Search This Blog

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

(Kode : PASCSARJ-0016) : TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan yang bermutu merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas bangsa di era global. Pendidikan yang bermutu, memerlukan proses yang panjang, harus dimulai sejak usia dini karena pada masa ini merupakan usia emas, pada usia ini kesempatan yang baik untuk mengembangkan semua potensi anak.
Menurut Bambang Sudibyo (2005), pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari kemampuan lulusan dalam penguasaan pengetahuan dan tehnologi tetapi juga dalam pemahaman nilai-nilai keimanan dan beragama, etika, kepribadian dan estetika serta meningkatkan kualitas jasmani yang dapat mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang modern dan madani. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, berilmu,cakap,kreatifdan mandiri serta menjadi warga negara yang bertanggang jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003).
Sejalan dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD makin mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bukan saja karena makin tidak adanya kesempatan atau kemampuan orang tua untuk mendidik anak-anaknya melainkan karena adanya kesadaran baru bahwa pengembangan potensi kecerdasan seseorang hanya bisa optimal apabila diberikan sejak dini.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara nyata sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu bentuk perlindungan dari antara lain : setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan bakat dan minatnya.
Pentingnya pendidikan bagi anak usia dini didasarkan adanya berbagai hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai sekitar usia sekolah (7 tahun) ternyata tidak benar. Bahwa pendidikan yang dimulai pada saat Taman Kanak-Kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi pada usia tersebut otak pertama separuh kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, apabila pada usia tersebut otak tidak mendapat rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Secara keseluruhan sampai usia 8 tahun 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia 4 tahun hingga mencapai 100% setelah berusia 18 tahun (Fasli Jalal, 2002).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahawa usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan (golden age) sekaligus masa kritis dalam tahap kehidupan manusia, yang menentukan perkembangan selanjutnya. Masa ini adalah yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai sejak awal agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Perkembangan anak menunjukkan pada bertambahnya fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang terstruktur dan diramalkan sebagai proses pematangan dalam belajar, jika pertumbuhan bersifat kuantitatif maka kemajuan bersifat kualitatif. Dalam perkembangannya anak sangat memerlukan perhatian, kasih sayang, sentuhan dan kesungguhan dalam pengasuhan dan orang tua serta orang dewasa disekitarnya. Perkembangan anak dapat dibedakan dalam empat aspek yakni kognisi, sosial dan sosial, bahasa dan aspek spiritual ( Muh. Noor,2005).
Aspek kognitif menunjuk pada proses berpikir anak, kemampuan ini sudah ada sejak anak dilahirkan dan merupakan kapasitas dalam otak manusia untuk berpikir dan memahami masalah. Lingkungan yang kaya stimulus dan slimulus yang diberikan secara tepat akan menambah cabang dendrit, meningkatkan preliferasi sinaps, memingkatkan mielininasi dalam otak sehingga informasi cepat dihantar. Hal ini merupakan peningkatan kemampuan kognisi atau kecerdasan otak (Ismail dalam Muh. Noor, 2005). Perkembangan kognisi adalah perubahan proses berpikir dan pemahaman anak dalam hal : (1) belajar memecahkan masalah,dan (2) berpikir logis (Hadis,dalam Muh. Noor 2005). Walaupun sebagian besar kemampuan kognisi berasal dari kondisi biologis namun lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam menstimulasi perkembangannya. Hal yang perlu diperhatikan meskipun lingkungan punya andil yang besar namun perlu dipertimbangkan dengan melihat kemampuan anak karena masing-masing anak memiliki memampuan yang berbeda-beda.
Perkembangan sosial dan emosi anak diarahkan pada anak untuk mengontrol dirinya, mengenal perasaan dan mengekspresikan melalui cara-cara yang dapat diterima baik secara sosial maupun kultural. Untuk mengembangkan emosi yang sehat anak membutuhkan dasar rasa aman dari lingkungannya serta teman sebaya yang sehat. Perkembangan sosial dan emosi atau biasa disebut perkembangan sosio-emosinal pada dasarnya adalah perubahan pemahaman anak tentang diri dan lingkungannya kearah yang lebih sempurna.
Perkembangan sosio-emosional diawali dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan orang tua terutama ibu. Sikap serta perilaku ibu yang tepat pada anak akan menumbuhkan rasa kepercayaan dasar anak pada orang tua, kepercayaan dasar pada lingkunganya, selanjutnya akan menumbuhkan rasa kemandirian dan timbulnya inisiatif anak. Ketiga kemampuan ini : kemampuan dasar, kemandirian, dan inisitatif harus dicapai sampai dengan anak usia 6 tahun. Pada saat anak telah mulai dapat menggunakan simbol yaitu ketika sudah berbahasa, pada saat itu pula telah dilakukan latihan untuk mengidentifikasi emosinya, menyatakan perasaannya dengan tepat dan mengajarkan membantu memahai orang lain. Aktifitas ini dimulai dengan dari orang-orang terdekat, misalnya orang tua, saudara atau teman sebaya. Ketika sudah bergabung teman sebaya perkembangan emosi anak akan berjalan lebih cepat. Bermain bersama, membantu teman, menunggu giliran, berbagi mainan dan atau makanan mejadi aktivitas yang penting sebagai sarana perkembangan sosial emosi yang sehat.
Aspek bahasa juga merupakan aspek yang penting pula yang perlu dikembangkan, kerena sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Ketika anak telah menggunakan bahasa,anak telah mulai dapat berpikir dengan sumbol-simbol. Pada saat ini apa yang dilihat dan dirasakan diungkapkan dengan bahasa, perkembangtan bahasa diarahkan pada peningkatan kemampuan anak untuk : (1) mendengar secara aktif dengan berkomuniksi menggunakan bahasa;dan (2) memahami bahwa sesuatu dapat diwakilkan dengan tulisan dan dapat dibaca, mengetahui abjad, menulis angka dan huruf (Hadis dalam Muh.Noor 2005). Meskipun anak sudah memiliki kemampuan bahasa dalam otaknya namun perkembanganya dipengaruhi stimulasi bahasa dari lingkungannya. Orang tua, pendidik serta orang dewasa dilingkungannya merupaka model bagi anak untuk megembangka kemampuan bahasanya melaui percakapan sehari-hari.
Selain ketiga aspek tersebut diatas aspek spiritual juga sangat penting untuk dikembangkan. Perkembangan spiritual yang mengacu pada keyakinan bahwa ada kekuatan besar yang menggerakkan manusia pada kesempurnaan, kekuatan tersebut adalah Tuhan (Muh. Noor, 2005). Seorang anak diharapkan telah memiliki konsep kepercayaan kepada Tuhan dan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menggerakan manusia. Konsep spiritual disini bersifat umum bukan agama. Apabila anak memahai konsep tentang Tuhan maka pendidikan agama akan lebih mudah ditanamkan pada anak
Pencanangan pelaksanaan pendidikan anak usia dini oleh Presiden Megawati Sukarno Putri, pada acara Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, merupakan sumber semangat bagi para komponen pendidik usia dini untuk memberikan kesempatan pada pemenuhan hak-hak anak, khususnya untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini.
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, akan tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasanya. Pendidikan disini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri di lingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan, yaitu melalui bermain. Kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkin anak belajar tanpa terpaksa dan tekanan sehingga di samping dapat berkembangnya motorik kasar maupun halus juga dapat dikembangkan berbagai kecerdasan yang lain secara optimal. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, dimana anak mendapatkan pengalaman yang nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28 ditegaskan bahwa : (1) Pendidikan anak usia dini deselenggaran sebelum jenjang pendidikan dasar yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun;(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformaldan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Roudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat; pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Kelompok bermain sebagai salah satu penyelenggara pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak usia dini khususnya usia tiga tahun sampai enam tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki pendidikan dasar (Direktorat PAUD, 2002). Hal ini sesuai dengan pasal 28 Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Pada hakekatnya Kelompok Bermain adalah untuk mengangkat harga diri anak dan keluarga memalui penyediaan fasilitas permainan, dengan pelayanan yang diberikan, menjamin anak dan keluaraganya mampu melakuakan berbagai penyesuaian sesuai tuntutan dan kebutuhan yang selalu berkembang.
Kegiatan pada kelompok bermain diarahkan untuk mengembangkan anak seoptimal mungkin sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak melalui kegiatan bermain sambil belajar. Hakekat proses pendidikan anak usia dini adalah melakukan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan anak. Proses stimulasi tersebut akan efektif, sesuai dengan perkembangan usia anak, bila dilakukan dengan kegiatan bermain. Melalui kegiatan bermain dapat dilakukan pembiasaan perilaku positif sehingga anak memahami perilaku yang baik sesuai dengan nilai norma yang berlaku dimasyarakat. Oleh karena itu, program kelompok bermain tidak dirancang untuk mempersiapkan anak masuk sekolah, walaupun peningkatan potensi diri yang mencakup aspek pengembangan anak secara tidak langsung membantu mereka ketika memasuki pendidikan dasar.
Untuk dapat melayani anak usia dini memerlukan beberapa komponen, : yaitu : lembaga, sarana prasarana, dukungan masyarakat, kesadaran orang tua tentang pendidikan anak usia dini juga tak kalah pentingnya adalah pendidik. Pendidik anak usia dini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan segala potensi yang dimiliki anak. Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran orang tua dan masyarakat pada PAUD dengan ditandai banyaknya dibuka lembaga yang menangani anak usia dini otomatis makin dibutuhkan pendidik anak usia dini baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pada umumnya pendidik anak usia dini lulusan SLTA dan Diploma II TK, atau bahkan mungkin lulusan SLTA yang mau menjadi pembimbing anak usia dini. Hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Kualitas pendidik yang memenuhi standar diharapkan dapat melaksanakan tugas secara benar dan tepat. Pendidik yang memahami metode pembelajaran akan lebih mudah mengantarkan anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya, sehingga tidak akan terjadi anak mengalami kejenuhan belajar yang disebabkan proses belajar yang tidak sesuai dengan porsinya pada usia dini.
Banyak dijumpai di lapangan pelaksanaan pembelajaran pada penyelenggaraan anak usia dini baik di Taman Kanak-Kanak maupun Kelompok Bermain guru maupun pembimbing masih mengunakan metode satu arah dimana guru mengajarkan sesuai dengan kemampuan guru atau program belajar tidak melihat kemampuan anak sehingga anak akan mengalami kejenuhan belajar, ketergantungan, kurang mandiri, tidak kreatif bahkan yang terjadi anak bisa pada tingkat awal di sekolah dasar mengalami tinggal kelas karena kejenuhan yang disebabkan oleh pembelajaran pada masa masa usia dini yang keliru. Sering terjadi pelaksanaan di Taman Kanak-kanak maupun kelompok bermain pelaksanaannya seperti di SD yaitu adanya pembajaran membaca, menulis berhitung. Pembelajaran difokuskan pada penguasaan akademik, dengan menghafal dan kemampuan baca tulis hitung yang menyimpang dari prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.
Pembelajaran yang baik untuk anak usia dini harus menyesuikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini anak masih suka bermain, dengan menerapkan prinsip bermain sambil belajar, proses pembelajaran akan lebih mencapai sasaran. Melalui bermain anak dapat memetik manfaat baik perkembangan aspek fisik, motorik, kecerdasan dan sosial emosional (Meyke 2001). Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar secara informal menjadi formal. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan anak sehingga anak lebih siap menghadapi lingkungannya dan lebih siap dalam mengikuti pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bermain bagi seorang anak adalah kegiatan yang sangat penting. Lewat bermain itulah anak belajar bagaimana hidup dan kehidupan seseorang. Baik untuk masa kini, maupun masa mendatang.
Menurut Ismed Yusuf, (XXXX) dalam proses bermain ada lima unsur penting yang terkandung didalamnya yaitu (1) Kepuasan, dalam bermain anak dapat kepuasan dari apa yang berpengaruh dalam dirinya; (2) Kehendak sendiri dan kebebasan, lewat bermain anak dapt mengekpresikan kehendaknya sendiri secarea bebas dan sekaligus belajar batasan-batasan tertentu dari proses bermain tersebut; (3) menyenangkan dan dapat dinikmati. Dalam bermain anak merasa senang dan meninkmati apa yang sedang dihadapi dan dilakukan; (4) Imajinasi dan kreatifitas. Dalam bermain anak berimajinasi sesuai dengan kemampuan proses berpikir, sekaligus dalam imajinasi tersebut muncul kreatifitas yang ada pada anak itu sendiri; (5) Aktif dan sadar, selama kegiatan anak secara aktif dan sadar melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang dikehendaki dan secara bebas mengekspresikan segala energi dalam proses bermain tersebut
Uraian diatas menunjukkan bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak untuk dapat berkembang secara optimal, bahkan bermain merupakan gizi bagi untuk jiwa anak. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang tepat agar anak dapat memperoleh pendidikan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhannya. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesianya adalah Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran
Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan hak. Anak dituntut aktif dan kreatif dalam kegiatan sentra-sentra dan pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator memberi pijakan-pijakan (scaffolding). Pijakan yang diberikan sebelum dan sesudah anak yang bermain dalam setting duduk melingkar sehingga dikenal sebagai saat lingkaran. Pijakan lainnya adalah pijakan lingkungan (penataan lingkungan), dan pijakan pada setiap anak dilakukan selama anak bermain (Ditjen Dikluspa, 2005). Pendekatan ini dikembangkan oleh Creative Pre School Florida Amerika Serikat dan mulai dikembangkan juga di Indonesia. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Montessori, High Scope dan Reggio Emilio, yang menfokuskan kegiatan anak-anak di sentra-sentra, sudut-sudut, atau area-area untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan anak.
Pusat Pendidikan Anak Usia Dini X merupakan lembaga yang menangani anak usia dini, yang pembelajarannya menggunakan pendekatan BCCT (pembelajaran dengan menggunakan sistem sentra-sentra), dan memiliki 7 (tujuh) sentra dan Pusat PAUD X mempunyai keunggulan karena dalam pembelajarannya juga mengunakan bahasa asing (Inggris dan arab), sehingga banyak orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada PAUD X.
Sehubungan dengan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X".

