Search This Blog

TESIS RELEVANSI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DENGAN KARAKTERISTIK KEBUTUHAN PANGAN MASYARAKAT MISKIN

TESIS RELEVANSI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DENGAN KARAKTERISTIK KEBUTUHAN PANGAN MASYARAKAT MISKIN

(KODE : PASCSARJ-0088) : TESIS RELEVANSI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DENGAN KARAKTERISTIK KEBUTUHAN PANGAN MASYARAKAT MISKIN (PRODI : STUDI PEMBANGUNAN)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Menurut data Susenas tahun 2003 masih terdapat 36,1 juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Krisis ekonomi pada tahun 1997 telah mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan angka kemiskinan ini. Salah satu dampak yang dirasakan oleh masyarakat, adalah naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kemampuan masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini pangan. Sementara itu, produksi pangan tidak banyak mengalami perubahan dari kondisi swasembada beras yang telah dicapai pada era Orde Baru, meskipun ongkos produksi beras juga ikut naik (Daniel Dalle Sulekale, 2003). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rendahnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan bukan disebabkan oleh merosotnya produksi pangan, namun lebih disebabkan oleh rendahnya daya beli mereka
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi-Kepala Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor (2003) menyatakan bahwa ketahanan pangan mempakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus mempakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Hak atas pangan sehamsnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Kelaparan dan kekurangan pangan mempakan bentuk terbumk dari kemiskinan yang dihadapi rakyat. Oleh sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan.
Pemerintah sesungguhnya bertanggung jawab untuk menjaga ketersediaan pangan bagi penduduk miskin. Hal ini mempakan amanah UUD 1945 pasal 27 dan UU Pangan No 7 Tahun 1996 tentang Ketahanan Pangan. Dalam UU Pangan tersebut disebutkan bahwa hak memperoleh pangan bagi selumh rakyat Indonesia mempakan hak azasi manusia yang hakiki. Artinya setiap warga masyarakat berhak untuk memperoleh bahan pangan yang cukup dalam kondisi apapun.
Pada tahun 1998 sampai dengan 2002 pemerintah mengeluarkan kegiatan Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB), yang selanjutnya mulai tahun 2002 sampai XXXX disebut beras untuk keluarga miskin (Raskin). Program ini merupakan upaya pemerintah, untuk memberikan perlindungan pada keluarga miskin, melalui penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi, yang diharapkan mampu menjangkau seluruh keluarga miskin.
Keluarga miskin yang berhak menerima beras ini ditetapkan sesuai dengan kriteria miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutt pedoman umum Raskin XXXX yang dibuat oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog, setiap penerima manfaat berhak untuk membeli beras bersubsidi ini, maksimal sebanyak 20 Kg per bulan dengan harga Rp 1.000,00 per kg di titik distribusi. Angka 20 Kg beras ini menurut BPS, merupakan jumlah konsumsi minimal sebuah rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga 4 orang agar mereka dapat tetap bertahan hidup selama sebulan.
Pada Tahun XXXX berdasarkan keputusan Gubernur X Nomor : 511/199 tanggal 13 Januari XXXX, Kabupaten X menerima alokasi Raskin sebanyak 13.135.000 Kg. Sedangkan jumlah penduduk miskin sesuai dengan data BPS adalah 109.459 RTM. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa setiap keluarga akan menerima sebanyak 10 Kg. Artinya program Raskin di Kabupaten X belum sepenuhnya dapat menjangkau seluruh penerima manfaat di Kabupaten X. Di samping itu, sebagai program nasional, program ini bersifat seragam untuk seluruh kabupaten di Indonesia. Padahal karakteristik fisik dan non fisik berbagai daerah di Indonesia tidak sama.
Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana program Raskin dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin, perlu dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin dari sudut pandang penerima manfaat (penerima program).

1.2 Perumusan Masalah
Fenomena yang terjadi di lapangan mengisyaratkan Program Raskin belum sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya oleh penerima manfaat. Diduga ada perbedaan antara persyaratan dan aturan pelaksanaan program yang sifatnya seragam dengan kondisi sosial ekonomi dan perilaku kebutuhan beras penerima manfaat. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana karakteristik pemenuhan kebutuhan pangan penerima manfaat program Raskin di Kabupaten X.
2. Bagaimana kemampuan penerima manfaat dalam menyerap alokasi Raskin yang diterimanya.
3. Manfaat apa yang dapat dirasakan oleh penerima manfaat dengan pelaksanaan Program Raskin

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui perbedaan karakteristik distribusi program dengan karakteristik kebutuhan pangan penerima manfaat.
2. Mengetahui daya serap penerima manfaat dalam menerima alokasi Raskin yang diberikan.
3. Mengetahui manfaat yang diperoleh penerima manfaat dari pendistribusian Raskin.
Ketiga hal tersebut diatas akan dapat digunakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pelaksanaan program dalam pencapaian ketahanan pangan. Selanjutnya akan dapat digunakan sebagai masukan untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan datang.

1.4. Batasan dan Lokasi Penelitian
Penelitian dibatasi pada pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X Tahun XXXX. Kecamatan yang dijadikan lokasi penelitian terdiri atas kecamatan Ayah, Gombong, X, Prembun dan Mirit. Kelima kecamatan tersebut tersebar di Kabupaten X dengan kondisi geografis dan kehidupan masyarakat yang sangat beragam, dari daerah pegunungan sampai dengan pesisir, desa dan kota. Selain itu, dua dari lima kecamatan tersebut yaitu kecamatan X dan Mirit, merupakan daerah penderita gizi buruk di Kabupaten X pada tahun XXXX.

1.5. Pendekatan Masalah
Penelitian ini akan membahas pelaksanaan pendistribusian beras untuk keluarga miskin (program Raskin). Program Raskin sendiri merupakan program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras sebanyak maksimal 20 Kg netto/KK/bulan dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah di titik distribusi .
Sebagaimana telah diuraikan di atas, permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin sampai sekarang adalah masih sulitnya mereka untuk mengakses pangan, padahal program Raskin telah berjalan cukup lama. Karena itu, pembahasan dalam penelitian ini akan di titik beratkan pada tiga hal sebagai berikut:
1. Karakteristik masyarakat miskin. Dalam pembahasan ini akan dilihat karakteristik penerima manfaat, sebagaimana terealisasi di lapangan dan dibandingkan dengan karakteristik masyarakat miskin penerima manfaat yang ditetapkan oleh program.
2. Daya serap penerima manfaat. Pembahasan tentang daya serap akan menganalisis bagaimana kemampuan penerima manfaat dalam menyerap alokasi Raskin. Untuk itu akan dibahas perilaku kebutuhan beras penerima manfaat dengan realisasi berbagai ketentuan program yang mencakup penentuan penerima manfaat, mutu beras, harga jual beras, durasi waktu dan alokasi yang diterima serta yang dapat terbeli oleh penerima manfaat.
3. Manfaat pelaksanaan Raskin. Dalam pembahasan ini akan dianalisis mengenai efek yang dirasakan oleh penerima manfaat dengan adanya pelaksanaan program Raskin. Kemungkinan munculnya efek lain akibat pelaksanaan program dan adanya resistensi pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian tujuan/sasaran yang diinginkan dari program.

1.6 Metoda Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik penerima manfaat dan kemampuan penerima manfaat dalam menyerap alokasi Raskin di Kabupaten X serta manfaat yang dirasakan oleh penerima manfaat. Oleh karena itu digunakan metoda kualitatif dan kuantitatif dengan tekhnik pengumpulan data primer dan sekunder sebagai berikut:
1.6.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini didapat dari masyarakat miskin penerima manfaat mengenai pelayanan dalam pendistribusian beras untuk keluarga miskin. Disamping itu, data ini juga didapatkan dari seluruh stake holder yang terlibat dengan pelaksanaan program. Untuk mendapatkan data primer ini maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Observasi
Tekhnik observasi dilakukan secara langsung terhadap obyek penelitian menyangkut berbagai aktivitas yang dilakukan sampel terkait dengan mekanisme dan proses penyelesaian tugas pada obyek penelitian dimaksud. Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan pendistribusian Raskin di Kabupaten X dengan para pelaku di antaranya penerima manfaat dan pelaksana program. Obeservasi ini dilakukan untuk melihat kondisi penerima manfaat dan pelaksanaan program serta dampak-dampaknya sehingga akan dapat diperoleh gambaran yang lebih komprehensif dari pelaksanaan pendistribusian Raskin di Kabupaten X
b. Wawancara
Tekhnik wawancara digunakan dalam menjaring dan memperoleh data primer yang berhubungan dengan pendapat/permasalahan Raskin menurut penerima manfaat. Tekhnik ini dilakukan di sela-sela kesibukan mereka memenuhi kebutuhan hidupnya seperti bercocok tanam maupun aktivitas lainnya. Pelaksanaan wawancara diharapkan akan diperoleh hal-hal yang lebih mendalam mengenai pelaksanaan Program Raskin di Kabupaten X.
Wawancara dilakukan terhadap masyarakat baik itu penerima manfaat, pelaksana program baik di tingkat kabupaten maupun di desa, dan anggota masyarakat lain yang tidak menerima program ini. Penerima manfaat merupakan sumber informasi utama sedangkan wawancara dengan anggota masyarakat lain dan pelaksana program digunakan untuk melengkapi data dan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada bulan Desember XXXX.
c. Pembagian Kuesioner
Pembagian kuesioner dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif tentang jenis pekerjaan dan penghasilan rata-rata. Mengingat keterbatasan yang ada penyebaran kuesioner tidak secara sensus kepada seluruh populasi melainkan dengan menetapkan sampel sebagai perwakilan dari populasi yang ada.
Populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini meliputi seluruh keluarga mi skin penerima Raskin sesuai dengan data dari BPS untuk tahun XXXX sebanyak 109.459 KK. Berdasarkan perhitungan menurut Taro Yamane, dengan jumlah populasi tersebut diperoleh sampel sebanyak 100 orang. Jumlah responden di masing-masing kecamatan penelitian ditentukan berdasarkan perbanding jumlah populasi kecamatan, yaitu sebagai berikut:

