Search This Blog

MAKALAH PENGERTIAN, DEFINISI DAN PRINSIP ORGANISASI

MAKALAH PENGERTIAN, DEFINISI DAN PRINSIP ORGANISASI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat di sekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran 
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur. 

B. Rumusan Masalah 
1. Apa pengertian dari organisasi?
2. Apa definisi organisasi?
3. Apa saja prinsip daripada organisasi? 

C. Tujuan Penulisan 
1. Untuk mengetahui tentang pengertian daripada organisasi.
2. Untuk mengetahui tentang definisi daripada organisasi.
3. Untuk mengetahui tentang prinsip daripada organisasi.


BAB II
PEMBAHASAN 

A. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggungjawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian disebut organisasi yang bersifat “statis”, karena sekedar hanya melihat kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian organisasi yang bersifat “dinamis”. Dalam pengertian ini organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya, aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjadi dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Misalnya aktivitas tata hubungan antara atasan dan bawahan, tata hubungan antara sesama atasan, dan sesama bawahan. Berhasil atau tidaknya tujuan yang akan dicapai dalam organisasi, tergantung sepenuhnya kepada faktor manusianya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita selalu berada dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Kelompok tersebut dapat berupa rumah tangga, tempat kerja, kelompok sosial, kelompok usaha dan sebagainya. 
Setiap kelompok tersebut mempunyai beberapa ciri tertentu:
1. Bergerak dalam suatu bidang tertentu.
2. Mempunyai tujuan-tujuan tertentu.
3. Mempunyai tata cara dan prosedur kegiatan tertentu.
4. Mempunyai seorang atau beberapa orang pemimpin.
5. Mempunyai sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok tersebut.
6. Mempunyai sejumlah uang tertentu.
7. Mempunyai sarana dimana orang-orang tersebut berkumpul atau bekerja.
Semua ciri-ciri ini menggambarkan bahwa manusia pada dasarnya selalu berada dalam suatu lingkungan organisasi dan sistem management tertentu. Sejumlah ahli telah memberikan berbagai definisi untuk organisasi maupun management yang pada dasarnya sama akan tetapi sering berbeda dalam cara mengungkapkannya. Hal yang lain yang sering membingungkan adalah bahwa untuk suatu istilah yang sama beberapa ahli mempunyai interpretasi yang berbeda-beda.
Antara istilah organisasi dan manajemen terdapat suatu perbedaan yang mendasar. Organisasi merupakan suatu wadah, dengan demikian organisasi mempunyai pengertian yang relatif statis , yaitu sebagai wadah dari 5 M tersebut. Wadah tersebut dibentuk manusia untuk mencapai sesuatu, ataupun sesuatu tujuan tertentu.
Beberapa ahli mendefinisikan organisasi sebagai berikut:
- Sondang Siagian:
Suatu organisasi adalah setiap bentuk perserikatan manusia yang mempunyai tujuan tertentu.
- Abdoel Gani:
Suatu organisasi adalah:
1. Mekanisme ataupun struktur yang memungkinkan sesuatu yang memiliki hidup dan kehidupan yang bekerja secara efektif.
2. Susunan manusia, peralatan dan fasilitas dalam suatu wadah pengaturan tertentu untuk mencapai sasaran yang sudah ditentukan.
Di pihak lain, manajemen merupakan proses yang dinamis untuk menggerakkan berbagai unsur dalam wadah/organisasi (5M) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh manusia yang terdapat/tergabung dalam wadah tersebut.

B. Definisi Organisasi
1. Menurut Mc. Farland, Organisasi didefinisikan sebagai berikut “an organization is an identifiable group of people contributing their efforts towards the attainment of goals” (organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan).
2. Menurut Dimock, Organisasi didefinisikan sebagai berikut: “Organization is the systematic bringing together of interpedently part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achieve a given purpose” (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha yang telah ditentukan).
Berdasarkan atas kedua definisi tersebut, dapat diberikan ciri-ciri organisasi sebagai berikut:
1. Adanya suatu kelompok yang dapat dikenal.
2. Adanya kegiatan yang berbeda-beda tetapi satu sama lain saling berkaitan (interpedently part) yang merupakan kesatuan usaha/kegiatan.
3. Tiap-tiap anggota memberikan sumbangan usahanya/tenaganya.
4. Adanya kewenangan, koordinasi, pengawasan.
5. Adanya suatu tujuan (the idea of goals).

C. Prinsip Organisasi 
Konsepsi dan prinsip daripada organisasi (The Concept and the Principles of Organization) adalah sebagai berikut:
1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas (to define clearly the objective of the organization)
Organisasi dibentuk atau disusun atas dasar adanya tujuan. Jelasnya tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya:
a. Organisasi kekuasaan (Negara) dibentuk untuk mencapai tujuan negara/nasional (lihat GBHN).
b. Organisasi Olahraga, misalnya KONI dibentuk untuk mencapai tujuan, yaitu: mencapai prestasi yang setinggi-tingginya di bidang olahraga.
c. Organisasi Niaga, misalnya: PNGIA, dibentuk dengan tujuan mencari keuntungan (profit making).
2. Prinsip skala hirarki (the scalar principle)
Adanya garis kewenangan yang jelas dari pimpinan tingkat atas sampai pada setiap pimpinan tingkat bawahan, berarti garis pelimpahan wewenang dan garis pertanggungjawabannya akan lebih efektif. Demikian pula proses pengambilan keputusan, sistem komunikasi dan koordinasinya suatu organisasi.
3. Prinsip Kesatuan Perintah/Komando (Principle of Unity Command)
Bahwa seseorang hanya menerima perintah dan bertanggungjawab terhadap seorang atasannya saja.
4. Prinsip pelimpahan wewenang (Principle of delegation of authority)
Disebabkan seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas, dalam melaksanakan segala pekerjaannya, maka kewenangan itu harus dilimpahkan kepada pejabat-pejabat pimpinan sampai yang terendah sekalipun. Pelimpahan wewenang itu harus dapat menjamin kemampuan para pejabat tersebut untuk mencapai hasil yang diharapkan. Yang dimaksud degan pelimpahan wewenang ialah wewenang para pejabat pimpinan itu untuk mengambil keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5. Prinsip pertanggungjawaban (Principles of Responsibility)
Dalam menjalankan tugasnya bawahan harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan. Sekalipun demikian atasan tidak dapat menghindarkan pertanggungjawabannya atas segala kegiatan/perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya.
6. Prinsip Pembagian Pekerjaan (Principle of Division of Work)
Pembagian pekerjaan timbul disebabkan bahwa seseorang mempunyai kemampuan terbatas untuk melakukan segala macam pekerjaan. Oleh karena itu pembagian pekerjaan berarti bahwa kegiatan-kegiatan dalam melakukan pekerjaan harus dikhususkan secara sempurna (spesialisasi). Kegiatan-kegiatan itu harus jelas ditentukan dan dikelompokkan agar lebih efektif dalam mencapai tujuan organisasi.
7. Prinsip Jenjang/rentang pengendalian (Principle of span of control)
Jenjang/rentang pengendalian artinya bahwa jumlah bawahan yang harus dikendalikan oleh seseorang atasan perlu secara rasional. Oleh karena itu tingkat-tingkat kewenangan harus dibatasi seminimal mungkin, agar biaya overhead dapat ditekan serendah mungkin. Sesuai degan bentuk dan tipe organisasi, maka rentang/jenjang pengendalian (span of control), terdiri atas:
a. Rentang pengendalian yang sempit, yaitu apabila jumlah bawahan yang harus dikendalikan itu relatif kecil (4-8 orang).
b. Rentang pengendalian yang luas, yaitu apabila jumlah bawahan yang dikendalikan oleh seorang atasan relatif besar (8-15 orang).
8. Prinsip fungsional (Principle of functional definitional)
Bahwa seorang dalam organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja serta tanggung jawabnya dalam melaksanakan tercapainya tujuan organisasi.
9. Prinsip Pemisahan (Principle of Separation)
Bahwa beban tugas pekerjaan seorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
10. Prinsip Keseimbangan (Principle of Balance)
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Keseimbangan antara beban tugas pekerjaan dengan fungsi-fungsi manager. Dalam prakteknya keseimbangan itu mungkin terjadi pada bidang-bidang tertentu. Misalnya: pada struktur organisasi, yaitu apabila jenjang/rentang pengendalian (span of control) tidak efisien, karena komunikasi yang luas tidak juga efisien dan sebagainya.
11. Prinsip Fleksibilitas (Principle of flexibility)
Sesuatu pertumbuhan dan perkembangan organisasi harus disesuaikan dengan perubahan dan dinamika organisasi itu, sebab kalau tidak dapat menyesuaikan maka organisasi itu tidak dapat memenuhi tujuannya. Oleh karena itu diperlukan reorganisasi, karena mungkin perubahan pimpinannya, perubahan penggunaan metode dan prosedurnya (penggantian mesin baru), mungkin juga tidak sesuai lagi dengan tugasnya, sehingga harus disesuaikan dengan tugasnya yang baru.
12. Prinsip Kepemimpinan (Principle of leadership facilitation)
Sekalipun susunan organisasi telah ditetapkan, wewenang telah dilimpahkan kepada para manager untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, tetapi lebih daripada itu diperlukan adanya kemampuan kepemimpinan. Pengorganisasian adalah teknik peningkatan daripada kepemimpinan, karena dapat menciptakan situasi, dimana manager dapat memimpin ke arah yang lebih efektif.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 
Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian disebut Organisasi yang bersifat “statis”, karena sekedar hanya melihat kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian Organisasi yang bersifat “dinamis”. Dalam pengertian ini Organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya, aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjadi dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal.
Konsepsi dan prinsip daripada organisasi (The Concept and the Principles of Organization) adalah sebagai berikut:
1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas (to define clearly the objective of the organization).
2. Prinsip skala hirarki (the scalar principle).
3. Prinsip Kesatuan Perintah/Komando (Principle of Unity Command).
4. Prinsip pelimpahan wewenang (Principle of delegation of authority).
5. Prinsip daripada pertanggungjawaban (Principles of Responsibility).
6. Prinsip Pembagian Pekerjaan (Principle of Division of Work).
7. Prinsip Jenjang/rentang pengendalian (Principle of span of control).
8. Prinsip fungsional (Principle of functional definitional).
9. Prinsip Pemisahan (Principle of Separation).
10. Prinsip Keseimbangan (Principle of Balance).
11. Prinsip Fleksibilitas (Principle of flexibility).
12. Prinsip Kepemimpinan (Principle of leadership facilitation).

