Search This Blog

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN LISAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN LISAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI

(KODE : PTK-0061) : SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN LISAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran akan efektif manakala ada dua unsur yang berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung yaitu, unsur guru dan siswa (Mansyur, 2006). Pertama, unsur guru yaitu guru membantu siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM), memberi umpan balik dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sifatnya menantang, bisa menginspirasikan gagasan siswa, bisa merubah tingkah laku siswa, dan bisa membuat situasi kegiatan belajar mengajar (KBM) yang menyenangkan dan kondusif. Guru merupakan motor utama yang memiliki tanggung jawab langsung untuk menterjemahkan kurikulum ke dalam aktivitas pembelajaran, dan bukan satu-satunya sumber utama pengetahuan. Hal tersebut dapat dilihat dari tugas dan peran guru antara lain: sebagai komunikator, fasilitator, motivator, model, evaluator, sumber belajar, dan administator. Berkaitan dengan peran guru sebagai seorang fasilitator, bahwa tugas guru adalah memfasilitasi agar informasi baru menjadi bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri. Agar informasi menjadi bermakna maka siswa harus dimotivasi untuk aktif, sebab siswa adalah pusat dari kegiatan pembelajaran sehingga siswa harus dilibatkan dalam tanya jawab yang terarah. Kedua, unsur siswa yaitu diharapkan diakhir proses kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa aktif bertanya, mengemukakan gagasan-gagasan, mampu merancang dan menciptakan sesuatu, dan menguasi keterampilan yang diperlukan.
Untuk menumbuhkan sikap aktif dari siswa tidaklah mudah. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar. Sikap anak didik yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi pada hampir semua mata pelajaran termasuk pelajaran fisika.
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran fisika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat keaktifan, pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar siswa (Saraswati, 2003). Semakin tinggi keaktifan, pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa keaktifan dan hasil belajar fisika yang dicapai siswa masih rendah. Berkaitan dengan masalah tersebut, pada pembelajaran fisika juga ditemukan keragaman masalah sebagai berikut: 1) keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih belum nampak, 2) siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, atau kurang paham, 3) keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang, 4) kurangnya keberanian siswa untuk mengemukakan gagasan/pendapat dalam pembelajaran, dan 5) kurangnya keberanian siswa dalam mengerjakan soal di depan kelas (Saraswati, 2003). Hal ini menggambarkan efektifitas belajar mengajar dalam kelas masih rendah.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan terhadap sampel penelitian yang akan diberikan tindakan, ditemukan bahwa keaktifan lisan siswa dalam pembelajaran fisika masih sangat kurang. Begitu juga dengan hasil belajar siswa yang masih rendah dan masih banyaknya siswa yang belum tuntas.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Persentase keaktifan siswa dihitung berdasarkan jumlah siswa yang aktif dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran fisika. Berdasarkan klasifikasi keaktifan yang dikemukakan oleh Saraswati (2003), bahwa persentase keaktifan lisan siswa tersebut berada dalam kategori sangat kurang. Dilihat dari hasil belajar siswa, untuk ulangan harian pesawat sederhana dengan rata-rata nilai kelas 54,8 dan rata-rata nilai kelas untuk UTS adalah 59,2 serta masih ada siswa yang nilai raport di semester ganjil sama dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu sebesar 56 dan rata-rata nilai raport kelas sebesar 63,2. Dari hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa untuk ulangan harian pesawat sederhana masuk dalam kategori rendah, untuk hasil belajar UTS masuk dalam kategori sedang dan nilai raport semester ganjil masuk dalam kategori sedang.
Mengacu pada hasil observasi awal, wawancara dengan guru bidang studi dan hasil studi awal yang sudah dilakukan, penulis merasa tertarik untuk memberikan tindakan yang dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Untuk mengantisipasi kurang aktif dan rendahnya hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar, maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan lisan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika. Salah satu formula pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran latihan inkuiri. Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Menurut Mestre & Cocking (Ibrahim, 2007) dalam inkuiri siswa dimotivasi untuk terlibat langsung atau berperan aktif secara fisik dan mental dalam kegiatan pembelajaran. Lingkungan kelas dimana siswa aktif terlibat dan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran sangat membantu dalam mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperlukan suatu kajian yang lebih mendalam untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang lebih terencana serta sistematis dan sesuai dengan hakikat IPA. Untuk itu, penulis mencoba memberikan suatu alternatif model pembelajaran untuk mengatasi permasalahan di atas, yaitu dengan mengadakan suatu penelitian tentang penerapan model latihan inkuiri. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul "Upaya Peningkatan Keaktifan Lisan dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Fisika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Latihan Inkuiri". Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan lisan dan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan memberikan informasi mengenai penerapan model pembelajaran latihan inkuiri agar terciptanya proses belajar fisika yang baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka perumusan secara umum dari penellitian ini adalah: "Bagaimana peningkatan keaktifan lisan dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri?".
Supaya penelitian ini lebih terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka permasalahan umum tersebut dapat dijabarkan secara operasional dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:
a. Bagaimana keaktifan lisan siswa dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri?
b. Bagaimana hasil belajar aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor siswa dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri?
c. Bagaimana peningkatan keaktifan lisan dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri?
d. Bagaimana keterlaksanaan penerapan model pembelajaran latihan inkuiri yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran?

C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keaktifan lisan siswa yang diamati meliputi: keaktifan siswa dalam bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan gagasan/pendapat, dan mengungkapkan pengetahuan awal.
2. Hasil belajar yang diamati dan dinilai adalah:
- Aspek kognitif siswa, yang meliputi: jenjang kemampuan ingatan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).
- Aspek afektif siswa, yang meliputi: kerjasama dalam percobaan dan diskusi, keseriusan dan ketelitian dalam pengamatan, kejujuran dalam pengambilan data, dan tanggung jawab terhadap alat.
- Aspek psikomotor siswa, yang meliputi: kemampuan merancang percobaan/eksperimen, merangkai dan menggunakan alat, mengurupulkan dan mencatat data, dan kelengkapan lembar kerja siswa (LKS).
3. Yang dimaksud peningkatan dalam penelitian ini adalah selisih persentase keaktifan lisan dan hasil belajar siswa dalam setiap siklus pembelajaran.

D. Definisi Operasional
1. Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan tahapan menyajikan dan menghadapkan suatu masalah, mengurupulkan dan memvirifikasi data sebanyak-banyaknya, pembuktian dan eksperimen, pengorganisasian atau perumusan suatu penjelasan, dan analisis proses inkuiri. Untuk melihat keterlaksanaan dari setiap tahapan model latihan inkuiri maka digunakan format lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran latihan inkuiri.
2. Keaktifan lisan siswa yang diamati meliputi: keaktifan siswa dalam bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan gagasan/pendapat, dan mengungkapkan pengetahuan awal. Untuk melihat dan mengetahui peningkatan keaktifan lisan siswa selama proses pembelajaran maka digunakan format lembar observasi keaktifan siswa dalam pembelajaran.
3. Hasil belajar menurut Benyamin Bloom et.al (Clark, 2000) diklasifikasikan ke dalam tiga domain (aspek) yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
- Aspek kognitif siswa, yang diamati dan dinilai dalam penelitian ini meliputi: jenjang kemampuan ingatan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Untuk melihat dan mengetahui peningkatan aspek kognitif siswa dalam pembelajaran maka digunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda.
- Aspek afektif siswa, yang diamati dan dinilai dalam penelitian ini meliputi: kerjasama dalam percobaan dan diskusi, keseriusan dan ketelitian dalam pengamatan, kejujuran dalam pengambilan data, dan tanggung jawab terhadap alat. Untuk melihat dan mengetahui peningkatan aspek afektif siswa selama proses pembelajaran maka digunakan format lembar observasi aspek afektif siswa dalam pembelajaran.
- Aspek psikomotor siswa, yang diamati dan dinilai dalam penelitian ini meliputi: kemampuan merancang percobaan/eksperimen, merangkai dan menggunakan alat, mengurupulkan dan mencatat data, dan kelengkapan lembar kerja siswa. Untuk melihat dan mengetahui peningkatan aspek afektif siswa selama proses pembelajaran maka digunakan format lembar observasi aspek psikomotor siswa dalam pembelajaran.

E. Cara Pemecahan Masalah
Masalah tentang kurangnya keaktifan lisan siswa serta rendahnya hasil belajar siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri akan coba dipecahkan dengan menerapkan model pembelajaran latihan inkuiri, yaitu model pembelajaran yang terdiri dari 5 fase pembelajaran, sebagai berikut:
a. Fase satu yaitu konfrontasi (menghadapkan) dengan masalah.
b. Fase dua yaitu pengurupulan data dan pembuktian.
c. Fase tiga yaitu pengurupulan data dan eksperimentasi.
d. Fase empat yaitu pengorganisasian dan perumusan suatu penjelasan.
e. Fase lima yaitu analisis dari proses inkuiri.

F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari peneltian ini adalah untuk:
1. Mengetahui gambaran mengenai keaktifan lisan siswa dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri.
2. Mengetahui gambaran mengenai hasil belajar aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor siswa dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri.
3. Mengetahui peningkatan keaktifan lisan dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri.
4. Mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran latihan inkuiri yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran.

G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, siswa, guru maupun sekolah.
1. Bagi penulis dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran fisika melalui penerapan model pembelajaran latihan inkuiri.
2. Bagi siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan lisan dan hasil belajar serta meningkatkan penguasaan konsep fisika dan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai adanya kebebasan dalam belajar secara aktif, kreatif dan menyenangkan melalui kegiatan penyelidikan sesuai perkembangan berfikirnya.
3. Bagi guru diharapkan dapat menjadi suatu masukan dan informasi yang berharga dalam memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai model pembelajaran latihan inkuiri sebagai suatu model pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas serta memotivasi guru untuk melakukan model pembelajaran yang sejenis untuk materi pelajaran lainnya.
4. Bagi sekolah diharapkan dengan meningkatnya keaktifan lisan dan hasil belajar siswa dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan memperbaiki pembelajaran di sekolah serta hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan pertimbangan dalam pengembangan pembelajaran IPA khususnya fisika.