** Tabel sengaja tidak ditampilkan **

Penentuan responden di masing-masing kecamatan dilakukan secara simple random sampling, yang dipilih secara acak tanpa memperhatikan strata/tingkatan dalam anggota populasi tersebut.
1.6.2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer yang akan memperjelas hasil analisis dari data primer. Data tersebut diperoleh dengan cara pengumpulan atau pencatatan kembali dari pihak luar yang terkait (instansi pemerintah dan swasta) dan dapat juga dari hasil studi yang telah ada. Tekhnik yang digunakan untuk pengumpulan data sekunder ini adalah melalui studi kepustakaan, untuk mempelajari berbagai literatur maupun laporan-laporan periodik (bulanan/ tahunan) yang tersedia tentang obyek penelitian. Data sekunder yang dipelajari tercantum dalam tabel berikut ini :

** Tabel sengaja tidak ditampilkan **

1.6.3. Metoda Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk memperoleh data dari kuesioner dengan menggunakan distribusi frekwensi sederhana. Analisis kualitatif dilakukan dengan menginterpretasikan dan membandingkan berbagai fenomena yang terjadi dengan persyaratan program dan teori-teori serta preseden-preseden pembangunan yang ada.
Dengan demikian dapat diketahui ada dan tidaknya perbedaan antara kondisi faktual dengan teori teori yang ada dan yang disyaratkan program. Selanjutnya akan dirumuskan kebijakan-kebijakan bagi peningkatan pelaksanaan program dan manfaat yang dapat diperoleh penerima manfaat
1.6.4 Alur Pikir Penelitian
Kajian ini merupakan evaluasi atas pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X, dengan menggunakan responden keluarga mi skin penerima manfaat dari program Pendistribusian Beras untuk Keluarga Miskin tahun XXXX. Evaluasi dimulai dengan menggunakan analisis deskriptif pembahasan akan dimulai dengan review terhadap pelaksanaan program pendistribusian beras untuk keluarga miskin, organisasi, kendala dan hambatan yang ditemui sebagai dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan program pendistribusian beras untuk keluarga miskin di Kabupaten X. Evaluasi dilakukan melalui kajian terhadap dokumen atau data sekunder dan juga wawancara dengan berbagai stakeholder.
Setelah dilakukan kajian dan evaluasi terhadap program, maka selanjutnya program dianalisa sesuai dengan pendapat masyarakat dan fakta yang diperoleh di lapangan. Pengkajian tersebut mencakup karakteristik dan daya serap penerima manfaat serta manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X. Berdasarkan pengkajian tersebut diperoleh kesimpulan yang dijadikan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kepada pelaksana program untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang.

1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini terdiri atas lima bab, yaitu:
Bab I yang merupakan pendahuluan didalamnya berisi tentang latar belakang munculnya fenomena-fenomena yang terjadi didalam pelaksanaaan pendistribusian beras Raskin. Setelah latar belakang dalam Bab I dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dilaksanakan serta batasan-batasan penelitian. Selanjutnya disampaikan metodologi yang digunakan untuk menganalisa data-data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan penelitian serta ditutup dengan sistematika penulisan atau alur pemikiran dalam penulisan thesis ini
Bab II tinjauan pustaka, berisi konsep konsep teori yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan pelaksanaan pendistribusian beras Raskin dalam hal ini meliputi teori tentang kemiskinan, ketahanan pangan, dan pembangunan. Teori teori inilah yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian
Bab III adalah gambaran umum. Dalam bab ini dipaparkan deskripsi objek penelitian yang berisi tentang gambaran umum Kabupaten X. Di dalamnya meliputi kondisi geografis dan kependudukan serta realisasi pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X. Bab IV berisi analisis atas data-data yang diperoleh. Dalam melakukan analisis menggunakan metode analisis deskriptif evaluatif dengan bantuan distribusi frekwensi
Bab V adalah kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan ini berisi dari hasil hasil atas analisa yang dilakukan penulis atas data-data yang didapatkan dengan menggunakan alat uji yang telah ada. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis mengajukan beberapa saran yang ditujukan kepada pemegang kebijakan terhadap kegiatan pelaksanaan pendistribusian Raskin di Kabupaten X Propinsi X.
TESIS ANALISIS PELAYANAN INFORMASI PUBLIK YANG BERBASIS WORLD WIDE WEB

TESIS ANALISIS PELAYANAN INFORMASI PUBLIK YANG BERBASIS WORLD WIDE WEB

(KODE : PASCSARJ-0087) : TESIS ANALISIS PELAYANAN INFORMASI PUBLIK YANG BERBASIS WORLD WIDE WEB (PRODI : STUDI PEMBANGUNAN)




BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang
Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi didalam melaksanakan pengembangan e-government secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Pembuatan situs web pemerintah daerah merupakan tingkat pertama dalam pengembangan e-Government di Indonesia dengan sasaran agar masyarakat Indonesia dapat dengan mudah memperoleh akses kepada informasi dan layanan pemerintah daerah, serta ikut berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media internet.
Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan, yaitu :
Tingkat 1-Persiapan
- Pembuatan situs web sebagai media informasi dan komunikasi pada setiap lembaga.
- Sosialisasi situs web untuk internal dan publik.
Tingkat 2-Pematangan
- Pembuatan situs web informasi publik yang bersifat interaktif.
- Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain.
Tingkat 3-Pemantapan
- Pembuatan situs web yang bersifat transaksi pelayanan publik.
- Pembuatan interoperabilitas aplikasi dan data dengan lembaga lain.
Tingkat 4-Pemanfaatan
- Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat Government to Government (G2G), Government to Business (G2B), Government to Consumers (G2C).
Situs web pemerintah daerah provinsi dan daerah otonom (Kabupaten, dan Kota) dapat dikatakan sebagai perubahan bentuk penggunaan media komunikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi (Information Comummnication Technology-ICT).
Pembuatan situs web pemerintah daerah sesuai dengan keinginan pemerintah di dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yaitu :
1) perolehan informasi secara mudah, benar, adil, dan luas cakupan;
2) penyebarluasan informasi melalui media elektronik yang meliputi :
- semua bahan yang telah diterbitkan atau bahan-bahan yang telah berada di luar perlindungan hak cipta (boleh diketahui oleh umum);
- semua informasi yang dibuat dan dikumpulkan sesuai undang-undang yang berlaku (tunduk kepada pertimbangan-pertimbangan kepekaan komersial dan rahasia pribadi);
- semua dokumen yang diperlukan bagi kepentingan masyarakat.
Situs web pemerintah daerah dimaksudkan untuk diterapkan dan digunakan pada instansi-instansi pemerintah daerah yang secara teratur berhubungan satu sama lain, serta harus memberikan informasi dan layanan kepada masyarakat. Sumber : panduan penyelenggaraan situs web pemerintahan daerah-kominfo
Informasi publik di X sudah dipublikasikan secara terbatas, seperti tv, radio, surat kabar, situs web dan sebagainya. Situs web merupakan sarana alternatif dalam penyampaian informasi (media lainnya misal: koran, brosur, televisi). Dengan berkembangnya teknologi internet, situs web tidak hanya berisi informasi berupa text dan gambar, tapi juga berisi audio (suara), animasi dan video (visual audio). Selain itu informasi menggunakan situs web juga banyak mengalami perkembangan, mulai dari informasi pengetahuan sampai menjadi sarana iklan.
Pemerintah daerah dalam hal ini Pemda X memilih situs web sebagai salah satu media alternatif, karena faktor kemudahan dalam distribusi, kecepatan penyampaian informasi, dan interaktivitasnya dibandingkan dengan sarana konvensional lainnya (misal: televisi dan koran).
Selain itu situs web sebagai sarana menciptakan transparansi pengelolaan sumber daya publik, transfer pengalaman dan ilmu pengetahuan, publikasi informasi dan data.
Contoh penerapan pelayanan publik melalui situs web pada pemkot Denpasar dan Surabaya (yang belum dimiliki pemkab/pemkot X) :
- Memiliki fasilitas untuk memperpanjang KTP/KK secara online
- Memiliki cyberschool, seluruh SMP/SMU terhubung jaringan TIK
- Memiliki site safe community, untuk tanggap darurat
- Memiliki e-commerce
- Memiliki SIK, sistem informasi kesehatan
- Memiliki e-procurement

I.2 Rumusan masalah
Unsur terpenting dari sebuah tampilan yang efektif situs web di internet adalah isi (content) dan disain yang baik serta menarik. Organisasi yang ada di Pemerintah Daerah hendaknya mengembangkan situs-situs web dengan isi yang selalu baru serta ditulis dengan baik, jelas, dan singkat yang memenuhi kebutuhan masayarakat luas, serta mudah diakses. Suatu informasi mutakhir yang dipublikasikan pada situs web di internet hendaknya bersamaan dengan publikasi yang ada di media lain.
Sebuah situs web pemerintah daerah mempunyai persyaratan minimal untuk isi. Pengelola situs web pemerintah daerah harus mampu menentukan apa yang diharapkan oleh para pengguna mengenai apa yang seharusnya ada di situs web. Organisasi-organisasi yang ada di pemerintah daerah sendirilah yang akan menentukan bagaimana sebaiknya mengatur isi dengan memperhatikan masyarakat pengguna situs web bersangkutan.
Analisis dan pengetahuan mengenai masyarakat pengguna untuk sebuah situs web adalah penting, karena adanya kemungkinan perbedaan yang cukup besar antara masyarakat untuk bagian-bagian situs web yang berbeda, atau untuk situs-situs web yang berbeda di dalam sebuah tingkat organisasi pemerintahan daerah. Pada saat merencanakan dan mengembangkan situs web pemerintah daerah, sebaiknya dilakukan riset pasar yang dilakukan berulang kali untuk mendapatkan masukan tentang isi yang disajikan pada situs web pemerintah daerah.

I.3 Tujuan tesis
Tesis ini akan melakukan tinjauan dan analisis terhadap pelayanan informasi publik di X, terutama akses situs web pemda, pemkab dan pemkot di X. Selain media radio, tv dan koran yang sudah dimiliki, situs web yang dimiliki pemda saat ini masih belum sesuai harapan masyarakat, selain sulit untuk mendapatkan suatu informasi, kontennya juga kurang menarik dan aksesnya masih tergolong lambat, keakuratannya masih kurang. Analisis ini sangat berperan dalam kelancaran proses untuk mengakses data di lingkungan pemda X.
Tujuan yang ingin dicapai adalah melihat seberapa efektif keberadaan situs web X selaku media penyampaian informasi publik. Berdasarkan kriteria web terbaik yang pernah dilombakan oleh Kominfo, keefektifan ini diukur dengan melakukan analisis terhadap informasi (konten) yang terkandung di web tsb, layout-nya, userfrienly-nya, validitasnya, respon akses-nya dan up to date-nya.
Secara umum analisis yang dimaksud mencakup analisis seperti apa sebenarnya harapan publik terhadap web X. Dalam hal ini masalah keakuratan, up to date, kecepatan akses dan kontennya suatu web serta web mana saja yang sudah ada pelayanan informasi publiknya.
Melalui layanan situs web diharapkan pemerintah daerah mampu ikut berperan serta dalam pertukaran informasi di dunia luas, mengoptimalkan dan melestarikan potensi lokal, ikut berbagi pengalaman dalam menjalankan aktivitas di dalam masyarakat.

