BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan akan hakikat kemanusiaannya. Maksudnya, pendidikan harus mampu mewujudkan manusia seutuhnya. Pendidikan juga berfungsi melakukan proses penyandaran terhadap manusia seutuhnya.1 Salah satu masalah pokok pendidikan adalah sejumlah kerusakan dan kemunduran dalam ragam aspek kehidupan yang kini di nilai sebagai akibat dari tidak berfungsinya system pendidikan kita dalam pengembangan pribadi-pribadi handal yang memiliki kesadaran lingkungan. Sementara itu pihak pengelola pendidikan dan guru menempatkan diri sebagai yang lebih bermoral, sumber kebaikan dan kesuksesan hidup. Pada saat yang sama, nasib guru yang memperihatinkan masih harus jadi pelayan setia penguasa. Bila dikatakan bahwa kekerasan dunia pendidikan adalah resiko dan harga social yang harus dibayar kekurang pedulian pada nasib guru namun alas an ekonomi tidaklah tepat dan bukan kearifan dijadikan pembenar bagi pelanggaran HAM dan penindasan anak-anak negeri ini,2 maka disini perlu adanya pembenaran paradigma karena tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Nasional tercantum dalam UU RI No.02 Taun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 4 yang berbunyi :
" Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan".3
Dengan demikian jelas arah pendidikan yang direncanakan oleh pemerintah, tetapi semua itu kembali kepada pelakuya. Penyelengaraan pendidikan disekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang bekemampuan rata-rata, sehingga yang berkategori rata-rata itu (sangat bodoh) tidak mendapatkan kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.4 Dari sinilah kemudian timbul ketidakadilan dalam proses belajar mengajar.
Padahal untuk mewujudkan out put pendidikan yang diharapkan tidak lepas dari faktor pendukung dari pendidikan itu sendiri, sebab pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan, diantaranya adalah pembelajaran yang dicapai, materi yang diajarkan, media yang digunakan situasi, kurikulum, pengelolaan proses belajar mengajar (PBM) dan evaluasi.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalan situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.5 Interaksi edukatif adalah hubungan timbal balik antara guru dan siswa terjadi secara sadar untuk mencapai tujuan sama guna mengantarkan siswa kearah kedewasaan dan kemandirian dalam belajar. Interaksi disini bukan hanya sekedar merupakan pelaksanaan penyampaian pesan berupa materi pelajaran melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa.
Apabila dikaitkan dengan proses pembelajaran agama di tingkat sekolah bahwa Pendidikan Agama Islam masih mengarah pada pengetahuan tentang agama Islam. Proses internalisasi dan aplikasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari siswa justru kurang mendapat perhatian siswa. Internalisasi nilai-nilai Islam pada siswa bukanlah hal yang sederhana, sebab pada kenyataannya ketika nilai-nilai itu tidak dipahami siswa tidak secara otomatis muncul tetapi dalam bentuk perilaku.6 Kalau kita perhatikan dalam proses perkembangan pendidikan Islam bahwa salah satu problem yang menonjol dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ialah masalah metode mengajar dan juga terletak pada sistem pembelajaran yang diterapkan kurang efektif dan efesien.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Belajar menunjuk pada apa yang harus di lakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedang menganjar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.7
Namun realitas yang seringkali kita jumpai, anak-anak yang dibebani belajar yang melampaui kemampuan mereka, sering dituntut pada kemampua konvergen, hafalan dan memberikan PR yang banyak dan bukan berdasarkan kemampuan mereka. Sehingga mengakibatkan anak malas untuk berangkat kesekolah. Padahal di masa usia SD merupakan masa-masa keriangan dan kegembiraan. Pola pengajran yang diterapkan kurang memberi kebebasan berpikir , banyak teori dan hafalan serta terfokus pada pencapaian target kurikulum. Dan karena mereka inilah mereka yang penuh dengan suasana bermain, bernyanyi, menari, berfantasi (berkhayal), dan melakukan sesuatu beban. Mereka juga kehilangan kemerdekaannnya sebagai anak kecil.
Untuk menyikapi fenomena yang ada, para praktisi pendidikan dan khususnya pemerintah telah berusaha untuk menghidupkan kembali aktifitas pendidikan melalui cara-cara pendidikan yang betul-betul mencerdaskan dan dapat dinikmati anak. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan pendidikan. Pendidikan Nasional oleh Depdiknas sebagaimana yang dijelaskan dalam UU Sisdiknas pasal 40 ayat 2 yang berbunyi: " Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis".8
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa para pendidik atau seorang guru tidak boleh mendominasi pengetahuan, sedang peserta didik haruslah diberi kebebasan dalam menggali pengetahuan, dan guru harus lebih inofatif dalam menciptakan suasana belajar yang adil, menarik, lebih demokratis tanpa ada kekerasan dan efektif untuk siswa.
Salah satu alternatif yang dilakukan sekolah serta para pendidik adalah menciptakan suatu pembelajaran yang efektif dan efesien. Pembeljaran seperti ini diharapkan dapat mengurangi beban peserta didik dalam belajar dan membuat semangat belajar, karena pada dasarnya tidak ada seorangpun yang dilahirkan menjadi pemalas atau pemurung. Oleh karena itu, perlu adanya suasana belajar yang menyenangkan, membebaskan dan demokratis.
Di sini pembelajaran Humanizing The Classroom merupakan strategi yang menyenangkan dan demokrasi karena disini guru menciptakan ruangan kelas yang harmonis dan manusiawi. Sehingga peserta didik bisa mengekspresikan diri dengan segala potensi dan aktualisasi diri serta belajar mengembangkan menemukan solusi dan ide-ide baru secara mandiri dan berkepribadian. Maka dengan adanya model pembelajaran yang efektif, pendidikan dihrapkan mampu melahirkan manusia yang berbudi luhur, kreatif, kaya akan ide- ide atau gagasan baru guna perkembangan bangsa dan negara sehingga bisa merubah lebih baik dari kehidupannya. Dalam al-Quran Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Q.S: Al-Ra'd:11)
Ayat diatas mengisayaratkan bahwa adanya keharusan untuk bersifat kreatif, menemukan sesuatu yang baru, imajinatif. Karena dalam diri manusialah akan terlahir aktifitas-aktifitas yang positif maupun yang negatif yang mewarnai keadaan masyarakat dalam bentuk kreatifitas.9
Maka pelaku pendidikan baik pendidik maupun peserta didik bisa lebih teliti menyikapinya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan inovatif model pembelajaran disekolah-sekolah haruslah dapat mengembangkan bakat dan kemampuan siswa secara optimal. Sehingga siswa dapat mewujudkan potensi dirinya tanpa tekanan serta siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dan dengan adanya model pembelajaran tersebut dalam interaksi edukatif, inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian disalah satu sekolah dasar di X yang berada dibawah naungan persyerikatan Muhammadiyah, karena di sekolah kreatif SD X inilah model pembelajaran Humanizing The Classroom ini diterapkan. Oleh karena itu peneliti dalam penelitian ini dengan judul "Implementasi Model Pembelajaran Humanizing The Classroom Dalam Interaksi Edukatif Siswa Di Sekolah Kreatif SD X"
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Implementasi Model Pembelajaran Humanizing The Classroom Dalam Interaksi Edukatif Siswa Di Sekolah Kreatif SD X?
2. Bagaimana hasil dari penerapan Model Pembelajaran Humanizing The Classroom Dalam Interaksi Edukatif Siswa Di Sekolah Kreatif SD X?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Model Pembelajaran Humanizing The Classroom Dalam Interaksi Edukatif Siswa Di Sekolah Kreatif SD X
2. Untuk mengetahui bagaimanaa hasil Implementasi Model Pembelajaran Humanizing The Classroom Dalam Interaksi Edukatif Siswa Di Sekolah Kreatif SD X
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Dari segi teoritis
Penelitian ini mempunyai konstribusi yang besar perkembangan penelitian dalam bidang pendidikan khususnya ynag ada hubungannya dengan model pembelajaran yang inovatif
2. Dari segi empiris Sebagai sarana melatih diri penulis dalam mencari dan menganalisa permasalahan yang terjadi dalam dunai pendidikan.
3. Dari segi praktis
Sebagai bahan rujukan bagi sekolah dalam menciptakan dan mengembangan lingkungan belajar yang kondusif bagi para siswa khususnya.
E. Definisi Operasional
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
F. Metode Penelitian
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
G. Sistematika Pembahasan
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **