Search This Blog

Showing posts with label contoh tesis manajemen. Show all posts
Showing posts with label contoh tesis manajemen. Show all posts
TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA

(KODE : PASCSARJ-0276) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan menggunakan paradigma pemberdayaan sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di desa, kelurahan, dan kecamatan.
Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.
Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh masyarakat pedesaan, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat, dan membina perekonomian desa. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban, lambat, dan berbelit-belit serta formalitas.
Masyarakat yang dinamis telah berkembang dalam berbagai kegiatan yang semakin membutuhkan aparatur pemerintah yang profesional. Seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangannya, kebutuhan akan pelayanan yang semakin kompleks serta pelayanan yang semakin baik, cepat, dan tepat. Aparatur pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan berbagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia, khususnya di beberapa kabupaten, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan struktur kepemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghadapi perubahan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten X berkewajiban meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahannya di berbagai bidang, antara lain peningkatan kemampuan SDM seperti keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dengan melalui pendidikan, pelatihan, kursus, magang, seminar/diskusi dan lain-lain.
Pemerintahan Kabupaten X dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas SDM, sudah melaksanakan pelatihan penjenjangan dan pelatihan teknis Pemerintahan Desa sebagai aplikasi dari Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2001 tentang peningkatan aparatur pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa, yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan desa. Pelatihan tersebut dilakukan secara bertahap baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Harapan dari terlaksananya program pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dapat meningkatkan kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur pemerintah di desa.
Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintahan Kabupaten X pada tahun 2006 yang lalu adalah menyerahkan sepeda motor dinas kepada 34 (tiga puluh empat) kepala desa dan 11 (sebelas) staf kecamatan. Tujuan diberikannya sepeda motor dinas kepada para kepala desa tersebut sebagai upaya meningkatkan motivasi, kinerja dan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan diharapkan dapat mendukung dan membantu Pemerintahan Kabupaten X dalam mempercepat proses pembangunan. Dengan pemberian sepeda motor dinas ini, hendaknya dibarengi dengan peningkatan kinerja, misalnya pemungutan pajak bumi dan bangunan dari masyarakat menjadi lebih proaktif.
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para pimpinan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering para pimpinan atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga organisasi/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pada dasarnya kinerja kepala desa tidak cukup hanya dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, tetapi bisa juga dilakukan melalui peningkatan motivasi kepada mereka. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat.
Kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa khususnya yang ada di Kabupaten X tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi juga faktor pengalaman kerja sebagai kepala desa akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Seorang kepala desa yang sudah lama bekerja sebagai kepala desa akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja sebagai kepala desa, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintahan desa.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut : 
a. Sejauhmana faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X ?
b. Bagaimana kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah daerah di Kabupaten X dalam upaya peningkatan kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di masa mendatang.
b. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
c. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa.
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

TESIS ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGGAJIAN (REMUNERASI) BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BEA CUKAI

TESIS ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGGAJIAN (REMUNERASI) BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BEA CUKAI

(KODE : PASCSARJ-0275) : TESIS ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGGAJIAN (REMUNERASI) BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BEA CUKAI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tentang pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya organisasi untuk mencapai tujuannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan organisasi adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi obyek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan pegawai dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang di evaluasi dengan menggunakan tolok ukur tertentu secara obyektif dan dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja organisasi yang dicerminkan oleh kinerja pegawai atau dengan kata lain, kinerja merupakan hasil kerja konkret yang dapat diamati dan diukur.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X merupakan salah satu instansi pemerintah di lingkungan Departemen Keuangan yang tengah berbenah dalam rangka memperbaiki kinerjanya. Usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja KPPBC Tipe Madya Pabean X seiring dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh Departemen Keuangan meliputi 4 (empat) pilar utama, yaitu : penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan remunerasi.
Penataan organisasi di KPPBC Tipe Madya Pabean X dimulai sejak diresmikannya Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai X yang semula Tipe A1 menjadi Tipe Madya oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada tanggal 24 Desember 2008. Penataan organisasi dimaksud ditandai dengan ditambahnya 2 (dua) unit baru. Pertama; Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi yang mempunyai tugas melakukan bimbingan, konsultasi dan layanan informasi di bidang Kepabeanan dan Cukai. Kedua, Seksi Kepatuhan Internal yang mempunyai tugas melakukan monitoring dan pengawasan pelaksanaan tugas dibidang pengawasan, administrasi, dan pelayanan Kepabeanan dan Cukai.
Penyempurnaan proses bisnis di KPPBC Tipe Madya Pabean X diarahkan untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu KPPBC Tipe Madya Pabean menyusun Standar Pelayanan Publik (SPP) yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan ketiga langkah tersebut KPPBC Tipe Madya Pabean X diharapkan mampu memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di KPPBC Tipe Madya Pabean X terus dilakukan dengan pemberian pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Pendidikan maupun Pelatihan dimaksud adalah dengan memberikan program pelatihan rutin bulanan berupa Program Pembinaan Keterampilan Pegawai (P2KP) kepada pegawai yang dianggap belum menguasai suatu bidang tugas tertentu (kompetensi tugas) maupun berupa sosialisasi peraturan-peraturan baru yang berkaitan dengan peraturan Kepabeanan dan Cukai, baik yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan maupun oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Selain pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknis (hard skill), pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean X juga diberikan pelatihan untuk pengembangan diri (soft skill) seperti pelatihan tentang motivasi dengan mengundang pembicara dari luar organisasi.
Perbaikan remunerasi juga telah diberlakukan di KPPBC Tipe Madya Pabean X mulai bulan Juli 2007, yaitu sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 290/KMK.01/2007 tentang Besaran Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) sedangkan untuk Gaji Pokok masih mengacu pada sistem lama sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil dimana besaran gaji pokok ditentukan berdasarkan Golongan, Pangkat, dan Masa Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).
TKPKN diberikan kepada pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean X berdasarkan peringkat jabatan yang telah ditentukan. Nilai TKPKN bagi pegawai pelaksana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 190/PMK.01/2008 tentang Pedoman Penetapan, Evaluasi, Penilaian, Kenaikan dan Penurunan Jabatan dan Peringkat Bagi Pemangku Jabatan Pelaksana di lingkungan Departemen Keuangan.
Peringkat jabatan pegawai pelaksana ditentukan berdasarkan kompetensi teknis pegawai pelaksana tersebut yang meliputi kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait dengan bidang tugas pekerjaannya. Yang menjadi indikator dalam program penilaian yaitu Pelaksanaan pekerjaan; Perilaku dan sikap terhadap pekerjaan dan disiplin kehadiran. Hasil dari program penilaian terhadap pegawai akan dijadikan dasar untuk merekomendasikan pegawai agar dinaikkan peringkat jabatannya, sama pada peringkat jabatannya, atau diturunkan peringkat jabatannya. Dalam pelaksanaannya proses penilaian ini masih mengalami beberapa kesulitan terutama dalam memberikan skor yang sesuai kepada pegawai yang dinilai, faktor subyektivitas masih dominan dalam penentuan skor penilaian.
Berbagai pelatihan yang pernah diikuti pegawai juga menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan peringkat jabatan. Jenis pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti pegawai KPPBC X selama periode 2009 antara lain : Pelatihan Pengawasan Lintas Batas Tumbuhan dan Satwa Liar, DTSS Sarana Pengangkut, Pelatihan Penggunaan Identifier Refrigerant, dan jenis-jenis pelatihan lainnya. Sertifikasi hasil pelatihan tersebut menjadi bahan pertimbangan pejabat penilai dalam menentukan peringkat jabatan pegawai pelaksana. Namun tidak semua pegawai memiliki kesempatan yang sama dalam program pelatihan dimaksud karena keterbatasan anggaran dan fasilitas yang tersedia.
Berdasarkan beberapa permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di atas, penulis sangat tertarik untuk membuat suatu penelitian tentang si stem remunerasi berbasis kompetensi yang telah diterapkan di KPPBC Tipe Madya Pabean X di mana penilaian berbasis kompetensi (Competency Based Assessment) dan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training) sangat menentukan dalam penentuan peringkat jabatan pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean X. Dalam penelitian ini subyek dibatasi hanya untuk pegawai pelaksana di lingkungan KPPBC Tipe Madya Pabean X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Sejauhmana pengaruh sistem penggajian (remunerasi) yang berupa program penilaian dan program pelatihan berbasis kompetensi terhadap kinerja pegawai pelaksana di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X ?
2. Sejauhmana perbedaan kinerja antara pegawai pemangku jabatan pelaksana administrasi dengan pegawai pemangku jabatan pelaksana pemeriksa di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X dengan diterapkannya sistem penggajian (remunerasi) berbasis kompetensi ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sistem penggajian (remunerasi) yang berupa program penilaian dan program pelatihan berbasis kompetensi terhadap kinerja pegawai pelaksana di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X.
2. Untuk mengetahui perbedaan kinerja antara pegawai pelaksana administrasi dengan pegawai pelaksana pemeriksa di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 
1. Bagi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X dapat dipakai sebagai salah satu cara dalam melakukan penyempurnaan sistem penggajian yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dengan pendekatan terhadap kompetensi individu dan aspirasi pegawai, sehingga dapat diterapkan model penggajian (remunerasi) yang sesuai dengan kondisi organisasi.
2. Bagi Sekolah Pascasarjana untuk mengembangkan studi kepustakaan dan sebagai bahan penelitian selanjutnya mengenai analisis pengaruh penerapan sistem remunerasi berbasis kompetensi terhadap kinerja pegawai.
3. Bagi peneliti sebagai sarana menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan terutama dalam hal penggajian (remunerasi) dan kompetensi serta kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, juga untuk memperluas wawasan tentang model terutama dalam hal mengembangkan model penggajian berbasis kompetensi terhadap pegawai.
4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti tentang sistem penggajian yang lebih baik di masa mendatang. 

