Search This Blog

Showing posts with label bahasa indonesia kelas V. Show all posts
Showing posts with label bahasa indonesia kelas V. Show all posts
SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

(KODE : PTK-0589) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, terutama pelajar yang merupakan calon intelek-tual. Banyak orang terampil menulis, tetapi tidak pandai berbicara. Dalam hal ini kemampuan berbicara dalam forum resmi atau di depan umum, bukan hanya sekedar berbicara. Terkadang ada pembicara yang mengangkat topik yang menarik, tetapi membuat pendengar tidak mengerti bahkan merasa bosan meskipun dengan topik yang sebenarnya menarik untuk disimak. Ada juga orang-orang yang tidak berani berbicara di depan umum. Padahal berbicara merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa dari empat aspek lainnya. Aspek berbicara termasuk dalam pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan sejak kita masih duduk di Sekolah Dasar. Kemampuan berbicara sering diabaikan karena ada anggapan bahwa kemampuan berbicara dapat didapatkan secara alami sehingga tidak banyak guru yang mengajarkan. Imam Syafii (1993 : 34) mengungkapkan bahwa kemampuan berbicara yang baik dapat dikuasai melalui proses belajar dan berlatih secara teratur.
Seseorang dengan kemampuan berbicara tinggi tidak hanya memperlihatkan suatu penguasaan bahasa yang sesuai, tetapi juga dapat menceritakan kisah, berdebat, berdiskusi, menafsirkan, menyampaikan laporan, menyampaikan informasi (fakta, peristiwa, gagasan, pendapat, tanggapan), dan melaksanakan berbagai tugas lainnya berkaitan dengan berbicara. Kemampuan berbicara merupakan aspek utama dan paling tampak dari kecerdasan verbal. Selain untuk berkomunikasi, kemampuan berbicara juga penting untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, dan pendapat.
Kemampuan berbicara seseorang juga akan mempengaruhi aspek berbahasa yang lainnya misalnya, membaca dan menulis. Membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar dalam berkomunikasi, bahkan ketika seseorang yang berkomunikasi dengan yang tidak dilihat maupun didengarnya. Kata-kata yang didengar merupakan dasar dari buku-buku, dan bagian dari laporan, puisi, pidato, cerita dan surat. Seseorang yang memiliki kecerdasan dalam kata-kata dengan mudah dapat mengalirkan dan sumber kata-kata dalam pikiran mereka. Seseorang yang cerdas secara kata-kata pada umumnya memiliki kemampuan mendengarkan yang sempurna yang dapat memungkinkan dia dapat berkomunikasi dengan lancar, baik antarpribadi maupun kelompok. Seseorang yang memiliki kemampuan mendengarkan yang baik dapat berkomunikasi dengan ringkas dan dengan tepat menanggapi kata-kata orang lain, karena hal itu memungkinkannya untuk merumuskan tanggapan yang efektif.
Pada umumnya siswa belum memiliki kemampuan berbicara yang baik untuk situasi formal maupun nonformal. Padahal semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka akan lebih membutuhkan kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara merupakan alat komunikasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kemampuan berbicara yang kurang baik, maka kegiatan pembelajaran tidak dapat berjalan dengan lancar. Menurut Pageyasa (2004) dalam penelitiannya hal tersebut juga ditemukan di siswa kelas 1 MTs Sunan Kalijogo. Siswa kelas 1 MTs Sunan Kalijogo masih sulit berbicara tanpa bantuan. Dengan kata lain, kemampuan berbicara siswa masih rendah. Bila dikaitkan dengan pembelajaran berbicara, tentu ada masalah dalam hal ini yang menyebabkan kemampuan berbicara siswa masih rendah. Praktik pembelajaran yang kurang efektif dan kurang disenangi siswa sebagai penyebabnya.
Masalah ini juga dialami oleh siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri X. Siswanya cenderung gugup jika berada di depan kelas untuk berbicara di depan teman sekelasnya. Siswa juga sering lupa dengan apa yang akan disampaikan di depan kelas. Siswa menghafal semua kata-kata yang akan disampaikan di depan kelas, tetapi setelah di depan kelas mereka dengan apa yang akan disampaikan. Siswa juga membutuhkan waktu yang lama berpikir mengenai apa yang akan disampaikan mengenai tema dan kata-kata yang akan disampaikan di depan kelas. Kesulitan yang paling sering dihadapi oleh siswa adalah siswa kesulitan mengungkapkan ide dan gagasan yang ada di pikiran mereka. Pada akhirnya mereka kehabisan waktu hanya untuk memikirkan dan menghafal apa yang ingin disampaikan, sedangkan praktiknya jauh dari apa yang telah mereka hafal. Dari 27 siswa kelas V SD Negeri X belum ada sebagian dari siswa yang mendapat nilai baik untuk materi berbicara. Mereka menghadapi kesulitan dalam berbicara pada masalah menuangkan ide. Dari 27 siswa 5 siswa mendapat nilai 70, 7 siswa mendapat nilai 65, sisanya mendapat nilai 65 ke bawah. Kondisi ini membuat peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan mengangka aspek berbicara. Metode yang peneliti gunakan adalah metode peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep.
Peneliti menggunakan peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep karena sebagian besar siswa kesulitan membuat konsep tentang apa yang akan dibicarakan ketika berada di depan kelas. Metode menghafal tidak terlalu berhasil untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Pendapat yang dikemukakan oleh Tonny dan Bary Buzan bahwa peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep merupakan cara yang paling mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Peta pikiran (mind mapping) merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berpikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak. Dengan demikian siswa dapat lebih mudah menuangkan ide atau pendapatnya ke dalam sebuah konsep untuk kemudian mengembangkannya sebelum berbicara. Siswa akan lebih mudah menyalurkan kreativitasnya melalui bagan-bagan untuk kemudian mengingat kembali mengeluarkan apa yang sebelumnya ada di pikirannya.
Dari uraian di atas peneliti berharap bahwa dengan menggunakan peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep akan meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri X. Siswa akan lebih mudah menuangkan ide atau gagasannya melalui peta pikiran (mind mapping). Dengan demikian siswa akan lebih mudah mengingat kembali mengenai apa yang akan disampaikan dengan melihat bagan peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep. Peta pikiran (mind mapping) tersebut akan membantu membuka kembali ide-ide yang sebelumnya telah dirancang oleh siswa.
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN

(KODE : PTK-0587) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan KTSP 2006 mata pelajaran di SD meliputi 9 mata pelajaran yaitu : Pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK, Penjaskes dan Mulok. Sembilan mata pelajaran tersebut merupakan satu kesatuan program yang berkaitan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan institusi di SD. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan peserta didik. Di samping sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia juga sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satunya dapat melalui pembelajaran apresiasi sastra.
Santosa (2008 : 8.8) mengemukakan fungsi pembelajaran sastra kepada anak yaitu sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra yaitu memberikan banyak informasi tentang suatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral pada anak. Sedangkan fungsi hiburan pada sastra yaitu memberi kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan pada diri anak.
Santosa (2008 : 8.33) juga mengemukakan ada lima manfaat yang dapat diperoleh ketika mengapresiasi sastra, yaitu : (1) estetis, artinya ada keindahan yang melekat pada sastra; (2) pendidikan, yaitu memberi berbagai informasi tentang proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan latihan; (3) kepekaan batin atau sosial, yaitu dalam mengapresiasi sastra akan selalu mengasah batin agar mudah tersentuh oleh hal - hal yang bersifat batiniah ataupun sosial; (4) menambah wawasan, artinya memberi tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pandangan - pandangan tentang kehidupan; (5) pengembangan kejiwaan atau kepribadian yaitu mampu menghaluskan budi pekerti seorang apresiator.
Pembelajaran membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Sedangkan puisi adalah ungkapan gagasan, perasaan, pengalaman, pemikiran, dan pandangan hidup penulisnya (Mulyono, 2002 : 1). Pembelajaran puisi belum dilaksanakan secara maksimal, karena sebenarnya pembelajaran puisi merupakan kegiatan pementasan karya seni yang memerlukan kemampuan khusus. Membaca puisi adalah membaca indah, keindahan membaca puisi dapat dicapai melalui penguasaan vokal, penghayatan, dan penampilan.
Proses belajar mengajar di SD X, khususnya pada siswa kelas V dalam pembelajaran membaca puisi belum mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan itu muncul, antara lain siswa tidak berani tampil dan membaca dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, yaitu merasa asing, merasa malu, merasa takut dan kurang percaya diri. Kegagalan pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas V SD X ini dapat dilihat pada daftar nilai membaca puisi siswa. Hasil belajar keterampilan membaca puisi siswa kelas V pada semester I dari keempat aspek penilaian yaitu lafal, intonasi, jeda, dan ekspresi masih rendah. Pada aspek lafal nilai maksimal adalah 15, dari 40 siswa hanya 3 siswa yang mendapat nilai 15. Kemudian pada aspek intonasi nilai maksimal adalah 40, nilai tertinggi yang dicapai siswa yaitu 28. Pada aspek jeda dengan nilai maksimal 35, siswa baru memperoleh nilai tertinggi 30. Sedangkan pada aspek ekspresi nilai maksimal 10, siswa baru mendapat nilai tertinggi yaitu 7, dengan perolehan nilai rata -rata setiap siswa yaitu 63,15. Dari jumlah 40 siswa, hanya 10 siswa yang mendapat nilai 65 bahkan lebih, dan 30 siswa lainnya mendapat nilai kurang dari 65. Hasil tersebut belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa 75% siswa mendapatkan nilai kurang dari 65 dan dinyatakan belum tuntas sedangkan 25% siswa lainnya mendapat nilai 65 lebih dan dinyatakan tuntas. Sebagai gambaran, antara lain; mereka membaca sambil tertawa sendiri karena merasa lucu dan aneh, siswa yang berani tampil secara sukarela tidak ada, seandainya ada yang berani tampil karena terpaksa, akan membaca jauh dari norma membaca puisi yang baik dan suasana kelas sama sekali tidak mendukung.
Untuk meningkatkan aktivitas siswa agar menyukai dan lebih terampil dalam membaca puisi yaitu dapat ditempuh dengan langkah-langkah, seperti mengajak siswa berdiskusi tentang puisi yang akan dibacakan, siswa bisa melihat langsung cara membaca puisi yang baik misalnya dengan menggunakan media dalam proses pembelajaran dan dilengkapi pemodelan baik oleh guru ataupun siswa.
Sugandi (2004 : 30), mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan pesan pembelajaran. Siddiq (2008 : 2.17), mengklasifikasikan media pembelajaran ke dalam beberapa bentuk, antara lain : media grafis, media audio, media audio visual, media proyeksi diam, media proyeksi gerak, media cetak, dan media nyata. Melihat permasalahan tentang kesulitan pembelajaran membaca puisi siswa kelas V SD X di atas, maka peneliti memilih video pembelajaran sebagai alat untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran membaca puisi siswa kelas V tersebut. Video pembelajaran merupakan salah satu contoh dari media audio visual. Dengan penggunaan video pembelajaran, penulis berharap dapat meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa kelas V SD X dengan perolehan nilai yang lebih baik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk menerapkan penggunaan video pembelajaran dalam pembelajaran membaca puisi, untuk itu penulis mengambil judul "PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA KELAS V DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN".