Search This Blog

SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

(KODE : EKONMANJ-0114) : SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik keunggulan untuk bersaing dengan organisasi lain maupun untuk tetap dapat survive. Suatu perusahaan untuk mencapai keunggulan tersebut harus meningkatkan kinerja individual karyawannya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan (Daft, 2002 : 173). Kinerja yang baik menuntut karyawan untuk berperilaku sesuai yang diharapkan oleh perusahaan. Perilaku yang menjadi tuntutan perusahaan saat ini tidak hanya perilaku in-role yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam job description, tetapi juga perilaku extra-role yaitu kontribusi peran ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan dari perusahaan. Perilaku extra-role ini disebut juga dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh. Dasar sikap mengidentifikasikan bahwa karyawan terlibat dalam OCB untuk membalas tindakan organisasi. Dimensi kepuasan kerja, dan komitmen organisasi berhubungan dengan OCB (Luthans, 2006 : 251). Kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan faktor penting dalam mewujudkan OCB.
PT. Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) dapat menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dan terdepan, diharapkan dapat mengutamakan pelayanan prima dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta. Karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X dalam mencapai keberhasilan tersebut dituntut memberikan kontribusi peran ekstra atau OCB dalam melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masih diperoleh adanya tindakan-tindakan indisipliner yang dilakukan sebagian kecil karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X diantaranya terdapat karyawan yang terlambat masuk jam kerja, pada saat jam kerja karyawan berbincang-bincang melalui telepon atau mengobrol dengan karyawan lain dengan santai yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, merokok saat jam kerja dan adanya karyawan yang bermain games di komputer atau browsing di situs jejaring sosial untuk mengisi waktu. Hal tersebut sebagai bukti masih rendahnya kontribusi peran ekstra atau OCB dalam diri sebagian kecil karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
Karyawan yang dapat diandalkan oleh perusahaan adalah karyawan yang puas terhadap kerjanya, sehingga mereka memiliki OCB yang tinggi terhadap perusahaan yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Salah satu faktor penyebab terjadinya turnover yang tinggi dapat dilihat dari tingkat kepuasan kerja karyawan. Robbins (2003 : 104) mengungkapkan terdapat hubungan negatif antara kepuasan kerja dan pergantian karyawan {turnover). Ini berarti pergantian karyawan {turnover) yang kecil mengindikasikan kepuasan kerja karyawan yang tinggi.
Rata-rata pergantian karyawan (turnover) per tahun relatif kecil yaitu 0.4% pada tahun 2007 dan -0,4% pada tahun 2008. Peneliti menduga kepuasan kerja karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X relatif tinggi karena turnover yang relatif kecil.
Selain kepuasan kerja, perusahaan juga harus memiliki karyawan yang loyal terhadap perusahaan yaitu karyawan yang berusaha membantu perusahaan demi mencapai tujuannya. Sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan inilah yang disebut dengan komitmen organisasi (Luthans, 2006 : 249). Komitmen organisasi yang tinggi di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X terlihat pada karyawan dimana sebagian besar karyawannya memiliki masa kerja yang lama. Dari data penelitian dapat dilihat bahwa 28,6% dari total karyawan, masa kerjanya di atas 10 tahun dan 42,8% di atas 15 tahun. Peneliti menduga bahwa sebagian besar karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X berkomitmen tinggi. Griffin (2004 : 16) menyatakan bahwa karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja. Perilaku tersebut berarti bahwa karyawan yang berkomitmen tinggi memilih untuk lebih lama tinggal di perusahaan.
Komitmen organisasi dapat juga dilihat dari sedikitnya jumlah kemangkiran karyawan. Bukti riset memperlihatkan terdapat hubungan negatif antara komitmen organisasi dengan kemangkiran maupun tingkat keluar masuknya karyawan (Robbins, 2003 : 92), yang berarti komitmen organisasi tinggi dapat terlihat dari jumlah kemangkiran yang kecil. Absensi untuk mangkir, sama sekali tidak ada (nol). Peneliti menduga bahwa komitmen organisasi tinggi di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
Para pakar organisasi menyimpulkan pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi, karena OCB menimbulkan dampak positif bagi organisasi, seperti meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat turnover. Pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kreativitas organisasi melalui kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas (Organ, 1988; Podssakoff, Mackenzie, Paine, and Bacharach, 2000; William and Anderson, 1991) dikutip dalam Brahmana & Sofyandi (2007).
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan uraian diatas dengan judul "ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : "Apakah kepuasan kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X ?"

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
2. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dalam penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya : 
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
b. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia serta memberikan suatu pembelajaran yang lebih mengenai kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
c. Bagi Pihak lain
Manfaat penelitian ini bagi pihak lain adalah sebagai bahan referensi dan bahan perbandingan bagi penulis lain dalam melakukan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.

SKRIPSI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK

SKRIPSI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK

(KODE : EKONMANJ-0113) : SKRIPSI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada masa globalisasi saat ini persaingan di dalam dunia usaha semakin ketat dan cepat. Setiap perusahaan harus meningkatkan kinerja mereka agar dapat bersaing dengan kompetitor atau perusahaan lain, terutama di dalam dunia perbankan. Kinerja karyawan yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan dan akan sangat mempengaruhi tujuan perusahaan yang ingin dicapai.
Dalam mencapai tujuannya setiap perusahaan sangat memerlukan manajemen yang baik dan berkaitan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Diantaranya adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan pada masing-masing organisasi dan lingkungan kerja. Pada satu sisi perusahaan tidak mungkin mengoperasikan kegiatannya tanpa adanya pemimpin dan pada sisi yang lain segala aktivitas perusahaan harus didukung oleh lingkungan kerja yang baik, karena kedua faktor tersebut memegang peranan yang penting dalam pencapaian tujuan perusahaan yaitu pencapaian kinerja perusahaan yang baik.
Keberadaan seorang pemimpin dalam perusahaan sangat dibutuhkan untuk membawa perusahaan kepada tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai gaya kepemimpinan akan mewarnai perilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Bagaimanapun gaya kepemimpinan seseorang tentunya akan diarahkan untuk kepentingan bersama, yaitu kepentingan anggota/pekerja dan perusahaan.
Kepemimpinan seseorang dapat mencerminkan karakter pribadinya, di samping itu dampak kepemimpinannya akan mempengaruhi terhadap keberhasilan perusahaan. Selain faktor dari gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh masing-masing pemimpin perusahaan tersebut, pengaruh lingkungan kerja juga memegang peranan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan itu sendiri.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
Lingkungan kerja yang tenang untuk melakukan pekerjaan merupakan suatu dorongan bagi pekerja untuk dapat bekerja dengan baik. Lingkungan kerja perlu diawasi dengan baik agar pekerja merasa tenang dan dapat bekerja lebih baik lagi dalam melaksanakan pekerjaan sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempunyai dapat memenuhi kepentingan seorang pekerja maka akan dapat menimbulkan masalah seperti ketidakpuasan kerja dan prestasi rendah yang akhirnya akan mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan.
PT. Bank Central Asia Tbk senantiasa melakukan penilaian untuk mengukur kinerja kantor cabang pembantu dengan membandingkan hasil kerja dalam melakukan pencapaian tujuan perusahaan. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa, maka focus utamanya adalah pelayanan. 
Pada tahun 2009 KCP X kinerjanya terus meningkat dari tahun ke tahun secara drastis karena selain tempat lokasinya yang strategis di pusat perbelanjaan dan tetap buka melayani transaksi pada hari Sabtu dan Minggu. Secara keseluruhan setiap KCP mengalami perubahan kinerja, hal ini disebabkan karena adanya pergantian pimpinan yang dilakukan setiap 3 tahun sekali.
Berdasarkan latar belakang maka penulis melakukan penelitian yang berjudul "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK CENTRAL ASIA, TBK KCP X".

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah di dalam penelitian ini adalah : "Pengaruh gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Central Asia, Tbk KCP X ?".

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ini adalah : 
Tujuan di dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Central Asia, Tbk KCP X.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat di dalam penelitian ini adalah : 
a. Bagi PT. Bank Central Asia Tbk KCP X
Sebagai masukan bagi perusahaan khususnya mengenai gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kinerja karyawan.
b. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia mengenai gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kinerja karyawan.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.

SKRIPSI PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT X

SKRIPSI PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT X

(KODE : EKONMANJ-0112) : SKRIPSI PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT X



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam persaingan global saat ini, dunia kerja sangat membutuhkan orang yang biasa berfikir untuk maju, cerdas, inovatif dan mampu berkarya dengan semangat tinggi dalam menghadapi kemajuan zaman. Berbagai organisasi, berusaha meningkatkan kinerja dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi dengan tujuan mencapai kelangsungan hidup organisasi.
Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para karyawan pada sebuah organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kinerja yang diinginkan. Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong karyawan untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap karyawan di suatu organisasi. Dengan situasi semacam itu diharapkan para karyawan dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Karyawan tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktivitas. Para karyawan akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
Secara teori berbagai definisi tentang motivasi biasanya terkandung keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Para karyawan bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dorongan seseorang untuk bekerja dipengaruhi adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dan tingkat kebutuhan yang berbeda pada setiap karyawan, sehingga dapat terjadi perbedaan motivasi dalam berprestasi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para karyawan akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Dari organisasi sendiri juga berperan dalam mengelola karyawan agar mematuhi segala peraturan, norma yang telah ditetapkan oleh organisasi sehingga para karyawan bekerja dengan disiplin dan efektif.
Selain itu, berbagai aturan/norma yang ditetapkan oleh suatu perusahaan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kedisiplinan agar para karyawan dapat mematuhi dan melaksanakan peraturan tersebut. Aturan/norma itu biasanya diikuti sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa teguran baik lisan/tertulis, skorsing, penurunan pangkat bahkan sampai pemecatan kerja tergantung dari besarnya pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan.
Hal itu dimaksudkan agar para karyawan bekerja dengan disiplin dan bertanggungjawab atas pekerjaannya. Bila para karyawan memiliki disiplin kerja yang tinggi, diharapkan akan mampu menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat sehingga kinerja yang dihasilkan akan baik.
Selain disiplin, karyawan juga harus diberikan motivasi dalam bekerja agar dapat menjalankan kinerjanya dengan baik pula. Dengan adanya motivasi dari pimpinan, perusahaan sangat mengharapkan setiap individu dalam perusahaan dapat menciptakan disiplin kerja yang tinggi demi kemajuan perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan yang efektif dan efisien.
Namun ternyata masih cukup banyak terjadi kesenjangan yang kurang sesuai dengan idealisme, masih ada beberapa kelemahan yang masih ditunjukkan oleh karyawan dimana mereka kurang termotivasi dengan pekerjaannya. Ada yang tidak tepat waktu saat masuk kantor, menunda tugas kantor, kurang disiplin , tidak bisa memanfaatkan sarana kantor dengan baik dan masih adanya sebagian karyawan yang meninggalkan tugas pada jam kerja tanpa keterangan yang sah.
PT. X merupakan perusahaan jasa outsourcing baca meteran listrik yang berdiri sudah 24 tahun adalah sebuah perusahaan jasa yang dikontrak dari PLN dalam hal menangani pembacaan meteran listrik kepada pelanggan. Pekerjaan pembacaan meteran ini di lakukan di (6) Enam wilayah.
Dengan adanya motivasi dari pimpinan, perusahaan sangat mengharapkan setiap individu dalam perusahaan dapat menciptakan disiplin kerja yang tinggi demi kemajuan perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan yang efektif dan efisien. Motivasi dan disiplin kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja cater (pembaca meter) di dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan oleh penulis pada PT. X, terdapat beberapa karyawan khususnya cater (pembaca meter) yang tidak mengikuti peraturan salah satunya adalah cater yang tidak hadir dalam rapat yang diadakan sekali dalam sebulan. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya karyawan yang absen, sakit dan izin. 
Tingkat ketidakhadiran rapat cater periode Januari-Desember 2010 dengan alasan absen (tanpa keterangan) adalah sebanyak 83 orang, dimana dapat dikatakan bahwa menurunnya kinerja karyawan adalah akibat dari banyaknya ketidakhadiran karyawan yang tidak beralasan pada saat rapat.
Kondisi di atas menimbulkan permasalahan bagi pimpinan untuk memberikan motivasi dan disiplin bagi karyawan guna dapat melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Bagaimana mungkin bila untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan banyak karyawan yang kurang peduli dengan apa yang harus dikerjakan dan sudah menjadi tanggungjawabnya itu. Tentunya banyak faktor yang menjadikan suatu perusahaan berupaya keras memberikan solusi dari kekurangan yang ada. Salah satunya dengan seringnya mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi karyawan untuk mengetahui permasalahan yang di hadapi selama ini.
Kinerja baca meter pelanggan yang dilakukan oleh masing-masing cater pada 6 rayon dan 2 ranting dengan daerah baca yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pada tabel di atas menunjukkan jumlah pelanggan keseluruhan yang seharusnya dibaca, pelanggan yang tidak dapat dibaca dan pelanggan yg dapat dibaca (Jumlah pelanggan dapat dibaca = Jumlah pelanggan seluruhnya-pelanggan yang tidak dapat dibaca). Ada beberapa kategori kode masalah yang menyebabkan meteran pelanggan tidak dapat dibaca, yaitu rumah kunci isi, alamat tidak jumpa, pelanggan tanpa meter, KWH tinggi, KWH dalam rumah, rumah bongkar, KWH buram, dan lain-lain.
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul "PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. X".

B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : "Apakah motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. X".

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin kerja karyawan yang terjadi di PT. X terhadap kinerja karyawannya.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Bagi Pihak Perusahaan
Memberikan masukan untuk PT. X dan bagi perusahaan lainnya tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi pihak lain
Sebagai bahan masukan serta sumbangan pemikiran kepada peneliti berikutnya.
3. Bagi penulis
Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh di perkuliahan, dan mencoba membandingkannya dengan praktik yang ada di lapangan. Dengan demikian akan menambah pemahaman penulis dalam bidang manajemen khususnya di bidang sumber daya manusia.

SKRIPSI PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA BAGIAN PRODUKSI PT X

SKRIPSI PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA BAGIAN PRODUKSI PT X

(KODE : EKONMANJ-0111) : SKRIPSI PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA BAGIAN PRODUKSI PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan adalah nadi perekonomian karena dalam mencapai tujuannya mencari laba, harus memenuhi aneka ragam kebutuhan masyarakat. Perusahaan adalah suatu organisasi atau lembaga yang menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa, di dorong untuk meningkatkan efektivitas usaha nantinya mampu memaksimalkan laba untuk bertahan dalam jangka waktu panjang. Dalam usaha pencapaian usaha organisasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya Sumber Daya Manusia (SDM) yang menunjang dalam pencapaian tujuan. Di suatu perusahaan atau organisasi, efektivitas merupakan hal yang penting karena tanpa efektivitas tujuan organisasi tidak akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Sebab efektivitas yang tinggi akan dapat dicapai dengan adanya faktor manusia. Manusia merupakan komponen yang sangat penting sebab berhasil atau tidaknya suatu usaha sebagian besar ditentukan oleh manusianya dalam melaksanakan pekerjaan.
Efektivitas yang tinggi dapat tercapai dalam suatu perusahaan apabila karyawan tersebut diberikan program pengembangan dan pengawasan terhadap karyawannya (Komarudin, 1984 : 68). Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan efektivitas yaitu dengan pendidikan dan latihan, pemindahan pegawai ke posisi yang tepat, dan promosi jabatan, dalam rangka peningkatan kualitas tenaga kerja yang diharapkan dapat memperbaiki pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang, serta mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan.
Pengembangan karyawan merupakan masalah yang penting dalam upaya menambah kemampuan dan pengetahuan karyawan. Besarnya perhatian terhadap pengembangan karena merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya pengembangan dan pengawasan yang baik pada karyawan maka akan menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sehingga efektivitas kerjanya akan meningkat (Soeprihanto, 1984 : 76) Dan apabila keduanya tidak dilaksanakan dengan baik maka tujuan organisasi tidak tercapai secara efektif sesuai dengan harapan. Begitu pula kebutuhan karyawan untuk mengembangkan diri kurang diperhatikan, maka hasil kerja seringkali tidak sesuai dengan harapan dan tujuan organisasi.
Kurangnya perhatian terhadap pengembangan ini disebabkan karena perusahaan mengadakan efisiensi dana, waktu dan tenaga. Sebab perusahaan kurang memperhatikan masalah tanggung jawab pegawai karena tidak dilakukan secara efektif dan efisien (Nitisemito, 1991 : 97). Sebelum krisis moneter dan perdagangan bebas perusahaan sudah mengadakan program pengembangan secara berkesinambungan tetapi sekarang mengalami pengunduran. Dan sampai saat ini pelaksanaannya sering tidak lagi sesuai dengan harapan, sebagai contoh pegawai tidak melaksanakan tugas secara tepat waktu yang mengakibatkan target dari perusahaan terhambat dan tidak sebanding dengan waktu tenaga yang dikorbankan sehingga pegawai tidak merasa puas dengan imbalan yang diterimanya nanti. Hal ini juga menyebabkan suatu pekerjaan tidak terlaksana secara efektif.
