BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan persoalan yang krusial dan sangat penting dari zaman ke zaman sampai sekarang ini, terutama pendidikan bagi generasi muda. Karena pendidikan merupakan modal utama dalam memajukan bangsa dan negara. Dengan pendidikan akan lahir generasi-generasi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Dengan pendidikan pula dihasilkan jiwa-jiwa bertanggung jawab atas diri dan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003, yaitu :
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengambangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Sebab pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar yang punya tujuan untuk mengubah tingkah laku dan sikap anak didik. Menurut H. Abu Ahmadi bahwa, pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara sadar dengan sengaja dan positif, untuk membantu perkembangan anak didik dalam membentuk dirinya menjadi manusia dewasa dalam arti yang utuh. Salah satunya adalah melalui PAI, hal ini sangat penting dan kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta dapat menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Pada suatu lembaga pendidikan, materi Pendidikan Agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang ada, dimana dalam proses pembelajarannya tentu banyak mengalami kendala-kendala, antara lain seperti kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, hal ini sangat penting.
Dalam mengukur sampai dimana pengelolaan pendidikan itu berhasil, salah satunya adalah dengan melihat tingkat pemahaman anak didik terhadap materi yang diberikan dalam lembaga pendidikan. Dalam hal ini guru harus mampu mengolah, menyusun dan menyajikan materi pelajaran agar materi tersebut dapat dipahami dan diterima oleh anak didik. Dengan kata lain, guru harus benar-benar menguasai strategi pengajaran dengan baik, karena dalam suatu interaksi edukatif antara guru dengan anak didik terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, salah satunya adalah tentang pemakaian strategi. Kita semua mengetahui bahwa dalam proses belajar mengajar tidak hanya guru dan murid yang menjadi pendukung dalam keberhasilannya, tetapi juga dibutuhkan strategi, agar materi yang disampaikan mudah dipahami.
Oleh karena itu, jika kita bicara tentang mengajar tentu ada subjek yang belajar. Belajar dan mengajar meskipun dua hal yang berbeda, namun keduanya saling berhubungan sangat erat sekali. Mengajar akan efektif dan efisien bila hal ii didasarkan pada prinsip-prinsip belajar. Belajar akan efektif dan efisien bila kesiapan anak didik diperhitungkan. Jadi, mengajar itu sebenarnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan murid yang dalam hal ini guru mengharapkan siswanya mendapatkan pengetahuan, kemampuan atau keterampilan dan pemahaman yang disesuaikan dengan struktur kognitif yang diambil dari anak didik. Sedangkan menurut Bagne (1977) bahwa belajar merupakan sebuah proses pengubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, minat dan nilai serta perubahan kemampuannya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Perubahan tingkah laku tersebut harus bertahan dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan positif yang terjadi pada tingkah laku siswa sebagai subjek didik akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan kritis, kemampuan interaktif dan kreatifitas yang telah dicapainya. Konsep belajar demikian menempatkan manusia yang belajar tidak hanya pada proses teknis, tetapi sekaligus pada proses normative. Hal ini amat penting agar perkembangan kepribadian dan kemampuan belajar siswa terjadi secara harmonis dan optimal.
Proses belajar bisa berlangsung secara efektif apabila semua faktor internal dan faktor eksternal siswa diperhatikan oleh guru. Seorang guru harus bisa mengetahui potensi, kecerdasan, minat, motivasi, daya belajar, sikap dan latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang merupakan faktor internal siswa. Begitu juga faktor eksternal seperti tujuan, materi, strategi, pendekatan pembelajaran, metode, iklim sosial dalam kelas, sistem evaluasi dan lain-lain.
Namun, berbeda jika kita lihat sistem pendidikan di Indonesia pada saat ini. Menurut Benjamin Franklin, sistem pendidikan yang ada di Indonesia menganggap siswa sebagai bejana kosong yang perlu di isi, bukan menyalakan semangat agar siswa bergairah belajar. Karena tujuannya untuk mengisi bejana, maka siswa sering dijejali dengan berbagai materi pelajaran sebanyak-banyaknya. Waktu belajar siswa di sekolah selama 6-7 jam sehari, serasa belum cukup sehingga para murid diberikan tugas rumah yang memerlukan waktu sampai larut malam untuk melaksanakannya. Sistem pendidikan seperti ini membuat semangat anak didik untuk belajar menjadi pudar. Apabila tidak ada semangat belajar, kegairahan serta rasa cinta untuk belajar, maka harapan untuk membentuk manusia unggul yang cerdas akal budinya, kreatif serta mampu memberikan solusi bagi masalah kehidupan akan gagal pula.
Sering kali kita menjumpai sekolah-sekolah seperti yang dipaparkan di atas, siswa dianggap sebagai bejana kosong yang harus diisi tanpa memikirkan akibatnya atau hasilnya. Karena pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum betul-betul paham dengan materi yang diberikan, sedangkan materi yang diberikan melebihi batas kemampuan siswa. Hal ini sering terjadi disebabkan target yang telah ditetapkan dengan kreativitas yang dimiliki oleh guru tidak seimbang, kadang hanya menjelaskan materi tanpa ada suatu praktek. Hal ini akan sulit dipahami oleh siswa. Melihat kondisi dan kesiapan siswa pada saat ini, mereka lebih senang dan tertarik jika dalam proses belajar dihubungkan langsung dengan alam sekitar. Hal ini akan terlihat nyata bagi mereka, tidak lagi merekareka karena yang mereka dapatkan hanya berupa teori-teori atau cerita-cerita dari guru.
Disini, teori belajar sosial Albert Bandura berusaha menjelaskan hal belajar dalam latar wajar, tidak seperti yang terjadi di laboratorium, lingkungan sekitar memberikan kesempatan yang luas kepada individu untuk memperoleh keterampilan atau pemahaman tentang pengetahuan yang kompleks melalui pengamatan terhadap tingkah laku model dan konsekuensinya.
Sebagai ringkasan, ada tiga asumsi yang mendukung teori belajar sosial, ketiga asumsi adalah sebagai berikut : pertama, proses belajar menuntut dari si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar ialah hubungan segitiga yang saling berkaitan antara lingkungan, faktor pribadi, dan tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal dan visual yang mungkin diunjukan, mungkin juga tidak.
Dengan demikian, seorang guru dalam proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan tidak boleh mendominasi pengetahuan anak didik. Anak didik harus diberi kebebasan dalam mengga li pengetahuan dan guru harus lebih kreatif dalam menyusun strategi, sehingga anak didik bisa belajar dengan baik dan dapat menerima serta memahami materi yang diberikan, di samping adanya lingkungan sebagai pendukung.
Strategi pembelajaran yang berkembang saat ini banyak sekali, antara yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda. Pada dasarnya strategi pembelajaran yang diterapkan di sekolah berguna untuk mendukung berlangsungnya penyampaian materi agar bisa diterima dan dipahami oleh peserta didik dengan benar. Belajar yang efektif dan efisien akan tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin.
Strategi pembelajaran merupakan suatu usaha atau siasat yang digunakan oleh guru yang dirangkai secara sistematis agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. Proses belajar mengajar akan berhasil jika strategi yang digunakan sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.
Strategi pembelajaran modeling partisipan adalah strategi belajar yang membantu guru agar lebih mudah memahamkan peserta didik, tentang hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan atau pemahaman siswa tidak hanya dilihat dari tampilan kuantitatif saja, tetapi juga lewat aplikasi dalam kehidupan yang nyata. Dengan skema konseptual seperti itu, hasil pembelajaran bukan sekadar wacana yang melangit, akan tetapi merupakan hal yang harus membumi dan bermakna bagi siswa.
Dalam strategi modeling partisipan, klien melihat model nyata. Biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh model meniru tingkah laku yang dikehendaki, sampai akhirnya melakukan sendiri tanpa bantuan. Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforcement yang nyata, dalam penelitiannya ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain. Bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforcement dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi, orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya. Yang diikuti dengan penguatan atau hubungan.
Dalam hal strategi modeling, siswa tidak hanya sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan model, tetapi modeling melibatkan penambahan dan pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.
Dengan demikian Strategi modeling partisipan cocok jika diterapkan pada materi tata krama pribadi. Hal ini akan sangat bagus jika guru benar-benar dapat mengatur, karena dengan adanya tampilan dari seorang model guru dapat mengatur lingkungan yang ada sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, karena dengan adanya tampilan dari seorang model siswa dapat mengetahui hal-hal nyata yang berhubungan dengan materinya yaitu materi tata krama pribadi.
Materi tentang tata krama pribadi yakni tata krama yang ada pada diri pribadi, meliputi; berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu. Tata krama sering diasosiasikan dengan budi pekerti. Dimana budi pekerti itu adalah kesadaran yang ditampilkan seseorang dalam berperilaku. Budi pekerti secara operasional merupakan perilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan, artinya seseorang diajarkan suatu tata krama yang baik mulai sejak kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan. Misalnya, tentang berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah, dan sebagainya.
Tata krama juga sering diasosiasikan dengan budi pekerti yang juga berisikan tentang kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan antar manusia. Tata krama terdiri atas kata tata dan krama. Tata berarti adat, norma, dan aturan. Krama berarti sopan santun, kelakuan, tindakan, perbuatan. Dengan demikian, tata krama berarti adat sopan santun yang menjadi bagian dari kehidupan manusia dalam menerapkan budi pekerti. Dalam kehidupan, sering terjadi benturan-benturan nilai dan norma yang kita rasakan. Apa yang dahulu kita anggap benar mungkin sekarang sudah menjadi salah. Apa yang kita anggap tabu dibicarakan, sekarang sudah menjadi hal yang lumrah. Misalnya, berbicara masalah politik, hak asasi, dan sebagainya.
Sehingga penting kiranya bagi guru untuk menyajikan materi tata krama pribadi dengan menggunakan strategi modeling partisipan, agar siswa tidak hanya menerima teori saja tanpa mengetahui secara nyata tanpa mengetahui bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Melihat mayoritas agama yang dianut adalah agama Islam, sehingga penting kiranya bagi peserta didik agar dapat memahami materi tata krama pribadi, karena ketika peserta didik sudah memahami materi tersebut, maka akan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Biasanya dalam proses belajar mengajar, guru menjelaskan materi tersebut, setelah itu dipraktekkan dengan cara menampilkan model. Tujuannya untuk mempermudah anak didik dalam memahami materi tersebut.
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul “Dampak Strategi Modeling Partisipan terhadap Pemahaman Tata Krama Pribadi (Berpakaian, Berhias, Adab Dalam Perjalanan, Bertemu Dan Menerima Tamu) Di SMA X”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman siswa pada materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
2. Bagaimana penerapan strategi modeling partisipan di SMA X?
3. Adakah dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang terkumpul tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pemahaman siswa pada materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
2. Untuk mengetahui penerapan strategi modeling pada materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
3. Untuk mengetahui dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan khususnya mengenai dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas I SMA X. Demikian strategi modeling partisipan ini merupakan suatu proses belajar mengamati tingkah laku individu atau kelompok dengan ketentuan adanya seseorang sebagai model, ada tingkah laku yang diamati untuk menghasilkan tingkah laku baru yang diinginkan. Dengan menggunakan strategi modeling partisipan diharapkan akan menghasilkan suatu pemahaman tentang materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu).
2. Bagi lembaga (sekolah) yang diteliti
Dapat digunakan sebagai masukan bagi seorang guru agar dapat mengukur tingkat pemahaman siswa pada setiap materi yang diajarkan, terutama pada materi yang berkaitan dengan strategi modeling dan digunakan untuk membantu siswa menguasai dan memahami suatu materi.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan dan mengembangkan penelitian lebih lanjut, terutama mengenai pemahaman siswa pada materi tata krama pribadi
E. Hipotesa Penelitian
Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti di bawah dan thesa yang artinya kebenaran (kebenaran yang masih perlu diuji). Jadi hipotesa adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesa dibagi menjadi 2, yaitu hipotesa kerja (Ha) dan hipotesa nol (Ho).
Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu hipotesa penelitian yaitu :
Ha : Strategi modeling partisipan mempunyai dampak terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X.
Ho : Strategi modeling partisipan tidak mempunyai dampak terhadap materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X
F. Definisi Operasional
Kerlinger (1973), menyatakan bahwa definisi operasional adalah definisi yang dapat diukur, karena dalam penelitian harus diketahui definisi istilah atau konsep yang jelas.
Agar pembahasan lebih mudah dipahami, penulis menegaskan istilahistilah penting yang perlu dimengerti, antara lain :
Dampak : Pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Dengan demikian dampak merupakan akibat yang muncul dikarenakan adanya suatu penyebab.
