BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun XXXX yang kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil.
Di Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa pertumbuhan investasi domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional. Secara umum, usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari 3 sumber utama, yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct investment (FDI).
Hollis Chenery dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’ pada pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang devisa’ merupakan dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian target tingkat pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri sebagai suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan. Sumitro (1994:44) menjelaskan bahwa kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan investasi harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal dari tabungan oleh kalangan luar negeri.
Pada negara berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung dan penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional. Masih terbatasnya sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan efisien institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami kesulitan.
Dengan latar belakang ditetapkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan “PAKTO 88”, yang pokok-pokok kebijakannya berisi antara lain untuk mengerahkan dana dari masyarakat dengan cara memudahkan pembukaan kantor cabang baru, pendirian bank swasta baru, keleluasaan penyelenggaraan tabungan, dan perluasan kantor cabang bank. Setelah adanya “PAKTO 88” ini, semakin mudahlah bank didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang ditawarkan oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah. Semenjak saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun sebelumnya tampak adanya kecenderungan persaingan antar berbagai negara untuk memperbesar arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama terjadi karena kebutuhan dana yang sangat besar dan mendesak untuk mendukung pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia terbuka secara resmi dan efektif terhadap penanaman modal sejak tahun 1967 ketika pemerintah orde baru memberlakukan undang-undang Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968. Selanjutnya, Indonesia mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus modal investasi, kebijakan devaluasi rupiah tahun 1983 mempengaruhi tingkat pertumbuhan investasi secara total maupun sektoral. Tahun 1991 ketika terjadi gebrakan Sumarlin II (tight money policy) yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk mengontrol tingkat inflasi, menjaga defisit neraca transaksi berjalan agar tidak melebihi batas yang masih bisa diterima, mengawasi uang luar negeri, serta menjaga performance Indonesia dimata investor. Gebrakan ini secara tidak langsung menurunkan investasi.
Sukses tidaknya suatu negara dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi. Pada dasarnya pemberian fasilitas yang sifatnya mendorong investor untuk berinvestasi seperti pembebasan pajak (tax holiday) dan kemudahan untuk mengakses bahan baku akan sangat efektif bila didukung oleh :
-Negara tujuan investasi memiliki keunggulan komparatif ekonomi yang berkaitan dengan faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terampil dan murah.
-Nilai tukar yang relatif stabil, terutama untuk investor yang berorientasi pasar luar negeri
-Peraturan devisa di negara bersangkutan tidak menghalangi penanam modal untuk memindahkan kekayaan dan keuntungannya ke luar negeri.
-Iklim politik dan keamanan negara cukup menjamin ketentraman hidup dan keamanan usaha serta kekayaan investor.
-Iklim usaha yang menunjang dan mendorong penanaman modal.
-Infrastruktur yang menunjang dan memadai.
Investasi memegang peranan penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai salah satu komponen yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari paparan latar belakang diatas dan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul :
“ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan dan Investasi Swasta di Indonesia Periode XXXX-XXXX”.
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini akan membatasi permasalahan sesuai dengan paparan diatas, yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode XXXX-XXXX?
2. Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode XXXX-XXXX?
3. Bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi tahun XXXX terhadap tingkat tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode XXXX-XXXX?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode XXXX-XXXX.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode XXXX-XXXX.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi terhadap tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode XXXX-XXXX.
1.4 Kegunaan Penelitian
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan masalah tersebut di atas. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan literatur dan referensi untuk pengembangan selanjutnya dalam cabang ilmu ekonomi makro.
1.5 Kerangka Pemikiran
1.5.1 Tabungan
1.5.1.1 Definisi Tabungan
Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan konsumsi. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk membiayai investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan pinjaman dari luar negeri (X-M). secara matematis dapat dirumuskan :
I = S + (T-G) + (X-M) …………………………..…….……….(1.1)
Namun untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan dari pihak lain, tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan investasi domestik. Secara garis besar, tabungan nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu pemerintah, perusahaan dan rumah tangga.
Tabungan pemerintah merupakan selisih antara realisasi penerimaan dengan pengeluaran pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan pendapatan (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya dapat diketahui dari neraca perusahaan. Sedangkan tabungan rumah tangga merupakan bagian dari pendapatan yang diterima rumah tangga yang tidak dibelanjakanuntuk keperluan konsumsi. Secara matematis persamaan tabungan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Jika tabungan swasta adalah S = (Y-T)-C dan
Tabungan pemerintah adalah (T-G), maka
Tabungan nasional = S + (T-G)
= (Y-T)-C +(T-G)
= Y-C-G ………………………….….……..(1.2)
dimana S adalah tabungan swasta
Y adalah pendapatan aggregat
T adalah pendapatan pajak netto
C adalah konsumsi
G adalah pengeluaran pemerintah
Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus, dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber pembiayaan investasi. Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami budget deficit, dan pemerintah harus meminjam dana dari pihak lain.