B. Rumusan Masalah
Bertolak pada latar belakang masalah selanjutnya dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut ini :
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X?.
2. Sejauhmana pendekatan BCCT dapat mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar anak di pusat PAUD X?
3. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT pada Pusat PAUD X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.
2. Pengembangan perilaku dan kemampuan dasar dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X
3. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharap memperoleh mafaat secara praktis maupun teoritis.
1. Manfaat secara Praktis :
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran mengenai perbaikan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran BCCT
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi pengelola Pusat PAUD dalam membuat kebijakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Menambah khasanah keilmuan terutama berkenaan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan BCCT dalam upaya peningkatan kemampuan dasar anak usia dini
b. Dapat dipakai sebagai kajian lebih mendalam bagi penelitian-penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi wilayah maupun substansi permasalahannya.
c. Dapat dijadikan kajian apakah model BCCT memang tepat dan pas untuk dikembangkan di Indonesia, sehingga dapat menarik peneliti yang lain untuk mengembangkan lebih lanjut.
PEMBUATAN SISTEM PENGGAJIAN (PAYROLL) KARYAWAN DRIVER DAN HELPER PT. X

PEMBUATAN SISTEM PENGGAJIAN (PAYROLL) KARYAWAN DRIVER DAN HELPER PT. X

(Kode : INFORMAT-0038Z) : TUGAS AKHIR PEMBUATAN SISTEM PENGGAJIAN (PAYROLL) KARYAWAN DRIVER DAN HELPER PT. X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem informasi berbasis komputer merupakan suatu alat yang dapat menunjang tingkat kelancaran dalam melaksanakan suatu kegiatan. Penerapan sistem informasi di berbagai bidang merupakan suatu keharusan, karena hal tersebutlah orang lebih mengutamakan pemecahan masalah yang lebih cepat dan akurat. Dengan digunakannya sistem informasi sebagai solusi tercepat dan akurat, diharapkan segala masalah dapat diatasi dengan mudah. Sistem inilah yang dapat menunjang kelancaran dalam melaksanakan suatu pekerjaan secara cepat dan akurat. Salah satu pengolahan data perusahaan yang menggunakan sistem komputerisasi adalah pengolahan data gaji karyawan.
Pandangan secara umum di PT. X terdapat 2 (dua) sistem payroll karyawan. Salah satunya sistem payroll karyawan driver (sopir) dan helper (yang membantu sopir). Sistem payroll karyawan driver dan helper dibuat karena di PT. X memiliki lebih kurang 50 karyawan driver dan 20 helper. Perhitungan gajinya berbeda dengan perhitungan gaji karyawan produksi, maka dirancanglah sistem penggajian khusus untuk driver dan helper.
PT. X, meskipun sudah menggunakan sistem komputerisasi tapi penggunaannya masih kurang dimaksimalkan dan perlu dikembangkan. Masih terdapat kendala-kendala yang terjadi, yaitu sering terjadi kesalahan perhitungan (salah memasukkan angka) dan penyampaian laporan keuangan yang memerlukan waktu yang lama.
Untuk mengatasi kendala-kendala di atas, maka dapat dibuat suatu sistem informasi berbasis komputerisasi agar dapat mengurangi permasalahan dalam perhitungan gaji yang diterima oleh karyawan driver dan helper serta mendukung proses operasional PT. X.

1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah adalah bagaimana membuat aplikasi sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper PT. X.

1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada pembuatan sistem penggajian karyawan driver dan helper ini adalah :
1. Database Management Sistem menggunakan MySQL.
2. Bersifat multi user

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah membuat sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper yang terkomputerisasi dengan baik, sehingga dapat mempercepat dalam mengolah dan mengakses data di PT. X.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari pembuatan Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Perusahaan
Diharapkan dengan dibuatnya aplikasi sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper dapat mempermudah kinerja bagian personalia yang menangani penggajian karyawan driver dan helper PT. X.
2. Bagi Penulis
Penulis mempunyai kesempatan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah dalam bentuk pembuatan sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper PT. X.
KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN UKM (STUDI KASUS MENGENAI KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAB. X

KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN UKM (STUDI KASUS MENGENAI KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAB. X

(Kode : PASCSARJ-0015) : TESIS KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN UKM (STUDI KASUS MENGENAI KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN X)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perubahan struktur perekonomian nasional dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa menciptakan peluang bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terutama di bidang agrobisnis, agroindustri, kerajinan industri, dan industri-industri lainnya dapat berfungsi sebagai subkontraktor yang kuat dan efisien bagi usaha besar. Perubahan orientasi kebijakan investasi, perdagangan dan industri ke arah industri pedesaan dan industri yang berbasis sumber daya alam terutama pertanian, kehutanan, kelautan, pertambangan dan pariwisata serta kerajinan rakyat memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya UKM.
Populasi UKM tercatat sebanyak 48,9 juta unit usaha atau 99,98% terhadap total usaha di Indonesia, sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam UKM ini tercatat sebanyak 85,4 juta orang atau 96,18% dari seluruh tenaga kerja Indonesia (BPS : XXXX). Dari data ini, tampak jelas bahwa UKM memiliki kontribusi yang cukup besar sehingga perlu dilakukan pemberdayaan secara intens dan sustainable. Hal ini sesuai dengan komitmen pemerintah pusat untuk mengurangi gap penguasaan aset ekonomi oleh sebagian kecil pengusaha besar dan sebagian besar pelaku ekonomi di tingkat rakyat. Namun demikian kondisi yang ada di berbagai daerah termasuk di Kabupaten X menunjukkan bahwa perkembangan UKM pada umumnya masih menghadapi berbagai kendala seperti masalah skill atau sumber daya manusia, permodalan, teknologi, sistem informasi, dan sebagainya.
Perhatian yang lebih besar perlu diberikan pada upaya pemberdayaan UKM sebagai pilar ekonomi rakyat dan sebagai tulang punggung ekonomi nasional karena ekonomi ini bersifat mandiri, tidak menyusahkan atau membebani ekonomi nasional di saat krisis, dan daya tahan ekonominya tidak diragukan lagi. Untuk itu pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional untuk tidak hanya mencapai nilai tambah ekonomi melainkan juga nilai tambah sosial-kultural, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian. Sementara itu, menurut Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengatakan bahwa :
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) perlu segera dilakukan. Hal itu mengingat berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun XXXX yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) usaha kecil menengah (UKM) memberikan kontribusi senilai Rp. 1,77 triliun atau 53,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp. 3,3 triliun.(X Pos, 26/03/XXXX)
Daya tahan dan kekuatan ekonomi rakyat juga dibuktikan dari kemampuannya bertahan dalam krisis moneter berkepanjangan. Menurut Mubyarto (2002 : 4) :
Potensi domestik, yaitu kekuatan ekonomi rakyat telah terbukti tahan banting dalam situasi krisis moneter, dan telah menyelamatkan ekonomi Indonesia dari kehancuran total. Ekonomi Indonesia hanya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) satu tahun saja pada tahun 1998, dan mulai tahun 1999 dan seterusnya sudah tumbuh positif.
Hal ini perlu dicatat sebagai bukti bahwa sektor ekonomi rakyat dalam waktu pendek telah pulih kembali meskipun ekonomi sektor modern masih menghadapi kesulitan dan tertatih-tatih untuk bangun kembali. Ciri-ciri ekonomi rakyat yang hendak dicapai bersama adalah :
Pembangunan yang dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada daerah kabupaten/kota dengan tingkat kemandirian yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipatif, persaingan sehat, keterbukaan/demokratis, dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari .(Prawirokusumo, 2001)
Oleh karena itu komitmen keberpihakan pemerintah daerah pada UKM di dalam perspektif ekonomi rakyat harus benar-benar diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah yang disebut di atas. Program pengembangan ekonomi rakyat memerlukan adanya program-program operasional di tingkat bawah, bukan sekadar jargon-jargon politik yang hanya berada pada tataran konsep. Suatu kenyataan bahwa hal ini belum dipahami secara memadai oleh sebagian besar Pemerintah Daerah sehingga kebijakan yang dihasilkan dalam hal tersebut masih sangat terbatas.
Tantangan pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya UKM adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing UKM agar dapat meningkatkan pangsa pasarnya, serta mendiversifikasi dan mendiferensiasikan produknya di pasar dalam negeri dan luar negeri. Upaya ini memerlukan sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat dan UKM itu sendiri untuk menyatukan potensi sumberdayanya dalam pemberdayaan UKM pada masa mendatang.
Pemerintah dan dunia usaha perlu mengembangkan langkah-langkah strategis yang bersifat inovatif dalam memberdayakan UKM dengan menumbuhkan lingkungan usaha yang kondusif dan memberikan dukungan penguatan agar UKM mampu bersaing secara global .(Departemen Koperasi dan UKM, XXXX : 4)
Sehubungan dengan hal tersebut, Kabupaten X dengan letak geografisnya yang sangat strategis sebagai jalur lintas antara X dengan Kabupaten X dan Karanganyar Provinsi X, dengan Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY, dan Kabupaten Pacitan serta Ponorogo Provinsi Jawa Timur. memiliki potensi cukup besar di bidang UKM dengan jumlahnya yang mencapai lebih dari 2.000 unit pada akhir XXXX dan tersebar di 12 kecamatan (Kandep Perindagkop, XXXX). Meskipun demikian potensi ini belum diberdayakan secara optimal oleh Pemerintah Daerah terbukti dengan belum adanya aktivitas yang cukup signifikan dalam upaya pengembangan UKM. Dana pemerintah yang dialokasikan untuk sektor ini pada tahun XXXX/XXXX tidak lebih dari tujuh miliar rupiah dan pembinaan yang diberikan sebagian besar masih bersifat teoretis konseptual secara umum untuk berbagai macam UKM sehingga sulit diimplementasikan. Di samping itu usaha meningkatkan penjualan melalui promosi atau iklan pemasaran juga masih sangat minim. Promosi yang dilakukan Pemerintah Daerah justru lebih diarahkan untuk usaha-usaha berskala menengah besar yang sudah relatif mapan dan mandiri. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah daerah dalam hal pembinaan UKM masih sangat lemah dan belum proporsional.
Permasalahan umum yang dihadapi koperasi dan UKM, antara lain adanya keterbatasan kepemilikan dan akses permodalan, keterbatasan pemasaran, dan kemitraan.
Permasalahan permodalan sedikit banyak sudah teratasi dengan berbagai jenis program pembiayaan, seperti program pembiayaan produktivitas koperasi dan usaha mikro, program perempuan keluarga sehat (perkasa), dan lain sebagainya. Namun demikian masalah kesulitan atau keterbatasan di bidang pemasaran yang dialami UKM belum mendapatkan perhatian cukup dari Pemerintah Daerah terutama dalam hal promosi penjualan dan investasi. Hal ini tampak dari belum jelasnya kegiatan Pemerintah Daerah dalam menyediakan sarana, penguatan, serta dukungan di bidang informasi khususnya dalam kegiatan periklanan dengan melibatkan UKM mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi.
Tuntutan akan pemberdayaan UKM sejalan dengan telah terjadinya perubahan mendasar dari paradigma lama pemerintahan birokratis ke arah paradigma baru yaitu pemerintahan wirausaha yang mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik.
Pemerintah wirausaha menuntut pemerintah daerah untuk menawarkan potensi daerah secara lebih baik di pasar. Pemerintah daerah harus lebih memahami karateristik pasar yaitu berkaitan dengan penawaran, permintaan, aksesibilitas, informasi dan peraturan. (Osbone dan Gabler, 2005 : 32)
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah harus berupaya untuk menginformasikan atau mengkomunikasikan potensi yang ada di daerahnya terutama produk-produk UKM agar dikenal, diminati dan dibeli oleh konsumen lokal, nasional, regional maupun internasional. Komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan produk. Komunikasi pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi pemasar karena tanpa komunikasi pemasaran, konsumen maupun masyarakat secara keseluruhan tidak akan mengetahui keberadaan produk di pasar. Salah satu bentuk komunikasi pemasaran adalah iklan.
Periklanan sebagai salah satu bentuk komunikasi pemasaran tidak langsung menurut Anastas L. Mikoyan (dalam Ogilvy 1998 : 194), memiliki fungsi :
..., memberikan kepada masyarakat informasi yang tepat mengenai barang-barang yang dijual, untuk membantu menciptakan permintaan-permintaan baru, membangun kebutuhan dan cita rasa baru, memajukan penjualan barang-barang jenis baru dan menerangkan penggunaannya kepada para konsumen. Tugas pokok periklanan ialah menyajikan gambaran yang menarik, tepat, pantas dan lugas mengenai sifat mutu dan ciri-ciri produk (barang, jasa, dan ide-ide) yang diiklankan.
Selain itu peran lain dari periklanan adalah untuk membedakan (differentiating) produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Upaya membedakan produk ini dilakukan dengan mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa produk yang ditawarkan berbeda dengan produk lainnya yang sejenis. Diferensiasi produk juga berkaitan erat dengan product positioning. Dalam diferensiasi produk, produk yang ditawarkan betul-betul berbeda secara fisik dan kandungannya dari produk yang lain, sedang dalam product positioning, produk yang ditawarkan secara fisik sebenarnya tidak jauh berbeda, tetapi pemasar membedakan produk itu dari lainnya dengan menanamkan suatu persepsi tertentu kepada konsumen, seolah-olah produk yang ditawarkan memang berbeda dari produk sejenis lainnya.
Mengingat pentingnya kegiatan periklanan dalam pemasaran suatu produk termasuk produk UKM maka di era otonomi daerah ini pemerintah daerah harus menjadi fasilitator di bidang periklanan UKM agar produk-produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk yang sejenis, laku terjual di masyarakat, dan selalu tercipta permintaan-permintaan baru. Keberhasilan dari kegiatan periklanan ini akan mampu meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan serta harga diri pelaku UKM maupun Pemerintah Daerah. Dari sini muncul pertanyaan tentang sejauh mana Pemerintah Daerah telah memahami hal tersebut dan bagaimana perhatian dan sikap yang tertuang dalam bentuk kebijakan dalam hal tersebut.
Berangkat dari adanya beberapa fenomena di atas perlu dilakukan penelitian lebih jauh tentang kegiatan periklanan yang dilakukan Pemerintah Daerah khususnya di Kabupaten X dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan UKM. Kajian ini penting karena hasilnya diharapkan dapat memberi gambaran bagi pihak-pihak yang berkepentingan mengenai kegiatan periklanan dan menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dalam hal pemberdayaan UKM. Selain itu sepanjang penelusuran peneliti belum terdapat penelitian yang mengkaji masalah tersebut khususnya di Kabupaten X

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut dapat diidentifikasi adanya berbagai permasalahan yang menarik dan perlu untuk diteliti guna mendapatkan jalan keluar yang tepat. Berbagai permasalahan dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
a. Pemahaman Pemerintah Daerah mengenai pemerintahan wirausaha masih terbatas sehingga dana pemerintah yang dialokasikan untuk sektor ini relatif kecil dibanding untuk sektor lainnya.
b. Perkembangan UKM pada umumnya masih menghadapi berbagai kendala seperti masalah skill atau sumber daya manusia, permodalan, teknologi, sistem informasi, dan sebagainya.
c. Kabupaten X memiliki jumlah UKM yang cukup banyak dan telah terbukti mampu survival di saat krisis ekonomi dan berpotensi besar untuk mendukung sistem ekonomi kerakyatan. Namun demikian potensi ini belum diberdayakan secara optimal oleh Pemerintah Daerah.
d. Aktivitas Pemerintah Daerah dalam hal pembinaan dan pemberdayaan UKM belum cukup signifikan sehingga UKM sulit mengalami kemajuan dan cenderung berjalan di tempat.
e. Pembinaan dan pemberdayaan UKM yang diberikan sebagian besar masih bersifat teoretis konseptual secara umum untuk berbagai macam UKM sehingga sulit diimplementasikan.
2. Rumusan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan yang dihadapi maka tidak semua permasalahan tersebut diteliti akan tetapi perhatian peneltian ini hanya difokuskan pada beberapa permasalahan yang dirumuskan berikut ini :
a. Bagaimana persepsi dan sikap Pemerintah Daerah X
terhadap UKM ? Permasalahan ini meliputi juga masalah bagaimana pemahaman Pemerintah Daerah X terhadap konsep pemberdayaan UKM dan pembinaanUKM di bidang pemasaran, bagaimana pemahaman Pemerintah Daerah X terhadap konsep diferensiasi dan positioning bagi UKM ?
b. Bagaimana kegiatan Pemerintah Daerah X dalam mengiklankan UKM di Daerah X ?
c. Bagaimana persepsi pelaku UKM terhadap kegiatan periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X dikaitkan dengan kondisi sosial dan budayanya ?
d. Bagaimana bentuk-bentuk partisipasi pelaku dan pelanggan UKM terhadap kegiatan periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang sudah dipaparkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara rinci dan mendalam mengenai :
1. Persepsi dan sikap Pemerintah Daerah X terhadap UKM. Deskripsi ini akan mencakup deskripsi tentang pemahaman Pemerintah Daerah X terhadap konsep pemberdayaan UKM, pemahaman terhadap pembinaan UKM di bidang pemasaran, serta pemahaman terhadap konsep diferensiasi dan positioning bagi UKM.
2. Kegiatan Pemerintah Daerah X dalam mengiklankan UKM di Daerah X.
3. Persepsi pelaku UKM terhadap Kegiatan Periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X dikaitkan dengan kondisi sosial dan budayanya.
4. Bentuk-bentuk partisipasi pelaku dan pelanggan UKM terhadap Kegiatan Periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X?

D. Manfaat Penelitian
Penelitian deskriptif kualitatif mengenai kegiatan periklanan usaha kecil dan menengah Pemerintah Daerah X bermanfaat secara praktis dan teoretis :
1. Manfaat praktis :
a. Sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait lainnya dalam pengambilan keputusan dan kebijakan bidang UKM.
b. Sebagai tambahan wacana guna memandang secara kritis pemberdayaan UKM yang telah dan harus dilakukan oleh Pemerintah di tingkat daerah Kabupaten.
c. Sebagai informasi dasar bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan UKM khususnya mengenai kegiatan priklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
2. Manfaat Teoretis :
a. Sebagai tambahan wawasan teoretis di bidang periklanan khususnya untuk UKM berkaitan dengan latar belakang kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
b. Memperkaya khasanah teori bidang ilmu komunikasi khususnya mengenai komunikasi bisnis bagi UKM.
IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH PADA BADAN KREDIT KECAMATAN (BKK) DI KECAMATAN X

IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH PADA BADAN KREDIT KECAMATAN (BKK) DI KECAMATAN X

(Kode : PEND-IPS-0035) : SKRIPSI IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH PADA BADAN KREDIT KECAMATAN (BKK) DI KECAMATAN X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan di negara Indonesia dewasa ini meliputi segala aspek kehidupan yang pada hakekatnya bertujuan untuk terciptanya landasan ekonomi yang kuat bagi bangsa Indonesia. Hasil pembangunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 yaitu dimana salah satu tujuan Negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara tersebut maka pemerintah harus melaksanakan pembangunan di segala bidang, sehingga cita-cita masyarakat adil makmur baik materiil maupun spirituil akan tercapai.
Memasuki era globalisasi abad ke 21 titik berat pembangunan nasional yang tercantum dalam GBHN ditekankan pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak utama seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai antisipasi dalam menghadapi perkembangan industri dan perdagangan bebas yang mengarah pada pasar global. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang diarahkan untuk memperbesar pendapatan perkapita dan mempertinggi produktivitas dengan jalan menambah peralatan, modal dan skill. Salah satu masalah yang mendapat perhatian serius dari pemerintah dewasa ini adalah masyarakat miskin yang mempunyai usaha namun lemah dalam permodalan serta lemah didalam pengetahuan dan keterampilan dan sering kali juga lemah di dalam semangat dan keinginan untuk maju.
Pembangunan di tiap daerah merupakan titik tolak pembangunan nasional. Pembangunan nasional ditiap daerah sering diidentikkan dengan pembangunan daerah. Pernyataan tersebut tidak berarti bahwa strategi pembangunan di daerah terhadap pembangunan nasional harus sama tepat dalam pelaksanaannya.
Pembangunan pedesaan mempakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yaitu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual yang mencakup seluruh strata masyarakat pedesaan.
Perhatian utama pemerintah terhadap permodalan dan usaha demi pembangunan ekonomi tertuju pada masyarakat di daerah pedesaan. Penduduk desa yang cukup besar jumlahnya cukup efektif bila diajak bekerja sama dalam mengelola suatu usaha. Namun demikian usaha tersebut seringkali terbentur pada masalah keuangan dan kemampuan manajerial. Lemahnya permodalan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat masyarakat dalam hal ini adalah pedagang di daerah pedesaan sebenarnya tidak semata-mata disebabkan oleh kekurangan modal yang sesungguhnya, seringkali permasalahan lemahnya permodalan muncul karena kekurangmampuan mereka mengelola modal yang telah dimiliki. Kemampuan dan pengetahuan manajerial mereka masih kurang. Para pedagang tersebut seringkali mengalami kerancuan keuangan. Uang yang dimiliki seharusnya digunakan untuk modal usaha tetapi mereka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan lain di luar usaha. Mereka belum mampu memisahkan antara uang yang ditujukan khusus untuk modal dengan uang yang memang disediakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari di luar usaha. Dari sini dapat disimpulkan bahwa lemahnya modal pedagang kecil tidak semata-mata karena kekurangan uang akan tetapi juga kekurangmampuan mengelola uang yang dimiliki. Akan tetapi perbandingan penyebab lemahnya permodalan yang dialami masyarakat pedagang di pedesaan antara kekurangmampuan mengelola modal dengan ketiadaan uang, lebih banyak karena ketiadaan uang. Oleh karena itu masyarakat pedesaan memerlukan bantuan kredit untuk modal usaha.
Kekurangan modal pada masyarakat pedesaan tersebut akan membatasi ruang gerak aktivitas usahanya yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan. Dengan pemilikan dana yang terbatas, sementara sumber dana dari luar yang dapat membantu mengatasi kekurangan modal ini tidak mudah diperoleh masyarakat pedesaan maka akan membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan tersebut dengan cepat.
Kebutuhan kredit modal bagi para pedagang pedesaan yang sebagian besar termasuk pedagang golongan ekonomi lemah sangat penting. Namun para pedagang golongan ekonomi lemah kesulitan untuk memperoleh kredit terutama ketika mereka mengajukan permohonan kredit di bank yang berskala besar dan merupakan bank umum. Bank yang berskala besar dan umum mempunyai prosedur perkreditan yang rumit yang mengharuskan debitur untuk memberikan jaminan. Padahal para pedagang golongan ekonomi lemah pada umumnya tidak memiliki barang yang cukup berharga yang dapat dijadikan jaminan kredit. Prosedur yang rumit juga menjadi salah satu kendala yang cukup berarti bagi para pedagang golongan ekonomi lemah untuk mengajukan kredit meskipun sebenarnya mereka sangat membutuhkan.
Selain di bank, sebenarnya para pedagang juga bisa memperoleh kredit dari kreditur liar yaitu rentenir. Karena merasa kesulitan mendapatkan kredit dari bank, para pedagang lari ke rentenir untuk memperoleh kredit untuk modal. Rentenir memberikan kredit tanpa jaminan, cepat dan tanpa prosedur yang rumit sehingga terasa mudah bagi para pedagang golongan ekonomi lemah. Tetapi rentenir atau sering juga disebut lintah darat memberikan kredit dengan bunga yang tinggi, sehingga pemberian kredit kepada pedagang golongan ekonomi lemah oleh rentenir bukannya menolong pedagang tetapi malah semakin mencekik. Karena permasalahan tersebut maka para pedagang memerlukan campur tangan pemerintah untuk mencari solusi untuk menangani masalah tersebut.
Di tengah segala permasalahan yang dialami oleh pedagang golongan ekonomi lemah, muncul ide untuk membentuk suatu lembaga keuangan resmi milik pemerintah yang bertujuan mengkhususkan diri menangani perkreditan bagi pengusaha dan pedagang yang diharapkan mampu menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan pada aspek permodalan tersebut. Mengingat sasaran bantuan adalah para pedagang golongan ekonomi lemah yang mayoritas tinggal di pedesaan maka pemerintah mendirikan sebuah lembaga keuangan dengan nama Badan Kredit Kecamatan (BKK). Badan Kredit Kecamatan berdiri di hampir setiap kecamatan. Motto dari Badan Kredit Kecamatan (BKK) adalah 3m yaitu mudah, murah, dan mengarah. Kehadiran Badan Kredit Kecamatan (BKK) diharapkan akan dapat menjadi mitra yang saling menguntungkan bagi para pedagang golongan ekonomi lemah sehingga dapat memberi bantuan kredit lunak dengan prosedur yang mudah dan bunga yang terjangkau. Sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan taraf hidup masyarakat. Tujuan utama dari Badan Kredit Kecamatan adalah membantu para pedagang golongan ekonomi lemah demi kemajuan usaha mereka dan perbaikan tingkat kesejahteraan. Selain itu Badan Kredit Kecamatan juga bertujuan untuk menunjang sarana produksi terutama permodalan dalam rangka pembangunan daerah pada umumnya dan pembangunan desa pada khususnya, serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha bagi pengusaha golongan ekonomi lemah di pedesaan. Adapun Badan Kredit Kecamatan (BKK) berfungsi untuk mendapatkan permodalan dengan sistem perkreditan yang sesuai dengan motto Badan Kredit Kecamatan (BKK) yaitu mudah, murah, dan mengarah serta membentuk modal masyarakat untuk peningkatan produksi dan melindungi masyarakat desa dari kreditur liar yang menghancurkan, juga membimbing masyarakat desa agar mengenal dan memahami asas-asas ekonomi permodalan. Sasaran utama Badan Kredit Kecamatan (BKK) adalah para pedagang golongan ekonomi lemah yang memiliki modal kecil dengan penghasilan rendah. Pemerintah ingin agar masyarakat golongan ini mampu meningkatkan taraf hidup mereka sehingga akan meningkatkan pendapatan perkapita negara yang akan dapat memajukan negara.
Pemerintah daerah Kabupaten X melihat bahwa di Kecamatan X terdapat banyak pengusaha terutama pedagang golongan ekonomi lemah yang mengalami masalah permodalan yang berdampak pada kondisi usaha dan pendapatan mereka. Pemerintah Daerah Kabupaten X melihat bahwa para pedagang golongan ekonomi lemah di daerah Kecamatan X memerlukan bantuan permodalan, oleh sebab itu pemerintah memutuskan untuk memberikan kredit lunak terutama bagi pedagang golongan ekonomi lemah dengan prosedur yang mudah, tanpa jaminan dan bunga yang terjangkau. Badan Kredit Kecamatan diharapkan dapat menjadi mitra bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di Kecamatan X dan dapat memberi kemudahan bagi para pedagang golongan ekonomi lemah untuk mendapat bantuan modal dalam bentuk kredit lunak. Dengan segala kemudahan yang diberikan oleh Badan Kredit Kecamatan X, banyak pedagang yang berdomisili di Kecamatan X memanfaatkan fasilitas yang ada untuk memperoleh bantuan kredit lunak untuk mengembangkan usahanya dengan harapan pendapatan meningkat dan kesejahteraan hidup juga meningkat.
Melihat latar belakang masalah yang ada, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul "Implementasi Pemberian Kredit Kepada Pedagang Golongan Ekonomi Lemah Pada Badan Kredit Kecamatan (BKK) Di Kecamatan X Kabupaten X Tahun XXXX".

