untuk itu, dalam proses reformasi peningkatan kualitas SDM merupakan hal yang pertama dan utama.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, dan pada tempatnyalah kualitas SDM ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (Imtak).
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuasa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi dunia global.
Era reformasi yang sedang kita jalani, ditandai oleh beberapa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, politik, moneter, hankam, dan kebijakan mendasar lain. Di antara perubahan tersebut adalah lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-Undang tersebut membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah sehingga lebih otonomi, termasuk di bidang pendidikan.
Keinginan pemerintah, yang digariskan dalam haluan negara agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi menurut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah. Karena itu pula perlu kesiapan sekolah, sebagai ujung tombak pelaksanana operasional pendidikan, pada garis bawah. Sistem pendidikan yang dapat mengakomodasi seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah kabupaten dan kota sebagai penerima wewenang otonomi. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi) harus diubah untuk kebijakan politik di tingkat makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional (E. Mulyasa, 2003 : 3).
Dalam proses pendidikan guru memegang peran ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik yang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Sebagai pengajar guru bertugas mentransfer sejumlah materi pelajaran ke siswa, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Tugas yang berat dari seorang guru dalam meningkatkan kualitas SDM tersebut hanya dapat dilakukan oleh seorang guru yang profesional dan memiliki kinerja yang optimal.
Mutu profesi (kualifikasi dan kompetensi) guru masih dirasakan rendah. Prestasi kerja guru yang diharapkan oleh semua pihak, hingga saat ini sebagian besar masih berorientasi pada penguasan teori dan hafalan, menyebabkan kemampuan siswa tidak dapat berkembang secara optimal dan utuh. Rendahnya prestasi kerja guru diprediksikan diakibatkan oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam individu guru sendiri maupun dari luar yang berhubungan dengan organisasi tempat mengajar maupun yang lebih jauh adanya kebijakan pemerintah tentang pendidikan.
Peningkatan profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki kualifikasi profesional menjadi profesional. Dengan demikian peningkatan kemampuan profesional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan kepada guru melalui program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan, sehingga yang harus lebih berperan aktif adalah guru sendiri. Artinya gurulah yang seharusnya termotivasi untuk meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan profesional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuhkembangkan profesionalisme guru (E. Mulyasa, 2008 : 13)
Setiap individu memiliki kebutuhan yang kemudian mendorong keinginan untuk berusaha bagaimana caranya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan guru untuk memiliki profesional, guru terdorong untuk bekerja lebih baik, motivasi kerja guru tidak lain merupakan proses yang dilakukan untuk menggerakan guru agar perilaku guru dapat diarahkan pada upaya-upaya yang nyata untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan motivasi yang dimiliki oleh guru, maka profesionalisme guru dapat dtingkatkan (Hamsah B Uno, 2007 : 71)
Profesionalisme guru dapat tercipta manakala guru memiliki pengalaman kerja yang cukup, semakin lama seorang guru menjalankan tugasnya, maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya. Pengalaman kerja guru sejalan dengan masa kerja yang dimiliki oleh guru, semakin banyak masa kerja yang dimiliki guru tentunya semakin banyak pula pengalaman lapangan yang dimilikinya. Pengalaman guru sangat bermanfaat untuk mengetahui persamaan dan perbedaan anak didik. Tugas guru untuk melayani orang yang beragam memerlukan kesabaan dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik. Pengalaman guru tersebut secara alami akan meningkatkan profesi guru dalam menjalin hubungan dengan anak didik (Soetjipto, 2007 : 52)
Satu hal yang tidak kalah penting untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah peningkatan kesejahteraan, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menjamin kesejahteraan guru seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 antara lain : (1) memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimul dan jaminan kesejahteraan sosial, (2) mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, (3) memperoleh perlindungan dalam menghasilkan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Dengan adanya kesejahteraan guru seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut diharapkan guru memiliki profesional yang tinggi.
Profesionalis guru telah banyak dilakukan, namun pelaksanaannya masih dihadapkan pada berbagai kendala, baik di lingkungan depdiknas, maupun di lembaga pencetak guru. Kendala yang melekat di Depdiknas misalnya, adanya gejala kekurangseriusan dalam menangani permasalahaan pendidikan, seperti juga menangani masalah guru. Gejala tersebut antara lain adanya ketidaksinambungan antara berbagai program peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas guru yang ditangani oleh berbagai direktorat di lingkungan depdiknas, serta adanya fokus dalam peningkatan kualitas guru, sehingga terkesan berputar-putar di tempat (Mulyasa, 2008 : 7)
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan mengkaji hubungan motivasi kerja, masa kerja, dan kesejahteraan terhadap profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.

