Search This Blog

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR DEKORATIF PADA ANAK DI TK X

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR DEKORATIF PADA ANAK DI TK X

(KODE : PTK-0077) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR DEKORATIF PADA ANAK DI TK X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dunia pendidikan senantiasa diarahkan pada peningkatan mutu sumber daya manusia terutama anak TK. Anak sebagai peserta didik dipersiapkan untuk menjadi jiwa yang tangguh, mandiri, dan kreatif dalam memasuki era globalisasi yang penuh persaingan. Untuk itu penyelenggaraan program pendidikan akan lebih menitik beratkan pada perkembangan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Anak memerlukan kegiatan yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. Bagi anak, bermain merupakan sarana belajar bagi mereka. Bermain merupakan proses mempersiapkan diri untuk memasuki dunia selanjutnya dan merupakan cara untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak seperti aspek kognitif, sosial, emosi, dan fisik. Melalui kegiatan bermain dengan menggunakan alat permainan, anak terstimulasi untuk berkembang dengan baik perkembangannya.
Melalui bermain, gerakan motorik anak akan senantiasa terlatih dengan baik. Peningkatan keterampilan motorik seorang anak akan berdampak positif pada aspek perkembangan yang lain pula. Bagi anak usia prasekolah, gerakan-gerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi (Bredekamp, 1987 dalam solehuddin 2000).
Perlu diketahui bahwa kemampuan motorik halus sangat penting karena berpengaruh pada segi pembelajaran lainnya. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Mayke (2007) bahwa motorik halus penting karena ini nantinya akan dibutuhkan anak dari segi akademis. Kegiatan akademis tersebut seperti menulis, menggunting, menjiplak, mewarnai, melipat, menarik garis dan menggambar. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1978) bahwa penguasaan motorik halus penting bagi anak, karena seiring makin banyak keterampilan motorik yang dimiliki semakin baik pula penyesuaian sosial yang dapat dilakukan anak serta semakin baik prestasi di sekolah.
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord (Endah, 2008). Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Perkembangan ini akan berpengaruh pada kemampuan sosial emosi, bahasa, dan fisik anak.
Dalam perkembangan anak, biasanya kemampuan motorik kasar lebih dahulu berkembang daripada kemampuan motorik halus. Hal ini terbukti ketika anak sudah dapat berjalan dengan menggunakan otot-otot kakinya, kemudian anak baru mampu dapat mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menggambar atau menggunting. Keterampilan motorik halus pada umumnya memerlukan jangka waktu yang relatif lama untuk penyesuaiannya. Hal ini merupakan suatu proses bagi seorang anak untuk mencapainya. Maka diperlukan intensitas kegiatan yang syarat untuk meningkatkan kemampuan motorik halus.
Kemampuan motorik halus yang dimiliki setiap anak berbeda. Ada yang lambat dan ada pula yang sesuai dengan perkembangan tergantung pada kematangan anak. Namun sebaiknya selaku pendidik atau orang tua hendaknya mengetahui permasalahan dan memberikan solusi bagaimana meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak.
Menurut Holts (2009), kemampuan motorik anak dikatakan terlambat, bila di usianya yang seharusnya ia sudah dapat mengembangkan keterampilan baru, tetapi ia tidak menunjukkan kemajuan. Terlebih jika sampai memasuki usia sekolah sekitar 6 tahun, anak belum dapat menggunakan alat tulis dengan baik dan benar. Anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halus mengalami kesulitan untuk mengoordinasikan gerakan tangan dan jari-jemarinya secara fleksibel. Adapun beberapa faktor yang melatarbelakangi keterlambatan perkembangan kemampuan motorik halus misalnya kurangnya kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sejak bayi, pola asuh orangtua yang cenderung overprotektif dan kurang konsisten dalam memberikan rangsangan belajar, tidak membiasakan anak untuk mengerjakan aktivitas sendiri sehingga anak terbiasa selalu dibantu untuk memenuhi kebutuhannya, serta ada juga anak yang selalu disuapi sehingga fleksibilitas tangan dan jemarinya kurang terasah. Namun menurut Wing (2008), sebagian anak mengalami kesulitan dalam keterampilan motorik halus dilatarbelakangi oleh pesatnya kemajuan teknologi jaman sekarang seperti video games dan komputer, anak-anak kurang menggunakan waktu mereka untuk permainan yang memakai motorik halus. Ini bisa menyebabkan kurang berkembangnya otot-otot halus pada tangan. Keterlambatan perkembangan otot-otot ini menyebabkan kesulitan menulis ketika anak masuk sekolah. Beberapa anak menunjukkan keterlambatan dalam kemampuan motorik halus karena keterlambatan tumbuh kembang atau diagnosa medik seperti Down syndrome atau cerebral palsy (cacat mental).
Setelah mengetahui permasalahan secara umum di atas, jika melihat pada kenyataan di lapangan, sebagian Taman Kanak-kanak menerapkan pembelajaran yang dijadikan dasar peningkatan motorik halus terkadang kurang terencana dan terprogram. Guru masih menerapkan pembelajaran yang bersifat konvensional seperti pembelajaran yang kurang memunculkan minat anak dan masih kurangnya sarana prasarana pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak.
Melihat fenomena yang terjadi di lapangan khususnya di TK X berdasarkan pengamatan awal dan hasil diskusi dengan guru kelas menunjukan bahwa anak-anak pada umumnya masih memiliki kemampuan motorik halus yang masih rendah terutama pada kegiatan pramenulis seperti cara memegang pensil yang belum benar, menjiplak bentuk/garis yang belum rapi, kesulitan membuat bentuk-bentuk tulisan dan mewarnai yang masih terlihat corat-coret serta kegiatan lainnya yang masih memerlukan bimbingan dari lingkungan terutama kemampuan motorik halus, yang mencakup penggunaan koordinasi otot-otot kecil/halus. Hal ini bisa disebabkan faktor kematangan anak dan stimulasi/latihan yang belum diterapkan secara konsisten seperti pembelajaran yang ada dalam program di sekolah tersebut. Menurut pengamatan TK ini belum terdapat program dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak secara khusus. Untuk itu masalah ini sebaiknya segera diantisipasi adanya faktor penghambat kemajuan segi pembelajaran yang lain ini, sehingga kekhawatiran anak mengalami kesulitan dalam kemampuan motorik halus dapat diminimalisir.
Proses pembelajaran awal yang menyenangkan sangat berpengaruh pada kemajuan dari segi pembelajaran akademik lain dan kreativitas. Brenner (1990) dalam Solehuddin (2000) menyatakan bahwa tak ada masa yang lebih potensial untuk belajar daripada masa tahun-tahun awal kehidupan anak. Sehingga akan lebih baik bagi anak pada masa ini untuk diberi stimulasi belajar yang efektif untuk mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses pembelajaran awal yang menyenangkan dalam meningkatkan kemampuan motorik halus dapat dioptimalisasikan pada awal kehidupan anak. Menurut Solehuddin (2000) berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia TK masih perlu aktif melakukan berbagai aktifitas. Oleh karena itu pihak sekolah selayaknya mengembangkan kegiatan belajar yang sesuai dengan perkembangan anak untuk dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak.
Para ahli pendidikan memandang bahwa usia prasekolah merupakan masa emas bagi penyiapan anak untuk menjalani proses perkembangan dan belajar selanjutnya. Pada usia ini pula terdapat "masa peka" yang sangat potensial sekali untuk dikembangkan secara optimal sebagai tuntutan perkembangan anak.
Usia emas dalam perkembangan motorik adalah middle childhood atau masa anak-anak. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional,konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama.Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Pada usia ini, kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit seperti usia sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih maksimal dari pada usia sebelumnya.
Mengingat kemampuan motorik halus anak sangat penting, maka diperlukan kegiatan yang lebih ditingkatkan lagi, dapat memberikan kesenangan pada anak, memupuk jiwa kreatif serta merupakan dasar bagi keterampilan yang lainnya. Menurut Rachmawati dkk (2003) bahwa dengan potensi kreativitas, maka anak akan senantiasa membutuhkan aktivitas yang syarat dengan ide-ide kreatif.
Sedangkan para ahli konstruktivis mengasumsikan bahwa pada dasarnya anak itu memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan. Menurut pandangan ini (Schickedanz, et al, 1990), dalam Solehuddin (2002) pengetahuan pada dasarnya dibangun. Pengetahuan itu tidak terletak dimanapun, melainkan dibangun oleh anak dengan berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini diasumsikan bahwa keterlibatan, kreativitas, dan inisiatif anak dalam proses belajar merupakan hal yang esensial. Greenberg (1994) dalam Solehudin (2002) mengatakan bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih intensif jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain. Hal ini akan menciptakan suasana belajar yang bermakna.
Berkaitan dengan pembelajaran di sekolah, sebenarnya banyak pendekatan dan kegiatan pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan aspek motorik halus anak. Pendekatan seni merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan motorik halus anak. Seni adalah kegiatan manusia dalam mengekspresikan pengalaman hidup dan kesadaran artistiknya yang melibatkan kemampuan intuisi, kepekaan indriawi dan rasa, kemampuan intelektual, kreativitas serta keterampilan teknik untuk menciptakan karya yang memiliki fungsi personal atau sosial dengan menggunakan berbagai media.
Pengembangan seni juga bertujuan mengembangkan keterampilan motorik halus anak didik dalam berolah tangan. Salah satu diantaranya adalah pembelajaran bidang seni rupa yaitu pada kegiatan menggambar dekoratif. Pembelajaran seni merupakan salah satu pendekatan pembelajaran di TK yang memiliki aspek bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.
Menggambar dekoratif merupakan kegiatan menggambar hiasan (ornamen) pada kertas gambar atau pada benda benda tertentu (Prawira : 2004). Menurut E. Muharam dkk (1992) menggambar dekoratif peranannya bisa meluas ke segala bidang, misalnya dipergunakan sebagai bagian dari perlengkapan hidup. Gambar dekoratif telah memasuki segala aspek kehidupan manusia. Dengan demikian menggambar dekoratif memiliki peranan pada semua bidang tergantung pada kebutuhan manusia, termasuk peranannya dalam bidang pendidikan untuk keperluan melatih kemampuan motorik halus pada suatu pembelajaran.
Kegiatan menggambar dekoratif ini melibatkan unsur otot, syaraf, otak, dan jari-jemari tangan. Anak selayaknya diberi motivasi, dorongan yang dapat memunculkan minat anak terhadap kegiatan tersebut. Anak dilatih memegang pensil dengan benar ketika membuat suatu gambar, mewarnai atau memulas dengan menggunakan krayon atau kuas, sehingga dapat meningkatkan kelenturan jari jemari anak. Disinilah unsur-unsur tersebut akan terkoordinasi jika dilakukan dengan intensif.
Tak ada seorang anak pun yang tidak gemar menggambar. Saat disodorkan secarik kertas, ia akan dengan sigap mencoret-coret apa yang ada dalam imajinasinya di atas kertas tersebut. Karena itu, menggambar dianggap dapat dijadikan sebagai ajang mengasah kreativitas anak. Selain itu, aktivitas ini juga bermanfaat dapat menstimulasi daya imajinasi, mengembangkan gagasan, menyalurkan emosi, menumbuhkan minat seni, sekaligus mengoptimalkan kemampuan motorik halus anak prasekolah (Gerda, 2008).
Menurut Ki Hadjar Dewantoro dalam Sofa (2003) setiap fungsi perkembangan dan kemampuan dasar/genetik dalam diri anak, khususnya usia TK mempunyai masa peka tersendiri, misalnya masa peka untuk menggambar adalah tahun ke-5. Sehingga "masa peka" yang sangat potensial di usia prasekolah ini baik untuk dikembangkan secara optimal sebagai tuntutan perkembangan anak.
Dengan demikian kemampuan motorik halus anak perlu untuk ditingkatkan untuk mengubah suatu keadaan dalam memecahkan persoalan pendidikan yang timbul dan memperbaiki suatu keadaan di bidang pendidikan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana latihan kegiatan menggambar dekoratif dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak di TK X. Berdasarkan uraian yang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti memilih judul "Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Menggambar Dekoratif".