B. Perumusan Masalah
Adanya perumusan masalah yang jelas, diperlukan agar dapat memberikan jalan yang mudah di dalam pemecahan masalah. Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas, maka penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur permohonan kredit bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di BKK X Kabupaten X ?
2. Bagaimana dampak pemberian kredit terhadap pendapatan pedagang golongan ekonomi lemah di Kecamatan X Kabupaten X ?
3. Apakah kendala/hambatan yang dihadapi pedagang golongan ekonomi lemah dalam proses pemberian kredit oleh BKK dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala/hambatan tersebut ?
4. Apakah kendala/hambatan yang dihadapi BKK X dalam proses pemberian kredit kepada pedagang golongan ekonomi lemah dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosedur permohonan kredit bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di BKK X Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui dampak pemberian kredit terhadap pendapatan pedagang golongan ekonomi lemah di Kecamatan X Kabupaten X tahun XXXX.
3. Untuk memberikan deskripsi kendala/hambatan pedagang golongan ekonomi lemah dalam proses pemberian kredit dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala tersebut.
4. Untuk memberikan deskripsi kendala/hambatan yang dihadapi BKK X dalam proses pemberian kredit kepada pedagang golongan ekonomi lemah dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala tersebut.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan manfaat praktis dalam rangka memecahkan masalah aktual.
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan informasi kepada pengelola BKK mengenai kondisi di masyarakat guna mengantisipasi hambatan-hambatan yang ada.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai BKK yang didirikan oleh pemerintah.
c. Sebagai dasar bagi peneliti untuk melakuan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberi masukan bagi BKK sebagai bahan pertimbangan dalam rangka mengambil kebijakan pemberian kredit agar dapat meningkatkan pendapatan pedagang golongan ekonomi lemah.
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan sebagai langkah penerapan ilmu pengetahuan yang penulis terima di bangku kuliah.
SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DENGAN PRESTASI BELAJAR KETRAMPILAN TANGAN ANAK TUNA GRAHITA RINGAN SISWA KELAS 1 SLTP YPSLB-C X

SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DENGAN PRESTASI BELAJAR KETRAMPILAN TANGAN ANAK TUNA GRAHITA RINGAN SISWA KELAS 1 SLTP YPSLB-C X

(Kode : PEND-PLB-0015) : SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DENGAN PRESTASI BELAJAR KETRAMPILAN TANGAN ANAK TUNA GRAHITA RINGAN SISWA KELAS 1 SLTP YPSLB-C X

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan pendidikan dirasakan sangat penting bagi setiap bangsa karena kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi negara yang sedang membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan pendidikan yang sama, baik anak normal maupun anak luar biasa. Anak luar biasa juga menuntut mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama baik dari keluarga, sekolah maupun dari masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2004 dalam GBHN disebutkan :
Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin, dan anak- anak terlantar, serta kelompok rentan sosial dengan memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan melalui perwujudan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, dan berketrampilan.
Anak berkelainan sangat memerlukan pendidikan, perhatian, bimbingan dan motivasi dari lingkungan keluarga, orang tua, guru maupun masyarakat. Sehingga mereka mampu bersaing dengan anak normal dalam meraih prestasi belajar ketrampilan tangan.
Dalam pendidikan motivasi belajar mempunyai peranan penting dalam mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar atau prestasi belajar yang tinggi akan dapat diraih apabila ada keinginan belajar. Keinginan itu akan muncul apabila ada dorongan (motivasi) baik dalam diri siswa atau luar diri siswa. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang siswa yang besar motivasinya akan gigih dan tekun dalam usahanya mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1990 : 62) bahwa “Motivasi seseorang akan meningkat apabila terlihat adanya hubungan antara kegiatan yang dilakukan dengan tujuan yang dicapai“. Diasumsikan bahwa siswa yang sudah mengetahui benar pentingnya belajar bagi dirinya akan memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Dalam meningkatkan prestasi belajar ketrampilan, selain motivasi belajar juga ada hal yang lebih penting yaitu kemandirian. Menurut Kartini Kartono (1990 : 57) menyatakan bahwa “Kemandirian yang diartikan sebagai Self Standing yaitu kemampuan berdiri diatas kaki sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dalam melaksanakan kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri”.
Prestasi belajar ketrampilan di YPSLB-C X belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terbukti pada nilai mata pelajaran ketrampilan yang masih dibawah nilai rata-rata yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran anak tuna grahita akan pentingnya mata pelajaran ketrampilan tangan bagi kehidupannya di kemudian hari yang dapat menjadi bekal dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Selain motivasi belajar dan kemandirian yang dapat meningkatkan prestasi belajar, fasilitas pembelajaran ketrampilan tangan juga sangat mendukung terhadap meningkatnya prestasi belajar ketrampilan tangan. Jika fasilitas yang diberikan sekolah banyak dan beraneka ragam maka bagi anak yang mempunyai motivasi instrinsik yang tinggi akan terdorong untuk menggunakan fasilitas belajar ketrampilan tangan sehingga anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam bidang ketrampilan tangan.
Dalam memberikan ketrampilan tangan pada anak tuna grahita harus memperhatikan kemampuan anak. Selain itu juga harus sesuai dengan kebutuhan dan potensi anak untuk mengembangkan ketrampilan tangan. Selama ini, dalam memberikan ketrampilan tangan, guru kurang memperhatikan kemampuan, kebutuhan dan potensi anak. Sehingga anak sulit mengembangkan ketrampilan tangan. Jadi hal ini dapat mempengaruhi prestasi belajar ketrampilan tangan seorang anak.
Bertitik tolak dari latar belakang tentang keadaan dan permasalahan yang dihadapi anak tuna grahita serta perlunya motivasi belajar untuk membantu meningkatkan prestasi belajar ketrampilan tangan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Motivasi Belajar dan Kemandirian Dengan Prestasi Belajar Ketrampilan Tangan Pada Anak Tuna Grahita Ringan Siswa Kelas 1 SLTP YPSLB-C X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Kurangnya semangat siswa tuna grahita ringan dalam mengikuti pelajaran di YPSLB-C X.
2. Kemandirian siswa tuna grahita ringan adalah kemampuan siswa tuna grahita ringan untuk tidak menggantungkan diri pada orang lain. Sedangkan kemandirian anak tuna grahita itu mengalamai keterbatasan sehingga timbul masalah dalam pencapaian prestasi belajar.
3. Prestasi belajar siswa tuna grahita rendah terutama prestasi belajar mata pelajaran ketrampilan tangan, pada hal mata pelajaran ketrampilan tangan sangat penting bagi anak tuna grahita di kemudian hari yaitu sebagai bekal dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
4. Motivasi belajar dan kemandirian dapat meningkatkan prestasi belajar ketrampilan tangan.

C. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan diteliti ini berkaitan dengan motivasi belajar dan tingkat kemandirian terhadap prestasi belajar ketrampilan tangan siswa tuna grahita ringan di YPSLB-C X, maka dapat dirumuskan batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Motivasi belajar yaitu sesuatu yang mendorong siswa dalam belajar. Motivasi ini meliputi motivasi yang digerakkan dalam diri siswa dan dari luar siswa. Dalam motivasi belajar yang akan dibahas adalah motivasi yang digerakkan dalam diri siswa yang berupa minat dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran ketrampilan tangan, semangat siswa melakukan tugas-tugas selama pelajaran ketrampilan tangan, tanggung jawab menyelesaikan tugas, reaksi terhadap rangsangan guru, rasa senang dalam mengerjakan tugas dan merasa puas akan hasil yang dicapainya.
2. Kemandirian adalah kemampuan siswa tuna grahita ringan dalam aspek ADL ( membersihkan diri, berpakaian, makan, menyimpan barang, menggunakan uang, membersihkan dan mengatur, sekolah, pergaulan ) bermain, dan bekerja.
3. Prestasi belajar ketrampilan tangan berupa hasil usaha belajar anak pada mata pelajaran ketrampilan tangan yang berwujud angka yang diberikan guru dalam buku raport pada semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.
4. Subyek penelitian yaitu siswa tuna grahita ringan kelas 1 SLTP YPSLB-C X.
5. Obyek penelitian yaitu :
Variable bebas : variabel bebas pada penelitian ini adalah motivasi belajar dan kemandirian.
Variable terikat : variabel terikat pada penelitian ini berupa prestasi belajar ketrampilan tangan.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X tahun ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah ada hubungan antara kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X tahun ajaran XXXX/XXXX?
3. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dan kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan pernyataan yang lengkap, operasional namun tetap konsisten dengan perumusam masalah yang telah dikemukakan, karena untuk memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X Semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.
2. Untuk mengetahui hubungan kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X Semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.
3. Untuk mengetahui hubungan motivasi belajar dan kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X Semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Jika penelitian ini berhasil, maka akan memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis.
1. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait ( kepala sekolah, guru, orang tua ) agar berusaha memberikan motivasi terhadap siswa SLTP kelas 1 di YPSLB-C X.
b. Memberikan tambahan kajian teoritis tentang motivasi belajar dan kemandirian, sehingga dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil belajar mengajar.
2. Manfaat Teoritis
a. Memberikan gambaran ada tidaknya hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar.
b. Memberikan gambaran ada tidaknya hubungan antara kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan anak tuna grahita ringan.
TESIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN KONVENSIONAL SERTA MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR

TESIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN KONVENSIONAL SERTA MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR

(Kode : PASCSARJ-0014) : TESIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN KONVENSIONAL SERTA MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN SAINS PADA SISWA SD DI KECAMATAN X KABUPATEN X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada bidang norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang berpendidikan dan kurang terampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus informasi dan budaya global serta menurunnya norma-norma masyarakat yang bersifat pluralistik, sehingga rawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa.
Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah tergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke modal intelektual, pengetahuan, sosial dan kepercayaan. Oleh karena itu, maka dibutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (life skill) yaitu yang dapat memberikan ketrampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi kepada peserta didik sehingga mampu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini melalui pendidikan formal di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyarakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (life long learning).
Pada era globalisasi ini pengetahuan manusia semakin banyak dan maju dengan pesat. Akibatnya, pengetahuan seseorang akan cepat usang, tidak relevan lagi dan kehilangan nilai utilitas. Agar pengetahuan selalu mutahkir, maka harus dikembangkan cara-cara belajar yang baru misalnya bagaimana mencari, mengolah, memilih informasi yang demikian banyak sesuai dengan kebutuhannya pemilihan materi kurikulum tidak dapat lagi hanya berbasis isi (contect) tetapi lebih kepada peningkatan kecakapan hidup siswa yang memiliki kompetensi-kompetensi berbagaimana memutahirkan pengetahuan-pengetahuan tersebut dan memanfaatkannya agar berhasil dalam kehidupan.
Selain globalisasi, penyempurnaan kurikulum juga dilakukan dalam konteks reformasi yang bertujuan untuk menegakan demokrasi, menerapakan dan menghargai hak asasi manusia, dalam konteks otonomi daerah : daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola daerahnya secara mandiri.menurut peraturan pemerintah (PP) No. 25 Th 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan perlunya:
1. Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar
2. Pengaturan kurikulum nasional
3. Penilaian hasil belajar secara nasional
4. Penyusunan pedoman pelaksanaan
5. Penetapan standar materi pelajaran pokok
6. Penetapan kalender pendidikan dan jumlah belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar menengah dan luar sekolah.
Salah satu konsekuensi dari ketentuan ini adalah kewenangan yang lebih besar bagi daerah untuk mengatur manajemen, pengembangan silabus (perencanaan pembelajaran) dan pelaksanaan kurikulum nasional. Dengan demikian adalah wajar apabila kurikulum perlu dikembangkan dengan berbasis kompetensi yang memberikan kecakapan hidup (life skill) kepada siswa. Kompetensi ini secara minimal dan memadai ditetapkan secara nasional, sehingga siswa dan orang tua dapat mengetahui hasil belajarnya apabila dibandingkan dengan hasil belajar seluruh siswa secara nasional, melalui program penilaian yang dilakukan sekolah.
Dewasa ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetiti mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan di sekolah pada waktu terjadinya proses belajar mengajar berlangsung.
Berangkat dari kondisi di atas maka dalam merancang suatu pembelajaran guru dituntut untuk memperhatikan beberapa komponen yang dapat memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Begitu pula pada saat seorang guru akan menggunakan suatu model pembelajaran terpadu, dimana model modela pembelajaran pembelajaran terpadu tersebutmempunyai karakteristik sendiri-sendiri, maka guru harus pula memperhatikan empat (4) komponen dengan menyesuaikan karakteristik masing-masing model pembelajaran terpadu yang dipilih. Adapun keempat komponen yang harus diperhatikan yang harus diperhatiakan guru dalam merancang suatu pembelajaran menurut Nasution (1996 : 25), adalah sebagai sebagai berikut :
1. Fokus pembelajaran
2. Tujuan
3. Materi
4. Strategis pembelaj aran
Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu lembaga pendidikan formal berkewajiban mewujudkan cita-cita nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 dinyatakan bahwa pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Bahan-bahan pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD) selain bersumber pada kejadia-kejadian alam yang dapat diamati di lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari, juga dari buku-buku pelajaran ataupun dari sumber-sumber lainnya yang sudah direkomendasikan. Dalam pelaksanaan pembelaj aran di Sekolah Dasar, antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya tidak saling berkaitan tetapi terpisah-pisah menurut alokasi waktu tertentu. Hal tersebut menimbulkan fenomena bahwa kencenderungan terjadinya pengkotak-kotakan bidang studi terutama pada kelas-kelas tinggi, pebelajaran hanya menekankan pada pencapaian tujuan instruksional, sistem evaluasi yang berorientasi pada tes dengan menekankan reproduksi informasi. Lebih lanjut dampak dari kenyataan tersebut adalah hilangnya hakikat perkembangan peserta didik secara holistik.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penerapan pembelajaran terrpadu di Sekolah Dasar merupakan suatu alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pesta didik selanjutnya dapat diharapkan akan membentuk pribadi yang kebutuhan yang memiliki pemahaman yang menyeluruh terhadap semua aspek dari mata pelajaran mata pelajaran. Pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada pencapaian tujuan instruksional semata, melainkan juga pada efek pengirimannya. Hal ini masih belum dapat terwujud, karena pernan guru dalam proses pembelajaran masih dominan dan kurang memberikan kesempatan menjadikan berbagai bidang studi untuk mengembangkan cara-cara berpikir kreatif, obyektif dan logis.
Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengkombinasikan bermacam-macam metode pembelajaran. Dalam prakteknya metode ini berpusat pada guru (teacher Centered) atau guru lebih banyak berdominasi kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran yang dilakukan berupa metode ceramah, pemberian tugas, dan tanya jawab. Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran yang banyak dilakukan disekolah saat ini, yang menggunkan urutan kegiatan, contoh dan latihan. Pemusatan perhatian dalam proses pembelajaran sangat diperlukan bagi siswa, karena kehadiran minat belajar dalam diri siswa akan merangsang motivasi untuk belajar yang lebih besar. Oleh karena itu, guru harus dapat mengelola keadaan psikis peserta didiknya untuk dapat menumbuhkan minat belajar yang tinggi. Hanya siswa belajar tinggi yang dapat mengikuti dengan baik terhadap proses pembelajtran. Dengan demikian, diharapkan melalui pemupukan minat belajar yang baik maka diharapkan siswa lebih mudah dalam pengurusan kompetensi dasar.
Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan, maka pengembangan kurikulum digunakan prinsip dasaratuan dalam kebijakan dan keragaman dalam pelaksanaan. Prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu dalam mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi yang harus dicapai siswa secara nasional, pada setiap jenjang pendidkna. Prinsip keberagaman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, penilaian dan pengelolaannya mengakomodasikan perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan kesiapan, potensi akademik, minat, lingkunagn, budaya dan sumber daya daerah atau sekolah sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan masing-masing.
Pada prinsipnya, dalam proses belajar mengajar tetap dibutuhkan kurikulum biasa, tetapi dengan kompetensi siswa diharapkan mampu:
1. Berpikir bagimana berpikir dan belajar bagaimana belajar
2. Memadukan belajar formal dan informal
3. Mengakses, memilih dan mengelola informasi
4. Mengatasi situasi yang kabur, permasalahan dan tantangan yang tidak dapat diramalkan atau tidak pasti.
Pada kurikulum 2004 yang bisa disebut dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kebutuhan, fungsi dan peranan penilai dalam pembelajaran mengenali perubahan. Orientasi penilaian dalam KBK lebih ditentukan kepada penilaian berbasis kelas, yaitu semua aktivitas yang terjadi di kelas baik proses maupun hasilnya. Kemudian yng menjadi obyek evaluasinya didasarkan kepada kompetensi apa yang diharapkan pada setiap level dan kecakapan hidup (life skill) yang diperlukan oleh setiap siswa.
Oleh karena kemajuan belajar siswa adalah salah satu indikator keberhasilannya dalam memberikan pengajaran, maka penilaian merupakan komponen yang penting. Hal ini disebabkan karena penilaian merupakan salah satu pertimbangan seorang guru dalam memberikan keputusan terhadap pencapaian sains, guru harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan penilaian dengan segala karakteristik mata pelajaran tersebut.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi dasar adalah faktor dari dalam diri siswa yaitu minat belajar. Minat sebagai pernyataan psikis yang menunjukkan adanya pemutusan perhatian terhadap suatu materi pelajaran karena obyek tersebut menarik bagi dirinya. Pemutusan perhatian dalam proses pembelajaran sangat diperlukan, karena kehadiran minat belajar dalam pribadi seseorang akan merangsang motivasi keadaan psikis siswanya untuk dapat menumbuhkan minat belajar yang tinggi. Hanya siswa dengan minat belajar tinggi yang dapatmengikuti dengan seksama proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan melalui pembinaan minat belajar yang baik maka kompetensi dasar dapat dicapai dengan optimal.
Crow & Crow dalam Slameto (1995:60) menyatakan bahwa kalaupun ada siswa yang memiliki minat secara alamiah, maka minat yang beragama itu diperoleh dari pengalamannya. Dengan demikian, pada prinsipnya minat seseorang dapat ditumbuhkan kembangkan. Untuk menentukan besar kecilnya perhatian dan aktivitas yang dilakukan seseorang nampaknya memang ditentukan oleh minat seseorang. Aiken dalam Slameto (1995:61) menyatakan bahwa pada pada umumnya karena minat sebagai salah satu aspek tingkah laku efektif yang memiliki ciri-ciri antara lain bersosialisasi dengan aktivitas, bersifat tetap dan terus menerus, mempunyai intensitas dan kenderungannya untuk menerima atau menolak untuk melakukan suatu aktivitas maka minat dapat ditumbuhakan kembangkan.
Atas dasar latar belakang tersebut, maka penulis memandang perlu suatu penilitian denga judul "Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Terpadu dan Minat Belajar Siswa Terhadap Penguasaan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sains Pada Siswa SD di Kecamatan X Kabupaten X".

B. Identifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Minat belajar Sekolah Dasar (SD) untuk pelajaran sains rendah yang disebabkan oleh salah satunya adalah pembelajaran strategis pembelajaran yang ditetapkan oleh guru kurang menarik bagi siswa.
2. Guru merasa kesulitan untuk memilih metode pembelajaran yang tetap yang sesuai dengan karakter siswa dan materi pembelajaran.
3. Sebagaian besar siswa Sekolah Dasar (SD) menyatakan bahwa mata pelajaran sains, merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit.
4. Guru mata pelajaran sains dalam menerapkan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar mempunyai kendala pada keterbatasan sarana dan prasarana (media pembelajaran).
5. Motivasi belajar siswa Sekolah Dasar (SD) untuk pelajaran Sains relatif rendah yang disebabkan oleh metode pembelajaran yang diterapakan oleh guru untuk mata pelajaran sains cenderung monoton.

C. Pembatasan Masalah
Bertolak dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas serta mengingat terbatasnya kemampuan peneliti (baik kemampuan metodologis maupun finansial/logistik) dan terbatasnya waktu, maka berbagai persoalan yang tekah teridentifikasi tidak mungkin ditangani peneliti sekaligus. oleh karena itu dalam bagian ini peneliti membatasi lingkup penelitian yang akan digharap, dengan harapan supaya hasil penelitian lebih terfokus. pada pendekatan pembelajaran terpadu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional serta minat belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains.
Obyek penelitian adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri di lingkungan Dinas Pendidikan Kecamatan X.

D. Rumusan Masalah
Bedasarkan judul dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan pembelajaran terpadu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional terdapat penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X?
2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara minat belajar tinggi dan minat belajar rendah terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan X, Kabupaten X?
3. Apakah ada interaksi pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran dan minat belajar terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupten X?

E. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian tentu mempunyai tujuan penilaian, demikian juga dalam penulisan tesis ini. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan pembelajaran terpadu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional serta minat belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan minat belajar tinggi dan minat belajar rendah terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui interaksi pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran dan minat belajar terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Dapat menambahkan dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Dapat memberikan kontribusi pengetahuan dalam dunia pendidikan khususnya mata pelajaran sains pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan yang sederajat.
c. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai acuan atau dasar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar (SD) khususnya untuk mata pelajaran sains.
b. Dapat membantu guru dalam memilih metode pembelajaran yang tetap dan sesuai dengan karakteristik siswa maupun materi pelajaran yang akan diajarkan.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh instansi terkait, khususnya Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan X, Kabupaten X sebagai bahan pertimbangan sekaligus sebagai bahan masukan dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan minat belajar siswa maupun pemilihan metode pembelajaran yang tetap.
TESIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) SEBAGAI REALISASI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SDN X

TESIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) SEBAGAI REALISASI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SDN X

(Kode : PASCSARJ-0013) : TESIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) SEBAGAI REALISASI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SD NEGERI X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai dan moral maupun budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu pendidikan diharapkan mampu menyesuaikan dengan kondisi yang berkembang, baik kemajuan tekonologi, pola pikir, maupun tuntutan hidup baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu bentuk upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi problem hidup yang senantiasa berkembangan dari masa ke masa.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada globalisasi pengetahuan dan berpengaruh pula kepada tuntutan hidup manusia, maka pendidikan sebagai sebuah proses transformasi pengetahuan, budaya dan pola pikir dituntut untuk mampu memberikan kontribusinya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan dan tuntutan hidup masa kini dan masa yang akan datang. Perubahan paradigma dunia pendidikan, adalah merupakan wujud kepedulian pendidikan dalam menghadapi perkembangan teknologi dan tuntutan jaman.
Salah satu perubahan paradigma dunia pendidikan dalam rangka menyesuaikan dengan kemajuan jaman adalah dalam pengelolaan proses pembelajaran sebagai bentuk riil dari pengembangan kurikulum yang berlaku. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran XXXX merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang pernah diberlakukan pada tahun sebelumnya adalah kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual (Masnur Muslich, XXXX:6). Dalam KTSP menuntut perubahan dari pola pembelajaran yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan menjadi pola pembelajaran yang lebih memberdayakan peserta didik dengan segala aktivitasnya dalam menemukan dan mengkonstruksikan pengetahuan barunya sebagai hasil belajar.
Suatu kenyataan yang selama ini nampak di lapangan adalah bahwa pola dan proses pembelajaran yang dirancang oleh guru sebagai bentuk pengembangan kurikulum lebih sering diwarnai oleh penggunaan metoda pembelajaran yang dikuasai oleh guru serta media yang terkesan seadanya. Pembelajaran kurang berorientasi pada tujuan yang semestinya dicapai, sehingga target kompetensi dan pengetahuan belum terwujud pada setiap akhir pembelajaran. Jika kondisi demikian tetap berlangsung, maka kurikulum yang sebagus apapun tidak akan berkembang dan bahkan menuju pada kematian, karena pada dasarnya pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan oleh guru merupakan ruhnya setiap kurikulum yang ada.
Dari kenyataan inilah kami merasa perlu untuk mengetahuai sejauh mana guru mengaplikasikan pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) sebagai wujud pengembangan kurikulum yang berlaku, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X, Kecamatan X Kabupaten X.

B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan yang dapat kami rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Faktor apa sajakah yang mendukung pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X ?
2. Faktor apa sajakah yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X ?
3. Bagamainanakah tingkat pemahaman guru terhadap Pembelajaran Kontekstual (CTL) sebagai pendekatan pembelajaran yang dituntut oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ?
4. Bagamainanakah tingkat kemampuan guru dalam merancang sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai bentuk pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
5. Bagamainanakah tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mendasarkan pada pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui tingkat pemahaman guru terhadap Pembelajaran Kontekstual (CTL) sebagai pendekatan pembelajaran yang dituntut oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
4. Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam merancang sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai bentuk pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
5. Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mendasarkan pada pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL).

D. Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan penelitian yang telah kami kemukakan di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Secara teoritis : merupakan sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan pengalaman empirik tentang kemampuan profesional guru sebagai pengembang kurikulum di tingkat operasional pembelajaran di kelas.
2. Secara praktis antara lain :
1. Memberikan masukan kepada guru terutama tentang apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program pembelajaran sebagai wujud riil pengembangan kurikulum.
2. Memberikan masukan kepada para Pengawas TK/SD sebagai pembina teknis di lapangan, untuk dapat dijadikan sebagai bahan pembinaan dalam rangka peningkatan kualitas dan profesionalisme guru.
3. Memberikan masukan kepada Dinas Pendidikan Kebupaten, untuk dapat dijadikan sebagai landasan dalam merumuskan kebijakan dalam rangka upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar.
TESIS EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN CTL PADA MATERI POKOK PERBANDINGAN DAN FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMAN X

TESIS EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN CTL PADA MATERI POKOK PERBANDINGAN DAN FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMAN X

