BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur, merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan pancasila.
Semua itu pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya, sehingga di dalamnya terkandung makna adanya keselarasan,
keseimbangan dan kedaulatan yang utuh dari seluruh kegiatan pembangunan.
Di dalam GBHN 1999-XXXX disebutkan bahwa salah satu arah
kebijakan pembangunan nasional di bidang ekonomi adalah mengupayakan
kehidupan yang layak berdasarkan atas kemanusian yang adil bagi masyarakat,
terutama bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar dengan mengembangkan
sistem dana jaminan sosial melalui progam pemerintah serta
menumbuhkembangkan usaha dan kreativitas masyarakat yang
pendistribusiannya dilakukan dengan Undang-Undang (GBHN, 1999 : 17).
Dalam pada itu, untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
rakyat Indonesia, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu ditingkatkan
serta diperluas usaha-usaha yang mendorong terciptanya kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia melalui pemerataan berbagai bidang antara lain
pemerataan dalam memperoleh penghidupan yang layak.
Dalam rangka mewujudkan aspek pemerataan hasil-hasil
pembangunan, sektor usaha kecil menduduki peran yang penting dan strategis
dalam pembangunan nasional, karena usaha kecil dapat menjangkau ke
seluruh pelosok tanah air, sehingga pengembangannya akan memudahkan
pemerintah dalam mewujudkan pembangunan, yaitu dengan memberdayakan
pengusaha kecil dan menengah terutama di daerah pedesaan.
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah di pedesaan banyak kendala
yang harus dihadapi, baik itu menyangkut masyarakat yang tradisional,
kemampuannya yang masih rendah, kebudayaan dan adat istiadat yang kurang
mendukung, lokasi yang sulit dijangkau dan hambatan-hambatan lainnya.
Akan tetapi hambatan-hambatan itu tidak membuat pelaksanaan pembangunan
desa di tunda. Hal ini justru merupakan tantangan untuk dapat mengentaskan
masyarakat pedesaan dari kemiskinan dan keterbelakangan.
Salah satu ciri umum didalam masyarakat pedesaan adalah
permodalan yang lemah. Padahal modal merupakan motor penggerak dalam
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Kekurangan modal
akan membatasi ruang gerak aktivitas usaha dalam rangka menciptakan
pendapatan, sehingga usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat akan
terhambat. Sebenarnya di daerah pedesaan telah banyak pihak yang beroperasi
menawarkan permodalan atau dana yang bisa di peroleh dengan mudah,
seperti pelepas uang (rentenir). Penghutang tinggal memberikan jaminan harta
benda yang dimiliki untuk mendapatkan sejumlah dana yang diinginkan
dengan waktu yang teramat singkat, tanpa perlu menghadapi birokrasi yang
berbelit-belit. Namun pinjaman ini hanya untuk mengatasi kesulitan dana
sementara waktu. Penghutang akan merasakan beban baru akan resiko yang
dipikulnya (Mubyarto dan Edi Suandi Hamid, 1986 : 3).
Persyaratan yang dituntut kreditur perorangan itu memang mudah.
Akan tetapi, tingkat bunga dari pinjaman ini sangat penting. Di samping itu,
konsekuensi dari keterlambatan membayar cicilan atau pokok hutangnya juga
sangat berat, misalnya dengan menyita atas barang-barang yang dijadikan
jaminan yang nilainya lebih tinggi dari pinjamannya. Dengan demikian
penghutang akan semakin menderita karena nilai harta jaminannya lebih besar
dari nilai hutang yang diperoleh (Maryatmo R dan Y. Sri Susilo, 1996 : 32)
Di sisi lain maraknya perkembangan perbankan tidak banyak
membantu mengatasi kesulitan dana dari kelompok ini. Bank-bank di
Indonesia, bank milik pemerintah maupun milik swasta, apalagi swasta asing
direkayasa atau didesain bukan untuk melayani masyarakat ekonomi lemah.
Perbankan modern tidak berani menanggung resiko berhadapan dengan
mereka. Resiko macetnya kredit bagi mereka amat menakutkan. Dengan sebab
itu, perbankan modern lebih berorientasi pada pemberian kredit bagi pegusaha
besar. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
ekonomi lemah, kalau hanya mengandalkan lembaga perbankan modern
kiranya terlalu lama untuk bisa berkembang (Bambang Riyanto, 1994 : 28).
Untuk itu diperlukan lembaga dan pola yang bisa efektif untuk
masyarakat di daerah pedesaan. Dimana lembaga perkreditan tersebut mampu
menyesuaikan dengan kelompok tersebut. Mereka lebih memilih untuk
meniru perilaku lembaga perkreditan informal yaitu tidk berbelit-belit
birokrasinya, pola kerja pengolahannya tidak terbawa arus pola kantoran,
lokasi kredit yang dekat dengan tempat tinggal mereka serta dengan jaminan
kredit yang lebih ringan (Muchdarsyah Sinungan, 1998 : 60).
Atas dasar keadaan tersebut di atas maka dengan berdirinya suatu
lembaga perkreditan di tingkat kecamatan yang disebut BKK (Badan Kredit
Kecamatan), diharapkan bisa menyentuh kelompok miskin pedesaan yang
benar-benar membutuhkan tambahan permodalan. Dengan sistem permodalan
yang murah, mudah dan mengarah pada pemupukan modal masyarakat
khususnya yang ada di pedesaan diharapkan BKK akan semakin berkembang
bagi masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya bagi masyarakat
pedesaan di Jawa Tengah, sehingga kredit dari BKK dapat disalurkan secara
produktif guna kepentingan anggota masyarakat yang ekonomi lemah (Teguh
Pudjo Mulyono, 1990 : 39)
Dengan sistem permodalan yang murah, mudah dan mengarah pada
pemupukan modal masyarakat khususnya yang ada di pedesaan diharapkan
BKK akan semakin berkembang bagi masyarakat Indonesia umumnya dan
khususnya bagi masyarakat pedesaan di Jawa Tengah, sehingga kredit dari
BKK dapat disalurkan secara produktif guna kepentingan anggota masyarakat
yang ekonomi lemah.
Berdasarkan dari permasalahan diatas serta pentingnya BKK bagi
masyarakat, maka maka penelitian ini memfokuskan pada: “DETERMINAN KEUNTUNGAN PARA PEDAGANG DIDALAM MENGAMBIL KREDIT DARI BKK DI KABUPATEN X”.
B. Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulisan
skripsi ini perumusan masalah yang relevan untuk diungkap.sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan keuntungan pedagang yang menjual kebutuhan
pokok dengan pedagang yang menjual bahan kebutuhan lainnya.
2. Bagaimanakah pengaruh variabel modal kerja, kredit, pengalaman kerja,
dan jenis barang dagangan terhadap keuntungan para pedagang di
Kabupaten X.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan keuntungan pedagang di Kabupaten
X berdasarkan perbedaan macam barang dagangan yang dijual.
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel modal sendiri, besarnya kredit dari
BKK, pengalaman kerja, dan jenis barang dagangan terhadap keuntungan
para pedagang di Kabupaten X.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, dapat memberikan pengalaman secara nyata serta sebagai
sarana untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku kuliah.
2. Bagi pihak lain, penelitian ini merupakan sumber pengetahuan yang dapat
digunakan untuk menambah wawasan serta untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi pemerintah, dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan
pertimbangan bagi instansi yang berkepentingan, sehingga dapat
digunakan untuk menentukan kebijaksanaan yang sesuai dalam kaitannya
dengan pemberian kredit dan pelayanan terhadap nasional.
E. Kerangka Pemikiran
Secara sistem kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Keuntungan
Modal Kerja
Jenis Barang
Dagangan
Pengalaman
Kredit BKK
Kebutuhan pokok
Lain-lain
Gambar 1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Para
Pedagang didalam Mengambil Kredit dari BKK.