B. Rumusan Masalah
Secara Umum penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut : "Bagaimana Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Menggambar Dekoratif ?"
Rumusan masalah di atas secara khusus dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian, sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi kemampuan motorik halus anak di TK X sebelum mengikuti kegiatan menggambar dekoratif ?
2. Bagaimana proses kegiatan menggambar dekoratif dalam upaya meningkatkan kemampuan motorik halus anak di TK X ?
3. Bagaimanakah kemampuan motorik halus anak di TK X setelah mengikuti kegiatan menggambar dekoratif ?

C. Tujuan Penelitian
1. Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui upaya peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan menggambar dekoratif dalam pembelajaran di TK.
2. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran kondisi kemampuan motorik halus awal anak di TK X sebelum adanya kegiatan menggambar dekoratif.
2. Untuk mengetahui proses kegiatan menggambar dekoratif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak di TK X.
3. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan motorik halus setelah mengikuti kegiatan menggambar dekoratif pada anak di TK X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritik maupun praktis terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan menggambar dekoratif dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak.
Secara teoritik, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan kajian keilmuan tentang dunia anak usia TK.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kegiatan menggambar dekoratif dalam meningkatkan kemampuan motorik halus di TK.
2. Bagi guru TK dapat memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran agar lebih menerapkan prinsip pada bermain sambil belajar dan membimbing bagaimana agar kemampuan motorik halus anak dapat berkembang secara optimal.
3. Bagi anak akan memperoleh pembelajaran di bidang seni yang lebih menarik, menyenangkan dan memungkinkan bagi dirinya untuk meningkatkan kemampuan motorik halus yang sangat berguna untuk masa dewasa nanti.
4. Memberi bahan masukan kepada lembaga penyelenggaraan program PAUD pada umumnya dan untuk TK X untuk meningkatkan proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak.

E. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan motorik halus anak di TK X melalui kegiatan menggambar dekoratif. Maka metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan (action research). Metode penelitian tindakan yang dapat dikembangkan terdapat 4 komponen pokok yang juga menunjukan langkah (Sukardi, 2003) yaitu : plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect (perenungan) atau disingkat PAOR yang dilakukan secara intensif dan sistematis atas seseorang yang mengerjakan pekerjaan sehari-harinya. Keempat tahap tersebut adalah satu siklus atau daur, sehingga setiap tahap akan berulang kembali. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memecahkan masalah setelah siklus berlangsung beberapa kali diharapkan terjadi perbaikan yang diinginkan.
SKRIPSI PTK PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS ANAK TK MELALUI METODE SIMULATION GAME DENGAN MEDIA FLASHCARD (PGTK)

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS ANAK TK MELALUI METODE SIMULATION GAME DENGAN MEDIA FLASHCARD (PGTK)

