Search This Blog

Showing posts with label iklim komunikasi organisasi. Show all posts
Showing posts with label iklim komunikasi organisasi. Show all posts
TESIS IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI (STUDI PADA ORGANISASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH)

TESIS IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI (STUDI PADA ORGANISASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH)

(KODE : PASCSARJ-0237) : TESIS IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI (STUDI PADA ORGANISASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH) (PROGRAM STUDI : KOMUNIKASI)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam kelompok masyarakat, salah satunya adalah organisasi. Terdapat banyak teori mengenai pengertian organisasi. Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Selain itu organisasi juga memiliki karakteristik tertentu yaitu memiliki struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung kepada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Kochler (1976) juga mengatakan bahwa organisasi adalah system hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu (Muhammad, 1995). Sedangkan menurut Barnard (1982) unsur-unsur organisasi adalah komunikasi, kesediaan untuk mengabdi dan memiliki tujuan bersama.
Oleh karena itu agar sebuah organisasi bisa bertahan lama dan berkembang diperlukan komunikasi yang baik diantara anggotanya serta tujuan dari organisasi itu sendiri. Di dalam sebuah organisasi pun terdapat sebuah kondisi yang dinamakan iklim organisasi. Kondisi atau iklim organisasi dianggap ideal apabila hubungan komunikasi antara bawahan dan atasan begitu juga sebaliknya berjalan dengan baik. Iklim organisasi adalah kualitas relative dari lingkungan organisasi internal yang dialami oleh anggota organisasi serta mempengaruhi tingkah laku dan dapat digambarkan dalam hal nilai-nilai dan kerangka karakteristik atau atribut organisasi. Apabila di dalam suatu organisasi komunikasi antara bawahan dan atasan maupun sebaliknya tidak berjalan dengan baik maka kemungkinan besar iklim organisasi yang ada pun tidak bisa dikatakan ideal. Jika iklim yang ada tidak terbentuk dengan baik maka organisasi tidak bisa berkembang secara efisien. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam suatu organisasi terdapat tujuan dari organisasi itu sendiri., namun apabila factor-faktor pendukung tidak memadai maka organisasi tersebut tidak bisa mencapai tujuannya. Selain adanya iklim organisasi, di dalam sebuah organisasi tentu saja ada unsur-unsur lain yang mungkin bisa mempengaruhi iklim yang terbentuk seperti budaya maupun strategi komunikasi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan sebuah organisasi yang memiliki unsur-unsur seperti budaya, strategi maupun iklim organisasi. Sebagai sebuah organisasi pemerintahan, unsure-unsur tersebut memiliki pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan bentuk organisasi yang lain. Oleh karena itu, peneliti ingin mempelajari lebih jauh mengenai organisasi pemerintahan seperti Pemprov. DKI Jakarta.
Pemprov. DKI Jakarta merupakan bentuk organisasi pemerintah yang dipengaruhi oleh system birokrasi yang mengikat. Dan sebagai sebuah organisasi, Pemprov; DKI Jakarta memiliki tujuan yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan dari kota Jakarta itu sendiri. Telah banyak hal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatur kotanya. Sebagian dirasakan manfaatnya oleh penduduk kota Jakarta dan sebagian lagi mungkin dianggap merugikan oleh penduduknya. Pro dan kontra tidak akan lepas dari setiap kebijakan dan peraturan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebagai suatu organisasi, Pemprov DKI Jakarta pastinya memiliki sebuah kondisi yang mempengaruhi seluruh anggotanya. Dan mau tidak mau, kondisi tersebut bisa mempengaruhi tujuan organisasi itu sendiri. Diantara tujuan yang ada, salah satu tujuan yang dimiliki oleh Pemprov. DKI Jakarta adalah melakukan kerjasama luar negeri.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu cara yang ditempuh oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam upayanya untuk mengembangkan kota, adalah bekerjasama dengan kota-kota besar di luar negeri. Kerjasama yang terjalin antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Daerah Provinsi/Kota di luar negeri berorientasi pada upaya menumbuh kembangkan hubungan persahabatan. Selain itu juga dipandang sangat membantu fungsi-fungsi Pemerintah Daerah dalam membina daerah dan pembangunan.
Kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berada dibawah Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri dalam hal ini Bagian Kerjasama Luar Negeri. Dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008, disebutkan bahwa salah satu tugas dari Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri adalah melakukan kerjasama luar negeri dalam hal ini kerjasama sister city dan ikut dalam organisasi internasional.
Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri (Biro KDH dan KLN) telah melaksanakan berbagai bentuk kerjasama internasional tidak hanya dengan kota-kota besar di luar negeri tetapi juga dengan organisasi internasional di dunia. Kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kota-kota besar di luar negeri dinamakan kerjasama sister city. Kerjasama sister city memiliki pengertian kerjasama kota bersaudara yang dilaksanakan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota setingkat di negara lain. Kerjasama Sister City DKI Jakarta disahkan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding antara Gubernur Provinsi DKI Jakarta dengan Gubernur/Walikota kota lain di luar negeri.
Bentuk kerjasama sister city sudah berlangsung sejak 1973 dan hingga saat ini sudah sekitar 21 kota besar di luar negeri menjadi sister city Jakarta. Manfaat yang dapat diambil dari kerjasama sister city adalah : 
1. Tukar menukar pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan pembangunan bidang-bidang yang dikerjasamakan.
2. Mendorong tumbuhnya prakarsa dan peran aktif pemerintah daerah, masyarakat dan swasta.
3. Meningkatkan optimalisasi pengelolaan potensi daerah. 
4. Mempererat persahabatan pemerintah dan masyarakat kedua pihak.
5. Tukar menukar kebudayaan dalam rangka memperkaya kebudayaan daerah.
Banyak hal yang mempengaruhi ketidakberhasilan suatu program kerjasama. Program-program kerjasama yang disepakati antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kota-kota sister city-nya maupun organisasi internasional selalu melibatkan unit-unit kerja yang ada di dalam Pemprov. DKI Jakarta. Tetapi realitanya, program-program tersebut tidak bisa berjalan dengan baik karena unit kerja yang berkaitan tidak bisa melaksanakan program tersebut dengan baik.
Selain adanya hambatan dalam hal koordinasi antara Biro KDH dan KLN dengan unit organisasi yang lain, yang paling penting adalah adanya tujuan yang jelas mengenai kerjasama luar negeri itu sendiri. Pemda DKI Jakarta hingga saat ini tidak memiliki tujuan yang jelas perihal apa yang ingin dicapai dalam kerjasama luar negeri yang telah dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam konteks kerjasama sister city hanya bersifat incidental yaitu kebutuhan sesaat tetapi tidak direncanakan untuk waktu jangka panjang. Komunikasi yang terjalin di dalam Biro KDH dan KLN pun memiliki andil yang cukup besar bagi perkembangan organisasi itu sendiri.
Untuk melakukan koordinasi antara satu unit dengan unit lainnya dibutuhkan komunikasi yang baik. Dimana komunikasi yang terjalin harus bisa diterima dan dipahami oleh kedua pihak. Hal itulah yang menjadi persoalan di dalam unit-unit kerja yang ada di lingkungan Pemprov. DKI Jakarta. Seringkali komunikasi yang terjalin tidak maksimal bahkan tidak dapat dipahami oleh unit yang lain. Komunikasi yang tidak maksimal juga terjadi di dalam unit Biro KDH dan KLN itu sendiri sehingga pesan yang ingin disampaikan pun tidak tercapai.
Bentuk komunikasi yang baik di dalam suatu organisasi adalah komunikasi yang dapat dipahami dan dimengerti sehingga tujuan dari sebuah organisasi dapat tercapai. Dalam hal ini tujuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah menjadi "service city" bagi masyarakatnya. Menurut Max Weber, sebuah organisasi formal seperti pemerintahan memiliki kriteria-kriteria komunikasi agar tujuannya bisa tercapai. Karakteristik dari sebuah organisasi formal merujuk pada fenomena yang disebut posisi komunikasi. Hubungan yang tercipta diantara unit-unit yang ada terbentuk karena posisi yang ada bukan karena manusianya. Komunikasi yang tercipta pun didasarkan atas posisi yang dimiliki oleh individu.