B. Saran 
Dengan mengetahui tentang definisi dan prinsip organisasi diharapkan mahasiswa dapat menerapkan prinsip organisasi dalam kehidupan sehari-hari. Penulisan makalah ini pun tidak sempurna karena masih banyak kekurangannya. Maka dari itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

MAKALAH LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG TIONGHOA DAN PROSPEK PENYELESAIAN MASALAH TIONGHOA DI INDONESIA

MAKALAH LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG TIONGHOA DAN PROSPEK PENYELESAIAN MASALAH TIONGHOA DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

Dengan arus globalisasi yang makin luas cakupannya, dalam penetrasinya, dan instan kecepatannya, setiap negara bukan saja menghadapi potensi ledakan pluralisme dari dalam, melainkan juga tekanan keragaman dari luar. Memasuki awal milenium baru terjadi berbagai perubahan yang cepat, dinamis, dan mendasar dalam tata pergaulan dan kehidupan antarbangsa dan masyarakat.
Pergeseran dari rezim otoritarian menuju demokrasi di Indonesia membawa kabar baik sekaligus potensi ancaman dari menguatnya politik identitas dengan ekspresi kekerasan yang menyertainya. Betapa tidak, pintu masuk menuju demokratisasi ini dimulai dengan aksi kekerasan terhadap keturunan Tionghoa (1998/1999). Kekerasan ini tidak berdiri sendiri, karena segera disusul oleh serangkaian kekerasan negara dan masyarakat terutama di Papua, Timor-Timur, Kalimantan Barat, Maluku dan Jawa Timur.
Era Reformasi telah menghadirkan jejak raksasa terhadap proses integrasi keturunan Tionghoa dalam rumah kebangsaan Indonesia. Hal itu ditandai oleh dikeluarkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 12/2006. Undang-udang ini sangat monumental karena secara legal formal, seperti tertuang dalam pasal 4, mengakui hak kewarganegaraan bagi siapa saja yang lahir di Indonesia tanpa perlu surat bukti kewarganegaraan.
Dengan Undang-undang ini, orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa secara legal formal bukan lagi warga negara kelas dua, yang diperlakukan sebagai tamu yang dicurigai di rumah kebangsaan. Tinggal masalahnya, bagaimana mendekatkan pengakuan legal ini dengan pengakuan aktual dalam realitas kehidupan sehari hari.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Tionghoa di Indonesia
Untuk dapat menganalisa prospek penyelesaian ‘masalah’ Tionghoa di Indonesia, sangat perlu adanya pemahaman yang dalam dan luas tentang sejarah orang Tionghoa di Indonesia.
Akan disampaikan tentang tahap-tahap perjalanan sejarah orang Tionghoa di Indonesia yaitu :
a. Masa sebelum datangnya kekuatan Kolonialisme Barat (Belanda) ke Nusantara 
Pada periode ini, ada 2 (dua) hal penting yang dapat dicatat, yaitu :
1. Membawa dan memperkenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Diperkenalkan dan disebarluaskannya agama Islam di Pulau Jawa.
b. Jaman Kolonial Belanda
Melalui politik Devide et Impera, yang dimantapkan dengan Peraturan Pemerintah yang membeda-bedakan penggolongan masyarakat Hindia Belanda, menjadikan hubungan antara etnis Tionghoa dengan penduduk setempat semakin memburuk (mengadu domba kedua golongan tersebut). Sadar atau tidak sadar, politik kolonial ini diambil alih dan diteruskan pada kebijakan-kebijakan pemerintah kita selanjutnya. 
c. Jaman Pendudukan Jepang 1941 - 1945
Setelah satu tahun sejak masa pendudukan Jepang, Jepang menyadari bahwa :
1. Perlu melalui orang Tionghoa, dengan menggunakan bahasa kanji, untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat umum.
2. Perlu orang-orang Tionghoa untuk menggerakkan kembali ekonomi perang Jepang di Indonesia. Penguasa Jepang membuat politik reunifikasi seluruh orang Tionghoa, antara lain dengan jalan mewajibkan semua orang Tionghoa, yang dulunya berpendidikan barat, harus kembali belajar bahasa Mandarin.
3. Jepang membentuk organisasi tunggal di kalangan orang-orang Tionghoa, dengan nama ‘Hwa Chiao Chung Hui’.
d. Jaman Revolusi s/d Indonesia Merdeka
Dibagi menjadi 4 (empat) sub periode, yaitu :
1. Jaman Revolusi Pertahankan Kemerdekaan 1945-1949.
 Banyak orang Tionghoa yang mendukung Revolusi Indonesia dan aktif terjun di dalam gerakan perjuangan, disamping ada juga yang memihak kepada Kolonial Belanda.
 Banyak terjadi kerusuhan anti Tionghoa, berupa perampokan, pembakaran, pemerkosaan dan pembunuhan oleh Extreemist diberbagai tempat, terutama di Jawa dan Sumatera.
2. Jaman Kepemimpinan Presiden Soekarno 1950-1965
Dalam bidang Politik, orang Tionghoa mempunyai kedudukan yang sama dengan orang Indonesia pada umumnya, sehingga banyak orang Tionghoa duduk dalam Parpol, DPR, bahkan dalam pemerintahan sebagai Menteri. Tetapi, dalam bidang ekonomi banyak terjadi usaha-usaha diskriminasi, misalnya dibentuknya : Group Benteng, Gerakan Asa’ad, PP10, Kerusuhan Mei di Bandung (Jawa Barat), dll.
3. Jaman Kepemimpinan Presiden Suharto 1965-1998
Dalam bidang politik, orang Tionghoa disingkirkan sama sekali dari kemungkinan bergiat dalam bidang politik. Sebaliknya dalam bidang Ekonomi, karena keperluan menggerakkan investasi umumnya, orang-orang Tionghoa digunakan dan dimanfaatkan yang berakhir terwujudnya Konglomerasi.
4. Era Reformasi
Sejak kekuasaan Suharto tumbang di tahun 1998, dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun era reformasi ini, terjadi banyak perubahan- menuju kemajuan-kemajuan. 3 (tiga) pilar utama untuk menyangga eksistensi orang-orang Tionghoa di Indonesia yaitu :
a) Organisasi-Organisasi ke-Tionghoa-an.
b) Koran-Koran berbahasa Mandarin.
c) Sekolah-sekolah yang juga mengajarkan bahasa Mandarin, mulai tumbuh kembali. 

B. Prospek Penyelesaian Masalah Tionghoa di Indonesia
Menghadapi warisan panjang sejarah marjinalisasi politik dan dekulturisasi etnis Tionghoa, Pemerintah Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Canada. Pertama, model pluralis bisa diadopsi, setidaknya untuk sementara waktu, yang memberi kemungkinan bagi etnis Tionghoa untuk mengekspresikan identitas kulturalnya di ruang publik. Ruang publik harus terbuka bagi partisipasi keturunan Tionghoa dalam pendidikan, politik dan jabatan publik. Dengan prakondisi seperti itu, model kosmopolitan bisa didorong bersamaan dengan mencairnya sekat-sekat etno-kultural. 
Dalam pada itu, upaya negara untuk memberi ruang bagi koeksistensi dengan kesetaraan hak bagi berbagai kelompok etnis, budaya dan agama juga tidak boleh dibayar oleh ongkos yang mahal berupa fragmentasi masyarakat. Oleh karena itu, setiap kelompok dituntut untuk memiliki komitmen kebangsaan dengan menjunjung tinggi konsensus nasional seperti yang tertuang dalam Pancasila dan konstitusi negara, serta unsur-unsur pemersatu bangsa lainnya, seperti bahasa Indonesia. 
Dalam kaitan dengan itu, masing-masing komunitas bangsa, khususnya etnis Tionghoa, dituntut untuk melakukan mawas diri seraya berjuang berpartisipasi aktif dalam urusan-urusan bersama kebangsaan. Partisipasi ini tidak hanya terbatas pada sektor ekonomi, melainkan juga pada segi-segi budaya, pendidikan, politik, hukum dan pergaulan lintas-kultural; bergotong-royong bersama berbagai komponen bangsa lainnya dalam rangka membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Seiring dengan itu, kesenjangan ekonomi yang kerap menyimpan benih sentimen etnis harus diatasi oleh negara dengan mengembangkan negara kesejahteraan yang berkhidmat bagi kepentingan rakyat banyak. Affirmative action bisa saja diberlakukan dengan catatan tidak berlandaskan pada perbedaan kelompok etnis atau agama, melainkan bagi siapa saja yang mengalami nasib kurang beruntung. 


BAB III
PENUTUP

Dari analisa tentang sejarah masa lalu itu, dikembangkan konsep penyelesaian ‘masalah’ Tionghoa di Indonesia untuk masa-masa datang. Untuk itu perlu disampaikan Visi, Misi dan Program dasar dari sebuah organisasi Indonesia Tionghoa yang bersifat ‘Nation Wide’, menyangkut masalah-masalah ini.
Demi keberhasilan pembangunan kembali sebuah Indonesia baru, sangatlah perlu orang-orang Indonesia Tionghoa ini di-ikutsertakan dengan prinsip-prinsip yang adil dan bijaksana, baik dalam bidang pembangunan ekonomi maupun dalam bidang pembangunan politik Indonesia. Khususnya dalam bidang Ekonomi, kami berpesan kepada orang-orang Indonesia Tionghoa, bahwa adalah kepentingan kita sendiri dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia, kita harus ikhlas membantu dan mengikutsertakan semua komponen bangsa yang lain, yang ingin berkiprah di dalam bidang Ekonomi.
Dan kepada pihak Pemerintah, kami serukan agar supaya ada 1 (satu) sistem Ekonomi Nasional yang kondusif, untuk lebih membuka pemerataan peluang berusaha bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini adalah dalam rangka memperkokoh kekompakan seluruh komponen bangsa.
Demikian pula di dalam bidang Politik, kami serukan kepada orang Indonesia Tionghoa untuk tidak ragu-ragu mengambil peranan dalam peri kehidupan berpolitik sesuai dengan tingkat kesadaran dan kesiapan masing-masing. Memahami Politik dan menaruh minat serta concern tentang kehidupan Politik, tidak usah berarti turut menyelenggarakan kegiatan Politik Praktis. Memahami Politik adalah kewajiban setiap warga negara untuk dapat turut memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Eddie Lembong, Seminar Reposisi Peranan Tionghoa Indonesia Bagi Pembangunan Negara Dalam Era Reformasi Dan Otonomi Daerah, Jakarta. 2002.
Kymlicka, W. Three Forms of Group-Differentiated Citizenship in Canada, dalam Democracy and Difference: Contesting the Boundaries of the Political, ed. S. Benhabib, Princeton University Press, New Jersey. 1996.


KAMI BUTUH FILE SKRIPSI DAN TESIS

KAMI BUTUH FILE SKRIPSI DAN TESIS

Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan file-file makalah/skripsi/PTK/tesis di blog kami, maka kami membuka penawaran kepada Anda. Apabila Anda mempunyai file-file makalah/skripsi/PTK/tesis dalam jumlah banyak, kami bersedia membelinya.

Syaratnya adalah :
  • File bersih dari virus
  • File berformat WORD
  • Isinya lengkap (minimal mulai bab awal s/d daftar pustaka), kalau ada lampiran lebih bagus
  • Tidak pernah dipublikasikan di internet
Caranya :
  • Kirim minimal 2 contoh file ke email kami disini beserta nomor HP dan harga per judul yang Anda inginkan
  • Setelah file kami terima, kami akan mengecek apakah file tersebut memenuhi syarat atau tidak
  • Kalau file tersebut memenuhi syarat, kami akan menghubungi Anda untuk menegosiasikan transaksi selanjutnya
Catatan :
  • Transaksi pembayaran hanya dilakukan via transfer bank
  • Semua penawaran harga bisa dinegosiasikan
  • Apabila file tidak memenuhi syarat, kami tidak berkewajiban membayar file tersebut
  • Kami hanya membalas email apabila file yang dikirim memenuhi syarat-syarat diatas

Terimakasih,

Admin Gudangmakalah

SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA

SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA


(KODE : PEND-AIS-0084) : SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi sebagai kondisi dimana terlalu tipisnya untuk tidak mengatakan tidak ada sekat atau batas antara satu negara dengan negara lain, satu budaya dengan budaya lain, satu profesi dengan profesi yang lain, hingga satu paradigma dengan paradigma lainnya, sebagai suatu kenyataan yang kita rasakan dalam kehidupan keseharian kita. Internet misalnya, telah mampu menembus negara, desa bahkan dalam setiap keluarga (rumah). Sehingga apa yang terjadi hari (saat) ini di Eropa, Amerika, Asia, Afrika, Timur Tengah dan bagian dunia lainnya dapat kita akses langsung dari rumah (kalau ada jaringan internetnya). Demikian pula dalam institusi bisnis seperti KFC (Kentucky Fried Chicken) yang awalnya hanya di Amerika kini telah hadir di hampir setiap kota di suatu negara termasuk di Indonesia. Dengan demikian globalisasi memang tidak dapat untuk dihindari dalam kehidupan keseharian kita.
Untuk tidak menafikan efek dari globalisasi, fenomena ini memang memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. Pada sisi positif, globalisasi memberikan kita kemudahan dalam mengakses informasi dengan cepat, kita juga dapat memilih produk dengan kualitas yang baik dan murah, memiliki banyak pilihan lainnya, membuka wawasan berfikir dan peka terhadap perubahan. Setiap orang menginginkan perwujudan produk yang terbaik, paling mutakhir dan paling modern. Sementara sisi negatifnya, globalisasi menciptakan daya kompetisi yang tinggi, siapa saja yang berwawasan lokal akan kalah oleh yang global, yang bermodal pas-pasan akan dikuasai oleh para kapitalis, yang menguasai sumber industri hilir dan hulu akan menjadi raksasa bisnis sementara yang lain hanya mampu sebagai pengikut yang tidak mungkin menang dalam persaingan.
Pendidikan dapat menjadi tolak ukur bagi kemajuan dan kualitas kehidupan suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa atau negara dapat dicapai dengan salah satunya melalui pembaharuan serta penataan pendidikan yang baik. Jadi, keberadaan pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas, pandai, berilmu pengetahuan yang luas, berjiwa demokratis serta berakhlak karimah.
Sedangkan pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemban potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Upaya dalam peningkatan mutu pendidikan banyak dilakukan, sehingga dalam hal ini langkah awal yang dilakukan pemerintah dalam membenahi keberadaan pendidikan salah satunya adalah dengan pembenahan di bidang proyek penelitian nasional pendidikan, sehingga diharapkan dengan kegiatan ini akan dapat memecahkan masalah pendidikan yang menyangkut masalah peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, masalah esensial dan efektifitas yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Dengan demikian keberadaan pendidikan bisa beradaptasi selaras dengan perkembangan zaman sehingga dengan ini mampu menaikkan harkat, martabat manusia.
Dari sini pemerintah banyak menyoroti bagaimana keberadaan serta pelaksanaan pendidikan dan terus melakukan pembenahan dan pembaharuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dimana tujuan tersebut ditindaklanjuti dalam lingkup tujuan-tujuan yang lebih khusus di dalam lembaga pendidikan atau sekolah. Adapun arah dan tujuan dalam program pendidikan ditegaskan dalam UU Sisdiknas 2003. yaitu : 
Pendidikan Nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain itu keberhasilan pendidikan itu dapat kita lihat dari beberapa hal, diantaranya : tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, seperti pada perolehan nilai akhir yang memuaskan. Namun, yang paling utama adalah adanya perubahan sikap perilaku yang menonjol pada diri peserta didik dengan adanya perubahan pola pemikiran atas dasar pengetahuan ataupun ilmu yang telah didapat dari guru, dari pengalaman atau lingkungan sekitarnya, sehingga keberadaan pendidikan bagi seorang anak atau siswa sangat berpengaruh bagi perkembangan anak di usia selanjutnya.
Namun demikian walaupun pemerintah khususnya Departemen Pendidikan Nasional sudah membuka diri dalam kancah global, tapi apakah lembaga-lembaga pendidikan nasional baik negeri atau swasta di Indonesia juga mampu berwawasan global? Pertanyaan ini perlu untuk diangkat karena jika pendidikan nasional masih berfikir lokal maka cepat atau lambat akan kalah dengan lembaga pendidikan yang sudah mapan secara global diatas. Dan ternyata bagi orang yang mempunyai uang lebih dari sekedar berkecukupan, mereka jarang menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan nasional tapi selalu mencari lembaga pendidikan internasional yang memang terbukti telah mampu berkompetisi secara global. Hal ini wajar karena daya kompetisi lembaga-lembaga pendidikan internasional sudah sangat baik.
Dalam sebuah wadah organisasi atau kelembagaan tentulah mempunyai tujuan, visi dan misi yang menjadi target pencapaian dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Untuk mencapai kesemuanya tersebut maka perlulah melalui serangkaian proses yakni; perencanaan program, implementasi program, hingga sampai tahapan evaluasi hasil pelaksanaan program. Semua hal diatas haruslah terstruktur dengan jelas dan rapi karena hal di atas adalah merupakan prinsip manajemen dalam ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : 
Artinya : "Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas, dan tuntas) ". (HR Thabrani)
Membahas tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengevaluasian dalam sebuah wadah organisasi ataupun lembaga tentulah tidak dapat terlepas dari manajemen yang dalam bukunya T. Hani Handoko mengartikan manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan-penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Demi menanggulangi kemajuan teknologi, transportasi dan informasi, masyarakat internasional akan terus memperbaiki kualitas sumber daya masing-masing secara terus menerus, begitu juga Indonesia ditengah-tengah persaingan bebas ini bangsa Indonesia berusaha memperbaiki kualitas sumberdaya manusianya secara berkesinambungan, begitu juga organisasi-organisasi ataupun lembaga pendidikan-lembaga pendidikan, mereka saling mempersiapkan diri dengan cara memperbaiki kualitas mutu masing-masing dalam menyambut era pasar bebas.
Sistem manajemen mutu menurut adanya pengawasan statistik dan sirkulasi kualitas, menuntut adanya perubahan budaya dan juga perbaikan tim kerja, maka dunia internasional melalui lembaga-lembaga ekonominya melakukan sebuah langkah standarisasi mutu. Salah satu standar mutu yang sedang berkembang pesat pada saat-saat ini adalah ISO 9000, yang dihasilkan oleh ISO (International Organization for Standardization) Merupakan organisasi bukan pemerintah yang didirikan pada tahun 1947 yang berkedudukan di Jenewa.
Sedangkan untuk Indonesia sendiri, Dewan Standar Nasional (DSN) mengadopsi secara total seri ISO 9000 menjadi standar seri SNI 19-9000 berdasarkan peraturan pemerintah No 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia. Dan keputusan presiden No 12 tentang penyusunan, penerapan, dan pengawasan standar nasional. ISO muncul sebagai sebuah solusi untuk standar penilaian kualitas organisasi, perusahaan, atau lembaga pendidikan yang diakui secara internasional. Seperti halnya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 yang telah di terapkan di sekolah-sekolah yang menuju taraf internasional, apakah hal tersebut memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa ataupun tidak sama sekali.
Berpijak pada uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul "IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA X

B. Rumusan Masalah
Agar penelitian dapat berjalan dengan baik, maka peneliti harus merumuskan masalahnya, sehingga jelas memulai dan bagaimana memecahkannya.
Masalah juga diartikan sebagai keadaan yang berstandar dari hubungan antara dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan, perumusan masalah pokok penelitian menjadi pusat perhatian dalam penelitian, supaya persoalan tidak melebar maka peneliti membatasinya.
Dari uraian latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana dampak implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di SMA X terkait dengan kualitas sekolah?
2. Bagaimana kualitas proses belajar PAI di SMA X dengan adanya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian hendaknya tidak menyimpang dari pemecahan masalah, tujuan penelitian ini merupakan target yang ingin dicapai, secara substansi suatu penelitian bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Adapun tujuan yaitu : 
1. Untuk mengetahui dampak ISO 9001:2000 pada mutu sekolah di SMA X.
2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas proses belajar PAI di SMA X terhadap adanya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000.

D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan tidak hanya cukup pada mempelajari teorinya saja, akan tetapi adanya penelitian juga merupakan suatu hal yang penting untuk perkembangan ilmu selanjutnya. Dalam hal ini penulis berharap penelitian ini dapat berguna : 
1. Sebagai bahan informasi bagi Kalangan pendidik baik itu pengelola pendidikan, kepala sekolah, guru dan staff agar memiliki wawasan penjaminan mutu dalam pendidikan di era globalisasi ini.
2. Sebagai bahan kajian bagi instansi ataupun lembaga terkait dalam fungsinya untuk turut mengelola sekaligus mengembangkan kegiatan pendidikan dalam usaha meningkatkan kualitas belajar PAI.
3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khasanah keintelektualan Islam, dalam lingkup manajemen pendidikan khususnya mengenai sistem manajemen mutu ISO 9001:2000.
4. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah cakrawala keilmuan peneliti dan menjadi masukan serta referensi bagi SMA X khususnya tentang sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 yang berhubungan dengan kualitas belajar PAI.
5. Sebagai Khazanah perpustakaan, sekaligus menjadi bahan referensi bagi penelitian yang sejenis dan titik tolak untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk memberi gambaran yang jelas mengenai isi penelitian ini, maka pembahasan ini dibagi menjadi enam bab. Uraian masing-masing bab ini disusun sebagai berikut : 
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar informasi penelitian yang terdiri dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : Berisikan tentang kajian tentang manajemen yang meliputi : pengertian manajemen, aspek-aspek manajemen, prinsip-prinsip manajemen. Tentang ISO 9001:2000 yang meliputi : Pengertian ISO 9001:2000, penerapan prinsip manajemen ISO 9001:2000, tujuan penerapan ISO 9001:2000, manfaat penerapan ISO 9001:2000, Delapan langkah Prinsip-prinsip ISO 9001:2000, tahap implementasi ISO 9001:2000, kesalahan-kesalahan pandangan terhadap ISO 9001:2000. Tentang proses belajar mengajar yang meliputi : pengertian proses belajar mengajar, cirri dan pola interaksi proses belajar mengajar, beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, fungsi tujuan dalam proses belajar mengajar, tingkatan proses belajar, komponen belajar mengajar. Dan membahas tentang Pendidikan Agama Islam yang meliputi : pengertian pendidikan agama islam, dasar dan tujuan pendidikan agama islam, kedudukan dan fungsi pendidikan agama islam, faktor-faktor pendidikan agama islam.
BAB III : Berisikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari : pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Merupakan pembahasan tentang laporan hasil penelitian yang terdiri dari latar belakang : sejarah berdirinya SMA X, lokasi dan letak biografis, visi, misi dan tujuan, struktur organisasi, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa-siswi, keadaan sarana dan prasarana, serta kegiatan ekstrakurikuler. Dan Berisikan tentang pembahasan hasil penelitian Implementasi Sistem Manajemen ISO 9001:2000 dalam Meningkatkan Kualitas Proses Belajar PAI di SMA X yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta faktor pendukung dan penghambat yang ada di SMA X.
BAB V : Merupakan pembahasan yang meliputi : Bagaimana implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di SMA X terkait dengan kualitas sekolah. Bagaimana kualitas proses belajar PAI di SMA X terhadap adanya sistem manajemen ISO 9001:2000?
BAB VI : Merupakan Penutup bagi seluruh rangkaian pembahasan seluruh isi skripsi ini, juga berisi Kesimpulan dan Saran-saran yang bersifat konstruktif.
Dalam bab ini diuraikan kesimpulan akhir yang penulis peroleh dari penelitian ini. Sehingga dengan kesimpulan tersebut penulis dapat mengetahui bagaimanakah "Relevansi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 di SMA X".
Sehingga demikian akhirnya penulis berusaha memberikan sumbangan pemikiran yang berupa saran-saran yang difokuskan pada hal-hal yang dapat mengembangkan SMA X.

SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X

SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X


(KODE : PEND-AIS-0083) : SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan dan peradaban manusia senantiasa mengalami perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan kualitas pendidikan Islam, yaitu melalui internalisasi nilai-nilai Islam, salah satunya nilai akhlak. Pendidik dalam proses pendidikan Islam tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah mated yang akan diberikan kepada peserta didiknya, tetapi ia hams menguasai berbagai metode dan teknik pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam, yang salah satunya nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits. Hal ini karena metode dan teknik pendidikan Islam tidak sama dengan metode dan teknik pendidikan yang lain.
Di dalam menginternalisasikan suatu nilai-nilai Islam, yaitu nilai akhlak penting sekali adanya metode, karena metode adalah salah satu aspek penting yang memiliki pengaruh dalam pencapaian suatu tujuan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali Qaimi di dalam bukunya, yaitu : "Metode adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mencapai tujuan".
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia merupakan ranah pendidikan Agama dan Keagamaan yang seyogyanya dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga mampu menjelaskan realitas keagamaan yang sebenarnya. Hal tersebut sebagai landasan pengembangan cara, proses pengembangan dan mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional. Tujuan setelah proses pembelajaran adalah sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa. Oleh karena itu, metodologi pendidikan diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan yang mengarahkan pengembangan seseorang, khususnya proses belajar. Mengajar yaitu salah satunya untuk menginternalisasikan nilai akhlak. Melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits tersebut dapat dilakukan dengan keteladanan, pembiasaan, nasihat, perhatian, dan dengan hukuman.
Atas dasar tersebut, maka metode pendidikan harus didasarkan dan disesuaikan dengan : 
1. Pandangan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungan. 
2. Karakteristik masyarakat madani, yaitu manusia yang bebas dari ketakutan, berekspresi dan bebas untuk menentukan arah kehidupannya,
3. Competency, yaitu peserta didik akan memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap, wawasan dan penerapannya sesuai dengan kriteria/tujuan pembelajaran. Proses belajar diorientasikan pada pengembangan kepribadian yang optimal dan didasarkan pada nilai-nilai ilahiah.
Di dalam pembelajaran Al-Qur'an Hadits prinsip ini menuntut peserta didik untuk diberi kesempatan secara aktif dalam merealisasikan dan menginternalisasikan segala potensi bawaan kea rah tujuan yang diinginkan, yaitu manusia muslim yang berkualitas, inovatif, kerja keras, sportifitas, kesiapan bersaing dan sekaligus bekerja sama serta memiliki disiplin diri.
Dengan demikian pendidikan Islam akan mampu memproduk peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, bebas dari ketakutan, mandiri, bebas berekspresi, inovatif dan bebas untuk menentukan arah kehidupannya. Pendidikan Islam merupakan pendidikan nilai karena lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya. (Muhaimin : 159).
Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan Islam berorientasi pada pendidikan nilai sebagai perlu adanya proses internalisasi tersebut. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari suatu "Nilai" yang terkandung di dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu "Sistem nilai akhlak" sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.
Oleh karena itu, untuk mengadakan interaksi, manusia menciptakan aturan-aturan dan nilai-nilai tertentu. Aturan dan nilai tertentu dapat berbentuk tata tertib, etika, adap dan aturan perundang-undangan. Semua yang dihasilkan manusia dalam aturan ini hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkungi manusia tersebut. Sumber nilai umat Islam hanya digunakan sepanjang tidak menyimpang dari nilai yang bersumber dari nilai ilahi, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah sebagaimana tersebut dalam firman Allah QS. Al-Hasyr [59] : 7 : 
Artinya : "Dan apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya ".
Kelebihan Al-Qur'an diantaranya terletak pada metode yang menakjubkan dan unik, sehingga dalam konsep pendidikan yang tergantung di dalamnya. Al-Qur'an mengawali konsep pendidikan dari hal yang sifatnya konkrit menuju hal yang abstrak. Setelah Al-Qur'an yang menjadi sumber nilai dalam agama Islam maka yang kedua adalah As-sunnah. Pada hakikatnya keberadaan As-Sunnah ditujukan untuk mewujudkan suatu sasaran, yaitu : menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur'an. Tujuan ini diisyaratkan dalam firmannya QS. An-Nahl [16] : 
Artinya : "Dan Kami turunkan kepadamu Adzkr (Al-Qur'an kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar mereka memikirkan". 
Dengan demikian jelaslah bahwa kedua sumber tersebut merupakan sumber nilai yang mutlak yang harus dianut oleh manusia agar tercapai hidup yang dijalaninya tidak dalam kesesatan dan jauh dari ridla Allah. Untuk itulah perlu adanya internalisasi nilai-nilai Islam salah satunya nilai akhlak. Dalam proses internalisasi nilai-nilai Islam khususnya nilai akhlak harus memperhatikan metode-metode apa yang digunakan. Pada hakikatnya suatu metode tidak ada yang paling tepat, kecuali dengan menyesuaikan dengan mated apa yang akan diberikan. Internalisasi nilai-nilai luhur tersebut selain diemban oleh orang tua yang paling dominan di keluarga. Maka juga harus dilaksanakan oleh para guru yang berada di lingkungan penduduk.
Pentingnya akhlak dalam Islam adalah nomor dua setelah iman. Seseorang tidaklah dikatakan beriman kepada Allah kecuali ia berakhlak mulia. Sebab tanda iman yang paling utama terletak pada akhlak yang mulia, dan di antara nifak yang paling menonjol adalah akhlak yang buruk. Persoalan akhlak ini harus mendapatkan perhatian utama dalam diri umat islam. Karena Rasulullah sendiri adalah orang yang memiliki moral dan akhlak yang tinggi.
Pendidikan agama Islam menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, latar belakang yang tersebut di atas memberikan inspirasi bagi penulis dalam penyusunan skripsi yang diberi judul : METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MATA PELAJARAN AL-QUR'AN HADITS DI MADRASAH TSANAWIYAH X.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pelaksanaan Internalisasi nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X ?
2. Metode apakah yang digunakan guru untuk menginternalisasikan nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan formulasi di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk : 
1. Mengetahui pelaksanaan Internalisasi nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X.
2. Mengetahui dan memahami metode apakah yang digunakan guru untuk menginternalisasikan nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X.
Manfaat penelitian, yaitu : 
1. Manfaat bagi Instansi : 
Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.
2. Obyek Penelitian
Sebagai bahan informasi dan konstitusi pemikiran bagi lembaga terkait dalam melaksanakan internalisasi nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits khususnya dan dalam pembelajaran pelajaran yang lain.
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan diharapkan mampu memberikan ruangan dan wahana baru bagi pengembangan ilmu khususnya internalisasi nilai-nilai Islam, yaitu nilai akhlak di masa yang akan datang.
b. Sebagai kajian tentang nilai akhlak yang bermaksud memberikan sumbangan pemikiran terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan Islam yang dikaitkan dengan upaya mengembalikan nilai-nilai religius dan nilai-nilai luhur bangsa, yang pada hari ini telah banyak tergantikan atau bahkan ditinggalkan oleh masyarakat.
4. Bagi Peneliti
a. penelitian ini selain sebagai perluasan dalam pemikiran, juga sebagai pengalaman.
b. Memberikan bekal-bekal pengertian tentang pedoman keyakinan hidup manusia di dalam mengarungi samudra dan gelombang hidup.
c. Diharapkan mempunyai arti kemasyarakatan khususnya bagi umat Islam.

D. Penegasan Istilah atau Definisi Operasional
1. "Metode" adalah cara atau jalan yang hams ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
2. "internalisasi" diartikan sebagai suatu proses penanaman sikap ke dalam diri pribadi seseorang melalui pembinaan, bimbingan dan sebagainya, agar ego menguasai secara mendalam suatu nilai serta menghayatinya sehingga dapat tercermin dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan standar yang diharapkan.
3. "Nilai Akhlak" merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai keislaman merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi (insan kamil). "Akhlak" adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
4. "Mata Pelajaran Al-Qur'an Hadits" adalah unsure mata pelajaran Agama Islam pada madrasah yang memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang Al-Qur'an Hadits sebagai sumber ajaran Islam.

SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS

SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS


(KODE : PEND-AIS-0082) : SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Berbagai persoalan pendidikan pun muncul seiring dengan perkembangan zaman. Begitu juga solusinya, yang kian hari kian banyak opini, pendapat, jurnal, artikel bahkan penelitian khusus tentang pendidikan, baik kajian teoritik maupun empirik.
Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan pribadinya agar hidup dengan disiplin.
Pernyataan Dewey tersebut mengisyaratkan bahwa sejatinya suatu komunitas kehidupan manusia, di dalamnya telah terjadi dan selalu memerlukan pendidikan, mulai dari model kehidupan masyarakat primitif sampai pada model kehidupan masyarakat modern. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan secara alami merupakan kebutuhan hidup manusia, upaya melestarikan kehidupan manusia dan telah berlangsung sepanjang peradaban manusia itu ada. Dan hal ini sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki peran rangkap dalam hidupnya yaitu sebagai makhluk individu yang perlu berkembang dan sebagai anggota masyarakat di mana mereka hidup. Untuk itu pendidikan mempunyai tugas ganda, yakni di samping mengembangkan kepribadian manusia secara individual, juga mempersiapkan manusia sebagai anggota penuh dari kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan lingkungan dunianya.
Berbicara mengenai pendidikan, tema diskusi dan seminar yang marak akhir-akhir ini adalah tentang pendidikan karakter, bukan hanya karena terpengaruh oleh isu yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional tentang tema dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, "Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa", tetapi juga karena keprihatinan yang sama di berbagai kalangan masyarakat.
Berbagai diskusi itu diselenggarakan untuk mencari akar penyebab, dan selanjutnya jika mungkin berusaha menemukan jalan keluarnya, untuk mengurangi rasa prihatin itu. Sudah barang tentu persoalan itu bukan hal ringan, bisa dijawab dengan cepat dan mudah. Persoalannya sudah sedemikian berat dan rumit. Ada berbagai variabel penyebab yang terlanjur terjadi, dan tidak bisa dihapus. Kemerosotan akhlak tersebut adalah merupakan akibat, sedangkan sebab-sebab yang mendahului sudah terjadi, dan karena itu tidak akan mungkin dihilangkan atau ditarik kembali.
Jika ingin mengurai, mengapa keadaan tersebut terjadi, kiranya perlu merenungkan peristiwa-peristiwa beberapa tahun terakhir di negeri ini. Sejak tahun 1998 yang lalu, ketika terjadi reformasi, sehari-hari di kampus-kampus, hingga di kota-kota kecil, dan bahkan di tingkat desa terjadi demonstrasi yang seolah-olah tidak ada henti-hentinya. Dalam setiap demo itu selain mereka membawa poster-poster bernada protes, juga melontarkan teriakan-teriakan yang bernada mengolok-olok, dan bahkan juga menghujat terhadap mereka yang dianggap keliru atau salah dalam mengambil kebijakan.
Maka dalam waktu yang cukup lama, muncul generasi yang pekerjaannya sehari-hari menyalahkan terhadap generasi sebelumnya. Siapapun dianggap salah, apalagi pejabat pemerintah. Dengan begitu sopan santun terhadap generasi tua, termasuk terhadap orang tua, guru, pemimpin menjadi hilang. Kewibawaan menjadi tidak ada. Yang terjadi adalah menyalahkan dan menuduh. Keadaan seperti itu, maka otomatis menghilangkan tradisi yang sekian lama dipelihara, misalnya menghormat kepada orang tua, pemimpin, guru dan seterusnya.
Generasi muda yang telah kehilangan figur mulai merasa bahwa dia yang paling benar dan jika dia disalahkan akan dengan mudah mengembalikan kepada mereka yang telah menuduhnya salah. Prestasi akademik yang membanggakan dirasa cukup baginya untuk menutupi kekeliruan-kekeliruan akhlak yang diperbuat. Sehingga harapan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dapat diibaratkan seperti telur di ujung tanduk.
Wacana tentang pendidikan karakter yang dikenal oleh dunia telah digagas oleh Dr. Thomas Lickona, seorang profesor pendidikan dari Cortland University pada tahun 1991, namun menurut penulis, penggagas pembangunan karakter pertama kali adalah Rasulullah SAW. Pembentukan watak yang secara langsung dicontohkan Nabi Muhammad SAW merupakan wujud esensial dari aplikasi karakter yang diinginkan oleh setiap generasi. Secara asumtif bahwa keteladanan yang ada pada diri Nabi menjadi acuan perilaku bagi para sahabat, tabi'in dan umatnya. Namun, sampai abad 15 sejak Islam menjadi agama yang diakui universal ajarannya, penerapan pendidikan karakter justru dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas muslim.
Dalam Al-Qur'an, teks yang membicarakan tentang keteladanan telah mengingatkan kita yang mengakui diri sebagai muslim dan memiliki akal untuk berpikir sejak 15 abad silam.
Namun, untuk mewujudkan generasi Qur'ani sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah bukan pekerjaan yang mudah. Ia harus diusahakan secara teratur dan berkelanjutan baik melalui pendidikan informal seperti dalam keluarga, pendidikan formal atau melalui pendidikan non formal (masyarakat). Generasi Qur'ani tidak lahir dengan sendirinya, tetapi ia dimulai dari pembiasaan dan pendidikan dalam keluarga, misalnya menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sebagaimana hadits Nabi : "Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat, lantaran ia sudah berumur 7 tahun, pukullah mereka setelah mereka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidurmu dan tempat tidur mereka" (HR. Abu Daud).
Dalam kaitan ini, maka nilai-nilai akhlak mulia hendaknya ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan itu kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Di sini diperlukan kepeloporan para pemuka agama serta lembaga-lembaga keagamaan yang dapat mengambil peran terdepan dalam membina akhlak mulia di kalangan umat. Oleh karena itu, terlepas dari perbedaan makna karakter, moral dan akhlak, ketiganya memiliki kesamaan tujuan dalam pencapaian keberhasilan dunia pendidikan.
Fenomena pendidikan karakter yang telah dikritisi oleh Prof. H. Imam Suprayogo di atas, membuat penulis merasa tergugah untuk meneliti lebih lanjut bagaimana Al-Qur'an dan Hadits sebagai referensi utama ajaran Islam mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
3. Bagaimana relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan memahami bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
3. Mengetahui dan memahami relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan informasi tentang wacana pendidikan karakter dalam telaah dua sumber pokok ajaran Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
b. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai konsep pendidikan karakter dalam sudut pandang dua sumber hukum Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
2. Kegunaan Praktis
a. Memberi pengalaman moril dan tambahan khazanah pemikiran baru dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan karakter.
b. Menambah kecintaan terhadap Al-Qur'an sehingga akan terus tertarik untuk mendalami isi dan kandungannya.
c. Menambah kecintaan terhadap Rasulullah sehingga akan terus meneladani akhlak beliau.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar jauh serta lebih mudah dipahami, maka penulis membatasi kajian pada ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan karakter melingkupi dasar pendidikan karakter, waktu yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter, siapa saja subjek dan objek pendidikan karakter dan bagaimana proses membentuk karakter. Adapun dari Hadits, penulis hanya membatasi pada hadits yang menguatkan ayat-ayat yang dimaksud.

F. Definisi Operasional
1. Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan dalam tulisan ini adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup dan segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup.
2. Karakter
Dalam Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak; Karakter juga dapat didefinisikan sebagai huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, karakter adalah tabiat atau potensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dalam penciptaannya.
3. Pendidikan Karakter
Menurut Thomas Lickona, seorang psikolog perkembangan dan Profesor Pendidikan di Universitas Negeri New York di Cortland mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk "membentuk" kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, pendidikan karakter adalah konsep internalisasi nilai dan transformasi ilmu pengetahuan yang ditumbuhkembangkan pada peserta didik, sehingga potensi yang dimilikinya dapat dibangun dan diasah dengan baik sesuai dengan ajaran agama Islam. 
4. Al-Qur'an
Menurut ulama ahli bahasa, ahli Fiqh dan ahli Ushul Fiqh definisi Al-Qur'an adalah firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah.
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, Al-Qur'an diartikan sebagai firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia atau kitab suci umat Islam.
Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an dalam tulisan ini sesuai dengan definisi di atas dengan artian bahwa sebagai kitab suci umat Islam maka sepatutnya umat Islam merujuk semua sisi problematika kehidupan padanya dan mengambilnya sebagai solusi dari setiap permasalahan tersebut. 
5. Hadits
Dalam pengertian terbatas, Hadits dapat diartikan sebagai perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW. yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau saja. Adapun dalam arti luas Hadits diartikan sebagai segala berita yang marfu', mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan maqthu' (disandarkan kepada tabi'iy).
Adapun yang dimaksud dengan Hadits dalam tulisan ini adalah beberapa Hadits Nabi yang dikategorikan sebagai Hadits yang berkaitan dengan konsep pembentukan karakter dan Hadits yang sebatas penulis temukan.

G. Sistematika Pembahasan
BAB I : Pendahuluan, meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, tinjauan pustaka dan sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian Pustaka, meliputi : definisi pendidikan karakter, dasar pembentukan karakter, metode pendidikan karakter, tujuan pendidikan karakter dan perbedaan antara pendidikan karakter dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
BAB III : Metode Penelitian, meliputi : jenis penelitian, jenis pendekatan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : Paparan data berupa ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang berkaitan dengan pendidikan karakter berikut penjelasan atau tafsiran dari masing-masing ayat dan hadits tersebut.
BAB V : Pembahasan berupa analisis ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits yang mengkaji tentang konsep pendidikan karakter dan relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran. 
DAFTAR PUSTAKA

SKRIPSI PENANAMAN NILAI AGAMA PADA ANAK DI TK X

SKRIPSI PENANAMAN NILAI AGAMA PADA ANAK DI TK X


(KODE : PEND-AIS-0081) : SKRIPSI PENANAMAN NILAI AGAMA PADA ANAK DI TK X


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antar keluarga, sekolah, dan masyarakat, bahkan menjadi tanggungjawab seluruh bangsa Indonesia. Karena dengan pendidikan seseorang itu akan mempunyai pengetahuan tentang suatu wawasan pendidikan.
Berdasarkan UUSPN tahun 2003 pasal 4 (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) pengertian pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dalam rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar mampu diwarnai dengan nilai-nilai agama, maka perlu didukung oleh unsur keteladanan dari orang tua dan gum. Untuk tujuan tersebut dalam pelaksanaannya gum dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara bertahap dan menyusun program kegiatan seperti program kegiatan rutinitas, program kegiatan terintegrasi dan program kegiatan khusus.
Dengan demikian, pendidikan anak itu merupakan modal terbesar yang dimiliki bangsa untuk mewujudkan cita-cita bangsa kelak. Berhasil atau tidaknya langkah yang sudah kita rintis ini sangat bergantung pada generasi penerus kita nanti. Oleh karena itu, kita seharusnya sedapat mungkin mengupayakan agar si penerus ini tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, sehingga mereka kelak akan mampu mewujudkan apa yang diinginkan bangsa dengan tepat bahkan lebih dari apa yang kita harapkan, dan karena itulah anak sejak kecil sudah hams diberikan pendidikan.
Pendidikan agama Islam merupakan segala usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak setelah pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya serta menjadikannya sebagai way of life (jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Sangatlah tepat apabila usaha penanaman nilai-nilai keagamaan selain dari keluarga juga diberikan pada pendidikan prasekolah. Pendidikan nilai disini tidak mudah dengan pendidikan ketrampilan (skill), karena pendidikan itu sendiri mempunyai syarat-syarat yang berlainan dengan pendidikan ketrampilan dan fakta-fakta. Oleh karena itu, guru di Taman Kanak-kanak (TK) X telah memberikan pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak usia dini melalui metode-metode pembelajaran yang berganti-ganti sesuai dengan tema pembelajaran.
Lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) X sudah berdiri sejak tahun 1976 mempunyai sarana dan prasarana yang telah menunjang keberhasilan program penanaman nilai-nilai keagamaan yang dilaksanakan setiap harinya setiap awal pembelajaran dan diakhir pembelajaran, karena Taman Kanak-kanak (TK) X yang dilatarbelakangi ingin menanamkan pendidikan sejak dini, maka Taman Kanak-kanak (TK) X menyiapkan generasi islam yang berkualitas dan bertujuan menyeimbangkan IMTAQ dan IPTEK.
Taman Kanak-kanak (TK) X telah menerapkan metode-metode pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan program pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan dalam proses penyampaian mated pelajaran kepada siswa, sehingga siswa tidak disuruh diam selama kegiatan belajar. Metode-metode yang diterapkan diharapkan akan mampu mempersiapkan anak didik yang dapat menumbuhkan kehidupan religius dalam kehidupan sehari-hari.
Metode-metode yang di terapkan di Taman Kanak-kanak (TK) X dapat cepat diserap oleh siswa karena metode yang diterapkan untuk menarik siswa agar siswa antusias dalam proses pembelajaran di kelas. Anak usia pra sekolah di Taman Kanak-kanak (TK) X baik TK A maupun TK B sudah diberikan materi menghafal doa sehari hari dan menghafal surat-surat pendek dalam alquran serta membaca iqra' dengan fasih. Dari pemberian materi tersebut anak usia pra sekolah di TK X sudah bisa membaca iqra' dengan lancar dan hafal surat-surat pendek dalam alquran serta terbiasa membaca doa dalam kehidupan sehari hari. Dari sarana dan prasarana yang ada juga sangat menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK) X. Dari situlah Taman Kanak-kanak (TK) X bisa meraih prestasi dan mendapat akreditasi "A".
Melihat realita yang ada penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) X menanamkan nilai-nilai agama pada anak usia dini serta bagaimana penerapan metodenya dalam memberikan nilai-nilai agama pada anak didik berpengaruh pada perilaku dan kebiasaan seorang anak, sedangkan penanaman keagamaan pada peserta didik merupakan pengembangan kurikulum di Taman Kanak-kanak (TK) X.
Berlatar belakang tersebut diatas dan dengan kenyataan yang ada, maka penulis terdorong untuk mengadakan penelitian yang berjudul "PENANAMAN NILAI AGAMA PADA ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK (TK) X". 

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut : 
1. Apa saja materi yang diajarkan dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di TK X?
2. Apa metode yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai keagamaan di TK X?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Mendeskripsikan mated yang diajarkan di Taman Kanak-kanak (TK) X.
2. Mengetahui metode yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai keagamaan di Taman Kanak-kanak (TK) X.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini sendiri adalah sebagai berikut : 
1. Bagi perkembangan ilmu Pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan wahana dan masukan baru bagi perkembangan dan konsep pendidikan, terutama ilmu pengetahuan tentang perlunya lembaga pendidikan TK dan meningkatkan kualitas TK, yang dalam hal ini perlu adanya langkah-langkah konkrit yang hams dilakukan TK dan yang lebih penting hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai wawasan dan kekayaan khasanah keilmuan, khususnya bidang PAI
2. Bagi peneliti, sebagai perkembangan wawasan pengetahuan tentang pendidikan agama Islam pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak (TK) X, serta dapat dijadikan pijakan sebagai calon sarjana yang dituntut siap terjun dalam dunia pendidikan.
a. Bagi lembaga : 
1) Menjadi kajian akademis untuk menambah bantuan dan referensi ilmu kepustakaan dan administrasi, khususnya konsentrasi kebijakan publik memberikan gambaran empiris pada pendidikan selanjutnya yang sejenis khususnya yang berkaitan dengan program di TK tersebut.
2) Sebagai bahan masukan bagi sekolah mengenai kelebihan dan kekurangan dalam kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK) X. 
b. Bagi Peneliti lain, sebagai bahan dokumentasi untuk melaksanakan penelitian selanjutnya. 

D. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pembahasan-pembahasan yang diuraikan dalam penelitian ini sehingga kalimatnya mudah dipahami, diantaranya : 
1. Penanaman : Penanaman berasal dari kata "tanam" yang artinya menaruh, menaburkan (paham, ajaran dan sebagainya), memasukkan, membangkitkan atau memelihara (perasaan, cinta kasih, semangat dan sebagainya). Sedangkan penanaman itu sendiri berarti proses/caranya, perbuatan menanam (kan).
2. Nilai : Suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku.
3. Agama : Agama (Ad-Din) mempunyai makna menyembah, menundukkan diri atau memuja. Sedangkan Ad-Din dalam bahasa kita adalah agama. Agama buah atau hasil kepercayaan dalam hati, yaitu ibadah yang terbit lantaran ada i'dal lebih dahulu, dan patuh karena iman.
4. Nilai Agama : Konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat.
5. Anak TK : Mereka yang berusia antara 4-6 tahun, yang mana mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak.
Jadi yang dimaksud dengan penanaman nilai Agama pada Taman kanak-kanak adalah proses atau perbuatan menanamkan beberapa masalah pokok kehidupan keagamaan yang menjadi pedoman tingkah laku keagamaan yang mana hal itu diberikan pada mereka yang berusia antara 4-6 tahun yang mengikuti program Taman Kanak-kanak.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-nilai agama khususnya TK adalah tugas utama menjadikan anak yang mempunyai budi pekerti yang baik sesuai dengan syari'at dan ajaran-ajaran Islam serta moral-moral masyarakat.

MAKALAH AKUNTANSI - PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH

MAKALAH AKUNTANSI - PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Hampir seluruh ‘peta’ akuntansi Indonesia merupakan by product Barat. Akuntansi konvensional (Barat) di Indonesia bahkan telah diadaptasi tanpa perubahan berarti. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan, standar, dan praktik akuntansi di lingkungan bisnis. Kurikulum, materi dan teori yang diajarkan di Indonesia adalah akuntansi pro Barat. Semua standar akuntansi berinduk pada landasan teoritis dan teknologi akuntansi IASC (International Accounting Standards Committee). Indonesia bahkan terang-terangan menyadur Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements IASC, dengan judul Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
Perkembangan terbaru, saat ini telah disosialisasikan sistem pendidikan akuntansi “baru” yang merujuk internasionalisasi dan harmonisasi standar akuntansi. Pertemuan-pertemuan, workshop, lokakarya, seminar mengenai perubahan kurikulum akuntansi sampai standar kelulusan akuntan juga mengikuti kebijakan IAI berkenaan Internasionalisasi Akuntansi Indonesia tahun 2010.
Dunia bisnis tak kalah, semua aktivitas dan sistem akuntansi juga diarahkan untuk memakai acuan akuntansi Barat. Hasilnya akuntansi sekarang menjadi menara gading dan sulit sekali menyelesaikan masalah lokalitas. Akuntansi hanya mengakomodasi kepentingan ”market” (pasar modal) dan tidak dapat menyelesaikan masalah akuntansi untuk UMKM yang mendominasi perekonomian Indonesia lebih dari 90%. Hal ini sebenarnya telah menegasikan sifat dasar lokalitas masyarakat Indonesia.
Padahal bila kita lihat lebih jauh, akuntansi secara sosiologis saat ini telah mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (value laden), tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines 1989; Morgan 1988; Triyuwono 2000; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman 2006).
Ketika akuntansi tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini masih didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter akuntansi pasti kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Ketika akuntansi memiliki kepentingan ekonomi-politik MNC’s (Multi National Company’s) untuk program neoliberalisme ekonomi, maka akuntansi yang diajarkan dan dipraktikkan tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi pada kepentingan neoliberalisme ekonomi pula.

2. Permasalahan
Pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah memang kita tidak memiliki sistem akuntansi sesuai realitas kita? Apakah masyarakat Indonesia tidak dapat mengakomodasi akuntansi dengan tetap melakukan penyesuaian sesuai realitas masyarakat Indonesia? Lebih jauh lagi sesuai realitas masyarakat Indonesia yang religius? Religiusitas Indonesia yang didominasi 85% masyarakat Muslim?


BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan akuntansi syariah saat ini menurut Mulawarman (2006; 2007a; 2007b; 2007c) masih menjadi diskursus serius di kalangan akademisi akuntansi. Diskursus terutama berhubungan dengan pendekatan dan aplikasi laporan keuangan sebagai bentukan dari konsep dan teori akuntansinya. Perbedaan-perbedaan yang terjadi mengarah pada posisi diametral pendekatan teoritis antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis.