(KODE : PTK-0076) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS ANAK TK MELALUI METODE SIMULATION GAME DENGAN MEDIA FLASHCARD (PGTK)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak, karena dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain. Akhadiah (Suhartono : 2005) menyatakan bahwa dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari organisme biologis menjadi pribadi di dalam kelompok. Belajar bahasa tidak akan terlepas dari belajar kosakata, penguasaan kosakata merupakan hal terpenting dalam keterampilan berbahasa, tanpa penguasaan kosakata yang memadai, maka tujuan pembelajaran bahasa tidak akan tercapai, karena semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, semakin terampil pula ia berbahasa.
Penguasaan kosakata merupakan salah satu syarat utama yang menentukan keberhasilan seseorang untuk terampil berbahasa, semakin kaya kosakata seseorang semakin besar kemungkinan seseorang untuk terampil berbahasa dan semakin mudah pula ia menyampaikan dan menerima informasi baik secara lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Dalam hal ini Tarigan (1985 : 85), menjelaskan bahwa kosakata dapat meningkatkan pertumbuhan kegiatan menulis, berbicara, membaca dan menyimak. Kridalaksana (1993 : 127) mendefinisikan kosakata sebagai komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa.
Jika dikaitkan dengan perkembangan bahasa anak, anak sebaiknya tidak hanya belajar bahasa ibu saja, tetapi juga bahasa asing lainnya. Hal ini disebabkan karena bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan agar terciptanya komunikasi yang lancar dan efektif.
Bahasa Inggris sebaiknya dikenalkan sejak dini, karena usia dini merupakan masa keemasan dimana segala sesuatu dapat diserap dengan mudah dan cepat. Kosasih (Hery, 2003) seorang pakar bahasa memiliki pandangan bahwa semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu. Para pakar yang lain seperti Me Laughlin dan Genesee (Hery, 2003) menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian pula Erik (Hery, 2003) seorang ahli neorologi berpendapat sebelum masa puberitas, daya pikir (otak) anak lebih lentur. Maka dari itu anak lebih mudah belajar bahasa, sedangkan sesudahnya akan semakin berkurang dengan pencapaiannya tidak maksimal Kosasih (Hery, 2003). Sesuai dengan pendapat di atas Purwo (2003) menyatakan bahwa usia 4-12 tahun merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama) alasannya, anak masih plastis dan lentur sehingga proses penyampaian bahasa lebih mulus.
Gadner (1975 : 89) menyatakan : "Seorang anak jika diajarkan/dididik dari awal maka anak akan berhasil di masa depan dan sebaliknya, jika gagal mendidik anak maka awal dari kehidupan anak sekolah awal kehancuran". Dalam pembelajaran bahasa anak belum dapat belajar secara sempurna. Karena anak tidak boleh dipaksakan untuk belajar, sebaiknya guru dan orang tua memberikan metode pembelajaran bahasa Inggris yang bisa membuat anak merasa senang dan tidak merasa terpaksa untuk belajar. Senada dengan pernyataan di atas Moeslichatoen (2004) menyatakan bahwa metode-metode yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK yaitu bermain, karyawisata, bercakap-cakap, bercerita.
Mar'at (2005 : 66) menyatakan bahwa penguasan kosakata anak 4-5 tahun berada pada periode diferensiasi, yaitu dapat menggunakan kata-kata dan sesuai dengan maknanya. Beberapa pengertian abstrak separti pengertian waktu dan ruang mulai muncul, menguasai kata benda dan kata kerja mulai terdiferensiasi.
Menurut Hurlock (1990 : 113) usia 4-5 tahun merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara yaitu menambah kosakata. Menguasai penambahan pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat. Penguasan kosakata anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru. Anak usia 4-5 tahun umumnya sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 koaskata, sedangkan menurut Tarigan (1993 : 3) lingkup kosakata yang diucapkan anak menyangkut kosakata dasar, diantaranya yaitu perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok dan kata bilangan pokok.
Hurlock (1990 : 151), mengemukakan bahwa salah satu tugas utama dalam belajar berbicara adalah anak harus dapat meningkatkan jumlah kosakata. Anak harus dapat belajar meningkatkan arti dengan bunyi karena banyak kata yang memiliki arti yang lebih dari satu dan sebagian kata yang bunyinya hampir sama, tapi memiliki arti yang berbeda.
Peningkatan kosakata dapat dilakukan dengan berbagai macam cara melalui membaca, mendengarkan dan menonton. Peningkatan kosakata atau penguasaan kosakata tesebut lebih banyak dilakukan di dunia pendidikan, terutama dilembaga pendidikan prasekolah sepaerti lembaga PAUD, mengingat kosakata anak masih terbatas. Menurut Tarigan (1993 : 3) secara umum untuk memperkenalkan kosakata pada anak perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan kosakata dasar, diantaranya adalah perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok dan kata bilangan pokok.
Umumnya peningkatan kosakata di lembaga pendidikan anak usia dini dilakukan dengan menciptakan situasi yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Kesempatan ini dilakukan melalui kegiatan bercakap-cakap, bercerita dan tanya jawab. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan media pengajaran bahasa anak khususnya peningkatan kosakata anak. Penggunaan media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi belajar anak. Selain itu menurut Arsyad (2002 : 26) "penggunaan media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman pada anak tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka".
Pengembangan kemampuan berbahasa di Taman Kanak-kanak bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa dengan baik (Somantri, 2006 : 6). Namun dalam kenyataannya tujuan tersebut belum bisa dicapai secara maksimal. Sebagai contoh anak seringkali mendapat kesulitan mengungkapkan pendapatnya ketika pembelajaran berlangsung, sulit mendapatkan jawaban ketika guru bertanya, bahkan untuk berbicara pun anak masih perlu motivasi dan bantuan dari guru.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan khususnya di KT X, pembelajaran pada umumnya masih bersifat konvensional. Guru kurang kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga penyampaian pembelajarannyapun kurang menarik bagi anak, begitu pula dalam pelajaran pengembangan berbahasa khususnya dalam meningkatkan kemampuan kosakata bahasa Inggris masih terlihat kaku, karena pembelajaran bahasa Inggris dianggap sulit dan tidak menyenangkan. Dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran jarang sekali guru menggunakan metode dan menyediakan media yang menarik bagi anak, sehingga anak terlihat bosan.
Sujana dan Rivai (1992 : 26) mengemukakan manfaat media pegajaran dalam proses belajar siswa, yaitu "pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat memotivasi belajar dan siswa dapat labih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lainya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain".
Media sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di TK termasuk meningkatkan penguasaan kosakata pada anak usia TK, media pendidikan dapat dipergunakan untuk membangun pemahaman penguasaan kosakata. Beberapa media pendidikan yang sering dipergunakan dalam pembelajaran diantaranya media cetak, elektonik model dan peta, Kreyenhbuhl (Mujianto, 2007 : 4)
Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya penguasaaan kosakata adalah media kartu kata dan gambar atau sering juga disebut "flashcard" media ini merupakan media yang memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar.
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat dalam Ekopeum (2007 : 2), kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual dimana 11% dari yang dipelajari melalui indera pendengara, sedangkan 83% lewat indera penglihatan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Mustolih (2007) menunjukan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual yakni 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran sedangkan 83% lewat indera penglihatan disamping itu dikemukakan bahwa individu hanya dapat mengingat 20% dari sesuatu yang didengar, namun meningkat 50% dari sesuatu yang didengar.
Gilispie (Ramli, 2007 : 31) permainan simulasi secara tidak langsung merupakan suatu rekayasa lingkungan yang realistis dalam mengembangkan solusi yang realistis untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut senada dengan pernyataan Joyce dan Weil (1985 : 296), permainan simulasi merupakan permainan yang menyenangkan, permainan dengan kombinasi unsur-unsur realitas dan mengembangkan pemecahan masalah yang realistis serta penuh dengan suasana kompetitif.
Berdasarkan uraian di atas salah satu upaya peningkatan penguasaan kosakata dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan media kartu kata dan gambar (flashcard). Oleh karena itu penelitian peningkatan kosakata bahasa Inggris anak TK X diadakan dengan judul "Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Anak Taman Kanak-Kanak melalui Metode Simulation Game dengan Media FlashCard"

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana peningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak TK melalui metode simulation game dengan media flashcard ?
Adapun sub masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Inggris anak Taman Kanak-kanak X ?
2. Bagaimana penggunaan metode simulation game dengan media flashcard dalam meningkatan kosakata bahasa Inggris anak Taman Kanak-kanak X ?
3. Bagamana peningkatan kosakata bahasa Inggris anak di TK X setelah menggunakan metode simulation game dengan media flashcard ?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi 2 :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui melalui metode simulation game dengan media flashcard dalam meningkatkan kosakata bahasa Inggris anak TK.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui kondisi objektif kosakata bahasa Inggris di TK X.
2. Mengetahui proses penerapan metode simulation game dengan media flashcard dalam meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak TK X.
3. Mengetahui hasil penguasaan kosakata bahasa Inggris anak melalui metode simulation game dengan media flashcard.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya, dan dalam bidang bahasa Inggris khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pengembangan bahasa khususnya peningkatan kosakata bahasa Inggris pada anak Taman Kanak-kanak.
b. Bagi Guru
1. Sebagai masukan bagi guru dalam peningkatan penguasan kosakata bahasa Inggris anak.
2. Memberikan informasi tentang peranan atau manfaat metode dan media dalam proses belajar anak khususnya dalam meningkatkan penguasaana kosakta bahasa Inggris anak.
c. Bagi Lembaga, diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi lembaga agar dapat meningkatkan dan mengembangkan program pembelajaran khususnya dalam pembelajaran bahasa Inggris anak.

1.5. Definisi Operasional
Untuk mempelajari fokus penelitian ini, maka penulis memberikan devinisi operasional mengenai hal-hal yang berkenaan dengan judul penelitian.
a. Media flashcard
Media flashcard dalam penelitian ini adalah sejenis kartu yang digunakan untuk membantu memperkenalkan kata-kata kepada anak. Flashcard ini biasanya terbuat dari kertas karton dan ukurannya sangat variatif disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Media flashcard dalam penelitian berupa kartu bergambar/tulisan. Kartu tersebut dibuat dengan menggunakan tangan, print atau menggunakan media yang dengan ukuran 9 x 13 Cm.
Media flashcard ini dipilih karena bentuknya sangat sederhana dan dapat diperoleh dengan mudah, tulisannya pendek, mudah diingat anak, mudah dibawa-bawa, menyenangkan dan praktis.
b. Kosakata
Kosakata dalam penelitian ini adalah kosakata yang telah dirancang oleh peneliti untuk mengetahui penguasaan kosakata Bahasa Inggris anak. dalam penelitan ini kosakata yang harus dikuasai oleh anak adalah sebanyak 50 kosakata yang menyangkut kosakata dasar seperti : kata benda, kata kerja sederhana, kata bilangan, warna, nama-nama bagian tubuh, dan lain sebagainya.
c Metode Simulation game
Simulation game dalam penelitian ini adalah suatu bentuk kegiatan yang melibatkan aktivitas kognitif, afektif, dan psikomotor dalam suasana yang menyenangkan dengan rekayasa lingkungan menyerupai kondisi nyata dalam suasana kelompok. Dalam pelaksanaannya setiap anak berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang telah ditentukan sebelumnya.

1.6.Metode dan Desain Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan pengusaan kosakata bahasa Inggris melalui penggunaan metode simulation game dengan media jlashcard. Permasalahan ini sesuai dengan hasil obsevasi awal di lapangan yang menemukan bahwa belajar bahasa Inggris itu sulit dan tidak menyenangkan, pemahaman anak tentang bahasa inggris masih rendah dan penggunaan media pada saat pembelajaran masih kurang optimal. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) dalam bahasa Inggris PTK disebut juga Classroom Action research (CAR), karena metode ini dianggap sesuai dengan tujuan yang dirumuskan yaitu untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak melalui metode simulation game deangan media flashcard serta diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengejar secara optimal. Pelaksanaan PTK dilakukan melalui siklus yang terdiri atas tahap perencanaan (planing), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).

1.7. Teknik dan Alat Pengurupulan Data
Teknik pengurupulan data yang digunakan adalah observasi, yaitu dengan mengamati secara sistematis perilaku anak. Wawancara dan dokumentasi sebagai pelengkap data. Teknik pengurupulan data peneliti bersifat partisifatif kolaboratif, hal ini dilakukan untuk memperoleh data seobjektif mungkin.
SKRIPSI PENGARUH KUALITAS AUDIT, LIKUIDITAS, PROFITABILITAS DAN AUDITOR CHANGES TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DAN NON MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI PENGARUH KUALITAS AUDIT, LIKUIDITAS, PROFITABILITAS DAN AUDITOR CHANGES TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DAN NON MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

(KODE : EKONAKUN-0082) : SKRIPSI PENGARUH KUALITAS AUDIT, LIKUIDITAS, PROFITABILITAS DAN AUDITOR CHANGES TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DAN NON MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pihak manajemen berkepentingan untuk menyajikan laporan keuangan sebagai suatu gambaran prestasi kerja mereka. Laporan ini berpotensi dipengaruhi oleh kepentingan pribadi. Sementara pihak ketiga yaitu pihak eksternal selaku pemakai laporan keuangan sangat berkepentingan untuk mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan prinsipal dengan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Auditor adalah pihak ketiga yang dianggap mampu menjebatani kepentingan pihak prinsipal dengan pihak manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006). Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan.
Tugas auditor adalah memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan. Selanjutnya laporan keuangan yang telah di audit tersebut dapat digunakan sebagai sumber informasi baik oleh prinsipal maupun oleh investor yang akan menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Levitt dalam Margareta (2005) mengatakan bahwa opini audit atas laporan keuangan merupakan salah satu pertimbangan penting bagi investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi oleh karena itu auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor.
Informasi ini merupakan kebutuhan mendasar bagi para investor dalam pengambilan keputusan investasi. Salah satu informasi yang diharapkan mampu memberi bantuan kepada pemakai dalam membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang disajikan dalam bentuk kuantitatif yang mana informasi-informasi yang disajikan di dalamnya dapat membantu berbagai pihak dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan. Sebagaimana yang dikemukakan dengan jelas oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan adalah sebagai berikut ini.
"Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi" (IAI, 2004 : par 12).
Penentuan untuk berinvestasi memerlukan suatu informasi-informasi yang dibutuhkan oleh investor baik itu dari segi laporan keuangan tetapi juga dari segi yang lain. Informasi yang paling dibutuhkan oleh investor bukan saja hanya dari keuntungan yang akan mereka peroleh tetapi seringkali ada hal yang disampingkan yaitu mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan. Seringkali investor hanya melihat pada kondisi keuangan pada profitabilitasnya saja. Karena seringkali mereka hanya melihat pada suatu sisi saja, maka banyak investor yang kehilangan banyak investasinya karena tidak memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan yang dipilihnya.
Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnisnya. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang (Setyarno dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan Basri dalam Margaretta (2005) menemukan bahwa kurang lebih 80% dari 280 perusahaan yang sudah go public praktis bisa dikategorikan sudah bangkrut sebab nilai aset perusahaan-perusahaan tersebut saat ini sudah jauh di bawah angka nilai nominal utang atau pinjaman luar negerinya. Penelitian ini memberikan banyak pengertian bahwa sebenarnya perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian yang besar belum tentu memiliki going concern yang baik di masa yang akan datang. Opini auditor merupakan sumber informasi bagi pihak di luar perusahaan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan, hanya auditor yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang dihasilkannya reliable.
Auditor memiliki peran penting memberikan keyakinan kepada investor untuk menginvestasikan kepada perusahaan yang dipilihnya. Data dan informasi perusahaan akan lebih mudah dipercaya dan digunakan oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan melalui opini auditor. Carlson (1998) melakukan studi yang mengidentifikasi reaksi investor terhadap opini auditor yang memuat informasi kelangsungan hidup perusahaan berdasarkan pengungkapan hasil analisis laporan keuangan, investor perlu mengetahui hasil dari pemeriksanaan auditor mengenai keadaaan keuangan yang sebenarnya.
Arens (1996) mengemukakan bahwa laporan audit adalah tahap terakhir dari keseluruhan proses audit, laporan audit merupakan alat komunikasi bagi auditor untuk mengkomunikasikan hasil temuannya dalam proses audit. Opini audit diberikan oleh auditor setelah melakukan serangkaian proses audit. Jadi auditor dalam memberikan opini audit telah didasarkan pada keyakinannya dan telah sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik. Akan tetapi, pada praktiknya banyak terjadi pelanggaran terhadap peraturan audit yang dilakukan oleh auditor. Misalnya auditor sengaja berpihak pada klien untuk memperoleh imbalan yang besar atau untuk meningkatkan reputasi Kantor Akuntan Publik. Kondisi ini memungkinkan auditor tidak memperhatihkan aspek going concern ketika memberikan opini audit. Dampak yang tidak diharapkan dari opini going concern mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan menimbulkan konsekuensi negatif dalam pengeluaran opini going concern. Geiger et al. (1996) menemukan bukti terjadinya peningkatan pergantian auditor yang mengeluarkan opini going concern pada perusahaan financial disstress.
Penelitian terkait dengan going concern telah dilakukan oleh berbagai penelitian sebelumnya baik dalam maupun luar negeri. Di Indonesia ada beberapa penelitian terkini yang menggunakan going concern sebagai tema atau topik penelitiannya, seperti : Suartana (2007), Praptitorini dan Januarti (2007), Setyarno dkk (2006), Agrianti Komalasari (2004, 1 :16). Keempat penelitian tersebut menggunakan variabel penelitian yang berbeda-beda.
Penelitian ini merupakan pengembangan dan replikasi dari penelitian Setyarno dkk (2006) dengan perbedaan sebagai berikut ini :
1. Variabel penelitian
Setyarno dkk (2006) menggunakan empat variabel independen dalam penelitiannya, yaitu : pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going concern, sementara penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu kualitas audit, likuiditas, profitabilitas dan auditor changes. Likuiditas, profitabilitas dan auditor changes ditambahkan sebagai saran dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno dkk (2006) sehingga hasil penelitian akan lebih bisa memprediksi penerbitan opini audit going concern dengan lebih cepat.
2. Sampel penelitian.
Setyarno dkk (2006) menggunakan sampel seluruh auditee manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sementara itu, penelitian ini menggunakan sampel seluruh auditee manufaktur dan non manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Alasan pemilihan sampel yaitu untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Setyarno dkk (2006) dan dengan menambah sampel diharapkan memperoleh hasil yang lebih akurat.
Atas dasar uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait opini going concern dengan judul "Pengaruh Kualitas Audit, Likuiditas, Profitabilitas dan Auditor Changes Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Dan Non Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia"

B. Perumusan Masalah
Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya bahwa laporan keuangan auditan merupakan dasar pengambilan keputusan investasi dan atau kredit bagi investor maupun kreditor serta arti penting opini going concern bagi pemakai laporan keuangan terkait pernyataan auditor tentang kelangsungan hidup perusahaan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu apakah kualitas audit, likuiditas, profitabilitas dan auditor changes berpengaruh terhadap opini going concern yang akan dikeluarkan oleh auditor.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kualitas audit, likuiditas, profitabilitas dan auditor changes terhadap opini audit going concern yang akan dikeluarkan oleh auditor.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak sebagai berikut ini.
1. Bagi Investor dan Kreditor
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan investasi dan kredit yang diberikan terutama menyangkut kelangsungan hidup perusahaan (emiten).
2. Emiten
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen terkait kelangsungan hidup atau operasional perusahaan berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
3. Bagi Penelitian Berikutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan referensi yang akan melakukan penelitian lebih lanjut terutama penelitian-penelitian tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
4. Bagi Kantor Akuntan Publik
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang pentingnya kualitas audit, likuiditas, profitabilitas, auditor change dan opini audit going concern atas laporan keuangan.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan pustaka, penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi pembahasan tentang desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, prosedur pemilihan sampel, teknik pengumpulan data dan sumber data, variabel penelitian dan pengukurannya, dan teknik analisis data.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil pengumpulan data, analisis hasil penelitian, pengujian hipotesis dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan, dan saran bagi penelitian selanjutnya.
SKRIPSI ANALISIS KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z SCORE PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI ANALISIS KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z SCORE PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