Komunikasi antara bawahan dan atasan maupun sebaliknya tidak berjalan dengan maksimal sehingga mempengaruhi komunikasi dengan unit lain maupun divisi yang lain. Hal inilah yang menyebabkan tujuan dari kerjasama luar negeri seringkali tidak maksimal. Untuk bisa mencapai kerjasama luar negeri yang maksimal, komunikasi yang terbentuk diantara dan di dalam unit-unit kerja haruslah sejalan antara unit satu dengan unit lain sehingga program-program yang telah disepakati berjalan dengan baik.
Komunikasi yang terbentuk dikarenakan posisi dan mengalami disfungsi membuat timbulnya komunikasi-komunikasi informal di dalam sebuah organisasi formal. Komunikasi informal yang tidak sejalan dengan komunikasi formal menciptakan iklim organisasi yang tidak ideal.
Iklim organisasi bisa tercipta dari bentuk komunikasi yang terjalin di dalam sebuah organisasi. Dan iklim tersebut dapat mempengaruhi setiap tindakan dan keputusan yang diambil oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa iklim organisasi dapat mempengaruhi anggota organisasi itu sendiri. Hal inilah yang menurut peneliti terjadi di dalam Biro KDH dan KLN. Komunikasi yang terjalin hanya satu arah, dan seringkali bila ada masalah yang menyangkut kerjasama luar negeri antara unit-unit tersebut dengan pihak dari luar negeri, Biro KDH dan KLN tidak mengetahui secara detail apa yang terjadi. Hal ini menyebabkan fungsi Biro KDH dan KLN sebagai fasilitator tidak berjalan dengan baik.
Bukan berarti komunikasi yang terbentuk di dalam suatu organisasi selalu menimbulkan masalah, tetapi bila komunikasi yang terbentuk tidak sesuai dengan era yang ada maka hal tersebut bisa menjadi hambatan. Menurut Ruben and Stewart (2006 : 296), komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam menjalankan sebuah organisasi. Karena di dalam komunikasi, setiap anggotanya dapat menjelaskan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasinya, menggambarkan tugas dan kewajiban setiap anggota, mengkoordinasikan setiap tindakan yang akan dilakukan, menetapkan informasi yang dibutuhkan oleh unit kerja lain serta mengembangkan budaya dan iklim kerja.
Sehubungan dengan perihal di atas, peneliti ingin mempelajari lebih jauh mengenai iklim organisasi yang terbentuk di dalam Biro KDH dan KLN serta unsur-unsur lain yang dapat membentuk iklim itu sendiri. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah iklim yang terbentuk dapat memberikan pengaruh kepada pelaksanaan kerjasama luar negeri yang menjadi salah satu tujuan dari Biro KDH dan KLN.

B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah dijelaskan dalam sub bab di atas, komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kegiatan berorganisasi. Tanpa adanya komunikasi yang baik maka kegiatan berorganisasi yang ada pun tidak bisa berjalan dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh Goldhaber (1993), "Communication is essential to an organization. Information is vital to effective communication". Komunikasi memainkan peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan dari organisasi, mengawasi setiap kemajuan dari setiap tujuan yang telah dijalankan, dan bilamana dianggap bahwa tujuan yang telah ditetapkan tidak sesuai maka akan dikaji ulang dan dibuat ulang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Komunikasi yang baik akan menciptakan iklim yang ideal di dalam organisasi tersebut. Selain komunikasi, sebuah organisasi umumnya memiliki unsur-unsur seperti budaya komunikasi maupun strategi komunikasi. Kedua unsur tersebut diasumsikan dapat mempengaruhi atau menciptakan iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi.
Seperti yang telah dijelaskan di dalam latar belakang bahwa komunikasi yang terbentuk di dalam Pemprov. DKI Jakarta didasari oleh posisi sebuah individu yang ada di dalam unit kerja. Dalam arti semakin tinggi posisi yang dimiliki oleh seseorang maka ia memiliki batasan komunikasi yang lebih luas dibandingkan individu lain yang tidak memiliki posisi yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan komunikasi yang terjadi tidak berjalan maksimal. Sebaiknya komunikasi yang terbentuk tidak hanya didasari oleh posisi seseorang tetapi juga kebutuhan yang terus berubah setiap saat.
Dalam bukunya, Organizational Communication, Pace and Faules menyatakan bahwa komunikasi organisasi terjadi bilamana sedikitnya salah seorang yang memiliki suatu posisi di dalam sebuah organisasi menyampaikan pesannya terhadap anggota organisasi yang lain dengan harapan anggota tersebut mengerti maksud dan arti dari pesan yang disampaikan.
Selain komunikasi, organisasi juga dipengaruhi oleh iklim yang terbentuk. Dimana iklim yang ada juga dibentuk dari unsur-unsur organisasi yang lain seperti budaya dan strategi komunikasi. Seperti yang disampaikan oleh Litwin and Stringer (1968 : 5) adalah organizational climate is the perceived, subjective effects of the formal system, the informal style of managers and other important environmental factors on the attitudes, believes, values and motivation of people who work in a particular organization. Iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi.
Oleh karena itu hubungan antara komunikasi, iklim dan organisasi begitu erat dan saling berkaitan. Di dalam suatu organisasi akan terbentuk suatu iklim yang di dalamnya termasuk bentuk komunikasi, budaya maupun strategi komunikasi. Unsur-unsur tersebut membentuk sebuah iklim dimana iklim tersebut diasumsikan mempengaruhi perilaku anggota organisasi yang ada baik positif maupun negative.
Hal inilah yang terjadi di dalam Pemprov. DKI Jakarta. Iklim organisasi yang terbentuk diasumsikan mempengaruhi atau menciptakan perilaku anggota organisasi yang bisa berdampak pada pelaksanaan kerjasama luar negeri. Iklim tersebut kemungkinan dibentuk oleh bentuk komunikasi yang ada, budaya serta strategi komunikasi yang diterapkan.
Untuk bisa mempelajari bagaimana iklim komunikasi yang terbentuk di dalam organisasi birokrasi seperti Pemprov. DKI Jakarta sekaligus mengetahui apakah ada implikasi yang terjadi terhadap pelaksanaan kerjasama luar negeri maka peneliti akan melakukan penelitian di dalam unit kerja Biro KDH dan KLN. Sebagai unit kerja yang fungsinya sebagai koordinator dan fasilitator bagi unit-unit kerja lain yang berhubungan dengan kerjasama luar negeri maka sangatlah penting untuk bisa memahami apa yang terjadi di dalam unit tersebut sehingga pelaksanaan kerjasama luar negeri bisa berjalan maksimal.

C. Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk bisa menjawab pertanyaan sebagai berikut yaitu bagaimana iklim organisasi yang terbentuk di dalam organisasi birokrasi dan apakah berimplikasi terhadap pelaksanaan kerjasama luar negeri serta mengetahui apakah budaya dan strategi komunikasi dapat mempengaruhi pembentukan iklim sebuah organisasi.

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui iklim organisasi yang terbentuk di dalam sebuah organisasi birokrasi serta melihat apakah iklim organisasi yang ada dapat berimplikasi pada pelaksanaan kerjasama luar negeri. Selain itu juga peneliti berharap dapat mengetahui bilamana unsur-unsur organisasi seperti budaya dan strategi komunikasi dapat mempengaruhi atau menciptakan iklim sebuah organisasi. Selain itu juga diharapkan dengan hasil penelitian ini bisa memberikan pencapaian yang maksimal bagi kerjasama luar negeri sehingga kota Jakarta berkembang seperti apa yang diharapkan oleh setiap penduduknya.

TESIS PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KEORGANISASIAN PEGAWAI

TESIS PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KEORGANISASIAN PEGAWAI

(KODE : PASCSARJ-0236) : TESIS PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KEORGANISASIAN PEGAWAI (PROGRAM STUDI : KOMUNIKASI)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Membahas instansi pemerintah di Indonesia pastilah tidak lepas dari bahasan birokrasi. Menurut Max Weber, kata birokrasi mula-mula berawal dari kata legal-rasional. Organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan perancangan organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Organisasi tersebut legal karena wewenangnya berasal dari seperangkat aturan, prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas (Masmuh, 2010 : 123).
