BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahapan kehidupan manusia pada dasarnya sama dengan perubahan geologis bumi yang menjadi evolusi kehidupan yang bertahap, dan di dalam setiap tahap dapat dibedakan dengan adanya ciri dan karakteristik tertentu yang menonjol merupakan kesatuan, keutuhan dan keunikan tiap-tiap perubahan. Dan masa-masa di mana perubahan itu terlihat jelas adalah ketika anak sudah memasuki usia pra sekolah dengan rentan usia 3-6 tahun. Di Indonesia umumnya mereka mengikuti program taman kanak-kanak sebagai suatu jembatan sebelum masuk ke dalam lingkup sekolah pada tingkatan yang lebih tinggi. Terlepas dari perbedaan adanya karakteristik dalam setiap perkembangan yang berbeda pada sekitar usia anak yang sama. Oleh karena itu melatih anak dan ketentuan belajar yang direncanakan sesuai dengan Model utama karakteristik anak dan kelompok budaya tertentu. Selanjutnya, kelompok budaya mengharapkan setiap anak menguasai tugas perkembangan yang ditetapkannya untuk tahapan tersebut.1
Pada dasarnya semua orang tua menginginkan perkembangan anaknya berjalan normal seiring dengan pertumbuhan usianya. Dan anak seusia pra sekolah sudah berusaha mengendalikan lingkungan dengan belajar menyesuaikan diri secara sosial, karena lingkungan sosial inilah yang memberikan fasilitas dan arena bermain pada anak untuk pelaksanaan realisasi diri.2 Tanpa adanya proses sosialisasi sejak dini bisa di pastikan perkembangan anak pun tidak berjalan normal, karena tidak ada seorang pun yang bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Dengan kata lain Anak itu merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya sepertinya ingin di cintai, diakui serta dihargai. Dari keterangan di atas, begitu urgensinya lingkungan sosial dalam perkembangan anak, maka sangat dibutuhkan suatu lingkungan di mana anak bisa belajar bersosialisasi dengan teman seusianya dengan pengawasan orang dewasa. Salah satu solusinya adalah dengan memasukkan anak di lingkungan Taman Kanak-kanak (TK), karena di lingkungan tersebut dijadikan jembatan bergaul bagi anak untuk memperluas lingkungan sosialnya dan belajar untuk hidup dalam aturan-aturan (Kedisiplinan). TK dipandang mempunyai konstribusi yang baik perkembangan sosial anak, karena alasan-alasan berikut:
1. Suasana TK sebagian masih seperti suasana keluarga.
2. Tata tertibnya masih longgar, tidak terlalu mengikat kebebasan anak.
3. Anak berkesempatan untuk aktif bergerak, bermain, dan riang gembira yang kesemuanya mempunyai nilai pedagogis.
4. Anak dapat mengenal dan berga ul dengan teman sebaya yang beragam (multi budaya), baik etnis, agama dan budaya.3
Dari keterangan di atas maka bisa disimpulkan bahwa dunia anak adalah dunia kegembiraan, keceriaan serta tanpa beban dalam melakukan segala sesuatu. Dari keceriaan itu diimplementasikan anak dengan bermain. Banyak orang berpendapat bahwa bermain merupakan pemborosan waktu tanpa hasil apapun. Anggapan tersebut salah besar karena belajar menjadi sosial bergantung pada kesempatan berhubungan dengan anggota kelompok teman sebaya, dan hal ini terjadi dalam kegiatan bermain, maka bermain saat ini dianggap sebagai alat yang penting bagi sosialisasi, untuk itulah dibutuhkan dalam lingkungan taman kanakkanak suatu Pembelajaran yang menjadikan mereka mudah untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Dan ini akan terealisasi dengan menerapkan Model Pembelajaran yang bernuansa sosial. Dari sini peran guru yang mengamati cara bermain anak akan memperoleh kesan bahwa partisipasi anak dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya masing-masing akan menunjukkan derajat partisipasi yang berbeda.4
Di antara aspek-aspek perkembangan pada diri anak adalah perkembangan fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral serta kesadaran beragama. Akan tetapi perkembangan emosi pada usia pra sekolah sangatlah menonjol. Hal ini dikarenakan anak-anak sudah mulai menyadari akunya (dirinya) berbeda dengan bukan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya.5 Dan jenis emosi yang berkembang pada masa kanak-kanak adalah takut, cemas, marah, cemburu, kegembiraan, kasih sayang, phobi dan rasa ingin tahu.
