Search This Blog

SKRIPSI IMPLEMENTASI MANAJEMEN KURIKULUM PLUS TERHADAP PENGEMBANGAN POTENSI SISWA DI TK X

SKRIPSI IMPLEMENTASI MANAJEMEN KURIKULUM PLUS TERHADAP PENGEMBANGAN POTENSI SISWA DI TK X

(KODE PEND-AIS-0035) : SKRIPSI IMPLEMENTASI MANAJEMEN KURIKULUM PLUS TERHADAP PENGEMBANGAN POTENSI SISWA DI TK X



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memberikan kontribusi yang besar bagi suatu bangsa, dimana sebagai wahana dalam mengartikan suatu pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Hari Suderadjat dalam bukunya mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas 2003 Pasal 36 ayat 1, bahwa "Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Menurut pasal 3 Undang-Undang Sisdiknas bahwa "tujuan pendidikan nasional adalah pemberdayaan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha esa, berakhlak mulia, (memiliki nilai dan sikap), sehat berilmu, c/akap, kreatif (berilmu pengetahuan), mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (kecakapan psikomotorik)". Dari pasal tersebut jelas terlihat bahwa kompetensi yaang harus dimiliki siswa kurang lebih harus sesuai tujuan pendidikan. Dimana potensi tersebut akan lebih mudah diaplikasikan pada peserta didik dimulai pada usia dini, sehingga akan berdampak nyata pada kedewasaan mereka dalam berpikir. Hal ini sesuai kebijakan pemerintah dalam pendidikan yang sudah berubah, bahwa setiap pengembangan sekolah diserahkan kepada kepentingan dan kemampuan sekolah masing-masing.
Munculnya kebijkan pemerintah tentang pendidikan yang bersifat sentralistik berubah ke pendidikan desentralistik dilatarbelakangi oleh perubahan dan tuntutan masyarakat dalam dimensi global. Aspirasi masyarakat terutama para orang tua ingin anak-anaknya dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat merubah sikapnya, menerima norma-norma serta menguasai sejumlah ketrampilan. Atas dasar keinginan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan, tekhnologi serta informasi inilah pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan demokratis. Demokratis merupakan pendidikan mampu melayani setiap perbedaan dan kebutuhan individu (berdiversifikasi). Individu disini yaitu siswa, dimana setiap kemampuan yang dimiliki selalu berbeda-beda, tergantung bagaimana lingkungan sekolah membentuknya.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sehingga terlihat jelas disini bahwa kurikulum dan pendidikan mempunyai hubungan yang erat. Antara kurikulum dan pendidikan mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai. Apabila tujuan tersebut ingin tercapai maka harus ada sarana isi atau tepatnya yaitu kurikulum yang dijadikan dasar acuan itu relevan, artinya sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut, hal ini dapat diartikan bahwa kurikulum dapat membawa kita kearah tercapainya tujuan pendidikan. Sejalan dengan Kurikulum plus yang merupakan suatu kurikulum yang dikembangkan oleh suatu lembaga pendidikan Islam (pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang meliputi Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diterapkan oleh suatu lembaga pendidikan dimana meliputi Program Bidang Pengembangan (meliputi Agama Islam, Fisik, Motorik, dan Kognitif, Seni, Sains, Bahasa), Program Unggulan (meliputi; Leadership, Green Education), Program Penunjang (meliputi IT; Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Komputer, Praktikal Life dan mengaji) untuk mewujudkan anak agar mempunyai lifeskill dan bersikap (pendidikan berkarakter).
Pendidikan pada tingkat kanak-kanak sebenarnya harus diterapkan pada usia dini agar anak mempunyai kebiasaan yang sesuai dengan apa yang telah diperolehnya dari lingkungan termasuk di sekolah. Hal ini sejalan dengan pemikiran John Locke yang terdapat dalam buku Wahyudi dan Dwi Retna Damayanti yang mengatakan bahwa seorang anak yang baru lahir ke dunia bagaikan "selembar kertas putih" (Tabula Rasa), dimana bahwa arah hidup anak-anak termasuk segala jenis pengetahuannya tergantung dari bagaimana mereka ditumbuhkan, dikembangkan, serta dididik.
Sebagai pelaksanaan kurikulum plus di Taman Kanak-Kanak X, diperlukan adanya Manajemen Kurikulum Plus. Manajemen kurikulum ini penting karena di dalam Kurikulum Plus terdapat beberapa pengembangan potensi yang perlu ditanamkan oleh anak-anak pada usia dini. Selain itu agar dalam kegiatan belajar mengajar berjalan secara efektif dibutuhkan adanya manajemen agar segala hal yang diputuskan perlu adanya pertimbangan dimana akan memerlukan tenaga pendidik yang mempunyai kemampuan profesional Isi dari Kurikulum Plus diantaranya Leadership, Green Education, Informasi dan Tekhnologi (IT), bahasa Inggris dan Sains. Dan bagaimana perkembangan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik terhadap adanya manajemen kurikulum plus.
Kurikulum plus yang didalamnya terdapat Program Pengembangan (Agama Islam, Fisik, Bahasa, Sains, Seni); Program Unggulan (Leadership dan Green Education); Program Penunjang (IT: Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Komputer dan Baca Tulis Al-Qur'an). Sementara itu dalam implementasinya, potensi yang perlu dikembangkan dalam isi kurikulum plus tersebut yaitu Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Kognitif (sebagai proses mental yang mencakup kognisi, inteligensia, belajar, pemecahan masalah, dan pembentukan konsep), Afektif (yang mencakup emosi atau perasaan) dan Psikomotorik (sebagai proses pengembangan dalam mengontrol bagian tubuh melalui kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi).
Dengan adanya kurikulum plus tersebut, tentu memerlukan sistem manajemen yang tidak mudah, segala hal perlu dipersiapkan. Bagaimana pula hasil implementasi manajemen kurikulum plus terhadap pengembangan potensi siswa TK X itu sendiri.
Melihat pentingnya Implementasi Kurikulum Plus dan manajemennya serta pengembangan potensi di Taman Kanak-Kanak X, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana implementasi manajemen kurikulum plus di Taman Kanak-Kanak X, dan perkembangan terhadap siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang Implementasi manajemen kurikulum plus terhadap upaya pengembangan siswa di TK X tersebut, penulis fokuskan pada beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar manajemen kurikulum plus TK X?
2. Bagaimana pengembangan potensi (Kognitif, Afektif dan Psikomotorik) di TK X?
3. Bagaimana implementasi manajemen kurikulum plus terhadap pengembangan potensi siswa di TK X?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana manajemen kurikulum plus di Taman Kanak Kanak X.
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan potensi siswa di TK X yang meliputi: Kognitif, Afektif dan Psikomotorik.
3. Untuk mengetahui penerapan manajemen kurikulum plus dalam pengembangan potensi siswa di TK X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk mendapatkan deskripsi umum tentang manajemen kurikulum plus.
2. Sebagai bahan kajian ilmiah khususnya bagi mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan dan umumnya bagi akademik dalam rangka mengembangkan keilmuan, terutama yang berkaitan dengan manajemen kurikulum.
3. Bagi penulis diharapkan melalui penelitian secara teori/lapangan akan dapat memberi wawasan dalam mengembangkan diri sendiri serta meningkatkan profesionalitas penulis di bidang ilmu manajemen pendidikan.

E. Defenisi Operasional
Agar lebih memberikan pemahaman yang tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam Proposal yang berjudul "Implementasi Manajemen Kurikulum Plus Terhadap Pengembangan Potensi Siswa di Taman Kanak-Kanak X"., maka perlu ada penjelasan/pendefinisian masalah sebagai berikut:
- Implementasi : Penerapan, pelaksanaan.
- Manajemen Kurikulum Plus : Suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam hal ini kurikulum plus berisi tentang Program Pengembangan (Agama Islam, Fisik, Bahasa, Sains, Seni); Program Unggulan (Leadership dan Green Education); Program Penunjang (IT: Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Komputer dan Baca Tulis Al -Qur'an).
- Pengembangan Potensi TK : Suatu kemampuan pada tingkat prasekolah (TK X) yang berumur antara 4-6 tahun (TK A) dan 5-6 tahun (TK B) yang memungkinkan untuk dapat dikembangakan. Dalam hal ini yang perlu dikembangkan yaitu Kognitif, Afektif, Psikomotorik.
Jadi penelitian ini difokuskan pada bagiamana pengelolaan/manajemen kurikulum plus yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, impelementasi, serta evaluasi yang meliputi; Program Pengembangan (Agama Islam, Fisik, Bahasa, Sains, Seni); Program Unggulan (Leadership dan Green Education); Program Penunjang (IT: Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Komputer dan Baca Tulis Al-Qur'an). Dan bagaimana potensi siswa di Taman Kanak-Kanak X terhadap implementasi manajemen Kurikulum Plus tersebut, yang potensinya mencakup sebagai berikut:
1. Kognitif, yang meliputi; memahami benda di sekitarnya, memahami konsep-konsep sains sederhana, memecahkan masalah sederhana, memahami makhluk hidup di sekitarnya, dll
2. Afektif, yang meliputi; melakukan ibadah sesuai aturan, membedakan perbuatan benar dan salah, ebiasakan disiplin, mebiasakan saling hormat dan menghormati, dll.
3. Psikomotorik, yang meliputi; menggerakkan badan untuk melatih keberanian, meniru membuat garis tegak, mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan, ikut menanam dalam kegiatan sains, dll.

F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu upaya dalam ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktor-faktor dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan suatu kebenaran.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif.
a. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Pendekatan Kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
b. Jenis Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang di dalamnya meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran, atau suatu peristiwa di masa sekarang.
Selain itu, jenis penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan tentang yang terjadi saat ini, dimana didalamnya terdapat upaya deskripsi, pencatatan, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.
Penelitian ini akan mendeskripsikan Kurikulum Plus yang terdapat di Taman Kanak-Kanak X merupakan pengembangan dari kurikulum KBK yang didalamnya terdapat Program Pengembangan (Agama Islam, Fisik, Bahasa, Sains, Seni); Program Unggulan (Leadership dan Green Education); Program Penunjang (IT: Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Komputer dan Baca Tulis Al-Qur'an).
2. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di TK X yang terletak di Jalan Raya X. Adapun subjek penelitiannya meliputi:
a. Kepala Sekolah
b. Guru
3. Jenis dan Sumber Data
- Jenis Data
Dalam penelitian ini penulis memerlukan data untuk menunjang penelitiannya. Jenis data yang diperlukan penulis meliputi:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu melalui prosedur dan teknik pengambilan data berupa interview, observasi, maupun menggunakan instrument khusus dirancang sesuai dengan tujuannya. Yang termasuk data ini adalah tentang:
1). Pelaksanaan Manajemen Kurikulum Plus
2). Pengembangan Potensi Siswa dari diaplikasikannya Kurikulum Plus.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokument dan arsip-arsip resmi. Yang termasuk dalam data sekunder adalah:
1) Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak X
2) Struktur organisasi,
3) Daftar tenaga pengajar, Guru dan jumlah siswa
4) Daftar Sarana dan prasarana,
5) Sistem pengajaran.
- Sumber Data
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan kebutuhan penulis, maka diperlukan sumber data. Sumber data adalah subjek dimana data diperoleh. Dalam penelitian ini sumber datanya meliputi:
1. Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk membuat informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian yang mana ia mempunyai banyak pengetahuan tentang latar belakang penelitian tersebut.
Dalam hal ini yang menjadi informan (Key Informance) adalah pengurus TK X seperti Kepala Sekolah dan guru. Pemilihan informasi penelitian ini menggunakan teknik snowball, dimana peneliti akan mencari data terus-menerus sampai pada jawaban titik akhir/jawaban itu sampai jenuh.
2. Dokumen
Dokumen adalah sumber data mengenai hal-hal yang beupa catatan, transkrip, buku, majalah, surat kabar, dan sebagainya. Sumber data tertulis dalam penelitian ini adalah buku-buku yang membahas kurikulum plus TK X, buku-buku manajemen kurikulum serta dokumen-dokumen lain yang menunjang penelitian seperti struktur organisasi, jumlah siswa dan guru serta hal-hal yang menyinggung manajemen kurikulum plus.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data yang diperlukan, maka penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:
a. Observasi
Observasi merupakan proses pengumpulan data melalui pengamatan langsung. Dimana penelitian ini dapat dilakukan dengan tes, rekaman gambar, dan sebagainya.
Jadi tekhnik ini untuk mengamati secara langsung keadaan/situasi yang ada dalam organisasi yang akan diteliti, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara saja. Metode ini juga digunakan penulis untuk memperoleh data tentang:
1. Keadaan kelas dan sekolah TK X
2. Manajemen Kurikulum Plus TK X
3. Sarana Prasarana TK X
4. Kegiatan luar kelas untuk mendukung pelaksanaan manajemen kurikulum plus.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi sistematis dimana dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian antara pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Selain itu sebagai pewawancara penulis menggunakan interview guide (panduan wawancara).
Dalam wawancara ini penulis mendapatkan informasi langsung tentang manajemen kurikulum plus dan potensi siswa di TK X.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data melalui bahan tertulis misalnya catatan, transkrip, buku, majalah, dan sebagainya.
Metode ini penulis gunakan untuk mencermati data-data yang bersangkutan dengan manajemen kurikulum plus dan data pengembangan potensi siswa terhadap manajemen kurikulum plus, data tentang kegiatan siswa yang menyinggung tentang pelaksanaan kurikulum plus, serta sarana dan prasarana. Selain itu penulis juga menggunakan dokumentasi dari majalah X.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, maka peneliti bertugas menganalisis data tersebut. Adapun analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif model Miles dan Huberman yang terdiri dari: Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan Kesimpulan/Verivikasi.
a. Reduksi Data
Reduksi Data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa, sehingga kesimpulan-Kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverivikasi. Selain itu kegiatan reduksi juga memilah hal-hal yang pokok sesuai penelitian kita sehingga memudahkan peneliti. Hal-hal yang perlu direduksi diantaranya, tentang perencanaan, pengorganisasian, implementasi,. evaluasi kurikulum KBK Program Pengembangan (Agama Islam, Fisik, Bahasa, Sains, Seni); Program Unggulan (Leadership dan Green Education); Program Penunjang (IT: Bahas Inggris, Bahasa Arab, Komputer dan Baca Tulis Al-Qur'an), Data awalnya bercampur menjadi satu dan bagaimana kita memilah dan memadukan antara Kurikulum KBK dengan yang lain. Sehingga akan memudahkan peneliti untuk memilah pengembangan potensi siswa (Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik). yang merupakan varibel selanjutnya dalan skripsi ini.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Selain itu melalui penyajian data, maka data dapat terorganisasikan sehingga akan semakin mudah difahami.
Dalam penyajian data, yang perlu disajikan yaitu menyebutkan kegiatan KBK, kegiatan Leadership, kegiatan GE, serta kegiatan IT. Serta bagaimana kognitif, afektif dan psikomotorik pada tingkat kanak-kanak khususnya di TK X. Semua itu akan membutuhkan manajemen, agar terlaksana secara efektif dan efisien.
c. Penarikan Kesimpulan/Verivikasi
Penarikan kesimpulan/verivikasi merupakan suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan, dimana dengan bertukar pikiran dengan teman sejawat untuk mengembangkan pemikiran. Selain itu kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat awal, karena berubah atau tidaknya penarikan kesimpulan tergantung pada bukti-bukti di lapangan. Karena banyak data yang diperoleh dan mendukung, maka verivikasi juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang baru dan relevan.

G. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian definisi operasional, metode penelitian.
Bab II Dalam hal ini menguraikan tentang teori-teori/rujukan-rujukan yang digunakan sebagai pendukung proposal ini, yaitu manajemen kurikulum, kurikulum plus, pengembangan potensi siswa (kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta faktor-faktor pendukung manajemen kurikulum).
Bab III merupakan paparan hasil penelitian yang berisi kondisi obyektif yaang meliputi (profile TK X, sejarah TK X, Visi dan msisi TK X, Struktur Organisasi TK X, jumlah guru, jumlah siswa, serta sarana prasarana yang menunjang semua kegiatan belajar), tentang penyajian data dari hasil penelitian yaitu: data tentang manajemen kurikulum plus di TK X, data pengembangan potensi siswa di TK X, Implementasi Manajemen Kurikulum Plus di TK X dan analisis data (manajemen kurikulum plus di TK X, data pengembangan potensi siswa di TK X, Implementasi Manajemen Kurikulum Plus di TK X) dari hasil penelitian untuk menjawab dari rumusan masalah penelitian
Bab IV adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari isi pembahasan tentang "Implementasi Manajemen Kurikulum Plus Terhadap Pengembangan Potensi Siswa di Taman Kanak-Kanak X".
SKRIPSI ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK X

SKRIPSI ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK X

(KODE PEND-AIS-0034) : SKRIPSI ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK X


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua. Manusia mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun lingkungannya. Manusia sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya lewat metode pengajaran atau dengan orang lain yang diakui oleh masyarakat.
Menurut George F. Kneller :
"Education is the process of realization, in which the self realizes and develops all it's potentials" Yang artinya bahwa pendidikan adalah suatu proses perwujudan diri di mana diri individu mewujudkan dirinya dengan mengembangkan semua potensinya.
Dalam menyuarakan kemerdekaan dan dengan diundangkannya UUD 45, negara kita telah bertekad untuk mengisi kemerdekaan itu dengan mencerdaskan kehidupan bangsa nya. Nilai itu menjadi patokan ideal dalam upaya menumbuh kembangkan dan mempertahankan bangsa berdasarkan acuan untuk menyelenggarakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang bermaktub dalam pembukaan UUD 45 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pendidikan sebagai hak asasi manusia setiap individu bangsa juga telah diakui dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan.
Peranan sekolah terhadap pendidikan menjadi sangat penting, mengingat ia merupakan pertengahan antara media masyarakat keluarga yang relatif sempit dengan media masyarakat yang luas. Di lingkungan keluarga, seorang anak hanya bergaul dengan beberapa individu saja yang sifat-sifat jasmani atau karakteristik psikologi dan sosialnya mengalami perubahan yang cukup lambat. Di lingkungan keluarga, si anak bisa berlatih bergaul dengan baik, menerima dan memberi, atau terkadang ia mengalami masalah yang menyangkut sekitar dirinya sendiri. Juga di lingkungan inilah si anak dapat memenuhi segala kebutuhan tanpa harus bersusah payah dan di iri segala. Semua itu adalah tergantung pada pertumbuhan sosialnya yang ia terima dalam keluarganya, sebuah masyarakat yang kecil. Di sinilah pentingnya mengapa mendidik anak itu dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW;
Dari Abu Hurairah bahwasanya ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada seorangpun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia seorang Yahudi, Nasrani ataupun Majusi". (HR. Muslim).
Menurut Syekh Mustafa Al Ghulayani :
"Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh dan menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa, kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa. "
Taman kanak-kanak (TK) didirikan sebagai usaha mengembangkan seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka menjembatani pendidikan dalam keluarga ke pendidikan sekolah. TK merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada di jalur pendidikan sekolah.
Seperti apa yang dicantumkan dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 disebutkan bahwa: Taman Kanak-Kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah. Untuk memasuki pendidikan dasar, seorang anak seharusnya memiliki kondisi kematangan pada dirinya yang mencakup segenap aspek pribadi si anak baik fisik, psikis, intelektual maupun segi sosial dan psikologi anak. Oleh karena itu kualifikasi matang untuk masuk SD juga harus di ukur dari ke empat aspek pribadi anak, yaitu:
1. Fisik; ujung jari kanan dapat menyentuh ujung telinga kiri.
2. Mental intelektual; Anak mampu mendiferensi dan menggeneralisasi agar anak siap dan mampu belajar membaca dengan metode SAS dan matematika belajar komponen.
3. Psikologi; Pengamatan, perhatian, sanggup konsentrasi serta memiliki dasar kemampuan mengingat, berfikir sederhana dan memiliki sikap minat yang menunjang untuk belajar di sekolah.
4. Sosial; Anak sudah tidak egosentrik lagi, anak mampu bergaul atau kerjasama dengan baik dengan teman-teman serta dapat mengakui kewibawaan guru.
Dari keempat kematangan di atas persyaratan pertama yaitu kualifikasi matang fisik yang paling mudah diperoleh. Karena pada umumnya setiap anak yang sunnah berumur 7 tahun itu secara kodrat sudah mencapai kematangan tersebut.
Akan tetapi untuk ketiga kualifikasi lainnya yang menyangkut kualifikasi matang aspek mental intelektual, psikologi dan sosial itu semuanya dicapai melalui proses belajar atau perkembangan. Oleh karena itu efektifitas proses pematangan ketiga aspek tersebut sangat bergantung kepada bantuan atau bimbingan pendidikan.
Di sinilah kiranya letak strategisnya posisi pendidikan TK karena dapat membantu proses pematangan ketiga aspek perkembangan pribadi anak tersebut secara terprogram yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang tua di rumah.
Mengingat salah satu fungsi TK adalah menyiapkan para murid untuk melanjutkan pendidikan di SD, demi keserasian TK dengan SD perlu ditinjau kembali kurikulum TK. Kurikulum yaitu segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah, maupun diluarnya atau segala kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang mempengaruhi anak dalam pendidikannya.
Kurikulum ini bertujuan untuk merubah tingkah laku anak didik dari tidak bisa menjadi bisa.
Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, kurikulum pun mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan kurikulum itu ada karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik saat ini.
Dari sinilah penulis mencoba untuk meneliti keadaan kurikulum saat ini relevansinya terhadap perkembangan anak didik. Penulis mencoba menganalisa keadaan kurikulum Taman Kanak-Kanak saat ini relevansinya dengan perkembangan Psikis anak di TK X.
Taman Kanak-Kanak Islam, TK X memasukkan pendidikan agama Islam sebagai salah satu bidang pengembangan dalam PKB TK. Bidang-bidang pengembangan tersebut yang secara garis besar meliputi aqidah, akhlak dan ibadah, merupakan dasar-dasar pendidikan agama yang penting ditanamkan sejak dini. Karena dengan menanamkan nilai-nilai dasar agama sejak dini akan sangat membantu terbentuknya sikap dan kepribadian anak kelak pada masa dewasa.

B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap skripsi ini, maka penting kiranya penulis menegaskan istilah yang digunakan, yaitu:
1. Analisis : Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
2. Kurikulum
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum yang dimaksud di sini adalah kurikulum Taman Kanak- Kanak.
3. Perkembangan
Menurut Prof. Dr. Fj. Monk dalam buku psikologi pendidikan oleh H. Mustaqim dijelaskan bahwa perkembangan ialah suatu proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organiasasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan dan belajar.
4. Psikis
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa psikis adalah hal yang berkaitan dengan jiwa manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga.
Jadi dari beberapa istilah di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah penguraian dan penelaahan perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan (kurikulum) relevansinya dengan perkembangan psikis anak di TK X.

C. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang judul di atas, maka ada beberapa permasalahan yang menjadi pokok kajian bagi penulis, yaitu:
1. Bagaimana muatan kurikulum Taman Kanak-Kanak ?
2. Bagaimana perkembangan psikis anak di TK X ?
3. Bagaimana relevansi kurikulum Taman Kanak-Kanak dengan perkembangan psikis anak di TK X ?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat
Berkaitan dengan berbagai permasalahan di atas, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana muatan kurikulum Taman Kanak-kanak.
2. Untuk mengetahui perkembangan psikis anak di TK X.
3. Untuk mengetahui relevansi kurikulum TK dengan perkembangan psikis anak di TK X.

E. Kajian Pustaka
Sebagai acuan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa kajian pustaka sebagai dasar berfikir. Beberapa kajian pustaka tersebut di antaranya adalah buku karangan Soemiarti Parmonodewa dengan judul buku Pendidikan Anak Prasekolah, yang menjelaskan bahwa pendidikan prasekolah adalah satu hal yang penting bagi kehidupan seorang anak. Karena pada masa prasekolah merupakan saat yang tepat untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan mental.
Dr. H. Syamsu LN, M.Pd, dalam bukunya Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja yang menyebutkan bahwa pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai bergaul aktif dengan lingkungan sekitarnya, baik dengan orang-orang sekitarnya, maupun tata aturan yang ada. Dan semua buku yang berhubungan dengan skripsi yang penulis buat dan yang dapat memberikan informasi atau data pendukung obyek penelitian.

F. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini tergolong sebagai penelitian lapangan (Field Reseach). Oleh karena itu obyek penelitiannya adalah berupa obyek di lapangan yang sekiranya mampu memberikan informasi tentang kajian penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan yang digunakan untuk mengapresiasikan sesuatu. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami gagasan dan fenomena yang ada di lapangan melalui analisis data hasil penelitian. Dengan analisis tersebut secara kritis penulis akan mengurai tentang persoalan yang terjadi dalam proses penelitian. Dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu.
2. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan kepada muatan kurikulum dan perkembangan mental anak di TK X. Dalam perkembangan psikis anak ini yang ditekankan adalah aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan psikis tersebut, diantaranya adalah aspek perkembangan sosial, aspek perkembangan moral, aspek perkembangan intelektual dan aspek perkembangan spiritual.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data ini, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:
a. Metode observasi, diartikan sebagai pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kondisi lokasi sekolah, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar TK X. Metode observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung. Hal-hal yang diamati adalah Proses Belajar Mengajar, interaksi guru dengan anak di luar jam pelajaran, serta pengamatan kondisi peserta didik di dalam dan di luar kelas.
Dalam metode observasi ini peneliti menggunakan lembaran observasi atau kisi-kisi panduan observasi untuk mengetahui tingkat perkembangan psikis anak pada aspek perkembangan intelektual anak. Hal ini bertujuan untuk membuktikan apakah hasil dalam observasi tersebut sama apa yang dijelaskan dalam hasil belajar siswa (raport).
b. Metode Interviu atau Wawancara, yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang tujuan, sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar dan keadaan siswa di TK X.
Interviu ini dilakukan kepada kepala sekolah TK X. Hal-hal yang diungkap dalam wawancara ini dilakukan berdasarkan draf wawancara yang telah dibuat. Di samping itu juga peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas, yang dalam hal ini selalu berinteraksi dengan para murid setiap harinya.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, agenda, surat kabar, majalah dan sebagainya.
Metode yang dimaksud dalam penggunaan metode dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang ada di sekolah tersebut. Dengan metode ini penulis gunakan untuk menganalisa hasil belajar siswa lewat buku tugas harian mereka dan hasil belajar siswa (raport). Sehingga dapat diketahui sejauh mana perkembangan psikis peserta didik TK X.
Metode di atas diharapkan dapat memenuhi kebutuhan penulis dalam perolehan data dan informasi. Pemilihan metode di atas pun telah dipikirkan masak-masak sesuai dengan kebutuhan penulisan.
4. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data.
Metode analisis adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan perincian terhadap objek yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian-pengertian yang lain, untuk sekedar memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Setelah data berhasil penulis kumpulkan, tahap selanjutnya adalah analisis data. Adapun yang digunakan adalah metode analisis diskriptif kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti penelitian ini adalah akumulasi data dasar dalam cara deskripsi semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna implikasi. Tujuannya adalah untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang mencandra gejala yang ada.
Setelah data dan informasi selesai dianalisis, langkah terakhir penulis adalah penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan membuat metaphor- metaphor pada data, menghubungkan variabel satu dengan yang lain dan mengkonstruksi mata rantai logika antara berbagai evidensi. Pekerjaan itu dikerjakan dengan metode induktif, karena berangkat dari fakta-fakta khusus dan peristiwa-peristiwa kongkrit yang kemudian digeneralisir menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Jadi, penarikan kesimpulan dari data dan informasi yang sudah dianalisis, dilakukan dengan menggunakan metode induktif.
TESIS STRATEGI IMPLEMENTASI SISTEM REMUNERASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI

TESIS STRATEGI IMPLEMENTASI SISTEM REMUNERASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI

(KODE : PASCSARJ-0079) : TESIS STRATEGI IMPLEMENTASI SISTEM REMUNERASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI (PRODI : KAJIAN KETAHANAN NASIONAL)




PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara akademis dan praktis, batasan penelitian serta model operasional penelitian.

1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan politik dan demokrasi dewasa ini telah melahirkan tantangan-tantangan yang semakin besar, khususnya bagi lembaga-lembaga pemerintahan. Setiap lembaga pemerintah dituntut untuk mendefinisikan visi, misi, dan perannya sebagai lembaga publik agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
Hal tersebut mengakibatkan adanya tuntutan atas perubahan internal birokrasi tersebut, menuju terwujudnya pemerintahan yang menjamin kepastian hukum, keterbukaan, profesional dan akuntabel sesuai dengan prinsip good governance. Prinsip tersebut memberikan pengaruh kuat dalam pemerintahan Indonesia, yaitu menuntut adanya perubahan-perubahan dalam sistem pemerintahan. Di samping itu, juga perlu adanya peningkatan sumber daya manusia aparatur yang mampu mencermati berbagai perubahan paradigma akibat perkembangan lingkungan yang strategis.
Aparatur pemerintah yang diharapkan antara lain bercirikan profesional, kompeten dan akuntabel yang dapat mendukung kondisi pemerintahan yang transparan, demokratis, berkeadilan, efektif dan efisien dengan menghormati hukum yang mendorong terciptanya partisipasi dan pemberdayaan.
Dalam hal peningkatan mutu aparatur pemerintah sebagai modal dasar pembangunan nasional, maka kinerja sumber daya manusia senantiasa harus ditingkatkan dan diarahkan agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Peningkatan mutu sumber daya manusia yang strategis terhadap ketrampilan, motivasi, pengembangan dan manajemen pengorganisasian sumber daya manusia merupakan syarat utama untuk mewujudkan kemampuan bersaing dan kemandirian. Sejalan dengan itu visi dalam konteks pembangunan bidang kepegawaian dimasa yang akan datang adalah mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, mampu bersaing dan mampu mengantisipasi perkembangan dunia yang pesat diberbagai aspek kehidupan sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan dan kinerja yang tinggi. (Maarif, 2003:2)
Kesadaran akan perlunya sumber daya manusia yang berkualitas, perlu ditindaklanjuti dengan berbagai strategi yang dapat meningkatkan kinerja pegawai. Salah satu strategi untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan, setiap organisasi harus mendesain kembali perencanaan organisasinya, mendesain kembali prinsip fundamental jabatan dan pengelolaan manajemen kinerja serta pendayagunaan manusia. Dalam hal ini berarti mengupayakan agar sumber daya manusia itu mampu dan mau bekerjasama secara optimal demi tercapainya tujuan organisasi.
Unsur sumber daya manusia dan sistem pemerintahan yang adaptabilitas terhadap lingkungan perubahan menjadi semakin menentukan bagi keberhasilan pencapaian tujuan yang diharapkan. Beberapa pakar menyatakan bahwa salah satu penyebab keterpurukan perekonomian Indonesia adalah rendahnya komitmen dan kinerja penyelenggaraan negara. Kinerja pegawai merujuk pada tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas serta upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja seseorang dapat menjadi optimal jika didukung oleh kemampuan yang baik dan motivasi yang kuat. Keberhasilan kinerja pegawai sebuah organisasi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Menurut Rothwell (2000:6), mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu : data dan informasi, sumber daya, peralatan dan lingkungan, konsekuensi hasil kerja, keahlian dan pengetahuan, kemampuan, motivasi serta insentif dan imbalan.
Komitmen dan kinerja yang rendah dari penyelenggara negara antara lain disebabkan rendahnya gaji yang diterima. Minimnya gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil diindikasikan sebagai salah satu penyebab belum tercapainya kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil secara layak dan merata. Berbagai sorotan dilontarkan terhadap gaji Pegawai Negeri Sipil, mulai dari keluhan Pegawai Negeri Sipil sendiri, sampai dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh "kecilnya" kesejahteraan yang diterima Pegawai Negeri Sipil.
Bagi suatu organisasi, gaji merupakan salah satu pengeluaran atau biaya untuk penggunaan tenaga kerja. Oleh karena itu, sistem balas jasa dapat dilihat sebagai suatu sistem yang berada pada hubungan timbal balik antara organisasi dengan pegawai. Selain itu, organisasi selalu mengaitkan antara balas jasa dengan kuantitas, kualitas dan manfaat balas jasa / gaji yang dipersembahkan pegawai kepada organisasi yang akan mempengaruhi pencapaian organisasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kelangsungan organisasi. Dari sisi pegawai, balas jasa dilihat sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya, terutama hidup sehari-hari.
Sistem penggajian merupakan bagian dari sistem remunerasi dan merupakan salah satu implementasi atau penerapan hasil dari manajemen kinerja. Remunerasi sendiri memiliki pengertian sebagai setiap bentuk imbalan (reward) yang diterima pegawai sebagai akibat dari kinerja-kinerja tugas dalam organisasi, termasuk diantaranya hadiah, penghargaan atau promosi jabatan. Kinerja sendiri tidak dapat dicapai secara optimal apabila remunerasi diberikan tidak secara proposional (Ivancevich:2001:286-287). Pendekatan melalui pengembangan remunerasi ini dikenal sebagai cara yang efektif untuk mengurangi biaya dan menambah produktifitas pegawai.
Kenaikan gaji hanya akan efektif jika dilaksanakan bersamaan dengan penerapan manajemen kepegawaian yang berorientasi pada kinerja, sehingga ada kejelasan tentang apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing pegawai, serta ukuran/target kinerja yang bagaimana yang harus dicapai, dengan demikian setiap pegawai memahami bahwa untuk mendapatkan imbalan tertentu harus mencapai kinerja tertentu pula.
Dengan pengembangan sistem remunerasi pegawai yang berdasarkan pada beban kerja dan tanggung jawab masing-masing pegawai serta kinerja pegawai maka diharapkan dapat mengeliminir terjadinya penyalahgunaan kewenangan berupa tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintahan, karena good governance erat kaitannya dengan moral individu. Dengan dasar seperti itu, maka remunerasi yang diterima oleh pegawai akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara adil dan layak. Di dalam penelitian ini, hanya difokuskan pada sitem remunerasi Pegawai Negeri Sipil tanpa dikaitkan dengan masalah korupsi, kolusi dan nepotisme karena masalah tersebut memerlukan penelitian khusus.
Dalam hal ini maka diperlukan suatu analisis jabatan sebagai suatu proses, metode, dan teknik untuk memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan dan disajikan untuk berbagai kepentingan program kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan. Dan adanya evaluasi jabatan sebagai suatu proses yang dilakukan dalam ruang lingkup manajemen sumber daya manusia yang menentukan nilai relatif dalam arti berat ringannya suatu pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain dalam sebuah organisasi (Ruky :2006:72). Analisis jabatan dan evaluasi jabatan akan menghasilkan nilai (point) jabatan di mana beban kerja dan kinerja Pegawai sebagai dasar penentuan pemberian remunerasi.
Pada tataran normatif gaji Pegawai Negeri Sipil tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian yang mengemukakan bahwa struktur gaji Pegawai Negeri Sipil yang harus dipenuhi adalah struktur gaji yang adil dan layak. Gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji Pegawai Negeri Sipil harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pengaturan gaji Pegawai Negeri Sipil yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antara Pegawai Negeri Sipil maupun antara Pegawai Negeri Sipil dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok. Selain itu, gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil harus mampu memacu produktivitasnya yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat pelayanan kepada masyarakat.
Dilihat pada kenyataan yang terjadi, sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mendukung tercapainya perubahan yang relatif signifikan terhadap kinerja, produktifitas dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian gaji yang sama, baik bagi pegawai berkinerja tinggi maupun pegawai berkinerja rendah. Penerapan gaji belum didasarkan pada beban kerja yang harus ditanggung oleh masing-masing pegawai. Selain itu, tidak adanya sanksi terhadap pegawai yang berkinerja rendah, mereka memiliki hak yang sama. Mengakibatkan belum profesionalnya Pelayanan Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Penerapan remunerasi ini masih menjadi mom ok yang menimbulkan rasa ketidakadilan bagi pegawai, terlihat dari berbagai kondisi sebagai berikut :
1. Gaji Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang relatif kecil, telah menimbulkan Social & economy cost yang mahal melalui "maraknya" korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan birokrasi pemerintah.
2. Adanya tindakan tercela Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia bukan semata-mata karena rendahnya moral tetapi karena terdesak kebutuhan hidup yang layak.
3. Sistem remunerasi yang berlaku pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia kurang transparan karena di samping gaji ada pegawai yang menerima tunjangan khusus dan sejumlah honorarium dari pos non gaji sehingga:
- Terjadi ketidakadilan dalam penghasilan (tidak semua dapat tunjangan khusus atau honorarium).
- Jumlah anggaran untuk belanja pegawai sulit diketahui secara pasti dan sulit dipertanggungjawabkan kepada publik karena sebagian besar berasal dari sumber non gaji.
4. Struktur gaji pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia kurang mendorong produktivitas, karena :
- Gaji tidak dikaitkan dengan kompetensi dan prestasi, namun didasarkan pada pangkat dan masa kerja.
- Jarak antara gaji terendah dan gaji tertinggi terlalu pendek, sehingga kenaikkan pangkat hanya diikuti dengan kenaikan penghasilan dalam jumlah yang tidak berarti.
5. Sistem pensiun yang kurang menjamin kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil setelah memasuki masa pensiun.
Dalam rangka memperhatikan secara lebih intensif mengenai remunerasi yang berorientasi kinerja, sehingga dapat mendorong produktifitas Pegawai Negeri Sipil, maka dirasa penting untuk melakukan penelitian yang berjudul " Strategi Implementasi Sistem Remunerasi Pegawai Negeri Sipil Pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI "

1.2. Perumusan Masalah
Berpangkal dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dianggap perlu untuk mengembangkan suatu strategi yang dapat menjembatani antara penghargaan yang diharapkan pegawai dan kemampuan pegawai yang dibutuhkan oleh suatu organisasi pemerintah sehingga tercapai suatu sistem remunerasi pegawai yang berorientasi kinerja, sehingga mencerminkan keadilan baik secara internal den eksternal yang relevan dengan kondisi organisasi pemerintah.
Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sistem remunerasi pegawai yang adil dan layak pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ?
2. Bagaimanakah strategi implementasi sistem remunerasi pegawai pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia?

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Merumuskan sistem remunerasi dalam upaya mewujudkan remunerasi Pegawai Negeri Sipil yang adil dan layak baik secara internal maupun eksternal.
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi implementasi sistem remunerasi Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian-penelitian di bidang manajemen sumber daya manusia. Hasil penelitian ini terutama diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menganalisis penerapan sistem remunerasi pegawai yang adil dan layak. Secara khusus, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam meninjau kembali mengenai sistem remunerasi pegawai sehingga dapat memberikan reward yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai.
Secara rinci, beberapa manfaat penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti;
Penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai sistem remunerasi yang adil dan layak berdasarkan beban kerja dan kinerja pegawai.
2. Bagi Biro Kepegawaian;
Bagi Biro Kepegawaian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penyempurnaan sistem remunerasi Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan beban kerja dan kinerja pegawai, sehingga mencerminkan keadilan baik secara internal maupun eksternal. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki sistem remunerasi yang terdapat di lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI. Perbaikan yang dimaksud disini adalah upaya strategis yang dapat dilakukan secara internal lembaga pemerintah.

1.5 Model Operasional Penelitian
Laporan hasil penelitian ini mengikuti sistematika umum penulisan tesis.
Penulis mengelompokkan laporan ini ke dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai gambaran singkat tentang penelitian yang dilakukan yang terdiri dari uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian dan model operasional penelitian.
BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI
Di dalam bab ini, penulis akan menerangkan mengenai struktur organisasi, tugas pokok serta fungsi Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI yang terdiri dari Biro Kepegawaian, Biro Perencanaan, Biro Keuangan, Biro perlengkapan, Biro Umum dan Biro Hubungan Masyarakat dan Hubungan Luar Negeri.
BAB III KERANGKA TEORI
Menjelaskan teori dan rumusan yang melandasi penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian, konsep-konsep pengolahan data, dan penulisan analisis.
BAB IV METODE PENELITIAN
Menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian yang meliputi : pendekatan dan jenis penelitian, tempat dan obyek penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisis data dan metode analisis yang dilakukan terhadap data penelitian yang didapat.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang analisis hasil penelitian berdasarkan metode analisis yang ditetapkan dan kaitannya dengan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis menyajikan tentang tentang berbagai kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dikaitkan dengan pertanyaan penelitian. Selain kesimpulan, pada bab ini juga disajikan saran yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
TESIS PERAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA STUDI KASUS PADA KELUARGA PECANDU DI KECAMATAN X

TESIS PERAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA STUDI KASUS PADA KELUARGA PECANDU DI KECAMATAN X

(KODE : PASCSARJ-0078) : TESIS PERAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA STUDI KASUS PADA KELUARGA PECANDU DI KECAMATAN X (PRODI : KAJIAN KETAHANAN NASIONAL)



BAB 1
PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan narkotika telah sejak lama menjadi salah satu masalah global yang dihadapi banyak bangsa di dunia. Semula manfaat narkotika digunakan dalam dunia kedokteran, tetapi akibat penyalahgunaannya melahirkan banyak kerusakan dan kejahatan. Sebegitu mengkhawatirkannya masalah ini hingga PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) menyatakan perang melawan narkotika/narkoba (Fight Against Drugs) sebagai salah satu dari Millenium Development Goals (MDG/Tujuan Pembangunan Millenium) yang diharapkan dapat dicapai semua negara berkembang pada tahun 2015.
Dalam lingkup Asia Tenggara, semua negara ASEAN kecuali Brunei Darussalam telah mengakui adanya masalah yang mereka hadapi terkait dengan penyalahgunaan narkoba (UNODC Regional Workshop on Demand Reduction, X, Oktober 2007). Secara tradisional, Asia Tenggara memiliki potensi besar untuk menjadi lahan subur penyalahgunaan narkoba dikarenakan adanya segitiga emas penghasil dan penyalur gelap narkoba di wilayah ini yang terdiri dari Myanmar, Kamboja dan Thailand (UNODC Regional Meeting, Myanmar, Juni 2006), yang memungkinkan distribusi produk narkotika melalui media transportasi darat, laut, maupun udara ke semua negara di wilayah ini, tak luput juga Indonesia.

1. Latar Belakang
Peredaran narkotika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional dan Puslitkes UI tahun 2006, diasumsikan terdapat sekitar 3,2 juta orang penyalahguna narkotika di Indonesia (BNN: 2006). Diindikasikan, besarnya jumlah ini disebabkan Indonesia bukan lagi tempat transit, tetapi sudah menjadi daerah tujuan pasar narkotika Internasional bahkan menjadi produsen beberapa jenis narkotika tersebut (contoh: extacy dan shabu).
Mengkhawatirkannya, target utama pasar narkotika ini adalah para remaja. Misalnya di X saja, pada tahun 2000 ditenggarai ada lebih dari 166 SMTP dan 172 SLTA yang menjadi pusat peredaran narkotika dengan lebih dari 2000 siswa terlibat di dalamnya. Angka inipun masih akan lebih besar, karena fenomena ini seperti gunung es, yaitu yang tampak hanya permukaannya saja dan sebagian besar yang lain belum terlihat. Diperkirakan setiap 1 penyalahguna narkotika yang dapat diidentifikasi, ada 10 orang lainnya yang belum ketahuan.
Penyalahgunaan narkotika menjadi ancaman yang memprihatinkan dalam beberapa sudut pandang. Sudut pandang pertama dari sisi dampak buruk narkoba itu sendiri yang dapat mempengaruhi sisi fisik dan psikologis manusia, antara lain: dapat menghilangkan rasa sakit, rasa tidak enak, menimbulkan perasaan nikmat, gembira dan mengawang-awang di atas mimpi, menimbulkan rasa kuat, tegar dan percaya diri. Namun demikian dibalik sifat zatnya yang memabukkan, terdapat efek samping yang membahayakan bagi kesehatan penggunanya. Penyalahgunaan zat tersebut yang dapat merusak sel-sel syaraf otak sehingga terjadi perubahan perilaku dan penyimpangan norma-norma sosial, adat, agama dan kesusilaan.
Menurut American Psychiatric Association dalam Hawkins (1985), penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan suatu gangguan pada kondisi mental dan fisik penggunanya yang ditandai dengan suatu keadaan dimana fisik dan jiwa pemakainya tidak dapat berfungsi secara normal tanpa penggunaan obat tersebut. Dengan kata lain, penyalahgunaan narkoba akan merusak fisik (organ tubuh, seperti jantung, lever, ginjal, dll), yang diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan dengan dosis tinggi dalam jangka waktu lama; serta penularan penyakit berbahaya akibat penggunaan jarum suntik tidak steril secara bersama-sama (HIV/AIDS dan Hepatitis C). Selain itu juga merusak mental baik secara permanen maupun parsial, yang disebabkan oleh kerusakan pada otak akibat penyalahgunaan narkoba tersebut.
Sudut pandang kedua dari sisi ekonomi, narkoba dapat mendatangkan uang dengan mudah dan cepat dalam jumlah yang besar, dikenal sebagai " Narko Dolar". Hal inilah yang menyebabkan orang tertarik memproduksi narkoba, karena dengan modal yang kecil dapat mendapatkan keuntungan hingga 20 (dua puluh) kali lipatnya. Perputaran uang yang cepat dan besar menjadikannya sulit untuk diberantas seperti jamur di musim hujan, selama masih ada permintaan maka pemasokan dan distribusi akan terus berjalan, meskipun dengan sembunyi-sembunyi. Dengan adanya keuntungan yang besar tersebut, sindikat narkoba dapat menerapkan sistem keamanan yang berlapis-lapis dan menggunakan alat modern, yang menyebabkan aparat keamanan tidak dapat menuntaskan pemutusan jaringan narkoba tersebut.
Sudut pandang ketiga terkait dengan keamanan negara, dimana narkoba dijadikan sebagai alat subversif untuk menghancurkan suatu negara melalui kekuatan dari dalam, yaitu untuk menghancurkan suatu bangsa dengan merusak generasi muda dan aparat pemerintah melalui ketergantungannya terhadap narkoba yang menyebabkan kerusakan mental dan otak. Dengan menjadikan generasi muda dan aparat pemerintahan tergantung pada narkoba, maka mereka cenderung mudah diarahkan sesuai kemauan pelaku subversif, karena generasi muda tersebut tidak memiliki kemampuan dalam berpikir secara kritis dan sehat.
Bagaimana narkoba dapat menjadi alat subversif, hal ini tidak lepas dari sifat narkoba yang membuat penggunanya menjadi ketergantungan atas zat tersebut. Sebagaimana yang diketahui dari akibat penyalahgunaan narkoba adalah ketergantungan untuk mengkonsumsi zat tersebut secara terus-menerus dalam dosis yang cenderung meningkat. Bila mengonsumsian terputus maka yang bersangkutan akan mengalami gejala putus zat/withdrawl sindrome yang sangat menyakitkan. Gejala sakaw inilah yang cenderung dihindari oleh penyalahguna-selain mencari efek "melayang" (perasaan bebas dari segala masalah yang mereka hadapi sebagai efek dari pemakaian narkotika)-sehingga mereka cenderung mengkonsumsi narkoba terus menerus meskipun sebenarnya ingin menghentikan pemakaian. Kecenderungan tidak dapat berhenti ini memicu tingginya angka kriminalitas-yaitu tindakan melanggar hukum untuk memberi narkoba dengan segala cara (merampok, mencuri, menjambret, dan tindakan kriminal lainnya)-yang pada gilirannya akan menimbulkan kerawanan sosial dan mengarah pada instabilitas keamanan negara. Situasi negara yang tidak aman dan didukung oleh generasi pemimpin yang tidak memiliki kecakapan dan kepiawaian akan memudahkan intervensi pihak asing untuk menjajah kembali.
Narkoba mencari pangsa pasar di tempat-tempat dinamika kehidupan masyarakat seperti lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan tempat kerja, dan lingkungan pergaulan. Menurut penelitian Dadang Hawari (1997) bahwa permasalahan penyalahgunaan/ketergantungan narkoba sudah sedemikian kompleks sehingga dapat merupakan ancaman dari sudut pandang mikro (keluarga) maupun makro (masyarakat, bangsa dan negara) yang pada gilirannya membahayakan ketahanan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman bagi suatu bangsa yang apabila tidak segera ditangani secara serius dapat menghancurkan dan melenyapkan kelangsungan hidup suatu bangsa.
Mengatasi permasalahan ini, sudah banyak usaha yang dilakukan. Dari segi pencegahan, pihak-pihak yang berwenang sudah melakukan berbagai tindakan untuk menangkal masuknya zat-zat terlarang itu ke Indonesia. Namun, terlepas dari hasil tindakan para aparat tersebut, keluarga sendiri dapat menciptakan kondisi di mana narkotika sulit untuk masuk, seperti dengan membentuk kepribadian positif yang kuat pada anak.
Selain berpotensi mencegah anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, keluarga juga dapat berperan sebaliknya, seperti membuka peluang penyalahgunaan pada anak. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan tim Atma Jaya (1995) terhadap beberapa mantan penyalahguna, bahwa faktor keluarga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penyalahgunaan narkoba pada anak. Penelitian tersebut menyebutkan beberapa tipe keluarga yang memiliki resiko tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada anak, seperti keluarga tidak harmonis, keluarga dengan konflik, keluarga dengan orang tua yang memiliki riwayat penyalahgunaan zat dan keluarga neurosis.
Dengan demikian keluarga memiliki kontribusi yang besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Apakah seseorang akan memiliki kepribadian positif atau negatif, tergantung pada pola asuh yang diterapkan, pengetahuan orang tua dalam pengasuhan anak, pola interaksi dan komunikasi yang terbangun dalam keluarga tersebut.
Signifikansi hubungan antara keluarga dan penyalahgunaan narkoba antara lain tergambar dalam sebuah penelitian berjudul "Talking About Drugs: How Family and Media Shape Youth Risk Behavior" (Berbicara Tentang Narkoba: Bagaimana keluarga dan Media Membentuk Perilaku Beresiko Pada Remaja)" yang dilakukan oleh Granka, Laura dan Scheufele dan dibawakan pada Pertemuan Tahunan Asosiasi Komunikasi Internasional (Annual Meeting of The International Communication Association) di kota New York, 10 Oktober 2008. Penelitian yang dilakukan pada 233 mahasiswa di Amerika Serikat dan 187 Mahasiswa di Singapura yang berusia antara 18-27 tahun mendapatkan hasil sebagai berikut:
1. Nilai-nilai keluarga yang kuat akan menurunkan perilaku beresiko pada remaja
2. Keterikatan keluarga yang kuat dan pola komunikasi yang terbuka akan mendorong remaja untuk lebih sering mendiskusikan perilaku beresiko dengan orangtua mereka.
3. Peningkatan dalam pembicaraan keluarga tentang perilaku yang beresiko akan menurunkan kecenderungan remaja terhadap perilaku tersebut
4. Perilaku beresiko pada remaja cenderung meningkat pada saat orangtua tidak mendampingi.
Pada sebuah pertemuan tingkat Asia Tenggara yang diadakan oleh UNODC, Februari 2007, Malaysia dan Thailand mempresentasikan upaya pencegahan di masing-masing negara yang dititik beratkan pada keluarga sebagai target utama sebagai tindak lanjut penilaian kebutuhan (Need Assessment) yang telah dilakukan berkaitan dengan masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja.
Di tingkat lokal, beberapa penelitian telah lebih dulu mengungkapkan adanya hubungan antara keluarga dengan masalah penyalahgunaan narkoba, antara lain penelitian yang dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa pada Mei-Oktober 2003 di 90 kelurahan di 5 wilayah X dengan hasil bahwa 1 dari 10 keluarga di X terancam narkoba. Di Sulawesi Tenggara, Granat (Gerakan Anti Narkotika) mencatat banyak kasus keterlibatan anak dalam narkoba bermula dari masalah keluarga. Hal ini didukung juga dengan laporan dari Yayasan Pelita Ilmu yang menjalankan Program Penanganan Narkoba di wilayah Tanah Abang sejak tahun 2001, dimana hasil Konseling Pendahuluan (Pre-Counselling) kepada pasien yang datang untuk mengobati kecanduan menunjukkan hasil 18% dari mereka menggunakan narkoba sebagai pelarian dari masalah keluarga dan ketidaknyamanan di rumah, hasil yang jika dikalikan dengan 4593 jumlah dampingan akan mencatat jumlah 824 orang, sebuah jumlah yang cukup besar untuk ruang lingkup sebuah kecamatan.
Besarnya peranan keluarga dalam membentuk karakter dan kepribadian anak ini merupakan potensi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk menangkal pengaruh buruk lingkungan yang akan dihadapi dikemudian hari. Selain itu merupakan tugas keluarga mempersiapkan anak untuk menghadapi berbagai situasi dan pergaulan yang ada di masyarakat, karena keluarga merupakan tempat anak pertama kali berinteraksi dan bersosialisasi sejak kecil. Salah satunya dengan penanaman nilai-nilai moral dan agama sejak usia dini, sehingga anak terbiasa mengikuti aturan dan norma yang berlaku di masyarakat dan merasa malu bila melanggar aturan tersebut.
Selain membekali dengan nilai-nilai moral dan etika, anak juga perlu dibekali dengan kemampuan interpersonal yang baik. Kemampuan ini bukan dalam hal sandang, pangan dan papan, namun lebih menekankan pada kemampuan berinteraksi dalam menjalani kehidupan dalam hubungannya dengan sosialisasi dan pemenuhan atas tugas-tugasnya dikemudian hari sebagai manusia dengan cara yang normal dan wajar. Hal ini penting mengingat anak-lah yang akan menjalani kehidupan dengan segala permasalahannya. Kemampuan yang dimaksud antara lain pengetahuan yang luas, kemampuan berkomunikasi yang baik, kemampuan membuat keputusan yang tepat, kemampuan untuk menolak dengan tegas, berani mengungkapkan pendapat, dan lain-lain.
Dengan demikian keluarga memikul tanggung jawab yang besar dalam mengarahkan pembentukan kepribadian seorang anak. Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik antara kedua orang tua dalam pengasuhan anak tersebut agar hak-hak anak terpenuhi sehingga anak dapat memenuhi kewajibannya dikemudian hari dengan baik. Dalam hal pengasuhan, terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan kepribadian seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi dalam keluarga.
Komunikasi dalam keluarga memegang peranan penting dalam membentuk pola pikir dan kepribadian anak. Hal ini masuk akal, karena hampir 80 % waktu kita digunakan untuk berkomunikasi. Berhasil tidaknya keluarga dalam mendidik anak sangat dipengaruhi oleh pola komunikasi yang terbentuk ada di dalamnya. Bila pesan yang disampaikan orang tua dapat ditangkap oleh anak secara jelas, berarti proses komunikasi berjalan dengan baik. Sebaliknya bila pesan tidak diterima dan tidak ditangkap dengan jelas oleh anak, maka komunikasi antar anggota keluarga tidak berjalan dengan baik. Bila hal ini terjadi akan berakibat kesalahpahaman dalam penerimaan pesan dan proses pengasuhan dapat terganggu bahkan terhambat.
Fenomena sekarang seringkali dihadapkan pada situasi di mana setiap orang, termasuk orang tua, seolah membangun dunia sendiri yang terpisah dari orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri. Komunikasi keluarga menjadi "barang mahal dan barang langka" karena masing-masing sibuk dengan urusan, pikiran dan perasaannya masing-masing. Akhirnya, komunikasi yang tercipta di dalam keluarga, adalah komunikasi yang sifatnya informatif dan superfisial (hanya sebatas permukaan), dimana yang diutarakan dan dikomunikasikan adalah topik umum selayaknya berbincang dengan orang-orang lainnya yang membuat hubungan antara orang tua-anak semakin berjarak dan semu.
Akibatnya, masing-masing pihak makin sulit mencapai tingkat pemahaman yang dalam dan benar terhadap apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dibutuhkan dan dirindukan satu sama lain. Dalam pola hubungan komunikasi seperti ini, tidak heran jika ada orang tua yang terkejut melihat anaknya tiba-tiba menunjukkan sikap aneh, seperti penurunan prestasi belajar, memberontak, agresif, dan tindakan kenakalan anak (remaja) lainnya, termasuk penyalahgunaan narkoba. Orang tua yang merasa "kecolongan" cenderung akan bersikap defensif dengan mencari penyebab diluar dirinya sendiri, seperti menyalahkan anak, menyalahkan pihak lain-sekolah, guru, teman, lingkungan atau malah saling menyalahkan antara ayah dengan ibu. Seringkali orang tua lupa, bahwa setiap masalah adalah hasil dari sebuah interaksi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Setiap orang, punya kontribusi dalam mendorong munculnya masalah, termasuk masalah penyalahgunaan narkoba pada anak.
Melihat pentingnya faktor komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang, maka penelitian ini bermaksud mengangkat model-model komunikasi yang terjadi dalam keluarga penyalahguna narkoba.
Penulis ingin mengetahui pola komunikasi keluarga yang bagimanakah yang dapat menyebabkan seorang anak (dalam hal ini anak remaja) cenderung pada penyalahgunaan narkoba.

2. Rumusan Permasalahan
Merujuk pada latar belakang yang disajikan, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang peran komunikasi dalam keluarga terhadap kecenderungan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Adapun rumusan permasalahan yang ingin diteliti sebagai berikut:
a. Tipologi pola komunikasi keluarga yang bagaimanakah yang memiliki potensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja?
b. Tipologi sistem keluarga yang bagaimanakah yang memiliki potensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja?
c. Upaya-upaya apa sajakah yang dapat dilakukan keluarga untuk membentengi remaja dari bahaya penyalahgunaan narkoba dilihat dari sudut pandang komunikasi dan sistem keluarga?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Seperti telah disebutkan dalam latar belakang dan rumusan permasalahan, penelitian ini akan memfokuskan pada hubungan komunikasi keluarga dan penyalahgunaan narkoba pada anggota keluarga tersebut. Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis tipologi pola komunikasi keluarga yang berpotensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis sistem keluarga yang berpotensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan keluarga untuk membentengi remaja dari bahaya penyalahgunaan narkoba dari sudut pandang komunikasi dan sistem keluarga.
3.2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan penanganan bidang Narkoba dari sisi pencegahan.
b. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan pemerintah khususnya Badan Narkotika Nasional dalam membuat strategi Pencegahan melalui unit terkecil yaitu keluarga.

4. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sebuah penelitian, subyek yang akan diteliti haruslah memiliki kesesuaian dengan rumusan permasalahan dan hasil yang ingin diperoleh dari penelitian tersebut. Untuk itu, penulis menetapkan beberapa batasan dan ruang lingkup yang digunakan untuk menentukan keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini.
4.1. Batasan Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penulis menetapkan beberapa batasan yang digunakan sebagai penyaring untuk memperoleh keluarga yang akan menjadi subyek dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Keluarga utuh dalam artian kedua orangtua tidak bercerai. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias karena perceraian orangtua sudah seringkali disebutkan dalam banyak penelitian sebagai penyebab kenakalan remaja, termasuk penyalahgunaan narkoba. Dengan batasan ini penulis mengharapkan dapat menjaga orisinalitas penelitian ini.
b. Mewakili kedua tipe perekonomian keluarga, baik menengah ke bawah maupun menengah ke atas
c. Mewakili keberagaman tipe tempat tinggal, karenanya dalam penelitian ini akan ditemukan subyek yang bertempat tinggal baik di perkampungan maupun kompleks perumahan.
d. Mewakili kelurahan yang berbeda di kecamatan Y sehingga diharapkan cukup mewakili untuk menggambarkan keseluruhan kecamatan Y.
4.2. Ruang Lingkup Wilayah
Responden yang diambil sebagai objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak penyalahguna narkoba yang berdomisili di Kecamatan Y.
4.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan penelitian ini berkaitan dengan ruang lingkup komunikasi keluarga dalam keluarga pecandu untuk mencari hubungan dan menganalisis pola komunikasi dalam keluarga pecandu tersebut yang dapat mengarahkan remaja pada penyalahgunaan narkoba. Sedangkan batasan usia responden penyalahguna narkobanya dibatasi pada usia remaja, dengan batasan usia 15-24 tahun (WHO) pada saat pertama kali menggunakan narkoba.
Dengan demikian penelitian ini terkait dengan beberapa aspek, antara lain:
a. Aspek situasi penyalahgunaan narkoba di kecamatan Y dan gambaran keluarga pecandu
b. Aspek pola hubungan komunikasi keluarga pecandu antara ayah, ibu, anak, adik dan kakak (keluarga inti).
c. Aspek tipe sistem keluarga yang dapat menyebabkan remaja menyalahgunakan narkoba.
d. Aspek upaya yang dapat diterapkan untuk mencegah anggota keluarga pada penyalahgunaan narkoba.

5. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya maka penulis menentukan metode penelitian sebagai berikut:
5.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya (Moelong).
5.2. Tipe Penelitian
Penulisan ini diuraikan secara deskriptif terhadap peran komunikasi keluarga terhadap kecenderungan penyalahgunaan narkoba pada anak. Dan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah dalam membentengi keluarga terhadap penolakan penawaran Narkoba.
5.3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kecamatan Y dengan masing-masing keluarga yang menjadi subyek penelitian bertempat tinggal di kelurahan yang berbeda sehingga dapat mewakili Kecamatan ini secara keseluruhan. Karakteristik keluarga yang diamati dalam penelitian ini sesuai dengan batasan penelitian yaitu keluarga utuh yang kedua orangtua tidak bercerai dan mewkili baik ekonomi lemah maupun berkecukupan.
5.4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moelong). Dalam penelitian ini data primer adalah informasi dan data yang diperoleh informan kunci (key informan) dan informan yang ada di lapangan (field research).
5.4.1. Data Primer :
Data primer didapatkan melalui wawancara dan observasi. Wawancara merupakan metode penelitian yang datanya dikumpulkan melalui wawancara dengan responden/key informan. (Irawan). Dalam pencarian informan untuk diwawancarai, peneliti menyeleksi individu yang akan menjadi sasaran wawancara atau pengamatan untuk memperoleh keterangan dan data untuk keperluan informasi (informan). Sedangkan observasi yang akan dilakukan adalah dengan observasi non-partisipasi, artinya penulis tidak ikut ambil bagian secara langsung di dalam kehidupan atau situasi orang-orang yang diobservasi. Selanjutnya hasil wawancara dan observasi tesebut akan disusun dalam sebuah catatan lapangan untuk mendapatkan gambaran lengkap pelaksanaan penelitian.
5.4.2. Data Sekunder :
Data Sekunder di peroleh penulis dari perpustakaan dan dokumen-dokumen sumber yang membahas tentang Komunikasi Keluarga dan Penanganan Bahaya Narkoba.
5.5. Teknik Analisis Data
Setelah data yang diperoleh siap maka data tersebut akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif yaitu pengolahan data berwujud kegiatan sistematik terhadap data baik primer maupun data sekunder kemudian dianalisa secara kritis untuk ditarik kesimpulan dan sarannya. Data yang terkumpul akan diinventarisir dan kemudian diklasifikasikan untuk dimasukkan ke dalam salah satu pola komunikasi model Mulyana dan sistem keluarga model Fitzpatrick. Nantinya kedua model tersebut akan digabungkan untuk dianalisis tingkat kerentanan anak (remaja) tersebut terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba.
6. Sistematika Penulisan
Bab 1, Pendahuluan. Menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, kerangka teori dan konsep, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab 2, Tinjauan Pustaka. Membahas secara umum tentang pengertian analisa, peran, komunikasi keluarga di lingkungan keluarga yang gagal membentengi diri dari penolakan Narkoba.
Bab 3 memuat tentang profil umum keluarga penyalahguna yang menjadi sumber informasi penelitian ini. Bab ini akan menampilkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan kepada keluarga tersebut, yang juga akan mencakup tentang kondisi dan latar belakang orang tua penyalahguna tersebut.
Bab 4 merupakan bab yang akan membahas dan menganalisa hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti. Dalam bab ini akan dibahas dan dikaji secara mendalam komunikasi keluarga yang bagaimana yang memiliki resiko tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada anak serta upaya yang dapat dilakukan keluarga untuk menghindari hal tersebut.
Bab 5 adalah bab terakhir dalam penulisan laporan penelitian ini, yang akan berisi tentang kesimpulan atas uraian dan bab-bab terdahulu dan memberi saran yang bersifat implementasif.
TESIS PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN) X

TESIS PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN) X

(KODE : PASCSARJ-0077) : TESIS PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN) X (PRODI : ILMU ADMINISTRASI)




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan ekonomi dan politik. Pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Tetapi kualitas pelayanan publik sampai saat ini secara umum masih belum baik.
Buruknya kualitas pelayanan publik menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat terhadap birokrasi publik. Dwiyanto (2006: 1) mengatakan bahwa krisis kepercayaan ditunjukkan dengan munculnya berbagai bentuk protes dan demonstrasi kepada birokrasi baik di tingkat pusat maupun di daerah. Bentuk protes dan demonstrasi ini bahkan sudah sampai pada bentuk pendudukan dan perusakan kantor-kantor pemerintah. Hal ini menunjukkan akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap buruknya kualitas pelayanan birokrasi pemerintah.
Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk oleh aparatur pemerintahan dalam berbagai segi pelayanan diakui oleh Faisal Tamin (pada saat itu sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) dalam seminar nasional "Menuju terciptanya single identity number" di Hotel Indonesia, Senin, 13 Oktober 2003. Faisal Tamim mengatakan masyarakat selama ini masih merasakan prosedur dan mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu, dan biaya. (http://www.tempointeraktif.com/)
Buruknya kualitas pelayanan publik juga ditunjukkan pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kondisi ini terjadi karena adanya beberapa situasi yang mempengaruhi aparat pemerintahan melakukan KKN. Di satu sisi aparat pemerintahan memiliki tingkat penghasilan yang rendah dan di sisi yang lain dihadapkan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi. Hal ini mendorong aparat pemerintahan untuk melakukan KKN guna memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya perilaku ini merupakan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tercukupi. Tetapi pada tahap selanjutnya berkembang menjadi perilaku dan budaya dari aparat pemerintahan.
Aparat pemerintahan melakukan korupsi secara terbuka misalnya dengan meminta "uang administrasi atau uang rokok" dari warga masyarakat yang memerlukan pelayanan. Perilaku korupsi ini diterima di masyarakat sebagai suatu hal yang normal dan wajar karena gaji pegawai negeri sipil yang tidak mencukupi (Prasojo, 2006: 298).
KKN merupakan ciri yang menonjol pada birokrasi yang buruk saat ini terutama di Indonesia. Hampir setiap hari media massa baik elektronik maupun cetak memberitakan kasus korupsi yang dilakukan oleh para aparat pemerintahan. Korupsi dilakukan secara berjamaah dari mulai level pegawai terendah sampai dengan pegawai level tertinggi di setiap unit pemerintah. Akhir-akhir ini tidak jarang terlihat pejabat-pejabat tinggi tertangkap tangan sedang melakukan KKN. Beberapa diantaranya sudah dijatuhi hukuman penjara, sedang sebagian yang lainnya masih dalam proses. Korupsi dalam pelayanan publik sudah menjadi praktek sehari-hari di Indonesia dan bahkan sudah terlembaga yang melibatkan semua pihak yang terkait yang saling menjaga rahasia dan saling melindungi (Prasojo, 2006: 298).
Menurut Adiningsih (2007), persoalan korupsi adalah masalah struktural dan berhubungan dengan sistem birokrasi. Sikap korup timbul karena gaji yang masih rendah, adanya iming-iming uang yang ditawarkan dalam jumlah yang besar kepada aparat, dan posisi kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan. Faktor kebutuhan hidup yang semakin besar dan godaan yang ada juga menjadi pemicu korupsi (http://www.antara.co.id).
Adanya persoalan yang dihadapi oleh aparat pemerintahan ini menjadikan pelayanan publik buruk. Prasojo (2006: 297) mengatakan bahwa perilaku korupsi dapat merugikan rakyat karena pada akhirnya merupakan prinsip zero sum game, yaitu ada pihak yang diuntungkan dan selalu ada pihak yang dirugikan. Pada awalnya perilaku korupsi ini hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Karena kesempatan terkait dengan posisi yang dimiliki besar maka korupsi dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri. Perilaku memanfaatkan kesempatan melakukan KKN terkait dengan posisi membuat tugas untuk melayani masyarakat diabaikan.
Tingkat korupsi di Indonesia memperlihatkan angka yang cukup memprihatinkan dari tahun ke tahun. Hasil riset Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang melingkupi ratusan negara di dunia yang dilakukan oleh Transparency International, Indonesia dibandingkan negara-negara lain yang termasuk dalam objek riset masih berada pada peringkat bawah (lihat tabel 1.1). Erry Riyana Hardjapamekas (waktu itu sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi) pada Temu Nasional dalam rangka memperingati "100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional" di Bandung, Sabtu, 21 Juni 2008 mengusulkan adanya prioritas reformasi birokrasi di lingkungan penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil (PNS). Political and Economic Risk Consultancy (PERC) juga menempatkan Indonesia pada posisi kedua negara terkorup di Asia, setelah Filipina tahun 2007. Data ini lebih baik dari tahun sebelumnya dimana Indonesia berada pada urutan pertama dalam daftar tahun 2006 (http ://www.pikiran-rakyat.com).