Pada zaman orde baru, peran birokrat lebih besar kepada hal-hal melanggengkan kekuasaan dibandingkan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Hal ini tidak lepas dari sistem birokratis otoriter yang dijalankan oleh rezim orde baru. Model birokrasi Orde Baru disebut juga bureaucratic polity yang memiliki artian suasana politik menentukan segala yang terjadi dalam lingkungan domestik dan negara. Karakteristik semacam ini didukung oleh beberapa ciri. Pertama, lembaga politik yang dominan adalah birokrasi itu sendiri. Kedua, parlemen, partai politik maupun kelompok kepentingan berada dalam posisi yang begitu lemah tanpa mampu mengontrol jalannya birokrasi. Ketiga, massa di luar birokrasi secara politik adalah pasif tanpa peran yang berarti. Keberadaan birokrasi di era Orde Baru seakan disalahartikan oleh penguasa, karena birokrasi dijadikan alat tunggangan untuk mempertahankan kekuasaan.
Peristiwa reformasi tahun 1998 yang menandai jatuhnya orde baru membawa beberapa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Masyarakat saat ini semakin cerdas dan dewasa. Masyarakat semakin sadar akan hak-hak yang dimilikinya untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintahnya. Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas, ber prosedur jelas, dilaksanakan dengan segera, dan dengan biaya yang pantas, telah terus mengedepan dari waktu ke waktu. 
Penyelenggaraan pelayanan publik tersebut dilaksanakan oleh dua pihak yaitu pemerintah dan swasta. Sebagai penyelenggara utama pelayanan publik, pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dinilai masih tidak maksimal. Kondisi ini bersumber dari permasalahan sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Kekecewaan terhadap hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara Iangsung maupun melalui media massa. Masyarakat menuntut agar pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah menjadi lebih baik.
Organisasi adalah suatu kumpulan individu yang memiliki tugas bersama untuk mencapai tujuan tertentu (De Vito, 1997 : 337). Semuanya diatur dalam AD/ART organisasi tersebut. Setiap individu di dalam organisasi memilki peran dan tanggungjawab yang berbeda-beda demi tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Semakin besar organisasi akan semakin kompleks struktur organisasi yang akan berakibat pada semakin panjangnya rantai pencapaian organisasi tersebut. Namun hal ini dapat diatasi jika iklim organisasi sangat mendukung. Iklim organisasi adalah bersifat abstrak dan hanya dapat dirasakan antara lain kepercayaan pimpinan terhadap bawahan, kedisiplinan, keteladanan, keterbukaan, tolong menolong, kekeluargaan, kedekatan dan situasi yang nyaman dan kondusif sehingga semua orang merasa nyaman bekerja. Iklim organisasi ini akan menciptakan suasana kerja yang baik demi tercapainya tujuan organisasi.
Setiap anggota di dalam organisasi memiliki peran dan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Setiap individu dengan peran yang berbeda akan saling bantu membantu untuk dapat sampai pada tujuan semula. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, diperlukan media untuk menyatukan setiap unit, divisi, bagian, departemen yang mana didalamnya berisi individu-individu. Adanya pimpinan/leader akan sangat membantu mengarahkan dan memimpin bawahannya supaya selalu fokus pada tujuan organisasi. Pemimpin harus dapat mengkomunikasikan visi dan misi organisasi sehingga semua bagian/unit dapat ikut terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi.
Komunikasi sebagai kunci pokok keberhasilan organisasi. Supaya dapat mempersatukan setiap kepentingan bagian atau unit dengan sub tujuan organisasi harus diciptakan si stem komunikasi yang mampu mewadahi dan menyatukan setiap individu. Komunikasi yang efektif akan berakibat pada peningkatan hasi kerja (work performance).
Komunikasi di dalam organisasi ini tidak hanya komunikasi yang bersifat instruktif dari atasan ke bawahan namun bisa saja komunikasi terjalin secara horizontal, vertikal dan diagonal. Jenis komunikasi ini akan memperpendek dan sedikit bersifat tidak formal. Ketidakformalan jalur komunikasi juga akan berdampak pada iklim komunikasi. Namun, tidaklah cukup organisasi memiliki jalur komunikasi yang jelas dan tersusun dengan rapi. Komunikasi akan berfungsi dengan baik jika terdapat iklim komunikasi yang sehat. Iklim komunikasi yang sehat berarti adanya saling percaya, saling mendukung dan memperkuat, saling menyatukan, pengertian, terbuka dan jujur. Dengan didasari semangat tersebut maka akan terjadi proses komunikasi yang sehat pula. Dengan demikian tujuan organisasi akan dapat tercapai. Sebaliknya, jika iklim komunikasi tidak berjalan baik maka setiap orang tidak akan merasa aman dan akan terjadi saling mencurigai, menjatuhkan, dan kehilangan kepercayaan dengan sendirinya arus informasi tidak akan berjalan lancar. Kelancaran komunikasi akan saling menguatkan satu sama lain. Dengan sendirinya mereka akan termotivasi untuk bekerja dengan maksimal tanpa adanya tekanan, keraguan dan ketidakpastian.
Berbicara tentang organisasi tentu saja tidak bisa lepas dari sumber daya penting yang menggerakkan organisasi tersebut yaitu manusia atau sumber daya manusia (SDM). Menurut House et al (1993), menyatakan bahwa 30% dari waktu para pimpinan organisasi digunakan untuk mengurusi masalah lingkungan manusia (pegawai) (House et al, 1993 : 81-107). SDM memiliki andil besar dalam menentukan maju atau berkembangnya suatu organisasi.
SDM dalam suatu organisasi akan menentukan berhasil atau tidaknya organisasi tersebut berjalan mencapai tujuannya. SDM yang berkualitas mutlak dibutuhkan oleh organisasi sebagai amunisi utama menembus hambatan-hambatan yang akan ditemui organisasi.
Huselid (1995 : 635-672), SDM yang berkualitas memiliki empat karakteristik yaitu : (1) memiliki competence (knowledge, skill, abilities, experience) yang memadai; (2) commitment pada organisasi; (3) selalu bertindak "cost effectiveness" dalam setiap tindakannya; dan (4) congruence at goals, yaitu bertindak selaras antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
Organisasi publik memposisikan SDM sebagai sumber daya yang utama, karena mengemban tugas untuk memberikan pelayanan pada masyarakat, sehingga dibutuhkan SDM yang profesional, kompeten, berkualitas dan memiliki komitmen tinggi (Pynes, 2009 : 480).
Mengacu kepada penelitian terdahulu (Bhuian, Al Shammari dan Jefri, 2001; Shaw dkk., 2003; Yousef, 2000; Shaw, Delery, dan Abdullah dalam Al Qurashi, 2007 : 1-40), rendahnya produktivitas dan kinerja organisasi di sektor publik utamanya di negara berkembang disebabkan oleh rendahnya komitmen pegawai. Sementara itu komitmen pegawai di sektor publik justru merupakan kunci utama dalam menjalankan tanggung jawab administrasinya (Hasan dan Rohrbaugh, 2007 : 1-40).
Menurut Miller, persoalan moral hazard yang melingkupi pegawai di sektor publik, tidak hanya dapat diselesaikan dengan peningkatan insentif dan pemberian sanksi saja, namun lebih dari itu, komitmen organisasi merupakan pengaman utama yang harus dimiliki pegawai di sektor publik dalam menghadapi potensi oportunisme politik (Miller, 2000 : 289-327).
Menurut Mayer (1989), organisasi yang efektif hanya akan ada bila organisasi tersebut memiliki pekerja/pegawai yang berkomitmen. Organisasi harus mengembangkan ikatan psikologis antara pekerja/pegawai dan organisasi dalam bentuk komitmen organisasi dalam rangka menciptakan dedikasi total tenaga mereka terhadap kepentingan-kepentingan, tujuan dan nilai-nilai (Mayer, 1989 : 4-5).
Komitmen organisasi merupakan hal yang penting dalam sebuah organisasi. menurut Benkhoff (1997 : 701), komitmen telah menjadi topic kajian utama sejak 40 tahun yang lalu, karena pengaruhnya yang penting terhadap kinerja organisasi. Menurut Stup, komitmen organisasi adalah suatu hal yang penting bagi organisasi sebab pegawai yang telah berkomitmen terhadap organisasi cenderung tidak akan meninggalkan organisasi guna mencari pekerjaan lain, dan cenderung akan menunjukkan kemampuan terbaiknya (Stup, 2006 : 1).
Pegawai yang memiliki komitmen tinggi sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Pegawai dengan komitmen tinggi memiliki produktivitas dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi (Mowday, Porter dan Steer, 1982).
Konsep komitmen seperti yang diketahui adalah sebuah konsep yang sangat kompleks. Komitmen organisasi telah menjadi kata kunci di dalam kehidupan bekerja sehari-hari. Meskipun kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting untuk komitmen organisasi, faktor-faktor lainnya juga memiliki pengaruh yang sama besar dalam komitmen. Faktor-faktor ini mungkin termasuk iklim komunikasi, iklim organisasi, pengalaman kerja, kinerja, motivasi, pengalaman bermasyarakat, kepemilikan dan banyak lainnya (Hasan dan Abdullah, 2005 : 5).
Terkait dengan hal tersebut, dalam berjalannya suatu organisasi pastilah terjadi suatu proses komunikasi. Komunikasi, baik melalui saluran formal maupun informal, adalah darah dari setiap organisasi. Goldhaber menyatakan bahwa kegiatan komunikasi di dalam suatu organisasi disebut komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi ini didefinisikan sebagai proses pembentukan dan pertukaran pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi ketidakpastian lingkungan (Goldhaber, 1993 : 14).
Menurut Pace dan Faules, salah satu ciri komunikasi organisasi yang paling nyata adalah konsep hubungan (relationship). Karena adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara pimpinan dengan pegawai dan sebaliknya, serta antar sesama pegawai (Pace, 2006 : 201). Komunikasi yang efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan dan dibangun berdasarkan iklim komunikasi yang baik dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif (Muhammad, 2001 : 72).
Komunikasi di dalam organisasi ini tidak hanya komunikasi yang bersifat instruktif dari atasan ke bawahan namun bisa saja komunikasi terjalin secara horizontal, vertikal dan diagonal. Jenis komunikasi ini akan memperpendek dan sedikit bersifat tidak formal. Ketidakformalan jalur komunikasi juga akan berdampak pada iklim komunikasi. Namun, tidaklah cukup organisasi memiliki jalur komunikasi yang jelas dan tersusun dengan rapi. Komunikasi akan berfungsi dengan baik jika terdapat iklim komunikasi yang sehat. Iklim komunikasi yang sehat berarti adanya saling percaya, saling mendukung dan memperkuat, saling menyatukan, pengertian, terbuka dan jujur. Dengan didasari semangat tersebut maka akan terjadi proses komunikasi yang sehat pula. Dengan demikian tujuan organisasi akan dapat tercapai. Sebaliknya, jika iklim komunikasi tidak berjalan baik maka setiap orang tidak akan merasa aman dan akan terjadi saling mencurigai, menjatuhkan, dan kehilangan kepercayaan dengan sendirinya arus informasi tidak akan berjalan lancar. Kelancaran komunikasi akan saling menguatkan satu sama lain. Dengan sendirinya mereka akan termotivasi untuk bekerja dengan maksimal tanpa adanya tekanan, keraguan dan ketidakpastian.
Manajer berkomunikasi sehari-hari dengan bawahan mereka biasanya akan memberikan umpan balik pada kinerja, pelaksanaan penilaian kinerja, memberikan informasi dan sebagainya. Tindakan ini pada gilirannya memfasilitasi mengembangkan atau meniadakan komitmen organisasi bawahan karena cara ini dianggap praktik yang mempengaruhi tingkat komitmen.
Pendekatan yang digunakan dalam memberikan motivasi pada pegawai perlu memperhatikan karakteristik pegawai yang bersangkutan. Studi yang dilakukan oleh Jerkewitz (2001) membandingkan antara karyawan dan supervisor sektor publik dan swasta memberikan hasil yang berbeda. Pada pegawai sektor publik lebih cenderung motivasi kerja mereka disebabkan oleh adanya kestabilan dan keamanan dalam bekerja di masa mendatang sebagai faktor utama yang berpengaruh. Sedangkan untuk karyawan sektor swasta motivasi mereka bekerja sangat dipengaruhi oleh tingginya gaji yang mereka peroleh dan kesempatan untuk meraih jenjang yang lebih tinggi. Pada tingkat supervisor, motivasi pegawai dalam bekerja pada instansi publik dipengaruhi oleh keterlibatan mereka dalam memberikan kontribusi dalam membuat keputusan-keputusan yang penting (Jerkewitz, 2001 : 230-250).
Telah umum diasumsikan bahwa organisasi pada sektor publik lebih mungkin untuk mempekerjakan individu yang nilai dan kebutuhannya konsisten dengan misi pelayanan publik dari organisasi. Dibebankan dengan tugas mempromosikan kesejahteraan sosial secara umum, serta perlindungan masyarakat dan setiap individu di dalamnya, organisasi publik seringkali memiliki misi dengan lingkup yang lebih luas dan lebih berdampak besar daripada biasanya ditemukan di sektor swasta (Baldwin, 1994 : 80-89).
Pengelolaan orang di tempat kerja merupakan bagian integral dari proses manajemen. Untuk memahami pentingnya orang-orang dalam organisasi adalah untuk mengenali bahwa unsur manusia dan organisasi adalah sama. Beberapa pemimpin tidak menghargai fakta bahwa karyawan harus termotivasi untuk memastikan mereka melakukan apa yang mereka harus lakukan sehingga tujuan dan sasaran organisasi tercapai (Ayo dan Shadare, 2009 : 9).
Iklim komunikasi organisasi yang ada di ANRI saat ini turut mempengaruhi kondisi komitmen keorganisasian pegawainya. Apabila iklim komunikasi organisasinya baik maka komitmen organisasi pegawainya akan tinggi. Begitu juga dengan motivasi kerja apabila motivasi kerja pegawai ANRI tinggi maka komitmen organisasi pegawainya juga akan tinggi. Kedua hal tersebut juga bermakna sebaliknya apabila kedua faktor tersebut buruk atau rendah makan akan rendah juga komitmen keorganisasian pegawai ANRI.

B. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh antar 2 (dua) variabel yaitu iklim komunikasi organisasi, dan motivasi kerja, terhadap variabel komitmen organisasi. Perumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini yaitu : 
1. Bagaimana komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?
2. Apakah ada pengaruh iklim komunikasi organisasi secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?
3. Apakah ada pengaruh motivasi kerja secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?
4. Apakah ada pengaruh motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi secara simultan terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka secara umum tujuan penelitian yang diajukan ini adalah untuk menganalisis sejauh mana pengaruh hubungan antara motivasi pegawai dan iklim komunikasi organisasi terhadap komitmen kerja pegawai secara keseluruhan.
Secara khusus, tujuan penelitian yang diajukan ini yaitu : 
1. Mengetahui komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh antara iklim komunikasi organisasi secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh motivasi kerja secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.
4. Mengetahui pengaruh iklim komunikasi organisasi dan motivasi kerja secara simultan terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.

D. Pembatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup yang terbatas yaitu pada pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia yang telah menjadi pegawai negeri sipil atau telah menjalani masa kerja lebih dari dua tahun.

E. Sistematika Penulisan
Tesis ini ditulis secara sistematis dalam enam bab yang saling berkaitan antara satu bab dengan bab lainnya, sebagai berikut : 
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan penelitian, signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORITIK
Di dalam bab ini dijelaskan tentang definisi variabel dan konsep-konsep yang digunakan sebagai dasar penelitian. Variabel yang ada di dalamnya adalah variabel komitmen organisasi, motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi. Bab ini berisikan juga model penelitian dan hipotesis teoretik.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada metode penelitian dijelaskan tentang pendekatan penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan pengukuran variabel penelitian. Bab ini berisikan juga model penelitian dan hipotesis penelitian dan statistik.
BAB IV : GAMBARAN UMUM ORGANISASI
Dalam bab ini dijelaskan gambaran umum tentang Arsip Nasional Republik Indonesia yang ditinjau dari sejarah singkat, tugas/fungsi/misi, struktur organisasi, personalia (keadaan umum pegawai, dan keadaan pegawai menurut pendidikan).
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Bab ini membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan komitmen yang mencakup analisis responden terhadap 2 (dua) variabel yaitu motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi.
BAB VI : PENUTUP
Pada bab ini berisi simpulan dan saran yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang didapat.