1.4 Metodologi penelitian
Metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari pelayanan informasi publik, teknologi informasi, situs web dan berbagai kendala situs web pemda, pemkap, pemkot X.
2. Melakukan tinjauan dan mengumpulkan data temuan tentang kondisi situs web pemda, pemkab, pemkot X.
3. Mengkaji regulasi, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku pada sistim informasi publik.
4. Melakukan wawancara dalam hal ini menyebarkan kuisioner kepada para pengguna internet di wilayah kerja CPI dan masyarakat umum X untuk mengetahui situs web pemda mana yang paling bagus dan bernuansa informasi publik serta pelayanan publik online apa yang diinginkan responden.
5. Membuat Kesimpulan dan Saran, untuk dijadikan sebagai strategi perbaikan dan pengembangan sistem informasi dan pelayanan publik X.

1.5 Sistematika penulisan
Sistematika penulisan tesis ini disusun berdasarkan Pendahuluan (Bab-1), ditulis latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, serta batasan dan asumsi dari tesis ini. Latar belakang meliputi permasalahan yang mendasari penelitian ini. Perumusan masalah adalah langkah langkah yang membawa ke penyelesaian masalah. Sedangkan tujuan penelitian merupakan hal-hal yang akan dijawab melalui penelitian ini. Untuk memfokuskan penelitian ini, maka ditetapkan batasan dan asumsi.
Dalam Landasan Teori (Bab-2), Tinjauan pustaka merupakan teori dasar yang digunakan untuk acuan dalam pengolahan data dan analisa maupun penetapan rekomendasi yang akan diberikan. Melalui tinjauan pustaka dan studi lapangan juga ditetapkan tujuan maupun batasan dan asumsi penelitian ini. Disini membahas teori pelayanan informasi publik, kriteria web yang bagus dan program pemerintah untuk melaksanakan e-government yang tahapannya ada 4 yaitu persiapan, pematangan, pemantapan dan pemanfaatan.
Sementara dalam Metodologi Penelitian dan Implementasi (Bab-3), metode yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini. Selain itu tahap demi tahap yang dilakukan dalam penelitian ini. Melalui bab ini, diperoleh gambaran mengenai langkah-langkah penelitian ini. Selain itu dalam bab ini dijelaskan juga gambaran tentang metode untuk menyelesaikan permasalahan dan untuk mencapai tujuan. Disini menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan data primer dan pooling kuisioner untuk mendapatkan data sekunder. Analisa lebih lanjut menggunakan metodologi deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Selanjutnya dalam Analisis dan Pembahasan (Bab-4), Data dari studi lapangan diolah dalam bab ini. Baik data kualitatif maupun kuantitatif diolah melalui landasan teori dan tinjauan pustaka. Pengolahan data diperlukan sebagai dasar untuk analisa dan rekomendasi yang akan dijelaskan pada bab berikutnya. Tiga aspek yaitu informasi (konten), pengelola dan teknologi menjadi pembahasan dalam penelitian informasi publik berbasis web ini. Aspek pengelola, pembahasan menggunakan hasil wawancara kepada beberapa pengelola web dan aspek informasi (konten) berdasarkan hasil analisis kuisioner yang disebar kepada responden yang ditunjang dengan studi literatur dari berbagai sumber. Selanjutnya untuk aspek teknologi dilakukan eksperimen dengan melihat respon akses beberapa web.
Terakhir dalam Kesimpulan dan Saran (Bab-5), kesimpulan merupakan bab terakhir dalam tesis ini. Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian ini. Kesimpulan merupakan rangkuman dari interpretasi dan rekomendasi. Selain ini juga meliputi telaah terhadap metode yang digunakan dalam penelitian ini. Diharapkan dalam kesimpulan penelitian ini, dapat menjawab semua pertanyaan yang ada di tujuan penelitian.
SKRIPSI PENERAPAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MENGEMBANGKAN PERILAKU MORAL SISWA DI MAN X

SKRIPSI PENERAPAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MENGEMBANGKAN PERILAKU MORAL SISWA DI MAN X

(KODE PEND-AIS-0054) : SKRIPSI PENERAPAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MENGEMBANGKAN PERILAKU MORAL SISWA DI MAN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan moral dihadapi oleh manusia tidak hanya ketika sudah dewasa, tetapi juga sudah muncul ketika berusia remaja. Dari waktu ke waktu, permasalahan moral di kalangan remaja cenderung semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dalam memaknai pendidikan remaja, seringkali diskursus yang kemudian muncul adalah paradigma gejala psikologis dan sosiologis. Hal demikian disebabkan oleh problematika remaja Indonesia yang mempunyai kecenderungan negatif yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seiring dengan majunya zaman.
Banyak kasus penyimpangan perilaku yang berkembang terutama kemerosotan moral pada kehidupan anak didik, tidak diragukan lagi telah mengalami kemunduran tingkah laku yang tidak sopan, keluyuran dan tawuran.
Kenakalan siswa atau anak didik tidak dapat dipisahkan dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan zaman, karena setiap zaman memiliki sifat yang khas dan memberikan tantangan khusus bagi generasi mudanya.
Namun di pihak lain kenakalan remaja (anak didik) bukan sekedar gangguan terhadap keamanaan dan ketertiban masyarakat saja lebih dari itu kenakalan anak didik akan berimplikasi pada merosotnya moral bangsa pada poros generasi muda.
Kenakalan anak didik adalah sebagai bentuk pengalihan perhatian, selain itu juga dapat menghilangkan konflik batin sehingga menimbulkan keributan dan hura-hura masal. Situasi di lingkungan anak didik yang sudah menjadi ekstrim, mereka cenderung menjadi pengacau membuat kerusuhan dan melakukan pelanggaran terhadap etika pendidikan, hilangnya sopan santun, melakukan tindakan keras bahkan mulai terperosok ke dalam praktek minuman ber alkohol dan obat-obatan terlarang dan sejenisnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam mengembangkan perilaku moral tidak pernah berhenti dari perhatian dan pengamatan kita. Salah satunya di sekolah Madarasah Aliyah Negeri X. Terjadi permasalahan seperti tawuran (berebut pacar) antar pelajar melakukan kenakalan biasa seperti berbohong (meminta uang pada orang tuanya dengan alasan membayar sekolah tapi dibuat belanja dan berfoya-foya), pergi ke rumah tanpa pamit pada orang tuanya (keluyuran) bolos sekolah, membuang sampah sembarangan dan sejenisnya. Mereka juga melakukan kenakalan pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, dan ada beberapa dari murid yang diketahui melihat pornografi. Apakah ini merupakan wujud dari kegagalan pendidikan moral yang dilakukan oleh para pendidik (guru) selama ini?.
Sekolah MAN X adalah sekolah yang berdiri di atas naungan pondok pesantren mamba'ul ma'arif denanayar X. Jadi siswa dan siswi di MAN X bukan hanya dari lingkungan sekolah itu sendiri, tapi siswa-siswinya berasal dari daerah-daerah kota yang lain, seperti Madura, Surabaya, Jakarta, Semarang dan kota-kota yang lainnya, sehingga permasalahan remaja sering sekali muncul dengan adanya pengaruh-pengaruh luar yang membuat remaja menjadi krisis moral. Dan dengan mengetahui tingkah laku para siswa tersebut penulis ingin mengetahui penerapan seperti apa yang bisa menumbuh kembangkan akhlak yang mulia membangun moralitas siswa menjadi lebih baik, dan seharusnya pembelajaran pendidikan moral tidak cukup sekedar menghafal nilai-nilai kognitif tapi juga harus di implementasikan dengan melibatkan seluruh tenaga pendidik seperti kepala sekolah, guru agama, guru umum, kurikulum metode, media dan sarana, khususnya guru bimbingan konseling yang ada di sekolah tersebut. Untuk itulah penulis melakukan penelitian ini untuk mengungkap bagaimana guru bimbingan konseling dalam mengembangkan moral siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan konseling individual di MAN X?
2. Bagaimana perilaku moral siswa di Madarasah Aliyah Negeri X?
3. bagaimana penerapan konseling individual dalam mengembangkan perilaku moral siswa di MAN X?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan konseling individual di MAN X.
2. Untuk mendiskripsikan perilaku moral siswa di MAN X.
3. Untuk mendiskripsikan penerapan konseling individual dalam mengembangkan perilaku moral siswa di MAN X.

D. Manfaat Penelitian
Masalah ini penting sekali untuk diteliti, karena mempunyai beberapa alasan, sebagaimana diketahui dimasa sekarang banyak sekolah-sekolah yang menggunakan tenaga bimbingan atau konselor terutama di MAN. Apakah berfungsi seperti yang diharapkan.
Dengan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Beberapa manfaat itu antara lain:
1. Menambah pengetahuan tentang sejauh mana konseling individual dalam mengembangkan moral siswa.
2. Dapat mengembangkan salah satu bagian dari ilmu pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan bimbingan konseling sebagai alternatife terapi dalam pendidikan.
3. Menambah pengetahuan dalam bidang penelitian terkait problem-problem perkembangan anak didik di dalam lembaga pendidikan.