(KODE : EKONAKUN-0081) : SKRIPSI ANALISIS KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z SCORE PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia bisnis selalu mengalami perkembangan setiap tahun, dengan keadaan yang selalu berkembang perusahaan harus mempersiapkan perusahaan yang kuat dan tangguh. Seiring perkembangan zaman, permasalahan selalu datang dan resiko selalu ada di setiap keputusan yang diambil untuk memajukan perusahaan. Perusahaan menentukan strategi untuk menghadapi tantangan dan persaingan yang cukup ketat.
Perusahaan harus mampu menciptakan produk yang mampu menguasai pasar dan mampu bersaing dengan produk kompetitor agar perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan hidup (going concern). Strategi perusahaan ini didukung oleh keadaan krisis yang menuntut perusahaan agar dapat bertahan dalam persaingan. Hasil dari persaingan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan penjualan di laporkan dalam laporan keuangan.
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan mempakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta pembahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal ini ditempuh dengan cara melakukan analisis laporan keuangan. Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan.
Perusahaan sering mengalami kegagalan dalam persaingan pasar yang mengakibatkan perusahaan tidak mencapai target penjualan yang telah ditetapkan. Kekalahan perusahaan dalam persaingan usaha disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi seperti saat ini. Krisis ekonomi menyebabkan konsumen meminimalisasi pengeluaran karena semakin rendahnya daya beli, yang berakibat menurunnya penjualan yang dicapai oleh perusahaan otomotif. Pasar Indonesia juga sudah dimasuki produk otomotif dari luar Indonesia khususnya dari Cina. Cina sudah memproduksi kendaraan bermotor secara massal yang siap bersaing dalam pasar otomotif Indonesia. Pada masa resesi ekonomi perusahaan otomotif mengalami guncangan dan tantangan yang memberikan akibat yang fatal, sebagai contoh pada perusahaan General Motor. Perusahaan General Motor harus menutup perusahaan yang berada di Amerika Serikat karena ketidakmampuan perusahaan untuk going concern selama resesi ekonomi yang terjadi saat ini.
Keadaan yang terjadi di perusahaan General Motor maka perlu dianalisis apakah perusahaan otomotif yang bersaing di pasar otomotif Indonesia mampu untuk bersaing dan melanjutkan kelangsungan hidup perusahaan. Karena apabila tidak mampu bersaing dalam ketatnya persaingan maka dapat menyebabkan financial distress. Financial distress yang ditandai dengan rendahnya penjualan maka pendapatan perusahaan pun semakin rendah. Rendahnya pendapatan perusahaan, mengakibatkan perusahaan tidak dapat membayar hutang-hutangnya kepada pihak lain. Sehingga financial distress menjadi awal yang menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan.
Penelitian dapat menggunakan rasio-rasio keuangan yaitu penelitian-penelitian yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksikan kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan financial distress. Financial distress merupakan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi. Menurut Atmini (2005), financial distress adalah konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi di mana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default. Ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas.
Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum. Adapun dampak dari financial distress itu sendiri antara lain yaitu : resiko yang terkandung dalam biaya dari financial distress berdampak negatif bagi perusahan sebagai pengganti kerugian pajak seiring dengan kenaikan hutang perusahaan, hubungan terhadap konsumen, pemasok, karyawan dan kreditor menjadi rusak karena mereka ragu akan eksistensi perusahaan, manajemen akan lebih fokus pada aliran kas jangka pendek dibandingkan kesehatan perusahaan jangka panjang, biaya tidak langsung yang terkandung pada financial distress akan lebih signifikan dibandingkan biaya langsung yang nyata seperti pembayaran untuk pengacara, dan program untuk pemulihan kembali. Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko dari financial distress antara lain : sensivitas pendapatan perusahaan terhadap aktivitas ekonomi secara keseluruhan, proporsi biaya tetap terhadap biaya variabel nya, likuiditas dan kondisi pasar dari asset perusahaan, kemampuan kas terhadap bisnis perusahaan. Dengan diadakannya penelitian tentang financial distress dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Rasio keuangan yang digunakan adalah rasio keuangan yang berasal dari informasi di dalam Neraca dan Laporan Laba Rugi, lebih ditekankan pada rasio yang mencerminkan kinerja asset dan ekuitas perusahaan dalam mencapai laba dan proporsi hutang terhadap aktiva. Penelitian ini berusaha untuk menguji variabel rasio keuangan untuk mengukur tingkat kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan metode Z Score Altman. Berdasarkan gambaran dan urian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan metode altman z score dalam sebuah skripsi dengan judul "Analisis Kebangkrutan Perusahaan dengan Menggunakan Metode Altman Z Score pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia".

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : "Apakah metode Altman Z Score dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?"

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode Altman Z Score dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, untuk memperluas wawasan penulis di dalam bidang akuntansi mengenai metode Altman Z Score, kebangkrutan perusahaan, dan prediksi metode Altman Z Score terhadap kebangkrutan perusahaan.
2. Bagi perusahaan, untuk memberikan informasi atas penelitian yang dilakukan penulis agar dapat dijadikan pertimbangan untuk kemajuan perusahaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini menjadi bahan referensi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan rasio keuangan dan kebangkrutan perusahaan.
SKRIPSI PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN OTOMOTIF DI INDONESIA

SKRIPSI PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN OTOMOTIF DI INDONESIA

(KODE : EKONAKUN-0080) : SKRIPSI PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN OTOMOTIF DI INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dunia bisnis menghadapi dua kutub yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Bisnis sangat mendambakan efisiensi yang antara lain harus disertai upaya penekanan biaya. Setiap rupiah yang dibayarkan harus dianggap sebagai input yang harus dapat dipertanggungjawabkan dan tampak jelas pengaruhnya pada output. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak memenuhi kriteria itu adalah pemborosan yang harus ditekan. Di lain sisi bisnis mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan di mana ia beroperasi. Lingkungan menuntut berbagai hal yang kadang-kadang justru menghambat perusahaan untuk bekerja efisien.
Pandangan terhadap tuntutan di atas juga terbelah dua. Sebagian manajer memandangnya dengan positif. Sudah sepantasnyalah jika perusahaan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk lingkungan sebagai balas jasa bagi penyediaan berbagai sumber daya. Kalangan ini menganggap bahwa perusahaan berhutang pada lingkungan, sehingga perlu untuk melakukan sesuatu sebagai ekspresi pembayaran utang tersebut. Sebagian manajer lain berpendapat sebaliknya. Perusahaan telah membayar berbagai kewajiban-kewajiban dengan baik (pajak, bea, restribusi, bunga, upah, dan sebagainya) sehingga tidak perlu lagi untuk membuat pengeluaran-pengeluaran lain yang tidak perlu. Perusahaan bukan peminjam, tetapi membeli sumber daya dengan harga yang pantas (Asri, 2005).
Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (Hartanti dan Monika, 2008). Keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana reaksi masyarakat sekitar muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Contoh di Indonesia adalah kasus Inti Indorayon Utama di Sumatera Utara, kasus Newmont di Minahasa dan kasus Freeport Indonesia di Papua.
Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (Hartanti dan Monika, 2008). Indonesia tidak ketinggalan untuk menekankan penerapan tanggung jawab sosial perusahaan bagi perusahaan. Di Indonesia, kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan tersebut diatur oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Pasal 74 tahun 2007, di mana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pemikiran yang melandasi tanggung jawab sosial perusahaan yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban kepada pemengang saham atau shareholder tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Tanggung jawab sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholders, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga competitor (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Tanggung jawab sosial perusahaan menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu memperhatikan juga masalah sosial dan lingkungan (Mahoney dan Roberts, 2003).
Penelitian ini mencoba untuk menemukan apakah terdapat pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kinerja keuangan yang tercermin dalam return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan return on sales (ROS) dengan menggunakan ukuran perusahaan yang tercermin dalam total asset sebagai variabel moderating pada perusahaan sektor pertambangan dan otomotif di Indonesia selama tahun 2005 hingga 2007. Penelitian ini juga mencoba untuk menemukan perbedaan tanggung jawab sosial antara perusahaan sektor pertambangan dan perusahaan sektor otomotif di Indonesia. Dalam penelitian ini hanya memakai ukuran perusahaan yang dicerminkan dalam total aset sebagai variabel moderating karena dianggap sudah mewakili indikator kinerja keuangan seperti dalam penelitian Mahoney dan Roberts (2003) dan Fauzi, Mahoney dan Rahman (2007) yang menyebutkan bahwa total aset merupakan money machine untuk menghasilkan penjualan dan pendapatan perusahaan.
Penulis tertarik untuk meneliti tanggung jawab sosial perusahaan pada perusahaan sektor pertambangan dan sektor otomotif karena dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaporkan dalam laporan tahunan perusahaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada perbedaan tanggung jawab sosial antara perusahaan sektor pertambangan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam dan selama ini banyak disorot oleh berbagai pihak karena masalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya dengan perusahaan sektor otomotif yang usahanya tidak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam sebagaimana tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan ini dengan judul "Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan pada Perusahaan Sektor Pertambangan dan Otomotif di Indonesia".

B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh terhadap return on asset (ROA) perusahaan ?
2. Apakah tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh terhadap return on equity (ROE) perusahaan ?
3. Apakah tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh terhadap return on sales (ROS) perusahaan ?
4. Apakah ukuran perusahaan memiliki pengaruh sebagai variabel moderating dalam hubungan antara corporate social responsibility dan kinerja keuangan ?
5. Apakah terdapat perbedaan tanggung jawab sosial perusahaan antara perusahaan sektor pertambangan dengan sektor otomotif di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh bukti empiris tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
2. Mengetahui perbedaan tanggung jawab sosial perusahaan pada perusahaan sektor pertambangan dan perusahaan sektor otomotif di Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh ukuran perusahaan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara corporate social responsibility dan kinerja keuangan.

D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan pada perusahaan sektor pertambangan dan sektor otomotif di Indonesia yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI), serta bagaimana pengaruh tanggung jawab sosial terhadap kinerja keuangan perusahaan. Secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Dalam bidang akademik, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dengan segala komponen yang mempengaruhinya.
2. Bagi perusahaan, dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya pertanggungjawaban sosial perusahaan dan sebagai pertimbangan dalam pembuatan kebijaksanaan perusahaan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan sosial.
3. Bagi peneliti lainnya, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dan kerangka kerja bagi penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Telaah Pustaka
Bab ini membuat landasan teori yang membuat teori-teori konseptual yang mendukung penelitian, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini mengulas metode penelitian yang mencakup desain penelitian, penentuan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, pengukuran variabel dan metode analisis data yang terdiri dari pengujian data dan pengujian hipotesis.
Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini merupakan analisis penelitian, dalam bab ini membahas deskripsi hasil pengolahan data, pengujian hipotesis dan penjelasan pendukung dalam rangka penyusunan kesimpulan penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan, kesimpulan, implikasi keterbatasan serta saran bagi penelitian selanjutnya.
SKRIPSI ANALISIS ANGGARAN BIAYA PRODUKSI SEBAGAI ALAT PENGAWASAN

SKRIPSI ANALISIS ANGGARAN BIAYA PRODUKSI SEBAGAI ALAT PENGAWASAN

(KODE : EKONAKUN-0079) : SKRIPSI ANALISIS ANGGARAN BIAYA PRODUKSI SEBAGAI ALAT PENGAWASAN




BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya, banyak perusahaan yang berkembang menjadi perusahaan yang lebih besar. Sehubungan dengan perkembangan perusahaan tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang ada dalam perusahaan menjadi bertambah banyak, baik jenis kegiatan maupun volume kegiatan yang dilaksanakan. Jika perusahaan berkembang menjadi besar atau perusahaan yang didirikan dengan skala perusahaan besar, maka perencanaan dan pengawasan kegiatan yang dilaksanakan haruslah memadai dengan besarnya perusahaan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang ada di dalam perusahaan semacam ini akan merupakan kegiatan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kegagalan pelaksanaan salah satu kegiatan akan mempunyai akibat terhadap kegiatan lain di dalam suatu bagian, atau bahkan dengan bagian yang lain di dalam perusahaan. Dengan demikian, maka perencanaan dan pengawasan dalam perusahaan tersebut harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan secara terpadu. Dengan diharapkan pemborosan dapat dicegah atau setidak-tidaknya dapat dikurangi dari periode-periode sebelumnya.
Untuk menjawab tantangan dalam perusahaan, maka dewasa ini lazim dipergunakan anggaran sebagai sistem perencanaan, koordinasi dan pengawasan dalam perusahaan. Anggaran sebagai suatu sistem nampaknya cukup memadai untuk dipergunakan sebagai alat perencanaan, koordinasi dan pengawasan dari seluruh kegiatan perusahaan. Dengan mempergunakan anggaran, perusahaan akan dapat menyusun perencanaan dengan lebih baik sehingga koordinasi dan pengawasan yang dilakukan dapat memadai pula.
Anggaran merupakan kumpulan berbagai informasi yang diharapkan akan dapat dicapai di masa yang akan datang dalam suatu periode tertentu. Anggaran dibutuhkan manajemen untuk merencanakan semua aktivitas dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain sebagai alat perencanaan, anggaran juga mempunyai arti yang sangat penting dalam pengkoordinasian kegiatan. Dengan adanya koordinasi diharapkan kerja sama yang baik dari seluruh bagian untuk mencapai tujuan bersama.
Perencanaan terhadap anggaran harus disertai dengan pengawasan. Pengawasan bukan lagi dianggap sebagai tekanan dan unsur paksaan tetapi rasa tanggung jawab terhadap tujuan yang hendak dicapai untuk kepentingan dan kehidupan bersama. Pengawasan sangat berfungsi bagi manajemen untuk mengetahui bahwa aktivitas yang dilaksanakan dalam mencapai tujuan dapat berjalan seperti direncanakan. Pengawasan juga dimaksudkan untuk menilai sampai sejauh mana efisiensi telah dicapai dalam melaksanakan kegiatan. Dengan demikian, perencanaan merupakan salah satu unsur sistem pengawasan.
Penyusunan anggaran biaya produksi yang baik akan menunjang kegiatan produksi perusahaan sehari-hari yang nantinya akan menunjang seluruh kegiatan perusahaan. Demikian pula, pengawasan biaya produksi sebagai suatu fungsi memperbandingkan biaya produksi yang sebenarnya dengan anggaran biaya produksi. Dengan adanya perbandingan tersebut dapat dievaluasi apakah telah terjadi penyimpangan baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
Penyimpangan biaya yang terjadi, baik itu yang bersifat menguntungkan/merugikan perusahaan perlu dianalisis supaya lebih informatif dan akurat dalam pemakaiannya. Analisis ini perlu untuk meneliti dimana penyimpangan itu terjadi, apa penyebabnya dan siapa saja yang bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut. Lebih lanjut hasil analisis ini dapat digunakan pihak manajemen sebagai dasar untuk melakukan tindakan perbaikan dan juga sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan-keputusan yang relevan.
PT. Coca Cola Bottling Indonesia-X merupakan sebuah perusahaan pembotolan yang bergerak dalam bidang minuman ringan (soft drink). Adapun minuman yang diproduksi adalah Coca Cola, Sprite, Fanta, Frestea, dan Hi-C. Seperti yang kita ketahui, penjualan produk-produk ini sampai pada daerah yang terpencil sekalipun. Ini menggambarkan bahwasanya penjualan merupakan hal yang sangat berpengaruh pada pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan penghematan biaya produksi agar laba yang nantinya diperoleh perusahaan akan maksimal.
Dari hasil pengamatan, penulis menjumpai adanya perbedaaan/varian yang cukup signifikan antara pos-pos biaya produksi dengan realisasinya untuk periode 2003 dan 2004.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana peranan anggaran biaya produksi sebagai alat pengawasan pada perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, penulis memilih judul "Analisis Anggaran Biaya Produksi Sebagai Alat Pengawasan pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia X."

2. Batasan dan Perumusan Masalah
a. Batasan Masalah
Karena banyaknya produk yang dihasilkan oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia-X, maka penulis membatasi permasalahan pada produk Coca Cola kemasan botol dengan ukuran 6,5 OZ atau ukuran 193 ml.
b. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perusahaan menyusun anggaran biaya produksinya dan apakah anggaran biaya produksi pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia-X sebagai alat pengawasan telah berfungsi dengan baik ?
2. Mengapa terjadi penyimpangan antara anggaran dengan realisasi biaya produksi ?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan menyusun anggaran biaya produksinya dan apakah anggaran biaya produksi pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia-X sebagai alat pengawasan telah berfungsi dengan baik.
2. Untuk mengetahui mengapa terjadi penyimpangan antara anggaran dengan realisasi biaya produksi.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain :
1. Bagi penulis, menambah wawasan dan pengetahuan tentang peranan anggaran biaya produksi sebagai alat pengawasan.
2. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi dalam menentukan dan menerapkan kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam anggaran perusahaan.
3. Bagi mahasiswa lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian sejenis.
SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN PADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN PADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN

(KODE : EKONAKUN-0078) : SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN PADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Secara umum laba optimum mempakan tujuan setiap perusahaan didirikan. Karena itu untuk mencapai tujuan tersebut pada kondisi saat ini sangat diperlukan kecermatan pelaksana atau pengelola perusahaan melakukan sinergi yang kuat antar masing-masing bagian dalam organisasi perusahaan. Sinergi integral dari seluruh bagian-bagian dalam perusahaan akan dapat mendukung kelancaran operasional perusahaan yang pada akhirnya diharapkan akan dapat mencapai tujuan perusahaan.
Diantara berbagai kebijakan perusahaan, salah satu fungsi penting adalah bagaimana pengakuan pendapatan dan beban pada perusahaan. Fungsi ini dikatakan cukup penting karena sumber laba perusahaan berasal dari pendapatan dan beban sehingga perlu diketahui pengakuan atas pendapatan dan beban bagi perusahaan agar tidak terjadi kesalahan pencatatan. Untuk perusahaan kecil dan memiliki jumlah penjualan terbatas, pengakuan atas pendapatan dan beban bukanlah masalah rumit. Tetapi bagi perusahaan besar dalam skala penjualan besar, pengakuan pendapatan dan beban telah menjadi masalah rumit dan kompleks.
Secara umum, laba mempakan selisih antara keselumhan pendapatan dan beban suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dengan kata lain, pendapatan dan beban mempakan unsur penting dalam menyajikan informasi dalam laporan keuangan. Oleh sebab, itu diperlukan adanya pengakuan yang tepat terhadap unsur pendapatan dan beban.
Pengakuan pendapatan dan beban dilakukan dengan mencatat dan mencantumkan sesuai dengan nilai yang seharusnya. Bila pendapatan maupun beban yang diakui tidak sama dengan yang seharusnya (terlalu besar atau terlalu kecil), maka informasi yang disajikan dalam laporan laba rugi menjadi tidak tepat.
Perum Pegadaian merupakan lembaga kredit yang mempunyai tugas memberikan pelayanan jasa kredit berupa pinjaman uang dengan jaminan barang bergerak. Produk-produk penyumbang pendapatan terbesar bagi perusahaan ini adalah produk bisnis inti yakni Kredit Cepat Aman, dan produk bisnis non inti berupa Kreasi (Kredit Angsuran Fidusia), Kredit Usaha Rumah Tangga. Karena cukup banyak jenis produk maka tentu diperlukan analisis pengakuan pendapatan dan beban yang baik sehingga dapat menghindari kerugian yang diakibatkan kesalahan dalam pengakuan pendapatan dan beban, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba yang optimal dan menjamin kontinuitas perusahaan.
Dari data-data yang diperoleh penulis selama riset, diketahui bahwa jumlah Pinjaman Yang Diberikan kepada nasabah mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan jumlah pendapatan sewa modal mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun sebelumnya dan pada akhirnya menambah laba pada Perum Pegadaian X. Pendapatan sewa modal adalah tarif bunga yang ditetapkan Perum Pegadaian pada saat nasabah melakukan pinjaman.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk melihat lebih lanjut mengenai bagaimana cara perusahaan dalam menetapkan pendapatan dan beban, maka penulis memilih judul "Analisis Pengakuan Pendapatan dan Beban pada Perum Pegadaian X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah diatas maka penulis mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan :
1. Bagaimanakah pengakuan pendapatan dan beban pada Perum Pegadaian X ?
2. Apakah pengakuan pendapatan dan beban pada Perum Pegadaian X dilaksanakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak penulis capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengakuan pendapatan dan beban pada perum pegadaian ?
2. Untuk mengetahui apakah pengakuan pendapatan dan beban yang dilaksanakan oleh perum pegadaian telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan ?

D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan terutama dalam masalah akuntansi mengenai pendapatan dan beban
2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menjadi sumber masukan bagi manajemen perusahaan mengenai pengakuan pendapatan dan beban
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang sejenis.
SKRIPSI PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH

SKRIPSI PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH

(KODE : EKONAKUN-0077) : SKRIPSI PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bank syariah tidak mengenal pinjaman uang tetapi yang ada adalah kemitraan/kerja sama dengan prinsip bagi hasil, hal ini merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti mengingat maraknya perbankan yang menjalankan operasinya dengan peminjaman uang yang menggunakan sistem bunga. Sementara peminjaman uang pada bank syariah hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa ada imbalan apapun. Produk pembiayaan syariah berupa bagi hasil dikembangkan dalam produk mudharabah dan musyarakah, sedangkan dalam bentuk jual beli adalah murabahah, salam, dan istishna, serta dalam sewa yakni ijarah dan ijarah muntahia bittamlik.
Kenyataan didunia maupun di Indonesia, produk pembiayaan masih didominasi oleh produk pembiayaan jual beli. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Karim dam Warde dalam Muhammad (2008 : 2), "bahwa hampir semua bank syariah didunia didominasi dengan produk pembiayaan murabahah, perkembangan pembiayaan bagi hasil baru mencapai 15% pertahun, sedangkan pembiayaan murabahah sebesar 72,12%". Bank syariah berkeinginan mengembangkan produk pembiayaan bagi hasil. Namun, kondisi masyarakat belum menyediakan iklim yang diinginkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor internal dan eksternal perbankan syariah.
Secara Internal, kalangan perbankan belum memahami secara baik tentang konsep dan praktek bagi hasil, karena syarat resiko utamanya yang berkaitan dengan pelanggan. Alasan ini muncul disebabkan oleh faktor eksternal bank, yaitu kondisi masyarakat pengguna jasa pembiayaan bagi hasil, kondisi yang dimaksud adalah keadaan tingkat kejujuran dan amanah masyarakat dalam menjalankan pembiayaan bagi hasil, disamping persyaratan teknik administratif akan berjalan jika terdapat keterbukaan. Dengan alasan inilah peneliti ingin meneliti pendapatan khususnya pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil tersebut.
Kontrak bagi hasil adalah kontrak menanggung untung dan rugi antara pemilik dana atau bank dan nasabah. Pada hubungan kontrak seperti ini diperlukan saling keterbukaan antara kedua belah pihak. Karena mereka bersatu dalam keuntungan dengan pembagian berdasarkan persentase bagi hasil atau nisbah. Jika proyek mengalami kerugian, maka kerugian akan dibagi berdasarkan timbulnya kerugian, yaitu jika kerugian terjadi karena risiko bisnis, kerugian yang terjadi karena kelalaian nasabah, maka kerugian ditanggung oleh nasabah.
Bank syariah merupakan bank dengan prinsip bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana. Dana yang telah dihimpun melalui prinsip wadiah yad dhamanah, mudharabah mutlaqah, ijarah, dan Iain-lain, serta setoran modal dimasukkan kedalam pooling fund. Sumber dana paling dominan berasal dari prinsip mudharabah mutlaqah yang biasanya mencapai lebih dari 60% dan berbentuk tabungan, deposito, atau obligasi. Pooling fund ini kemudian dipergunakan dalam penyaluran dana dengan bentuk pembiayaan yakni prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa. Dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai kesepakatan awal atau nisbah bagi hasil dengan masing-masing nasabah, dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuangan, sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian dibagi hasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uang sesuai dengan kesepakatan awal.
Bagian pendapatan nasabah atau pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian pendapatan bank akan dimasukkan kedalam laporan laba rugi sebagai pendapatan utama, seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan kedalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.
Perhitungan bagi hasil tersebut, tentunya dihitung dari persentase tertentu dari keuntungan yang diperoleh. Hal ini mengandung unsur ketidakpastian, ada kemungkinan nasabah memperoleh keuntungan atau kerugian. Ada kemungkinan keuntungan didapatkan berbeda antara satu periode dengan periode lain. Unsur ketidakpastian dalam usaha atau proyek inilah yang membuat bank syariah tidak dapat mengakui pendapatan secara accrual basic. Aliran aktiva yang masuk berupa kas hanya dapat diketahui apabila nasabah benar-benar telah menyetornya.
Dalam Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 59) tentang Akuntansi Perbankan Syariah, pada paragraf 162 dijelaskan "bahwa kelompok pendapatan bank syariah diantaranya pendapatan operasi utama dan pendapatan operasi lainnya." Adapun pendapatan operasi utama diperoleh dari pendapatan jual beli, pendapatan dari sewa, dan pendapatan dari bagi hasil serta pendapatan operasi lainnya yang diperoleh dari pendapatan administrasi penyaluran, pendapatan fee atas kegiatan bank yang berbasis imbalan, diantara pendapatan cash basic tersebut Peneliti tertarik untuk meneliti pendapatan bagi hasil karena sesuai dengan asumsi dasar dalam Akuntansi Perbankan Syariah adalah accrual basic, namun dalam pendapatan bagi hasil ini, terkandung pendapatan yang masih dalam pengakuan atau accrual basic dan ada pendapatan yang nyata diterima atau, sedangkan pendapatan yang masih dalam pengakuan tidak diperkenankan dibagikan kepada pemilik dana.
Untuk mengetahui pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil yang diterapkan oleh bank-bank syariah di Indonesia, Peneliti mengambil studi kasus pada kantor cabang agar lebih mudah dan akurat dalam pengambilan data dan proses observasi nantinya. Dalam hal ini Peneliti memilih studi kasus pada PT. BNI Syari'ah, sebagai bank umum terkemuka yang telah membuka Divisi Usaha Syariah, dan dikarenakan Peneliti-peneliti sebelumnya telah melakukan riset dibeberapa bank syariah terkecuali di PT. BNI Syariah ini.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah yang pertama jenis pendapatan yang diteliti seperti Rosian (2008) mengkhususkan penelitiannya pada pendapatan dari operasi jual beli, dan Wardhani (2008) meneliti tentang pendapatan yang diperoleh dari operasi sewa, dari hasil penelitian mereka menyatakan bahwa penerapan pengakuan dan pengukuran pendapatan dibank yang mereka teliti tersebut telah sesuai dengan PSAK No. 59, kemudian yang kedua adalah tempat riset seperti Amita (2008) dan Kusmawanti (2008) yang meneliti tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan dibank yang mereka teliti telah sesuai dengan PSAK No. 59 yakni pengakuan dan pengukuran pendapatannya pada waktu pencatatan diakui secara accrual basic dan dalam pembagian hasilnya secara cash basic, karena sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
Penelitian ini lebih banyak merujuk pada penelitian Brahmasta (2010) sebagai referensi yang terbaru dan produk yang diteliti sama, namun Peneliti menambahkan satu produk bagi hasil, agar selain tempat yang diteliti berbeda, ada penambahan variabel yang diteliti. Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan dalam hal ini Peneliti membatasi pada pengakuan dan pengukuran pendapatan dari operasi bagi hasil saja yakni mudharabah dan musyarakah.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yakni Bagaimana pendapatan bagi hasil pada PT. BNI Syariah diakui dan diukur serta apakah dasar pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil pada PT. BNI Syariah dan dasar apakah yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi Manfaat penelitian ini adalah :
1. bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperdalam pengetahuan serta pemahaman tentang gambaran pendapatan bagi hasil, baik dari sudut PSAK maupun Prinsip-prinsip Islam sehingga dapat digunakan untuk menilai praktek bagi hasil.
2. bagi Perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau masukan tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil.
3. bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian selanjutnya.
SKRIPSI IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN X

SKRIPSI IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN X

(KODE : EKONAKUN-0076) : SKRIPSI IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan ini diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip demokrasi dan parti sipasi masyarakat.
Menyadari akan kebutuhan pelaksanaan di pemerintahan yang mengarah pada upaya mensej ahterakan masyarakat maka oleh pemerintah, kemudian merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Konsekuensi logis dari pelaksanaan kedua undang-undang ini memberikan pengaruh perubahan terhadap tata laksana manajemen keuangan di daerah baik dari proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Perubahan tersebut yakni perlu dilakukannya budgeting reform atau reformasi anggaran.
Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari pendekatan anggaran tradisional (traditional budgeting) ke pendekatan baru yang dikenal dengan anggaran kinerja (performance budgeting). Anggaran tradisional didominasi dengan penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada realisasi anggaran tahun sebelumnya, akibatnya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Pemerintah atasan selalu dominan peranannya terhadap pemerintah di daerah yang ditandai dengan adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Hal ini sering bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Selanjutnya, anggaran kinerja adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisien, efektivitas pelayanan kepada publik yang berorientasi kepada kepentingan publik. Artinya, peran pemerintah daerah sudah tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat tetapi untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.
Aspek lain dalam reformasi anggaran adalah perubahan paradigma anggaran daerah. Hal tersebut diperlukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan harapan masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien dan efektif (value for money). Paradigma anggaran daerah yang di maksud antara lain :
- Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik.
- Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better and cost less).
- Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
- Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk keseluruhan jenis pengeluaran dan pendapatan.
- Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait.
- Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksanaannya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang tersebut di atas didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 19 (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk membuat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah berbasis kinerja pemerintah daerah harus memiliki perencanaan strategik (Renstra). Renstra disusun secara objektif dan melibatkan seluruh komponen di dalam pemerintahan. Dengan adanya sistem tersebut pemerintah daerah akan dapat mengukur kinerja keuangannya yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ABK (anggaran berbasis kinerja).
Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah.
Pada tahun 2006, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sejak saat itu penerapan Anggaran Berbasis Kinerja mulai secara efektif dilaksanakan. Untuk memenuhi pelaksanaan otonomi di bidang keuangan dengan terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang baru, diperlukan sumber daya yang mampu untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berbasis kinerja.
Kabupaten X merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang telah menerapkan sistem Anggaran Berbasis Kinerja pada penyelenggaraan pemerintahannya. Pemerintah Kabupaten X menyadari akan keterbatasan daerah dalam hal sumber daya manusia yang mampu untuk menyusun anggaran berbasis kinerja seperti yang diharapkan. Dari survei awal yang telah dilakukan peneliti di Pemerintah Daerah X, banyak pegawai yang menyatakan bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja belum optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya penyelenggaraan diklat oleh Pemerintah Daerah X. Oleh karena itu, diperlukannya suatu mekanisme penyusunan anggaran yang dapat membantu pemerintah daerah dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu juga dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, diharapkan pelaksanaannya kepada pemerintah daerah dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme pelaksanaan anggaran berbasis kinerja agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Permasalahannya adalah, ketika sistem baru tersebut sudah mulai efektif diberlakukan tidak diimbangi dengan pelatihan-pelatihan khusus seputar pelaksanaan anggaran yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya adalah pemerintahan kabupaten X. Pelatihan pelaksanaan anggaran diberikan hanya beberapa kali, dan masih banyak pegawai yang belum mengerti dengan baik bagaimana pelaksanaannya. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan : Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten X".

B. Perumusan Masalah
Perumusan Masalah merupakan pernyataan mengenai permasalahan apa saja yang akan diteliti untuk mendapatkan jawabnya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
"Bagaimanakah implementasi anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten X ?"

C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang penulis laksanakan untuk mencari, mengumpulkan dan memperoleh data yang memberikan informasi mengenai pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah "Untuk mengetahui implementasi anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten X".

D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan informasi yang akurat, rinci, dan faktual, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi peneliti sendiri dan orang lain. Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari sudut aplikasi dalam konteks kehidupan manusia yaitu :
1. Bagi Penulis
Untuk mengetahui tentang implementasi anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintah Kabupaten X.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten X
Sebagai tambahan bahan referensi dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten X.
3. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan elemen-elemen masyarakat yang lain
Sebagai tambahan bahan referensi dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten X, sehingga dapat digunakan tambahan bahan referensi dalam melakukan pendampingan terhadap kinerja Pemerintah kota dan mengkritisinya.
4. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan perbandingan yang berguna dalam menambah pengetahuan, khususnya yang berniat dengan pembahasan mengenai pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
SKRIPSI PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES

SKRIPSI PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES

(KODE : EKONAKUN-0075) : SKRIPSI PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Semenjak runtuhnya pemerintahan Orde Bam, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah berkembang di masyarakat. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab.
Seiring dengan hal tersebut, dunia usaha pun semakin menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak atas single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja, yaitu untuk mencari profit. Perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Oleh karena itu, lahirlah konsep Corporate Social Responsibility (CSR). CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yaitu : Profit (keuntungan), People (masyarakat) dan Planet (lingkungan).
CSR dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan (sustainability) untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. Artinya, CSR bukan lagi dillihat sebagai sentra biaya (cost center), melainkan sebagai sentra lab a (profit center) di masa mendatang.
Kesadaran tentang pentingnya CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk yang ramah lingkungan. Di samping itu, beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini juga ikut menyadarkan akan arti penting penerapan CSR, sebagai contoh kasus PT. Freeport Indonesia di Papua, kasus TPST Baojong di Bogor, kasus PT. Newmont di Buyat, dan kasus PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo. Kasus tersebut tentu saja mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan secara khusus, maupun masyarakat pada umumnya.
Upaya perusahaan untuk meningkatkan peran mereka dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinergi multi pihak yang solid dan baik, yaitu kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat, yang disebut dengan Kemitraan Tripartit. Peraturan perundangan diperlukan sebagai dasar perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR. Peraturan tersebut terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, khususnya dalam pasal 74, yang mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaan tanggung jawab sosial yang diakui dan diperhitungkan sebagai Biaya Perseroan. Peraturan pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.
BUMN adalah institusi bisnis pemerintah yang dituntut untuk dapat menghasilkan laba sebagaimana layaknya perusahaan lain. Namun di sisi lain, BUMN juga dituntut untuk berfungsi sebagai alat pembangunan nasional dan berperan sebagai institusi sosial. CSR merupakan hal yang mandatory bagi BUMN, dimana peraturannya dituangkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-236/MBU/2003 pada 17 Juni 2003, yang mengikat BUMN untuk menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Keputusan tersebut disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Sebelum penerapan Program CSR, banyak terjadi kasus yang berhubungan dengan masyarakat sekitar perusahaan. Ada beberapa kasus pencemaran lingkungan yang terjadi pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, diantaranya adalah Pelabuhan Batam dan Belawan. Kasus pencemaran laut yang terjadi disebabkan oleh limbah dari kapal-kapal yang singgah maupun limbah dari perusahaan yang beroperasi di kawasan pelabuhan. Limbah tersebut dibuang ke laut secara sembarangan tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan rusaknya ekosistem dan biota laut, serta berbagai penyakit yang timbul dan berdampak buruk bagi penduduk sekitar. Selain itu, terdapat pula kasus penyimpangan patok areal tanah, dimana PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I dianggap telah menguasai lahan di wilayah Belawan, bahkan telah merusak jalur hijau yang seharusnya dipertahankan. Pertentangan antara masyarakat dan perusahaan pun terjadi. Hal tersebut dipicu karena kurangnya perhatian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungannya. Perusahaan akhirnya menerima keluhan masyarakat dan mengevaluasi diri, kemudian memutuskan untuk mengubah paradigma perusahaan dengan lebih memperhatikan lingkungan, yaitu melalui Program CSR. Program CSR yang dijalankan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I berupa Penyaluran Pinjaman, Penyaluran Dana Hibah, Program Bina Lingkungan, Dana pendidikan, dan Bantuan Kemanusiaan lainnya. Program tersebut diutamakan untuk masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.
Setelah penerapan Program CSR, keadaan hubungan sosial perusahaan mulai berubah. Pertentangan dengan masyarakat sekitar mulai berkurang dan telah dibuat fasilitas pengolahan limbah, sehingga pencemaran lingkungan pun dapat berkurang. Hal ini berarti bahwa nilai perusahaan (corporate value) telah meningkat di mata masyarakat. Perusahaan telah berupaya memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya, terutama kualitas pelayanan dan kesehatan lingkungan hidup.
Penelitian tentang penerapan Program CSR dan bagaimana pengaruhnya terhadap Profitabilitas perusahaan telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Namun ada dua penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian Chatrine (2008) menunjukkan bahwa program CSR dan Profitabilitas Perusahaan tidak berhubungan secara nyata atau program CSR tidak berdampak langsung terhadap perusahaan. Sedangkan hasil penelitian Tresnawati (2008) menunjukkan bahwa Program Corporate Social Responsibility membawa pengaruh yang positif terhadap Profitabilitas Perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan Profitabilitas setelah diterapkannya Program CSR.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali apakah penerapan Program CSR dapat menimbulkan perbedaan tingkat Profitabilitas perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Tresnawati (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain :
Pada penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan di PT. Telkom Bandung. Sedangkan penelitian ini dilakukan di PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membahas tentang bagaimana penerapan program CSR yang selama ini telah dilaksanakan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I dan seberapa besar perbedaan Tingkat Profitabilitas yang dicapai perusahaan dalam skripsi yang berjudul "Perbandingan Profitabilitas Sebelum dan Sesudah Penerapan Program Corporate Social Responsibilities (Studi Kasus pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I).

1.2. Batasan Penelitian
Penelitian ini memberikan batasan masalah sebagai berikut :
a. Penelitian ini difokuskan pada Tingkat Profitabilitas perusahaan selamalima tahun sebelum dan lima tahun sesudah PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I menerapkan Program CSR.
b. Rasio Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rasio Return On Asset (ROA).

1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : "Apakah terdapat perbedaan Tingkat Profitabilitas antara sebelum dan sesudah penerapan Program CSR pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I ?"

1.4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Tingkat Profitabilitas antara sebelum dan sesudah penerapan Program CSR pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I.

1.5. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain :
a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan memberikan pemahaman mendalam yang berkaitan dengan Program CSR serta seberapa besar perbedaan Tingkat Profitabilitas yang dicapai perusahaan antara sebelum dan sesudah
penerapan Program CSR.
b. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan referensi akan pendalaman tentang CSR itu sendiri dan untuk mengetahui pengaruh yang dapat ditimbulkan atas pelaksanaan program CSR terhadap Profitabilitas perusahaan.
c. Bagi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.