Search This Blog

SKRIPSI ANALISA SURVIVAL KREDIT PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN PROPORTIONAL HAZARD MODEL (KASUS PT X)

SKRIPSI ANALISA SURVIVAL KREDIT PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN PROPORTIONAL HAZARD MODEL (KASUS PT X)

(KODE EKONMANJ-0049) : SKRIPSI ANALISA SURVIVAL KREDIT PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN PROPORTIONAL HAZARD MODEL (KASUS PT X)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. LATAR BELAKANG
Industri pembiayaan di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang lagi dalam beberapa tahun belakangan ini, setelah sebelumnya terpuruk akibat krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1999. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kredit yang diberikan setiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat suku bunga yang terus menurun, menguatnya perekonomian Indonesia yang dilihat dari peningkatan daya beli masyarakat, dan juga strategi yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan terutama dalam hal uang muka yang rendah.
Faktor tingkat suku bunga yang cenderung menurun memiliki dampak yang luas terhadap segala bidang, termasuk jenis usaha pembiayaan. Tingkat suku bunga yang rendah mendorong masyarakat untuk melakukan investasi yang dapat menghasilkan return yang lebih besar daripada langkah konservatif yaitu menabung maupun deposito. Tingkat suku bunga SBI yang menjadi tolak ukur return saat ini (Mei 2008) sebesar 8,25% termasuk rendah, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 14%. Hal ini memacu bank untuk mengucurkan kredit kepada perusahaan maupun pengusaha dalam mengembangkan usaha mereka, begitu pula dengan pengusaha yang lebih berani lagi mengambil kredit untuk berinvestasi karena suku bunga yang relatif rendah, yang secara langsung berpengaruh pula pada tingkat pertumbuhan perekonomian Indonesia karena banyaknya kegiatan investasi, banyak tenaga kerja yang terserap, yang pada akhirnya meningkatkan day a beli masyarakat.
Kebijakan uang muka yang rendah yang ditetapkan oleh suatu perusahaan pembiayaan dan produsen dalam menetapkan besarnya uang muka menjadi suatu daya tarik bagi konsumen untuk membeli suatu produk. Produk properti misalnya: rumah, kios, apartemen, kendaraan bermotor, dan bahkan produk-produk elektronik sudah menerapkan uang muka yang rendah untuk penjualan secara kredit. Hal ini perlu dilakukan oleh produsen, distributor, pengembang property, maupun perusahaan pembiayaan sebagai strategi untuk meningkatkan penjualan di tengah situasi yang sulit akibat daya beli masyarakat yang melemah karena tingginya harga BBM saat ini. Sebab dengan adanya uang muka yang rendah, konsumen tidak perlu membayar uang muka yang besar sehingga jumlah penjualan produk pun dapat ditingkatkan. Ditambah lagi dengan melihat kondisi Indonesia pada saat ini dimana harga barang yang terus meningkat akibat melambungnya harga minyak, sehingga melemahkan daya beli masyarakat pada umumnya. Dengan adanya uang muka yang rendah tentu akan meringankan beban konsumen yang ingin membeli barang dengan cara kredit, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan penjualan produk.
Sebagaimana diketahui, perusahaan pembiayaan bukan merupakan lembaga intermediari yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung, sehingga perusahaan pembiayaan mendapatkan dana sebagai sumber pembiayaannya dari pinjaman bank dan lembaga keuangan, maupun dari penerbitan surat berharga seperti obligasi. Dalam hal pendanaan yang disalurkan kepada konsumen, perusahaan pembiayaan memiliki dua kemungkinan resiko yang timbul dari penyaluran kredit kepada konsumen. Kemungkinan resiko yang paling sering terjadi pada sistem pembelian secara kredit, adalah pelunasan hutang lebih awal (prepayment) atau konsumen gagal bayar (default) .
Kedua hal ini menyebabkan arus kas (cash flow) pengembalian pinjaman tidak sesuai perjanjian. Bila terjadi pelunasan lebih awal (prepayment) maka perusahaan pembiayaan akan menanggung biaya pinjaman (bunga) sementara kredit yang disalurkan dilunasi sebelum jangka waktu kreditnya berakhir, sehingga ada dana yang tidak terpakai (idle) dimana bunga pinjaman kepada pihak lainnya terus berjalan sehingga tidak berdampak baik juga terhadap perusahaan pembiayaan. Hal kedua yang juga tidak berdampak baik kepada perusahaan pembiayaan adalah adanya gagal bay ar (default) , hal yang ini merupakan hal yang paling merugikan bagi perusahaan pembiayaan karena selain tidak dapat membayar pinjaman yang berakibat perusahaan pembiayaan tidak mendapat keuntungan yang seharusnya, produk yang dibeli pun umumnya akan turun harga jual kembali karena sudah menjadi barang bekas, dan seringkali kondisi produknya sudah rusak yang semakin menambah kerugian perusahaan pembiayaan. Kedua hal ini yaitu default dan prepayment merupakan hal yang pasti terjadi pada setiap perusahaan pembiayaan, yang perlu dilakukan adalah mengelola kedua hal ini pada tingkat dimana perusahaan masih dalam kondisi untung. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menganalisa default dan prepayment di dalam konteks mengenalinya sebagai resiko kompetisi, dengan begitu perusahaan pembiayaan dapat menerapkan kebijakan yang tepat untuk usahanya di kemudian hari.
Untuk itu penulis memakai pendekatan model cox proportional hazard model yang dapat menjelaskan pengaruh faktor independent dalam suatu kejadian, dengan begitu akan didapat analisa yang lebih dalam mengenai faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap baik atau tidaknya kredit yang diberikan kepada konsumen, sehingga penganalisaan default dan prepayment dalam perusahaan pembiayaan dapat dilakukan dengan baik.

1.2 PERUMUSAN MASALAH
Ada beberapa teori yang pernah membahas tentang survival analysis atau Proportional hazard model yaitu diantaranya adalah Kaplan-meier dan Cox. Pada mulanya permodelan dari teori ini digunakan pada cabang ilmu kedokteran, dimana mereka menganalisa kematian atau harapan hidup seseorang. Tetapi pada perkembangannya akhir-akhir ini, pendekatan ini juga digunakan pada cabang ilmu yang lainnya termasuk juga ilmu ekonomi. Dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, dengan menggunakan perusahaan pembiayaan xxx yang memberikan kredit kepemilikan kendaraan bermotor (sepeda motor) terhadap konsumen, adapun data yang dianalisa adalah sebesar 2000 konsumen, dengan parameter yang diambil antara lain besarnya uang muka (down payment) , tingkat suku bunga, penghasilan konsumen, wilayah, status pernikahan, jenis kelamin, jangka waktu kredit, usia, dan harga produk maka dapat kita buat beberapa perumusan sebagai berikut :
- Berapa tingkat survival dan hazard dari kredit yang diberikan ke konsumen?
- Variabel yang paling signifikan menyebabkan terjadinya hazard dalam perusahaan pembiayaan?
- Seberapa besar tingkat survival dari masing-masing kelompok di dalam variabel masing-masing dari kredit yang diberikan perusahaan pembiayaan?
- Seberapa besar hazard dari masing-masing kelompok di dalam masing-masing variabel yang ditanggung perusahaan pembiayaan akibat pemberian kredit kepada konsumen?
- Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap macet atau tidaknya pemberian kredit kepada konsumen?

1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk melihat variabel apa saja yang berpengaruh terhadap Survival dari kredit yang diberikan perusahaan
b. Untuk menganalisa variabel yang paling berpengaruh terhadap Survival variabel-variabel yang ada
c. Untuk menilai hazard dari masing-masing variabel
d. Untuk membandingkan kebijakan penilaian kredit yang dilakukan perusahaan dengan hasil pengujian yang dilakukan
e. Membentuk permodelan yang tepat untuk menghitung tingkat survival, dengan mengunakan model cox proportional hazard model.

1.4 METODOLOGI
Harus diketahui terlebih dahulu bahwa competing risk framework terbagi menjadi 2 yaitu prepayment risk dan default risk. Fungsi ini menjelaskan bahwa prepayment risk mengestimasikan probabilitas hutang dibayar dimuka dalam periode kapan pun, begitu juga dengan default risk yang mengkondisikan probabilitas untuk gagal bayar pada masing-masing periode. Dalam model ini diasumsikan bahwa pembeli dapat melakukan pembayaran dimuka maupun gagal bayar pada kapan pun juga untuk memaksimalkan net wealth. Pada tahap berikutnya akan dilakukan penghitungan dengan mengunakan pendekatan semiparametric estimation approach untuk mengestimasi model dari proportional hazard sesuai dengan jangka waktu, sehingga dapat diketahui tiap pola dari default dan prepayment rate yang menjadi resiko perusahaan dalam jangka waktunya. Adapun data yang diambil untuk dianalisa (populasi sample) sebesar 2000 data konsumen yang dibiayai di wilayah Jabodetabek dalam kurun waktu tertentu.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memberikan gambaran umum yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Bab ini terdiri dari latar belakang penulisan, tujuan, ruang lingkup permasalahan, hipotesis, dan metode penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini merangkum berbagai teori dari permasalahan yang diteliti, yang akan digunakan sebagai landasan berpikir untuk memecahkan permasalahan. Teori-teori tersebut antara lain mengenai definisi perusahaan pembiayaan, pengertian resiko, dan kerangka dasar statistik permodelan proportional hazard.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memberikan populasi dan sample data dan yang dibutuhkan, tahapan metode dan pengolahan data proportional hazard model, serta cara pembacaan hasil dari pengolahan model tersebut.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas hasil analisa dari pengujian yang telah dilakukan dengan berbagai metode pengujian seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya. Dari analisa ini diharapkan dapat ditemukan suatu metode yang optimal. Kemudian menganalisa hazard dan pengaruhnya terhadap lancar ataupun tidaknya kredit yang diberikan kepada konsumen. Hasil yang didapat berdasarkan pengolahan dari data sample yang diambil dari perusahaan tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari simpulan-simpulan dari pembahasan atas penelitian ini termasuk kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa yang akan datang.
SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X

SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X

(KODE EKONMANJ-0048) : SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam organisasi. Menurut Dessler (2005), globalisasi meningkatkan persaingan di berbagai industri. Meningkatnya persaingan, meningkat pula tekanan organisasi untuk berkembang (untuk menurunkan biaya, untuk membuat pekerja lebih produktif, dan untuk melakukan segalanya lebih baik dengan biaya yang lebih murah). Bagi banyak employer di seluruh dunia, fungsi sumber daya manusia dalam perusahaan adalah sebagai 'key player' dari upaya pencapaian tujuan-tujuan strategis tersebut.
Menurut Palupiningdyah (2000), sumber daya manusia merupakan otak penggerak organisasi yang berperan penting dalam profitability suatu perusahaan. Namun, pengelolaan sumber daya manusia bukanlah hal yang mudah. Pengelolaannya juga harus memperhatikan aspek psikologis di samping aspek fisiologisnya. Berikut pernyataan selengkapnya yang dikutip dari jurnal penelitian yang ditulis oleh beliau:
"Sumber daya manusia merupakan otak penggerak organisasi yang berperan penting dalam profitability suatu perusahaan. Sumber daya manusia semakin menjadi pusat perhatian manajemen dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh, karena berbeda dengan sifat elemen-elemen lain dalam perusahaan yang relatif terukur dan standar, sumber daya manusia bersifat unik sehingga pengelolaannya juga bersifat unik. Sumber daya manusia bukanlah mesin yang dapat dengan mudah didepresiasikan nilainya untuk mengetahui sejauh mana kontribusinya pada kinerja organisasi untuk kemudian diganti dengan mesin baru yang lebih fresh. Pengelolaan sumberdaya manusia harus memperhatikan aspek psikologis di samping aspek fisiologisnya" (Palupiningdyah, 2000).
Stres pada pekerja merupakan salah satu isu pengelolaan sumber daya manusia yang makin serius diperhatikan oleh organisasi saat ini. Menurut Vokić dan Bogdanić (2007), "Stres, secara umum, dan stres kerja, secara khusus, merupakan fakta dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern saat ini yang sepertinya terus meningkat. Topik ini masih popular walaupun telah menarik perhatian para akademis dan praktisi lebih dari setengah abad yang lalu".
Penelitian mengenai stres dapat dieksplorasi dari beragam perspektif, diantaranya dari perspektif psikologis, sosiologis, dan medis. Dari perspektif bisnis, fokus penelitian dari para peneliti adalah mengenai stres kerja, mengingat biaya yang timbul dari stres bisa sangat besar, baik bagi individu maupun bagi organisasi itu sendiri.
Bagi individu, pada tahap ringan, stres kerja menyebabkan sakit kepala, gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, sakit perut, merokok berlebihan dan meningkatnya konsumsi alkohol. Jika terus terjadi, stres berpotensi menyebabkan insomnia, penyakit jantung koroner, kecemasan dan depresi, burnout, fatique, ketidakstabilan emosi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, gangguan makan, atau bahkan bunuh diri (National Institute for Occupational Safety and Health, n.d; Palmer, Cooper, & Thomas, 2004; Teasdale, 2006).
Bagi organisasi (dalam konteks tempat kerja), stres dapat menyebabkan menurunnya produktivitas, meningkatnya jumlah eror (kesalahan kerja), kurangnya kreativitas, buruknya pengambilan keputusan, ketidakpuasan kerja, ketidakloyalan karyawan, peningkatan izin pulang karena sakit, ketidaksiapan, permintaan pensiun lebih awal, absen, kecelakaan, pencurian, organizational breakdown, atau bahkan sabotase (Teasdale, 2006).
Adapun biaya stres secara finansial di Indonesia mungkin belum diperhitungkan. Namun sebagai gambaran, Health and Safety Executive Inggris (2001) menyebutkan bahwa pada tahun 1995/1996 biaya yang ditimbulkan akibat stres diperkirakan berada pada kisaran £370 juta bagi perusahaan dan £3.75 milyar bagi masyarakat secara keseluruhan, setiap tahunnya (Palmer, Cooper, & Thomas, 2004).
Sementara International Labor Organization (ILO) memperkirakan bahwa stres kerja menghabiskan biaya bisnis sebesar lebih dari 200 milyar dolar per tahun (Greenberg, 2002). Biaya-biaya ini termasuk gaji yang tetap dibayarkan saat karyawan sakit, biaya rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit, serta biaya-biaya yang berhubungan dengan penurunan produktivitas. Tidak heran bahwa saat ini, organisasi secara cerdas mulai memperhatikan stres yang dialami pekerja secara serius untuk memelihara kesejahteraan pekerjanya.
Penelitian mengenai stres di tempat kerja memang telah banyak dilakukan pada beragam jenis pekerjaan. Meskipun demikian, penelitian yang mengeksplorasi stres kerja di kalangan karyawan lini depan perbankan masih jarang dilakukan. Padahal, karyawan lini depan bank merupakan pemegang tombak pelayanan yang berusaha disampaikan oleh perusahaan.
Seperti diketahui, dalam lingkungan kompetisi global seperti ini, lembaga keuangan saling berlomba menciptakan dan mempertahankan kolam pelanggan yang loyal dan menguntungkan. Di tambah lagi, persaingan kini bukan saja berasal dari sesama bank tapi juga datang dari berbagai lembaga keuangan lain yang bukan bank, yang juga menawarkan beberapa jasa keuangan yang disediakan bank, seperti dituliskan berikut ini:
"..., banking is rapidly globalizing and facing intense competition in marketplace after marketplace around the planet, not only from other banks, but also from security dealers, insurance companies, credit unions, finance companies, and thousands of other financial-service competitors. These financial heavyweights are all converging toward each other, offering parallel services and slugging it out for the public's attention. " (Rose dan Hudgins, 2005, p. 4).
Konsekuensinya, beragam cara dilakukan bank untuk memenangkan, atau setidaknya mempertahankan diri agar tidak runtuh dihantam persaingan.
Ekstensifikasi produk jasa dilakukan; teknologi canggih diadopsi; tingkat suku bunga ditetapkan sekompetitif mungkin. Semuanya ditawarkan untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan transaksi bagi nasabahnya.
Perubahan-perubahan ini di sisi lain menyebabkan perubahan pola kerja karyawan bank, terutama karyawan lini depan, dimana mereka berada pada posisi perantara (boundary spanning) perusahaan dengan nasabahnya. Mereka dituntut untuk mampu bekerja lebih cepat, dinamis, dan responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan nasabah. Mereka dituntut untuk proaktif menawarkan dan mengedukasi nasabah atas jasa-jasa yang dimiliki bank. Mereka juga dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cara/teknik kerja mereka yang baru, hasil dari inovasi-inovasi teknologi yang semakin pesat.
Walaupun semua ini dilakukan demi pencapaian 'high performance', perubahan ini menurut Sauter et al. (2002) juga dapat meningkatkan tekanan yang dapat berujung pada stres yang dialami pekerja. Di tengah berbagai perubahan yang terjadi, bagaimana sebenarnya stres kerja yang dialami oleh para karyawan lini depan bank saat ini?
Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari stres kerja adalah menurunnya tingkat kepuasan kerja (Yulianti, 2001). Dalam konteks karyawan lini depan, kepuasan kerja mereka berhubungan erat dengan kepuasan konsumen, dimana karyawan yang puas mampu meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Robbins, 2003). Oleh karena itu, mengidentifikasi stres kerja di kalangan karyawan lini depan adalah penting agar kepuasan kerja mereka dapat tetap terjaga.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, adalah bank yang hingga saat ini kepemilikannya masih 100% di tangan pemerintah. Bank ini telah berdiri sejak lebih dari satu abad yang lalu, tepatnya berdiri pada tanggal 16 Desember 1895. Walaupun terus mengalami perubahan seiring dengan perubahan peraturan/undang-undang pemerintah, sejak berdirinya hingga kini Bank BRI terus konsisten melayani masyarakat kecil, yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Dengan fokusnya kepada kredit usaha mikro yang dibangun oleh pengusaha-pengusaha kecil, menurut peneliti, Bank BRI adalah salah satu aset paling berharga yang dimiliki pemerintah sekaligus rakyatnya.
Adapun visi dari Bank BRI adalah "Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah". Melihat hal ini, pelayanan prima adalah kunci pencapaian visi Bank BRI. Dan kepuasan karyawan lini depan, berada pada tingkat kepentingan utama dalam pencapaian pelayanan prima, di luar faktor produk dan jasa Bank BRI sendiri. Untuk menjaga kepuasan kerja karyawan lini depan, adalah krusial bagi Bank BRI untuk memonitor stres kerja yang dialami para karyawan lini depannya tersebut.
Bagaimana sebenarnya stres yang dialami karyawan lini depan Bank BRI saat ini? Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan stres pada diri mereka? Sumber-sumber stres utama apa yang mereka hadapi? Bila hal tersebut telah teridentifikasi, maka perusahaan dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mencegah sumber stres tersebut berkembang menjadi ancaman yang mengganggu kinerja organisasi dalam menyampaikan pelayanan prima kepada nasabahnya.

1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan, secara spesifik dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah aspek-aspek sumber stres yang dihadapi oleh karyawan lini depan Bank BRI saat ini?
2. Bagaimanakah tingkat stres yang mereka alami?
3. Secara umum, hal-hal atau kondisi apa sajakah yang menjadi sumber stres utama mereka?
4. Apakah terdapat perbedaan antara masing-masing jabatan lini depan yang ada di Bank BRI dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi?
5. Apakah terdapat perbedaan karakteristik individu (seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman kerja, dll.) dalam hubungannya dengan stres yang mereka alami?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijabarkan, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui aspek-aspek sumber stres yang dihadapi oleh karyawan lini depan Bank BRI saat ini.
2. Mengetahui tingkat stres di kalangan karyawan lini depan Bank BRI saat ini.
3. Mengidentifikasi sumber stres utama yang dihadapi karyawan lini depan Bank BRI saat ini.
4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kelompok-kelompok jabatan lini depan yang ada di Bank BRI dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi.
5. Mengetahui apakah terdapat perbedaan karakteristik individu (seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman kerja, dll.) dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai berikut:
1. Bagi Bank BRI, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi utama dalam mengidentifikasi stres yang dihadapi karyawan lini depannya. Dengan demikian, diharapkan perusahaan dapat melakukan manajemen stres yang efektif untuk membantu karyawan menangani stres tersebut, sekaligus melakukan upaya preventif agar stres yang ada tidak mempengaruhi karyawan maupun kinerja organisasi secara negatif.
2. Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya riset mengenai stres yang dialami karyawan di industri perbankan.
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai stres yang dialami karyawan sekaligus memenuhi sebagian dari persyaratan kelulusan studi yang diperlukan untuk menjadi Sarjana Ekonomi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini berusaha mengeksplorasi dinamika stres yang dihadapi karyawan lini depan perbankan. Namun, dalam penelitian ini, stres hanya akan dieksplorasi dari segi stimulusnya, yaitu sumber stres (stressor). Stressor adalah sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan reaksi stres (Greenberg, 2002). Terlepas dari kerumitan pendefinisian dan luasnya konsep dari stres itu sendiri, stres kerja pada penelitian ini dioperasionalisasikan sebagai 'total skor dari sumber stres yang dihadapi individu'.
Sumber stres dikelompokkan sebagai sumber stres dari faktor lingkungan, organisasional, dan individu. Faktor lingkungan dan faktor individu, menurut Robbins (2003) merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari stres yang dialami karena tidak hilang begitu saja saat individu memasuki tempat kerja. Adapun karyawan lini depan yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari customer service, teller, dan security.
1.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang (Kanca) X dan Kanca X, pada bulan Mei sampai dengan Juni 2009. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja mengingat Bank BRI adalah salah satu aset negara yang sangat berharga di bidang perbankan yang telah dikenal luas di kalangan perbankan Internasional atas keberhasilan micro banking-nya.
Dalam upaya pencapaian visi Bank BRI, yaitu untuk "Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah", identifikasi terhadap stres kerja yang dialami karyawan lini depan Bank BRI adalah sangat penting untuk dianalisis agar perusahaan dapat mendeteksi sumber stres yang dialami karyawan lini depannya sehingga kepuasan kerja mereka yang diketahui berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan dapat terjaga.
Adapun kantor BRI yang akan diteliti juga mencakup Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Unit BRI yang berada di bawah naungan BRI Kanca X dan Kanca X. Pemilihan wilayah ini sebagai lokasi penelitian dilakukan atas dasar kemiripan wilayah, dan letaknya yang berdekatan. Peneliti menyadari bahwa cakupan wilayah penelitian seharusnya bisa diperbesar. Namun karena keterbatasan biaya dan waktu yang dimiliki peneliti dalam melakukan penelitian ini, maka lingkup penelitian hanya akan dilakukan pada wilayah kedua Kanca tersebut.