Salah satu faktor dalam keberhasilan belajar adalah perkembangan energi yang sehat, untuk itulah guru sangat berperan guna membimbing anak atau peserta didik dalam mengolah emosinya sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dari situlah suatu kondisi di mana anak tetap merasa gembira diusianya dan mampu untuk mengembangkan emosinya secara normal. Dalam kehidupan anak, emosi memiliki sejumlah peranan, antara lain:
1. Emosi menambah kesenangan terhadap pengalaman sehari-hari, baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Kesenangan terhadap pengalaman tersebut dirasakan dalam bentuk “after effect ” (efek yang dirasakan anak sesudah pengalaman itu terjadi).
2. Emosi berperan sebagai bentuk komunikasi, dengan ekspresi dan reaksi-reaksi tubuh lainnya. Seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain.
3. Emosi merupakan sumber penilaian sosial dan penilaian diri. Seseorang dinilai berdasarkan emosi yang bekerja secara dominan dalam dirinya dan juga berdasarkan caranya mengungkapkan emosinya.
4. Emosi mempengaruhi interaksi seseorang. 6
Dan masih banyak lagi peranan emosi pada usia kanak-kanak, dan situ kita bisa mengetahui begitu pentingnya mendampingi anak dalam setiap tingkah lakunya, dengan harapan nantinya anak bisa terlatih untuk mengembangkan emosinya. Karena banyak ditemui kurangnya pemahaman untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak. Untuk itu memberi perhatian pada tahap-tahap emosi anak, sangat diperlukan karena orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan merasa nyaman dengan sendirinya, orang lain, dan dunia lingkungan pergaulannya. Ia selalu berfikir positif, simpatik dan menyenangkan, penuh semangat dan tanggung jawab selalu ceria mudah bergaul dengan orang baru.7
Keterangan di atas menggambarkan begitu urgensinya membimbing kecerdasan emosi anak di usia dini dengan tidak mengindahkan dunia kesenangan anak-anak yang diimplementasikan lewat Pembelajaran. Maka lembaga pendidikan, terutama TK diperlukan adanya suatu Model Pembelajaran yang bisa meningkatkan kecerdasan emosi pada anak. Karena kedua faktor tersebut yaitu bermain dalam proses sosialisasi diduga bisa mengembangkan kecerdasan emosi anak dan keduanya saling berhubungan satu sama lain. Hal tersebut bisa kita lihat proses bermain merupakan wahana untuk bisa bersosialisasi dengan orang lain karena dalam melakukan kegiatan bermain anak akan mampu mengembangkan, menyalurkan keinginannya tanpa beban. Di saat bermain inilah emosi anak juga ikut andil didalamnya. Karena emosi anak akan tampak terlihat ketika dia bersosialisasi dengan teman sebayanya. Untuk menjadikan Pembelajaran itu menyenangkan dan mampu memotivasi anak untuk bisa mengendalikan emosinya.
B. Identifikasi Variabel dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Variabel
Berangkat dari permasalahan dalam penelitian ini maka bisa diketahui identifikasi Variabel Model Pembelajaran Bermain Sosial dengan Variabel Kecerdasan Emosi Anak. Dan dalam penelitian ini terdapat dua variabel.
a. Variabel bebas adalah variabel yang logis dapat menimbulkan pengaruh tertentu terhadap variabel tergantung. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah Model Pembelajaran Bermain Sosial. Dan variabel ini diberi notasi dengan huruf (X).
b. Variabel tergantung/terikat adalah variabel yang berhubungan dengan variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel tergantung/terikatnya adalah kecerdasan emosi anak. Dan variabel ini diberi notasi dengan huruf (Y).
2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ya ng berjudul “Model Pembelajaran Bermain Sosial dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosi anak” ini terdapat rumusan masalah, yaitu:
a. Apakah model pembelajaran bermain sosial ?
b. Bagaimana implementasi model pembelajaran bermain sosial di TK. X ?
c. Bagaimana Model Pembelajaran Bermain Sosial dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosi anak di TK X.?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mendiskripsikan penerapan Model Pembelajaran Bermain Sosial di TK X.
b. Mendiskripsikan kecerdasan emosi anak di TK X.
c. Mendiskripsikan Model Pembelajaran Bermain Sosial dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosi anak di TK X.
2. Manfaat hasil Penelitian
a. Manfaat akademik ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang penggunaan Model Pembelajaran Bermain Sosial dalam sistem pendidikan tingkat taman kanak-kanak.
b. Manfaat sosial praktisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan terhadap lembaga yang menjadi objek penelitian. Artinya dapat digunakan sebagai pedoman kegiatan pendidikan.
D. Definisi Operasional
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
E. Metode Penelitian
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
F. Sistematika Pembahasan
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **