BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Acara Pidana Indonesia sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, tentang KUHAP, merupakan suatu peraturan yang memuat tentang bagaimana caranya aparat penegak hukum : Polisi, Jaksa, Hakim dan Penasehat hukum menjalankan wewenangnya menegakkan hukum pidana materiil (KUHP). Para penegak hukum harus memperhatikan dua kepentingan hukum secara berimbang yaitu kepentingan perorangan (Hak seseorang) dengan kepentingan masyarakat dalam suatu proses beracara pidana.
Berdasarkan tujuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang antara lain yaitu (1) Mencari kebenaran sejati, (2) Melakukan pemeriksaan perkara pidana yang didasarkan atas hukum, keyakinan dan rasa keadilan masyarakat dan, (3) melaksanakan putusan atau eksekusi terhadap tersangka yang diputus bersalah.
Berdasarkan pada tujuan HAP diatas, kiranya persoalan sistem pemeriksaan terhadap tersangka akan membawa pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan dimaksud. Dalam konteks ini, KUHAP membagi dua sistem pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka/terdakwa yaitu : (a) pemeriksaan permulaan (pendahuluan) yang dilakukan oleh kepolisian/penyidik dan (b) pemeriksaan persidangan yang dilakukan oleh hakim.
Dalam sistem pemeriksaan permulaan, ketentuan KUHAP menganut azas pemeriksaan Inquisitor Lunak artinya bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka boleh didampingi oleh Penasehat Hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif yakni Penasehat hukum diperkenankan untuk melihat, mendengar dan memberikan petunjuk dalam proses pemeriksaan terhadap tersangka. Dalam praktek, pemeriksaan dalam sistem Inquisitor Lunak ini, tersangka boleh meminta kepada Penasehat Hukum penjelasan-penjelasan tentang maksud dari pertanyaan-pertanyaan dari penyidik, terutama terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya “menjerat”.
Atas dasar sistem di atas, maka tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan (Pasal 52 dan 184 (1) KUHAP) tidak diperlakukan sebagai Terdakwa (obyek) yang harus diperiksa, melainkan tersangka dilakukan sebagai subyek, yang artinya tersangka tidak dapat dipaksa untuk mengaku bersalah dengan cara paksaan, tekanan ataupun ancaman-ancaman. Ketentuan ini jelas terdapat dalam pasal di atas (Pasal 52 dan 184 ayat 1) KUHAP, yang intinya menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan pendahuluan oleh penyidik tidak untuk mendapatkan pengakuan tersangka tetapi untuk mendapatkan keterangan tersangka mengenai peristiwa pidana yang dipersangkakan kepadanya.
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman dan Undang-Undang no. 8 tahun 1981, tentang KUHAP (pasal 5 s/d pasal 8) dinyatakan hak-hak asasi manusia harus dijunjung tinggi dan mendapatkan perlindungan dalam Negara yang berdasarkan Pancasila dan dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Diantara azas-azas tersebut, terdapat satu azas yaitu azas praduga tak bersalah atau (Presumption of innocent). Azas ini pada dasarnya menyatakan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka persidangan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya yang memperoleh kekuatan hukum tetap”. Maksud dari tujuan azas tersebut dapat diterangkan bahwa sebelum seseorang tersangka/terdakwa harus dan wajib diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah. Oleh karena itu, hak-hak tersangka, harkat dan martabat tersangka sebagai manusia harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh petugas penyidik. Dalam Konteks ini, proses interogasi/menggali keterangan dari tersangka, tidak boleh dilakukan dengan melanggar hak-hak tersangka, apalagi melanggar harkat dan martabat tersangka sebagai manusia.
Persoalannya sekarang adalah dapatkah penyidik dalam melakukan pemeriksaan permulaan benar-benar menjunjung tinggi hak-hak tersangka serta harkat dan martabatnya ? Sebagaimana kita amati di berbagai media massa, sering terungkap perlakuan oknum-oknum polisi bertindak kasar dan cenderung dapat melukai tersangka ketika melakukan proses pemeriksaan terhadap tersangka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penulis perlu merumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana penerapan hak-hak tersangka dalam proses penyelidikan tindak pidana ?
2. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pihak kepolisian agar hak-hak tersangka dalam proses penyelidikan tindak pidana benar-benar dapat dipenuhi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hak-hak tersangka dalam proses penyelidikan tindak pidana.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pihak kepolisian agar hak-hak tersangka dalam proses penyelidikan tindak pidana benar-benar dapat dipenuhi.
D. Metode Penelitian
Metode penulisan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan dengan melihat peraturan perundang-undangan mengenai penerapan hak-hak tersangka dalam proses penyelidikan tindak pidana di samping pendekatan sosiologis yaitu pendekatan dengan melihat kenyataan dalam praktek, sejauh mana peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tersebut ditetapkan.
E. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam pembahasan permasalahan, maka sistematika saya susun sebagai berikut :
BAB I : Adalah pendahuluan yang terdiri dari pembagian sebagai
berikut : latar belakang masalah dan rumusannya, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan skripsi, metode penelitian, dan pertanggungjawaban sistematika.
BAB II : Pada Bab II dibahas mengenai kajian teori yang relevan dengan tema skripsi untuk kemudian dijadikan sebagai pijakan dalam pembahasan bab-bab selanjutnya.
BAB III : Pada Bab III dibahas mengenai penyajian data dan pemecahan masalah yang pada prinsipnya adalah sebagai salah satu alternatif jalan keluar dari permasalahan yang dibahas pada skripsi ini.
BAB IV : Selanjutnya pada Bab IV berisi kesimpulan dan saran, ini merupakan bab yang terakhir dari seluruh uraian dalam penulisan skripsi ini. Dalam bab ini penulis membagai dalam dua bagian, bagian pertama adalah kesimpulan yang penulis ambil dari uraian-uraian bab-bab sebelumnya, dan bagian kedua adalah saran, di sini penulis mencoba memberikan saran terhadap pembahasan dalam penulisan skripsi ini.