1.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan.
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka.
Bab ini menjelaskan berbagai teori yang berhubungan dengan stres pada umumnya, dan sumber stres pada khususnya, termasuk sumber stres yang berasal dari luar organisasi yang juga berpotensi menjadi sumber stres pekerja.
Bab III : Metodologi Penelitian.
Bab ini berisi desain penelitian, variabel penelitian, metode pengambilan sampel, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, serta metode analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan.
Bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, pengolahan data, dan interpretasi hasil analisis data.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, dan saran yang dapat direkomendasikan, yaitu bagi perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya.
SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X

SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X

(KODE KEPRAWTN-0001) : SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau yang biasa disebut Demam Berdarah Dengue (DBD), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 sampai dengan sekarang, seringkali menyebabkan kematian dan menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia (Effendi, 1995). Di Indonesia, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadic dan selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya.(Effendi, 1992 dalam Riswanto,2003).
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Insidence Rate (IR) = 35.19 Per 100.000 dan CFR = 2 %. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10.17 %, namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat hingga mencapai 15.99 % pada tahun 2000, 21.66 % pada tahun 2001, 19.24 % pada tahun 2002, dan 23.87 % pada tahun 2003 (Depkes, 2004). Sedangkan data pada tahun 2008 menunjukkan 28.244 kejadian dengan jumlah kematian 348 orang (Waspada, 2008). Dari jumlah populasi masyarakat di Kecamatan X sebanyak 1020 jiwa terdapat 380 orang yang terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) dan diantaranya terdapat 45 orang yang meninggal dunia (Dinas Kesehatan X).
Penyakit DBD belum ditemukan vaksinnya, sehingga tindakan yang paling efektif untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk ini adalah dengan program pemberantasan sarang nyamuk (Hadinegoro, 1997 dalam Nanda Febriansyah, 2008). Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui upaya-upaya pencegahan yang dilakukan secara berkelanjutan, namun hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue/DBD. (http://www.Pengetahuans DBD.com dalam Nanda , 2008).
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti pengendalian lingkungan, pengendalian biologis dan pengendalian kimiawi. (Depkes, 1991 dalam Soetopo, 2007).
Meskipun telah banyak penyuluhan yang dilakukan, target Pemerintah untuk menurunkan angka kejadian DBD menjadi 20 per 100.000 penduduk di daerah endemis masih tetap sulit dicapai pada 2009 karena pada akhir 2008 saja jumlah kasus DBD masih tetap tinggi. Target 20 per 100.000 saat ini terlalu tinggi karena kasus yang terjadi sekarang ini belum memperlihatkan kecenderungan menurun yang signifikan. Secara Nasional angka kejadian DBD saat ini 48 per 100.000 dengan angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) saat ini adalah 1.8 %, tidak jauh berbeda dengan angka kejadian DBD tahun 2008 sebanyak 50 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 1 %. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD. (Kandun, 2009 dalam http://www.Pemberantasan DBD.com).
Sujono (1991) dalam Kajian Utama Untuk Memberantas DBD mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Indonesia pada umumnya relatif masih sangat rendah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang mengenai pencegahan DBD. Menurut Ajeng, (1996) dalam Sosialisasi Pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD hams sering dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut.
Umumnya masyarakat di Kabupaten X memiliki penghasilan terbesar dari perkebunan dan perikanan, sehingga daerah tersebut memiliki masalah lingkungan yang beresiko menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan X tentang bahaya Demam Berdarah Dengue (DBD). Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa orang warga diketahui bahwa lebih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang bagaimana cara pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang telah di sosialisasikan oleh Pemerintah.
Atas dasar tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan X.

1.2 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan X.

1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan X tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).

1.4 Manfaat Penelitian
a. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam pembelajaran mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD.
b. Pelayanan Keperawatan Komunitas
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber acuan dalam meningkatkan pelayanan Keperawatan Komunitas terutama dalam menangani masalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD.
c. Penelitian Selanjutnya
Hasil Penelitian ini juga dapat digunakan peneliti selanjutnya sebagai bahan perbandingan dan referensi tambahan terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan X.
TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA KOMPENSASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. X

TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA KOMPENSASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. X

(KODE : PASCSARJ-0062) : TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA KOMPENSASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan tentu membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material, dan mesin. Sumber daya yang ada tidak akan berarti apabila tidak dikelola dengan baik. Untuk mengelolanya dibutuhkan sumber daya lain, yakni sumber daya manusia. Sumber daya manusia mempunyai peranan penting bagi perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan perusahaan.
Perlu disadari bahwa pegawai merupakan sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan harus memberikan perhatian secara maksimal pada pegawainya, baik perhatian dari segi kualitas pengetahuan dan keterampilan, maupun tingkat kesejahteraannya, sehingga pegawai yang bersangkutan dapat terdorong untuk memberikan segala kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Peningkatan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan pegawai dapat dilakukan melalui program pelatihan dan pengembangan , terutama untuk menghadapi perkembangan teknologi yang demikian pesat. PT. X senatiasa mengadaptasi program dan teknologi yang baru untuk mendukung kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi penggunaan program dan teknologi yang baru ini tidak bermanfaat apabila tidak disertai dengan pemberian pelatihan yang berhubungan dengan pengoperasiannya. Permasalahan seperti ini akan menghambat kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Pelatihan dan pengembangan merupakan usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan antara hasil pekerjaan dari kemampuan pegawai dengan hasil pekerjaan yang dikehendaki oleh perusahaan. Usaha meningkatkan kemampuan kerja pegawai dapat dilakukan dengan menambah pengetahuan, keterampilan dan mengubah sikap, sehingga dapat menjadi kekayaan perusahaan yang paling berharga. Dengan segala potensi yang dimilikinya, pegawai dapat terus dilatih dan dikembangkan, sehingga dapat lebih berdaya guna, dan berprestasi optimal guna mencapai tujuan perusahaan.
Beberapa program pelatihan dan pengembangan telah dilaksanakan oleh PT. X sesuai dengan ketetapan pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Adapun program-program pelatihan dan pengembangan yang telah diberikan pada pegawai diantaranya adalah Effective Time Management, How To Be General Affairs Professional, Bimbingan Teknis Nasional Kepabeanan, Program "Microsoft Office", dan program pelatihan dan pengembangan lain yang memiliki hubungan dengan pekerjaan pegawai yang bersangkutan.
Menurut salah seorang staf dari departemen yang berhubungan dengan pelatihan dan pengembangan pegawai, jumlah pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan memiliki kecenderungan yang menurun. Adapun faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah pemberlakuan kebijakan-kebijakan baru sebagai dampak dari beralihnya kepemilikan PT. X ke salah satu perusahaan ternama di Indonesia. Selain itu, kondisi perekonomian yang sedang mengalami krisis keuangan global, mengharuskan sebagian besar perusahaan di Indonesia merubah kebijaksanaannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, terutama berkaitan dengan efisiensi perusahaan, dan tindakan ini juga dilakukan oleh PT. X.
Departemen yang bertanggung jawab untuk menangani pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan dituntut untuk lebih selektif dalam memberikan pelatihan dan pengembangan pada para pegawai. Perusahaan menghendaki para pegawai yang diberikan pelatihan dan pengembangan berdasarkan atas skala prioritas, dimana pelatihan yang diberikan benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat untuk pelaksanaan pekerjaan pegawai yang bersangkutan pada saat ini.
Selain pemberian pelatihan dan pengembangan, pegawai juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai salah satu pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
Bagi sebagian pegawai, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan pegawai untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya kompensasi dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan pegawai.
Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima pegawai sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Pemberian kompensasi kepada pegawai harus mempunyai dasar yang logis dan rasional.
Kompensasi sangat penting bagi pegawai itu sendiri sebagai individu, karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan pegawai itu sendiri. Sebaliknya, besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Apabila kompensasi diberikan secara tepat dan benar maka para pegawai akan memperoleh kepuasan kerja dan terdorong untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Apabila kompensasi itu diberikan tidak memadai atau kurang tepat maka prestasi dan kepuasan kerja pegawai akan menurun.
Kompensasi bukan hanya penting untuk para pegawai saja, melainkan juga penting bagi perusahaan itu sendiri , karena program-program kompensasi merupakan pencerminan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusia.
Beberapa bulan terakhir ini PT. X juga telah mengeluarkan peraturan baru yang berkaitan dengan salah satu bentuk kompensasi.
Perusahaan menetapkan adanya pembatasan terhadap waktu tambahan bekerja di luar jam kerja yang telah ditetapkan atau lembur (overtime). Peraturan ini diterapkan dalam rangka mengantisipasi krisis ekonomi dimana perusahaan harus melakukan efisiensi di berbagai sektor.
PT. X berharap dengan adanya peraturan ini, para pegawainya tidak menyalahgunakan waktu lembur dan dapat memanfaatkan waktu seefisien mungkin dalam mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauhmana pengaruh pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi terhadap kinerja pegawai pada PT. X.
2. Sejauhmana pengaruh keadilan dan kelayakan terhadap pemberian kompensasi pada PT. X.