Strategi Modeling Partisipan : Suatu strategi yang digunakan untuk merubah tingkah laku yang dipelajari melalui mengobservasi orang lain, aktivitas atau simbol selaku contoh, dengan kata lain suatu teknik memanfaatkan model sebagai alat untuk mempermudah perubahan tingkah laku.
Maksudnya adalah guru menyajikan seorang model atau lebih, kemudian diikuti pengamatan dari peserta didik, guna memperoleh tingkah laku baru atau memperkuat tingkah laku yang telah ada. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan model hidup, model simbolik, atau diskripsi verbal.
Pemahaman materi tata krama pribadi. Mengerti tentang aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari yang berlaku untuk diri sendiri baik yang berkaitan dengan aturan, sopan santun. Norma-norma dan tindakan kelakuan di masyarakat, dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari.
G. Metode Penelitian
Dalam usaha penelitian apapun, penggunaan metode merupakan hal yang sangat penting, apalagi dalam penelitian ilmiah, sebab dengan menggunakan metode akan mempengaruhi proses pengumpulan data juga dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu tujuan penelitian serta menentukan asal dari asal penelitian.
Oleh sebab itu agar menghasilkan skripsi yang baik, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, deskriptif yaitu data-data yang berupa tulisan atau lisan dari orang orang atau pelaku yang dapat diamati. Sedangkan kuantitatif yaitu suatu proses menemukan pengetahuan menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Dalam hal ini, penulis menggunakan data dari angket yang kemudian diberi nilai, kemudian dari nilai tersebut dianalisis melalui rumus yang telah sesuai dengan masalah penelitian, yaitu rumus product moment.
2. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, 18 dapat berupa manusia, gejala-gejala, tingkah laku, dan sebagainya yang menjadi obyek penelitian.
Menurut kamus riset, karangan Drs. Komarudin, yang dimaksudkan dengan populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengembangan sampel. Pada kenyataannya, populasi ini adalah sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus tersebut dapat berupa barang, binatang, hal, atau peristiwa.
Sedangkan menurut dr. siswojo, definisi dari populasi adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti. Disini peneliti dapat menentukan sendiri kriteria-kriteria yang ada pada populasi yang akan diteliti, misalnya semua laki-laki yang ada di Jakarta yang berambut putih, atau semua remaja yang kecanduan narkoba di Indonesia sebagai populasi. Jadi kriterianya, semua laki-laki berambut putih dan semua remaja yang kecanduan narkoba di Indonesia. Dengan menetapkan populasi ini, peneliti dapat mengukur sesuatu sesuai dengan kasusnya dan tidak berlebihan dengan populasi yang diacu.
Dengan demikian, yang dimaksud populasi adalah keseluruhan obyek yang menjadi sasaran dalam suatu penelitian, baik berupa manusia, hewan, peristiwa atau kejadian.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sebagai antisipasi apabila subyeknya kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar atau lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau lebih. Berhubung dalam penelitian yang menjadi subjek peneliti kurang dari 100, maka peneliti mengambil semua, sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki. Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan tertentu yang diinginkan atau suatu studi yang disengaja yang sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati atau mencatat. Yang dilakukan waktu pengamatan adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam katagori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu, seperti alat pencatat, skala penilaian (formulir) dan alat mekanik (tape recorder).
Dapat disimpulkan bahwa observasi adalah mengamati langsung di lapangan yang dijadikan obyek penelitian atau lebih jelasnya peneliti langsung terjun sendiri ke lapangan yang melibatkan panca indera.
b. Metode Interview
Interview bisa dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak kepada tujuan penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab itu dan masing-masing dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
Menurut Prof. Dr. A. Nasution, MA, interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara, pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. Biasanya komunikasi ini dilakukan dalam keadaan saling berhadapan, namun komunikasi dapat juga dilakukan melalui telepon.
Jadi interview atau yang sering disebut-sebut dengan wawancara adalah komunikasi langsung atau berhadapan satu orang dengan orang lain atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh informasi, disamping itu interview juga dapat dilakukan melalui telepon. Hal demikian dapat terjadi disebabkan jarak antara peneliti dengan responden terlalu jauh, sehingga tidak memungkinkan untuk bertatap muka, atau karena ada hal lain.
Wawancara berfungsi sebagai deskriptif, yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti yang dialami oleh orang lain, misalnya dunia kehidupan gelandangan, suku terpencil, tukang becak, dan sebagainya. Disamping itu, interview juga berfungsi eksploratif, yaitu bila masalah yang kita hadapi masih samar-samar bagi kita karena belum pernah diselidiki secara mendalam oleh orang lain. Misalnya, kita belum ada studi yang mendalam tentang KKN, kehidupan mahasiswa di kontrakan, pelaksanaan pembaharuan pendidikan, dan lain-lain. Kita dapat melakukan studi eksploratif dengan mengadakan wawancara dengan sejumlah sampel yang kita pilih. Dalam wawancara itu, kita memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah itu, variabel yang terkandung didalamnya, hipotesishipotesis yang perlu diuji, dan lain-lain, sehingga kita dapat mengadakan penelitian yang lebih sistematis untuk menemukan sejumlah generalisasi atau prinsip yang lebih umum dan obyektif.
Dengan demikian, interview adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara wawancara langsung dengan responden untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
c. Metode angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang dipergunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Dapat disimpulkan bahwa metode angket adalah metode yang dilakukan dengan menyebarkan data lewat pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada responden yang dijadikan satu dalam penelitian.
Menurut Prof. Dr. A. Nasution, MA, angket adalah daftar pertanyaan yang didistribusikan melalui pos untuk di isi dan dikembalikan atau dapat juga dijawab dibawah pengawasan peneliti.
Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap, misalnya keterangan tentang sekolah (jumlah guru, pegawai, ruang kelas, fasilitas, murid, dan sebagainya), tentang sikap mengenai masalah sosial, ekonomi, politik, moral, dan sebagainya.
Jenis angket ada dua macam :
1) Menurut jawabannya, terbagi menjadi tiga macam yaitu :
a) Tertutup.
b) Terbuka.
c) Kombinasi kedua macam itu (tertutup dan terbuka).
2) Menurut administrasinya, terbagi menjadi dua macam yaitu :
a) Dikirimkan melalui kos.
b) Diberikan dalam situasi tatap muka.
d. Metode dokumentasi
Dokumentasi dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang, tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, seperti buku, majalah, dokumen, peraturanperaturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
Sebenarnya metode dokumentasi adalah pengumpulan data lewat dokumen tertulis, karena dokumentasi asal katanya adalah dokumen, yaitu barang-barang tertulis. Dengan demikian jelas bahwa nantinya yang jadi sumber data ini antara lain seperti; buku majalah, catatan harian, dan sebagainya.
H. Teknik Analisa Data
Data-data yang sudah terkumpul dan diolah kemudian dianalisis dengan metode analisa deskriptif kuantitatif, yaitu suatu analisa data yang dilakukan dengan membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia, kemudian melakukan uraian dan pena fsiran. Setelah itu data yang diperoleh dari angket diolah dan dianalisis dengan rumus prosentase.
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
Dari hasil analisis dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka diperoleh dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X dengan cara menetapkan hasil standart berupa angka yang bersifat kuantitatif, sebagai berikut :
76 %-100 % : Baik
56 %-75 % : Cukup
40 %-55 % : Kurang
0 %-35 % : Buruk 33
Sedangkan untuk mengukur sejauhmana dampak strategi modeling terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, beerhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu), digunakan rumus Product Moment, yaitu :
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
Untuk mengetahui sejauh mana dampak strategi modeling partisipan terhadap materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X, maka disesuaikan dengan tabel interpretasi sebagai berikut :
Tabel I
Interpretasi Nilai “r” Product Moment
Besarnya “r” Product
Moment
Interpretasi
0.800 – 1.00 Tinggi
0.600 – 0.800 Cukup
0.400 – 0.600 Agak rendah
0.200 – 0.400 Rendah
0.00 – 0.200 Sangat rendah/tak berkorelasi
I. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini penulis mencantumkan sistematika pembahasan, agar jelas gambarannya mengenai apa saja yang dibahas, antara lain :
Bab I : Pendahuluan, merupakan garis besar (pokok penulisan skripsi), berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II : Landasan Teori, membahas tentang hal-hal yang bersifat teoritis, meliputi pengertian strategi modeling dan tahap-tahapnya, proses belajar mengajar dan dampak strategi modeling terhadap peningkatan materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X
Bab III : Meliputi laporan penelitian, penyajian data dan analisis data hasil penelitian.
Bab IV : Penutup, berisi uraian, kesimpulan dan saran dari penulis.