H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
"Keaktifan lisan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika dapat lebih baik dan meningkat setelah diterapkan model pembelajaran latihan inkuiri".
SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

(KODE : PTK-0060) : SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di kelas VIII salah satu SMP negeri di X, ditemukan siswa kurang aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini diduga karena aktivitas belajar siswa rendah. Hanya sebagian kecil siswa yang aktif terlibat dalam pembelajaran, selebihnya hanya mencatat dan diam di tempat duduk tanpa melakukan aktivitas belajar yang mendukung kegiatan pembelajaran. Selain itu, hasil nilai ulangan harian terakhir hanya 20% siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk kompetensi yang diujikan.
Sebagai data penguat untuk mengidentifikasi kondisi tersebut, dilakukan penyebaran angket berkaitan dengan aktivitas belajar siswa. Data yang diperoleh dari penyebaran angket adalah sebagai berikut.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Data tersebut menunjukkan hanya sebagian kecil siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan rata-rata 19%, sehingga dalam kegiatan pembelajaran rata-rata hanya 8 orang siswa dari 40 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan aktif. Fakta ini menunjukkan adanya permasalahan dalam pembelajaran fisika di kelas tersebut.
Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal satu tentang sistem pendidikan nasional, "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara".
Sementara itu, menurut Hamalik (2009:171) pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas belajar sendiri, siswa belajar sambil bekerja, dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Selanjutnya, ada beberapa syarat yang diperlukan untuk melaksanakan pengajaran yang efektif, antara lain: 1) belajar secara aktif, baik mental maupun fisik, dalam belajar siswa harus mengalami aktivitas belajar mental, seperti belajar dapat mengembangkan kemampuan intelektual, berfikir kritis, menganalisis dan aktivitas belajar fisik, seperti mengerjakan sesuatu, membuat peta dan lain-lain; 2) pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di masyarakat, bentuk-bentuk kehidupan di masyarakat dibawa ke sekolah, agar siswa mempelajari sesuai dengan kenyataan; 3) dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan siswa untuk menyelidiki sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri, hal ini menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap sesuatu yang dikerjakan siswa dan kepercayaan pada diri sendiri (Slameto:2003).
Pembelajaran di kelas tersebut juga belum dapat dikatakan berhasil dan berkualitas. Menurut Mulyasa (2004:104), dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri (Mulyasa, 2004). Sementara itu, sekolah yang bersangkutan menetapkan bahwa untuk mata pelajaran IPA pembelajaran dikatakan berhasil jika 75% siswa telah memperolah nilai mencapai KKM untuk kompetensi yang diujikan sebesar 70, sehingga keberhasilan prestasi belajar kelas belum tercapai.
Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain melalui peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, pelatihan dan pendidikan atau dengan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran dan nonpembelajaran secara profesional lewat penelitian tindakan secara terkendali (Depdiknas:2004). Melalui penelitian tindakan kelas (PTK) masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis (Depdiknas: 2004).
Pemaparan tersebut mendorong peneliti untuk memberikan suatu tindakan pada kelas yang bersangkutan agar keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat ditingkatkan, yaitu dengan meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa diharapkan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.
Salah satu alternatif tindakan yang dapat diberikan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Salah satu ciri pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas belajar pembelajaran, terdapat sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mencatat, kemudian menghapal materi pelajaran, melalui pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan (Sanjaya,2008:214). Pembelajaran berbasis masalah dapat bermanfaat dalam pembelajaran laboratorium karena berisi aktivitas belajar seperti bekerja sama, mempelajari suatu masalah, membuat hipotesis, mengurupulkan informasi dan menganalisisnya dalam suatu kegiatan percobaan (Bilgin, 2009:159). Salah satu keunggulan pembelajaran berbasis masalah adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar pembelajaran siswa, dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab terhadap pembelajaran yang mereka lakukan (Sanjaya,2008:220). PBL merupakan metode pembelajaran yang mengkondisikan siswa belajar untuk belajar, bekerjasama dalam kelompok untuk menemukan pemecahan suatu permasalahan di dunia nyata (Kolmos, dkk: 2007). Selain memiliki beberapa keunggulan, terdapat kelemahan model pembelajaran PBL, antara lain membutuhkan minat siswa yang tinggi, pemahaman siswa terhadap masalah dan membutuhkan waktu yang cukup lama (Sanjaya, 2008:221)
Melihat keunggulan model pembelajaran PBL, PBL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif tindakan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa. Dalam PBL juga terdapat beberapa kelemahan, tetapi akibat dari kelemahan PBL dalam meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa sangat kecil dibandingkan dengan keunggulan PBL. Dengan demikian, tindakan yang akan diberikan pada kelas yang akan ditingkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajarnya adalah penerapan model pembelajaran PBL.

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah pada penelitian ini adalah rendahnya aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika di kelas VIII.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah model pembelajaran PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika di kelas VIII salah satu SMP Negeri X?

D. Batasan Masalah
Untuk membatasi agar masalah yang dikaji tidak meluas, dibuat batasan masalah sebagai berikut:
1. Peningkatan aktivitas belajar yang dimaksud adalah meningkatnya jumlah siswa yang terlibat dalam pembelajaran dengan sumber data berupa hasil observasi. Dalam penelitian ini aktivitas belajar yang akan ditingkatkan meliputi: memperhatikan penjelasan guru, bicara/diskusi (bertanya atau mengemukakan pendapat) baik dalam kegiatan kelompok maupun kelas, melakukan percobaan, mengolah data yang didalamnya termasuk menganalisis permasalahn yang diberikan dan membuat laporan hasil percobaan.
2. Peningkatan prestasi belajar yang dimaksud adalah meningkatnya jumlah siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM untuk kompetensi yang diujikan dengan sumber data hasil tes pilihan ganda. Prestasi belajar yang akan ditingkatkan pada penelitian ini meliputi tiga tingkat kognitif pertama, yaitu hafalan, pemahaman dan penerapan. Sehingga tes yang diberikan terdiri dari soal yang termasuk pada tingkat hafalan, pemahaman dan penerapan.

E. Cara Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri X akan diterapkan model pembelajaran PBL. Penerapan PBL diawalai dengan memunculkan masalah dalam kehidupan sehari-hari pada siswa, masalah ini memerlukan pemecahan untuk diselesaikan. Siswa memperoleh pengetahuan baru melalui kegiatan penyelidikan terhadap masalah yang diberikan.

F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa Kelas VIII salah satu SMP Negeri X dalam pembelajaran fisika.

G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini, peneliti dapat mengetahui peningkatan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran PBL.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada guru/peneliti mengenai pembelajaran fisika yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa sehingga sedikit demi sedikit guru dapat mengubah perannya menjadi fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
2. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat mengubah kebiasaan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran fisika. Siswa yang awalnya terbiasa belajar dengan pasif, menerima materi secara langsung dari guru, menjadi aktif dengan memproses pengetahuan yang harus diperolehnya. Selain itu, penelitian ini akan memberikan pengalaman bagi siswa dalam Upaya Peningkatan aktivitas belajar dan prestasi belajarnya.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini akan meningkatkan perbaikan pembelajaran di kelas VIII salah satu SMP Negeri X, khususnya pembelajaran fisika di kelas yang diteliti.

H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori mengenai PBL, hipotesis tindakan penelitian ini adalah:
"Dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), aktivitas belajar dan prestasi belajar fisika di kelas VIII salah satu SMP Negeri X dapat ditingkatkan"

I. Indikator Keberhasilan
Menurut Mulyasa (2004: 174):
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
Mengacu pada teori tersebut, ditetapkan indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut:
1. Jumlah siswa yang memperhatikan penj elasan guru mencapai 75%
2. Jumlah siswa yang mengemukakan pendapat atau bertanya atau bicara/diskusi baik dalam kegiatan kelompok maupun kelas mencapai 75%
3. Jumlah siswa yang melakukan kegiatan percobaan mencapai 75%
4. jumlah siswa yang melakukan pengolahan data mencapai 75%
5. Jumlah siswa yang membuat laporan hasil percobaan dengan mencapai 75%
6. 75% siswa mencapai prestasi belajar 70 (ketuntasan yang ditetapkan sekolah: 75% siswa setiap kelasnya memiliki prestasi belajar mencapai KKM untuk kompetensi yang diujikan [70]).

J. Definisi Operasional
1. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang didasarkan pada suatu masalah, masalah ini akan mendorong siswa untuk memahami suatu materi pembelajaran melalui rangkaian aktivitas belajar yang harus dilaluinya dengan menggunakan berbagai potensi yang dimiliki.
2. Aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar.
3. Prestasi belajar adalah suatu kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung dengan tes.
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME

(KODE : PTK-0059) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Suatu bangsa dikatakan telah memiliki kebudayaan yang maju jika masyarakatnya telah membiasakan diri dalam kegiatan literasi (baca-tulis). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwasilah (2003) mengungkapkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis. Menulis dapat dipersepsi sebagai bagian literasi yang dapat dijadikan media pengembangan diri. Namun, kondisi objektif yang terjadi pada masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah masih membudayanya aliterasi yaitu masyarakat yang dapat membaca dan menulis, tetapi tidak suka membaca dan menulis. Oleh karena itu, keterampilan menulis tampaknya masih sangat sedikit mendapat perhatian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang paling sedikit dilakukan jika dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, dan mambaca. Sebagaimana hasil penelitian Rankin (dalam Cahyani, 2002:84) terhadap keterampilan berbahasa, memperlihatkan perbandingan yang cukup signifikan yaitu keterampilan menyimak 45%, berbicara 30%, membaca 16%, dan menulis 9%.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VII SMPN X, siswa pada umumnya kurang menguasai bahkan tidak tahu sama sekali tentang karangan narasi. Siswa masih bingung membedakan berbagai jenis karangan. Untuk memulai menulis pun siswa masih kesulitan. Banyak alasan yang muncul mulai dari sulit menemukan ide sampai bingung harus memulai tulisan dari mana.
Memang disadari bahwa keterampilan menulis sangat diperlukan dalam kehidupan modern, tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum menguasai keterampilan menulis. Hal ini dikemukakan pula oleh Iis Handayani (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Sugestif dengan Strategi Field-Trip (karyawisata) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Siswa Kelas VII SMP Negeri Z menunjukkan berdasarkan pengamatan di SMPN tersebut, masih banyak siswa yang belum menguasai keempat keterampilan berbahasa terutama keterampilam menulis. Siswa merasakan kesulitan menuangkan ide-ide karena keterbatasan penguasaan kosakata, siswa juga merasakan situasi pembelajaran menulis yang membosankan. Pembelajaran menulis yang sering diterapkan pada siswa sekadar teori saja dan selalu terfokus di dalam kelas. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mau berlatih dan malas menulis.
Berdasarkan hasil angket awal observasi yang dilakukan oleh Iis Handayani kepada siswa kelas VII SMP, pada umumnya mereka lebih menyukai jenis karangan narasi, tetapi setelah diberikan tes awal mengenai pengertian karangan serta unsur-unsur karangan narasi diperoleh data yaitu hanya 13% siswa yang mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan serta unsur-unsur karangan narasi selebihnya yaitu 87% mereka masih belum mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan, serta unsur-unsur karangan narasi. Keterampilan menulis memang tidak mudah, untuk itu minat menulis pada siswa hams selalu ditanamkan. Kondisi ini secara jujur diakui oleh para guru dan sekaligus merupakan tantangan baginya.
Novel Linda H.P. (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Flash Card (Penelitian pada Siswa Kelas XI SMK Y) menunjukkan bahwa banyak siswa yang menganggap keterampilan menulis itu sulit. Masalah yang sekarang dilontarkan dalam pembelajaran mengarang adalah siswa menggunakan diksi yang tepat dan judul yang sejalan dengan tema dan jalan cerita, terutama untuk menulis karangan narasi. Adapun hambatan yang berhubungan dengan kurangnya minat siswa dalam hal tulis-menulis, yaitu sebagai berikut.
1) Mereka kesulitan mengungkapkan pendapatnya ke dalam sebuah bentuk tulisan.
2) Pada umumnya mereka sangat miskin dengan bahan yang akan mereka tulis.
3) Kurang memadainya kemampuan kebahasaan yang mereka miliki.
4) Kurang pengetahuan tentang kaidah-kaidah menulis.
5) Kurang kesadaran akan pentingnya latihan menulis.
Dalam kenyataannya, siswa selalu disibukkan dengan struktur kalimat yang baik dan benar. Hal ini menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam menulis. Tulisan siswa menjadi kaku dan kurang santai untuk sebuah tulisan. Jarangnya melakukan latihanpun dapat mengakibatkan siswa kurang terampil dalam menulis. Padahal, menulis merupakan suatu proses yang tidak langsung menghasilkan sebuah produk yang bagus.
Selain itu juga, menurut Leni Mariana Kartiwi (2008:3) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Teknik Wawancara dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi pada Siswa Kelas XII SMPN W menjelaskan di dalam KTSP 2006 tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Ini berarti bahwa keterampilam bahasa Indonesia harus menghasilkan siswa-siswa yang terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk mewujudkan hal itu, keempat aspek keterampilan berbahasa perlu diajarkan secara terpadu.
Dalam dunia pengajaran bahasa ada suatu ungkapan yang patut diperhatikan oleh seorang guru bahasa. Ungkapan itu berbunyi: "Teach not about the language." Semboyan ini cocok dan relevan dengan pengajaran keterampilan berbahasa. Mengajarkan bahasa atau berbahasa sangat berbeda dengan mengajarkan tentang bahasa. Mengajarkan berbahasa cocok untuk tujuan keterampilan berbahasa sedang mengajarkan tentang bahasa sesuai dengan tujuan pengajaran yang bersifat pengetahuan.
Menurut Beeby yang dituliskan oleh Tarigan (1986:98), salah satu kelemahan pengajar dalam kelas di Indonesia terletak pada komponen metode. Guru-guru cenderung mengajar secara rutin. Kurang variasi dalam penyampaian materi.
Cara guru mengajar mempengaruhi cara siswa belajar. Bila guru mengajar hanya dengan metode ceramah maka siswa pun belajar dengan cara mengahafal. Bila guru mengajar dengan memberikan banyak latihan maka siswa belajar melalui pengalaman. "Inti dari seluruh proses pendidikan dan hasil akhir dari seluruh rencana pendidikan letaknya dekat dengan hal ini jika bukan pada metode mengajar sendiri maka pada cara belajar yang lahir mengikutinya". (Beeby, 1979:85). Guru keterampilan berbahasa hendaknya jangan sampai tenggelam dalam penyakit lama, yakni, mengajar secara rutin, monoton, tanpa variasi.
Guru keterampilan yang mengetahui aneka ragam teknik pengajaran keterampilan berbahasa dan dapat mempraktikkannya sangat membantu yang bersangkutan dalam mengajarkan keterampilan berbahasa. Pendek kata, pemilihan dan penggunaan teknik pengajaran yang tepat, termasuk pengajaran keterampilan berbahasa, memberikan keuntungan bagi pelaksanaan proses belajar mengajar. Suasana yang menarik, merangsang, menimbulkan gairah belajar yang tinggi. Gairah belajar yang tinggi dapat menimbulkan prestasi belajar yang tinggi pula.
Pembelajaran dengan menggunakan teknik yang menarik memang lebih efektif. Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dini Guswati pada tahun 2006 dengan judul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan menggunakan teknik Reka Cerita Gambar. Pada penelitiannya dihasilkan sebuah simpulan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik reka cerita gambar cukup efektif meningkatkan kemampuan siswa menulis karangan narasi.
Bertolak dari permasalahan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Metode Konstruktivisme (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII SMPN X).