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi terhadap kinerja pegawai pada PT. X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh keadilan dan kelayakan terhadap pemberian kompensasi pada PT. X.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan pada PT. X dalam upaya peningkatan kinerja pegawai pada masa yang akan datang.
2. Sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana X, khususnya di program studi Magister Ilmu Manajemen.
3. Sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas wawasan peneliti dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai kinerja pegawai pada PT. X.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mangkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu, baik dilihat dari sudut beban tugas, perkembangan teknologi, dan metode kerja yang baru, perlu mendapat perhatian dan respon dari perusahaan. Oleh sebab itu pemberdayaan pegawai yang akan diberi wewenang dan tanggung jawab, perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Pembekalan itu dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang akan diberikan kepada mereka.
Mathis and Jackson (2003) menyatakan bahwa: "The three major factors that effect how a given individual performs, the factors are: (1) individual ability to do the work, (2) effort level expended, and (3) organizational support. Individual performance is enhanced to the degree that all three components are present with an individual employee. However, performance is diminished if any of these factors is reduced or absent".
(Tiga faktor utama yang memengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja, faktor-faktor tersebut adalah: (1) kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, (2) tingkat usaha yang dicurahkan, dan (3) dukungan organisasi. Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor ini dikurangi atau tidak ada).
Pelatihan dan pengembangan merupakan proses untuk meningkatkan kompetensi pegawai yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, baik untuk pegawai baru maupun pegawai lama. Hal ini senantiasa dilakukan perusahaan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan para pegawainya secara terus-menerus.
Di samping itu, pelatihan dan pengembangan juga dimaksudkan untuk membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas, terutama tugas-tugas yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dikuasai oleh pegawai.
Simamora (1997) menyatakan bahwa, "Sebagai salah satu elemen penting untuk meningkatkan kinerja pegawai, pelatihan merupakan sarana untuk menciptakan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan serta keahlian pengetahuan dan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaannya. Pelatihan yang efektif secara signifikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan proses kerja, hal ini disebabkan karena kesalahan atau kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan di masa silam, dapat dikoreksi. Untuk memperbaiki kemampuan kinerja pegawai dan mengoreksi kekurangan kinerjanya di masa silam, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam melaksanalan suatu pekerjaan."
Tujuan pelatihan dan pengembangan harus dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan serta kondisi-kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Tujuan yang dinyatakan ini kemudian menjadi standar terhadap kinerja individu dan program yang dapat diukur.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui keikutsertaan pegawai dalam program pelatihan dan pengembangan diharapkan dapat memberikan semangat baru dalam bekerja. Semangat kerja yang baik dan dengan dukungan pengetahuan yang baik pula perusahaan mengharapkan adanya peningkatan kinerja para pegawai, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang positif kepada perusahaan.
Selain program pelatihan dan pengembangan, program pemberian kompensasi juga merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya kinerja para pegawai. Program kompensasi penting bagi suatu perusahaan karena mencerminkan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama, dan juga wujud perhatian dari perusahaan terhadap prestasi yang telah diberikan pegawai kepada perusahaan.
Menurut Sirait (2006), "Pengelolaan kompensasi merupakan kegiatan yang amat penting dalam membuat pegawai cukup puas dalam pekerjaannya. Dengan kompensasi perusahaan bisa memperoleh/menciptakan, memelihara, dan mempertahankan produktivitas".
Jika karyawan merasa kompensasi yang diberikan perusahaan kepadanya cukup memadai untuk menghidupi diri dan keluarganya, maka ia akan tetap bekerja di perusahaan tersebut. Tetapi manakala kompensasi yang mereka terima dari perusahaannya tidak memadai guna menghidupi diri dan keluarganya, maka mereka akan berpikir untuk keluar atau eksodus ke perusahaan lain yang sistem kompensasinya lebih baik dari perusahaan asal ia bekerja. Kalaupun mereka tetap bekerja pada perusahaan tersebut, maka mereka akan bekerja seadanya dan tidak bergairah dalam bekerja sehingga produktifitas kerjanyapun rendah.
Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa, "Pemberian kompensasi yang adil dan layak melalui sistem pengupahan akan mendorong setiap pekerja meningkatkan kinerjanya".
Secara garis besar, pengaruh pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi terhadap kinerja pegawai dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Perusahaan perlu memberlakukan sistem kompensasi yang adil dan layak karena sangat penting untuk memperoleh dan mempertahankan karyawan yang potensial atau berkualitas. Kompensasi yang adil maksudnya adalah segala pengorbanan yang dilakukan oleh karyawan seimbang dengan imbalan yang mereka terima. Dengan kata lain ada keseimbangan antara produktifitas atau prestasi kerja karyawan dengan upah atau gaji yang diterimanya. Sedangkan kompensasi yang layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan. Seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional.
Program pemberian kompensasi harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Asas adil berarti besarnya upah dan gaji yang dibayarkan kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Sedangkan layak berarti upah dan gaji yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya upah dan gaji didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku (Rivai, 2004).
Pemberian kompensasi berdasarkan teori keadilan (equity theory) adalah membandingkan antara prestasi yang dicapai dengan kompensasi atau penghargaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila prestasi pegawai sebanding dengan penghargaan yang diberikan oleh perusahaan, maka dorongan pegawai untuk meningkatkan kinerjanya dapat dioptimalkan. Jadi dengan kata lain, bila kompensasi yang diberikan sesuai dengan keadilan dan harapan pegawai, maka pegawai akan merasa puas dan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya. Sedangkan makna dari kelayakan adalah besarnya kompensasi yang memungkinkan karyawan hidup secara manusiawi sesuai dengan harkat, martabat dan tingkatan masing-masing (Muljani, 2002).
Secara garis besar, pengaruh keadilan dan kelayakan terhadap pemberian kompensasi dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

1.6. Hipotesis
1. Pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada PT. X.
2. Keadilan dan kelayakan berpengaruh terhadap pemberian kompensasi pada PT. X.
TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PENGGUNA JASA ANGKUTAN PT. X

TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PENGGUNA JASA ANGKUTAN PT. X

(KODE : PASCSARJ-0061) : TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PENGGUNA JASA ANGKUTAN PT. X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan yang cukup memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi dari suatu negara. Dalam kehidupan modern khususnya pada bidang ekonomi, transportasi merupakan urat nadi perekonomian bagi sebuah negara. Oleh karena itu, sedemikian strategisnya fungsi transportasi maka diperlukan manajemen yang profesional dalam menanganinya. Fungsi transportasi akan menjadi lebih penting lagi karena semakin meningkatnya perkembangan penduduk.
Jika dilihat dari beragam bentuk sarana transportasi yang ada maka tidak dapat dipungkiri kalau masyarakat pengguna atau konsumen sarana transportasi dihadapkan pada berbagai pilihan yang ada, seperti transportasi darat dengan menggunakan bus, transportasi laut dengan menggunakan kapal laut, dan trasportasi udara dengan menggunakan pesawat. Ada banyak pertimbangan yang menjadi perhatian pengguna jasa dalam memilih sarana transpotasi yang akan dipergunakan dalam perjalanannya, misalnya jarak dan waktu yang akan ditempuh dalam perjalanan, resiko yang akan dihadapi serta bentuk pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa transportasi.
Penyedia jasa-jasa transportasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat ada kaitannya dengan permintaan akan jasa transportasi secara menyeluruh. Setiap modal transportasi mempunyai sifat, karakteristik dan aspek teknis yang berbeda, hal mana akan mempengaruhi terhadap jasa-jasa angkutan yang ditawarkan oleh penyedia jasa transportasi.
Salah satu perusahaan yang menyediakan jasa transportasi darat untuk mengangkut penumpang antar kota antar propinsi adalah PT. X, yang didirikan pada tanggal 29 September 1966. PT. X dalam memenuhi dan memuaskan keinginan konsumennya telah berupaya menyediakan armada/bus-bus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
PT. X berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada para penumpangnya. Persaingan yang semangkin ketat dalam jasa transportasi, menuntut PT. X untuk meningkatkan kualitas dan nilai pelayanan yang diberikan kepada penumpang agar dapat mempertahankan eksitensinya sebagai jasa angkutan yang memiliki aset cukup besar dibandingkan dengan jasa angkutan lainnya yang dapat memberikan kepuasan optimal kepada penumpang yang menggunakan jasa angkutan.
Perusahaan angkutan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa angkutan, agar memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pengguna jasa. Bagi pemakai jasa yang diutamakan dalam soal pengakutan adalah aman, tertib, teratur, memuaskan, cepat, serta menyenangkan. Tinggi rendahnya pendapatan (income) suatu perusahaan angkutan tergantung pada pelayanan yang diberikan pada masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan.
Namun mengingat begitu tingginya persaingan yang terjadi antar perusahaan-perusahaan bus dan perang tarif tiket penerbangan menyebabkan jumlah penumpang yang menggunakan jasa angkutan PT. X mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dari semakin berkurangnya jumlah armada/bus yang diberangkatkan untuk tujuan X - Jakarta. Setiap harinya PT. X hanya memberangkatkan masing-masing satu bus untuk economic class (non AC), satu bus executive class (AC non Toilet), dan empat bus executive class (AC + Toilet). Sedangkan jumlah bus yang tidak berangkat (off) untuk tujuan X - Jakarta sebagai akibat terjadinya penurunan permintaan konsumen masing-masing sebanyak 2 unit untuk bus economis class dan executive class (AC non toilet), 8 unit bus untuk executive class (AC + Toilet).

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible terhadap kepuasan pengguna jasa angkutan PT. X?
2. Sejauhmana hubungan kepuasan dengan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible terhadap kepuasan pengguna jasa angkutan PT. X.
2. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan mempengaruhi kualitas pelayanan pengguna jasa angkutan PT. X.
3. Untuk mengetahui dan manganalisis hubungan kepuasan dengan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Sebagai sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi PT.X untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dimasa yang akan datang dalam hal memuaskan dan mempertahankan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X.
2. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
3. Sebagai menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, khususnya mengenai pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pengguna jasa angkutan dan menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan serta melatih kemampuan berfikir secara sistematis.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Salah satu cara untuk mendiferensiasikan suatu perusahaan adalah memberikan pelayanan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan pesaing secara konsisten. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 2002), kualitas pelayanan merupakan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Menurut Parasuraman, et al. dalam Tjiptono (2006) terdapat lima dimensi utama kualitas pelayanan, yaitu :
1. Reliabilitas (reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
2. Daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
3. Jaminan (assurance), yakni mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
4. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.
5. Bukti fisik (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
Simamora (2001) menyatakan bahwa "Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu expected service dan perceived service. Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas layanan yang ideal. Sebaliknya bila layanan yang diterima lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas layanan tergantung pada kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten".
Kualitas layanan yang baik sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis, maka tentu saja kualitas layanan dapat memberikan beberapa manfaat dan salah satunya adalah menciptakan loyalitas pelanggan.
Oliver (1997) menyatakan bahwa " loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku".
Beberapa konsumen benar-benar loyal terhadap satu macam produk (hardcore loyals). Kelompok lainnya agak loyal, mereka loyal terhadap dua produk atau menyukai suatu produk tetapi kadang-kadang menggunakan produk lain (soft-core loyals). Kelompok terakhir tidak menunjukkan loyalitas terhadap merek apapun, mereka menyukai sesuatu yang baru muncul (switchers).
McDougall dan Levesque (2000) menyatakan bahwa " Perusahaan dapat meningkatkan profitabilitasnya dengan memuaskan konsumen sehingga memenuhi kepuasan konsumen menjadi tujuan utama bagi kebanyakan perusahaan. Namun perusahaan tidak merasa cukup dengan adanya kepuasan konsumen, karena konsumen yang puas tidak menjamin adanya pembelian ulang. Jaminan untuk mendapatkan pembelian ulang dari konsumen dapat diperoleh melalui loyalitas konsumen".