Dari gambar 1.1 tersebut dapat dijelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi keuntungan pedagang antara lain adalah modal kerja, kredit dari
BKK, pengalaman kerja dan jenis barang dagangan
Keuntungan yang diperoleh pedagang adalah hasil selisih pendapatan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk pembelanjaan barang dagangan.
Keuntungan yang diperoleh pedagang berbanding lurus dengan modal kerja
yang digunakan, semakin tinggi modal kerja yang digunakan maka pendapatan
pedagang akan meningkat secara otomatis keuntungan akan meningkat pula.
Kredit dari BKK memberikan bantuan pengembangan usaha para pedagang,
setelah usaha berkembang dengan pesat maka pendapatan yang diperoleh akan
meningkat, kenutungan yang diperoleh akan bertambah. Pengalaman kerja
banyak mempengaruhi keputusan strategis dalam setiap masalah, semakin
berpengalaman seorang pedagang maka kinerjanya akan semakin baik. Jenis
barang dagangan banyak berpengaruh terhadap harga jual dan tingkat
kebutuhan. Jenis barang dagangan di bagi menjadi dua, yaitu barang kebutuhan
pokok dan lainnya.
F. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga bahwa terdapat perbedaan keuntungan pedagang antara pedagang
yang menjual bahan kebutuhan pokok dengan bahan kebutuhan lainnya.
Dimana keuntungan yang diperoleh penjulan bahan lain-lain lebih besar
daripada penjual bahan kebutuhan pokok.
2. Diduga bahwa modal kerja, besarnya kredit, pengalaman kerja dan jenis
barang dagangan berpengaruh positif terhadap besarnya keuntungan para
pedagang.
G. Metode Penelitian
1. Ruang lingkup Penelitian
Ruang penelitian ini adalah pedagang yang mengambil kredit dari
BKK di Kabupaten X.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh pedagang yang mengambil kredit dari BKK di
Kabupaten X. Populasi diambil dari 12 Kecamatan di Kabupaten
X hanya akan diambil 5 BKK sebagai sampel. Dasar
pertimbangan dan pengambilan sampel ini adalah dengan menggunakan
metode area random sampling, yaitu dari seluruh BKK yang ada di
Kabupaten X hanya diambil 5 wilayah kecamatan secara acak,
kemudian dari masing-masing wilayah tersebut diambil 20 orang
respondaen secara acak/random. Lima wilayah tersebut adalah BKK
X Kecamatan X, BKK X Kecamatan X,
BKK X Kecamatan X, BKK X Kecamatan X, BKK
X Kecamatan X.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Variabel yang termasuk data primer adalah variabel modal kerja,
kredit, pengalaman kerja, dan jenis barang dagangan.
b. Data Sekunder
Variabel yang termasuk data sekunder adalah variabel kredit.
Selain variabel kredit yang termasuk data sekunder adalah tentang
gambaran umum Kabupaten X dan BKK.
4. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a). Modal Kerja
Modal kerja adalah modal yang digunakan untuk membiayai operasinya sehari-hari, misalnya untuk membeli barang dagangan atau transport, biaya retribusi, membayar upah tenaga kerja, diukur dalam satuan rupiah.
b). Kredit
Kredit adalah jumlah kredit yang diperoleh pedagang dari BKK
berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam yang telah disepakati bersama untuk menambah modal usaha dan diukur dalam satuan rupiah.
c). Keuntungan
Keuntungan adalah jumlah pendapatan pedagang setelah
dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk berdagang, diukur
dalam satuan rupiah perbulan.
d). Jenis Barang Dagangan
Jenis barang dagangan adalah macam-macam barang yang
diperdagangkan oleh pedagang diukur dengan menggunakan variabel
Dummy, yaitu nilai 1 untuk jenis barang dagangan kebutuhan bahan
pokok dan nilai 0 untuk jenis barang dagangan lainnya.
e). Pengalaman Kerja
Pengalaman Kerja adalah lamanya pedagang menekuni
pekerjaan sebagai pedagang yang diukur dari saat berdagang,mulai
berdagang sampai saat diadakannya penelitian,diukur dalam satuan
tahun.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data antara lain:
a. Kuesioner (Daftar Pertanyaan)
Yaitu teknik memperoleh informasi dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan lengkap yang
harus dijawab responden.
b. Interview (Wawancara)
Yaitu teknik memperoleh informasi melalui wawancara secara
langsung antara penulis dengan responden untuk memperoleh
kejelasan data-data yang berhubungan dengan penelitian.
6. Teknik Penganalisaan Data
a. Untuk mengetahui perbedaan keuntungan pedagang antara penjual
kebutuhan pokok dengan kebutuhan lainnya digunakan alat Analisis
Test Hipotesis Beda Dua Mean (Djarwanto PS & Pangestu
Subagyo,1993 : 203).
Adapun langkah-langkah penguji adalah sebagai berikut:
1) Ho : ??1 = ??2 atau (??2-??1) = 0 (Sama)
Hi : ??1 ?? ??2 atau (??2-??1) ?? 0 (Ada Beda)
??2 = Rata-rata keuntungan pedagang bahan kebutuhan pokok
??1 = Rata-rata keuntungan pedagang bahan lainnya.
2) Menentukan Level of Significance
3) Kriteria Pengujian
-Z ??/2 Z ??/2
Ho
diterima
HoDitolak
Ho Ditolak
Ho diterima jika –Z??/2 < Z hitung < Z??/2
Ho ditolak jika Z <-Z??/2 atau Z > Z??/2
4) Mencari Z hitung
Z hitung =
5) Kesimpulan
Jika Ho diterima, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rata-rata
keuntungan pedagang bahan kebutuhan pokok dengan bahan yang
lainnya dari BKK di Kabupaten X.
Jika Ho ditolak, hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan rata-rata
keuntungan pedagang bahan kebutuhan pokok dengan bahan yang
lainnya di BKK di Kabupaten X.
b. Untuk mengetahui pengaruh variabel modal kerja, kredit, pengalaman
kerja, dan jenis barang dagangan terhadap variabel besarnya keuntungan
para pedagang, digunakan Analisis Regresi Berganda (Gujarati, 1995:
91).
Model regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut:
Dimana:
Y = Keuntungan (Rupiah)
X1 = Pengalaman Kerja (Tahun)
X2 = Modal Kerja (Rupiah)
X3 = Kredit BKK (Rupiah)
D1 = Jenis Barang Dagangan (1=Kebutuhan Pokok;
0=lainnya)
1) Uji Statistik
a. Pengujian variabel bebas secara bersama-sama (uji F).
Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah semua variabel
independen yang digunakan mempunyai pengaruh terhadap
variabel dependen atau tidak.
Adapun rumusnya adalah (gujarati,1995:120)
Dimana:
R2 = merupakan koefisien determinan
K = banyakrnya parameter
Langkah-langkah pengujian:
(1) Ho : ??1 = ??2 =??3 =??4 = ??5 = 0
Ha : ??1 ?? ??2 ?? ??3 ?? ??4 ?? ??5 ?? 0
(2) Menentukan level of significance
(3) Menentuk
a n k r i t e r i a
pengujian
(Gujarati,
1995 : 120)
(4) Melakukan penghitungan nilai F
(5) Kesimpulan
Ho diterima jika Fhit < Ftab, berarti secara bersama-sama
variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen
Ho ditolak jika Fhit > Ftab
b. Pengujian variabel bebas secara individu (uji t)
Merupakan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas (independen) secara individual terhadap variabel tidak
bebas (dependen) dengan asumsi bahwa variabel bebas lain
dianggap konstan.
Adapun langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:
(1) Ho : ßi = 0
Ho diterima
Ho ditolak
F ? (n-k) (k-1)
Ha : ß1 ?? 0
(2) Menentukan level of significance
(3) Menentukan kriteria pengujian
(4) Melakukan penghitungan t dengan rumus
dimana:
ßi = koefisien ßi
Se = Standar Error
(5) Kesimpulan
??Ho diterima jika –ttab < thit < ttab, artinya variabel
independen tidak mempengaruhi variabel dependen
Ho diterima
Ho ditolak Ho ditolak
-t ?/2 (n-k) t ?/2 (n-k)
??Ho ditolak jika thit < ttab dan thit >-ttab, artinya variabel
independen mempengaruhi variabel dependen
c. Uji koefisien Determinan (R2)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variasi
variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
independen.
Nilai R2 berada diantara 0 dan 1. Besarnya R2 dapat dihitung
dari persamaan sebagai berikut (Gujarati, 1995: 101).
R2 = ESS/TSS
R2 = 1-(RSS/TSS)
Dimana:
ESS = Explained Sum of Square
TSS = Total Sum of Square
RSS = Residual Sum of Square
Nilai RSS ini tergantung terhadap banyaknya variabel bebas
yang ada pada model. Semakin besar variabel bebas, maka nilai
RSS semakin menurun sehingga nilai R2 akan meningkat. Maka
sering digunakan nilai R2 yang telah disesuaikan derajat
kebebasan hubungan R2 dengan R2 yang telah disesuaikan dapat
ditulis sebagai berikut (Gujarati, 1995: 102):
Dimana:
N = jumlah observasi
K = jumlah variabel bebas
2) Uji asumsi klasik
a. Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah hubungan linier atau korelasi
secara sempurna maupun tidak sempurna diantara beberapa atau
semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi (Gujarati,
1995: 157). Jika dalam model terdapat multikolinieritas, maka
model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga
koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan yang tinggi
untuk mendeteksi adanya gejala multikolinieritas dilakukan
pengujian dengan metode Klein yaitu dengan membandingkan
nilai antara R2 > r2 berarti tidak ada gejala multikonieritas dan
sebaliknya, apabila R2 < r2 berarti terjadi gejala
multikolinieritas.
b. Heteroskedatisitas
Terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi
yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS
tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar.
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala
heteroskedatisitas dalam suatu model, maka dilakukan pengujian
dengan metode Glejser. Langkah-langkah dalam uji Glejser
adalah (Gujarati, 1995: 187).
(1) membuat model regresi yang digunakan tanpa
mempedulikan adanya heteroskedatisitas. Dari hasil
pengujian model tersebut diperoleh nilai residual (ei)
(2) Meregresikan nilai absolut dari ei/[ei] terhadap variabel X
yang diduga mempunyai hubungan yang erat dengan ei2.
(3) Membuat nilai thit dengan ttab. Apabila thit > ttab atau thit
<-tab, berarti ada gejala heteroskedatisitas. Sebaliknya
jika –ttab < thit < ttab, maka tidak ada gejala
heteroskedatisitas.
c. Autokorelasi
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan atau korelasi diantara rangkaian variabel yang
diobservasi. Pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan
dengan menggunakan uji Statistik Durbin Watson, yaitu dengan
membandingkan angka Durbin Watson dalam tabel dengan
derajat kebebasan tertentu dengan angka Durbin-Watson yang
diperoleh dari hasil perhitungan analisis regresi.
Angka Durbin-Watson dalam tabel menunjukkan
nilai distribusi antara batas bawah (dl) dengan batas atas (du).
Sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
dhit < dl = menunjukkan adanya autokorelasi positi f
dl < dhit < du = tidak dapat disimpulkan
4-du < dhit < 4-dl = tidak dapat disimpulkan
4-dl < dhit < 4 = menunjukkan adanya autokorelasi
negatif
du < dhit < 4-du = tidak terdapat autokorelasi positif/
negatif
Auto
Pos
Daerah
Ragu
Daerah
Ragu
Auto
Neg.
Tidak ada
autokorelasi
0 d du 4-du 4-dl 4