Di samping pengembangan yang dapat menempatkan efektivitas kerja, yaitu pengawasan. Pegawai sebagai fokus utama dari tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus bisa membuahkan efektivitas kerja yang optimal (Komarudin, 1992 : 103). Oleh karena itu pengawasan dalam suatu instansi maupun organisasi sangat diperlukan. Untuk pencapaian efektivitas organisasi, diperlukan adanya proses pengawasan yang dapat menjamin terlaksananya aktivitas dan kegiatan organisasi secara maksimal. Sesuai dengan fungsinya, pengawasan berperan untuk mengawasi seluruh kegiatan dan menjaga agar kegiatan tersebut terarah dengan tepat sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar dan perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, mengetahui apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut. Serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan bahwa sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif mungkin guna mencapai tujuan perusahaan" (Yusuf dan Kadarman, 1997 : 159).
Dengan diadakan pengawasan, diharapkan manusia (pegawai) akan berusaha sebaik mungkin untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan. Adanya pengawasan yang baik juga merupakan usaha untuk menuju pencapaian efektivitas kerja dari karyawan (Komarudin , 1992 : 103) sehingga dapat memenuhi target produksinya dengan maksimal dan tujuan yang diinginkan perusahaan dapat tercapai secara efektif.
Pada PT. X sudah mengadakan program pengembangan tetapi mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan perusahaan mengadakan efisiensi dana, waktu, tenaga dan apa yang dilakukan perusahaan belum terprogram, belum terlaksana secara efektif dan efisien begitu pula dengan pengawasan yang belum dilaksanakan secara optimal sehingga belum memenuhi standar perusahaan. Dengan program pengembangan dan pengawasan dan pengawasan tersebut karyawan dapat bekerja secara efektif sehingga efektivitas kerja dari karyawan dapat tercapai sesuai dengan tujuan (Ricard, M. Steer, 1980 : 263).
Dari uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN KARYAWAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. X". 

B. Permasalahan
Permasalahan merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian yang diajukan jawabannya akan diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan yaitu pada kesimpulan (Arikunto, 1998 : 51-51)
Dari uraian tersebut maka permasalahan yang diambil penelitian ini sebagai berikut : 
1. Adakah pengaruh pengembangan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X
2. Adakah pengaruh pengawasan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X
3. Seberapa besar pengaruh pengembangan dan pengawasan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X.

C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian : 
1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pengembangan dan pengawasan karyawan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengembangan dan pengawasan karyawan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X.
Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Untuk menambah pengetahuan tentang pengaruh teori pengembangan dan pengawasan terhadap efektifitas kerja karyawan sehingga hubungan ketiga variabel dapat dibuktikan kebenarannya.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis dapat digunakan sebagai acuan dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian.
b. Bagi organisasi atau perusahaan sebagai masukan bagi karyawan di lingkungan PT. X bahwa pengembangan dan pengawasan sangat penting dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja karyawan.

D. Sistematika Skripsi
Skripsi ini disusun menjadi tiga bagian yaitu pertama bagian pendahuluan skripsi, kedua yaitu bagian isi skripsi dan ketiga yaitu bagian akhir skripsi.
1. Bagian pendahuluan skripsi terdiri dari judul, abstrak, lembar pengesahan motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
2. Bagian isi skripsi terdiri dari :
Bab I. Pendahuluan
Berisi tentang alasan pemilihan judul, permasalahan, penegasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika skripsi.
Bab II. Landasan Teori dan Hipotesis
Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan pengembangan pengawasan efektivitas kerja, pengaruh pengembangan dan pengawasan terhadap efektivitas kerja karyawan dan kerangka berpikir serta hipotesis untuk penelitian
Bab III. Metodologi Penelitian
Berisi mengenai populasi penelitian, sampel penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data.
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V. Simpulan dan Saran
Berisi tentang hasil dari analisis yang dilakukan dan saran-saran dari peneliti untuk pihak terkait.
3. Bagian akhir skripsi berisi tentang daftar pustaka dan lampiran- lampiran.

SKRIPSI PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP CUSTOMER LOYALITY (STUDI PADA RESTORAN X)

SKRIPSI PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP CUSTOMER LOYALITY (STUDI PADA RESTORAN X)

(KODE : EKONMANJ-0110) : SKRIPSI PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP CUSTOMER LOYALITY (STUDI PADA RESTORAN X)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam era sekarang ini persaingan antar perusahaan sudah sangat ketat. Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan "customer oriented" berlomba-lomba mendapatkan perhatian konsumen. Konsumen adalah raja, slogan yang sering diungkapkan perusahaan. Perusahaan berusaha untuk melayani dan memenuhi kebutuhan konsumen karena sekali saja konsumen merasa kecewa terhadap produk/jasa suatu perusahaan maka ia akan segera beralih ke produk/jasa perusahaan lain.
Kualitas pelayanan/jasa merupakan hal pertama yang harus dipikirkan perusahaan terutama oleh perusahaan jasa/perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan. Kualitas jasa atau kualitas layanan (service quality) berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi, positioning dan strategi bersaing setiap organisasi pemasaran, baik perusahaan manufaktur maupun penyedia jasa (Tjiptono & G. Chandra, 2005 : 109).
Restoran merupakan salah satu usaha yang menawarkan produk berupa makanan. Menurut Tjiptono (1996 : 63) restoran merupakan salah satu jenis penawaran hybrid artinya penawaran yang terdiri dari barang dan jasa yang sama besarnya. Dalam perkembangannya restoran modern disamping memperhatikan kualitas makanan juga memperhatikan faktor lain yang berupa pelayanan. Pelayanan dalam jenis usaha ini sangat diperhatikan karena mengingat persaingan yang ketat di usaha restoran. Restoran yang bersangkutan harus benar-benar mempertimbangkan pelayanannya agar mempunyai keunggulan kompetitif.
Kualitas Pelayanan yang diterima konsumen diukur dengan melibatkan dua elemen, terkait proses (process related) dan terkait hasil (outcome related), (Luk, 1999; Powpaka, 1996; stank et al., 1999 dalam Lu Ting Pong dan Tang Pui Yee). Elemen yang terkait proses (process related) menitikberatkan pada interaksi antara konsumen dan penyedia jasa sedangkan elemen yang terkait hasil (outcome related) menitikberatkan pada hasil nyata yang diterima dari transaksi jasa (Luk dalam Lu Ting Pong dan Tang Pui Yee, 1999).
Untuk menghitung seberapa besar pelayanan yang diberikan perusahaan terhadap pelanggannya dalam kaitannya dengan process related, diukur dengan instrumen SERQUAL (Service Quality)/kualitas jasa/kualitas pelayanan (diadaptasi dari Parasurama et al. dalam Lu Ting Pong dan Tang Pui Yee, 1985). Berdasar pada dimensi reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), empathy (empati). SERQUAL (Service Quality)/kualitas jasa/kualitas pelayanan merupakan model yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa. Di sisi lain, elemen outcome related dari pelayanan yang diterima pelanggan, diadaptasi dari DINESERV dikembangkan oleh Steven et al. (1995) menyebutkan bahwa mengukur Service Quality restoran sebagai hubungan bukti nyata item instrumen SERQUAL, menghasilkan dua dimensi yang disebut tangible dan outcome (Lu Ting Pong dan Tang Pui Yee, 2001).
Perspektif pengukuran kualitas bisa dikelompokkan menjadi dua jenis : internal dan eksternal. Kualitas berdasarkan perspektif internal diartikan sebagai Zero defect ("doing it right the first time" atau kesesuaian dengan persyaratan), sedangkan perspektif eksternal memahami kualitas berdasarkan persepsi pelanggan, ekspektasi pelanggan, kepuasan pelanggan, sikap pelanggan dan customer delight (Sachdev & Verma dalam Tjiptono & G. Chandra, 2004).