1. Akuntansi Syariah Aliran Pragmatis
Aliran akuntansi syariah pragmatis lanjut Mulawarman (2007a) menganggap beberapa konsep dan teori akuntansi konvensional dapat digunakan dengan beberapa modifikasi (lihat juga misalnya Syahatah 2001; Harahap 2001; Kusumawati 2005 dan banyak lagi lainnya). 
Modifikasi dilakukan untuk kepentingan pragmatis seperti penggunaan akuntansi dalam perusahaan Islami yang memerlukan legitimasi pelaporan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah. Akomodasi akuntansi konvensional tersebut memang terpola dalam kebijakan akuntansi seperti Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions yang dikeluarkan AAOIFI secara internasional dan PSAK No. 59 atau yang terbaru PSAK 101-106 di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat misalnya dalam tujuan akuntansi syariah aliran pragmatis yang masih berpedoman pada tujuan akuntansi konvensional dengan perubahan modifikasi dan penyesuaian berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Tujuan akuntansi di sini lebih pada pendekatan kewajiban, berbasis entity theory dengan akuntabilitas terbatas.
Bila kita lihat lebih jauh, regulasi mengenai bentuk laporan keuangan yang dikeluarkan AAOIFI misalnya, disamping mengeluarkan bentuk laporan keuangan yang tidak berbeda dengan akuntansi konvensional (neraca, laporan laba rugi dan laporan aliran kas) juga menetapkan beberapa laporan lain seperti analisis laporan keuangan mengenai sumber dana untuk zakat dan penggunaannya; analisis laporan keuangan mengenai earnings atau expenditures yang dilarang berdasarkan syariah; laporan responsibilitas sosial bank syari’ah; serta laporan pengembangan sumber daya manusia untuk bank syari’ah.
Ketentuan AAOIFI lebih diutamakan untuk kepentingan ekonomi, sedangkan ketentuan syari’ah, sosial dan lingkungan merupakan ketentuan tambahan. Dampak dari ketentuan AAOIFI yang longgar tersebut, membuka peluang perbankan syariah mementingkan aspek ekonomi daripada aspek syariah, sosial maupun lingkungan. Sinyal ini terbukti dari beberapa penelitian empiris seperti dilakukan Sulaiman dan Latiff (2003), Hameed dan Yaya (2003b), Syafei, et al. (2004).
Penelitian lain dilakukan Hameed dan Yaya (2003b) yang menguji secara empiris praktik pelaporan keuangan perbankan syariah di Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan standar AAOIFI, perusahaan di samping membuat laporan keuangan, juga diminta melakukan disclose analisis laporan keuangan berkaitan sumber dana zakat dan penggunaannya, laporan responsibilitas sosial dan lingkungan, serta laporan pengembangan sumber daya manusia. Tetapi hasil temuan Hameed dan Yaya (2003b) menunjukkan bank-bank syari’ah di kedua negara belum melaksanakan praktik akuntansi serta pelaporan yang sesuai standar AAOIFI.
Syafei, et al. (2004) juga melakukan penelitian praktik pelaporan tahunan perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia. Hasilnya, berkaitan produk dan operasi perbankan yang dilakukan, telah sesuai tujuan syariah (maqasid syariah). Tetapi ketika berkaitan dengan laporan keuangan tahunan yang diungkapkan, baik bank-bank di Malaysia maupun Indonesia tidak murni melaksanakan sistem akuntansi yang sesuai syariah. Menurut Syafei, et al. (2004) terdapat lima kemungkinan mengapa laporan keuangan tidak murni dijalankan sesuai ketentuan syari’ah.
Pertama, hampir seluruh negara muslim adalah bekas jajahan Barat. Akibatnya masyarakat muslim menempuh pendidikan Barat dan mengadopsi budaya Barat. Kedua, banyak praktisi perbankan syariah berpikiran pragmatis dan berbeda dengan cita-cita Islam yang mengarah pada kesejahteraan umat. Ketiga, bank syariah telah establish dalam sistem ekonomi sekularis-materialis-kapitalis.
Pola yang establish ini mempengaruhi pelaksanaan bank yang kurang Islami. Keempat, orientasi Dewan Pengawas Syariah lebih menekankan formalitas fiqh daripada substansinya. Kelima, kesenjangan kualifikasi antara praktisi dan ahli syariah. Praktisi lebih mengerti sistem barat tapi lemah di syariah. Sebaliknya ahli syariah memiliki sedikit pengetahuan mengenai mekanisme dan prosedur di lapangan.

2. Akuntansi Syariah Aliran Idealis
Aliran Akuntansi Syariah Idealis di sisi lain melihat akomodasi yang terlalu “terbuka dan longgar” jelas-jelas tidak dapat diterima. Beberapa alasan yang diajukan misalnya, landasan filosofis akuntansi konvensional merupakan representasi pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekuler dan liberal serta didominasi kepentingan laba (lihat misalnya Gambling dan Karim 1997; Baydoun dan Willett 1994 dan 2000; Triyuwono 2000a dan 2006; Sulaiman 2001; Mulawarman 2006a).
Landasan filosofis seperti itu jelas berpengaruh terhadap konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, yaitu laporan keuangan. Keberatan aliran idealis terlihat dari pandangannya mengenai Regulasi baik AAOIFI maupun PSAK No. 59, serta PSAK 101-106, yang dianggap masih menggunakan konsep akuntansi modern berbasis entity theory (seperti penyajian laporan laba rugi dan penggunaan going concern dalam PSAK No. 59) dan merupakan perwujudan pandangan dunia Barat. Ratmono (2004) bahkan melihat tujuan laporan keuangan akuntansi syariah dalam PSAK 59 masih mengarah pada penyediaan informasi. Yang membedakan PSAK 59 dengan akuntansi konvensional, adanya informasi tambahan berkaitan pengambilan keputusan ekonomi dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Berbeda dengan tujuan akuntansi syariah filosofis-teoritis, mengarah akuntabilitas yang lebih luas (Triyuwono 2000b; 2001; 2002b; Hameed 2000a; 2000b; Hameed dan Yaya 2003a; Baydoun dan Willett 1994).
Konsep dasar teoritis akuntansi yang dekat dengan nilai dan tujuan syariah menurut akuntansi syariah aliran idealis adalah Enterprise Theory (Harahap 1997; Triyuwono 2002b), karena menekankan akuntabilitas yang lebih luas. Meskipun, dari sudut pandang syariah, seperti dijelaskan Triyuwono (2002b) konsep ini belum mengakui adanya partisipasi lain yang secara tidak langsung memberikan kontribusi ekonomi. Artinya, lanjut Triyuwono (2002b) konsep ini belum bisa dijadikan justifikasi bahwa enterprise theory menjadi konsep dasar teoritis, sebelum teori tersebut mengakui eksistensi dari indirect participants.
Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam VAS, Triyuwono (2001) dan Slamet (2001) mengusulkan apa yang dinamakan dengan Shari’ate ET. Menurut konsep ini stakeholders pihak yang berhak menerima pendistribusian nilai tambah diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu direct participants dan indirect participants. Menurut Triyuwono (2001) direct stakeholders adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan, yang terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok, pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat mustahiq (penerima zakat, infaq dan shadaqah), dan lingkungan alam (misalnya untuk pelestarian alam).

3. Komparasi Antara Akuntansi Syariah Aliran Idealis dan Pragmatis
Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan mengenai perbedaan antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis di atas adalah, pertama, akuntansi syariah pragmatis memilih melakukan adopsi konsep dasar teoritis akuntansi berbasis entity theory. Konsekuensi teknologisnya adalah digunakannya bentuk laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas dengan modifikasi pragmatis. 
Kedua, akuntansi syariah idealis memilih melakukan perubahan-perubahan konsep dasar teoritis berbasis shari’ate ET. Konsekuensi teknologisnya adalah penolakan terhadap bentuk laporan keuangan yang ada; sehingga diperlukan perumusan laporan keuangan yang sesuai dengan konsep dasar teoritisnya. Untuk memudahkan penjelasan perbedaan akuntansi syariah aliran pragmatis dan idealis,

4. Proyek Implementasi Shari’ate Enterprise Theory
Proses pencarian bentuk teknologis aliran idealis dimulai dari perumusan ulang konsep Value Added (VA) dan turunannya yaitu Value Added Statement (VAS). VA diterjemahkan oleh Subiyantoro dan Triyuwono (2004, 198-200) sebagai nilai tambah yang berubah maknanya dari konsep VA yang konvensional. Substansi laba adalah nilai lebih (nilai tambah) yang berangkat dari dua aspek mendasar, yaitu aspek keadilan dan hakikat manusia.
Terjemahan konsep VA agar bersifat teknologis untuk membangun laporan keuangan syari’ah disebut Mulawarman (2006, 211-217) sebagai shari’ate value added (SVA). SVA dijadikan source untuk melakukan rekonstruksi sinergis VAS versi Baydoun dan Willett (1994; 2000) dan Expanded Value Added Statement (EVAS) versi Mook et al. (2003; 2005) menjadi Shari’ate Value Added Statement (SVAS). 
SVA adalah pertambahan nilai spiritual (zakka) yang terjadi secara material (zaka) dan telah disucikan secara spiritual (tazkiyah). SVAS adalah salah satu laporan keuangan sebagai bentuk konkrit SVA yang menjadikan zakat bukan sebagai kewajiban distributif saja (bagian dari distribusi VA) tetapi menjadi poros VAS. Zakat untuk menyucikan bagian atas SVAS (pembentukan sources SVA) dan bagian bawah SVAS (distribusi SVA).
SVAS lanjut Mulawarman (2006) terdiri dari dua bentuk laporan, yaitu Laporan Kuantitatif dan Kualitatif yang saling terikat satu sama lain. Laporan Kuantitatif mencatat aktivitas perusahaan yang bersifat finansial, sosial dan lingkungan yang bersifat materi (akun kreativitas) sekaligus non materi (akun ketundukan). 
Laporan Kualitatif berupa catatan berkaitan dengan tiga hal. Pertama, pencatatan laporan pembentukan (source) VA yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk laporan kuantitatif. Kedua, penentuan Nisab Zakat yang merupakan batas dari VA yang wajib dikenakan zakat dan distribusi Zakat pada yang berhak. Ketiga, pencatatan laporan distribusi (distribution) VA yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk laporan kuantitatif.


DAFTAR PUSTAKA

  • Mulawarman, Aji Dedi. 2006. Menyibak Akuntansi Syariah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syari’ah Dari Wacana Ke Aksi. Penerbit Kreasi Wacana. Jogjakarta.
  • Mulawarman, Aji Dedi. 2007a. Menggagas Laporan Arus Kas Syariah. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar. 26-28 Juli
  • Mulawarman, Aji Dedi. 2007b. Menggagas Neraca Syariah Berbasis Maal: Kontekstualisasi “Kekayaan Altruistik Islami”. The 1st Accounting Conference. FE-UI Depok. 7-9 Nopember.
  • Mulawarman, Aji Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syariah Berbasis Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal. Simposium Nasional Ekonomi Islam 3. Unpad. Bandung. 14-15 Nopember.
  • Mulawarman. 2006. Proses rekonstruksi sinergis VAS dan EVAS untuk membentuk SVAS.
  • Yeti Mariawati, S.Pd. 2008. Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda Dan Olahraga UPTD SMA Negeri 2 Majalengka.
  • http://keranjinganinfo.blogspot.com