(Kode : PASCSARJ-0012) : TESIS EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN CTL PADA MATERI POKOK PERBANDINGAN DAN FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI X (PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Setiap negara berusaha mempersiapkan diri untuk dapat bersaing dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia yang paling tepat dilaksanakan lewat jalur pendidikan. Oleh karena itu kemajuan di bidang pendidikan sangat penting karena dapat menentukan kemajuan suatu bangsa.
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 telah tertuang mengenai fungsi pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan matematika yang diterapkan di sekolah saat ini merupakan dasar yang sangat penting dalam keikutsertaannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Matematika yang diajarkan di sekolah terdiri dari elemen-elemen dan sub-sub bagian yang terdiri dari: (1) arti/hakekat pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuannya dan daya nalar serta pembinaan kepribadian siswa; (2) adanya kebutuhan yang nyata berupa tuntutan perkembangan real dari perkembangan hidup masa kini dan masa mendatang yang senantiasa berorientasi pada perkembangan pengetahuan seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Masalah klasik yang selalu muncul pada proses pembelajaran matematika di sekolah adalah mengenai model yang digunakan yakni masih menggunakan model konvensional atau tradisional. Dalam mengajarkan matematika, guru secara aktif mengajarkan matematika kemudian memberikan contoh dan latihan. Di sisi lain siswa berfungsi seperti mesin. Mereka mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan yang diberikan guru.
Salah satu materi pokok dalam pelajaran matematika di SMA kelas X semester dua adalah Perbandingan dan Fungsi Trigonometri. Karena materi ini sudah dihapus dari kurikulum di SMP, sehingga materi ini merupakan materi baru bagi siswa SMA, meski ada beberapa SMP dipakai sebagai materi tambahan atau pengayaan. Materi Trigonometri termasuk materi yang sulit. Menurut pengalaman tiap tahun nilai materi trigonometri siswa kelas X maupun kelas XI rata-rata masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Pada tahun XXXX dan tahun XXXX nilai ulangan harian kelas X rata-rata 57 dan 66 padahal KKM 75. Pada materi pokok ini, siswa dituntut untuk memiliki kompetensi dasar yaitu: dapat menggunakan sifat dan aturan tentang fungsi trigonometri, rumus sinus, dan rumus kosinus dalam pemecahan masalah, dapat melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, dan dapat merancang model matematika yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, rumus sinus dan kosinus, menyelesaikan modelnya, dan menafsirkan hasil yang diperoleh. Apabila dilihat dari indikatornya maka materi pokok ini banyak menuntut siswa untuk dapat mengkonstruksikan materi yang telah diperoleh sebelumnya. Manipulasi aljabar juga memerlukan keaktifan siswa untuk berlatih. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri merupakan materi pokok yang banyak menggunakan konsep yang akan terus berkembang dan bukan materi hafalan sehingga apabila siswa belum menguasai konsep materi sebelumnya maka akan kesulitan dalam materi selanjutnya. Selama ini, proses pembelajaran matematika pada materi pokok Trigonometri sering kali masih menggunakan model konvensional atau tradisional dan ternyata masih banyak siswa mengalami kesulitan untuk memahami materi dan akibatnya mereka memiliki prestasi belajar yang rendah.
Model pembelajaran merupakan faktor penting dalam menentukan prestasi belajar matematika siswa. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang teratur dan terencana yang digunakan dalam proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan, yang secara spesifik adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk itu, pemilihan model mengajar yang tepat perlu disesuaikan agar tujuan yang ingin dicapai tidak terhambat Dengan model pembelajaran matematika yang tepat dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa dan guru maka diharapkan proses belajar-mengajar dapat menghasilkan prestasi belajar matematika siswa yang optimal.
Teori belajar konstruktivisme, yang pertama kali diungkapkan oleh Piaget menegaskan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Menurut teori belajar konstruktivisme, pembelajaran matematika menuntut kemampuan guru yang lebih profesional dalam bidangnya, misalnya mengenai bagaimana cara guru menciptakan kondisi pembelajaran yang dimulai dari isu-isu yang relevan dengan lingkungan anak. Selain itu guru dituntut untuk terampil memilih topik yang dapat membangkitkan motivasi anak selama pembelajaran berlangsung.
Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. CTL merupakan sebuah strategi baru yang lebih memberdayakan siswa yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authenthic Assessment).
Kemampuan awal yang dimiliki siswa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar. Kemampuan awal merupakan bekal siswa dalam menerima materi pelajaran selanjutnya. Kesiapan dan kesanggupan dalam mengikuti pelajaran banyak ditentukan oleh kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa sehingga kemampuan awal merupakan pendukung keberhasilan belajar. Pelajaran matematika yang diberikan di sekolah telah disusun secara sistematis sehingga untuk masuk pada pokok bahasan lain, kemampuan awal siswa pada pokok bahasan sebelumnya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dalam kegiatan belajar-mengajar, setiap materi yang disampaikan hendaknya bisa diserap oleh siswa yang berkemampuan awal rendah sedang maupun yang berkemampuan awal tinggi. Menurut Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip Suhaenah Suparno (2001:52): "Untuk belajar yang bersifat kognitif apabila keadaan awal dan pengetahuan atau kecakapan prasyarat belajar tidak dipenuhi maka betapapun baiknya kualitas pembelajaran tidak akan menolong siswa untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi". Kemampuan awal di sini adalah nilai test awal sebelum penelitian, dengan materi sebelumnya sebagai materi prasyarat mengikuti materi Trigonometri.
Model pembelajaran langsung dan CTL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang dimaksudkan untuk menghasilkan hasil belajar yang secara kualitatif berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh metode-metode tradisional. Dengan menggunakan model pembelajaran CTL dan pembelajaran langsung pada pembelajaran matematika pada beberapa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri, siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan menemukan dan membentuk konsep. Dengan model tersebut diharapkan pembelajaran lebih bermakna dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas timbul beberapa masalah yang diidentifikasi yaitu sebagai berikut:
1. Hampir semua guru-guru SMA Negeri di X masih menggunakan strategi pembelajaran langsung baru sebagian kecil menggunakan strategi pembelajaran CTL, dan hasil belajar siswa sebagian besar masih rendah. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa pada materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri kelas X SMA Negeri di X itu disebabkan oleh model pembelajaran langsung yang belum tepat. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah jika model pembelajaran langsung para guru diubah, hasil belajar materi Perbandingan dan Fungsi Trigonometri siswa SMA Negeri di X menjadi lebih baik. Namun dapat juga rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan faktor dari dalam siswa, sehingga dapat juga diteliti apakah jika faktor internal siswa baik dan mendukung pembelajaran hasil belajar siswa meningkat. Dapat juga diteliti, apakah model pembelajaran tergantung faktor internal siswa.
2. Mengingat penguasaan materi prasyarat (kemampuan awal) mempunyai peranan yang sangat penting dalam belajar matematika maka ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri diakibatkan oleh lemahnya penguasaan materi-materi sebelumnya. Pada dua tahun ini materi Perbandingan dan Fungsi Trigonometri di SMP ditiadakan, sehingga merupakan materi baru bagi siswa SMA, merupakan tantangan bagi kita untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
3. Kesulitan yang dialami siswa pada materi Perbandingan dan Fungsi Trigonometri mungkin disebabkan oleh aktivitas siswa di kelas yang hanya mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan soal dan mungkin juga pengaruh kemampuan awal siswa. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah model pembelajaran CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Trigonometri dan Fungsi Trigonometri kelas X SMA Negeri di X.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka terdapat berbagai macam masalah dan luasnya bidang penelitian. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti yaitu sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL pada kelas eksperimen model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.
2. Prestasi belajar pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang dicapai setelah melalui proses belajar-mengajar pada Materi Pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri.
3. Kemampuan awal siswa dibatasi pada nilai test pada materi prasyarat sebelum materi Trigonometri.
4. Objek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri di X tahun pelajaran XXXX/XXXX.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran CTL menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model Pembelajaran Langsung.
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal tinggi lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal lebih rendah.
3. Apakah perbedaan prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran CTL dan model Pembelajaran Langsung konsisten pada tiap-tiap kategori kemampuan awal dan apakah perbedaan prestasi belajar matematika antara tiap-tiap kategori kemampuan awal konsisten pada model pembelajaran CTL dan Pembelajaran Langsung.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran CTL menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model Pembelajaran Langsung.
2. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal tinggi lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal lebih rendah.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika dari masing-masing model pembelajaran konsisten pada masing-masing kategori kemampuan awal dan perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori kemampuan awal siswa konsisten pada masing-masing model pembelajaran.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Sebagai bahan informasi bagi para guru dan calon guru matematika dalam menentukan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif selain model pembelajaran langsung agar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Diharapkan dapat memperluas wawasan tentang cara belajar matematika terutama dalam mengembangkan cara belajar dengan kontekstual
b. Bagi Guru
Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model pembelajaran CTL dan implementasinya terhadap hasil belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
Melalui penelitian ini diharapkan sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah dan pemegang otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan kebijaksanaan terkait dengan proses pembelajaran matematika di kelas.
PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL KEBIDANAN PADA BADAN RSUD X

PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL KEBIDANAN PADA BADAN RSUD X

(Kode KEBIDANN-0026) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL KEBIDANAN PADA BADAN RSUD X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu Pelayanan kesehatan adalah Penampilan yang pantas dan sesuai (yang sesuai dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi. (Roemer dan Aguilar, 1988)
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan masyarakat melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan dan kebutuhan pemberi pelayanan, pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara efisien. Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan panduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care). (Sugito, 2001)
Indikator utama untuk mengetahui standar rumah sakit adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan dari rumah sakit. Pelayanan yang baik dari suatu rumah sakit akan membuktikan rumah sakit tersebut bermutu baik. Ini dapat dilihat dari penanganan pasien yang cepat, tepat, dan ramah tamah dari petugas kesehatan. ( Eravianti, 2009)
Pada evaluasi mutu pelayanan rawat inap di Bangsal Anggrek RSUD Karanganyar yang dilakukan oleh Purwoko tahun 2009terdapat 52,94% pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Salah satu cara untuk menarik pasien dan memenangkan persaingan adalah dengan cara memberikan jasa pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan yang dapat memberikan kepuasan. Kepuasan memberikan pengaruh terhadap pasien untuk mengulang untuk menggunakan jasa Rumah Sakit kembali. ( Kotler, 2005)
Peran Petugas Kesehatan adalah salah satu penyedia pelayanan kesehatan khususnya di bidang keperawatan, dituntut mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat memberi kepuasan pasien serta keluarganya dalam batas standar pelayanan profesional. ( Purwoko, 2009)
Pada penelitian yang sama dilakukan oleh Kastanto pada tahun 2005 tentang pengaruh pelayanan medis dan pelayanan non medis terhadap kepuasan pasien di Bangsal Dahlia pada Badan Rumah Sakit Umum Daerah X didapatkan hasil 46,5% pasien tidak puas. Salah satu yang mempengaruhi ketidak puasan pasien adalah segi pelayanan medis.
Rumah Sakit Umum Daerah X merupakan Rumah Sakit pemerintah tipe C. Karena letak yang strategis Rumah Sakit ini mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain itu Rumah Sakit X juga sebagai Rumah Sakit rujukan terdekat.
Dari tahun ke tahun Rumah Sakit X sudah mengalami peningkatan pelayanan kesehatan dengan menambah fasilitas serta jumlah tenaga kesehatan. Tetapi semua ini tidak cukup jika masih banyak aspek penting yang belum ditingkatkan, seperti keramahan petugas, perawat dan dokter yang kurang komunikatif terhadap pasien dan lambannya penanganan kegawat daruratan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan mengenai pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan di Rumah Sakit Umum Daerah X.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien di Bangsal Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan kepuasan pasien.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan.
d. Untuk mengetahui kualitas pelayanan yang bermutu yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

D. Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Teoritik
Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang mutu pelayanan serta kepuasan pasien di Rumah Sakit.
2. Aplikatif
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dalam menentukan mutu pelayanan bagi Rumah Sakit Umum Daerah X di masa mendatang.
b.Bagi Pasien
Untuk memberikan masukan pada pasien bagaimana memilih Rumah Sakit yang bermutu/berkualitas.
c.Bagi Pihak Lain
Sebagai penambah pengetahuan dan bahan bacaan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sebagai bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya.