Search This Blog

Showing posts with label keinginan membeli. Show all posts
Showing posts with label keinginan membeli. Show all posts
SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS

(KODE : EKONMANJ-0116) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, merek akan menjadi sangat penting karena atribut-atribut lain dari kompetisi, misalnya atribut produk, relatif mudah ditiru. Karena itu, perusahaan harus mengelola secara terus-menerus intangible asset-nya, seperti brand equity (ekuitas merek) (Durianto, Sugiarto dan Budiman, 2004). Ekuitas merek tidak tercipta begitu saja. Penciptaan, pemeliharaan, dan perlindungan harus ditangani secara profesional. Merek yang prestisius adalah merek yang memiliki ekuitas sehingga memiliki daya tarik di mata konsumen (Durianto, Sugiarto dan Budiman, 2004).
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Riset merek selama ini masih didominasi sektor consumer markets, terutama dalam kaitannya dengan produk fisik berupa barang (Webster & Keller dalam Tjiptono, 2005). Kendati demikian, literatur merek mulai berkembang pula untuk sektor jasa (contohnya, Berry, 2000, de Chernatony & Segal-Horn, 2001, 2003; Krishnan & Harline, 2001) (Tjiptono, 2005).
Fenomena persaingan di era globalisasi semakin mengarahkan sistem perekonomian dari negara manapun ke arah mekanisme pasar, yang pada akhirnya memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah melalui merek produk, yang dewasa ini berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi suatu perusahaan.
Biaya yang digunakan oleh perusahaan dalam meluncurkan merek baru ke pasar kira-kira sebesar $100 juta, dengan 50 persen kemungkinan gagal (Crawford dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu, 1995). Oleh karena itu, tidak heran jika banyak perusahaan membeli sebuah merek dengan harga yang sangat mahal. Hal ini bisa terlihat pada aktivitas merger dan akuisisi yang sering terjadi baik di pasar Indonesia maupun Internasional. Sebagai contoh merger yang terjadi pada bank Mandiri, bank Permata, akuisisi Indofood atas Bogasari, dan akuisisi Kalbe Farma atas Dankos Lab. Dalam skala internasional, terjadi merger antara Daimler-Benz dengan Chrysler, Exxon dengan Mobil Oil, Pharmacia dengan Upjohn, akuisisi Singapore Technologies Telemedia (STT) atas Indosat, akuisisi Sony atas Columbia Picture dan merger antara America On Line dengan Time Warner senilai $165 milyar yang terjadi pada bulan Januari 2000. Semua contoh di atas dilakukan oleh perusahaan demi mendapatkan keunggulan kompetitif, salah satunya adalah mendapatkan nilai tambah (added value) bagi produk dengan mendapatkan merek yang telah eksis di pasar.
Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan asset yang tak ternilai. Perusahaan mengembangkan merek agar mereka dapat bersaing di pasar. Salah satu konsep yang kemudian menjadi pilar teori tentang ekuitas merek adalah konsep dari Aaker (1991) dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu (1995), yang menurutnya ekuitas merek terdiri dari brand awareness, brand associations, perceived quality dan brand loyalty. Ekuitas merek dapat didiskusikan dari perspektif investor, perusahaan, retailer atau konsumen (Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu, 1995). Dalam penelitian ini akan mengacu kepada ekuitas merek yang berbasis konsumen (customer-based brand equity), sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik (Shimp, 2003).
Bagi perusahaan yang sadar akan makna penting dan strategisnya merek, ekuitas merek menjadi hal yang selalu diperhatikan dan pengukurannya dilakukan secara teratur, karena ekuitas merek dapat dianggap sebagai tambahan arus kas yang diperoleh melalui pengaitan nama merek dengan produk/jasa yang mendasarinya (Biel, 1992) seperti dikutip oleh Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu (1995).
Terdapat dua pendekatan utama dalam pengukuran ekuitas merek, yaitu pendekatan berbasis keuangan dan konsumen. Dalam pengukuran ekuitas merek dengan pendekatan berbasis keuangan, Simon dan Sullivan (1993) dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu (1995) menggunakan pergerakan harga saham untuk mengetahui ekuitas merek, karena harga saham merefleksikan prospek masa depan dari merek. Mahajan, Rao dan Srivastava (1991) menggunakan nilai potensial merek pada perusahaan yang diakuisisi sebagai indikator ekuitas merek. Sedangkan pengukuran ekuitas merek dengan pendekatan berbasis konsumen biasanya terbagi menjadi dua kelompok : meliputi persepsi konsumen (awareness, brand associations, perceived quality) dan perilaku konsumen (brand loyalty, keinginan untuk membayar produk dengan harga tinggi). Para pakar pemasaran menganggap pendekatan berbasis konsumen lebih penting dan relevan untuk diadopsi karena pada akhirnya konsumenlah yang menentukan ekuitas suatu merek. Namun kedua pendekatan tersebut sangat berguna dan aplikasinya harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Sesuai dengan instrumen yang dikembangkan oleh Fandy Tjiptono (2005), maka penelitian ini akan mengukur empat komponen ekuitas merek yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi/citra merek (brand associations), persepsi/kesan terhadap kualitas (perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty), kemudian diujikan pengaruhnya terhadap niat beli (purchase intentions). Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada kategori perusahaan jasa, yaitu restoran. Peneliti menggunakan perusahaan jasa karena selama ini kebanyakan dari penelitian adalah mengenai produk. Dan hasil penelitian-penelitian tersebut tidak sepenuhnya relevan ketika diterapkan pada perusahaan jasa (Smith dalam Cobb-Walgren, Ruble dan Donthu, 1995).
Objek yang dipilih dalam penelitian ini adalah Rumah Makan X. Alasan pemilihan objek ini adalah bahwa pesatnya perkembangan bisnis rumah makan ini dengan mempertimbangkan merek (brand) sebagai salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan bisnis. Sejak berdirinya (1991), Rumah Makan X telah memiliki lebih dari 50 outlet yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dan di luar Indonesia. Ini membuktikan begitu pesatnya perkembangan bisnis rumah makan X. Disamping itu, pengembangan bisnis dengan sistem waralaba (franchise) membuktikan peran merek dalam perkembangan bisnis sangatlah besar.
Rumah Makan X sampai dengan saat ini telah memiliki merek yang sangat terkenal. Dengan istilah poligami yang kerap kali diangkat sebagai tema dalam berbagai acara televisi dan beberapa media, sekaligus menggambarkan profil pemilik Rumah Makan X, ternyata sangat berpengaruh terhadap keberadaan merek rumah makan ini dibenak masyarakat. Kekuatan merek rumah makan ini yang ditandai dengan kuatnya posisi merek di benak masyarakat menandakan besarnya kesadaran merek atau brand awareness terhadap merek rumah makan X. Brand association atau asosiasi terhadap merek juga menjadi salah satu faktor keberhasilan rumah makan X dalam hal pembangunan citra merek di mata konsumen. 
Asosiasi merek yang ada, pada akhirnya menciptakan suatu nilai bagi rumah makan ini dan bagi para pelanggan, hal ini disebabkan bahwa asosiasi merek dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek satu dengan merek yang lain. Beberapa hal seperti seringnya restoran ini dikunjungi, harga yang terjangkau, kenyamanan, serta suasana tradisional menjadi faktor pembentuk brand association rumah makan X. 
Selanjutnya, kesan terhadap kualitas juga menjadi sesuatu yang sangat diperhatikan oleh rumah makan ini. Hal ini dapat ditandai dengan karakter karyawan restoran. Ketepatan waktu menghidangkan makanan, busana yang rapi dan bersih, tingkat pemahaman karyawan terhadap menu dan keterampilan karyawan, menjadi titik tolak terbentuknya kesan kualitas rumah makan ini. Beberapa hal lain yang membentuk kesan kualitas adalah variasi dan kekhasan menu makanan rumah makan X. Komponen terakhir pembentuk ekuitas merek adalah brand loyalty atau kesetiaan merek. Rumah Makan X memiliki berbagai karakter pelanggan yang memiliki tingkatan loyalitas yang beragam. Tidak sedikit pelanggan yang sangat loyal yang berasal dari para karyawan perusahaan di Surakarta. Terdapat juga konsumen dari luar kota Surakarta yang sengaja mencari rumah makan X sebagai alternatif utama dalam mengkonsumsi makanan karena kekhasan rasa dan suasananya. Hal ini menandakan loyalitas konsumen terhadap merek rumah makan X yang besar.
Dari pemaparan latar belakang dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan merek diatas, maka akan sangat menarik ketika hubungan antara komponen pembentuk ekuitas merek dengan niat pembelian secara empiris diketahui. Untuk itu, penulis ingin mengungkapkan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty sebagai komponen pembentuk ekuitas merek dengan niat pembelian (purchase intentions) konsumen melalui sebuah penelitian yang berjudul ANALISIS PENGARUH KOMPONEN PEMBENTUK BRAND EQUITY TERHADAP PURCHASE INTENTIONS (STUDI PADA RUMAH MAKAN X).

B. Rumusan Permasalahan
Operasionalisasi Brand Equity dalam penelitian ini meliputi persepsi konsumen dan perilaku konsumen. Kedua operasionalisasi tersebut kemudian dijabarkan menjadi brand awareness, brand associations, perceived quality dan brand loyalty. Jadi dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan : 
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara brand awareness terhadap purchase intentions ?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara brand associations terhadap purchase intentions ?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara perceived quality terhadap purchase intentions ?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara brand loyalty terhadap purchase intentions ?
5. Apakah secara bersama-sama komponen pembentuk brand equity berpengaruh signifikan terhadap purchase intentions ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara brand awareness terhadap purchase intentions.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara brand associations terhadap purchase intentions.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara perceived quality terhadap purchase intentions.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara brand loyalty terhadap purchase intentions.
5. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara komponen pembentuk brand equity secara bersama-sama terhadap purchase intentions.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk mengetahui signifikansi pengaruh komponen pembentuk ekuitas merek (brand equity) terhadap niat pembelian (purchase intentions) konsumen.
2. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya dan diharapkan penelitian berikutnya mampu memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini
3. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya dalam kaitannya dengan komponen pembentuk ekuitas merek yang berpengaruh terhadap purchase intentions pada perusahaan jasa khususnya restoran.