1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang akan menjadi bahan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Pengajaran menulis yang diharapkan oleh kurikulum masih belum berhasil dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang belum mampu menulis karangan narasi dengan baik.
2) Pengajaran menulis karangan di sekolah tidak dilaksanakan secara maksimal sehingga kemampuan siswa dalam menulis karangan masih kurang.
3) Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang kompleks dan sulit sehingga diperlukan latihan secara intensif.

1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada kesulitan siswa dalam menulis karangan narasi. Di sini peneliti memfokuskan jenis karangan narasi ekspositoris. Metode yang peneliti terapkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu metode konstruktivisme. Konstruktivisme di sini dimaksudkan untuk mengajak siswa mengingat kembali pengalamannya untuk dijadikan ide di dalam menulis karangan narasi. Pengalaman di sini bisa didapatkan dari berbagai hal dan melalui banyak cara misalnya berdiskusi dengan teman, melihat gambar atau foto, mendengarkan musik, dll.

1.4 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan metode konstruktivisme?
2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan metode konstruktivisme?
3) Bagaimana hasil pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan metode konstruktivisme?

1.5 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan metode konstruktivisme .
2) Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan metode konstruktivisme.
3) Mendeskripsikan hasil pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan metode konstruktivisme.
Manfaat yang diharapkan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Manfaat teoretis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah adanya teori-teori yang bisa diambil dengan menerapkan metode konstruktivisme dalam pembelajaran menulis karangan narasi yang selama ini belum pernah dilakukan oleh orang lain.
2) Manfaat praktis
Manfaat praktis adalah manfaat yang dapat langsung diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Beberapa manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:
(a) guru mampu membimbing siswa agar mudah mengeluarkan ide dalam menulis karangan narasi
(b) guru mampu membimbing siswa agar mudah mengembangkan unsur-unsur karangan agar karangan menjadi lebih menarik
(c) guru mampu membimbing siswa agar mudah memutuskan judul apa yang akan ia gunakan dalam pembelajaran menulis karangan narasi.

1.6 Hipotesis Tindakan
Metode konstruktivisme dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa.

1.7 Kriteria Keberhasilan
Dalam penelitian ini, kriteria keberhasilan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Pembelajaran menulis karangan narasi dikatakan berhasil apabila semua aspek dalam rencana pelaksanaan pembelajaran sudah mencapai kriteria baik.
2) Pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi dikatakan berhasil apabila pelaksanaan berjalan lancar dan semua aspek penilaian proses pembelajaran sudah mencapai kriteria baik.
3) Hasil pembelajaran menulis karangan narasi dikatakan berhasil apabila terdapat kenaikan pada nilai siswa dari setiap siklusnya.

1.8 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi antara peneliti dengan pembaca dalam memahami proposal ini, peneliti akan menjelaskan istilah yang mendasar pada proposal ini sebagai berikut.
1) Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan kejadian yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu.
2) Pembelajaran menulis karangan narasi adalah suatu proses belajar atau pengalaman belajar agar seseorang itu terampil dalam menulis karangan narasi.
3) Metode konstruktivisme adalah suatu metode yang menuntut siswa untuk membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Di sini guru memanfaatkan pengalaman yang telah siswa alami untuk dijadikan sebuah karangan.
SKRIPSI PEMODELAN VOLATILITAS RETURN PORTO FOLIO SEPULUH SAHAM TERAKTIF DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI PEMODELAN VOLATILITAS RETURN PORTO FOLIO SEPULUH SAHAM TERAKTIF DI BURSA EFEK INDONESIA

(KODE : EKONMANJ-0058) : SKRIPSI PEMODELAN VOLATILITAS RETURN PORTO FOLIO SEPULUH SAHAM TERAKTIF DI BURSA EFEK INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang Masalah
Risk management atau manajemen risiko saat ini merupakan salah satu prioritas utama yang dipertimbangkan industri keuangan. Seperti yang dikemukakan oleh Jorion (1997), pada studi literatur keuangan terdapat beberapa tipe risiko seperti risiko bisnis (business risk), risiko stratejik (strategic risk), dan risiko keuangan (financial risk). Risiko bisnis adalah risiko yang dihadapi oleh perusahaan atas kualitas dan keunggulan pada beberapa produk pasar yang dimiliki oleh perusahaan. Risiko seperti ini hadir karena adanya ketidakpastian dari aktivitas-aktivitas bisnis seperti inovasi teknologi serta desain produk dan pemasaran. Sedangkan risiko stratejik muncul karena adanya perubahan fundamental pada lingkungan ekonomi atau politik. Risiko stratejik ini sangat sulit untuk dihitung.
Selanjutnya ada yang disebut risiko finansial yang timbul sebagai akibat adanya pergerakan (movements) pada pasar finansial. Risiko finansial dapat dibagi lagi menjadi beberapa kategori, yaitu risiko pasar (market risk) yang timbul karena adanya perubahan pada harga dari aset-aset keuangan dan kewajiban, risiko kredit (credit risk) yang disebabkan oleh ketidakmampuan atau ketidakmauan dari pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban kontraktual, risiko likuiditas (liquidity risk) yang dihasilkan karena kurangnya jumlah dana yang dibutuhkan akibat aktivitas pasar, risiko operasional (operational risk) yang terjadi akibat kegagalan sistem atau manajemen, dan risiko legal (legal risk) yang timbul ketika pembuktian suatu transaksi tidak dapat dijalankan berdasarkan hukum yang ada.
Dalam kaitannya dengan dunia pasar modal, risiko pasar merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh para pelaku pasar seperti trader, baik yang melakukan daily trading ataupun frequent trading. Risiko pasar ini erat kaitannya dengan ketersediaan data dan informasi pada pasar finansial. Volatilitas harga dan pergerakan harga aset-aset keuangan di pasar modal pun menjadi fokus atas terjadinya risiko pasar ini. Dalam mengontrol dan mengurangi risiko pasar yang dapat terjadi, para pelaku pasar dapat melakukan pengukuran volatilitas atau tingkat risiko dari aset-aset keuangan yang mereka perdagangkan, seperti saham, nilai tukar, komoditi, indeks, portofolio, dan lain sebagainya.
Pengukuran risiko secara kuantitatif dapat dilakukan dalam suatu metode Value at Risk (VaR) dengan menggunakan beberapa model pengukuran volatilitas. Menurut Crouhy et al (2002: 154) VaR merupakan salah satu alat atau teknik untuk mengurangi kerugian terburuk yang mungkin terjadi sebagai akibat dari memegang (hold) suatu sekuritas atau portofolio selama periode waktu tertentu, dengan tingkat spesifikasi tertentu yang dikenal sebagai tingkat kepercayaan (confidence level). Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai pengujian model Value at Risk dalam mengestimasi nilai volatilitas harian sebagai ukuran dari risiko pasar. Jon Danielsson dan Casper G. de Vries (1997) meneliti tentang penggunaan sebuah metode semi-parametric yang baru dalam mengestimasi nilai VaR, yaitu gabungan atas dua pendekatan antara pendekatan non-parametrik dengan metode historical simulation dan estimasi parametrik pada suatu distribusi return saham-saham yang memiliki imbal hasil paling tinggi dan yang paling rendah dalam indeks S&P 500.
Selanjutnya Colleen Cassidy dan Marianne Gizycki (1997) juga melakukan penelitian volatilitas harian untuk mengukur risiko perdagangan pasar (traded market risk) pada suatu portofolio atas dua nilai tukar mata uang asing dengan tiga pendekatan VaR dan selanjutnya menguji model mana yang memiliki kinerja paling baik dengan melakukan pengujian secara statistik menggunakan backtesting. Pierre Giot and S'ebastien Laurent (2001) kembali menguji tingkat risiko pasar yang fokus pada penghitungan daily VaR dua indeks saham, yaitu CAC40 dan S&P 500, dengan menggunakan estimasi satu hari ke depan atas volatilitas aktual harian (the daily realized volatility). Banyak model VaR yang dapat digunakan dalam menghitung risiko pasar yang dihadapi oleh institusi keuangan maupun pasar finansial. Salah satunya berdasarkan penelitian van den Goorbergh dan Vlaar (1999) atau Jorion (2000) yang mengaplikasikan penghitungan model VaR menggunakan dua jenis model yaitu model parametric dan model non-parametric pada data intraday return, khususnya return tiap 15 dan 30 menit, atas tiga saham teraktif yang ada di New York Stock Exchange (NYSE).
Selain itu, model VaR juga telah diaplikasikan oleh Bank sebagai salah satu institusi keuangan. Pengukuran risiko di Bank salah satunya menggunakan riskmetrics model yang pertama kali dipopulerkan oleh US investment bank, JP Morgan. Model tersebut digunakan oleh JP Morgan sebagai salah satu model internal dalam mengimplementasikan konsep manajemen risiko pada institusi mereka. Selain itu, dalam menghitung kebutuhan minimum modal yang diperlukan, bank-bank juga dapat menggunakan pendekatan VaR dengan memilih beberapa model seperti historical simulation, variance-covariance technique, dan Monte carlo simulation.
Lebih lanjut lagi dalam penelitian sebelumnya tersebut, sesungguhnya belum ada yang menguraikan lebih lanjut tentang pergerakan harga atas saham-saham yang aktif diperdagangkan oleh para trader di pasar dalam satu hari yang ekstrim, yang sesungguhnya saham-saham tersebut cenderung memiliki volatilitas yang tinggi. Selain itu, belum ada juga yang menyelesaikan penjelasan mengenai kinerja model Value-at-Risk (VaR), khususnya daily VaR dalam mengukur risiko pasar. Saat ini, banyak institusi keuangan yang menggunakan metode VaR untuk mendapatkan informasi mengenai posisi portofolio mereka.
Secara umum, metode VaR memang telah banyak digunakan sebagai alat kuantitatif yang bertujuan untuk menilai kerugian yang dihadapi para pelaku pasar seperti para trader. Dan dalam kaitannya dengan pengaplikasian manajemen risiko, metode VaR dirasa cukup efektif dalam menilai risiko-risiko yang dihadapi para pelaku pasar, agar dapat melakukan strategi dalam mengontrol risiko sehingga pada akhirnya dapat mengurangi risiko yang mereka hadapi.

