Search This Blog

Showing posts with label tingkat pendidikan orangtua. Show all posts
Showing posts with label tingkat pendidikan orangtua. Show all posts
SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN ORIENTASI POLA ASUH ANAK USIA DINI

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN ORIENTASI POLA ASUH ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0062) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN ORIENTASI POLA ASUH ANAK USIA DINI



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia Prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak, usia dini (0-6 tahun) adalah masa (Golden Age) dimana pada masa ini anak perlu dasar pengasuhan, ini tercermin dalam ungkapan "Belajar di masa kecil, bagai mengukir di atas batu" para ahli menyatakan bahwa mereka yang mendapatkan stimuli dan pengasuhan yang baik selama masa usia dini akan memiliki resiko rendah terkena stres dan gangguan mental. Pada masa ini anak mempunyai sifat meniru atau imitasi terhadap apapun yang dilihatnya, kenyataan yang terjadi di masyarakat tanpa disadari anak semua perilaku serta kepribadian orang tua yang baik dan tidak baik akan ditiru dan direkam oleh anak. Anak tidak tahu bahwa yang dilakukannya baik atau tidak bagi perkembangan selanjutnya bagi dirinya, karena anak Prasekolah belajar dari apa yang dia lihat, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang berpengaruh sangat besar bagi kelanjutan perkembangannya. Haryoko (1997 : 54) berpendapat bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya sebagai stimulus dalam perkembangan anak, orang tua adalah guru ataupun orang yang pertama dalam memberikan pengasuhan dasar tentang semua perkembangan baik yang berhubungan dengan peletakan dasar moral, psikomotor, bahasa, seni serta keterampilan yang telah dimiliki anak.
Setiap anak pada dasarnya dilahirkan dengan membawa sejumlah potensi yang diwarisi dari kedua orang tua biologisnya, potensi bawaan adalah berbagai kemampuan yang dimiliki anak, potensi tersebut dapat berkembang secara alamiah (by natural) bila diberikan rangsangan melalui stimulus orang tua sedari dini secara tepat sehingga potensi fisik, meliputi kekuatan, ketahanan, daya ledak, kecepatan, koordinasi, kelenturan, keseimbangan, ketepatan, kelincahan dan potensi fisik meliputi berbagai aspek kecerdasan intelektual, emosional, mental, sosial, moral dan spiritual yang berkembang terhadap pembentukan pribadi anak di masa datang (Sujiono, 2004 : 32). Dalam memberikan pembelajaran tentang semua potensi yang dimiliki anak sejak usia dini tak lepas hubungannya dengan faktor pola asuh orang tua. Pengasuhan yang diberikan orang tua sangat menjadi dasar bagi perkembangan anak yang akan menjadikannya kelak sebagai pribadi yang berkarakter baik bagi dirinya dan bagi lingkungan sosialnya. Pengasuhan yang diberikan orang tua pada anaknya sangat berbeda cara dan metodenya, sehingga kualitas pengasuhannya pun akan berpengaruh pada anak secara berbeda pula. Hal ini berhubungan dengan bagaimana kedekatan anak dan orang tuanya dalam keseharian dan faktor latar belakang yang mewarnai kehidupan orang tua itu sendiri, baik yang berhubungan dengan lingkungan keluarganya, agama, kebudayaan, ekonomi maupun latar belakang pendidikan orang tua itu sendiri.
Pengasuhan orang tua yang diberikan pada anaknya bukanlah pengasuhan yang sifatnya sementara dan singkat, akan tetapi pengasuhan yang sifatnya interaksi antara orang tua dan anak secara langsung, sesuai pendapat Riyanto (2002 : 67) dalam mengasuh orang tua bukanlah hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuannya saja, melainkan langsung membantu menumbuh kembangkan anak secara maksimal.
Dalam pelaksanaan pemberian pengasuhan seyogyanya orang tua tidak memaksakan kehendaknya, tetapi harus mengetahui apa yang dibutuhkan anak dan sesuai dengan usia perkembangan anak. Semua itu dimengerti oleh orang tua bila mereka mengerti dan peduli terhadap proses pengasuhan anak dalam keluarga. Kepedulian orang tua terhadap pengasuhan selain didasari faktor alami juga karena faktor latar belakang pendidikannya, peranan pendidikan masing-masing orang tua sangatlah berpengaruh pada pemberian pengasuhan. Anak akan menjadi tumbuh dan berkarakter karena peranan pengasuhan orang tua yang mendasarinya. Perbedaan pendidikan yang dimiliki orang tua akan dapat terlihat pada kualitas hasil proses pengasuhan.
Seiring dengan perkembangan kecerdasan emosional, seorang anak juga akan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini terbukti dengan bertambahnya tinggi dan berat badan, untuk pertumbuhan anak secara pesat dibutuhkan nutrisi dan gizi yang cukup namun untuk perkembangan kecerdasan emosional membutuhkan berbagai pengalaman dalam berhubungan sosial dengan lingkungan serta pemahaman tentang perasaan. Kecerdasan emosional itu sendiri terkait dengan faktor-faktor pemberian pola asuh terhadap anak oleh orang tua.
Bagi anak yang masih dalam rentang usia 0 hingga 6 tahun, biasanya sangat memiliki kedekatan dengan orang tua karenanya pada masa inilah bimbingan dan pola asuh orang tua sangat menentukan perkembangan anak baik untuk berhubungan sosial, perkembangan tingkah laku secara maksimal maupun penumbuhan rasa percaya diri yang sangat berguna untuk masa depannya.
Ketika anak masih dalam usia batita (bawah tiga tahun) kecenderungan kelekatan dengan ibunya begitu kuat hal ini karena pada masa itu seorang anak masih membutuhkan ASI dari ibunya, sementara dalam kemampuan motoriknya belumlah sempurna sehingga ia juga membutuhkan bantuan orang tua ketika hendak melakukan sesuatu.
Pada usia di bawah tiga tahun, seorang anak memiliki ciri tak berdaya dalam menghadapi sesuatu, mencoba sesuatu yang baru menyenangi sesuatu yang menarik, sampai kadang bersikap egois dan bandel dari ciri sikap yang menonjol tersebut, sebenarnya anak sudah memerlukan adanya dukungan, penghargaan, pengertian dan dorongan dan bisa juga pujian dari orang tuanya.
Sebagai orang tua, kita dapat mewujudkan perhatian pada anak tersebut melalui pemberian hadiah seperti contohnya ketika buah hati terampil menggunakan alat makan maka kita orang tua harus jeli, bagaimana bisa menempatkan posisi buah hati sebagai anggota baru dalam meja makan. Target yang diharapkan dalam pembelajaran ini adalah melatih kemandirian atau menumbuhkan rasa percaya diri bagi buah hati kita.
Dalam kondisi yang serba terampil dan mulai adanya kekritisan pada fokus perhatiannya inilah kita sebagai orang tua mulai memberikan batasan yang konsisten berupa hal yang dapat dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Kebutuhan anak yang utama adalah pujian pendampingan dan perhatian dimana semua kebutuhan itulah yang nantinya dapat diterapkan ketika berhubungan sosial dengan orang lain. Seorang anak tidak akan mengetahui perilaku sesuai dengan kelompok sosial dan memiliki sumber motivasi untuk mendorongnya berbuat sesuka hati.
Dalam hal ini jelas awalnya jalan sosial diperoleh dalam lingkungan keluarga anak belajar dari orang tua, saudara kandung dan anggota keluarga yang lain apa yang dianggap benar dan salah dalam hubungan bagi perilaku yang salah dan dari penerimaan sosial atau penghargaan bagi perilaku yang benar, seorang anak akan memperoleh motivasi yang diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang diterapkan anggota keluarga.
Dengan memahami hal tersebut, sebaiknya orang tua memberikan pendidik terbaik kepada anak tanamkanlah nilai-nilai kehidupan yang baik pada masa ini kepada anak, tanamkanlah nila-nilai kehidupan yang baik pada masa ini kepada anak. Perilaku, sikap dan komitmen orang tua akan menjadi teladan dan sumber yang akan ditiru oleh anak-anak.
Stimulasi dini adalah rangsangan-rangsangan atau stimulus yang diberikan kepada anak oleh lingkungan sekitarnya, terutama orang tuanya agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan stimulasi dini ini diharapkan perkembangan motorik anak berjalan baik sehingga dapat mengikuti pendidikan berikutnya.
Peranan orang tua di sini sangatlah penting pada aktifitas pemberian pola asuh pada anaknya pada dasarnya orang tua adalah pembentuk akhlak dan dasar tingkah laku yang nantinya akan berperan pada fase perkembangan selanjutnya, sehingga sangatlah penting wawasan dan pendidikan orang tua dalam upaya peletakan pola asuh di dalam keluarga. Adapun pendidikan tersebut, tidaklah harus dilihat dari pendidikan formal yang di peroleh, pendidikan non formal pun (pendidikan agama) sangatlah diperlukan dalam pemberian pola asuh yang sesuai dengan kebutuhannya pada masa fase perkembangannya.
Betapa banyak orang tua yang ingin anak-anaknya menjadi anak yang cerdas otak rasionalnya, cerdas emosionalnya juga kecerdasan jamak lainnya. Semua kecerdasan bisa didapat bila diasuh oleh orang tua yang pintar dalam membentuk semua itu, walaupun unsur kesiapan menerima kehadiran anak juga tak kalah pentingnya berperan dalam pengasuhan anak.
Kriteria untuk berperan sebagai orang tua ideal memang tidak sederhana baik bagi mereka yang berpendidikan rendah ataupun yang berpendidikan tinggi orang tua yang berperan ganda seperti ibu misalnya, tentu saja memiliki keterbatasan waktu dan tenaga untuk memberikan sentuhan fisik maupun psikologis bagi anak-anaknya sekalipun demikian ibu yang ideal untuk mencapai kriteria ideal, paling tidak, orang tua menunjukan semangat dan upaya untuk berusaha lebih baik dalam memenuhi kebutuhan anaknya di berbagai sisi, baik fisik, psikologis maupun sosial anak.
Erikson (1993 : 98), seorang ahli dalam bidang perkembangan menjelaskan pentingnya peran orang tua dalam mengembangkan aspek psikososial anak orang tua yang memberikan kehangatan, kenyamanan, cinta dan kasih sayang pada anak sejak usia dini, akan memungkinkan anak mengembangkan rasa percaya pada lingkungannya bila bisa melalui tahap-tahap ini dengan baik, anak akan lebih mudah mengembangkan percaya diri dan inisiatif pada dirinya dengan kata lain anak tidak akan di dominasi oleh rasa ragu ataupun cemas dalam mengeksploitasi lingkungannya.
Uraian di atas fokusnya ada pada orang tua sebagai sentralnya dalam keluarga, hal ini menjadi suatu rujukan dari beberapa pemikiran yang mendasari penelitian tentang pola asuh dan pendidikan orang tua.
Dari segi ini jelaslah pula adanya perbedaan pola asuh yang diberikan pada anaknya kita tahu pada umumnya jelaslah bisa dilihat bagaimanakah peranan seorang suami/istri yang pendidikannya lebih tinggi dari pasangannya, betapa akan sangat terlihat mereka lebih tertata dalam penanaman pola asuh pada anaknya baik dari segi bahasa ataupun teladan yang lain dalam penerapan dalam peletakan pengasuhan berwawasan lebih luas akan lebih terarah pola asuh dalam penerapan keseharian, mereka yang berpendidikan lebih tinggi pastinya akan menggunakan pola asuh yang penuh dengan keakraban (demokratis) orang tua dan anaknya, mereka sadar akan pentingnya pemberian pola asuh yang tepat akan berdampak positif pada belahan jiwanya. Hal ini pun tak lepas dari faktor karakter dari masing-masing orang tua, hanya saja suami atau istri yang lebih tinggi pendidikannya akan lebih dominan dalam mewarnai pola asuh yang diterima anak-anak pada umumnya.
Wujud kasih sayang seseorang memang beragam bentuknya ada yang dinyatakan secara lisan, tulisan. Adapula yang terlihat dalam sikap dan perilaku, demikian pula wujud kasih sayang orang tua kepada anak bisa di nyatakan dengan cara yang berbeda, sesuai dengan keyakinan atau prinsip, wawasan atau pengetahuan yang sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor kondisi atau situasi.
Namun demikian, penerimaan anak tentang sayang tidaknya orang tua terhadap mereka tentu saja berbeda jika di lihat dari segi usia. Kualitas dan kuantitas interaksi yang diberikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap ikatan emosi yang terjalin diantara mereka. Dengan demikian untuk anak usia dini, kuantitas pertemuan tidaklah cukup sebagai bukti kasih sayang.
Kualitas harus diiringi dengan kuantitas anak usia dini perlu sentuhan baik fisik maupun psikologis yang intensif. Kebersamaan dengan orang tua dalam rumah sangat memungkinkan anak bisa mengungkapkan perasaannya di kala sedih dan suka. Mendapatkan jawaban tentang berbagai hal yang ingin diketahuinya, mendapatkan perhatian dan pujian serta, serta hal positif lainnya di saat yang dibutuhkan kebersamaan anak dengan orang tuanya selama sekian waktu dalam sehari tentu saja menumbuhkan ikatan emosi mereka akan merasa saling kehilangan jika tidak bersama. Berkaitan dengan hal ini tentu saja ekstra tenaga dan kesabaran orang diperlukan untuk meminimalkan masalah yang mungkin terjadi. Green (2005 : 89) mengatakan jika para ibu yang ingin bekerja atau harus bekerja di luar rumah menjalankan segala kehidupannya dan berhenti merasa bersalah, tetapi hidup mereka akan lebih bahagia walaupun secara kuantitas waktu ibu bekerja tidak bisa memberikan terbaik untuk anak, paling tidak mereka bisa mengoptimalkan kualitas kebersamaan dengan anak dalam waktu yang terbatas untuk meminimalkan masalah yang mungkin terjadi.
Hal ini seharusnya disadari lawan pasangan masing-masing karena sudah ada kesepakatan diantara keduanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulannya hidup yang berlaku di lingkungannya. Ini disebabkan oleh orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak.
Masing-masing orang tua tentu saja memiliki pola asuh tersendiri dalam mengarahkan perilaku anak. Semua jelas sangatlah dipengaruhi oleh faktor latar belakang pendidikan orang tua, orang tua dalam memberikan pengasuhan tentang pendidikan, sopan santun, membentuk latihan-latihan tanggung jawab, yang semua penerapannya pun pasti dari pengalamannya dalam keluarganya ataupun lingkungannya, baik lingkungan sosial lingkungan pendidikan maupun lingkungan budayanya. Manakala suami istri di masa kalanya menerima penerapan pola arah yang baik niscaya mereka pun akan memberikan pelayanan pola asuh yang lebih baik pula ke anaknya ataupun generasi selanjutnya, secara sadar pun bilamana dulu orang tua mendapatkan pengalaman pola asuh yang kurang baik pun, dengan sendirinya orang tua akan membuangnya jauh-jauh dan tidak ingin semuanya terulang pada anak-anaknya.
Pengasuhan sosial yang diberikan orang lain akan sangat bermanfaat bagi anak kita, karena dengan pengasuhan etika dan moral pada anak, anak akan memiliki keterampilan ber sosial dan juga akan lebih bisa menahan diri, mengontrol emosi dan menghargai peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Etika dan sistem nilai adalah sesuatu yang dipandang paling dan di junjung tinggi (Guhardja, Harroyo, Puspitawati & Hastuti, 1994).
Dari semua fenomena tentang pengasuhan orang tua diatas, membuka inisiatif peneliti untuk lebih jelas dalam memahami dan mendalami tentang hubungan perbedaan pendidikan orang tua dengan pola pengasuhan. Peneliti mengambil sampel langsung dari masyarakat desa X yang mempunyai anak usia dini dengan mengambil batasan pendidikan orang tua dari SMP sampai dengan yang berpendidikan sarjana.

B. Identifikasi Masalah
Pendidikan orang tua merupakan pondasi bagi pendidikan anak di kemudian hari, semakin baik pendidikan orang tua maka dimungkinkan akan lebih memberikan peluang pendidikan, peluang orientasi, peluang ketahanan dan kekebalan hidup. Selanjutnya Tingkat pendidikan orang tua akan saling melengkapi dalam menata kehidupan di keluarganya, asumsi kemanusiaan seorang yang berpendidikan tinggi maka akan mencari pasangan yang minimal pendidikannya setara atau satu tingkat diatas atau di bawahnya, walaupun masih bisa ditemukan Tingkat pendidikan yang jauh tetapi dalam prosentase sedikit.
Selanjutnya bahwa tingkat pendidikan tetap saja memberikan pengaruh yang besar terhadap pola asuh yang dilakukan dan diberikan kepada anak di keluarganya, hal ini tentunya akan memberikan gambaran tentang pengaruh perbedaan tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh anak.

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini membatasi masalah sangat penting untuk memberikan arah yang jelas terhadap masalah yang akan diteliti. Peneliti menjadi terarah dan dapat memberikan nilai praktis bagi peneliti. Hal penting dalam keluarga adalah pola asuh bagi anak yang dilatarbelakangi berbagai faktor, diantaranya lingkungan, sosial budaya serta pendidikan orang tua. Dalam penelitian ini yang di kaji adalah pola asuh yang didasari oleh pendidikan orang tua.
Salah satu cara untuk mencapai kemajuan pada suatu sekolah adalah adanya gaya kepemimpinan kepala sekolah. Penulis membatasi masalah dalam penelitian ini yaitu sejauh mana Tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas peneliti berkeinginan melaksanakan penelitian yang berjudul hubungan antara tingkat pendidikan orang tua terhadap orientasi pola asuh, selanjutnya untuk mengetahui : 
(1) Menganalisis dan mendeskripsikan hubungan tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh anak usia dini ?
(2) Apa dampak dari perbedaan tingkat pendidikan orang tua terhadap pola Asuh anak usia dini ?

E. Tujuan Penelitian
(1) Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh anak usia dini.
(2) Untuk mengetahui dampak dari adanya perbedaan tingkat pendidikan keluarga terhadap pola asuh anak usia dini.

F. Manfaat
(1) Manfaat Teoritis.
Diharapkan dapat memberikan manfaat dan untuk menambah dan mengembangkan dalam kecakapan pengetahuan terutama mengenai pola asuh.
(2) Manfaat Praktis.
1) Bagi orang tua.
Dapat digunakan sebagai acuan atau masukan dalam pendidikan pola asuh anak di keluarga.
2) Bagi sekolah.
Dapat digunakan sebagai masukan dalam penanganan pola asuh di lingkungan pendidikan.
3) Bagi Peneliti.
Dapat menerapkan pola asuh yang benar khususnya bagi anak sendiri dan bagi lingkungan masyarakat pada umumnya.