B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang ada dan untuk mempermudah dalam proses penulisan selanjutnya, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
2. Apakah terdapat hubungan antara masa kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
3. Apakah terdapat hubungan antara kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
4. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja, masa kerja, dan kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui adanya hubungan antara masa kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
4. Untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi kerja, masa kerja, dan kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat bermanfaat :
1. Bagi Sekolah Dasar di di Kecamatan X, dengan diketahuinya faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru, maka dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, terutama hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat meningkatkan profesionalisme guru.
2. Bagi pihak lain, meskipun sederhana dapat menambah khasanah pustaka yang bermanfaat serta sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
TESIS PEMANFAATAN METODE SUGESTI-IMAJINATIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)

TESIS PEMANFAATAN METODE SUGESTI-IMAJINATIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)


(KODE : PASCSARJ-0136) : TESIS PEMANFAATAN METODE SUGESTI-IMAJINATIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting untuk dikuasai. Untuk itu kemampuan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh sejak tingkat pendidikan dasar.
Keterampilan menulis sebagai salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peranan penting di dalam kehidupan manusia. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang cukup kompleks karena pada saat menulis terlibat beberapa unsur yang diterapkan sekaligus. Dengan menulis kita dapat mengekspresikan pikiran atau perasaan kepada orang lain dengan menggunakan media tulis dengan harapan dapat dibaca oleh pembaca. Menulis bukan merupakan pekerjaan yang sekali jadi, tetapi memerlukan proses. Proses itu mulai dari menemukan topik, memecahkan topik menjadi kerangka, dan mengembangkan kerangka menjadi sebuah karangan. Namun, menuangkan buah pikiran secara teratur dan terorganisasi ke dalam sebuah tulisan sehingga pembaca dapat memahami jalan pikiran seseorang tidaklah mudah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2001 : 296) yang menyatakan bahwa kemampuan menulis lebih sulit dikuasai dibanding tiga kemampuan berbahasa yang lain. Hal itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur di luar bahasa itu sendiri yang menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut dan padu.
Menulis menuntut beberapa kemampuan sekaligus. Di samping harus memiliki pengetahuan tentang apa yang akan ditulis, juga harus mengetahui bagaimana cara menuliskannya. Pertama, menyangkut isi dari tulisan dan kedua, menyangkut aspek kebahasaan serta teknik penelitian. Dengan demikian, menulis dapat dikatakan sebagai keterampilan yang lebih sulit dibandingkan dengan keterampilan bahasa lainnya.
Tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul suatu kesan adanya pengirim dan penerima pesan. Dapat dikatakan bahwa menulis merupakan salah satu cara berkomunikasi secara tertulis, di samping adanya komunikasi secara lisan. Karena pada umumnya tidak semua orang dapat mengungkapkan perasaan dan maksud secara lisan saja.
Menulis memerlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tata bahasa tertentu atau kaidah bahasa yang digunakan sehingga menggambarkan atau dapat menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus menerus dan teratur.
Fungsi menulis ialah sebagai alat komunikasi tidak langsung karena tidak langsung berhadapan dengan pihak lain yang membaca tulisan kita tetapi melalui bahasa tulis. Dengan menulis kita terdorong untuk berpikir kritis dan sistematis.
Dalam pengajaran bahasa, keterampilan menulis merupakan salah satu cara untuk menyampaikan maksud dan tujuan dengan cara tertulis yang merupakan kemampuan siswa untuk mengekspresikan maksud melalui media bahasa. Untuk melakukan pekerjaan menulis sebelumnya diperlukan perencanaan yang matang mengenai topik yang akan ditulis, tujuan yang hendak disampaikan, dan pembahasan yang akan diuraikan. Semua itu dilakukan karena menulis merupakn proses berpikir. Menulis menuntut orang bertanggung jawab atas penggunaan kata-kata dan membuat orang lain lebih bijak berpikir. Kedalaman dan kejelasan berpikir meningkatkan mutu tulisan. Pada saat yang sama, menulis adalah sarana belajar untuk meningkatkan dan menyempurnakan gagasan.
Keberadaan pengajaran bahasa Indonesia khususnya pengajaran menulis sangat penting karena sekarang ini dan masa yang akan datang setiap siswa dituntut dapat mengkomunikasikan setiap ide dan pikiran dalam mengimbangi kemajuan informasi dan teknologi. Untuk mencapai harapan tersebut selayaknya proses belajar mengajar keterampilan menulis dilaksanakan dengan menggunakan metode yang sesuai.
Untuk meningkatkan pengajaran menulis, guru perlu berusaha mencari metode yang tepat dalam menyampaikan pengajaran kepada para siswa. Salah satunya adalah banyak memberikan bantuan dan dorongan. Tanpa dorongan guru, pencapaian tujuan pengajaran menulis kurang berhasil. Sebagai wujud nyata keberhasilan pengajaran menulis, yaitu siswa harus dapat menghasilkan tulisan yang baik, tidak hanya tahu teorinya saja.
Pendidikan bahasa Indonesia difokuskan pada keterampilan berbahasa yang menyangkut pada empat kemampuan dasar, yakni kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mengajarkan kemampuan menulis kepada siswa tidak berarti ingin menjadikan siswa seorang peneliti, tetapi setidak-tidaknya dengan kemampuan menulis yang baik, siswa dapat berhasil dalam pendidikan. Keterampilan menulis sangat diperlukan untuk menuliskan jawaban ujian-ujian yang berbentuk esai, mengungkapkan gagasan-gagasan yang lahir agar dapat dibaca orang lain.
Kenyataan di lapangan masih banyak siswa yang tidak mampu menulis dengan baik. Hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah metode yang diterapkan guru tidak bisa menjadikan siswa terampil dalam menulis. Penyebabnya yang lain tentu saja bermacam-macam sesuai dengan komponen yang terkait dengan pengajaran bahasa Indonesia itu. Demikian juga dengan keterampilan menulis bahasa Indonesia yang merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa Indonesia. Jika metode pembelajarannya tidak menarik tentu pembelajaran menulis tidak akan berhasil.
Beberapa penelitian memperlihatkan bukti bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia yang mengalami kesulitan mengutarakan gagasannya dalam tulisan. Salah satu penyebabnya adalah masalah pembelajaran menulis yang belum terpecahkan. Nurjanah (2005 : 3) menjelaskan bahwa menurut penelitian yang dilakukan oleh Taufik Ismail, ternyata keterampilan menulis siswa di Indonesia paling rendah di Asia.
Minat kegemaran membaca dan menulis sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Sejarah mencatat, manusia meninggalkan masa zaman primitif setelah mengenal budaya baca tulis. Kejayaan masa lalu dan pemikiran tokoh-tokoh dunia akan tetap hidup berkat tulisan. Masyarakat Indonesia juga terbukti dari dulu sudah mempunyai budaya tulis. Ini terbukti dengan berbagai peninggalan yang berupa naskah-naskah kuno, baik itu berupa karya sastra maupun berupa tulisan-tulisan lainnya. Tulisan-tulisan tersebut ditulis pada kertas, daun lontar, tembaga, juga pada batu-batu yang berupa prasasti.
Salah satu tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efiaien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Sehubungan dengan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia di atas, guru bahasa Indonesia harus mampu membuat siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam semua fungsinya, terutama fungsi komunikasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembelajaran menulis perlu beralih dari metode yang dilakukan guru (pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa) ke metode belajar modern diantaranya metode sugesti-imajinatif. Penerapan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu digunakan untuk membantu peserta didik berpikir kreatif dan menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Dengan metode sugesti-imajinatif, lagu tidak hanya digunakan untuk menciptakan suasana yang nyaman tetapi juga memberikan sugesti yang merangsang berkembangnya imajinasi siswa.
Melalui proses pembelajaran yang dinamis diharapkan akan tercipta suatu bentuk komunikasi antar peserta didik, sehingga suasana pembelajaran terhindar dari kejenuhan.

B. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, peneliti mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut.
1. Kurangnya minat siswa pada pembelajaran menulis.
2. Rendahnya kemampuan menulis siswa.
3. Kurangnya motivasi siswa untuk menulis.
4. Latihan menulis sangat kurang dilakukan oleh siswa.
5. Kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa.
6. Ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif.
7. Metode dan teknik yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis kurang bervariasi sehingga hasilnya tidak optimal.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah "apakah metode sugesti-imajinatif melalui media lagu dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X" ?
Secara rinci pertanyaan di atas dapat ditelusuri secara bertahap melalui pertanyaan khusus sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kemampuan awal menulis karangan deskripsi pada siswa kelas X SMA Negeri X ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X ?
3. Bagaimanakah hasil kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kemampuan awal menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X.
2. Mendeskripsikan pelaksanaan penerapan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X.
3. Mendeskripsikan hasil kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X.

E. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian ilmiah diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan keilmuan secara teoretis dan praktis. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan konseptual terutama terhadap studi pengembangan keterampilan menulis, yaitu dengan memberikan wawasan dalam pengajaran menulis di sekolah, khususnya tentang metode sugesti-imajinatif melalui media lagu. Pengenalan metode tersebut digunakan untuk mengembangkan motivasi menulis yang sampai saat ini masih jarang dilakukan.
2. Manfaat secara Praktis
Hasil penelitian ini dapat ditawarkan kepada para guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah maupun kepada para guru menulis di lembaga-lembaga pendidikan, baik berupa produk manual peningkatan keterampilan menulis dengan metode sugesti-imajinasi melalui media lagu, maupun proses penyusunannya.
TESIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU DI SMAN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU DI SMAN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0135) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU DI SMAN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain harus bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Profesionalitas guru yang ditunjukkan dengan kinerja guru dapat dikatakan sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Hal ini disebabkan karena keberadaan guru sangat berpengaruh terhadap semua sumber pendidikan seperti sarana dan prasarana, biaya, teknologi informasi, siswa dan orang tua siswa dapat berfungsi dengan baik apabila guru memiliki kemampuan yang baik pula dalam menggunakan sumber yang ada.
Menurut Uzer Usman (2005 : 15), guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya guru selalu dituntut untuk secara tersus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya.
Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pempimpin, dan pekerjaan. Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya. Sehingga semakin hari kinerja guru semakin meningkat seiring dengan kebutuhan kualitas pendidikan.
Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.
Manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru yang meliputi : (1) Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik; (2) Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang; (3) Bagaimana prestasi kerja akan diukur (Akhmad Sudrajad, 2008 : 1)
Menurut Wahjosumidjo (2005 : 83), kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan kepala sekolah untuk menggerakkan, mengerahkan, membimbing, melindungi, memberi teladan, memberi dorongan, dan memberi bantuan terhadap sumber daya manusia yang ada di suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkanl. Standar kompetensi kepala sekolah yaitu, kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi subervise, dan kompetensi sosial (Permendiknas No. 13 Tahun 2007). Dalam kaitannya dengan kompetensi supervise, kepala sekolah memegang peranan sebagai supervisor. Dimana supervise pendidikan bertujuan untuk membantu guru dalam memperbaiki proses belajar-mengajar melalui peningkatan kompetensi guru itu sendiri dalam melaksanakan tugas profesional mengajarnya, sehingga kinerja guru dapat ditingkatkan.
Peranan Kepala Sekolah dalam rangka mutu pendidikan sangat penting karena dapat mempengaruhi berhasil dan tidaknya mutu pendidikan itu sendiri. Kepala Sekolah sebagai tulang punggung mutu pendidikan dituntut untuk bertindak sebagai pembangkit semangat, mendorong, merintis dan memantapkan serta sekaligus sebagai administrator. Dengan perkataan lain bahwa Kepala Sekolah adalah salah satu penggerak pelaksanaan manajemen pendidikan yang berkualitas.
Wahjosumidjo (1999 : 25) mengemukakan pengertian motivasi sebagai konsep manejemen dalam kaitannya dengan kehidupan Sekolah dan kepemimpinan, adalah sebagai berikut : Motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri sendiri untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Motivasi merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan peningkatan prestasi kerja dirinya.
Motivasi kerja guru merupakan sesuatu yang sangat penting, karena dapat menunjang kelancaran pelaksanaan tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu pimpinan harus senantiasa berupaya meningkatkan motivasi kerja guru serta harus memiliki kemampuan di dalam memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan motivasi, terutama memahami kebutuhan yang di manifestasikan melalui perilaku guru dalam melaksanakan tugas. Perilaku guru muncul karena adanya interaksi secara vertikal dan horizontal antara pimpinan dengan bawahan dan antara bawahan dengan bawahan. Dengan demikian tinggi rendahnya motivasi kerja yang dimiliki oleh guru kemungkinan berpengaruh terhadap kinerja guru.
Dari data yang ada, beragamnya kinerja guru disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah kulaitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru itu sendiri. Kualitas kepemimpinan kepala sekolah yang satu dengan kualitas kepemimpinan kepala sekolah yang lainnya mempunyai perbedaan, perbedaan tersebut disebabkan oleh latar belakang dan karekter, serta pengalaman kepala sekolah yang berbeda. Demikian pula dengan latar motivasi kerja guru, setiap guru mempunyai motivasi kerja yang berbeda, beberapa guru menunjukkan motivasi kerja yang tinggi, tetapi masih ada beberapa guru yang kurang mempunyai motivasi dalam melaksanakan tugas.
Dari permasalahan tersebut, peneliti ingin mengkaji sejauh hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMA Negeri X ?
2. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri X ?
3. Apakah terdapat hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama dengan kinerja guru di SMA Negeri X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini mencakup :
1. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMA Negeri X
2. Untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri X
3. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama dengan kinerja guru di SMA Negeri X

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka mengambil kebijakan dalam upaya peningkatan kinerja guru, khususnya guru SMA Negeri yang ada di X
b. Bagi kepala sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah SMA Negeri di X untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam rangka meningkatkan kinerja guru
2. Manfaat Teoritis
a. Untuk memperkaya khasanah pustaka di Universitas X
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan memberikan sumbangan bagi penelitian sejenis, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dunia pendidikan.
TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI PENGAJARAN DAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI PENGAJARAN DAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0134) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI PENGAJARAN DAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Korea selatan telah menjadikan pendidikan sebagai faktor strategis dalam menciptakan kemajuan bangsanya. Pendidikan yang bermutu dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan produktif. Hal tersebut mendorong suatu negara menjadi negara yang maju dan pesat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan yang bermutu adalah dambaan setiap orang . Masyarakat dan orang tua sangat mengharapkan putra putri mereka mendapat pendidikan yang bermutu agar mampu bersaing dalam memperoleh berbagai peluang, baik dalam meraih pekerjaan maupun dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pemerintah sangat mengharapkan agar setiap lembaga pendidikan merupakan lembaga pendidikan yang bermutu. Dengan pendidikan yang bermutu diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu yang akan memberikan kontribusi kepada keberhasilan pembangunan nasional. Para pengguna lulusan seperti dunia bisnis dan industri sangat mengharapkan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu yang akan menghasilkan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang benar-benar produktif.
Dunia pendidikan berfungsi memproduksi tenaga-tenaga yang bermutu untuk berbagai jenis dan tingkatan keahlian. Dunia pendidikan diharapkan dapat melahirkan tenaga-tenaga terpilih yang menjadi dinamisator pembangunan. Gerak dan laju pembangunan sangat ditentukan oleh mutu , banyaknya dan kecocokan lulusan yang dihasilkan dengan kebutuhan nyata dalam masyarakat. Oleh karena program pendidikan di semua tingkat harus direncanakan berdasarkan kebutuhan tenaga yang jelas (educational planning based on manpower requirements) Hamzah (2007 : 6).
Esensi dari sebuah pendidikan persekolahan adalah proses pembelajaran. Mutu sebuah lembaga pendidikan hakikatnya diukur dari mutu proses pembelajarannya, disamping output dan outcome yang dihasilkan.Tidak ada mutu pendidikan persekolahan tanpa disertai mutu pembelajaran. Oleh karena itu berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan dapat dianggap kurang bermakna bilamana belum menyentuh perbaikan proses pembelajaran.
Diantara keseluruhan komponen dalam pembelajaran, guru merupakan komponen yang sangat menentukan. Tidak akan tercipta pembelajaran yang bermutu tanpa adanya guru yang bermutu. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah dan banyak menentukan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan.
Kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kemampuan profesional guru. Menurut Castetter, 1981 dalam Sagala (2007 : 4) menegaskan bahwa kualitas proses belajar mengajar sangat di pengaruhi oleh kemampuan profesional guru-gurunya Keberhasilan tugas guru dalam pengelolaan pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah : hubungan interpersonal guru dengan siswa, adanya perbedaan individual tentang kemampuan siswa dan adanya balikan berupa saran atau kritik untuk pengembangan kompetensi profesionalnya.dari teman sejawat guru, kepala sekolah atau pengawas.
Begitu sangat strategisnya kedudukan guru sebagai tenaga profesional, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tepatnya Bab III Pasal 7, diamanatkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3 memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6 memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ditegaskan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan komptensi sosial.
Dari uraian tersebut betapa tinggi tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Guru dituntut untuk menjadi guru yang profesional. Hanya oleh guru yang profesi onal akan lahir pembelajaran yang bermutu, dan dari pembelajaran yang bermutu inilah akan tercipta pendidikan yang bermutu.
Menurut Sudjana (2008 : 1) Supervisi atau pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan atau supervisor untuk mencegah terjadinya kekeliruan pelaksanaan dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas kerja atas dasar kebijaksanaan, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana yang telah ditetapkan . Dengan konsep ini, maka seorang supervisor atau pengawas di masing-masing unit kerja bertanggung jawab atas pengawasan pelaksanaan segala tugas dan kewajiban yang dibebankan di lingkungan tersebut, sehingga pengawasan merupakan "built in control" (pengawasan melekat). Pengawasan seperti ini harus dilakukan terus-menerus sehingga memiliki fungsi evaluatif, korektif, preventif dan edukatif.
Salah satu kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pemberdayaan guru adalah supervisi pengajaran yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah. Supervisi pengajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan akademik. Supervisi pengajaran merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan akademik. Dengan demikian, berarti, esensi dari supervisi pengajaran adalah membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Mengembangkan kemampuan profesionalisme dalam konteks ini bukan semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru saja, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitment) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat.
Supervisi pengajaran adalah menilai dan membina guru dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran agar diperoleh hasil belajar peserta didik yang lebih optimal. Tujuan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan adalah meningkatkan kemampuan merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Oleh sebab itu maka sasaran supervisi pengajaran adalah guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran bisa terjadi di dalam kelas, di luar kelas dan atau di laboratorium. Bidang garapan supervisi akademik sekurang-kurangnya terdiri atas : (a) penyusunan dan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan; (b) penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran; (c) pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran (pendekatan, metode, dan teknik); (d) penggunaan media dan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran; (e) merencanakan dan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Kelima aspek tersebut erat kaitannya dengan tugas pokok guru sebagai agen pembelajaran. Sudjana (2008 : 2)
Supervisi klinis diartikan sebagai bantuan profesional yang diberikan kepada guru yang mengalami masalah dalam melaksanakan pembelajaran agar guru tersebut dapat mengatasi masalah yang dialaminya berkaitan dengan proses pembelajaran. Sudjana (2008 : 8) . Sejalan dengan pengertian di atas Waller berpendapat bahwa supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap proses pembelajaran. Sedangkan menurut Keith Acheson dan Meredith D Gall dalam Sudjana (2008 : 8) : supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan supervisi klinis adalah bantuan profesional yang diberikan kepada guru yang mengalami masalah dalam pembelajaran agar guru yang bersangkutan dapat mengatasi masalahnya dengan menempuh langkah yang sistematis mencakup tahap perencanaan, tahap pengamatan dan tahap analisis dan tindak lanjut.
Sejalan dengan pengertian di atas maka tujuan umum dari supervisi klinis adalah agar guru memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sedangkan tujuan khususnya adalah : (a) guru memiliki keterampilan dalam mendiagnosis kesulitan pembelajaran dan mencari solusi pemecahannya; (b) guru memiliki keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan-strategi yang efektif; dan (c) guru memiliki sikap yang positif dan kritis terhadap upaya perbaikan mutu pembelajaran.
Oleh karena itu indikator keberhasilan pelaksanaan supervisi klinis adalah :
(1) Meningkatnya kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran.
(2) Kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi lebih baik sehingga diharapkan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar yang dicapai siswa.
(3) Terjalin hubungan kolegial antara pengawas sekolah dengan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran dan tugas-tugas profesinya.
Indikator-indikator tersebut pada hakekatnya merupakan salah satu ciri dari meningkatnya mutu pendidikan di sekolah. Oleh sebab itu supervisi klinis merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan kinerja sekolah khususnya melalui perbaikan proses pembelajaran. Dalam konteks inilah pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah perlu melaksanakan supervisi klinis sebagai bagian dari supervisi akademik.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan organisasi guru yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Mulyasa (2008 : 37). Satori (1998) menyatakan Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah wadah kerja sama guru-guru dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional mereka, yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai proses dan hasil kegiatan belajar-mengajar. Di KKG atau MGMP guru-guru dapat membicarakan masalah proses belajar-mengajar serta memikirkan alternatif pemecahannya berdasarkan pengalaman dan ide-ide yang bersumber dari mereka sendiri. Semua masalah yang menyangkut upaya perbaikan pengajaran dapat dibicarakan di forum ini. Senada dengan itu Mulyasa (2008 : 37) melanjutkan melalui kegiatan MGMP dapat didiskusikan bagaimana metode mengajar yang tepat sehingga suasana belajar menjadi kondusif. Juga dalam mengembangkan KTSP dan komponen-komponen lainnya, serta mencari alternatif pembelajaran yang tepat dan menemukan berbagai variasi metode, dan media pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Kegiatan MGMP dilakukan di bawah koordinator pengawas sekolah atau wakasek kurikulum, dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior atau guru inti. Di samping itu dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu guru dalam memahami materi yang dianggap sulit atau membantu memecahlan masalah yang muncul di kelas, maupun berbagai metode pembelajaran untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam membentuk kompetensi tertentu.