I.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini fokus pada isu mengenai pengukuran risiko atas pergerakan harga harian saham-saham yang fluktuatif atau ekstrim yang ada pada pasar modal Indonesia, khususnya saham yang paling aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengukuran risiko ini diestimasi menggunakan metode VaR. Menurut Engel dan Gizycki (1999), ada tiga kriteria dalam menentukan model VaR terbaik dalam mengukur tingkat risiko, yaitu akurat, efisien, dan konservatif.
Sebuah model VaR dapat dikatakan konservatif apabila model tersebut dapat menghasilkan estimasi risiko yang secara konsisten nilainya lebih tinggi dibandingkan estimasi model lainnya. Sedangkan model VaR dikatakan efisien apabila model tersebut mampu mengakomodasi pemenuhan persyaratan kecukupan modal dan cukup konservatif untuk memenuhi keinginan regulator serta meminimalkan tingkat cadangan modal yang harus dimiliki. Jadi suatu model VaR dapat dikatakan paling baik apabila memiliki ketiga kriteria di atas. Salah satu keunggulan dari pengaplikasian model VaR dalam mengukur risiko pasar adalah estimasinya dapat dilakukan untuk jangka pendek yang mana hal ini menjadi sejalan dengan penelitian yang ingin dilakukan, yaitu mengukur risiko pasar yang dihadapi oleh para trader yang secara khusus aktif melakukan daily trading.
Penelitian sebelumnya tentang VaR oleh Giot (1999) meneliti mengenai pergerakan harga intraday yang sangat fluktuatif atau ekstrim dengan menggunakan aplikasi intraday GARCH dan model-model durasi seperti Log ACD di NYSE. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa volatilitas data intraday dengan menggunakan kedua model tersebut menunjukkan hasil yang sama. Selanjutnya pada penelitian Giot (2002) dilanjutkan dengan fokus meneliti pergerakan harga intraday yang besar atau ekstrim khusus bagi tiga saham teraktif di NYSE menggunakan aplikasi model parametric dan non-parametric.
Kemudian secara khusus Giot dan Laurent (2001) meneliti mengenai penghitungan daily VaR dua indeks saham, yaitu CAC40 dan S&P500, dengan menggunakan estimasi satu hari ke depan atas volatilitas aktual harian. Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan sebuah model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH), yang secara langsung diaplikasikan terhadap data harian, dengan kinerja atas sebuah model yang didasarkan pada volatilitas aktual (realized volatility). Selain itu, penelitian tersebut juga mengevaluasi kinerja beberapa model volatilitas dalam mengestimasi variasi pergerakan harga.
Dalam penelitian kali ini, peneliti ingin melanjutkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Giot (2001, 2002) namun dengan fokus pada pengukuran risiko pasar yang dapat terjadi akibat adanya volatilitas pergerakan harga saham harian berdasarkan metode VaR dengan menggunakan model parametric, yaitu model normal GARCH, model student GARCH, dan model riskmetrics. Penelitian kali ini menggunakan data return harian (daily) yang memiliki time horizon yang relatif pendek, yaitu untuk periode dua tahun secara historis. Hal ini sesuai dengan model VaR pada umumnya yang biasanya menggunakan data daily return dan kemudian dihitung 10 day VaR (Jorion, 2000).
Dengan time horizon yang pendek dan penggunaan data harian, diharapkan metode VaR ini dapat berperan dalam menerangkan tentang teori market microstructure dan berkontribusi dalam memperkirakan tingkat volatilitas lebih jelas sehingga akhirnya penerapan manajemen risiko juga dapat dilakukan di pasar modal Indonesia, di mana para trader yang ada di Bursa Efek Indonesia dapat melakukan estimasi terhadap pergerakan harga dalam jangka pendek yang berguna dalam melakukan kontrol terhadap risiko pasar yang dihadapi sehingga risiko tersebut dapat dikurangi atau tidak terlalu besar kerugiannya.

I.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Obyek dan Cakupan Penelitian
Obyek dan cakupan penelitian dalam penelitian ini adalah data return harian sepuluh saham teraktif yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kesepuluh saham teraktif ini adalah saham-saham yang tercatat aktif diperdagangkan dalam satu hari sesi perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Data harian (daily) yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data harga perdagangan atas saham-saham teraktif yang diobservasi.
Alasan penulis mengambil periode tersebut dikarenakan kemudahan penulis dalam memperoleh data historis yang relatif pendek yaitu dalam kurun waktu dua tahun kebelakang. Selain itu, periode data historis tersebut relatif tidak memiliki time horizon terlalu jauh kebelakang, sehingga diharapkan akan menghasilkan output yang signifikan terhadap hipotesis atas penelitian yang dilakukan. Lebih lanjut lagi, cukup membawa sentimen positif atau kuat terhadap dunia pasar modal Indonesia yang ditunjukkan dengan kenaikan level tertinggi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibandingkan periode-periode sebelumnya. Kenaikan IHSG tersebut tidak terlepas dengan adanya kejadian di pasar (market event) yang salah satunya terkait dengan adanya subprime mortgage—krisis kredit perumahan di Amerika Serikat—yang menyebabkan hampir sebagian besar pasar saham di seluruh dunia berfluktuasi.
Dalam penelitian ini, sesungguhnya penulis ingin melakukan studi eksperimental yang berkaitan dengan pengujian metode VaR dalam mengukur tingkat risiko, di mana dicerminkan dari volatilitas pergerakan return saham pada periode tersebut. Oleh karena itu, penulis juga berharap dengan mengambil data pada periode tersebut, dapat terlihat signifikansi dari penghitungan VaR dalam mengestimasi besarnya nilai risiko pasar yang dihadapi para trader dengan menggunakan beberapa model VaR yang disajikan.
Sedangkan alasan penulis menggunakan sepuluh saham teraktif yang ada di BEI sebagai proxy untuk mengukur tingkat volatilitas harian pada periode di atas, dikarenakan sepuluh saham tersebut tercatat sebagai saham-saham yang paling aktif diperdagangkan di BEI, di mana saham tersebut dinilai memiliki nilai pergerakan harga yang fluktuatif dibandingkan saham-saham lain yang ada di BEI, serta para trader senantiasa aktif memperdagangkan sepuluh saham tersebut. Oleh karena itu, dengan penggunaan sampel sepuluh saham teraktif tersebut, penulis juga berharap pada akhirnya hasil penelitian yang didapatkan mampu memperlihatkan signifikansi atas penerapan metode VaR dalam mengukur volatilitas harian atas pergerakan harga, sehingga hasil akhirnya dapat menerangkan teori tentang market microstructure dan juga penerapan akan manajemen risiko di pasar modal.
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini melakukan penaksiran nilai volatilitas harian atas harga saham dalam kerangka metodologi Value at Risk untuk menilai risiko pada pasar modal dengan spesifikasi pembahasan sebagai berikut:
a. Penelitian ini menggunakan data return harian atas sepuluh saham teraktif, di mana perhitungan return dilakukan dengan menggunakan pendekatan geometric return dengan alasan karena pendekatan ini fokus pada return yang memiliki horizon waktu tertentu.
b. Penelitian ini selanjutnya membentuk suatu portofolio dari return atas sepuluh saham teraktif individual di atas. Return masing-masing saham individual yang dikombinasikan dalam portofolio diasumsikan mengikuti bentuk distribusi normal dengan rerata sama dengan nol dan varians σt2, serta memiliki korelasi tertentu satu sama lain yang kemudian dibentuk menjadi portofolio dengan pemberian bobot diberikan berdasarkan jumlah relatif aset yang diinvestasikan.
c. Pengestimasian nilai Value at Risk (VaR) pada portofolio saham dilakukan dengan pendekatan Local-Valuation dengan menggunakan metode Delta Normal (Delta-Normal method). Sedangkan pemodelan volatilitas dalam mengukur tingkat risiko dilakukan dengan menggunakan beberapa model VaR parametric, seperti model VaR Normal GARCH, Student GARCH, dan RiskMetrics atau Integrated GARCH (I-GARCH).
d. Evaluasi atau validasi beberapa model volatilitas portofolio saham dilakukan dengan pengujian secara statistik maupun grafis menggunakan metode backtesting dan Kupiec's likelihood ratio, yang selanjutnya menjadi dasar atas pemilihan model volatilitas yang berkinerja paling baik dalam mengukur tingkat risiko.
e. Penelitian ini secara statistik menggunakan tingkat keyakinan (confidence level) one-tail 95% dan holding period selama satu hari.
3. Metode Pengolahan Data
Pada penelitian ini, penghitungan return sepuluh saham teraktif, pembentukan portofolio, pemodelan volatilitas portofolio, penghitungan VaR portofolio, serta evaluasi model-model VaR portofolio sepuluh saham teraktif di Bursa Efek Indonesia akan diolah menggunakan software Eviews 5.1 dan Microsoft Excel. Kemudian sumber data didapatkan penulis dari dari website Bursa Efek Indonesia, yaitu www.bei.co.id.

I.4 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pemilihan dan penggunaan beberapa model Value at Risk (VaR) untuk mengukur tingkat risiko pasar yang mungkin dihadapi para trader di dunia pasar modal Indonesia. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemodelan volatilitas untuk mengukur dan mengestimasi risiko pasar bagi portofolio sepuluh saham teraktif di Bursa Efek Indonesia, dalam suatu metodologi Value at Risk yang dilakukan dengan menggunakan tiga model VaR, yaitu model normal GARCH, model student GARCH, dan model risk metrics (Giot, 2002).
2. Melakukan evaluasi best model Value at Risk dengan dua metode evaluasi statistik, yaitu metode backtesting dan Kupiec's Likelihood Ratio Test dan kemudian memilih model Value at Risk yang berkinerja paling baik atau paling sesuai dengan kriteria yang ditentukan pada metode evaluasi yang telah dilakukan.

I.5 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan akhir penelitian dalam bentuk skripsi ini selanjutnya akan disusun menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan atas penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini memuat tentang uraian teoritis mengenai beberapa tipe risiko, konsep Value-at-Risk (VaR), dan beberapa model volatilitas atau risiko pasar, yang diantaranya yaitu model normal GARCH, student GARCH, dan risk metrics model. Selain itu juga akan dimuat penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan hal tersebut.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang sumber data, sampel, pengurupulan data, dan metode analisa data. Selanjutnya, peneliti akan menuliskan metode penelitian yang dipakai beserta perincian jenis-jenis data yang digunakan serta tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menghitung risiko pasar dengan menggunakan beberapa model volatilitas, melalui pendekatan VaR pada portofolio atas saham yang paling aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai objek penelitian dan analisa data hasil penelitian pada portofolio atas sepuluh saham teraktif di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian yang disajikan yaitu mulai dari penghitungan return saham, pembentukan dan penghitungan return portofolio, pemodelan volatilitas portofolio dengan menggunakan beberapa model VaR, evaluasi secara statistik terhadap model-model VaR yang digunakan dalam mengukur tingkat volatilitas portofolio tersebut, serta pemilihan model VaR yang berkinerja paling baik dalam mengestimasi nilai risiko pasar.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh proses hasil analisis dan pembahasan serta saran bagi penelitian selanjutnya. Lebih lanjut lagi, pada bab ini juga akan dijabarkan seluruh kesimpulan hasil penelitian dan kontribusinya baik bagi ilmu pengetahuan maupun lingkungan sosial. Disini juga akan diuraikan mengenai kesulitan yang dihadapi selama penyusunan skripsi ini, kekurangan-kekurangan yang ada, serta modifikasi dan evaluasi yang disarankan bagi penyempurnaan hasil penelitian selanjutnya.
KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ASI DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA IBU MENYUSUI DI KECAMATAN X

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ASI DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA IBU MENYUSUI DI KECAMATAN X

(KODE : KEBIDANN-0031) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ASI DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA IBU MENYUSUI DI KECAMATAN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).
Indikator dalam menentukan derajat kesehatan antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup disebabkan karena penyakit infeksi 42 % dan kekurangan gizi 18,4 % pada tahun 2007 (Menkes RI, 2007). Beberapa penyakit yang saat ini masih menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi diantaranya penyakit diare, tetanus, gangguan perinatal, dan radang saluran napas bagian bawah (Hidayat,2008).
Angka kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan balita. Badan bayi, baru akan memproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup pada waktu mencapai usia sekitar 4 bulan. Makanan utama dan pertama bagi bayi adalah air susu ibu. ASI tidak dapat digantikan oleh susu manapun mengingat komposisi ASI yang sangat ideal dan sesuai kebutuhan bayi di setiap saat serta mengandung zat kekebalan yang penting mencegah timbulnya penyakit (Juliani, 2009).
Kolostrum sangatlah mudah dicerna sehingga merupakan makanan bayi yang sempurna. Meskipun jumlahnya sedikit, hanya beberapa sendok saja tetapi kaya akan nutrisi yang terkonsentrasi di dalamnya untuk bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi dalam jumlah besar yang disebut immunoglobulin sekretorik A (IgA) yang melindungi bayi pada tempat-tempat yang cenderung diserang kuman, yaitu selaput lendir di tenggorokan, paru dan usus (Baskoro, 2008).
Begitu besar peranan kolostrum bagi bayi tetapi berdasarkan survei pendahuluan di daerah kecamatan Kerjo yang merupakan daerah pedesaan yang tingkat pendidikannya masih menengah ke bawah, 6 orang dari 10 orang ibu menyusui tidak memberikan kolostrum pada bayinya secara utuh yaitu sejak bayi lahir sampai 3 hari pertama karena ibu merasa bayinya akan kelaparan dikarenakan ASI belum keluar atau belum lancar, berkembangnya informasi-informasi yang tidak benar, ditambah dengan adanya mitos-mitos tentang menyusui dapat berakibat kurangnya rasa percaya diri sehingga dapat menurunkan semangat mereka untuk menyusui dan memberikan kolostrum pada bayinya. Karena latar belakang itulah maka penulis tertarik untuk meneliti masalah "Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dengan Pemberian Kolostrum pada Ibu Menyusui di Kecamatan X".

B. Perumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat pengetahuan tentang ASI dengan pemberian kolostrum pada ibu menyusui di Kecamatan X?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan tentang ASI dengan pemberian kolostrum pada ibu menyusui di Kecamatan X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang ASI pada ibu menyusui di Kecamatan X.
b. Mengetahui perilaku pemberian kolostrum oleh ibu menyusui di Kecamatan X.
c. Mengetahui penyebab kolostrum tidak diberikan.
d. Membuktikan adakah hubungan tingkat pengetahuan tentang ASI dengan pemberian kolostrum.

D. Manfaat
Manfaat Aplikatif
1. Masyarakat
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ASI sehingga dapat mendukung kelancaran pemberian kolostrum.
2. Tenaga Kesehatan
Sebagai masukan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya pemberian kolostrum.
KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG KOLOSTRUM DENGAN PEMBERIANNYA DI WILAYAH PUSKESMAS X

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG KOLOSTRUM DENGAN PEMBERIANNYA DI WILAYAH PUSKESMAS X

(KODE : KEBIDANN-0030) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG KOLOSTRUM DENGAN PEMBERIANNYA DI WILAYAH PUSKESMAS X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Masa nifas (Puerperium) merupakan awal dari perawatan lebih lanjut bagi wanita sesudah melahirkan anak. Perawatan pada masa nifas sangat penting karena periode ini merupakan masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Pada keadaan ini ada perubahan-perubahan yang dialami oleh ibu, seperti perubahan fisik, perubahan psikis, involusi uterus dan pengeluaran lochea, serta laktasi/pengeluaran ASI (Saifuddin, 2000).
Laktasi adalah proses alamiah yang merupakan wujud cinta kasih yang diberikan oleh seorang ibu kepada bayinya. Laktasi merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, selain itu proses laktasi dapat membangun hubungan intim dan hangat antar ibu dan anaknya serta masa yang penting untuk kelangsungan hidup bayi (Suryoprajogo, 2009).
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alamiah, meskipun demikaian menyusui juga dipelajari terutama oleh ibu yang pertama kali memulai menyusui anak agar mengetahui cara menyusui yang benar dan manfaat dari ASI atau kolostrum yang pertama kali keluar. Serangkaian proses turut memberi andil dalam kelancaran pemberian ASI, mulai persiapan fisik sampai batin calon ibu dan juga berbagai langkah dan perlekatan yang tepat agar bisa menyusui dengan efektif di awal bayi menyusui (Depkes, 2005).
ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya. Pengetahuan merupakan hal yang diperlukan pada masa nifas ini, khususnya pengetahuan tentang manfaat kolostrum guna tercapainya keberhasilan dalam menyusui serta menghindari kesalahpahaman tentang nutrisi bagi bayi tersebut (Suherni, 2009).
Pada awal pemberian makanan yaitu pada hari-hari pertama ASI dikeluarkan akan keluar cairan yang berwarna kuning atau jernih, merupakan makanan bayi yang paling baik mutunya (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti diperoleh data dari Puskesmas X pada bulan Mei 2009 terdapat 33 ibu post partum sebanyak 7 orang (21,2%) tidak memberikan kolostrum pada bayinya karena larangan orangtua dan karena kolostrum berbau dan ibu post partum belum mendapatkan informasi tentang kolostrum dari petugas secara optimal.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang "Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kolostrum dengan Pemberiannya di Puskesmas X”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: "Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang kolostrum dengan pemberiannya di wilayah puskesmas X Kabupaten X".

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang kolostrum dengan pemberiannya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang kolostrum.
b. Untuk mendapatkan gambaran tentang pemberian kolostrum pada ibu menyusui
c. Untuk menganalisa hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang kolostrum dengan pemberiannya

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai kolostrum dan pemberian kolostrum.
2. Manfaat Aplikatif
Memberikan kesempatan pada peneliti untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh di pendidikan.
SKRIPSI HUBUNGAN KANDUNGAN INFORMASI PENDAPATAN BUNGA BERSIH, KOMPONEN ARUS KAS, DAN PENGUNGKAPAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN TERHADAP EXPECTED RETURN SAHAM PERBANKAN

SKRIPSI HUBUNGAN KANDUNGAN INFORMASI PENDAPATAN BUNGA BERSIH, KOMPONEN ARUS KAS, DAN PENGUNGKAPAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN TERHADAP EXPECTED RETURN SAHAM PERBANKAN

(KODE : EKONAKUN-0074) : SKRIPSI HUBUNGAN KANDUNGAN INFORMASI PENDAPATAN BUNGA BERSIH, KOMPONEN ARUS KAS, DAN PENGUNGKAPAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN TERHADAP EXPECTED RETURN SAHAM PERBANKAN




BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian
Setiap perusahaan tentunya membutuhkan dana untuk dapat mengelola dan mengembangkan usahanya. Salah satu cara untuk memperoleh dana tersebut adalah dengan menghimpun dana masyarakat, yakni dengan cara menerbitkan surat berharga seperti saham. Agar kegiatan penghimpunan dana tersebut lancar, maka dibutuhkanlah suatu wadah perantara atau intermediasi yang dikenal sebagai pasar modal.
Dalam melakukan investasi di pasar modal, khususnya di pasar saham, investor harus memiliki pemahaman dan analisis yang sangat baik karena pasar saham memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Situasi ketidakpastian ini mendorong investor yang rasional untuk selalu mempertimbangkan risiko dan expected return setiap sekuritas. Risiko dan expected return tersebut dapat dinilai berdasarkan informasi kualitatif maupun kuantitatif (Kurniawan, 2000).
Pada saat seorang investor melakukan analisis terhadap perusahaan target investasinya, ia dapat menggunakan berbagai sumber informasi baik yang bersifat historis maupun aktual. Pada umumnya, investor menggunakan data-data historis dalam membuat suatu estimasi. Salah satu bentuk data historis adalah laporan keuangan perusahaan. Investor sangat bergantung pada laporan keuangan yang menyediakan data keuangan utama mengenai perusahaan (Jones, 2004). Investor menggunakan informasi-informasi yang terdapat pada komponen laporan keuangan, yaitu Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan disusun dan disajikan untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pengguna, oleh karena itu mereka sangat bergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan informasi dari setiap pengguna. Namun, karena para investor merupakan penanam modal berisiko maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pengguna lainnya. Investor dan manajer investasi berkepentingan dengan risiko dan hasil dari pengembangan investasinya. Pihak-pihak tersebut membutuhkan informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan, akan tetapi akses yang dimiliki oleh mereka sangatlah terbatas. Oleh karena itu, investor dan manajer investasi mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi bahwa laporan keuangan perusahaan dapat menyediakan informasi yang mereka butuhkan.
PSAK No 1 menyebutkan bahwa tujuan umum dari laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang berguna bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang telah dipercayakan kepada mereka. Oleh karena itu, laporan keuangan sebagai sumber informasi utama dari suatu perusahaan memegang peranan penting bagi investor untuk melakukan analisis risiko dan expected return dari sumber daya yang diinvestasikannya.
Pelaporan keuangan merupakan media komunikasi perusahaan dengan pihak eksternal dan diperlukan oleh berbagai pihak untuk mengambil keputusan. Fokus utama dalam pelaporan keuangan adalah penyajian informasi mengenai kinerja perusahaan yaitu dengan cara mengukur laba dan komponennya. Investor, kreditor, dan pengguna lainnya yang tertarik untuk menilai prospek net cash inflow perusahaan, umumnya tertarik pada informasi ini (Anggono, 2002).
Laporan laba rugi mencakup banyak angka laba, yang terdiri dari laba kotor, laba operasi dan laba bersih. Laba kotor dilaporkan lebih awal dari laba operasi, sedangkan laba operasi dilaporkan sebelum laba bersih. Artinya perhitungan angka laba kotor akan menyertakan lebih sedikit komponen pendapatan dan biaya dibandingkan dengan laba operasi; dan perhitungan laba operasi juga menyertakan lebih sedikit komponen pendapatan dan biaya dibandingkan dengan perhitungan laba bersih (Daniati dan Suhairi, 2006). Walaupun demikian, semua angka laba tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu sebagai ukuran efisiensi manajer dalam mengelola perusahaan.
Pilihan metode akuntansi banyak ditemukan dalam penyusunan laporan laba rugi. Semakin detail perhitungan suatu angka laba maka akan semakin banyak pilihan metode akuntansi yang akan menyebabkan kualitas laba yang diukur dengan koefisien respon laba menjadi lebih rendah (Scott, 2000).
Febrianto (2005) meneliti tentang perbandingan kualitas kandungan informasi antara laba kotor, laba operasi dan laba bersih dengan mengambil sampel perusahaan non-keuangan dan non-asuransi periode 1993-2002. Ketiga angka laba tersebut diuji secara terpisah dengan mengunakan persamaan regresi sederhana. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa angka laba kotor memiliki kualitas laba yang lebih informatif, lebih operatif dan lebih mampu menggambarkan hubungan antara laba dengan harga saham, dibandingkan dengan laba operasi maupun laba bersih. Selain itu Daniati dan Suhairi (2006) juga berhasil membuktikan bahwa laba kotor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap expected return saham. Namun, keterbatasan dalam dua penelitian di atas adalah pengujian laba kotor hanya dilakukan pada industri manufaktur saja, sehingga kemungkinan hasil yang berbeda dapat ditemui pada industri lain yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan industri manufaktur.
Selain laba dan komponennya, indikator kinerja perusahaan dapat dilihat dari arus kas. Sebuah perusahaan yang mampu menghasilkan angka arus kas yang surplus dapat dilihat sebagai salah satu indikator kesuksesan perusahaan. Arus kas merupakan bagian yang penting dalam perusahaan yang ingin beroperasi secara terus-menerus, karena tanpa adanya arus kas, kelangsungan hidup perusahaan akan tersendat-sendat. Dengan demikian, salah satu informasi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan adalah bersumber dari laporan arus kas perusahaan (Diyanti, 2000).
Penelitian yang menguji arus kas dilakukan oleh Triyono dan Jogiyanto (2000) dan hasilnya membuktikan bahwa total arus kas tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan harga saham. Namun demikian, pemisahan total arus kas ke dalam tiga komponen arus kas yaitu arus kas dari kegiatan operasi, investasi dan pendanaan membuktikan adanya hubungan yang signifikan dengan harga saham. Pembedaan komponen arus kas seperti yang disyaratkan dalam PSAK No. 2 ternyata memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap return saham.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa informasi laba dan arus kas dapat dijadikan sebagai indikator kinerja perusahaan. Namun, indikator kinerja perusahaan akan menjadi informasi yang kurang lengkap tanpa disertai oleh informasi dalam pengungkapan pos-pos laporan keuangan. Oleh karena itu, pengungkapan menjadi hal yang sangat penting sebelum investor membuat suatu keputusan investasi. Semakin baik kualitas informasi yang diungkapkan maka akan semakin baik pula kualitas investasi yang dihasilkan (Mohammed dan Yadev, 2004). Jika pengungkapan yang dilakukan tidak sempurna, investor akan menghadapi risiko dalam memprediksi return masa depan atas investasi yang mereka lakukan (Barry & Brown, 1986).
Saat ini, kebutuhan terhadap pengungkapan juga semakin tinggi karena berguna untuk menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Semua materi harus diungkapkan termasuk infomasi kuantitatif dan kualitatif yang akan sangat membantu para pengguna laporan keuangan (Siegel dan Shim, 1994). Tingkat pengungkapan yang tinggi mengurangi estimasi risiko yang timbul dari estimasi tingkat pengembalian aktiva investor atau distribusi hasil operasi perusahaan (Handa dan Linn, 1993). Tingkat pengungkapan yang tinggi mengurangi tingkat asimetri informasi. Laporan keuangan yang transparan menyebabkan estimasi investor atas risiko yang ada pada perusahaan rendah, sehingga tingkat expected return oleh investor juga rendah Clarkson (1996) dan Coles (1995).
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan informasi kepada para pengguna untuk membuat keputusan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing. Dengan semakin pentingnya laporan keuangan perusahaan bagi para pengguna, maka laporan tersebut dituntut untuk dapat mencerminkan kondisi dan prospek masa depan perusahaan. Informasi yang disajikan harus transparan dan dipastikan kewajarannya oleh auditor, sehingga para pengguna laporan keuangan tidak merasa dirugikan. Bagi investor, informasi dalam laporan keuangan digunakan untuk menentukan berapa besar tingkat risiko dan expected return sebelum ia membuat keputusan investasi. Semakin pentingnya informasi dalam laporan keuangan, membuat banyak peneliti tertarik untuk menguji kandungan informasi dalam laporan keuangan.
Penelitian ini akan kembali menguji kandungan informasi pada laporan keuangan. Pada umumnya, penelitian-penelitian terdahulu menghubungkan kandungan informasi dari laba kotor dan komponen arus kas terhadap abnormal return. Penelitian-penelitian tersebut mengasumsikan expected return sama dengan actual return periode lalu dan memfokuskan penelitian pada ada tidaknya kandungan 'new information' pada laporan keuangan yang disajikan perusahaan dengan melihat signifikansi koefisien hubungan komponen laporan keuangan dengan selisih antara actual return periode berj alan dengan expected return.
Berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, penelitian ini akan mengkaji kandungan informasi dari komponen laporan keuangan dengan menganalisis signifikasi koefisien hubungan komponen laporan keuangan tersebut dan expected return. Penelitian ini memandang informasi pada komponen laporan keuangan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi expected return investor. Expected return merupakan suatu bagian return yang penting karena pada saat pertama kali akan membuat keputusan investasi, investor akan selalu membuat suatu estimasi berapa return yang diharapkan atas investasi yang akan dilakukan (Jogiyanto, 2003). Penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh kandungan informasi dari laba kotor dan komponen arus kas terhadap expected return saham ini masih sangat terbatas jumahnya.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan referensi utama dari penelitian yang telah dilakukan oleh Daniati dan Suhairi (2006) yang menguji kandungan informasi dari komponen arus kas, laba kotor dan size perusahaan terhadap expected return saham. Namun berbeda dengan penelitian Daniati dan Suhairi (2006) yang menggunakan sampel perusahaan industri manufaktur (sub industri tekstil dan otomotif) untuk periode 1999-2004, penelitian ini akan menggunakan sampel perusahaan pada industri perbankan untuk periode 2002 -2006. Penelitian ini juga tidak hanya meneliti pengaruh kandungan informasi pada komponen laporan laba rugi dan laporan arus kas, namun juga mengkaji kandungan informasi pada catatan atas laporan keuangan perusahaan, terhadap expected return.

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pendapatan bunga bersih, komponen arus kas dan pengungkapan pos-pos laporan keuangan memiliki hubungan dengan expected return saham perusahaan di industri perbankan? Penelitian dilakukan atas perusahaan di industri perbankan, yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah menguji hubungan kandungan informasi pada komponen laporan keuangan industri perbankan dan expected return saham perusahaan. Tujuan penelitian secara khusus adalah sebagai berikut:
1. Menguji hubungan kandungan informasi pada pendapatan bunga bersih pada laporan laba rugi perusahaan perbankan dan expected return.
2. Menguji hubungan kandungan informasi pada arus kas kegiatan operasi pada laporan arus kas perusahaan perbankan dan expected return.
3. Menguji hubungan kandungan informasi pada arus kas kegiatan investasi pada laporan arus kas perusahaan perbankan dan expected return.
4. Menguji hubungan kandungan informasi pada arus kas kegiatan pembiayaan pada laporan arus kas perusahaan perbankan dan expected return.
5. Menguji hubungan kandungan informasi pada pengungkapan pos-pos laporan keuangan perusahaan perbankan dan expected return.

1.4. Manfaat Penelitian
Secara akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan memberikan kontribusi terhadap penelitian akuntansi yang berkaitan dengan elemen-elemen dalam laporan keuangan yang mempengaruhi expected return. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti tentang kandungan informasi laporan keuangan dan keterkaitannya dengan expected return, sehingga dapat menjadi masukan sebelum melakukan keputusan investasi khususnya pada perusahaan dalam industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bagi perusahaan perbankan, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi gambaran perilaku investor dalam memanfaatkan informasi akuntansi yang disajikan perusahaan. Sedangkan bagi regulator, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi gambaran bagaimana pentingnya standardisasi Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perbankan (P3LKEPP) dalam mempengaruhi perilaku investor.

1.5. Sistematika Penulisan Laporan Penelitian
Penelitian ini akan disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
- BAB I PENDAHULUAN.
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan laporan penelitian.
- BAB II LANDASAN TEORI, STUDI LITERATUR TERDAHULU DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS.
Bab ini menguraikan tinjauan kepustakaan yang berisi berbagai teori dan penelitian terdahulu, serta uraian tentang bagaimana hipotesis dikembangkan dan variabel-variabel apa yang digunakan.
- BAB III METODOLOGI PENELITIAN.
Bab ini membahas secara lebih rinci mengenai metode pengambilan sampel, model penelitian, operasionalisasi variabel dan pengumpulan data dalam penelitian ini.
- BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN.
Bab ini menyajikan pembahasan hasil penelitian. Bab ini juga disertai dengan berbagai hasil tabulasi dan grafik hasil peneltian.
- BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN.
Bab ini mengikhtisarkan hasil penelitian dan implikasi terhadap model penelitian, menjelaskan keterbatasan-keterbatasan selama melakukan penelitian serta saran yang dipandang perlu dan sesuai untuk melakukan penelitian selanjutnya.
SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

(KODE EKONINTL-0001) : SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu negara disamping indikator-indikator lain seperti tingkat pengangguran, angka kemiskinan, laju inflasi, dan lain sebagainya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan stabil diharapkan akan memberikan dampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung bagi variabel ekonomi lainnya. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, pemerintah di masing-masing negara mempunyai beberapa komponen kebijakan yang bisa digunakan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai. Salah satunya adalah melalui kebijakan perdagangan internasional. Menurut Salvatore (2007) perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). Dengan adanya aktifitas perdagangan internasional maka diharapkan akan mendorong percepatan pembangunan ekonomi di negara tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan internasional memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi di suatu negara, terutama bagi negara-negara berkembang yang sedang berada dalam tahapan membangun ekonominya. Indonesia sebagai sebuah negara berkembang, sejak tahun 1980-an telah menggunakan kebijakan ekspor untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Hal ini bisa ditunjukkan dengan gambar 1.1 bahwa rata-rata nilai ekspor Indonesia sejak tahun 1980 terus mengalami kenaikan. Hal ini menguatkan dugaan bahwa bahwa selama ini pemerintah Indonesia berusaha memaksimalkan peranan ekspor sebagai motor penggerak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama ini. Menurut Salvatore, salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang paling umum di negara berkembang adalah berasal dari kegiatan perdagangan internasionalnya, yakni kegiatan ekspor.
Di sisi lain, Salvatore juga mengingatkan bahwa secara umum sebuah negara sebaiknya tidak berekspektasi hanya untuk menggunakan perdagangan internasional sebagai satu-satunya mesin penggerak pertumbuhan ekonomi pada masa sekarang ini. Menurut Salvatore, masih ada banyak cara selain menggunakan keuntungan dari perdagangan internasional sebagai satu-satunya mesin penggerak pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Salvatore menyatakan bahwa salah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari aktifitas perdagangan internasional adalah adanya pengaruh aliran modal baik itu aliran modal yang masuk maupun yang keluar di sebuah negara. Ketika terjadi aktifitas perdagangan internasional yakni berupa kegiatan ekspor dan impor maka besar kemungkinan juga terjadi perpindahan faktor-faktor produksi dari negara eksportir ke negara importir yang disebabkan karena adanya perbedaan biaya dalam proses perdagangan internasional. Menurut Appleyard, Field dan Cobb (2008) Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi lebih besar dibandingkan biaya produksi di negara importir maka untuk mencapai keuntungan optimal, ada kemungkinan investor (dalam hal ini eksportir) memindahkan lokasi produksinya di negara importir. Dalam kasus semacam ini, perpindahan modal yang terjadi disebut sebagai foreign direct investment (FDI). Menurut Salvatore, investasi luar negeri pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam, yakni investasi portofolio (portfolio investments) dan investasi langsung (direct investments). Salvatore mendefinisikan Direct Investment atau FDI sebagai penanaman modal asing yang direpresentasikan di dalam aset riil seperti: tanah, bangunan, peralatan dan teknologi. Sementara investasi finansial/portofolio lebih berupa saham, surat berharga, obligasi dan commercial papers lainnya. Faktanya, selama dua dekade terakhir ini, FDI telah menjadi hal penting terutama bagi negara-negara berkembang yang sedang membangun ekonominya. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya negara-negara berkembang yang berhasil menarik dan meningkatkan jumlah FDI yang masuk ke dalam negaranya tiap tahunnya. Pada gambar 1.2 terlihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah aliran FDI yang masuk ke negara berkembang selalu bertambah.
Kondisi ini secara tidak langsung juga menunjukkan keyakinan bahwa FDI mempunyai peranan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, salah satu contohnya adalah Indonesia. Indonesia saat ini merupakan salah satu negara berkembang di kawasan Asia yang masih berada dalam tahapan pembangunan ekonominya maka Indonesia membutuhkan adanya investasi asing selain investasi domestik sebagai salah satu komponen penunjang pembiayaan dan tambahan stok modal dalam proses pembangunan ekonominya. Dengan adanya aliran masuk FDI diharapkan akan mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi secara agregat yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan tingkat output atau produk domestik bruto negara Indonesia.
Dari gambar 1.3 terlihat bahwa sejak tahun 1990 hingga tahun 2007 tren aliran FDI Indonesia rata-rata terus meningkat. Pada awal tahun 1990 sampai dengan tahun tahun 2004 pergerakan FDI yang masuk ke Indonesia relatif tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan FDI yang keluar dari Indonesia. Hal ini terjadi karena pada periode ini Indonesia berada dalam masa krisis ekonomi 1997 dan sedang berada dalam proses transisi pembangunan ekonomi. Kondisi ini berubah drastis saat memasuki periode tahun 2005, dimana aliran FDI saat itu meningkat lebih dari empat kali lipat dibandingkan pada periode tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi asing di Indonesia mulai pulih kembali pasca krisis ekonomi 1997. Kondisi perbaikan iklim investasi asing di Indonesia digambarkan dengan kepercayaan investor FDI pada pemerintah, yang terlihat pada berkurangnya aliran FDI yang meninggalkan Indonesia pada periode itu.
Seperti halnya negara-negara berkembang lainnya, iklim investasi asing di Indonesia juga rentan terhadap resiko gejolak stabilitas ekonomi dan politik baik itu berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri. Kondisi ini ditunjukkan pada periode tahun 2006, dimana aliran FDI yang masuk ke Indonesia berkurang cukup signifikan, hampir setengah dari FDI yang masuk pada periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya kondisi ketakutan investor asing yang saat itu cenderung lebih memilih untuk pasif menunggu iklim investasi dan politik yang lebih kondusif setelah permasalahan regulasi undang-undang investasi dan isu terorisme. Pada periode tahun 2007, aliran FDI yang masuk ke Indonesia kembali meningkat jumlahnya, namun kondisi ini juga diikuti dengan kenaikan jumlah aliran FDI yang meninggalkan Indonesia. Kondisi ini menunjukkan semakin banyak negara berkembang lain di regional ASEAN yang muncul sebagai alternatif tujuan FDI yang lebih prospektif dibandingkan Indonesia, seperti Thailand, Malaysia ataupun Vietnam. Sedangkan kenaikan aliran FDI yang masuk pada tahun 2007 lebih karena disebabkan adanya pengalihan investasi dari negara maju ke negara-negara berkembang akibat proses investasi asing yang senantiasa mencari hasil imbal balik investasi yang lebih tinggi dan bukan hanya karena perbaikan iklim investasi di dalam negeri. Untuk melihat peranan FDI dalam pertumbuhan ekonomi tiap tahunnya maka bisa dilihat dari perbandingan FDI terhadap jumlah PDB Indonesia. Penulis menggunakan persentase perbandingan stok FDI di Indonesia terhadap PDB Indonesia dari tahun 1990 hingga 2007. Perkembangannya dapat digambarkan pada gambar 1.4 :
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada periode tahun 1990-an pengaruh FDI yang masuk ke Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidaklah terlalu signifikan, yakni 6,9% terhadap PDB Indonesia. Begitu juga dengan FDI yang keluar dari Indonesia, hanya sekitar 0,1% terhadap PDB Indonesia saat itu. Kondisi itu berubah cukup drastis saat mulai memasuki periode tahun 2000-an, dimana pada periode tahun 2000 hingga tahun 2007, stok FDI terhadap PDB Indonesia meningkat dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya, yakni berkisar antara 13-15% terhadap PDB Indonesia. Analisa deskriptif ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun peranan FDI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah cukup signifikan, terutama setelah periode tahun 2000-an.
Di sisi lain, komponen lainnya yang juga penting peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah komponen perdagangan Internasional, seperti yang telah diutarakan sebelumnya oleh Salvatore (2007) bahwa perdagangan merupakan salah satu mesin pertumbuhan ekonomi terutama bagi negara berkembang. Untuk melihat signifikansi pengaruh perdagangan internasional terhadap PDB Indonesia, penulis menunjukkan dengan gambar 1.5 yakni persentase ekspor dan impor terhadap PDB Indonesia.
Dari gambar 1.5 secara umum terlihat bahwa perdagangan internasional juga memegang peranan penting dalam pembentukan PDB Indonesia. Ekspor dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 rata-rata menyumbang 30,71% terhadap PDB Indonesia atau lebih dari seperempat total PDB Indonesia, dimana persentase ekspor tertinggi adalah pada saat periode tahun 2000 sebesar 39,6%, dan terendahnya pada tahun 2003 dan 2007 yakni sebesar 27,3%. Sedangkan rata-rata persentase impor terhadap PDB Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 adalah sebesar 20,56%, dimana persentase impor tertinggi pada tahun 2000 sebesar 24,5% dan yang terendah pada tahun 2003 sebesar 16,8%. Dari penjelasan di atas maka berdasarkan analisa deskriptif dapat dibentuk hipotesa dimana secara umum variabel perdagangan internasional dan FDI terlihat memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Permasalahan yang harus dijawab lebih lanjut dalam topik ini yakni mengenai pola hubungan antar variabel ini lebih cenderung bersifat hubungan satu arah dimana kegiatan perdagangan internasional dan aliran FDI menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, ataukah juga bersifat hubungan dua arah yakni dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menyebabkan perdagangan internasional dan aliran FDI meningkat. Karena keterbatasan kemampuan analisa deskriptif dalam mengkaji signifikansi dan pola hubungan antra variabel ini, maka penulis akan melakukan pengujian dengan metode ekonometri untuk mengkaji hubungan perdagangan internasional dan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Permasalahan lainnya yang menarik untuk dibahas adalah kebijakan pemerintah selama ini dalam memaksimalkan kinerja investasi asing dan perdagangan internasional sebagai motor pertumbuhan ekonomi. UNCTAD dalam publikasinya, World Investment Report 2008 mengeluarkan data urutan indeks negara potensi aliran masuk FDI (Inward FDI Potential Index) dimana Indonesia hanya berada di urutan 103 untuk periode 2005-2007. Hal ini sangatlah mengkhawatirkan dimana posisi Indonesia sebagai negara berkembang yang memerlukan investasi langsung asing. Selain itu dalam data laporan yang sama, UNCTAD juga menunjukkan bahwa term of trade Indonesia dari tahun ke tahun cenderung terus menurun. Kedua fakta ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan permasalahan dalam kebijakan investasi asing serta kebijakan perdagangan internasional di Indonesia. Dengan menggunakan metode ekonometri, maka dapat dianalisa bagaimana respon masing-masing variabel perdagangan internasional, dan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia jika timbul shock/inovasi pada variabel itu sendiri atau variabel lain. Analisa ini penting untuk menunjukkan respon masing-masing variabel sehingga dapat menjadi acuan pengambilan kebijakan di masing-masing sektor.

1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kembali hubungan antara perdagangan internasional (ekspor dan impor) dan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di sebuah negara berkembang. Dalam penelitian ini analisa akan difokuskan pada kondisi negara Indonesia. Untuk melakukan pengujian terhadap hubungan perdagangan internasional dan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi, maka akan dilakukan beberapa tahapan pengujian dengan menggunakan model VAR dalam estimasi secara ekonometri. Penggunaan model VAR dirasakan perlu karena adanya kondisi endoginitas dalam hubungan antar variabel yang juga didukung secara teori ekonomi dan analisa deskriptif sebelumnya.
Pertimbangan utama digunakannya model VAR ini adalah adanya hubungan endoginitas antar variabel, dimana ada keterkaitan antar variabel terikat dengan variabel penjelas, serta adanya hubungan antara variabel-variabel yang saling mempengaruhi dalam persamaan. Penggunaan model VAR diharapkan akan mempermudah proses estimasi dimana posisi variabel dalam model tidak diketahui secara jelas posisi variabel mana yang bertindak sebagai variabel terikat atau variabel penjelas. Selain itu dengan melakukan peramalan menggunakan metode VAR/VECM dalam analisa ekonometri maka dapat diketahui pula respon masing-masing variabel jika terjadi shock atau inovasi pada salah satu variabel, baik itu variabel itu sendiri ataupun variabel lain. Penelitian ini nantinya diharapkan akan mampu menghasilkan kesimpulan berupa kerangka berpikir yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi serta permasalahan, termasuk memberikan solusi konkrit mengenai permasalahan investasi asing (FDI) dan kebijakan perdagangan luar negeri di Indonesia serta peranannya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

1.3 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan analisa latar belakang permasalahan terkait dengan topik ini maka dapat disusun rumusan hipotesa dasar penelitian, yakni :
- Perdagangan internasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) di Indonesia dan hubungannya bersifat saling mempengaruhi atau hubungan kausalitas dua arah.
- FDI mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) di Indonesia dan hubungannya bersifat saling mempengaruhi atau hubungan kausalitas dua arah.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan terkait dengan masalah investasi luar negeri yang masuk ke dalam perekonomian indonesia dan kebijakan perdagangan internasional dalam hubungannya dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemikiran dalam kajian pengaruh variabel-variabel ekonomi khususnya pengaruh perdagangan internasional dan FDI terhadap kualitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini dan di masa mendatang.