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

(KODE : PASCSARJ-0267) : PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan.
Investor dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham. Investor perlu mengetahui dan memahami ketiga nilai tersebut sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan investasi saham karena dapat membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan murah. Salah satu pendekatan dalam menentukan nilai intrinsik saham adalah price book value (PBV). PBV atau rasio harga per nilai buku merupakan hubungan antara harga pasar saham dengan nilai buku per lembar saham.
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang. Dengan demikian, penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya : keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan investasi, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten.
Saat ini dunia usaha sangat tergantung pada masalah pendanaan. Dunia usaha mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh banyaknya lembaga-lembaga keuangan yang mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat adanya kemacetan kredit pada dunia usaha tanpa memperhitungkan batas maksimum pemberian kredit di masa lalu oleh perbankan dan masalah kelayakan kredit yang disetujui. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka manajer keuangan perusahaan harus berhati-hati dalam menetapkan struktur modal yang diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dan lebih unggul dalam menghadapi persaingan bisnis. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah mengoptimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan biaya modal perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pemilik perusahaan.
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada di atas target struktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Penentuan target struktur modal optimal adalah salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur modal adalah proporsi pendanaan dengan hutang (debt financing) perusahaan, yaitu rasio leverage (pengungkit) perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah unsur dari struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan produktivitas dan kinerja perusahaan. Teori struktur modal menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan (financial policy) perusahaan dalam menentukan struktur modal (bauran antara hutang dan ekuitas) bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (value of the firm).
Penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan penggunaan hutang diperoleh dari pajak (bunga hutang adalah pengurangan pajak) dan disiplin manajer (kewajiban membayar hutang menyebabkan disiplin manajemen), sedangkan kerugian penggunaan hutang berhubungan dengan timbulnya biaya keagenan dan biaya kepailitan.
Teori trade-off memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan nilai perusahaan dengan asumsi keuntungan pajak masih lebih besar dari biaya tekanan financial dan biaya agen. Teori trade-off juga memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan tingkat profitabilitas atau kinerja keuangan perusahaan. Pengurangan bunga hutang pada perhitungan penghasilan kena pajak akan memperkecil proporsi beban pajak, sehingga proporsi laba bersih (net income) setelah pajak menjadi semakin besar, atau tingkat profitabilitas semakin tinggi.
Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan struktur modal diantara adalah Christianti (2006) menemukan bahwa adanya perbedaan kepentingan outsider dengan insider menyebabkan terjadinya agency cost dimana manajer cenderung menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan tetapi untuk kepentingan opportunistic. Sugihen (2003) menemukan bukti bahwa struktur modal berpengaruh tidak langsung dan negatif terhadap nilai perusahaan. Para pelaku pasar yakin bahwa apabila pengaruh eksternal ini kembali normal, maka perusahaan kembali membaik dan nilai pasar ekuitas ditentukan oleh permintaan dan penawaran.
Pertumbuhan (growth) adalah seberapa jauh perusahaan menempatkan diri dalam sistem ekonomi secara keseluruhan atau sistem ekonomi untuk industri yang sama. Pada umumnya, perusahaan yang tumbuh dengan cepat memperoleh hasil positif dalam artian pemantapan posisi di era persaingan, menikmati penjualan yang meningkat secara signifikan dan diiringi oleh adanya peningkatan pangsa pasar. Perusahaan yang tumbuh cepat juga menikmati keuntungan dari citra positif yang diperoleh, akan tetapi perusahaan harus ekstra hati-hati, karena kesuksesan yang diperoleh menyebabkan perusahaan menjadi rentan terhadap adanya isu negatif. Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian penting karena dapat menurunkan sumber berita negatif yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan, mengembangkan dan membangun kecocokan kualitas dan pelayanan dengan harapan konsumen.
Pertumbuhan cepat juga memaksa sumber daya manusia yang dimiliki untuk secara optimal memberikan kontribusinya. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali, maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pada pengendalian biaya.
Growth dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana total aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009).
Ratusan perusahaan saat ini telah menerapkan perencanaan strategis secara menyeluruh dalam upaya mereka untuk meraih pendapatan laba yang lebih tinggi. Tujuan jangka panjang menunjukkan hasil yang diharapkan dengan menjalankan strategi tertentu. Strategi mempresentasikan tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan panjang. Tujuan harus kuantitatif, terukur, realistis, dapat dimengerti, menantang, hierarkis, dapat dicapai dan selaras dengan unit organisasi. Salah satu tujuan biasanya dinyatakan dalam bentuk pertumbuhan aset. Tujuan jangka panjang dibutuhkan pada tingkat korporasi, divisi, dan fungsional dalam organisasi. Tujuan tersebut merupakan ukuran penting dalam tujuan keuangan perusahaan mencangkup sesuatu yang diasosiasikan dengan pertumbuhan dalam pendapatan, pertumbuhan dalam laba, tingkat pengembalian investasi yang tinggi, dan perbaikan arus kas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sriwardany (2006), Variabel yang diteliti adalah pertumbuhan perusahaan, perubahan harga saham dan kebijaksanaan struktur modal, hasil analisis yang didapat adalah pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap harga perubahan saham, hal ini berarti bahwa informasi tentang adanya pertumbuhan perusahaan akan direspon secara positif oleh investor, sehingga meningkatkan harga saham dan pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kebijaksanaan struktur modal, yang memberi arti bahwa jika perusahaan melakukan pertumbuhan maka manajer menetapkan struktur modal yang lebih banyak menggunakan ekuitas daripada hutang.
Penilaian kinerja keuangan perusahaan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen, merupakan persoalan yang kompleks karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal dan efisiensi dari kegiatan perusahaan yang menyangkut nilai serta keamanan dari berbagai tuntutan yang timbul terhadap perusahaan. Perusahaan perlu melakukan analisis laporan terhadap laporan keuangan, karena laporan keuangan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Laporan keuangan sebagai sumber informasi, akan lebih bermanfaat jika dilihat secara komprehensif misalnya dengan membandingkan suatu periode dengan periode yang lain. Salah satu cara pengukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat profitabilitasnya.
Profitabilitas adalah rasio dari efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas terdiri atas profit margin, basic earning power, return on assets, dan return on equity. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur dengan return on equity (ROE). Return on equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian ekuitas pemegang saham. ROE merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dari ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik. Rasio yang meningkat menunjukkan bahwa kinerja manajemen meningkat dalam mengelola sumber dana pembiayaan operasional secara efektif untuk menghasilkan laba bersih (profitabilitas meningkat). Jadi dapat dikatakan bahwa selain memperhatikan efektivitas manajemen dalam mengelola investasi yang dimiliki perusahaan, investor juga memperhatikan kinerja manajemen yang mampu mengelola sumber dana pembiayaan secara efektif untuk menciptakan laba bersih.
ROE menunjukkan keuntungan yang akan dinikmati oleh pemilik saham. Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini ditangkap oleh investor sebagai sinyal positif dari perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal. Penelitian yang dilakukan oleh Wirawati (2008) menunjukkan bahwa variabel return on equity (ROE), berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya di atas maka dalam penelitian ini digunakan variabel penelitian seperti struktur modal, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, dan nilai perusahaan. Perbedaan mendasar dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan profitabilitas sebagai variabel intervening endogen. Digunakan variabel profitabilitas sebagai variabel intervening endogen guna untuk mengetahui apakah profitabilitas dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini : 
1) Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ?
2) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ?
3) Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?
4) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?
5) Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan : 
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas.
3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan.
4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.
5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan, serta sebagai referensi bagi penelitian-penelitian yang serupa di masa yang akan datang.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para manajer dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan.