Pada kegiatan MGMP dapat dilakukan kegiatan menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan MGMP yang dilakukan secara intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan.
Sekolah yang telah mengembangkan kegiatan MGMP secara efektif pada umumnya dapat mengatasi berbagai kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan siswa,bukan saja dalam kegiatan belajar mengajar tetapi dalam kegiatan lainnya di sekolah, bahkan masalah pribadipun dapat dipecahkan .
Kemandirian guru terutama diperlukan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang sering muncul dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus mampu mengambil tindakan terhadap berbagai permasalahan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Kemandirian guru juga akan menjadi figur bagi peserta didik, sehingga mereka terbiasa untuk memecahkan masalah secara mandiri dan profesional. Oleh karena itu dalam rangka menegembangkan KTSP diperlukan kemandirian guru, temtama dalam melaksanakan, menyesuaikan dan mengadaptasikan KTSP tersebut dalam pembelajaran di kelas.Kemandirian ini penting dalam kaitannya dengan penyesuaian KTSP dengan situasi aktual di dalam kelas, serta menyesuaikan KTSP dengan perbedaan karakteristik peserta didik yang beragam, dengan demikian, implementasi KTSP yang ditunjang oleh kemandirian guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan (PAKEM), yang akan bermuara pada peningkatan prestasi belajar peserta didik dan prestasi sekolah secara keseluruhan.
Kenyataan yang dijumpai khususnya di Kabupaten X bimbingan profesional yang diberikan kepada guru-guru dalam mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) masih perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sistem supervisi para pengawas satuan pendidikan dan kepala sekolah masih mengutamakan aspek-aspek administratif yang dilakukan oleh guru-guru dan kurang memperhatikan bimbingan professional. Dan faktor penyebab kurang berhasilnya suatu penataran atau pendidikan dan latihan profesinalisme guru diakibatkan karena kurangnya bimbingan bagi guru-guru untuk melaksanakan hasil-hasil penataran. Guru-guru menilai hasil penataran yang diperoleh masih terlalu teoritis. Mereka memerlukan bimbingan lebih lanjut di sekolah dalam menerapkan hasil penataran itu. Bimbingan tersebut diharapkan diperoleh dari pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah.
Masih dijumpai dengan begitu jelas bahwa kinerja guru belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari fenomena-fenomena di lapangan, masih terdapat guru yang menyajikan materi pelajaran hanya terbatas pada apa yang ada pada buku teks, masih dijumpai siswa yang terlambat masuk kelas yang sebagian diantaranya diakibatkan kurang menyenangi pelajaran pada jam pelajaran tersebut. Siswa kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Diantara siswa yang tidak lulus ujian nasional sebagian diakibatkan karena nilai ujian nasional untuk mata pelajaran Matematika belum melampaui batas kelulusan.
Berdasarkan latar belakang pemikiran seperti diuraikan di atas dapat difahami betapa pentingnya dilakukan penelitian tarhadap efektivitas sistem bantuan dan pelayanan profesional bagi guru-guru dalam bentuk supervisi akademik dan supervisi klinis yang dilakukan pengawas satuan pendidikan di Kabupaten X. Selain itu juga untuk mengetahui efektifitas kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) terhadap peningkatan kompetensi profesional guru.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang penelitian di atas, jelas bahwa esensi dari penelitian ini adalah bagaimana upaya peningkatan kompetensi profesional guru sehingga mampu mengelola kegiatan pembelajaran dengan baik, yang akan melahirkan pembelajaran yang bermutu. Dari beberapa faktor yang dapat meningkatkan kompetensi profesional guru yang paling menarik untuk diteliti adalah supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas sekolah dan kegiatan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Dua pokok permasalahan utama dalam penelitian ini adalah :
1. bagaimanakah efektivitas kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas sekolah sebagai supervisor pengajaran dalam memberikan bantuan dan pelayanan profesional kepada guru-guru ?
2. bagaimanakah efektivitas wadah atau forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGPMP) sebagai bagian dari sistem bantuan dan pelayanan profesional bagi guru-guru ?
Pokok persoalan yang pertama menyangkut kegiatan yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah (pada saat melakukan kunjungan sekolah) terhadap guru guru, baik secara perorangan maupun kelompok, dengan maksud untuk membantu guru memperbaiki proses belajar mengajar. Secara perorangan, guru dapat membicarakan masalah yang dihadapinya dengan pengawas sekolah melalui pembicaraan individual. Sebagai satu kelompok, guru guru dapat mendiskusikan masalah-masalah pendidikan dan pengajaran yang dihadapinya sehari hari dengan bimbingan pengawas sekolah. Kegiatan seperti ini merupakan kegiatan supervisi pada tingkat sekolah (Wiles dan Lovell, 1975; Marks, Stoops dan Stoops, 1973; Neagley dan Evans, 1980.) , sementara Morrant (1981) dalam Satori (1989) menyebutnya sebagai kegiatan "school based in service". Morrant (1981 : 4) sendiri menyatakan bahwa "the term school based here is to describe the kind of teachers development that are run on the school premises for the sole benefit of the teachers of that school". Untuk maksud yang sama, Eltis, Braithwaite, Deer dan Kensel (1981) dalam Satori (1989) menyebut kegiatan itu sebagai "a school focused development program" yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah di sekolah yang dirasakan guru-guru atau masalah yang diidentifikasi oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah dalam rangka memperbaiki kualitas proses belajar mengajar di sekolah itu.
Masalah yang tidak atau belum terpecahkan di sekolah di bawa ke forum yang lebih luas untuk dibicarakan di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Perhatian terhadap efektivitas kegiatan forum tersebut menjadi pokok persoalan yang kedua dalam penelitian ini. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah wadah kerja sama guru guru dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional mereka, yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai proses dan hasil kegiatan belajar-mengajar. Di forum MGMP guru-guru dapat membicarakan masalah proses belajar mengajar serta memikirkan alternatif pemecahannya berdasarkan pengalaman dan ide ide yang bersumber dari mereka sendiri. Semua masalah yang menyangkut upaya perbaikan pengajaran dapat dibicarakan forum MGMP.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian yaitu : "Seberapa besar kontribusi supervisi pengajaran dan musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional Guru SMA Negeri di Kabupaten X ?"
Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Seberapa besar kontribusi supervisi pengajaran terhadap kompetensi profesional Guru SMA Negeri di Kabupaten X ?
2. Seberapa besar kontribusi musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri di Kabupaten X ?
3. Seberapa besar kontribusi supervisi pengajaran dan musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri di Kabupaten X ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan bertujuan :
1. Tujuan Umum
Untuk menggali informasi tentang efektifitas kepengawasan khususnya kegiatan supervisi pengajaran pengawas sekolah dalam perannya menciptakan iklim kerja yang kondusif, guna memberi motivasi kepada seluruh guru yang menjadi binaannya, agar mereka memiliki kompetensi profesional yang dapat menunjukan kinerja terbaiknya dalam mengelola pembelajaran menjadi pembelajaran yang berkualitas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui besarnya kontribusi kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di wilayah Kabupaten X .
b. Mengetahui besarnya kontribusi musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di wilayah Kabupaten X .
c. Mengetahui besarnya kontribusi kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas dan musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di wilayah Kabupaten X .

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Ditinjau dari aspek pengembangan ilmu (teoritis), penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu administrasi pendidikan aspek pengembangan sumber daya manusia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan studi lanjutan yang relevan dan sebagai bahan kajian tentang upaya peningkatan kompetensi profesional guru.
2. Manfaat Praktis
Ditinjau dari aspek praktis manfaat dari penelitian ini adalah bahwa informasi dan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh, akan dijadikan dasar untuk memberikan masukan kepada para pengawas sekolah yang mudah-mudahan berguna sebagai bahan rujukan dalam menyusun strategi kepengawasan terutama dalam memberikan motivasi terhadap guru agar para guru dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya, dan bagi pengelola MGMP digunakan sebagai bahan rujukan dalam menyusun strategi bentuk pengelolan kegiatan MGMP yang ideal pada perode berikutnya. Bagi guru mendapat supervisi klinis dari pengawas dan mengikuti kegiatan MGMP adalah sebagian kegiatan dalam upaya peningkatan profesionalismenya, yang paling penting justru muncul motivasi yang tinggi dari dalam diri guru bersangkutan untuk selalu meningkatkan kompetensi profesionalnya secara terus menerus.