1.5 Sistematika Penulisan
- Bab I : Analisa secara singkat latar belakang permasalahan, tujuan, hipotesa, manfaat dari penelitian serta sistematika penulisan.
- Bab II : Tinjauan teori dan literatur serta penelitian terdahulu mengenai penjelasan pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional dan FDI.
- Bab III : Pembahasan metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, baik itu spesifikasi model, penjelasan variabel data dan metode pengujian yang akan digunakan dalam penelitian.
- Bab IV : Pembahasan analisa hasil penelitian secara deskriptif dan empiris dengan didukung penjelasan hasil estimasi ekonometri.
- Bab V : Berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
SKRIPSI STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN X (STUDI MENGENAI PENINGKATAN DI BIDANG PAJAK DAERAH)

SKRIPSI STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN X (STUDI MENGENAI PENINGKATAN DI BIDANG PAJAK DAERAH)

(KODE FISIP-AN-0012) : SKRIPSI STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN X (STUDI MENGENAI PENINGKATAN DI BIDANG PAJAK DAERAH)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Permasalahan
Republik Indonesia sudah sejak lama mengakui keberadaan otonomi daerah yang diberikan melalui desentralisasi. Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A DAN 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Hal ini membuktikan bahwa pemberian otonomi daerah kepada daerah kabupaten atau kota sudah merupakan persetujuan pendiri bangsa yang sudah ada sejak bangsa Indonesia merdeka. Pelaksanaan desentralisasi dapat dilihat dengan adanya pembagian propinsi dan kabupaten/kota di wilayah Indonesia. Sejak saat itu sudah ada banyak Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Tercatat ada 7 (tujuh) Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Undang-undang tersebut yaitu UU 1/1945, UU 22/1948, UU 1/1957, UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22/1999 dan terakhir UU 32/2004. Beberapa peraturan inilah yang menjadi batasan-batasan dalam pelaksanaan otonomi dan pemerintahan daerah.
Munculnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menjadi tonggak bagi daerah untuk melaksanakan otonomi daerah. Desentralisasi pada prinsipnya merupakan penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada tingkat pemerintahan lokal yang otonom. Walaupun demikian tidak seluruh kewenangan pemerintahan diserahkan pada daerah karena untuk kewenangan yang strategis seperti pertahanan, keamanan atau hubungan luar negeri masih menjadi wewenang pemerintah pusat. Penyerahan wewenang ini menyebabkan daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Saat ini pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia didasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kedua peraturan ini terdapat satu persamaan dalam hal anggaran, yaitu setiap daerah harus bertanggung jawab terhadap pendapatan dan pengeluaran daerahnya. Hal ini sesuai dengan pasal 155 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menyebutkan "penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah .
Kewenangan yang diberikan kepada daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang bersifat makro dan strategis. Kewenangan luas yang dimiliki daerah menuntut daerah untuk memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan sebelum masa desentralisasi. Pemerintah daerah harus melakukan pengembangan kelembagaan (institutional capacity building) agar dapat melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat dengan baik.l Salah satu aspek terpenting yang perlu dipersiapkan pemerintah daerah adalah aspek keuangan daerah. Hal ini penting karena aspek keuangan daerah akan membiayai pelaksanaan urusan atau kewenangan yang dimiliki daerah.
Peraturan lain yang ikut mempengaruhi aspek keuangan daerah adalah Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 merupakan peraturan perundangan tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Kedua sumber dana ini merupakan komponen utama dari pendapatan asli daerah. Wewenang untuk mengurus anggaran telah didapatkan melalui desentralisasi fiskal dimana dalam desentralisasi fiskal, daerah juga memiliki kewenangan untuk menentukan pajak daerah dan retribusi daerah sendiri.
Kondisi ini memudahkan bagi daerah meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Pemerintah daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyusun peraturan daerah tentang pajak daerah atau tentang retribusi daerah sesuai amanat Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Tabel ini merupakan rekapitulasi dari seluruh rancangan peraturan daerah baru dan peraturan daerah yang perlu dievaluasi selama periode tahun 2007 saja. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat penambahan jumlah yang signifikan (712 rancangan peraturan daerah baru mengenai pajak daerah dan retribusi daerah) pada penambahan jumlah rancangan peraturan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah di Indonesia cukup giat dalam menggali potensi daerahnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
Jumlah Raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah memang meningkat pesat, namun daerah merasa bahwa pendapatan asli daerahnya belum cukup untuk membiayai kegiatan pemerintahannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Edi Slamet Irianto, Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan Ditjen Pajak menyatakan :
.... ada empat alasan mengapa desentralisasi fiskal tidak berjalan baik. Pertama, dengan masih kuatnya pola pikir status di kalangan elite pemegang otoritas pajak. Kedua, pemerintah sendiri masih berkepentingan memegang otoritas fiskal dalam rangka recovery perekonomian nasional pasca krisis ekonomi. Alasan ketiga yakni adanya disparitas fiskal yang masih sangat lebar di Indonesia, meskipun sudah ada otonomi daerah. Sementara alasan lainnya adalah masih lemahnya kapasitas institusional dalam pengelolaan fiskal di daerah. Hal itu karena upaya desentralisasi fiskal. Hasil penelitian Irianto menemukan bahwa masih terdapat hegemoni pusat dalam desentralisasi fiskal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irianto yang menghasilkan alasan mengapa desentralisasi fiskal berjalan kurang baik. Salah satunya mengatakan pemerintah masih bertanggung jawab memegang otoritas fiskal pasca krisis ekonomi walau tidak bisa dipungkiri ada juga alasan yang mengatakan pengelolaan fiskal di daerah masih lemah. Kondisi ini bertentangan dengan pendapat Bahl yang menyatakan bahwa:
"advantages of decentralization is that it can enhance revenue mobilization, the mix of services provided will match the demands of the local population, government officials will become more accountable to voters for the quality of services they provide, local populations will be more willing to pay for public services, since their preferences will be honored. "
Menurut Bahl, pelaksanaan desentralisasi memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan ini berkaitan dengan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. Kaitannya dengan pendapatan asli daerah terdapat pada kemauan dari masyarakat lokal untuk membayar pelayanan publik yang disediakan pemerintah dan juga mobilisasi pendapatan kepada pemerintah daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pendapatan asli daerah dengan berbagai strategi yang bisa dilakukan. Mintzberg menyebutkan strategi sebagai cara yang digunakan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menggali sumber-sumber pendapatan daerah yang potensial seperti pajak daerah dan retribusi daerah seperti yang disebutkan oleh Lutfi.
Kabupaten X merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Republik Indonesia. Dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal maka Kabupaten X juga terkena imbasnya. Mulai dari penyerahan wewenang untuk mengatur dan mengurus pajak daerah sendiri, mendapatkan alokasi dana perimbangan sampai masalah pinjaman daerah yang bisa dilakukan oleh Kabupaten X. Pendapatan asli daerah Kabupaten X meningkat pesat dibanding sebelum dilaksanakannya kebijakan desentralisasi fiskal.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Berdasarkan data yang ada maka dapat dilihat peningkatan pendapatan asli daerah secara nominal di Kabupaten X terutama setelah dilaksanakannya kebijakan desentralisasi fiskal pada tahun 2001. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa persentase pendapatan asli daerah dibanding dengan total pendapatan daerahnya masih labil. Angka minimal 20% belum berhasil dipertahankan oleh Kabupaten X sebagai batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Hal ini diperkuat oleh kutipan wawancara peneliti dengan Pak Yana, Kepala Bagian Bidang Pembukuan dan Pelaporan, mengenai jumlah jumlah pendapatan asli daerah. "....yah cuma sepuluh sekian persen sebelas duabelas persenlah dari APBD, yah kita masih kecil makanya kita mengutamakan di dana perimbangan. Potensi kemarin dari pendataan.... Kekhawatiran yang terjadi apabila porsi dana alokasi umum masih lebih besar dibanding pendapatan asli daerah maka daerah tersebut masih bergantung pada pemerintah pusat dan tidak dapat menjalankan otonomi daerah dengan baik. Masalah yang dihadapi Kabupaten X juga termasuk masalah kependudukan yang berkaitan dengan jumlah tenaga kerja, seiring bertumbuhnya jumlah penduduk maka jumlah tenaga kerja juga meningkat. Kabupaten X juga menghadapi masalah kesejahteraan masyarakat yang masih rendah. Berdasarkan fenomena-fenomena yang ada maka peneliti memilih Kabupaten X sebagai lokus penelitian.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas terbatas hanya kepada masalah yang berkaitan dengan pendapatan asli daerah karena kondisi anggaran pemerintah kabupaten X masih sangat kecil, terutama dari sisi pendapatan asli daerah. Salah satu kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah kemampuan untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya melalui komponen utama PAD, yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Berdasarkan kewenangan ini maka pendapatan asli daerah Kabupaten X seharusnya dapat meningkat dengan pesat tetapi ternyata pemerintah daerah sendiri merasa pendapatan asli daerahnya masih sangat kecil. Oleh karena itu pokok permasalahan yang akan dibahas peneliti adalah:
1. Bagaimana strategi yang dilaksanakan Kabupaten X dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan pendapatan asli daerah kabupaten X?

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari pokok permasalahan di atas, penelitian mengenai strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mendeskripsikan strategi yang digunakan Kabupaten X untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya, dengan dilaksanakannya desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat.
b. Mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami Kabupaten X dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya
2. Signifikansi
Signifikansi yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian serta hasil kegiatan penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu manfaat praktis dan manfaat akademis:
a. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dipemerintahan, khususnya dilingkungan Pemerintah Kabupaten X untuk merumuskan suatu formulasi kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pendapatan daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
b. Manfaat Akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini, yaitu manfaat penelitian sebagai suatu sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya yang berkenan dengan studi mengenai keuangan daerah dalam rangka proses peningkatan pendapatan asli daerah dan berusaha untuk menemukan variabel-variabel apa saja yang berpengaruh dalam pola alokasi pendapatan daerah di Kabupaten X khususnya setelah berlakunya UU Nomor 32 tahun 2004.

D. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun laporan penelitian ini, penulis membagi laporan penelitian menjadi 5 (lima) bab yang terdiri atas:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan, pokok permasalahan yang akan dibahas yang mencakup pertanyaan penelitian yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, signifikansi atau manfaat penelitian yang ditinjau dari sudut praktis maupun dari sudut akademis, dan sistematika penulisan laporan penelitian.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN
Pada bab ini diketengahkan berbagai teori serta hasil pemikiran yang menjadi landasan bagi penulis dalam membahas dan menganalisa permasalahan yang akan diteliti sekaligus untuk membentuk pola pemikiran dan analisa yang konstruktif dan ilmiah dalam mengahadapi permasalahan tersebut. Dalam bab ini pula dibahas mengenai metodologi penelitian yang meliputi metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan (analisa) data, site penelitian, proses penelitian dan keterbatasan penelitian.
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN X
Pada bab ini dijelaskan mengenai kondisi Kabupaten X secara umum baik dari segi demografis dan wilayah, bentuk, susunan, dan kewenangan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten X dan kondisi keuangan serta perekonomian di Kabupaten X, serta seluk beluk Keuangan Daerah di Kabupaten X.
BAB IV STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN X
Bab ini membahas mengenai strategi peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten X disertai analisa yang mendalam terhadap permasalahan tersebut berdasarkan teori-teori yang berkaitan, serta diperkuat dengan informasi yang didapat langsung dari wawancara mendalam dengan aparat/pejabat terkait.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan terhadap pembahasan permasalahan disertai rekomendasi-rekomendasi yang mungkin dijalankan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.