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD

(KODE : PASCSARJ-0266) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menghadapi persaingan era globalisasi saat ini setiap perusahaan perbankan tidak akan terlepas dengan permasalahan seberapa besar kemampuan perusahaan perbankan tersebut dalam memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Sumber dana perusahaan bagi perusahaan perbankan dapat diperoleh dari sumber dana internal dan eksternal perusahaan. Sumber dana internal artinya dana yang diperoleh dari hasil kegiatan operasi perusahaan, yang terdiri atas laba yang tidak dibagi (laba ditahan) dan depresiasi. Sedangkan sumber dana eksternal merupakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri dari hutang (pinjaman) dan modal sendiri. Apabila perusahaan perbankan dalam pemenuhan kebutuhan modalnya semakin meningkat sedangkan dana yang dimiliki telah digunakan semua, maka perusahaan perbankan tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar yaitu dalam bentuk hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modalnya.
Salah satu tugas dari seorang manajer keuangan dalam mencapai tujuannya adalah mengambil keputusan pendanaan perusahaan. Dana sangat terkait dengan manajemen pendanaan. Manajemen pendanaan pada hakekatnya menyangkut keseimbangan antara aktiva dengan pasiva. Pemilihan susunan dari aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan dari pasiva akan menentukan struktur financial (Struktur Modal) dan struktur modal perusahaan Riyanto, 2005).
Menurut Hidayat (2004), hasil kegiatan operasional suatu perusahaan perbankan secara konsepsional dipengaruhi oleh keputusan manajemen dalam menetapkan struktur modal. Dengan demikian jika sebuah perusahaan perbankan beroperasi pada tingkat efisiensi yang sama untuk memperoleh pendapatannya maka kebijakan penetapan sumber pembelanjaan tidak akan menyebabkan perubahan terhadap pencapaian hasil kegiatan operasional. Sebaliknya, keputusan penetapan sumber dana pada tingkat efisiensi operasional tersebut akan mempunyai keragaman pengaruh terhadap penghasilan perusahaan perbankan. Ini berarti bahwa penetapan struktur pembelanjaan atau struktur modal yang berbeda akan mempunyai kekuatan berlainan bagi perubahan penghasilan dan nilai perusahaan. Keadaan tersebut disebabkan karena setiap perubahan struktur modal akan selalu disertai oleh adanya perubahan tongkat resiko finansialnya.
Sinaga (2003) mengemukakan bahwa struktur modal suatu badan usaha tercermin dalam semua pos pada sisi pasiva neraca perusahaan. Seluruh pos ini bila dikurangi dengan kewajiban jangka pendek adalah struktur pemodalan perusahaan. Sisi kanan neraca perusahaan ini, identik dengan sumber dana yang diperoleh perusahaan yang menciptakan adanya kewajiban termasuk ekuitas atau modal sendiri. Kewajiban yang tercipta harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi kekayaan perusahaan.
Sinaga (2003) juga menjelaskan bahwa pada pola pembelanjaan mengatakan permanent assets harus dibelanjai dengan sumber dana dari pinjaman jangka panjang. Permanent assets sebagian besar terdiri dari fixed assets dan sebagian kecil current assets, memerlukan jangka waktu panjang untuk pengembaliannya sehingga perlu dibelanjakan dengan kredit yang juga panjang jangka waktunya. Pelanggaran terhadap prinsip yang sebenarnya sangat sederhana ini dan tentunya diketahui oleh praktisi keuangan, akan berakibat sangat fatal. Akibat paling minim adalah insolvency dalam jangka pendek, dalam jangka panjang akibat yang paling buruk adalah kebangkrutan usaha yang menimbulkan likuidasi.
Riyanto (2005), suatu perusahaan perbankan jika dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Jika kebutuhan dana sudah demikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan dana dari dalam sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain, selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi kebutuhan dananya. Ketergantungan pada pihak luar akan menyebabkan resiko finansial akan makin besar jika perusahaan lebih mengutamakan pemenuhan dana dengan hutang. Sebaliknya dengan saham biasa, biaya penggunaan dana yang berasal dari pengeluaran saham baru (cost of new common stock) adalah paling mahal dibandingkan dengan sumber-sumber dana lainnya. Untuk itu diperlukan ketepatan dalam pengambilan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan perimbangan atau perbandingan yang optimal antara dua unsur modal tersebut yang merupakan hal yang tidak mudah dilakukan terutama mengenai unsur hutang. Besarnya jumlah hutang pada struktur modal akan menentukan tingkat leverage perusahaan yang bersangkutan, sehingga pada kebanyakan model struktur modal disebutkan bahwa tingkat hutang yang optimal ditentukan dengan mempertimbangkan antara berbagai keuntungan yang diperoleh dengan biaya penggunaan leverage yang bermacam-macam.
Weston dan Copeland (1997) memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total assets = TA) atau nilai total perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntasi. Nilai total perusahaan berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan. Faktor leverage juga digunakan dalam hubungannya dengan nilai buku akuntansi.
Riyanto (2005), dalam hubungannya dengan struktur modal dan struktur kekayaan, ada pedoman atau aturan struktur modal yang konservatif, baik yang vertikal maupun yang horizontal. Aturan Struktur Modal konservatif yang vertikal memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dengan modal sendiri. Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu harus dibangun atas dasar modal sendiri, maka aturan tersebut menetapkan bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimana pun juga tidak boleh melebihi besarnya modal sendiri. Setiap perluasan basis modal sendiri akan memperbesar kemampuan perusahaan dalam menanggung resiko usaha perusahaan yang akan dibelanjai nya. Pandangan itu terutama didasarkan pada "prinsip keamanan", dimana hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap kreditur maupun terhadap perusahaan sendiri.
Aturan Struktur Modal konservatif yang horizontal memberikan batas imbangan antara besarnya modal sendiri di satu pihak dengan besarnya aktiva tetap dan persediaan besi di lain pihak. Aturan tersebut menyatakan bahwa keseluruhan aktiva tetap dan persediaan bersih harus sepenuhnya ditutup atau dibelanjai dengan modal sendiri, yaitu modal yang tetap tertanam di dalam perusahaan.
Struktur kekayaan merupakan perbandingan baik dalam arti absolut maupun relatif antara aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan Struktur Modal mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai. Struktur Modal akan mencerminkan pula perbandingan dalam artian absolut dan relatif antara keseluruhan modal asing (jangka pendek dan jangka panjang) dengan jumlah modal sendiri. Struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila Struktur Modal tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, di mana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Dengan demikian maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari Struktur Modal.
Fakta yang ada saat ini menunjukkan bahwa setelah negara Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 dan krisis global di tahun 2008, terdapat perbedaan secara proporsional unsur-unsur dalam Struktur Modal perusahaan. Ada beberapa perusahaan pada saat itu yang mengalami peningkatan jumlah hutang yang sangat tinggi pada struktur modal perusahaan. Peningkatan tersebut, pada umumnya disebabkan karena pembayaran hutang harus dilakukan dalam bentuk mata uang asing yang mengalami apresiasi yang begitu besar terhadap nilai mata uang Rupiah akibat krisis ekonomi tahun 1997.
Penelitian ini ingin menguji pengaruh variabel keuangan Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age terhadap Struktur Modal, yang diaplikasikan PT Bank BPD Bali Kantor Capem X. Hal ini dimaksudkan apakah temuan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan manufaktur yang publish di Pasar Modal Negara Maju, juga ditemukan sama dengan yang diaplikasikan di Bank khususnya PT Bank BPD Bali, yang merupakan perusahaan perbankan yang belum publish, mengingat karakteristik perusahaan yang publish jelas berbeda dengan perusahaan yang publish. Aplikasi pengujian pengaruh variabel keuangan Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age terhadap Struktur Modal di perusahaan perbankan yang belum publish (PT Bank BPD Bali) inilah yang merupakan pembeda dengan penelitian-penelitian yang ada.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka peneliti mengambil judul "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CAPEM X."

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka untuk melakukan analisis tentang faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan, hal mendasar yang dapat dijadikan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 
1) Apakah secara simultan variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X ?
2) Apakah secara parsial variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali, menghubungkan dan membuat forecasting atas suatu kejadian. Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah : 
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara simultan variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X.

D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya, serta mengaplikasikan teori yang berhubungan dengan manajemen keuangan di bank terutama terkait dengan faktor yang mempengaruhi Struktur Modal.
2) Manfaat Praktis
Bagi PT Bank BPD Bali Kantor Capem X : diharapkan dapat memberikan informasi sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan keuangan khususnya menyangkut tentang Struktur Modal Perbankan.

TESIS PENGARUH SERVANT LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN MELAYANI) TERHADAP MOTIVASI PELAYANAN DAN DAMPAKNYA PADA KOMITMEN PELAYANAN MAJELIS JEMAAT

TESIS PENGARUH SERVANT LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN MELAYANI) TERHADAP MOTIVASI PELAYANAN DAN DAMPAKNYA PADA KOMITMEN PELAYANAN MAJELIS JEMAAT

(KODE : PASCSARJ-0261) : TESIS PENGARUH SERVANT LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN MELAYANI) TERHADAP MOTIVASI PELAYANAN DAN DAMPAKNYA PADA KOMITMEN PELAYANAN MAJELIS JEMAAT (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis, Wakil, Sekretaris, Bendahara, dan Komisi Pelayanan, atau yang disebut juga Pimpinan Harian Majelis Jemaat (PHMJ). Jabatan pelayanan fungsional yaitu Pendeta, Diaken, Penatua, dan Pengajar. Jabatan organisasi gereja Pendeta sebagai Ketua Majelis jemaat sekaligus pemimpin bagi organisasi gereja. Jabatan pendeta tersebut memiliki peran, tugas dan tanggung jawab pendeta sebagai pelayaan umat dan pemimpin dalam jemaat GPM yang diatur dalam Tata Gereja GPM 1998 : Bab I dan Bab II, demikian : 
Memimpin serta bertanggungjawab atas ibadah, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Melaksanakan pelayanan penggembalaan bagi semua pelayan dan anggota jemaat. Bersama Penatua dan Diaken bertanggungjawab atas penyelenggaraan katekisasi, pembinaan umat, pendidikan agama Kristen di sekolah. Bersama Penatua dan Diaken bertanggung jawab atas pelaksanaan Pekabaran Injil, Pelayanan Kasih dan Keadilan. Membina serta mendorong semua warga jemaat untuk menggunakan potensi dan karunia yang diberikan Tuhan secara bertanggung jawab. Melaksanakan fungsi organisasi dalam Gereja Protestan Maluku sesuai ketentuan Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku. 
Proses pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin jemaat (pendeta) dibantu oleh penatua dan diaken. Dan proses koordinasi pelayanan tersebut dikenal dengan asas kolegial (Tata peraturan GPM) artinya, secara struktur memiliki kedudukan yang berbeda. Namun secara koordinasi pelaksanaan pelayanan antara pemimpin jemaat dan partner kerja (penatua dan diaken) memiliki fungsi kontrol yang sama yakni, secara bersama-sama mengkoordinasikan pelayanannya. Proses koordinasi pelayanan itu penting dilakukan secara efektif supaya, tujuan dan proses pelayanan dapat berjalan dengan baik. Terlebih penting pendeta selaku pemimpin mampu memiliki kemampuan manajerial mencakup; perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, dan evaluasi. Dengan demikian dalam proses kepemimpinannya (pendeta) dapat memberikan pengaruh positif bagi partner kerjanya namun juga bagi warga jemaat.
Pengaruh kepemimpinan pendeta terkadang memberikan cara pandang yang berbeda pada setiap anggota organisasi. Penelitian Latumahina (2011) membuktikan bahwa cara pandang anggota jemaat terhadap pemimpinnya dapat di lihat dari dua sisi yang berbeda yakni, dari sisi negatif dan positif. Pemahaman jemaat yang negatif disebabkan, proses manajemen pelayanan kepada anggota jemaat yang kurang baik, timbulnya rasa resah, kegelisahan, dan rasa tidak nyaman terhadap cara hidup pendeta dalam kegiatan formal gereja ataupun juga kehidupan kesehariannya. Sedangkan dari sisi positif pendeta dipandang sebagai hamba Tuhan yang melakukan pelayanan dengan baik dan menjadi teladan. Kerja keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam melayani jemaat, serta spiritualitas pendeta telah melahirkan terciptanya rasa hormat jemaat, sehingga menunjukan cara pandang yang positif dari anggota jemaat.
Secara umum Maxwell (2012) mendefinisikan kepemimpinan sebagai cara pemimpin mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini, mempengaruhi berarti membantu orang lain untuk dapat melakukan perubahan. Artinya kepemimpinan menjadi unsur kunci untuk melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif. Semua bentuk kepemimpinan itu penting bagi semua organisasi, dan kepemimpinan yang efektif adalah penting (www.com/aboutdefinition-leadership-theories). Fungsi dari kepemimpinan yang efektif yaitu, dapat menggerakkan para anggota kelompoknya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organisasi (Prodjowijono : 2008). Sejalan dengan itu, Stutzman dan Shenk (1988) sebagaimana dikutip dalam Bennis dan Nanus mengidentifikasikan pemimpin yang efektif adalah memberi diri untuk memimpin orang lain tetapi, harus menjadi pelayaan kepada komunitas orang yang dipimpinnya. Selain itu penelitian Zaluchu (2011) menunjukan fakta bahwa anggapan banyak orang tentang kepemimpinan yang lebih melekat kepada kekuasaan, posisi atau jabatan dibandingkan menjadi pelayan itu tidak benar. Lebih lanjut diungkapkan, kepemimpinan merupakan posisi atau jabatan tertentu dan kedudukan itu membuat orang menjadi takut dan segan. Kedudukan demikian tidak seharusnya membuat anggotanya menjadi takut dan segan namun, dibutuhkan pemimpin yang mampu memberikan pengaruh yang positif bagi anggotanya.
Pendeta sebagai pemimpin dalam organisasi gereja memiliki peran penting yang mampu menguatkan aspek pemberdayaan jemaat dan memanajemen proses pelayanan. Namun menurut Prodjowijono (2008) pendeta tidak hanya melihat aspek-aspek itu saja, tetapi pendeta dalam konteks organisasi gereja diharapkan juga menjadi manajer bagi anggota organisasi. Artinya bahwa, kehadiran atau kepemimpinannya menjadi perekat dan solusi atas masalah-masalah yang di hadapi jemaat. Sebagai pemimpin organisasi gereja dan pelayan perlu menunjukkan karakter kepada jemaat yang dapat memberikan teladan. Untuk itu kekuatan karakter pemimpin yang sesuai dengan lingkungan jemaat sangat diperlukan, yakni bertanggung jawab menjadi pemimpin yang tepat, dalam waktu yang tepat (Right Leader In The Right Time).