E. Definisi Istilah, Asumsi dan Batasan
1. Definisi istilah
Definisi istilah sangat penting untuk dicantumkan, untuk menghindari perbedaan pengertian makna yang ditimbulkan agar tidak terjadi ke salahpahaman maksud judul sesuai dengan penulis harapkan. Maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah sebagai berikut:
a. Penerapan : pengenaan, perihal pemraktekkan teori.
b. Konseling : merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada
individu, supaya dia memperoleh konsep diri atau kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang.
c. Individual : adalah perseorangan atau pribadi.
d. Mengembangkan : meningkatkan atau suatu proses perubahan yang lebih dapat mencerminkan sifat-sifat mengenai gejala psikologi yang tampak.
e. Perilaku : adalah tindakan atau perbuatan atau sikap seseorang.
f. Moral : adalah rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud moral siswa di sekolah adalah meliputi: Bolos sekolah, merokok, berbohong, pacaran, tawuran dan lain sebagainya.
g. Siswa : pelajar atau murid.
Jadi pengertian perilaku moral siswa adalah suatu keadaan atau kelakuan siswa sehari-hari sebagai wujud nyata dari perbuatannya dalam rangka berinteraksi dengan ligkungannya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah suatu penelitian deskriptif kualitatif tentang penerapan konseling individual dalam usaha membantu siswa membentuk perilaku moral agar lebih baik.
2. Asumsi
Asumsi adalah anggapan yang diyakini kebenarannya oleh peneliti dalam penelitian ini penulis berasumsi:
a. Disetiap sekolah selalu terdapat siswa yang suka atau sering melanggar aturan-aturan yang ada disekolah tersebut.
b. Siswa yang melanggar aturan-aturan sekolah merupakan sasaran kegiatan BK
c. Dalam penerapan BK terdapat jenis-jenis layanan tertentu yang pelaksanaannya melibatkan personil Kepala Sekolah, Waka sek, konselor, guru bidang studi, wali kelas, siswa dan orang tua siswa
d. Dalam penerapan ini juga terdapat prosedur yang digunakan, demikian pula dengan pemanfaatan fasilitas yang ada.
3. Batasan
a. Dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah-masalah usaha penerapan konseling individual dalam mengembangkan prilaku moral sampel dari siswa dikelas X dan XI MAN X.
b. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada penerapan lanyanan konseling individual dan hanya menyinggung sedikit layanan yang lain guna mmeberikan gambaran pelaksanaan layanan BK di MAN X.
c. Masalah yang ditangani adalah perilaku moral siswa di MAN X.
d. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.
e. Penulis membuat konsep penelitian pengembangan yang hasilnya diterapkan pada guru BK yang bersnagkutan di MAN X.

F. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini maka perlu adanya penyusunan yang sistematis. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II Merupakan bab kajian teori yang menjelaskan tentang konseptual kepustakaan mendasar terkait dengan bimbingan konseling yang meliputi sub bab sebagai berikut: Pengertian bimbingan dan konseling individual. Teori psikologi remaja, Menguraikan tentang perilaku moral siswa, meliputi: Pengertian moral, Perilaku moral, dan perkembangan moral siswa.
BAB III Dalam Bab ini menjelaskan tentang data hasil penelitian di lapangan yang meliputi tinjauan umum menyajikan tentang penyajian data tentang latar belakang berdirinya MAN X, letak geografis, keadaan sarana dan prasarana, struktur organisasi, keadaan guru, karyawan dan siswa. Dan menguraikan tentang analisis data dan pembahasan masalah penelitian yang meliputi dua aspek yaitu: penyajian hasil penelitian terdiri dari hasil wawancara dan observasi. Pembahasan masalah penelitian.
BAB IV Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada di Bab I serta saran-saran.
SKRIPSI PENDIDIKAN PRASEKOLAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA THD PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK

SKRIPSI PENDIDIKAN PRASEKOLAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA THD PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK

(KODE PEND-AIS-0053) : SKRIPSI PENDIDIKAN PRASEKOLAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA THD PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia tercipta di dunia ditakdirkan sebagai makhluk monodualisme, yaitu di satu sisi manusia adalah makhluk individu dan di sisi lain manusia adalah makhluk sosial. Dalam keberadaannya sebagai makhluk yang tercipta dalam bentuk ciptaan yang paling sempurna di antara semua makhluk Tuhan, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Manusia secara kodrati mempunyai potensi-potensi yang hanya bisa berkembang bila ada rangsangan-rangsangan dari lingkungan sosialnya. Dari hubungan timbal balik (reciprocal interaction) dengan lingkungan sosialnya, manusia memperoleh stimulus-stimulus sosial, seperti: sikap-sikap, kebiasaan-kebiasaan, nilai, norma dan aturan.
Dalam kaitannya berinteraksi dengan orang lain, ketrampilan sosial merupakan satu ketrampilan yang mutlak diperlukan seseorang dalam kehidupannya di dunia. Dengan ketrampilan sosial, seseorang bisa berhubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga bisa survive. Bahkan dalam pendapat kontemporer tentang arti kecerdasan, kecerdasan emosilah yang memegang peranan penting, yang di dalamnya memuat kecerdasan sosial.
Kecerdasan sosial tidak muncul begitu saja, namun melalui tahapan-tahapan perkembangan dan pembelajaran. Perkembangan seseorang merupakan rangkaian perubahan yang bersifat maju, berkelanjutan, teratur, mulai dari yang global sebelum menuju kepada yang paling sederhana kemudian terarah ke yang majemuk. Begitu pula dengan perkembangan sosial. Kemampuan bersosialisasi seseorang bukanlah satu keajaiban yang turun dari langit, namun lebih merupakan hasil belajar, bukan sekedar hasil dari kematangan saja. Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap orang tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, kemampuan bersosialisasi diperoleh di samping merupakan hasil kematangan seseorang, juga melalui aspek pembelajaran, yang hal itu dimulai sejak masa kanak-kanak, khususnya usia-usia prasekolah. Mengapa ditekankan pada usia-usia prasekolah? Karena pada periode pertama dalam kehidupan seorang anak (usia 6 tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadi seseorang. Hal-hal yang terekam dalam benak anak pada periode ini, akan tampak pengaruhnya pada kepribadiannya ketika mencapai usia dewasa.
Jika kita korelasikan dengan pendidikan Islam, para pakar pendidikan Islam, seperti Al-Ghozali, Ibnu Khaldun dan Ibnu Maskawaih, mengungkapkan bahwa periode awal kehidupan seorang anak adalah saat yang tepat untuk pembinaan aspek kognitif dan afektif, yang termasuk di sana perkembangan sosial, yang di dalamnya sarat dengan bagaimana seorang anak seharusnya bertingkah laku dalam lingkungan sosialnya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat dan bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini lazim disebut dengan sosialisasi. Perkembangan sosialisasi seorang anak akan lebih optimal manakala
anak memasuki tatanan belajar yang lebih formal, yang berupa tatanan sosial yang sehat dan sasaran yang memberikan kesempatan pada anak umtuk mengembangkan konsep diri yang positif, ketrampilan sosial dan kesiapan untuk belajar secara formal. Dengan demikian anak tidak hanya belajar bersosialisasi antar-personal, namun juga dengan tatanan aturan yang ada, sebagai bekal untuk bersosialisasi dengan tata aturan masyarakat yang lebih luas.
Melihat fakta-fakta tersebut, dewasa ini banyak bermunculan lembaga-lembaga pendidikan prasekolah, baik yang bersifat formal maupun informal, dengan berbagai macam program unggulan yang ditawarkan. Hal ini merupakan satu hal yang menggembirakan, karena salah satu di antara sejumlah keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan prasekolah tersebut memberikan pengalaman sosial di bawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan antar-personal. Hal ini akan sangat membantu perkembangan sosialisasi anak dalam mempelajari perilaku mana yang diterima dan ditolak secara sosial, sehingga anak lebih siap berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebih besar dari lingkungan keluarganya di rumah.
Bahkan berbagai studi menunjukkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mengikutinya. Alasannya adalah mereka telah dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok dibandingkan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga di rumah dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat saja. Beberapa ahli mengatakan bahwa dengan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman sebaya, seperti dalam preschool atau Taman Kanak-kanak (TK), kepekaan-kepekaan sosial anak akan muncul, seperti yang diungkapkan oleh Zick Rubin, pengarang Children's Friendships, bahwa anak-anak, khususnya usia prasekolah mendapatkan ketrampilan sosial mereka lebih banyak dari interaksi dengan sesama dibanding dari orang tua.
Uraian di atas semakin memperjelas kita bahwa perkembangan sosial seorang anak yang melalui berbagai tahapan proses kematangan dan pembelajaran akan diperoleh manakala anak mendapat kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap anak. Dan hal tersebut akan lebih optimal lagi jika didukung dengan proses pembelajaran dalam lingkup yang lebih formal, seperti lembaga-lembaga pendidikan prasekolah (preschool). Untuk itu perlulah kiranya kita ketahui dan kaji lebih lanjut mengenai konsep preschool yang sedang menjamur sekarang ini dari berbagai perspektif, termasuk pendidikan Islam, serta implikasinya terhadap perkembangan sosial anak. Dengan demikian akan memberikan bekal bagi para pendidik dalam membimbing anak-anak menjadi generasi yang cerdas dalam menghadapi persaingan global. Cerdas, bukan hanya cerdas rasionalitasnya, namun juga cerdas menyikapi lingkungan sosialnya dengan mengasah sisi-sisi emosionalitasnya, yang di sana termuat kecerdasan-kecerdasan sosial.

B. Alasan Pemilihan Judul
Ada beberapa hal yang mendorong penulis untuk memilih judul tersebut, yaitu:
1. Perkembangan masyarakat dunia yang semakin mengglobal memasuki milenium ketiga yang memunculkan persaingan global antarbangsa, menuntut seseorang untuk lebih cerdas dalam menyikapinya. Kecerdasan tersebut tidak hanya melulu kecerdasan intelektualitas atau yang terwujud dalam nilai-nilai akademik, namun juga kecerdasan yang terwujud dalam kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, sehingga dia lebih bisa masuk dan diterima oleh masyarakat global.
2. Perkembangan sosial seseorang bukanlah sesuatu yang "given" atau datang begitu saja, tapi lebih merupakan hasil dari tahapan-tahapan proses kematangan dan pembelajaran yang dimulai sejak masa kanak-kanak.
3. Tujuan dasar dari suatu pembelajaran adalah terjadinya perubahan-perubahan positif secara mendasar. Proses pembelajaran ketrampilan bersosialisasi akan tercapai dengan optimal jika dimulai sejak dini, yaitu periode awal kehidupan seorang anak (usia 6 tahun pertama) atau masa prasekolah. Pada masa itulah saat yang tepat untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan sosial, karena sikap dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia-usia tersebut biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan sedikit.
4. Proses pembelajaran ketrampilan sosial akan berlangsung lebih optimal manakala anak mendapat kesempatan belajar dari respon lingkungan yang seluas-luasnya terhadap dirinya, yang salah satunya adalah dengan memasuki lembaga-lembaga pendidikan prasekolah, atau yang lazim disebut dengan preschool, seperti play group, atau yang berada dalam jenjang pendidikan formal yaitu Taman Kanak-kanak (TK). Karena berbagai studi menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mengikutinya.