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Lebih lanjut Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan, birokasi di Indonesia sangat mempengaruhi lemahnya gerak pembangunan dan daya saing bisnis. Hal itu akan terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Pada tahun 2005, IPM Indonesia menduduki peringkat ke-110 dari 177 negara. Sedangkan, tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke-108 dari 189 negara. Ironisnya, pada tahun 2006 tersebut sejumlah negara tetangga Indonesia memiliki IPM yang cukup baik, sebagai contoh IPM Malaysia menduduki peringkat ke-63, IPM Singapura menduduki peringkat ke-25, dan IPM Thailand menduduki peringkat ke-77 (http://www.pikiran-rakyat.com).
Prestasi Indonesia di sektor ekonomi juga rendah. Hal ini disebabkan kemudahan berusaha di Indonesia rendah. Dalam survei tahunan bertajuk Doing Business 2008 yang dilakukan Bank Dunia (World Bank) dan International Finance Corporation (IFC) yang dilakukan pada 178 negara di dunia mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-135 pada tahun 2006 dan naik ke peringkat ke-123 pada tahun 2007 (http://www.seputar-indonesia.com).
Dalam laporan tersebut disebutkan, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia posisi Indonesia masih tertinggal dibandingkan pencapaian negara-negara lain. Bahkan di tingkat Asia posisi Indonesia juga tertinggal.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) tentang kualitas birokrasi Indonesia terhadap 1.000 ekspatriat di Asia menunjukkan buruknya birokrasi di Indonesia. Indonesia menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi berinvestasi, indikatornya adalah prosedur yang harus dilalui panjang dan membutuhkan biaya yang besar dalam penyelesaian administrasi. Indonesia memperoleh nilai indeks 8,20 dalam survei tersebut. Nilai ini hanya lebih baik dari India yang memperoleh nilai 8,95. Singapura menjadi negara dengan birokrasi terbaik dengan nilai 2,20. Usman Abdhali Mali mengatakan efek domino yang bersumber pada prototipe birokrasi Indonesia yang korup, lamban, preman, boros, dan tidak profesional, salah satunya adalah hengkangnya para investor asing yang berdampak pada PHK massal karyawan pabrik (http://www.sinarharapan.co.id).
Survey Litbang Media Group 2007 menunjukkan buruknya pelayanan publik. 65% responden menunjukkan ketidakpuasannya atas layanan birokrasi dimana dalam layanan responden diminta biaya ekstra untuk layanan penerbitan dokumen tertentu. Hal ini dirasakan memberatkan masyarakat dan merupakan penyimpangan karena sebenarnya 70% anggaran negara sudah dikeluarkan untuk membiayai birokrasi. Hanya 9% (dalam 15 tahun terakhir) pengeluaran umum pemerintah untuk melayani rakyat. Berbeda dengan Indonesia, Amerika yang mengalokasikan 16% dari produk domestik bruto untuk belanja pengeluaran umum, China dan India masing-masing mengalokasikan 13%, serta Inggris mengalokasikan 20% (http://www.sinarharapan.co.id).
Dalam persepsi masyarakat umum, apabila berurusan dengan birokrasi pasti cenderung lamban, tidak profesional, dan biayanya mahal. Gambaran buruknya birokrasi antara lain berkutat pada permasalahan : organisasi birokrasi gemuk dan kewenangan antarlembaga tumpang tindih; sistem, metode, dan prosedur kerja belum tertib; pegawai negeri sipil belum profesional, belum netral dan sejahtera; praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih mengakar; koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program belum terarah; serta disiplin dan etos kerja aparatur negara masih rendah. Berbagai kondisi ini mengakibatkan pelayanan kepada publik menjadi tidak memadai sehingga sering dikeluhkan oleh masyarakat.
Permasalahan birokrasi terletak pada organ utamanya. Organ utama birokrasi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal yang paling mendasar adalah kurang dipahaminya bahwa PNS adalah pelayan publik (abdi masyarakat) dan masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani secara maksimal. Sebagian besar dana yang digunakan untuk membayar gaji PNS berasal dari masyarakat atau publik sehingga wajar apabila masyarakat menuntut pelayanan prima dari aparat pemerintahan. Kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda jauh dengan yang seharusnya terjadi. Masyarakat yang harus melayani aparat pemerintahan untuk mendapatkan pelayanan bukan aparat pemerintahan yang melayani masyarakat. Masyarakat harus mengeluarkan segala daya dan upaya untuk melayani PNS agar mendapatkan pelayanan yang diinginkan. Oleh karena itu muncul stigma yang melekat pada birokrasi yaitu adanya prinsip "jika masih bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah" (http://www.kompas.com).
Isa Sofyan Ardin (2007) menilai kualitas pelayanan kepada masyarakat selama reformasi dirasakan semakin menurun dan buruk ditandai dengan lamanya waktu pengurusan dan biaya siluman yang semakin tinggi. Lebih memprihatinkan lagi, penyedia pelayanan kepada masyarakat di beberapa instansi pemerintah secara terang-terangan dan tanpa rasa malu meminta sejumlah uang tertentu yang tidak rasional jumlahnya. Biaya tidak resmi besarnya mencapai 3-5 kali dari biaya resmi. Biaya tidak resmi tersebut menjadi daya tarik banyak orang yang berlomba-lomba (bahkan dengan membayar uang pelicin jutaan rupiah) untuk menjadi seorang PNS yang sebenarnya memiliki struktur gaji yang kecil. Alasan yang sering dilontarkan adalah memang gaji kecil tetapi "sabetannya" besar (http://www.kompas.com). Alasan inilah yang menjadi pemicu terjadinya korupsi di lingkungan kerj a instansi pemerintah.
Penyebab kinerja aparat pemerintahan buruk diantaranya adalah gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhannya. Zalbianis dan Sanusi (2006: 8) mengatakan bahwa hasil analisis data kualitatif yang berhubungan dengan take home pay dalam Penelitian Hubungan Besar Sisa Gaji yang Dibawa Pulang dan Komitmen Organisasi Dengan Ketidakhadiran Karyawan di Dinas Kesehatan Propinsi Jambi, diperoleh informasi bahwa alasan paling banyak penyebab mereka tidak masuk kantor adalah karena ada kerj a sampingan. Hal ini dilakukan karena gaji yang mereka terima atau dibawa pulang (take home pay) tidak cukup untuk kebutuhan setiap bulannya. Banyaknya ketidakhadiran pegawai ini menyebabkan pelayanan publik instansi pemerintah terganggu.
Sebagaimana birokrasi pada umumnya, kualitas layanan di Departemen Keuangan juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Salah satu instansi yang bertugas memberikan pelayanan adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Layanan di KPPN sering dikeluhkan oleh para pihak yang menjadi mitra KPPN. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik adalah berbelit-belit, tidak transparan, adanya pungutan tidak resmi. Kualitas layanan KPPN yang buruk ini sudah menjadi stigma bagi KPPN (Majalah Treasury, 2007).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Perbendaharaan Herry Purnomo mengakui stigma yang melekat pada KPPN yang buruk selama ini. Herry Purnomo (2007) dalam suatu wawancara mengatakan bahwa mindset yang dirasakan pada aparat KPPN dahulu adalah lebih dominan mindset untuk dilayani bukan melayani. Indikasinya kalau tidak ada duit dia tidak akan sungguh-sungguh atau secepatnya menyelesaikan pekerjaan. Kalau ada pemborong datang ke KPPN langsung membagi-bagi duit kepada aparat bahkan sampai kepada aparat yang tidak terlibat langsung dalam penyelesaian pekerjaan. Ada seorang pejabat eselon III minta usul dipindahkan ke KPPN tertentu (di X) agar mendapatkan "sangu/bekal pensiun".
Lambat, ketidakpastian dalam penyelesaian, prosedur yang tidak jelas, tidak transparan, penyelesaian berdasarkan pesanan dan persenan adalah stigma yang melekat pada KPPN selama ini. Pelayanan buruk ini sudah pasti akan membawa multiplier effect negative terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebagian dana APBN akan tidak mencapai sasaran pembangunan dan hilang dalam proses birokrasi yang buruk tadi.
Untuk mengatasi masalah pelayanan publik yang buruk ini maka dilakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi mendesak untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah pada masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan delapan Undang-Undang untuk mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang tentang Kementerian dan Kementerian Negara.
b. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik.
c. Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan.
d. Undang-Undang tentang Etika Penyelenggara Negara.
e. Undang-Undang tentang Kepegawaian Negara.
f. Undang-Undang tentang Badan Layanan Umum/Nirlaba.
g. Undang-Undang tentang Pengawasan Nasional.
h. Undang-Undang tentang Tata Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Peraturan perundangan yang disiapkan diatas yang telah disahkan adalah UU No. 39/2008 tentang Kementerian dan Kementerian Negara. Saat ini, juga sudah diterbitkan grand design reformasi birokrasi dalam bentuk Peraturan Menpan No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, yang merupakan cetak biru reformasi hingga tahun 2025 (http://www.menpan.go.id).
Gambaran umum mengenai reformasi yang tertuang dalam Peraturan Menpan No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi adalah sebagai berikut :
a. Latar belakang reformasi birokrasi
1) Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini.
2) Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik.
3) Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.
4) Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.
5) Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah.
b. Visi dan Mi si Reformasi Birokrasi
Visi reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik tahun 2025.
Misi yang dijalankan untuk mencapai visi antara lain salah satunya adalah mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan si stem remunerasi.
c. Tujuan Reformasi Birokrasi
1) Tujuan Umum
Membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan :
- integritas tinggi, produktivitas tinggi dan bertanggung jawab kemampuan memberikan pelayanan yang prima
2) Tujuan Khusus
Membangun/membentuk :
- birokrasi yang bersih
- birokrasi yang efisien, efektif, dan produktif
- birokrasi yang transparan
- birokrasi yang melayani masyarakat
- birokrasi yang akuntabel
d. Sasaran
Sasaran umum adalah mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan. Sedangkan secara khusus mencakup :

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

e. Prioritas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
1) Prioritas pertama, adalah kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara, penegakan hukum, pemeriksaan dan pengawasan keuangan, dan penertiban aparatur negara.
2) Prioritas kedua, adalah kementerian/lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, atau sumber penghasil penerimaan negara, dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung (termasuk pemerintah daerah).
3) Prioritas ketiga, adalah kementerian/lembaga yang tidak termasuk dalam prioritas pertama dan kedua.
Kerangka umum pelaksanaan birokrasi digambarkan pada gambar 1.1. sebagaimana tersebut di bawah ini.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan digulirkan dalam rangka pembenahan birokrasi secara utuh. Substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik di instansi pengelola keuangan negara ini sesuai harapan masyarakat. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia P. Nasution (2007) mengatakan program reformasi birokrasi di departemennya tidak hanya mencakup soal peningkatan kesejahteraan pegawai tetapi juga mencakup upaya untuk mewujudkan pelayanan yang lebih baik.
Menurut Mulia (2007) substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik sesuai harapan masyarakat. Dalam program reformasi birokrasi, setiap elemen organisasi ditata, prosedur kerja diperbaiki, dan ukuran-ukuran keberhasilan kinerja diefektifkan. Di Departemen Keuangan diharapkan tidak ada lagi istilah business as usual. Yang dimaksud business as usual adalah berbagai ketidakdisiplinan pegawai departemen, misalnya ada yang ngobyek, ada yang datang telat, dan sebagainya. Sistem baru yang dibangun akan mempertegas mekanisme reward and punishment. Para aparat dinaikkan tunjangannya karena selama ini aparatnya merasa tidak dapat bekerja serius karena penghasilannya tidak memadai.
Dengan sistem reward yang diterapkan tidak diperbolehkan lagi persoalan penghasilan menjadi alasan buruknya kinerja. Dibandingkan dengan pegawai departemen/lembaga lain, pegawai Departemen Keuangan memperoleh penghasilan yang lebih memadai. Dengan pemberian remunerasi jika masih ada yang tidak disiplin dan profesional, akan ditindak tegas. (http://www.suarakarya-online.com).
Departemen Keuangan merupakan departemen yang strategis sebagai pengelola fiskal. Instansi ini memiliki kantor vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia dan bersifat holding type organization, dengan jumlah pegawai sekitar 60.000 orang. Terkait dengan reformasi birokrasi, Departemen Keuangan menjadi salah satu pilot project program refomrasi birokrasi dimana apabila program ini berhasil akan dikembangkan/diterapkan pola yang sama di departemen/lembaga pemerintah yang lain. Departemen Keuangan mulai melakukan reformasi birokrasi, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan dan Nomor 31/KMK.01/2007 tentang Pembentukan Tim Reformasi Birokrasi Pusat Departemen Keuangan Tahun Anggaran 2007.
Program utama dalam reformasi birokrasi tahun 2007 antara lain meliputi empat poin, yaitu penataan organisasi, perbaikan business process, peningkatan manajemen SDM dan perbaikan remunerasi. Jadi perbaikan remunerasi merupakan sistem reward yang menjadi bagian dari program reformasi birokrasi.
Sistem penggajian di Departemen Keuangan diberikan sebagaimana sistem penggajian PNS pada umumnya yang berlaku di departemen/lembaga negara yang lain. Tetapi pegawai Departemen Keuangan memperoleh tunjangan khusus yaitu Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) yang diberikan dengan pertimbangan :
a. Usaha peningkatan dan pengamanan penerimaan dan pengeluaran negara.
b. Usaha preventif sekaligus sebagai imbangan atas tindakan yang akan diambil guna menertibkan dan mendisiplinkan pegawai, sehingga penyimpangan dalam bidang penerimaan dapat ditekan seminimal mungkin.
c. Agar pegawai dapat melaksnaakan tugas jabatannya dengan keinsyafan sedalam-dalamnya dengan penuh rasa tanggung jawab serta dapat memberikan prestasi kerja seoptimal mungkin.
d. Penertiban dan pembersihan aparatur Departemen Keuangan.
Sebagai tindak lanjut dari reformasi birokrasi, dilakukan perbaikan struktur remunerasi melalui pemberian TKPKN. Dengan demikian, struktur remunerasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Struktur remunerasi tersebut berbasis kinerja (performance based remuneration) dan diberikan berdasarkan Job Grade (total terdapat 27 grade). Rincian grade dan besarnya tunjangan dapat dilihat pada tabel 1.3. Diharapkan pemberian remunerasi pegawai Departemen Keuangan dalam reformasi birokrasi ini akan meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan publik.
Adanya perkembangan modern dan tingkat persaingan yang cukup tinggi membuat pelayanan baik oleh pemerintah dan swasta dituntut terus memberikan sesuatu yang terbaik. Karyawan (pegawai) dapat bertahan dan ikut serta membangun institusi dalam mengembangkan pelayanan lebih baik jika diberikan sistem kompensasi yang memadai. Hasil survei Work Asia 2007/2008 yang dilakukan oleh konsultan sumber daya manusia, Watson Wyatt, menunjukkan salah satu pendorong utama engagement (keterikatan) karyawan, salah satunya adalah faktor kompensasi dan benefit (Majalah Human Capital No. 11/Februari 2005).

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Penelitian global tentang opini dan perilaku karyawan tersebut dilakukan di 11 negara Asia Pasifik ini, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Jepang, India, dan Australia. Penelitian tersebut menunjukkan tiga faktor pendorong utama keterikatan (engagement) karyawan di negara Asia Pasifik, yakni fokus kepada pelanggan (65%), kompensasi dan benefit (50%), serta komunikasi (49%). Faktor tersebut merupakan hasil opini karyawan yang menjadi partisipan dari riset ini. Lebih dari 6.500 responden, dimana mereka mewakili perusahaan yang minimal memiliki 250 karyawan.
Kondisi di Indonesia berdasarkan survai Work Indonesia terungkap bahwa tiga pendorong utama keterikatan karyawan di Indonesia adalah fokus kepada pelanggan (67%), komunikasi (43%) dan kompensasi & benefit (41%). Menurut Lilis Halim, karyawan di Indonesia merasa sudah memahami apa yang menjadi tugas dan pekerjaannya, serta melihat bahwa perusahaannya sudah mengutamakan fokus kepada pelanggan. Dijelaskan pula oleh Lilis Halim, tingkat engagement karyawan di Indonesia hampir sama dengan karyawan di negara tetangga, bahkan di Australia, China dan Hongkong dengan perbedaan tipis, Indonesia mencapai 64%, Australia 65%, China 67% dan Hongkong 68%. Namun, mayoritas karyawan di Indonesia rendah tingkat kepuasannya terhadap kompensasi dan benefit yang mereka terima dari perusahaan (51%) (Majalah Human Capital No. 11/Februari 2005).
Reformasi birokrasi mensyaratkan adanya penataan organisasi atau kelembagaan, perbaikan tata laksana, peningkatan sumber daya manusia (SDM), serta pembenahan sistem pengawasan. Perbaikan sistem remunerasi atau kesejahteraan adalah bagian dari manajemen SDM yang diawali sejak rekrutmen, pembinaan karier, hingga pensiun. Berkaitan dengan hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, memberikan pernyataan untuk menanggapi pertanyaan pers yang mempertanyakan upaya reformasi birokrasi dikaitkan dengan remunerasi (www.depkeu.go.id):
"Upaya reformasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menjadi tidak kontraproduktif apabila cara pandang terhadap program reformasi tidak hanya dikerdilkan dan dikaitkan semata dengan pemberian remunerasi".
Apakah dengan pemberian remunerasi profesionalisme dan kinerja PNS sebagai abdi masyarakat akan membaik? Inilah pertanyaan yang selalu dilontarkan pada Departemen Keuangan. Pertanyaan itu menguat kembali dengan adanya beberapa kasus tentang pelayanan yang belum optimal dan penangkapan oknum yang menyalah gunakan wewenang muncul di media massa.
Salah satu instansi teknis di Departemen Keuangan yang menjadi pelaksana layanan unggulan Departemen Keuangan dalam program reformasi birokrasi adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) X. Sejak tanggal 30 Mi 2007, KPPN X ditetapkan menjadi KPPN Percontohan bersama 18 KPPN lainnya di seluruh Indonesia untuk merepresentasikan layanan unggulan di Departemen Keuangan. Instansi ini melayani kantor/instansi pemerintah lain dalam hal pembayaran tagihan belanja negara guna melaksanakan tugas pemerintahan untuk melayani masyarakat. KPPN Percontohan mengemban misi sebagai institusi pelayanan yang memenuhi unsur : transparansi, cepat, tepat dan tanpa biaya.

1.2. Perumusan Masalah
Dengan adanya perbaikan penghasilan melalui pemberian remunerasi diharapkan kualitas pelayanan di Departemen Keuangan khususnya KPPN X meningkat. Dampak pemberian remunerasi terhadap perbaikan kualitas pelayanan perlu dikaji lebih mendalam. Hal ini penting karena pemberian remunerasi berdampak pada anggaran yang besar yang harus dikeluarkan pemerintah. Seluruh pegawai Departemen Keuangan mulai 1 Juli 2007 menerima kenaikan tunjangan khusus pembinaan keuangan negara (TKPKN) yang nilainya bervariasi, mulai dari Rp1.330.000 per bulan untuk golongan terendah hingga Rp46,95 juta per bulan untuk eselon satu tertentu. Biaya yang diperlukan untuk TKPKN ini diperkirakan mencapai Rp4,3 triliun per tahun menurut seorang pejabat Departemen Keuangan (Bisnis Indonesia, Jumat, 06 Juli 2007).
Selain itu keberhasilan reformasi yang disertai pemberian remunerasi ini akan menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk pelaksanaan reformasi bagi seluruh instansi pemerintah. Apabila rencana reformasi dijalankan di seluruh instansi pemerintah maka anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemberian remunerasi akan lebih besar lagi.
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
- Bagaimana pengaruh remunerasi terhadap kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) X ?

1.3. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh remunerasi terhadap kualitas pelayanan KPPN Percontohan X. Selanjutnya penelitian ini akan menganalisis apakah pengaruh pemberian remunerasi tersebut terhadap kualitas pelayanan KPPN X signifikan atau tidak.
1.3.2. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat baik akademis maupun praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap teori remunerasi dan pelayanan publik. Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran teori remunerasi dan pelayanan publik. Penelitian ini dimungkinkan untuk menambah sudut pandang baru bagi teori tersebut.
b. Penelitian ini akan menguji kesesuaian antara teori remunerasi dan pelayanan publik dengan praktek yang terjadi di lapangan. Praktek di lapangan seringkali berbeda dengan teori yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
c. Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu. Dengan penelitian ini maka pembahasan terhadap teori remunerasi dan pelayanan publik akan bertambah sehingga akan menambah referensi bagi kegiatan akademik. Penelitian ini juga dapat menjadi pijakan untuk penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen Keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi yang sedang berjalan.
b. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen/Lembaga di luar Departemen Keuangan untuk melaksanakan reformasi birokrasi.

1.4. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tinjauan pustaka atas teori administrasi publik, penelitian terdahulu, konsep remunerasi, pelayanan, dan motivasi, model analisis, hipotesis, dan operasionalisasi konsep.
Bab III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas pendekatan penelitian yang dipilih, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, uji validitas dan reabilitas, teknik analisis data dan keterbatasan penelitian.
Bab IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran umum mengenai objek penelitian.
Bab V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas hasil penelitian dibandingkan dengan konsep-konsep yang menjadi acuan.
Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran yang dapat diberikan berdasarkan pembahasan hasil penelitian.