Kondisi ini memberi gambaran bahwa kepemimpinan dapat diwujudkan melalui suatu pendekatan kepemimpinan yang berbeda. Kepemimpinan yang mampu memberikan pelayanan dan dari pelayanannya dapat memberikan pengaruh kepada anggotanya. Oleh sebab itu dalam mewujudkan kondisi tersebut tentunya ada sebuah model kepemimpinan yang memberikan pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan servant leadership (kepemimpinan melayani). Zaluchu (2011) berpendapat bahwa, kepemimpinan ini masih relevan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan Kristen dimanapun untuk dikembangkan dan dipraktekkan.
Menurut Senjaya (1997) mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Covey bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) semata-mata bukan hanya melayani untuk mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya. Pendapat tersebut didukung oleh Blanchard dan Hodges (2006) mengungkapkan, bahwa bagi para pengikut Yesus, kepemimpinan sebagai tindakan pelayanan bukanlah pilihan, itu adalah mandat atau perintah. Dijelaskan servant leadership (kepemimpinan melayani) harus menjadi statemen hidup bila tinggal dalam Yesus, cara memperlakukan sesama memperlihatkan cara hidup Yesus. Cara hidup yang harus menjadi teladan bagi seorang pemimpin bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Pendapat tersebut didukung dengan pendapat (Neuschel : 2008) yang menyatakan bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai seseorang yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani.
Salah satu tugas seorang pemimpin meliputi memotivasi pengikutnya dan menciptakan kondisi yang menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan (Yulk : 2010). Bront Kark dan Dina Va Dijk (2007) serta Anderson et al., (2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh dan memainkan peran penting terhadap motivasi diri dari pengikutnya. Begitupun dengan penelitian Smith, Monlango, Kuzmenko (2004) yang menunjukan bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) diarahkan untuk memotivasi pertumbuhan pribadi pengikut atau anggotanya. Tulisan ini diperkuat oleh Patterson (2003) yang memperlihatkan bahwa dasar servant leadership (kepemimpinan melayani) adalah kasih atau cinta. Kasih atau cinta dapat memberikan motivasi yang kuat pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Dapat disimpulkan kepemimpinan melayani juga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi yang terbangun dalam diri individunya. Namun bila tidak bisa memotivasi bawahannya tidak mungkin pemimpin organisasi dapat sukses dalam mencapai tujuan dari organisasi.
Secara umum motivasi diartikan sebagai faktor yang timbul dari dalam diri seseorang, sehingga hal itu mendorong dan menggerakkan individu melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan, untuk mencapai satu tujuan tertentu. Menurut Kini dan Hobson (2002), motivasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku ke arah pencapaian tujuan. Dengan motivasi yang tinggi akan menciptakan sebuah komitmen terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam menyelesaikan setiap pekerjaan (McNeese-Smith et al : 1995). Pendapat ini didukung oleh penelitian Burton, J; Lee Thomas; Holtom, B (2002), yang menunjukan hasil bahwa motivasi anggota organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap komitmen organisasi. Selanjutnya penelitian KuVaas Bard (2006) mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Furthermore, Ganesan dan Weitz, menemukan adanya pengaruh positif antara motivasi terhadap komitmen induvidu yang timbul dari dalam dirinya.
Penelitian diatas membuktikan motivasi kerja dalam konteks organisasi secara umum bisa memberikan pengaruh terhadap komitmen. Namun perlu dilihat dalam konteks gereja motivasi pelayanan lebih banyak muncul dari kesadaran induvidu secara internal. Motivasi pelayanan itu timbul dari ketulusan hati individu untuk melayani, melayani tanpa mengharapkan imbalan atau penghargaan. Karena motivasi pelayanan tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Namun ada nilai yang terkandung dari proses pengabdian yakni kesadaran akan suatu panggilan pelayanan. Dengan demikian individu mampu akan mempunyai komitmen yang tinggi.
Motivasi pelayanan itu lebih penting, diperlukan dan harus timbul dari dalam diri individu. Motivasi pelayanan itu muncul lebih kuat dari dalam diri induvidu, sehingga mampu meningkatkan kehidupan rohani atau spiritual individu tersebut. Seorang pendeta yang memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) itu akan bisa meningkatkan motivasi pelayanan individu, dan memberikan tambahan dorongan untuk melakukannya walaupun sudah ada dari dalam diri. Dan servant leadership (kepemimpinan melayani) dari pendeta yang baik mampu menjadi teladan bagi induvidu tersebut. Akibatnya induvidu akan lebih berkomitmen tapi tidak secara langsung. Dimaksudkan tanpa induvidu itu mempunyai motivasi internal pelayanan. Untuk itu servant leadership (kepemimpinan melayani) tidak berpengaruh secara langsung terhadap komitmen namun ada kemungkinan melalui motivasi pelayanan. Dengan demikian motivasi pelayanan menjadi variabel mediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan.
Penelitian Cavin dan McCuddy (2009) melibatkan responden yang bekerja di gereja Lutheran. Penelitian ini memperlihatkan penerapan sepuluh karakteristik servant leadership dalam kerangka demografis (status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, gender, usia, dan tempat tinggal responden). Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku servant leadership beragam berdasarkan empat karakteristik demografi (status social ekonomi, tingkat pendidikan, usia dan tempat tinggal responden). Cohen, Colwell, dan Reed (2011) melakukan penelitian yang menghasilkan sebuah pengukuran baru terhadap servant leadership para eksekutif dalam konteks kepemimpinan etis dan dampaknya terhadap anggota, organisasi dan masyarakat.
Melalui penjelasan di atas bahwa ada pertimbangan lain yang mendasari penelitian ini adalah masih minimnya penelitian yang berorientasi pada servant leadership pendeta, dalam kaitan dengan motivasi dan dampaknya pada komitmen pelayanan khususnya di gereja.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : 
1. Apakah terdapat pengaruh Servant leadership terhadap motivasi pelayanan pada Majelis Jemaat ?
2. Apakah terdapat pengaruh motivasi pelayanan terhadap komitmen pelayanan pada Majelis Jemaat ?
3. Apakah motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dengan komitmen pelayanan.

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh Servant leadership terhadap motivasi pelayanan pada Majelis Jemaat.
2. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh motivasi pelayanan terhadap komitmen pelayanan pada Majelis Jemaat.
3. Untuk mengetahui dan menguji motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara Servant leadership dengan komitmen pelayanan.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain : 
1. Secara Teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu bukti empiris bahwa : teori-teori motivasi dan komitmen secara manajemen bisa diterapkan di dalam organisasi gereja. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai informasi, referensi dan pertimbangan bagi pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai pentingnya mengetahui dan memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai role model kepemimpinan seorang pendeta. Selanjutnya dapat memberikan pengaruh terhadap anggota jemaat (diaken dan penatua) dalam meningkatkan motivasi dan komitmen para (diaken dan penatua) dalam melaksanakan pelayanannya.

TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN TERHADAP KEPUASAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN LOYALITAS MAHASISWA

TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN TERHADAP KEPUASAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN LOYALITAS MAHASISWA

(KODE : PASCSARJ-0251) : TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN TERHADAP KEPUASAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN LOYALITAS MAHASISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki intelektual dan unggul, mampu bersaing dalam bidangnya maka tidak terlepas dari peranan Perguruan Tinggi sebagai institusi pendidikan. Perguruan Tinggi bertugas menghasilkan alumni-alumni yang berkualitas. Proses belajar dan mengajar saja tidak cukup tetapi perlu didukung dengan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya terutama perpustakaan. Karena perpustakaan adalah tempat dimana masyarakat, pelajar, dan mahasiswa dapat memperoleh informasi dan belajar mandiri guna untuk meningkatkan kualitasnya. Sebagai pusat informasi, perpustakaan tidak hanya sebatas gedung dan buku. Perpustakaan yang modern memiliki tugas dan fungsi untuk mencari, mengumpulkan, mengorganisasikan, mendokumentasikan dan menyajikan informasi kepada pengguna baik dalam bentuk cetakan maupun dalam bentuk elektronik.
Bagi kebanyakan masyarakat, perpustakaan selalu dipersepsikan identik dengan ruangan yang sepi, koleksi yang out of date dan tidak menarik. Segala kekurangan ini masih ditambah dengan keluhan pelayanan yang diberikan kadang kurang profesional dan kurang simpatik
Perlu diketahui bahwa status Perpustakaan di Indonesia keberadaannya masih terpinggirkan. Ada yang menganggap penting tapi masih sebatas retorika. Sebuah perpustakaan, merupakan salah satu ukuran dalam menilai sejauh mana kualitas knowledge yang dimiliki dan dihasilkan oleh institusi tersebut. Karena itu perpustakaan menjadi sumber yang sangat penting dalam pengembangan knowledge di institusinya, begitu juga dengan peranan perpustakaan perguruan tinggi.
Perpustakaan sebagai organisasi publik nonprofit memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat pemakainya dengan mengutamakan kepuasan pelanggan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang memberikan layanan umum dengan mengutamakan keuntungan (profit). Namun di antara organisasi profit dan nonprofit terdapat kesamaan tugas, yakni melayani masyarakat pengguna. Perpustakaan adalah pelayanan. Tidak ada perpustakaan jika tidak ada pelayanan. Karena itu sebenarnya perpustakaan identik dengan pelayanan. Maka perpustakaan dan petugas perlu mengubah pola pikir bahwa pemakai adalah pelanggan (customers). Kepuasan pelanggan menjadi salah satu tujuan pelayanan suatu perpustakaan.
Untuk mencapai tujuan pelayanan yang berkualitas, perpustakaan dituntut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat penggunanya. Tidak saja terpenuhinya sumber-sumber informasi tetapi perlu juga diperhatikan fasilitas-fasilitas fisik, kualitas pelayanan, dan teknologi yang dapat membantu proses pelayanan sehingga tercapainya kepuasan pemakai, karena kepuasan dan loyalitas adalah berkaitan, walaupun keterkaitannya ada, tidak selalu beriringan.
PP Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perpustakaan merupakan unsur penunjang pendidikan tinggi. Secara harfiah, unsur penunjang dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus ada untuk kesempurnaan yang ditunjang. Peran strategis ini juga terlihat jelas dalam proses akreditasi sebuah pendidikan tinggi, dimana perpustakaan merupakan unsur utama, walau bukan yang pertama. Jika suatu lembaga pendidikan tinggi ingin mendapatkan akreditasi resmi, maka perpustakaan dan segala isinya wajib ada. Artinya, akreditasi tidak akan diperoleh jika lembaga tersebut tidak memiliki perpustakaan. Secara teori, perpustakaan sebetulnya memiliki peran strategis dalam eksistensi pendidikan tinggi. Sebagai unsur penunjang penting, perpustakaan tidak dapat diabaikan, khususnya dalam hal pencapaian visi. Jika sebuah universitas ingin menjadi 'universitas bertaraf internasional', otomatis perpustakaan juga harus ikut menjadi 'perpustakaan bertaraf internasional'.
Ketidakstabilan frekuensi kunjungan dan jumlah pinjaman setiap bulannya, menunjukan bahwa minimnya kualitas pelayanan yang ada di Perpustakaan Universitas X. Kualitas pelayanan perpustakaan adalah salah satu variabel yang sangat menentukan untuk mencapai kepuasan dan loyalitas mahasiswa terhadap pemanfaatan perpustakaan, untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan tersebut terhadap kepuasan mahasiswa serta keeratan hubungan antara kepuasan dengan loyalitas mahasiswa, peneliti mencoba melihat pengaruh tersebut berdasarkan pada lima dimensi, yaitu : Bukti fisik, adalah aspek-aspek nyata yang bisa dilihat dan diraba, termasuk sumber daya manusia. Kehandalan, adalah aspek-aspek kehandalan sistem pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan, apakah jasa yang diberikan sesuai dengan standar-standar umum atau kemampuan mewujudkan jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan secara cepat. Ketanggapan, adalah keinginan untuk membantu mahasiswa dan menyediakan jasa yang dibutuhkan atau kecepat-tanggapan dari pustakawan dalam memberikan jasa serta dapat menangkap aspirasi-aspirasi yang muncul dari mahasiswa. Jaminan, adalah bahwa jasa yang diberikan memberikan jaminan kenyamanan, kemampuan sumber daya dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar. Empati, adalah kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi, dan kemampuan memahami kebutuhan mahasiswa.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut : 
a. Sejauhmana pengaruh kualitas pelayanan perpustakaan yang terdiri dari; bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati terhadap kepuasan mahasiswa Universitas X
b. Bagaimana hubungan kepuasan mahasiswa dengan loyalitas mahasiswa dalam memanfaatkan Perpustakaan Universitas X.

C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan perpustakaan yang terdiri dari; bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati terhadap kepuasan mahasiswa Universitas X.
b. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan dari kualitas pelayanan yang terdiri dari; bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa Universitas X
c. Untuk mengetahui hubungan kepuasan dengan loyalitas mahasiswa Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi;
a. Perbaikan kepada Manajemen Perpustakaan Universitas X dalam menentukan kebijakan dan perencanaan ke depan guna untuk meningkatkan kualitas pelayanan
b. Dapat memberikan sumbangan (contribution) empirik bagi para akademisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan dan hubungannya dengan loyalitas mahasiswa terhadap perpustakaan Universitas X
c. Bagi peneliti, dapat melatih dan berpikir secara ilmiah serta menambah wawasan pengetahuan di bidang manajemen pemasaran, khususnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan .
d. Bagi akademisi dan peneliti lanjutan, dapat menjadi bahan referensi atau bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti tentang kualitas pelayanan.