Search This Blog

SKRIPSI PENGARUH PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERTUMBUHAN PDRB PERKAPITA


(KODE : EKONPEMB-0017) : SKRIPSI PENGARUH PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERTUMBUHAN PDRB PERKAPITA




BAB I 
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Sejak diberlakukannya UU No. 5 tahun 1974, pembangunan Indonesia dituntut untuk memperhatikan istilah desentralisasi, yang dimaksudkan untuk memberi kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi sesuai dengan undang-undang.
Namun masih ditemukan banyak kelemahan yang terjadi di dalam umdang-undang ini yaitu tidak secara tegas mengatur sampai seberapa jauh tingkat otonomi yang dimiliki daerah atau yang diberikan pusat ke daerah. Undang-undang ini hanya mencantumkan prinsip saja "pelaksanaan otonomi yang bersifat nyata dan bertanggung jawab." Sampai seberapa jauh nyata-nya dan batas-batas tanggung jawab seperti apa tidak ditegaskan. Hal ini mengakibatkan pembangunan tetap berjalan secara sentralistis yang tetap ditandai dengan peraturan dan kebijakan yang diterapkan oleh pusat, dan pemerintah di tingkat daerah praktis sekedar perpanjangan tangan dari pusat.
Sejalan dengan pembangunan dalam mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata dengan kondisi yang ada pembangunan Indonesia mengalami kesenjangan kesejahteraan itu, ditengah arus globalisasi yang membuat batas-batas Negara semakin tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, arus informasi yang tidak terbendung, menurut sistem pemerintahan yang sentralistik harus diganti mengingat daerah di Indonesia memiliki keunikan sendiri, baik dari demografi maupun potensi ekonominya. Melihat inilah maka pemerintah menetapkan UU No. 22 tahun 1999 dalam memberi acuan dasar yang cukup tegas bagi pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten untuk mengatur dan mengurus daerah sendiri.
Dalam acuan dasar tersebut setiap daerah harus membentuk suatu paket otonomi yang konsisten dengan kapasitas dan kebutuhannya.
Dalam Negara majemuk seperti Indonesia, satu ukuran belum tentu cocok untuk semua daerah. Dalam proses ini komunitas-komunitas lokal perlu dilibatkan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota, termasuk DPR untuk menjamin proses desentralisasi secara lebih baik dan bertanggung jawab dimana mereka sebagai salah satu stakeholder yang memiliki kepentingan mendalam untuk mensukseskan otonomi daerah (Widjaja, 2004 : 2). 
Perjalanan desentralisasi inipun terus mengalami perkembangan diberbagai daerah dan dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kelemahan terkhusus dari segi undang-undang yang mengaturnya sehingga dimunculkan beberapa undang-undang seperti dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang hubungan keuangan pusat-daerah. Kedua undang-undang ini semakin memberikan kemudahan dalam melihat pencapaian pengelolaan daerah dimana pemerintah daerah. Hal ini yang berekaitan erat dengan kemandirian pelaksanaan pemerintah daerah adalah kebijakan fiscal daerah, termasuk pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, ada tiga kriteria harus dipenuhi dalam rencana dan usul pemekaran daerah yakni syarat administratif, teknis dan kewilayahan. Secara administratif pemekaran antara lain ialah persetujuan dari DPRD, Bupati/Walikota dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri, sementara syarat teknis antara lain ialah kemampuan ekonomi, sosial, budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan dan keamanan. Sedangkan persyaratan kewilayahan antara lain adalah 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kabupaten/kota, dan minimal 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahaan.
Berdasarkan ketentuan tersebut nyatalah bahwa tujuan pemekaran daerah adalah untuk melancarkan pembangunan yang tersebar diseluruh wilayah dan membina kestabilan politik dan kesatuan bangsa. Dengan kata lain, bertujuan untuk menjamin perkembangan dan pembangunan daerah yang dilaksanakan dengan azas dekonsentrasi. Lebih terperinci tujuan tersebut seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 adalah :
1. Mempercepat laju pertumbuhan pembangunan
2. Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
3. Upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
4. Mempertinggi daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah.
5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan.
6. Terbinanya stabilitas politik dan kesatuan bangsa.
Namun seperti diketahui bahwa meskipun sudah ada otonomi daerah, pembangunan di daerah tidak hanya berasal dari program regional, tetapi berasal dari program pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh Departemen teknis. Artinya program pembangunan daerah tersebut merupakan kombinasi dari asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Dengan cara demikian diharapkan disparitas kemajuan akibat pembangunan antar daerah dapat dikurangi. Keadaan seperti ini merupakan suatu ciri negara sedang berkembang, yaitu masih tingginya peranan pemerintah pusat dalam memperoleh dan menyalurkan dana kepada daerah (Majidi, 1991 : 4)
Dalam kenyataan pelaksanaan pembangunan sektoral di daerah sering menimbulkan masalah. Hal ini disebabkan proyek pembangunan sektoral tersebut tidak sesuai dengan keinginan(aspirasi) daerah seiring perencanaan pembanugnan sektoral lebih bersifat top-down.
Pemekaran wilayah berakibat langsung terhadap terjadinya pembatasan wilayah dengan luasan yang lebih kecil, persebaran penduduk lebih konsentrasi, keuangan (PAD), dan perencanaan pembangunan yang lebih terarah dan berkelanjutan. Hal ini merupakan konsekuensi, karena walaupun diadakan pemekaran wilayah namun potensi wilayah yang bersifat alamiah dan sarana prasarana wilayah yang sudah terbangun tidak akan dapat dibagi. Demikian juga distribusi penduduk dan aktivitasnya yang sudah tersebar dengan keadaan saat ini juga sangat sulit diubah. 
Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar daerah dan antar sektor. pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan dan hasil pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati semua lapisan masyarakat.
Menurut pandangan ekonomi klasik (Adam Smith) pada dasarnya ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu jumlah pendudukjumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Menurut Boediono (2001) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Proses pertumbuhan ekonomi bersifat dinamis yang berarti berkembang terus-menerus.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) salah satu indikator untuk melihat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dan sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. PDRB merupakan keseluruhan nilai tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya aktivitas ekonomi dalam suatu daerah atau wilayah. Data PDRB menngambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. PDRB perkapita merupakan hasil dari pembagian PDRB dengan jumlah penduduk, dengan kata lain pembentukan PDRB perkapita dapat dilihat dari meningkatnya nilai tambah sektor-sektor ekonomi yang ada dalam wilayah tersebut. Penelitian ini terfokus pada pemekaran wilayah kabupaten/kota.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba menganalisis sejauh mana pelaksanaan pemekaran wilayah terhadap peningkatan pertumbuhan PDRB perkapita. Untuk itu penulis mengambil judul "Pengaruh pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan PDRB perkapita (studi kasus Kabupaten X)”.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Apakah pemekaran kabupaten akan menyebabkan perubahan aktivitas basis ekonomi Kabupaten X ?
2. Bagaimana pengaruh pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan(peningkatan) PDRB perkapita di Kabupaten X ?
3. Apakah ada perbedaan PDRB perkapita sebelum dan sesudah pemekaran wilayah ?

1.3. Hipotesis
Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Terdapat perubahan aktivitas basis ekonomi sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.
2. Dengan adanya pemekaran wilayah pertumbuhan PBRD perkapita di Kabupaten X mengalami peningkatan.
3. Dengan adanya pemekaran wilayah, terdapat perbedaan PDRB perkapita sebelum dan sesudah pemekaran.

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perubahan aktivitas basis ekonomi di kabupaten X.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan (peningkatan) PDRB perkapita di Kabupaten X.
3. Untuk melihat perbedaan PDRB perkapita sebelum dan sesudah Pemekaran wilayah.
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan atau kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya atau sebagai bahan perbandingan bagi pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.
2. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, terutama bagi mahasiswa departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non ilmiah penulis dalam displin ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara konseptual dan tekstual dan masukan bagi penelitian lain.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »