BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masalah pendidikan semakin menjadi perhatian masyarakat karena pendidikan merupakan milik dan tanggung jawab masyarakat. Kedudukan pendidikan diharapkan menjadi ke arah tercapainya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu menghasilkan manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian mandiri, cerdas, kreatif, terampil dan beretos kerja yang tinggi telah diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (1993: 49). Pembangunan sumber daya manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga dapat mendukung pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktifitas dengan pendidikan nasional yang makin merata dan bermutu disertai peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang dibutuhkan berbagai bidang pembangunan ilmu dan teknologi yang makin mantap.
Dengan melihat pentingnya pendidikan maka sejak pelita I pemerintah terus berupaya dalam mengatasi berbagai masalah pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku pelajaran dan sarana belajar, penyempurnaan sistem penilaian, penataan organisasi dan manajemen pendidikan serta usaha lain yang berhubungan dengan penimgkatan kualitas pendidikan. Dengan kata lain upaya dalam pembaharuan pendidikan meliputi hal-hal yang diusahakan untuk peningkatan kualitas pendidikan seperti yang dikemukakan oleh Misbah (1978:13) antara lain : 1) Masalah pemerataan pendidikan, 2) Masalah relevansi pendidikan dengan tuntutan masyarakat, 3) Masalah kualitas/mutu pendidikan, 4) Masalah efesiensi pendidikan.
Dalam UUD 1945 pasal 31 telah diatur tentang hak-hak setiap warga negara untuk mendapatkan pengajaran. Namun ternyata masih ada sebagian yang belum menikmati pendidikan yaitu para remaja yang mengalami putus sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya kemiskinan atau ketidak mampuan orang tua untuk membiayai anak-anaknya. Banyak remaja desa dan kota menjadi penganggur akibat putus sekolah (drop out) atau tidak lagi mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan sekolah lanjutannya, ada kalanya mereka melakukan kegiatan yang bersifat destruktif dan mengganggu ketentraman masyarakat. Banyak media massa yang menerangkan tentang macam-macam kegiatannya misalnya penipuan, pencopetan, pengedoran, pemerkosaan dan lainnya yang dilakukan remaja (Dakir, 1982:6). Bahkan fenomena yang sekarang ada dalam masa krisis moneter ini adalah banyaknya pengamen usia remaja. Mereka diduga para remaja yang mengalami putus sekolah.
Banyaknya anak putus sekolah adalah khas di negara berkembang (Beeby, 1982:189). Indonesia sebagai negara berkembang juga menghadapi permasalahan serius mengenai anak putus sekolah. Anak-anak didaerah tertinggal, anak-anak pekerja, anak-anak jalanan, anak dari keluarga kurang bahagia merupakan sedikit contoh yang dapat ditunjuk sebagai anak putus sekolah.
Merupakan kenyataan sosial dan problem sosial bahwa di dalam masyarakat masih pula anak-anak yang belum menikmati hak-hak asasinya secara wajar baik yang menyangkut perawatan, pembinaan jasmani dan rohani, pendidikan dan lain-lain sehingga kesejahteraan anak kurang terjamin, misalnya : anak yatim piatu, anak tidak mampu dan anak terlantar. Kesuksesan pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur dapat terlaksana bilamana terdapat generasi muda yang sehat jasmani dan rohani dan bermental pembangunan, sehingga ia mampu memikul tanggung jawab tersebut. Walaupun permasalahan ini bukan merupakan masalah baru namun akhir-akhir ini kembali muncul di permukaan, terlebih lagi setelah ada pengangkatan program resmi pada pelita VI dan peluncuran program IDT (Arief Sritua, 1998). Siasat untuk memerangi langsung kemiskinan umumnya sekarang sudah mulai dicoba. Kaum miskin kurang pendidikannya sehingga mendorong pemerintah agar golongan miskin mendapat kesempatan. Tidak dipungkiri bahwa di antara yang dihadapi penduduk miskin adalah kurangnya sumber kebutuhan pokok seperti kurang gizi, pakaian, pendidikan, dan kesehatan (Mahbub Ulhaq, 1995). Dengan demikian wajar apabila pemerintah berusaha bekerja keras dalam menanggulangi persoalan tersebut. Kondisi kemiskinan dengan perbagai implikasi merupakan bentuk masalah sosial yang menuntut pemecahan masalah tersebut. Siasat untuk memerangi langsung kemiskinan umumnya sekarang sudah mulai dicoba. Kaum miskin kurang pendidikannya sehingga mendorong pemerintah agar golongan miskin mendapat kesempatan terutama di bidang pendidikan.
Belakangan ini masalah kemiskinan kembali menghangat di kalangan masyarakat. Sekitar 27 juta penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan dan tersebar merata di mana mengharuskan semua pihak untuk bekerja keras mengangkat mereka dalan kehidupan yang lebih layak karena kemiskinan adalah suatu ketidak mampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk suatu kehidupan yang layak. Kemiskinan juga berkaitan eret dengan keadaan sistem kelembagaan yang tidak mampu memberikan kesempatan yang adil bagi anggota masyarakat untuk memanfaatkan dan memperoleh manfaat dari sumber daya alam yang tersedia (Syaffrudin B, Prisma no. 3 Desember 1993). Tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan kemudian dijabarkan dalam program-program yang lebih operasional dalam Repelita V yang sebelumnya sudah tercantum dalam UUD 1945 dan GBHN.
Kemiskinan merupakan masalah lintas sektoral dan mulai disiplin oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian diharapkan terjadi suatu sinergi dalam penanaggulangan kemiskinan. Adapun upayanya adalah pemenuhan kebutuhan pokok terutama ; kesehatan, air bersih, pendidikan dan perumahan bagi penduduk miskin (Soekirman, Prisma no.3 Desember 1993). Munculnya kemiskinan ini juga dilatarbelakangi oleh besarnya jumlah penduduk miskin di dunia. Bila masalah kemiskinan tidak ditanggulangi secara sungguh-sungguh selain dapat menimbulkan kerawanan sosial politik dan dapat menghambat laju pertumbuhan perekonomian negara berkembang. Dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah sekarang, untuk penanggulangan kemiskinan juga telah menunjukkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan Posyandu dan pelayanan pendidikan melalui program SD Inpres (Hermanto, Prisma no. 3 Desember 1993). Karena tujuan pembangunan di Indonesia sendiri adalah untuk mensejahterakan bangsa, dengan kata lain untuk penanggulangan kemiskinan. Bank Dunia mendenifisikan kemiskinan sebagai suatu ketidak mampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Hermanto, Prisma nomer 3 Desember 1993). Sehingga kemiskinan dalam perencanaan pembangunan memusatkan pada kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan. Penghapusan kemiskinan yang medesak perlu dilakukan, agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk menghapus kemiskinan (DR. Thee Kran Gie, 1981). Kemiskinan akan berakibat munculnya masalah-masalah sosial seperti munculnya gelandangan, pengemis, tuna susila, dan anak terlantar.
Fenomena anak terlantar itu terjadi di semua daerah, baik di kota besar maupun kota kecil. Demikian pula dengan Kota Madya Daerah Tingkat II X, juga tidak lepas dari permasalahan anak terlantar. Jumlah anak-anak terlantar yang tercatat pada Badan Pusat Statistik Kodia X yang bersumber pada Dinas Sosial Kodia X tahun XXXX adalah 1849 anak. Dari anak-anak yang mulai beranjak dewasa yang biasa disebut remaja harus diadakan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Dinas Sosial X yang berada di bawah Departemen Sosial, punya tanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan terhadap remaja-remaja terlantar. Karena keterbatasan dalam dana dan kemampuan sumber daya, maka remaja-remaja di Kota Madya Dati II X belum semuanya mendapatkan pembinaan. Oleh karena itu Dinas Sosial masih membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak baik individu maupun kelompok. Karena masalah ini merupakan masalah bersama seluruh rakyat. Saat ini organisasi-organisasi sosial yang telah bekerja sama dalam berpartisipasi menangani masalah anak terlantar seperti lembaga swadaya masyarakat, maupun panti asuhan. Kebijaksanaan penanganan diarahkan pada upaya pemberian pelayanan kesejahteraan sosial dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan bagi remaja-remaja terlantar, memberi pelayanan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya. Dengan kebijaksanaan ini diharapkan mereka sebagai bagian generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional, kebijaksanaan tersebut ditempuh melalui pendekatan dengan sistem panti dan luar panti, seperti yang dilakukan oleh Panti Asuhan X. Masalah ini sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam yaitu tentang efektifitas pendidikan lewat panti asuhan dalam pembinaan remaja dalam sebuah penelitian dengan judul “PERANAN PANTI ASUHAN DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN REMAJA (Studi di Panti Asuhan X tahun XXXX-XXXX)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka untuk memberikan arahan dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Panti Asuhan X?
2. Bagaimana sistem rekruitmen remaja yatim piatu dan terlantar di Panti Asuhan X?
3. Bagaimana faktor penghambat dan pendorong dalam pembinaan remaja Panti Asuhan X?
4. Bagaimana peranan Panti Asuhan X dalam pembinaan pendidikan remaja dari tahun XXXX-tahun XXXX?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab dari rumusan masalah yang disebut diatas yaitu :
1. Mengetahui latar belakang berdirinya Panti Asuhan X.
2. Mengetahiu sistem rekruitmen remaja yatim piatu dan terlantar di Panti Asuhan X.
3. Mengetahui faktor penghambat dan pendorong dalam pembinaan remaja pembinaan Panti Asuhan X..
4. Mengetahui bahwa Panti Asuhan X dapat memberikan pembinaan pendidikan remaja (tahun XXXX-XXXX).
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Untuk memberikan sumbangan dalam Ilmu Pengetahuan khususnya tentang fenomena pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh lembaga pemerintah dan non pemerintah
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada penulis tentang peran panti asuhan dalam pembinaan pendidikan remaja.
b. Manfaat Praktis
1. Agar penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga pemerintah atau swasta yang membutuhkan baik sebagai pengetahuan atau sebagai dasar dalam mengambil suatu kebijakan.
2. Untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Sejarah Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan X.