C. Penegasan Istilah dan Pembatasan Masalah
Agar kajian ini dapat dipahami secara tepat dan benar, serta untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan kata-kata yang esensial dalam judul, yaitu sebagai berikut:
1. Konsep Preschool (Pendidikan Prasekolah)
Dalam Webster's Encyclopedic, "concept" diartikan "an idea, general notion, an idea of something formed by mentally combining all its characteristics or particulars".
Artinya : "Suatu ide umum, suatu ide tentang sesuatu yang dibentuk secara mental yang merupakan gabungan dari sifat-sifatnya maupun kekhususannya."
Sedangkan "preschool" menurut Webster's Encyclopedic mempunyai dua arti, yaitu:
a. adjective of pertaining to, or intended for a child between infancy and school age.
Artinya : "Kata sifat yang dimaksudkan untuk seseorang anak yang berada pada usia bayi dengan usia sekolah".
b. a school or nursery for preschool children.
Artinya : "Sekolah untuk anak-anak prasekolah".
Adapun pendidikan prasekolah, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 27 tahun 1990 disebutkan bahwa:
Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau pendidikan luar sekolah.
Jadi konsep preschool yang penulis maksud di sini adalah pengertian (pandangan) mengenai sekolah untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 3-6 tahun.
2. Pendidikan Islam
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam.
3. Perkembangan Sosial Anak
Sosial mempunyai pengertian berkenaan dengan hubungan di antar dua individu atau lebih.
Adapun perkembangan sosial dimaksudkan sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Sedangkan anak yaitu masa dalam perkembangan dari berakhirnya masa bayi hingga menjelang masa pubertas. Yaitu usia 0,0 -12,0.
Perkembangan sosial anak di sini dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada.
Jadi yang dimaksud dengan konsep preschool dalam perspektif pendidikan Islam dan implikasinya terhadap perkembangan sosial anak adalah bagaimana implikasi dari penyelenggaraan konsep preschool terhadap perkembangan sosial anak-anak yang mengikuti program tersebut tentunya.

D. Permasalahan
Berpijak dari uraian di atas, ada beberapa pokok permasalahan yang menjadi bahan kajian penulis, yaitu:
1. Bagaimanakah konsep preschool di TK X?
2. Bagaimanakah perkembangan sosial anak di TK X?
3. Bagaimanakah implikasi konsep preschool terhadap perkembangan sosial anak di TK X ?

E. Tujuan Penulisan Skripsi
Berangkat dari beberapa permasalahan di atas, ada beberapa hal yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan mengkaji konsep preschool di TK X.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji perkembangan sosial anak di TK X.
3. Untuk menganalisis lebih lanjut tentang implikasi konsep preschool terhadap perkembangan sosial anak di TK X.

F. Metode Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun metode-metode yang akan digunakan ialah sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga metode, yaitu:
a. Library research
Yaitu melalui riset kepustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis baik yang telah dipublikasikan atau belum.
Metode ini berguna untuk mengkaji sumber-sumber tentang konsep preschool dan perkembangan sosial anak sebagai landasan teori dalam penelitian ini.
b. Metode observasi
Yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan pengamatan langsung dengan tujuan dan prosedur yang sistematis.
Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung perilaku-perilaku sosial anak di sekolah (TK).
c. Metode wawancara
Yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).
Metode ini digunakan untuk memperoleh keterangan dari pihak sekolah, dalam hal ini pengelola TK X, berkaitan dengan konsep preschool yang diterapkan di TK X.
2. Metode Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, selanjutnya disusun secara sistematis dan dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Metode deskriptif
Yaitu suatu metode yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Metode ini berguna untuk menganalisis data-data yang berasal dari sumber-sumber pustaka tentang konsep preschool dan perkembangan sosial anak.
b. Metode deduktif
Yaitu suatu metode yang beranjak pada pemikiran yang bersifat umum kemudian disimpulkan dalam pengertian khusus.
c. Metode induktif
Yaitu metode yang bermula dari fakta khusus, akhirnya ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Metode ini berguna untuk menganalisa fakta yang ada di lapangan untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan landasan teori yang ada.

G. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam sistematika penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian depan, isi dan akhir. Pada bagian depan memuat halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi.
Adapun bagian isi memuat lima bab, yang secara berurutan terdiri dari bab Pendahuluan, Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak, Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak di TK X, Analisa Konsep Preschool dalam Perspektif Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Perkembangan Sosial Anak, dan yang terakhir Penutup.
Pada bab I, Pendahuluan, memuat secara global mengenai kerangka skripsi yang meliputi latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah dan pembatasan masalah, permasalahan, tujuan penulisan skripsi, kajian pustaka, metode dan sistematika penulisan skripsi.
Pada bab II, yaitu Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak, memaparkan konsep preschool di Indonesia, konsep pendidikan prasekolah dalam perspektif pendidikan Islam dan perkembangan sosial anak.
Adapun pada bab III, tentang Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak di TK X, menjelaskan tentang konsep preschool TK X dan perkembangan sosial anak di TK X.
Pada bab IV, akan dibahas tentang analisis psikologis dan pendidikan Islam tentang penyelenggaraan konsep preschool di TK X, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak dan nilai-nilai manfaat yang terdapat dalam penyelenggaraan preschool serta implikasinya terhadap perkembangan sosial anak.
Sedangkan pada bab V (terakhir) berisi tentang kesimpulan, saran dan penutup.
Adapun pada bagian ketiga dari penulisan skripsi ini adalah bagian akhir, yang berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.
SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN

SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN

(KODE PEND-AIS-0052) : SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN X




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menempuh produktifitas di segala sektor kehidupan, bahkan untuk menanamkan kemampuan baru kepada generasi muda sebagai penerus pelaksana pendidikan di Indonesia. Dalam praktek masyarakat ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini, baik dari segi materiil dan moril.
Secara historis timbulnya kelembagaan Islam di Indonesia antara lain merupakan reaksi terhadap dominasi pendidikan colonial yang sekuler, reaksi itu menimbulkan ide penyelenggaraan pendidikan Islam sehingga timbul pesantren, madrasah, dan sebagainya setelah Indonesia merdeka . pemerintah menyusun satu sistem nasional, sehingga pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan Islam yang nasional yang diakui eksistensinya.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan peserta didik yang dilaksanakan secara seimbang antara lain: sikap pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat secara luas, serta meningkatkan kesadaran terhadap alam lingkungannya, azas pembinaan seperti inilah yang ditawarkan oleh pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Pondok pesantren selama ini diakui telah mampu memberikan pembinaan dan pendidikan bagi para santri untuk menyadari sepenuhnya atas kedudukannya sebagai manusia, mukluk utama yang harus menguasai alam sekelilingnya. Hasil pembinaan pondok pesantren juga membuktikan bahwa para santri menerima pendidikan untuk memiliki nilai-nilai kemasyarakatan selain akademis keberhasilan pondok pesantren dalam bidang pembinaan bangsa ini didorong, oleh adanya potensi besar yang dimiliki oleh pondok pesantren, yakni potensi pengembangan masyarakat dan potensi pendidikan keagamaan.
Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren telah menampilkan pola pembelajaran yang berbeda yakni dengan sistem bandongan, sorogan, bahsul masa'il dan lain sebagainya. Dengan sistem pembelajaran tersebut, pondok pesantren senantiasa mengedapankan penguasaan kitab yang dipelajari, mulai dari kitab dasar hingga kitab yang tinggi.
Pada dasarnya fungsi utama pondok pesantren adalah sebagai lembaga yang bertujuan mencetak muslim yang memiliki dan menguasai ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) secara mendalam serta menghayati dan mengamalkan dengan ikhlas semata-mata ditunjukkan untuk mengabdi kepada Allah SWT di dalam hidup dan kehidupan dengan kata lain tujuan pesantren adalah mencetak ulama' yang mengamalkan ilmu serta menyebarkan dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain.
Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung". (QS.Al Imron : 104).
Pondok Pesantren X merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang menuntut adanya pembinaan terhadap nilai dan sikap yang dilaksanakan secara seimbang antara aspek kognitif, psikomotorik dan afektif, yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.
Dalam kegiatan pembelajarannya, Pondok Pesantren X mempunyai ciri tersendiri yakni di samping pengajaran kitab kuning, juga sekolah diniyah yang ditempuh 9 tahun mulai dari Ula 3 wustho 3 tahun dan ulya 3 tahun.5 juga diselenggarakan sekolah formal PADU, Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtida'iyah (MI), Paket A dan Paket B, yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran secara berdaya guna dan berhasil guna, sehingga dalam perkembangannya output dari pesantren tersebut dampak positifnya dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik itu lembaga pendidikan peserta didik maupun masyarakat sebagai mana firman Allah :
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi".(QS. Al-Qashas: 77)
Keberhasilan yang diraih Pondok Pesantren X membina para santrinya membentuk atau menciptakan manusia yang mampu dalam semua aspek disertai iman dan taqwa, tidak terlepas dari pemikiran seorang pemimpin (Pengasuh Pondok) untuk mengembangkan pendidikan agama Islam di lembaga itu.
Pengasuh Pondok Pesantren X berpendapat bahwa santri harus mengikuti perkembangan zaman agar para santri tidak tertinggal dan monoton terhadap pada hal-hal yang klasik, hal ini diuraikan dalam pernyataannya yaitu:
"Para santri sekalian berpakaianlah dengan budi (aklaqul karimah), perdalam dan peganglah ilmu yang telah kamu peroleh serta jangan bosan untuk menambah ilmu baik ilmu dunia (perkembangan zaman) maupun Ilmu syari'at, berbuatlah dengan perbuatan yang sesuai dengan ilmu syari'at agar kalian bisa berhubungan antara makhluk dengan khaliqnya dan jangan lupa hormati orang tua atau guru, ridho Allah karena ridho beliau".
Pemikiran ini berbeda dengan pemikirannya pendiri pondok pesantren X, beliau lebih mengarahkan para santrinya untuk mendalami kitab kuning serta mengamalkannya dan selalu istiqamah untuk mendalami bahkan diwajibkan untuk menghafalnya.
Perbedaan ini di mulai pada 1999, disamping sekolah diniyah, di pondok juga mengadakan sekolah formal mulai PADU kemudian dilanjutkan sampai MI di masukan ilmu-ilmu umum seperti bahasa Inggris, Biologi, Matematika, Ilmu sosial, Ekonomi dan lain sebagainya di dalam kurikulum pendidikan sekolah diniyah pesantren dengan perbandingan 40% ilmu umum dan 60% ilmu agama, juga digalakkan dengan adanya keterampilan-keterampilan seperti keterampilan menjahit, kaligrafi produksi tempe murni, pengobatan tradisional, elektronik dan lain-lain sebagainya, serta diadakannya sekolah terbuka, baik persamaan-persamaan, kejar paket A dan B dengan kurikulum yang sesuai pendidikan nasional.
Pemikiran K. Saiful Rijal adalah menekankan santri selalu mengetahui wacana dan suasana perkembangan zaman, seperti komputer, internet, politik, sehingga santri bisa menempatkan diri di tengah masyarakat yang madani, masyarakat intelektual, maupun masyarakat yang praktis selalu canggih dalam segala aspek.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pemikiran KH. Saiful Rijal sebagai pengasuh pondok pesantren X dalam mengembangkan pendidikan Islam di Pondok Pesantren X yang terletak di X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian yang telah diuraikan di atas, maka rumusan penelitian ini adalah tentang modernisasi pola pendidikan Islam di pondok pesantren:
1. Apa modernisasi tujuan pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X?
2. Apa materi modernisasi materi pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X?
3. Apakah modernisasi metode pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren X?
4. Bagaimana modernisasi evaluasi pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren X?

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini bertujuan ingin mengetahui tentang modernisasi pola pendidikan pondok pesantren X :
1. Tujuan modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.
2. Materi modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.
3. Metode modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.
4. Evaluasi modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan dalam meneliti dan memahami modernisasi pola pendidikan di pondok pesantren dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, serta untuk memenuhi sebagian syarat atau salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana.
2. Untuk mengetahui tujuan, materi dan metode modernisasi pola pendidikan pengajaran di Pondok Pesantren X.
3. Bagi lembaga yang diteliti, sebagai bahan tambahan masukan dan evaluasi dalam meningkatkan mutu pendidikannya.
4. Bagi pengasuh pondok pesantren, sebagai kaca motivasi dan bahan pertimbangan untuk mengedapankan kualitas pendidikan yang ada di Pondok Pesantren X.

E. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Dalam bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II kajian pustaka yang meliputi: kajian tentang pendidikan Islam, pondok pesantren, sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren; tujuan pendidikan pesantren/materi pendidikan pesantren, metode pendidikan di pesantren/evaluasi pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dan penelitian sebelumnya.
Bab III metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian/kehadiran penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.
Bab IV laporan hasil penelitian yang meliputi: latar belakang obyek penelitian, sejarah pondok pesantren X, letak geografi pondok pesantren X, biografi K. Saiful Rijal, penyajian data tentang tujuan pendidikan dan pengajaran, materi pendidikan, metode pendidikan, evaluasi pendidikan di pondok pesantren, dan analisis data.
Kemudian bab V penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran-saran.
SKRIPSI KORELASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMP X

SKRIPSI KORELASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMP X

(KODE PEND-AIS-0051) : SKRIPSI KORELASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMP X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya pembudayaan manusia. Karena itu, setiap wacana pendidikan selalu menarik perhatian publik. Melalui pendidikan, kepribadian siswa dibentuk dan diarahkan sehingga dapat mencapai derajat kemanusiaan sebagai makhluk berbudaya. Untuk itu, idealnya pendidikan tidak hanya sekedar sebagai transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skill) tetapi lebih dari itu adalah transfer perilaku (transfer of attitude).
Di Indonesia sendiri, terutama lembaga-lembaga pendidikan agama seperti madrasah, upaya pembentukan kepribadian siswa secara lebih intens dilakukan melalui pendidikan agama. Diharapkan, pendidikan agama mampu membentengi siswa dari berbagai pengaruh negatif lingkungan, sekaligus dapat menjadi agen sosial (social agent) menuju masyarakat yang lebih berperadaban (civil society). Namun demikian, belakangan masyarakat mulai mempertanyakan efektivitas penyelenggaraan pendidikan agama dalam konteks pembentukan perilaku siswa.
Fenomena dalam masyarakat memperlihatkan bahwa secara umum hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dewasa ini belum memuaskan banyak pihak, dan bahkan dinilai gagal. Pendidikan agama Islam dinilai masih terkesan berorientasi pada pengajaran agama yang bersifat kognitif dan hafalan, kurang berorientasi pada aspek pengamalan ajaran agama. Diantara indikator yang sering dikemukakan, bahwa dalam kehidupan masyarakat, masih dijumpai banyak kasus tindakan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran agama. Adanya kekerasan dan keberingasan yang dilakukan di kalangan pemuda, pelajar dan mahasiswa, masih marak diberitakan dalam media massa. Demikian juga perilaku maksiat, kasus kehamilan di luar nikah di kalangan siswa-siswa sekolah serta banyaknya para siswa sekolah terlibat dalam penggunaan narkoba, memperlihatkan adanya penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama siswa belum memadai.
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. PAI diharapkan dapat dipahami dengan baik oleh siswa, agar dengan pemahaman ini siswa dapat mengaktualisasikan nilai-nilai agama yang diperoleh dalam praktek kehidupannya. Guru diharapkan dapat menyampaikan materi secara komunikatif, edukatif dan persuasif sehingga tujuan yang diharapkan dapat terpenuhi. Berdasarkan uraian diatas, maka PAI memiliki peran dalam penanggulangan perilaku yang kurang baik melalui interaksi edukatif yang dilakukan antara guru dan siswa.
Pengembangan pendidikan lebih berorientasi pada kompetensi peserta didik, dan difokuskan pada kemampuan life skill siswa. Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam adalah; siswa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT; berakhlaq mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitar; mampu membaca dan memahami al Qur'an; mampu beribadah dan bermuamalah dengan baik dan benar; serta mampu menjaga kerukunan intern dan antar umat beragama.
Keberhasilan kompetensi dasar tersebut diperlukan adanya penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik agar dapat melaksanakan program-pro gram pembelajaran dan mengimplementasikan program tersebut pada setiap mata pelajaran.
Menurut Harun Nasution sebagaimana dikutip Muhaimin, salah satu kegagalan dan kelemahan Pendidikan Agama Islam karena dalam praktik pendidikannya, hanya memperhatikan aspek kognitif semata dan mengabaikan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal inti dari pendidikan agama adalah pendidikan moral.
Dari sinilah, maka perlu adanya pembelajaran PAI yang tidak saja menekankan aspek pengetahuan (kognitif), tetapi yang lebih penting adalah pembelajaran PAI yang mampu memberikan bimbingan secara intensif tentang aspek psikomotorik dan afektif para siswa. Ketiga aspek tersebut harus berjalan secara berimbang. Pada aspek kognitif nilai-nilai ajaran agama diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya secara optimal. Sedangkan aspek afektif diharapkan nilai-nilai ajaran agama dapat memperteguh sikap dan perilaku keagamaan. Demikian pula aspek psikomotor diharapkan mampu menanamkan keterikatan dan keterampilan lakon keagamaan.
Perilaku siswa tentunya tidak hanya dipengaruhi oleh tiga ranah di atas, karena tiga ranah tersebut masih terbatas pada pengaruh pendidikan di sekolah. Selain unsur pendidikan di sekolah, perilaku siswa juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan keluarga dan masyarakat. Ketika siswa melakukan aktualisasi diri dan bersosialisasi, hal itu merupakan refleksi dari kondisi psikis siswa pengaruh dari pendidikan di sekolah, interaksi antara siswa dengan keluarganya dan interelasi antara siswa dengan masyarakat lingkungannya. Menurut Jalaluddin, kebiasaan yang dimiliki anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga, orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, dan melindungi serta membimbing keturunan mereka. Lebih lanjut Dadang Hawari dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian anti sosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis. Selain faktor keluarga, masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Masyarakat ikut mempengaruhi perilaku menyimpang anak. Masyarakat dibagi dua bagian; pertama faktor kerawanan masyarakat dan kedua faktor daerah rawan.
SMP Negeri X sebagai salah satu sekolah yang ikut bertanggung jawab dalam pembentukan perilaku siswa usia remaja di Surabaya, sedang melakukan pembelajaran PAI ketiga ranah di atas (kognitif, afektif, psikomotor) melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan pengamatan sementara, dijumpai ada beberapa siswa yang sering bolos sekolah, absen beberapa pelajaran, tidak aktif dalam kelas, suka mengganggu teman ketika pelajaran sedang berlangsung, meremehkan pelajaran agama walaupun siswa tidak pandai, sikap kurang sopan terhadap guru, ketidakaktifan siswa salat dhuhur berjamaah di sekolah. Bahkan ada orang tua siswa yang memindahkan anaknya ke sekolah lain karena tahu anaknya nakal sementara pihak sekolah membiarkan saja tanpa tindakan tertentu atau memanggil orang tua siswa. Oleh karena itu, persoalan di atas menarik untuk diteliti, karena terdapat ketidaksesuaian antara idealitas dan realitasnya. Penulis akan melakukan penelitian dengan mengambil judul "Korelasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Perilaku Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Negeri X".

B. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri X?
2. Bagaimana perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X?
3. Bagaimana korelasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan hasil belajar Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri X.
2. Untuk mendeskripsikan perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X.
3. Untuk membuktikan korelasi antara hasil belajar Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat atau berguna bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi sekolah, sebagai masukan dan refleksi sekolah tentang korelasi antara hasil pembelajaran PAI dengan perilaku siswanya
2. Bagi penulis, sebagai persyaratan akademis menjadi sarjana Pendidikan Agama Islam
3. Bagi para peneliti, sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Asumsi Penelitian
Asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti, harus dirumuskan secara jelas. Manfaatnya untuk memperkuat permasalahan, membantu peneliti dalam memperjelas obyek penelitian, wilayah pengambilan data, dan instrumen pengumpulan data. Asumsi dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar merupakan prestasi akademis yang bersifat formal.
2. Perilaku merupakan refleksi dari kondisi mental anak, meliputi; emosi, pikiran, dan bersifat non formal.
3. Perilaku siswa juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana siswa tersebut berada, kondisi jiwa atau psikis siswa, dan pergaulan dengan individu lain.

F. Definisi Operasional
Judul penelitian ini adalah "Korelasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Perilaku Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Negeri X". Agar tidak terjadi misinterpretasi dalam pemahaman judul penelitian ini, penulis perlu menegaskan istilah yang dimaksud:
Korelasi : keterkaitan; perkorelasi dua masalah yang tidak saling menyebabkan. Maksudnya adalah hasil belajar tidak selalu terkait dan saling menyebabkan dengan perilaku siswa.
Hasil belajar : kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Maksudnya di sini adalah siswa memperoleh hasil dari suatu interaksi tindakan belajar pada materi Pendidikan Agama Islam. Diawali dengan proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menentukan nilai hasil belajar, yang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perilaku siswa : tindakan, perbuatan, kelakuan, tabiat, perangai. Yang dimaksud dengan perilaku siswa di sini adalah perilaku keagamaan dan akhlak dalam pergaulan sehari-hari.

G. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan penelitian ini agar supaya kronologis dan sistematis, penulis menyajikan sistematika bahasan sebagai berikut :
Bab I : berisi pendahuluan. Dalam bab ini penulis menjelaskan beberapa hal, diantaranya tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi dasar penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional judul, metode penelitian yang meliputi jenis dan rancangan penelitian, operasional variabel, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab II : berisi landasan teori. Dalam bab ini penulis membahas tentang teori-teori dasar yang terbagi menjadi tiga sub bab, Pertama, teori tentang hasil belajar PAI (di dalamnya membahas pengertian hasil belajar PAI, pembagian hasil belajar PAI, pengukuran hasil belajar PAI ke dalam berbagai ranah). Kedua, teori tentang perilaku siswa (di dalamnya membahas pengertian perilaku siswa, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku siswa, perkembangan perilaku siswa di sekolah, contoh perilaku siswa). Ketiga, korelasi antara hasil belajar PAI dengan perilaku siswa.
Bab III: berisi laporan hasil penelitian. Dalam bab ini penulis membahas tentang gambaran umum (profil) obyek penelitian, penyajian data dan analisis data.
Bab IV : berisi kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis menarik kesimpulan dan memberi saran, sebagai hasil akhir dari penulisan skripsi ini.
SKRIPSI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X

SKRIPSI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X

(KODE PEND-AIS-0050) : SKRIPSI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai kegiatan sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam sebuah proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan, semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral. Pendidikan sebagai suatu sistem tidak lain dari sesuatu totalitas fungsional yang ada dalam sistem tersusun dan tidak dapat terpisahkan dari rangkaian unsur atau komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam undang-undang RI no: 20 tahun 2003 pada bab ke II, pasal 3 yang berbunyi: "pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Secara garis besar pendidikan adalah upaya membentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat meransang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan dalam kebiasaan dan sifatnya.
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan disekolah dasar bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik dalam bentuk penanaman dasar keimanan, ketakwaan, hidup sehat, penguasaan membaca, menulis, berhitung dan dasar-dasar keilmuan dan kecakapan; pembiasaan berpikir kreatif dan bekerja mandiri; penghayatan keindahan; aktualisasi nilai-nilai dan penerapan prinsip demokrasi; penanaman kepekaan dan tanggung jawab social; pengenalan karakter bangsa; pemeliharaan lingkungan alam dan pelaksanaan tugas secara bertanggung jawab.
Adapun proses-proses perkembangan individu yang berkaitan lansung dengan kegiatan belajar di Sekolah Dasar adalah:
1. Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam ketrampilan fisik anak (motor skill);
2. Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan otak anak; dan.
3. Perkembangan social dan moral (social and moral development),yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Menurut teori Bloom yang dikenal dengan ‘’Taxonomy Bloom’’ tentang ranah psikologis anak antara lain yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah psikologis yang lebih penting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan psikomotor (karsa). Tidak seperti organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran melainkan juga menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan.
Kemampuan kognitif adalah proses mengolah informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, intelegensia, belajar, pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Secara lebih luas menjangkau kreativitas, imajinasi dan ingatan. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan lingkungan (faktor dasar dan ajar).
Menurut Sumantho dari bukunya "Andi Mappi Are" ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak antara lain:
1. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga dapat berfikir reflektif.
2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir professional.
3. Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah serta menarik kesimpulan yang baik dan benar.
Kita akui bersama bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Dari perbedaan kemampuan ini sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan formal berkewajiban memberikan kesempatan belajar seluas-luasnya kepada semua anak untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya serta memberinya kebebasan untuk bereksplorasi dengan apa yang ia dapat didalam kelas.
Menurut Arnold Gessel, seseorang mempunyai perasaan ketuhanan sejak ia pada berusia bayi. Perasaan ini sangat memegang peranan penting dalam memgembangkan sikap keagamaan seseorang. Adapun sikap keagamaan pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) adalah sebagai berikut :
1. Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif namun sudah disertai dengan pengertian.
2. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman kepada indikator-indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
3. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
Periode sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Menurut Zakiah Darajat, Mengemukakan bahwa Pendidikan Agama disekolah dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan pembentukan kepribadian dan akhlak anak. Dalam hal ini sikap keagamaan siswa berhubungan dengan pemahaman siswa terhadap Pendidikan Agama Islam.
Perlu kita ketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi maka keyakinan dan penghayatan siswa menjadi kuat jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Sehingga siswa dapat merealisasikan dalam bentuk sikap keagamaan pada kehidupan sehari-hari. Namun, tidak menuntut kemungkinan siswa yang memiliki pengetahuan, pemahaman dan keyakinan yang tinggi terhadap ajaran agama Islam, Sering kali mengabaikan ajaran agama Islam seperti halnya sholat. Padahal Islam mengajarkan agar kita sholat pada waktunya.
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam, maka penulis mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut dengan judul skripsi "STUDI KORELASI KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X"

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul suatu permasalahan, sehingga perumus merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan kognitif pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X?
2. Bagaimana sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X?
3. Adakah korelasi kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X?

C. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya bias yang dapat ditimbulkan dari pembahasan dan judul penelitian yang penulis buat, maka ada beberapa kata dan istilah yang perlu penulis tegaskan, antara lain:
1. Korelasi
Korelasi bisa diartikan suatu hubungan sebagai asosiasi antara variabel atau hubungan yang bersifat prediksi dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Korelasi juga bisa diartikan sebagai keterkaitan, hubungan antara dua variabel atau lebih yang pada dasarnya memiliki perbedaan tapi memberikan implikasi satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Kemampuan Kognitif
Menurut Bloom, proses belajar baik disekolah maupun diluar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai taxonomy Bloom, yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu:
a. Pengetahuan (Mengingat, Menghafal).
b. Pemahaman (Menginterprestasikan).
c. Penerapan (Menggunakan konsep untuk memecahkan masalah);
d. Analisis (Menjabarkan suatu konsep);
e. Sintesis (Menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
f. Evaluasi (Membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap-tiap orang. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan lingkungan (faktor dasar dan ajar).
Proses belajar mengajar adalah upaya menciptakan lingkungan yang bernilai positif, diatur dan direncanakan untuk mengembangkan faktor dasar yang dimiliki oleh anak. Dalam hal ini tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar pada materi Pendidikan Agama Islam.
3. Sikap
Sikap adalah kesiapan yang kompleks dari seseorang individu untuk memperlakukan suatu objek. Adapun sikap yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah kesiapan atau kecenderungan siswa untuk bereaksi yang dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterimanya dari guru agama baik yang dilakukan di sekolah, maupun diluar sekolah.
4. Keagamaan
Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu mengenai agama. Jadi sikap keagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya pada agama.
Yang dimaksud sikap keagamaan dalam skripsi ini adalah sikap individu terhadap diri sendiri, sikap individu di sekolah yang meliputi hubungan individu dengan guru dan teman sekelas, sikap individu dirumah yang meliputi hubungan individu dengan orang tua.
5. Pendidikan Agama Islam
Dalam hal ini materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di kelas IV pada semester genap yang meliputi: Surat Al-Kautsar (al-Qur'an), Iman kepada malaikat-malaikat Allah SWT (Aqidah), Hormat kepada guru dan tetangga (Akhlak).

D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan kognitif pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN X.
b. Untuk mengetahui bagaimana sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X.
c. Untuk menemukan ada dan tidaknya korelasi antara Kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi:
a. Secara teoritis
1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi penulis serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1) jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah.
2) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan, khususnya dalam kemampuan kognitif siswa pada waktu proses belajar mengajar.
b. Sosial Praktis
Guru: Sebagai masukan bagi guru sehingga dalam pembelajaran guru dapat mengantisipasi kemungkinan kesulitan belajar yang dihadapi anak dalam proses belajar mengajar.
Siswa: Dapat membantu siswa dalam meningkatkan pengetahuan dan pengamalan sikap keagamaan pada pelajaran pendidikan agama Islam.
Peneliti: Merupakan bahan informasi guna meningkatkan dan menambah pengetahuan serta keahlian dalam mengembangkan ilmu pendidikan di masyarakat.

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan prediksi terhadap hasil penelitian yang diusulkan dan diperlukan untuk memperjelas masalah yang sedang diteliti. Berarti Hipotesis merupakan pemecahan sementara atas masalah penelitian yang menjelaskan dua variabel atau lebih. Hipotesis pada umumnya digunakan untuk menggambarkan hubungan antara dua variable yaitu independent variable (X) adalah kemampuan kognitif dan dependen variable (Y) adalah Sikap keagamaan anak pada pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Pernyataan tersebut belum sepenuhnya diakui kebenarannya dan harus diuji terlebih dahulu. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis Kerja (Ha)
Hipotesis kerja (hipotesis alternatif) menyatakan bahwa adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y, atau yang menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok. Dengan demikian, hipotesis kerja dalam penelitian ini menyatakan adanya korelasi antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN X.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis Nol (Hipotesis Statistik), biasanya dipakai dengan penelitian yang bersifat statistik yang diuji dengan penghitungan statistik Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh antara variabel X dan variable Y. Dengan demikian hipotesis nol dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak adanya korelasi antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan anak pada Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN X.

F. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian yang berjudul KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI X, menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, dalam bab I ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan kegunaan penelitian, hipotesa, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan yang dibahas sebagai pengantar untuk memasuki bab-bab berikutnya.
BAB II: Landasan teori, dalam bab II ini peneliti membagi dalam 2 (dua) masalah yang merupakan konsep untuk menjalankan teori yang akan dihubungkan sebagai berikut: bahasan masalah kemampuan kognitif, meliputi pengertian kemampuan kognitif, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, kawasan kognitif, teori-teori kognitif, arti penting kemampuan kognitif bagi proses belajar terutama pada pelajaran pendidikan agama Islam.. Selanjutnya pembahasan tentang sikap keagamaan meliputi: pengertian sikap keagamaan, tujuan sikap keagamaan, faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan, dan bentuk sikap keagamaan. kemudian korelasi kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam.
BAB III: Laporan hasil penelitian, yang berisi gambaran umum obyek penelitian, penyajian dan analisa data.
BAB IV: Penutup, dengan rincian kesimpulan dan saran-saran.
SKRIPSI INISIATIF GURU AGAMA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SKRIPSI INISIATIF GURU AGAMA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(KODE PEND-AIS-0049) : SKRIPSI INISIATIF GURU AGAMA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional diatas, peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam mengembangkan misi pendidikan dan pembelajaran disekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan dikelas.
Mengingat sangat kompleksnya tujuan pendidikan, maka betapa besar dan berat tugas seorang pendidik dalam menciptakan kualitas hasil pendidikan. Ketrampilan guru mengajar sangat besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan (out put). Ketrampilan guru dalam mengajar merupakan faktor yang paling dominan dalam upaya mentrasfer ilmu pengetahuan pada paserta didik, karena hal itu dapat mengatasi kebosanan siswa dalam belajar, sehingga tercipta suasana belajar yang kreatif dan menyenangkan.
Mengajar adalah tindakan kompleks yang memerlukan inisiatif mengajar agar siswa mempunyai kreativitas yang tinggi terhadap pelajaran yang disajikan. Jika guru tidak banyak berinisiatif dalam mengajar maka kegiatan pembelajaran akan membosankan siswa, perhatian siswa kurang, mengantuk dan akibatnya tujuan pembelajaran tidak tercapai sesuai dengan harapan.
Inisiatif dapat timbul dari mana saja, yang tercipta karena adanya dorongan atau keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Secara umum guru dikatakan inisiator apabila memiliki ciri antara lain:
- Mengembangkan atau menyempurnakan hal yang sudah ada sehingga menjadi lebih sempurna.
- Menemukan hal baru yang belum ada dalam dunia pendidikan.
- Mengacu pada tujuan pendidikan nasional, institusional, dan kulikuler.
- Mempunyai gagasan baru untuk diterapkan dalam kelas.
- Mampu memadukan antara teori dan praktik.
- Mampu menjabarkan buku teks ajar dengan lingkungan sekitar.
- Memotivasi anak mempelajari lingkungan alam untuk disesuaikan dengan buku teks ajar.
- Memberi contoh pada peserta didiknya untuk disiplin dan bertanggung jawab.
- Memotivasi anak didik untuk mengadakan pengamatan fenomena social dan penelitian ilmiah pada alam.
- Memotivasi peserta didik untuk mengkritisi buku teks ajar dan mengembangkannya sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat global.
Kreativitas menurut Clark Moustakes adalah pengalaman mengespresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam dan orang lain Oleh karena itu, masa pertumbuhan siswa harus dipelihara, diisi dengan hal-hal yang sesuai dengan sifat fitrahnya yang terletak diberikan Allah perlu ditanamkan rasa ketaqwaan, keimanan, kepribadian yang baik, kreativitas, intelegensi serta situasi yang indah, kelak akan menjadi manusia yang berkepribadian baik serta berguna bagi nusa dan bangsa.
Setiap orang mempunyai kreativitas dengan kreativitas orang dapat berkreasi dan dapat mewujudkan dirinya. Pada perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia, kreativitas perlu ditumbuhkan, dipupuk dan dikembangkan, khususnya kreativitas siswa, hal itu dapat dirangsang dengan inisiatif guru. Kreativitas pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, berbentuk berfikir kreatif, dan dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk menciptakan kreativitas dibutuhkan lingkungan Pembelajaran yang kondusif, yang menyenangkan (fun), penuh rasa humor, spontan, dan memberi ruang bagi individu untuk melakukan berbagai permainan atau percobaan. Membentuk lingkungan yang kondusif seperti itu sangatlah tidak mudah bagi seorang guru. Mendorong kreativitas dalam pembelajaran menuntut iklim yang permissif terhadap existensi individualitas dan penerimaan terhadap rasa humor, disamping tetap memegang teguh rasa hormat, kepercayaan dan komitment sebagai norma yang berlaku.
Untuk menumbuhkan kreativitas siswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif, pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif dengan membantu mengusahakan sarana dan prasarana yang diperlukan.
Salah satu inisiatif guru agama yang dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada tujuan utama pendidikan yaitu dengan menggunakan metode probing question (pertanyaan menggali) dengan menggunakan metode probing question menjadikan siswa lebih kreatif dalam berfikir dan siswa mendapatkan informasi dari jawaban yang lengkap dan jelas.
Dari uraian diatas penulis ingin membuktikan bahwa sesungguhnya inisiatif guru agama ini sangat berguna bagi siswa serta dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam. Dalam hal itu mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul "Inisiatif Guru Agama Dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XI di SMAN X"

B. Identifikasi Variable dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Variabel
Variable adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.6 Sedangkan dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variable yang akan dianalisis yaitu:
a. Variable Inisiatif Guru Agama termasuk pada variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel yang mempengaruhi sesuatu atau variabel yang lain. Variabel ini dilambangkan dengan huruf "X".
b. Variabel kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam termasuk pada variabel terikat (dependent variabel) yaitu variabel yang menjadi akibat dari variabel dari lain. Variabel ini dilambangkan dengan huruf "Y".
2. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian rumusan masalah merupakan hal yang penting dan akan menentukan arah suatu penelitian itu sendiri. Dengan demikian rumusan masalah yang jelas dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan langkah selanjutnya. Berangkat dari latar belakang masalah diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana inisiatif guru agama pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X?
b. Bagaimana menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X?
c. Apakah inisiatif guru agama dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam di SMAN X?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setelah identifikasi masalah selesai dirumuskan maka pada hakikatnya kita telah mempunyai inti dari tujuan penelitian yang dilakuakan. Tujuan penelitian ini dicantumkan dengan maksud agar kita maupun pihak lain yang membaca laporan penelitian ini sesungguhnya.
Adapun tujuan penelitiannya adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Inisiatif Guru Agama pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X.
b. Untuk mengetahui bagaimana menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X.
c. Untuk membuktikan apakah Inisiatif Guru Agama dapat Menumbuhkan Kreativitas Belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XI di SMAN X.
2. Kegunaan penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kita akan dapat mengharapkan manfaat dari hasil penelitian adalah:
a. Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan khususnya dalam menambah pengetahuan tentang inisiatf guru agama dan keefektifannya untuk menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi institute pendidikan islam.

D. Definisi Operasional
Agar tidak salah pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda terhadap judul skripsi ini, kiranya perlu dijelaskan beberapa istilah yang termasuk dalam judul skripsi ini:
1. Inisiatif : Usaha mula-mula, prakasa. guru agama: Guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dan sebagainya) serta dengan ajaran kebatinan dan kewajiban-kewajiban dengan kepercayaan itu.
Jadi Inisiatif Guru Agama adalah usaha mula-mula atau ide seseorang dalam mengajar pelajaran agama, dalam hal ini adalah inisiatif guru agama islam.
2. Menumbuhkan: Berasal dari kata dasar "tumbuh" yang berarti bertambah besar, sempurna dan mendapat imbuhan me-kan sehingga artinya menjadi bertambah sempurna.
3. Kreativitas: adalah keterampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subyek dari perspektif baru dan membentuk kombinasi-kombinasi baru, dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran.
4. Belajar: adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
5. Siswa: adalah murid-murid kelas XI yang belajar di Sekolah Menengah Atas Negeri X.
6. Pendidikan agama islam: adalah upaya sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Jadi judul secara keseluruhan yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini adalah "Inisiatif Guru Agama dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XI di SMAN X " penerapan inisiatif guru agama diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa karena dengan inisiatif guru agama akan menyebabkan timbulnya suatu dorongan yang akan ada pada diri siswa sehingga dapat menimbulkan siswa menjadi kretif dalam proses belajar mengajar terutama pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E. Alasan Memilih Judul
Adapun yang menjadi alasan memilih judul penulis mengakat judul skripsi diatas adalah sebagai berikut:
1. Penulis ingin membuktikan bahwa Inisiatif Guru Agama dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam karena dalam kenyataannya pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar kebanyakan siswa bersifat pasif dan membosankan.
2. Bagi siswa SMAN X pengajaran yang tidak aktif akan menimbulkan kesulitan belajar yang akhirnya menghambat keberhasilan proses belajar mengajar, oleh karena itu diperlukan inisiatif guru agama untuk menumbuhkan kreativitas belajar siswa sehingga keberhasilan proses belajar mengajar tercapai secara optimal.
3. sesuai dengan studi penulis ketarbiyaan, maka sudah sewajarnya jika penulis mengakat suatu permasalahan yang berhubungan dengan pendidikan.

F. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematiska pembahasan sebagai berikut:
BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan yang memberikan gambaran secara umum kepada pembaca mengenai isi skripsi ini. Didalamnya berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Variabel dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Hipotesis, Definisi Operasional, Alasan Memilih Judul, Metode penelitian meliputi: Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : Pada Bab ini akan dibahas mengenai Landasan Teori yang memaparkan tentang A: Tinjauan Mengenai Inisiatif Guru Agama yang meliputi Pengertian Inisiatif Guru Agama, Syarat Guru Agama, Fungsi dan Peran Guru Agama, Sifat-Sifat Guru Agama, Tujuan Inisiatif, Ciri-ciri Guru inisiator B: Tinjauan Tentang Kreativitas Belajar Siswa Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi Pengertian Kreativitas Belajar, Ciri-ciri Kreativitas Belajar, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Belajar, Tahap-tahap Kreativitas, Pengertian PAI, Tujuan PAI, Ruang Lingkup PAI, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi PAI D: Tinjauan Tentang Inisiatif Guru Agama Dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa
BAB III : Paparan hasil penelitian yang mencakup tentang A: tinjauan tentang gambaran umum Obyek penelitian yang meliputi: Sejarah Singkat, Visi dan Misi, Obyek Penelitian, Keadaan Sarana dan Prasarana di SMAN X Gresik, Keadaan guru, Karyawan dan siswa SMAN X Gresik, Struktur organisasi. B: Tinjauan tentang Penyajian data yang meliputi Penyajian data observasi, Penyajian data interview dan Penyajian data angket. C: Tinjauan tentang Analisis data yang meliputi: Analisis data tentang kreativitas belajar siswa dan analisis data tentang Inisiatif Guru Agama Dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI.
BAB IV : Penutup yang berisikan tentang A: Kesimpulan, B: Saran-saran, dan C: Kata Penutup, kemudian dilanjutkan dengan Daftar Kepustakaan dan Lampiran-lampiran.