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut :
1. Kualitas pelayanan yang terdiri dari ; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible berpengaruh terhadap kepuasan pengguna jasa angkutan PT. X.
2. Kepuasan memiliki hubungan dengan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X.
TESIS ANALISIS SIKAP DAN MINAT KONSUMEN DALAM MEMBELI BUAH-BUAHAN DI CARREFOUR, PLAZA X, DAN SUPERMARKET Y

TESIS ANALISIS SIKAP DAN MINAT KONSUMEN DALAM MEMBELI BUAH-BUAHAN DI CARREFOUR, PLAZA X, DAN SUPERMARKET Y

(KODE : PASCSARJ-0060) : TESIS ANALISIS SIKAP DAN MINAT KONSUMEN DALAM MEMBELI BUAH-BUAHAN DI CARREFOUR, PLAZA X, DAN SUPERMARKET Y (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pasar produk pertanian berkembang pesat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Semula petani umumnya menjual kepada pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pasar tradisional dimana konsumen membeli produk pertanian. Pada saat ini produk pertanian mengalami perkembangan, yaitu menuju pasar modern antara lain dengan hadirnya supermarket di berbagai daerah.
Bagi pasar modern, makanan segar (fresh foods) memiliki peluang cukup besar karena penjualannya belum maksimal. Selama ini, konsumen Indonesia masih menjadikan pasar tradisional menjadi pilihan utama untuk membeli barang-barang segar seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging ayam, sapi, dan ikan. Persaingan ini menimbulkan banyak perdebatan seputar kepentingan mempertahankan pasar tradisional sebagai pasar rakyat bermodal kecil dengan pasar modern yang bermodal besar.
Pada saat ini pertumbuhan supermarket akan mengikuti perkembangan klaster dengan penduduk dengan golongan pendapatan tinggi yang membutuhkan kenyamanan dan pelayanan yang lebih baik serta mampu membayar dengan tingkat harga yang lebih tinggi. Disamping itu pasar fresh foods yang selama ini terdapat di pasar-pasar tradisional, terbatas jam pelayanannya, karena biasanya pasar tradisional hanya buka pada pagi hingga siang hari. Konsumen yang biasa bekerja sampai sore hari biasanya memilih ritel yang dipercaya dan lebih nyaman untuk memenuhi kebutuhannya dengan membeli di saat sore atau malam hari, dimana ritel-ritel tersebut masih buka dan melayani penjualan hingga malam hari.
Semakin banyaknya atribut preferensi konsumen dalam memenuhi kebutuhan akan produk hortikultur (buah dan sayuran), mulai dari jenis, kenyamanan, stabilitas harga dan nilai komoditi, dewasa ini konsumen menuntut atribut yang lebih rinci seperti higienitas, komposisi nutrisi atau vitamin, aspek lingkungan (organik) dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa konsumen dewasa ini tidak sekedar membeli komoditi, tetapi membeli produk, sehingga keterlibatan konsumen dalam memilih produk buah-buahan baik untuk dikonsumsi maupun untuk pembelian semakin diperhitungkan.
Banyaknya perusahaan yang menawarkan produk buah-buahan, menyebabkan konsumen memiliki pilihan yang semakin banyak, dengan demikian kekuatan tawar menawar konsumen semakin besar. Oleh karena itu, perusahaan seharusnya mengetahui apa kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut. Hasil pemasaran suatu perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu syarat untuk megetahui maju dan mundurnya perusahaan.
Keputusan pembelian oleh konsumen merupakan tujuan awal dari usaha ritel dalam memasarkan produk-produknya, namun diharapkan apabila konsumen menaruh sikap positif dalam evaluasi pembeliannya, maka timbullah kepuasan konsumen dalam membeli produk-produk yang ditawarkan. Kepuasan yang terus menerus mengakibatkan pembelian-pembelian ulang dan menumbuhkan loyalitas konsumen. Loyalitas konsumen pada ritel merupakan cerminan dari keberhasilan ritel itu sendiri dalam meramu srategi pemasarannya. Loyalitas menjadi tujuan akhir pemasaran ritel, dimana efek yang ditimbulkan disamping konsumen resisten terhadap pesaing, konsumen juga dapat menjadi sarana promosi yang paling efektif.
Bagi pasar modern (ritel) seperti Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y, sangatlah penting untuk mengetahui perilaku konsumennya agar konsumen dapat dipuaskan. Oleh karenanya berbagai tanggapan dari pelanggan perlu diterima sebagai masukan yang berharga bagi pengembangan dan penyusunan strategi perusahaan selanjutnya. Pembelian konsumen merupakan nafas bagi perusahaan. Informasi jumlah dan frekwensi pembelian dapat digunakan oleh manajemen dalam merumuskan harga produk yang bersaing.
Dalam konsep penjualan, ada karakteristik yang berbeda pada kedua ritel ini, yaitu pada ritel Carrefour, Plaza X, konsepnya adalah One Stop Shopping untuk kebutuhan sehari-hari konsumennya. Sedangkan Supermarket Y lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan Fresh Product, khususnya buah-buahan dan produk impor kebutuhan sehari-hari.
Perilaku pembelian konsumen juga akan memberikan gambaran minat untuk membeli, siapa yang dapat mempengaruhi minat pembelian, siapa yang memutuskan pembelian. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam mendesain dan memutuskan strategi promosi efektif yang akan digunakan. Kelengkapan informasi ini akan membuat setiap perusahaan unggul bersaing.

1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
b. Sejauhmana strategi bauran pemasaran mempengaruhi kepuasan konsumen membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
c. Sejauhmana hubungan kepuasan konsumen dengan loyalitas konsumen dalam membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y
d. Bagaimana perbedaan sikap dan minat Konsumen dalam membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui kecenderungan perilaku konsumen dalam membeli buah-buahan. Secara khusus yang menjadi tujuan penelitian, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan kecenderungan konsumen dalam membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
2. Untuk mengetahui strategi yang akan digunakan dalam pemasaran buah-buahan di Carrefour Plaza, X dan Supermarket Y.
3. Untuk mengetahui perbedaan kecenderungan sikap dan minat konsumen pembeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
1. Bagi pengusaha atau pengecer buah-buahan khususnya Carrefour, Plaza X dan Supermaket Y sebagai masukan dalam menerapkan stategi penjualannya.
2. Bagi Sekolah Pascasarjana Universitas X sebagai bahan pengembangan ilmu dan wawasan khususnya pemasaran pertanian.
3. Bagi penulis merupakan wujud penerapan dan pengembangan ilmu yang diperoleh selama mendapat pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas X.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi atau masukan yang berhubungan dengan pemasaran hasil pertanian, khususnya buah-buahan, pada ritel dan hubungannya dengan pasar tradisional.

1.5 Kerangka Berpikir
Di Indonesia, seperti halnya di negara berkembang, kehadiran dan dinamika pasar modern disebabkan oleh faktor-faktor berikut (Chen et.al, 2005; Shepherd, 2005); (a) Pertumbuhan pendapatan dan urbanisasi serta dukungan sarana transportasi dan penyimpanan pangan (refrigerators); (b) Perubahan preferensi konsumen yang dipicu oleh peningkatan partisipasi angkatan kerja wanita dan kebutuhan standar kwalitas dan keamanan pangan; (c) Perubahan kebiasaan makan konsumen dalam bentuk kemudahan penyiapan dan peningkatan permintaan produk siap saji; (d) Peningkatan pengembangan infrastruktur seperti perkembangan jalan tol, teknologi retail dan logistik; (e) Tingkat margin yang rendah dan kompetisi yang tinggi dan rantai pasok multinasional dengan penguasaan pengetahuan dan teknologi pasar modern; dan (f) Perubahan demografi, budaya dan sosial yang diindikasikan oleh peningkatan proporsi generasi muda, perubahan struktur keluarga (nuclear family), dan gaya hidup golongan muda (westernization of lifestyle).
Kehadiran pasar modern merupakan tantangan/ancaman dan sekaligus peluang bagi petani kecil dengan penjelasan sebagai berikut (IFPRI, 2003): (a) Supermarket membutuhkan volume produk pertanian yang relatif besar dengan kwalifikasi konsistensi kwalitas dan kwantitas yang tinggi; (b) Pertumbuhan supermarket memberikan peluang usaha yang baik bagi petani besar, terorganisasi dengan baik, dan dengan tingkat efisiensi yang tinggi; (c) Karena tuntutan kompetisi (kwalitas, harga, dan konsistensi), supermarket mengembangkan sistem pengadaan barang yang tidak mudah dimasuki petani kecil; (d) Petani mengalami persoalan pengambilan keputusan yang kompleks pada aspek produksi, penjualan, sistem pembayaran dan sertifikasi produk; (e) Keterbatasan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) yang dihadapi petani dalam distribusi pemasaran dan adanya kompetisi pengadaan melalui impor; (f) Bagi petani yang mampu memenuhi standar kwalitas dan memiliki kemampuan (skill) serta teknologi terkait dengan sistem pengadaan pasar modern, akan memperoleh keuntungan dan bahkan sebagai batu loncatan pasar global.
Keputusan konsumen dalam pembelian bertitik tolak pada model rangsangan tanggapan atau stimuli. Karakteristik dan proses pengambilan keputusan pembeli akan menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Karakteristik pembeli bersifat budaya, sosial, pribadi dan psiklogis. Karakteristik ini akan mempengaruhi perilaku pembelian. Menurut Kotler (2000), konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Selanjutnya menurut Kotler (2000), "faktor budaya yang secara luas dan mendalam mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor ini akan berhubungan dengan tata nilai, persepsi, preferensi, kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografi. Faktor budaya ini akan membentuk segmen pasar yang penting. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti : kelompok acuan, keluarga, serta peranan dan status sosial. Banyak kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang. Semua ini adalah kelompok dimana seseorang tersebut berada atau berinteraksi. Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembelian dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup serta kepribadian dan konsep pribadi pembeli. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh faktor psiklogis, yang termasuk dalam hal ini adalah motif persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan pendirian".
Kotler (2000) menyebutkan "ada enam alasan mengapa suatu institusi perlu mendapatkan loyalitas konsumennya". Pertama, pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan loyal akan memberi keuntungan besar kepada institusi. Kedua, biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan menjaga dan mempertahankan pelanggan yang ada. Ketiga, pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan lainnya. Keempat, biaya operasi institusi dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak pengalaman positif dengan institusi. Keenam, pelanggan loyal akan selalu membela institusi bahkan berusaha pula untuk menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan.
Seorang konsumen dikatakan loyal apabila ia mempunyai suatu komitmen yang kuat untuk menggunakan/membeli lagi secara rutin sebuah produk/jasa. Cara membentuk loyalitas harus dimulai dengan memberikan kualitas produk/jasa yang unggul atau superior, sehingga konsumen merasa puas dengan pengalaman mengkonsumsinya. Kepuasan terhadap produk/jasa adalah modal utama pembentukan loyalitas.
Pedersen dan Nysveen (2001) dalam Ferrinadewi dan Jati (2004), menggunakan konsep loyalitas, dimana tingkat loyal konsumen terdiri dari tiga tahap, yakni :
1. Cognitively Loyal, tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen. Bentuk loyalitas ini merupakan bentuk yang terlemah.
2. Affectively Loyal, sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyal berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk atau jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa diandingkan pada tahap sebelumnya. Affectively Loyal bukanlah prediktor yang baik dalam mengukur kesetiaan karena meskipun konsumen merasa puas dengan produk tertentu bukan berarti ia akan terus mengkonsumsi dimasa depan.
3. Conatively Loyal. Intensi membeli ulang yang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi. Sehingga dari ketiga bentuk kesetiaan diatas, conatively loyal merupakan prediktor yang terbaik.
Selanjutnya Rangkuti (2002) menyatakan bahwa "sikap merupakan salah satu komponen penting dalam perilaku pembelian, selanjutnya studi tentang sikap merupakan kunci untuk memahami mengapa seseorang berperilaku demikian rupa. Disamping itu, sikap merupakan hasil evaluasi yang mencerminkan rasa suka atau tidak suka terhadap objek, sehingga dengan mengetahui hasil evaluasi tersebut, kita dapat menduga seberapa besar potensi pembeliannya. Berdasarkan potensi ini, tenaga pemasar dapat menyusun strategi yang lebih efektif”.
Pengukuran sikap konsumen dilakukan terhadap konsep yaitu objek fisik dan sosial dalam hal ini adalah supermarket yang merupakan hal paling penting dalam studi perilaku konsumen. Dengan mengetahui sikap konsumen ini, diharapakan dapat mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen pada supermarket tersebut. Evaluasi yang dihasilkan oleh proses pembentukan sikap dapat disimpan dalam ingatan. Selanjutnya sikap yang diaktifkan tersebut dapat diintegrasikan dengan pengetahuan lainnya dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini adalah minat konsumen untuk melakukan pembelian agar lebih efektif disamping pengembangan produk yang lebih baik.
Selanjutnya menurut Kotler (2003) bahwa, "meramal adalah seni mengantisipasi apa yang mungkin dilakukan pembeli dalam kondisi-kondisi tertentu. Ini menunjukkan bahwa pembeli harus disurvei. Survei akan berharga terutama bila pembeli mempunyai minat yang telah dirumuskan dengan jelas, melaksanakannya, dan akan menggambarkannya pada pewawancara".
Berdasarkan uraian diatas, berikut ini akan dikemukan suatu kerangka konseptual penelitian yang akan bermanfaat sebagai penuntun yang mencerminkan alur berfikir dan merupakan dasar untuk perumusan hipotesis sebagai berikut :
Dari gambar diatas diperoleh penjelasan bahwa keputusan pembelian konsumen, berdasarkan variabel atau atribut dari produk buah yang dipertimbangkan oleh konsumen. Selanjutnya ritel atau pengecer menyesuaikannya dengan strategi bauran pemasaran eceran yang telah dikembangkan sebelumnya oleh masing-masing ritel (Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y), diharapkan timbul kepuasan konsumen dalam pembelian buah-buahan tersebut. Kepuasan konsumen selanjutnya akan mengakibatkan pembelian-pembelian ulang yang menumbuhkan loyalitas bagi konsumen.
Pertimbangan variabel yang diyakini mempengaruhi keputusan pembelian tadi, kemudian diuji terhadap sikap konsumen pada ritel Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y. Diharapkan sikap ini kemudian dengan konsisten dapat membangkitkan minat dalam membeli kembali atau pembelian ulang atau mungkin sebaliknya. Dalam hal ini dikembangkan uji beda guna mengukur perbedaan citra produk buah yang dijual pada dua buah ritel yang lokasinya saling berdekatan.

1.6 Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana pengaruh faktor jenis, kualitas, kesegaran, dan kesesuaian harga terhadap keputusan membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y
2. Strategi bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi, fasilitas, pelayanan dan karyawan, berpengaruh terhadap kepuasan konsumen membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
3. Kepuasan konsumen membeli buah-buahan, berhubungan dengan loyalitas konsumen di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
4. Sikap dan minat konsumen dalam membeli buah-buahan berbeda di Carrefour, Plaza X dengan Supermarket Y.
TESIS PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PTPN X

TESIS PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PTPN X

(KODE : PASCSARJ-0059) : TESIS PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PTPN X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Sejak tahun 2003, AFTA (Asean Free Trade Area) telah diberlakukan secara bertahap di lingkup negara-negara ASEAN, dan perdagangan bebas akan berlangsung sepenuhnya mulai tahun 2008, selanjutnya mulai tahun 2010 perdagangan bebas di seluruh wilayah Asia Pasifik akan dilaksanakan. Tantangan bagi setiap perusahaan adalah menyiapkan diri menghadapi globalisasi perekonomian untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal sekaligus mengurangi kerugian dari persaingan global melalui pengelolaan sumber daya yang efisien dan efektif.
Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh sejauh mana sistem di bidang sumber daya manusia ini sanggup menunjang dan memuaskan keinginan karyawan maupun perusahaan. Peningkatan pengetahuan, skill, perubahan sikap, perilaku, koreksi terhadap kekurangan-kekurangan kinerja dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas melalui pelatihan dan motivasi dari pimpinan atau perusahaan. Pelatihan akan memberikan kesempatan bagi karyawan mengembangkan keahlian dan kemampuan baru dalam bekerja agar apa yang diketahui dan dikuasai saat ini maupun untuk masa mendatang dapat membantu karyawan untuk mengerti apa yang seharusnya dikerjakan dan mengapa harus dikerjakan, memberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan, keahlian sedangkan dengan motivasi akan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyalurkan ego individu dan memperkuat komitmen karyawan pada perusahaan.
Penilaian atas pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan karyawan atau sering disebut sebagai penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja juga mutlak dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana keberhasilan pelatihan dan pemberian motivasi kepada karyawan tersebut Sistem penilaian kinerja karyawan ini merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya yang tentunya mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan sebagai instrumen untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, mengendalikan perilaku karyawan, termasuk tingkat ketidakhadiran, hasil kerja, membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kenaikan gaji, pemberian bonus, promosi dan penempatan karyawan pada posisi yang sesuai.
Sejalan dengan uraian di atas, PT Perkebunan Nusantara (Persero) X yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, teh dan kakao yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi lokomotif kemajuan ekonomi di Indonesia khususnya di sektor agribisnis harus terus menerus dan berkesinambungan dalam melaksanakan pelatihan dan memotivasi karyawan agar keterampilan, kecakapan, dan sikap karyawan meningkat sehingga setiap pekerjaan akan lebih mudah diselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan.
Tinggi rendahnya pengetahuan, keterampilan dan motivasi kerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X dalam meningkatkan kinerjanya dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam meningkatkan produktivitasnya. Pengetahuan, keterampilan dan motivasi ini merupakan nilai-nilai yang harus diinternalisasi kepada seluruh karyawan agar karyawan menyadari bahwa mereka adalah tenaga-tenaga kerja terampil yang dibutuhkan untuk kemajuan perusahaan.
Penelitian ini dibuat untuk meneliti kedua hal tersebut, yaitu pelatihan dan motivasi kerja karyawan. Sejauh mana pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X?

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk:
1. Bahan masukan bagi PT Perkebunan Nusantara (Persero) X dalam masalah pelatihan dan motivasi kerja karyawan dan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
2. Menambah khasanah keilmuan khususnya manajemen sumber daya manusia, yang berkaitan dengan pelatihan dan motivasi kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan khususnya di perusahaan perkebunan (agribisnis) dan perusahaan di bidang lainnya umumnya di X.
3. Menambah khsanah dan memperkaya penelitian lmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
4. Untuk peneliti menambah wawasan keilmuan tentang manajemen sumber daya manusia, khususnya tentang pelatihan, motivasi kerja dan kinerja karyawan.
5. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang tertarik tentang pelatihan, motivasi kerja dan kinerja karyawan.

1.5. Kerangka Berpikir
Investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh perusahaan adalah investasi insani (human investment) dengan penyisihan dan penyediaan dana untuk kepentingan pelatihan. Pelatihan merupakan suatu kekuatan yang diharapkan dapat mempercepat pembinaan sumber daya manusia dengan kompetensi, kemampuan dan tingkat profesionalisme yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan pembangunan menjelang pasar bebas.
Pelatihan dimaksudkan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan kinerja yang berkenaan dengan ketidakcocokan antara perilaku aktual dengan perilaku yang diharapkan. Perilaku aktual yang dimiliki karyawan seperti pengetahuan, keterampilan, atau sikap atau semangat kerja yang ada pada karyawan (motivasi) yang dibutuhkan untuk menangani suatu pekerjaan yang ada saat ini belum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Perbedaan ini menimbulkan kesenjangan kompetensi yang jika tidak segera diatasi akan menurunkan kemampuan bersaing perusahaan. Daya saing menurun, maka perusahaan akan mati karena tidak mampu lagi berproduksi.
Pelatihan sebagai cara untuk meningkatkan keterampilan kerja dan motivasi kerja merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Pada penelitian ini, faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang akan diteliti adalah mengenai pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap dan pemberian motivasi yang bertujuan untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja karyawan.
Untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja maka dibuatlah suatu kerangka pemikiran. Pelatihan dan motivasi kerja adalah sebagai variabel bebas (variabel Independen), sedangkan kinerja karyawan adalah variabel terikat (variabel dependen), maka hubungan antara variabel-variabel bebas
dan variabel terikat dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

1.6. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang dirumuskan adalah Pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X.
TESIS PENGARUH PEMASARAN RELASIONAL TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA (AJB) BUMIPUTERA 1912 CABANG X

TESIS PENGARUH PEMASARAN RELASIONAL TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA (AJB) BUMIPUTERA 1912 CABANG X

(KODE : PASCSARJ-0058) : TESIS PENGARUH PEMASARAN RELASIONAL TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA (AJB) BUMIPUTERA 1912 CABANG X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Seiring dengan globalisasi dan pasar bebas, dunia perdagangan (pemasaran) secara otomatis akan dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat. Selain itu kondisi pasar juga semakin terpecah-pecah, daur hidup produk semakin pendek, dan adanya perubahan perilaku konsumen membuat peran pemasaran semakin penting. Lingkungan bisnis yang sangat ketat persaingannya dewasa ini, membuat konsumen memiliki peluang yang luas untuk mendapatkan produk atau jasa dengan sederet pilihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Oleh karena itu, konsentrasi pemasaran tidak lagi sekedar bagaimana produk atau jasa tersebut sampai kepada pelanggan tetapi lebih fokus kepada apakah produk atau jasa tersebut telah dapat memenuhi permintaan pelanggan.
Salah satu alternatif pendekatan yang saat ini mulai banyak digunakan oleh perusahaan atau organisasi adalah pemasaran relasional, yaitu prinsip pemasaran yang menekankan dan berusaha untuk menarik dan menjaga hubungan baik jangka panjang dengan pelanggan, suplier maupun distributor. Pemasaran relasional dalam ilmu pemasaran relatif baru dan jarang dilakukan penelitian, mengenai pendekatan tersebut. Strategi pemasaran yang selama ini banyak digunakan adalah pemasaran transaksional dimana perusahaan atau organisasi lebih banyak menggunakan pemasaran yang ditekankan pada pemasaran langsung yaitu melalui katalog, iklan, penjualan langsung, dan lain-lain. Pada tahun 1980-an perusahaan atau organisasi mulai menggunakan strategi pemasaran relasional.
Pemasaran relasional digambarkan oleh beberapa peneliti sebagai ikatan jangka panjang antara dua pihak. Ikatan tersebut dapat berupa ikatan antara perusahaan dengan pelanggan. Dalam industri di sektor jasa pendekatan pemasaran relasional ini cocok digunakan pada strategi pemasarannya, hal ini sesuai dengan sifat dari jasa itu sendiri. Pemasaran relasional sendiri dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, salah satu ada bentuk yang menggunakan 4 (empat) variabel yang mencakup variabel komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan. Komitmen merupakan usaha yang dilakukan perusahaan atau organisasi untuk menciptakan komitmen antara pelanggan dengan perusahaan atau organisasi dan usaha untuk membangun hubungan yang erat dengan pelanggan.
Empati adalah sebuah pendekatan dengan memahami pelanggan secara baik melalui kemampuan untuk menangkap atau memahami sudut pandang orang lain. Timbal balik adalah satu dimensi pemasaran relasional yang menyebabkan salah satu pihak memberikan variabel timbali balik atau mengembalikan atas apa yang telah didapat atau memberikan sepadan dengan apa yang diterimanya.
Kepercayaan dalam pemasaran jasa lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada keyakinan pelanggan atas kualitas dan keandalan jasa yang diterimanya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap pemegang polis asuransi jiwa apa alasan mereka memilih untuk menjadi pemegang polis lebih didasarkan pada faktor kepercayaan. Namun pada penelitian ini peneliti juga ingin mengetahui apakah faktor komitmen, empati, dan timbal balik menjadi faktor penentu bagi pemegang polis dalam memilih jenis asuransi.
Struktur ekonomi Indonesia lebih dari 30 tahun telah mengalami perubahan yang cukup berarti. Perubahan ini antara lain ditandai dengan perubahan yang berarti dari penekanan perekonomian dari sektor manufaktur berkembang ke arah sektor jasa. Salah satu sektor jasa yang berperan akhir-akhir ini seirama dengan perkembangan ekonomi modern, dan ditambah lagi untuk negara-negara yang tingkat kestabilannya kadang tidak menentu adalah industri jasa asuransi.
Industri asuransi merupakan potensi sumber daya dan sumber dana dalam negeri yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan manufaktur dan perkembangan industri perbankan yang berjalan cukup pesat. Padahal industri asuransi dengan segala aspek dan bentuknya sangat luas pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian pada umumnya. Karena selain sebagai penghimpun sekaligus pengerah dana masyarakat melalui akumulasi premi yang diinvestasikan di berbagai aktivitas perekonomian guna menunjang pembangunan dan merupakan lembaga yang memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat juga merupakan objek bagi pemasukan keuangan negara.
Berdasarkan situasi dan kondisi perekonomian Indonesia saat ini maka prospek dan perkembangan industri asuransi di Indonesia akan semakin besar dalam menjawab tuntutan yang ada, agar industri asuransi dapat bersaing dengan industri -industri lainnya maka diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik. Dikarenakan asuransi merupakan termasuk dalam salah satu usaha yang bergerak di bidang jasa, maka salah satu pendekatan yang cocok digunakan untuk mencapai kepuasan pelanggan yaitu dengan strategi pemasaran relasional.
Hubungan antara pemasaran relasional dengan kepuasan pelanggan adalah bahwa kepuasan konsumen secara total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu, namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Adapun strategi yang dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya yaitu pemasaran relasional.
Persaingan yang terjadi di industri jasa asuransi pada saat ini sangat kompetitif untuk meraih pelanggan. Penetrasi pasar asuransi di Indonesia masih rendah yaitu baru sekitar 5%, sehingga perusahaan asuransi di Indonesia mempunyai ruang gerak yang besar untuk melakukan ekspansi. Hal ini sangat berbeda jauh sekali dengan negara Singapura yang penetrasi pasarnya telah mencapai 70%. Pangsa pasar asuransi di Indonesia sangatlah besar dan sementara ini hanya dikuasai oleh sekitar 40 perusahaan. Fakta lainnya adalah masyarakat Indonesia belum mengerti dengan baik makna dan manfaat asuransi sehingga produk-produk asuransi saat ini harus dijual, bukannya orang yang mencari produk asuransi seperti yang terjadi di negara-negara maju.
Salah satu jenis asuransi yang cukup banyak dimiliki oleh masyarakat Indonesia adalah asuransi jiwa. Namun secara umum, kebutuhan akan asuransi jiwa di Indonesia belum seperti di negara-negara maju. Bahkan jika dibandingkan dengan Singapura atau Filiphina, perkembangan industri jiwa di Indonesia dapat dikatakan lambat (Bumiputera News, 2006).
Meskipun pertumbuhan asuransi jiwa lambat dibandingkan dengan negara lain, namun prospek asuransi jiwa di Indonesia memiliki masa depan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah tertanggung hampir setiap tahunnya. Menurut data Indonesian Insurance, persentase jumlah tertanggung yang memiliki polis asuransi jiwa pada tahun 2001 adalah 12,1% dari jumlah penduduk. Jumlah tertanggung tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 4,3% bila dibandingkan tahun 2000 (Bumiputera News, 2006).
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi dan termasuk perusahaan asuransi tertua dan terkemuka yang berdiri di Indonesia, sekaligus menjadi satu-satunya perusahaan mutual di negara ini (Bumiputera News, 2005). Selama kurun waktu sembilan puluh lima tahun, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 telah banyak memberikan pelayanan perlindungan atas risiko kemungkinan terjadinya kerugian pada pemegang polisnya. Agar perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya, maka diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik. Salah satu alternatif strategi yang digunakan oleh Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 untuk menarik dan menjaga hubungan baik jangka panjang serta mampu memberikan kepuasan pemegang polisnya adalah dengan menerapkan strategi pemasaran relasional.
AJB Bumiputera 1912 dalam usahanya untuk tetap mempertahankan keberadaannya sebagai market leader, berusaha terus menerus meningkatkan citra perusahaan dan penguasaan pasar, dan senantiasa menyediakan produk inovatif yang berkualitas prima serta memberikan pelayanan maksimal terhadap pemegang polisnya. Untuk mencapai kesinambungan pelayanan prima terhadap para pemegang polis, AJB Bumiputera 1912 melalui agen-agen asuransinya telah menetapkan kode etik yang harus dilaksanakan di dalam mengemban tugas atau pekerjaan. Ketentuan ini dibuat agar agen-agen asuransinya untuk selalu berusaha melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Sejauhmana pengaruh pemasaran relasional yang terdiri dari : komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemasaran relasional yang terdiri dari : komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X.
b. Untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam bidang ilmu manajemen pemasaran, khususnya mengenai pemasaran relasional.
b. Sebagai bahan masukan bagi manajemen perusahaan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan pelayanan agar dapat meningkatkan kepuasan kepada pemegang polisnya.
c. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Tujuan perusahaan (baik dalam bentuk laba, volume penjualan, pangsa pasar, pertumbuhan, misi sosial, maupun tujuan lainnya) dicapai melalui upaya memuaskan pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan tidak semata-mata hanya menekankan pada aspek transaksi, namun justru lebih berfokus pada aspek relasional.
Chan (2003) menyatakan bahwa "Pemasaran Relasional sebagai pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan".
Selanjutnya :
Kotler (1998) menyatakan bahwa "Pemasaran Relasional adalah proses menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan hubungan yang kuat, bernilai tinggi dengan pelanggan dan pihak berkepentingan lain.
Tujuan utama dari pemasaran relasional adalah untuk memberikan nilai jangka panjang kepada pelanggan dan ukuran keberhasilannya kepuasan pelanggan jangka panjang (Kotler dan Amstrong, 2001).
Kepuasan pelanggan merupakan suatu hal yang sangat berharga demi mempertahankan keberadaan pelanggan tersebut untuk tetap berjalannya suatu bisnis atau usaha. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akan memacu puas tidaknya seseorang pelanggan atas pelayanan yang diberikan.
Kotler (2000) menyatakan bahwa "Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapan. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan".
Hubungan antara pemasaran relasional dengan kepuasan pelanggan menurut Mudie dan Cottam dalam Tjiptono (2006) menyatakan bahwa : kepuasan pelanggan secara total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu, namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Adapun strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya yaitu pemasaran relasional.

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Pemasaran relasional yang terdiri dari ; komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X.
TESIS ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MEMBELI MOBIL TOYOTA AVANZA DAN DAIHATSU XENIA

TESIS ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MEMBELI MOBIL TOYOTA AVANZA DAN DAIHATSU XENIA

(KODE : PASCSARJ-0057) : TESIS ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MEMBELI MOBIL TOYOTA AVANZA DAN DAIHATSU XENIA (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Penjualan mobil nasional diperkirakan akan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2008. Hingga Mei 2008, jumlah penjualan mobil telah mencapai 237.941 unit mobil (www.cetak.pajar.co.id). Jumlah penjualan mobil diperkirakan akan menyentuh level penjualan 500.000 unit. Walaupun harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami peningkatan dan menyebabkan kenaikan harga barang lain, namun tidak mempengaruhi penjualan mobil nasional (www.detik finance.com).

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Sejak pertama kali diluncurkan tahun 2004, Toyota Avanza menunjukkan dominasinya dalam peningkatan penjualan mobil nasional tersebut. Penjualan Toyota Avanza terus mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai posisi teratas di tahun 2006 dan 2007. Berbeda dengan yang dialami oleh Daihatsu Xenia, penjualan Daihatsu Xenia tidak mampu menandingi penjualan Toyota Avanza walaupun sama-sama menduduki Top Ten mobil terlaris di Indonesia. Keunggulan penjualan Toyota Avanza dibandingkan Daihatsu Xenia juga terjadi di Kota X, dimana hingga tahun 2007 jumlah total penjualan Toyota Avanza mencapai 9.424 unit, sedangan penjualan Daihatsu Xenia hanya mencapai 3.570 unit. Padahal kedua mobil tersebut merupakan produk kaleborasi (kerjasama) dan diproduksi di bawah naungan perusahaan yang sama yakni Toyota Motor Corportion (TMC).

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Menurut Senior Managing Director TMC, selera konsumen telah mengalami perubahan demikian juga dengan kebutuhan konsumen. Kebutuhan konsumen mengarah pada kendaraan yang kompak, memiliki performa dan kualitas tinggi, serta dengan harga terjangkau. Agar mereknya tetap eksis di pasar, TMC berupaya menciptakan kategori baru, dan masuki segmen baru untuk merevitalisasi merek yang sudah ada. Upaya tersebut diwujudkan melalui kerja sama dengan Daihatsu Motor Co. Ltd., dimana 51 persen sahamnya dimiliki oleh TMC. Setelah melakukan riset selama dua tahun, akhirnya TMC dan Daihatsu Motor memproduksi mobil dengan kategori Multy Purpose Vehicle (MPV) yang dinamakan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. Di Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) dipercaya memproduksi mobil kedua mobil tersebut. Selama ini, mobil dengan kategori MPV dikuasi oleh Toyota kijang dengan sasaran pasar kalangan menengah ke atas. Diluncurkannya Avanza dan Xenia diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan mobil keluarga dengan harga yang terjangkau (www.vibiznews.com).

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Avanza dan Xenia, sepintas memiliki penampilan yang tidak berbeda. Kedua mobil tersebut menampilkan eksterior yang stylish dan interior yang nyaman serta canggih. Dimensinya yang memiliki panjang badan 4 meter, memuat tiga barisan kursi (six seater) berkapasitas tujuh penumpang dengan ruang yang cukup lebar. Perbedaan terletak pada grill atau logo dan mesin mobil. Daihatsu Xenia hadir dengan kapasitas mesin 1.0 liter dan 1.3 liter, sedangkan Avanza 1.3 liter dan 1.5 liter. Avanza memiliki model yang sporty, trendy dan sangat kompak. Sedangkan Xenia, di samping modelnya yang kompak, memiliki harga murah dan konsumsi bahan bakar yang irit. Walaupun Xenia dijual dengan harga yang lebih murah dan irit bahan bakar, namun konsumen lebih memilih untuk membeli Avanza.
Kendaraan dengan kategori MPV menguasai hampir 60 persen pangsa pasar otomotif nasional. Menurut Head Domestic Marketing, PT Astra Daihatsu Motor (ADM), tingginya minat masyarakat terhadap kotegori MPV karena karakter masyarakat Indonesia berbeda dengan karakter masyarakat Eropa. Masyarakat Indonesia sangat kekeluargaan. Mereka lebih menyukai bepergian dengan orang banyak, dengan keluarga, saudara ataupun teman. Sementara, masyarakat Eropa lebih mengutamakan individualistiknya. Dengan sifat family minded seperti ini, masyarakat sangat memperhatikan kapasitas kendaraan yang mampu membawa seluruh keluarga. (www.republika.co.id).
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Marketing Communications PT Toyota Astra Motor (TAM). Menurutnya pada kondisi ekonomi makro Indonesia yang belum stabil ini, masyarakat yang berminat untuk membeli kendaraan akan memfokuskan pada kegunaan (fungsi) kendaraan bersangkutan dan harganya terjangkau. Itu sebabnya kendaraan yang irit dan mampu menampung seluruh anggota keluarga, akan menjadi pilihan masyarakat (www.republika.co.id).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauhmana pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga, terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?
2. Sejauhmana pengaruh lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan, terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?
3. Sejauhmana perbedaan minat konsumen untuk membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?
4. Sejauhmana perbedaan keputusan pembelian konsumen atas mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?

1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga, terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan, terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pengaruh lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi Toyota Astra Motor dan Daihatsu Astra Motor dalam menentukan kebijakan dan pengembangan strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
2. Sebagai penambah khasanah penelitian bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas X yang dapat dipergunakan dan dikembangkan.
3. Sebagai penambah dan memperluas pengetahuan bagi peneliti dalam bidang pemasaran khususnya perilaku konsumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pembelian.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pemasaran di masa yang akan datang.

1.5 Kerangka Berpikir
Persaingan antara industri semakin tajam dalam meraih pangsa pasar dengan semakin banyak bermunculannya berbagai produk baru yang dapat menjadi pilihan konsumen. Konsumen bebas memilih produk yang akan dibelinya di antara berbagai merek yang ditawarkan produsen dengan menetapkan kriteria tertentu yang sesuai dengan kebutuhan, selera, dan daya belinya. Agar dapat meraih pangsa pasar para produsen harus memahami perilaku konsumen dalam hal apa yang dibutuhkan, selera, dan bagaimana mereka mengambil keputusan. Pemahaman terhadap perilaku konsumen ini memungkinkan pemasar dapat mempengaruhi keputusan konsumen sehingga mau membeli apa yang ditawarkan oleh pemasar.
Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa perilaku konsumen sebagai "the term consumer behavior refers to the behavior that consumers display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will satisfy their needs," yakni sebagai perilaku yang menggambarkan konsumen, dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Setiap konsumen dalam membeli produk mempunyai perilaku yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut meliputi 6 hal (Mangkunegara, 2001), yakni: apa yang dibeli (object), mengapa membeli (objective), siapa yang membeli (occupant), kapan membelinya (occasion), bagaimana membelinya (operation), dan siapa yang terlibat dalam pembelian itu (organization). Mengapa terjadi perbedaan diantara konsumen tersebut disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membuat keputusan pembelian.
Menurut Kotler (2003), ada dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi: keluarga, kelas sosial, kebudayaan, dan kelompok referensi. Wilkie (1995) berpendapat bahwa perilaku konsumen itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Yang disebut faktor eksternal antara lain: budaya, keluarga, kelompok acuan, kondisi lingkungan, kegiatan pemasaran perusahaan, dan situasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Howard dan Sheth (Sumarwan, 2002), dalam bukunya "The Theory of Buyer Behaviour" menyatakan bahwa keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu (a) kegiatan pemasaran yg dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (b) faktor perbedaan individu konsumen, dan (c) faktor lingkungan konsumen.
Proses terjadinya pengambilan keputusan oleh pelanggan untuk membeli, diawali dari rangsangan pemasaran. Setiap perusahaan harus melakukan kegiatan pemasaran dalam rangka mewujudkan keberhasilan penjualan produknya. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen antara lain dalam bentuk strategi bauran pemasaran. Engel et. al (2001), bauran pemasaran adalah suatu program yang dirancang sedemikian rupa oleh perusahaan untuk memperoleh respon yang diinginkan dari pasar. Strategi pemasaran diarahkan untuk meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen, seperti pembelian produk tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang diarahkan pada pasar sasaran yang dipilih. Suatu bauran pemasaran terdiri dari elemen produk, harga, tempat/distribusi, dan promosi.
Wilkie (1995), mengemukakan pendapatnya yakni:
"Marketing is another signifikan sources of influences. Here we find numerous effort by marketers to reach and influence our decisions. These efforts include attractively designing the product and services characteristics offered for sale, advertising, display, salesperson, special price, store location, and the internal environment of the store it self. All these factors are often successful in influencing our specific consumer behaviors ".
Dengan kata lain bauran pemasaran adalah suatu rencana yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi keputusan konsumen dengan cara menciptakan produk atau jasa yang menarik, memberi harga spesial, kegiatan promosi melalui periklanan dan display, serta lokasi penjualan. Selain mempengaruhi keputusan konsumen, bauran pemasaran juga mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumen tentang diri mereka sendiri, tentang berbagai macam tawaran pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk pembelian dan penggunaan produk.
Dalam strategi produk, ditawarkan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan pembelian. Unsur produk tersebut meliputi atribut, merek, kemasan, label, dan jasa pendukung lainnya. Tjiptono (2002), menambahkan unsur jaminan atau garansi sebagai unsur terakhir yang dianggap oleh konsumen. Di sisi lain, tingkat harga yang ditetapkan pada suatu produk akan mempengaruhi permintaan dan kuantitas yang terjual (Stanton, 1996). Dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Dengan demikian strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap perusahaan.
Sebelumnya sudah dikemukakan bahwa bauran bauran pemasaran mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan konsumen tentang berbagai macam tawaran pasar. Hal ini akan menimbulkan kebutuhan dan minat untuk melakukan pembelian. Durianto, dkk (2003) berpendapat bahwa niat untuk membeli atau minat beli adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit yang dibutuhkan pada periode tertentu. Menurut Kotler (2000), minat ini timbul sebagai reaksi dari stimuli pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk bauran pemasaran. Logikanya, sebelum konsumen membeli produk, konsumen harus mengenal produk terlebih dahulu melalui stimuli pemasaran. Kemudian muncul minat untuk membeli yang diikuti oleh keputusan pembelian.
Harus disadari bahwa konsumen adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya setiap hari. Lingkungan sosial konsumen juga mempengaruhi perilaku pembelian seorang konsumen. Pengaruh yang muncul dari lingkungan sosial konsumen tersebut antara lain dalam bentuk budaya, kelas sosial, keluarga dan kelompok acuan, dan situasi konsumen.
Anggota keluarga menurut Mowen dan Minor (2002), merupakan pemberi pengaruh yang paling kuat terhadap persepsi dan perilaku pembelian seseorang. Berbagai macam produk dan jasa dibeli oleh konsumen yang mengatasnamakan sebuah keluarga. Beberapa macam produk dibeli oleh sebuah keluarga kemudian dipakai secara bersama-sama oleh semua anggota keluarga. Dengan demikian pembelian suatu produk seringkali diputuskan bersama oleh suami dan istri, dengan melibatkan anak-anak atau anggota keluarga lainnya.
Selain sebagai bagian dari keluarga, seorang konsumen mungkin akan terlibat atau menjadi bagian dari satu atau lebih kelompok. Menurut Setiadi (2003), kelompok ini mempengaruhi proses pembelian yang dibuat oleh seorang konsumen. Kelompok dijadikan acuan oleh konsumen sebagai dasar untuk perbandingan atau referensi dalam memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilakunya. Anjuran yang bersifat pribadi dalam suatu kelompok rujukan, jauh lebih efektif sebagai penentu perilaku dibandingkan iklan di media massa.
Keluarga dan kelompok rujukan tersebut mempengaruhi penambilan keputusan pembelian seorang konsumen akan suatu produk. Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Hal senada juga diungkapkan oleh Peter dan Olson (2002) yang berpandangan bahwa perilaku konsumen adalah soal keputusan untuk memilih antara dua atau lebih alternatif tindakan atau perilaku.

1.6 Hipotesis
1. Strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga memiliki pengaruh terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
2. Lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan memiliki pengaruh terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
3. Terdapat perbedaan minat konsumen dalam membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
4. Terdapat perbedaan keputusan pembelian konsumen atas mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.