Pada dasarnya, kualitas pelayanan yang baik diberikan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Banyak manfaat yang diperoleh dari kepuasan pelanggan, diantaranya meliputi (Tjiptono & G. Chandra, 2005 : 192) : keterkaitan positif dengan loyalitas pelanggan, berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan (terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling), menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan (biaya komunikasi, penjualan, dan layanan pelanggan), rekomendasi getok tular positif, pelanggan cenderung lebih represif terhadap product-line extensions, brand extensions, dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan, serta meningkatkan bargaining power relatif perusahaan terhadap pemasok, mitra bisnis dan saluran distribusi.
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral wacana bisnis dan manajemen (Tjiptono & G. Chandra, 2005 : 192). Karena telah banyak riset yang menunjukan keterkaitan kepuasan pelanggan dan ukuran-ukurannya. Keterkaitan antara kepuasan dan loyalitas sangatlah erat. Data dari sejumlah perusahaan terkemuka, seperti AT&T, Rank Xerox, dan The Royal Bank of Scotland, menunjukan bahwa secara rata-rata 95% pelanggan yang menyatakan "sangat puas" cenderung loyal pada produk atau pemasok yang bersangkutan (Hill, Brierley & MacDougall dalam Tjiptono & G. Chandra, 1999).
Ada 6 relasi antara kepuasan dan loyalitas, salah satu persepsinya adalah kepuasan merupakan konsep inti bagi loyalitas dan tanpa kepuasan loyalitas tidak bakalan ada (Oliver dalam Tjiptono & G. Chandra, 1999). Loyalitas pelanggan adalah tujuan perusahaan, bagaimana perusahaan berusaha mencapai loyalitas pelanggan untuk keunggulan kompetitif perusahaan.. Loyalitas pelanggan diukur dari perilaku (behavior) konsumen (O'Malley dalam Lu Ting Pong dan Tang Pui Yee, 1998), kemudian dalam kenyataannya, hampir 75% keputusan pembelian konsumen berdasarkan kepada sikap (attitude) dan emosi konsumen (Gremler and Brown dalam Lu Ting Pong dan Tang Pui Yee, 1996).
Restoran X merupakan rumah makan yang memberikan kualitas pelayanan yang terbaik. Sebagai unit usaha yang berberak dibidang jasa, Restoran ini memang harus memperhatikan pelayanan pada pelanggannya. Kualitas pelayanan yang baik tentunya disebabkan manajemen rumah makan ini dalam membuat kerangka perencanaan dan analisis strategik, yang mengacu pada lima dimensi kualitas jasa. Kemampuan rumah makan ini dalam memberikan pelayanan secara akurat dan penyampaian hidangan makanan tepat waktu menandakan perhatian terhadap reliabilitas (reliability). Daya tanggap (responsiveness) dan jaminan (assurance) juga menjadi perhatian rumah makan ini dalam menjaga kualitas pelayanannya, kemampuan karyawan dalam merespon pemintaan pelanggan dan sikap sopan, menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai bidangnya menjadi bukti perhatian rumah makan ini. Kantor sebagai pusat informasi yang ada dalam rumah makan ini merupakan bukti rumah makan ini dalam memperhatikan keluhan dan kepentingan pelanggan (empathy). Daya tarik fisik rumah makan ini juga diperhatikan, fasilitas fisik bangunan yang berstruktur kaca dan dilengkapi dengan audio dan adanya taman di dalam restoran menjadi daya tarik visual tersendiri bagi pelanggan, perlengkapan meja makan dan penampilan seragam karyawan menjadi perhatian perusahaan, tempat yang strategis dan mudah dijangkau pelanggan menjadi perhatian rumah makan ini (bukti fasilitas fisik/tangible). Cita rasa makanan dan manfaat yang diperoleh pelanggan dari mengkonsumsi makanan juga diperhatikan rumah makan ini (bukti outcome/hasil).
Berdasarkan hal-hal di atas banyak kaitan antara kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan, serta penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan itu. Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality (Kualitas Pelayanan) terhadap Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) yang dimediasi oleh Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan) di Restoran. Mengangkat masalah dan objek ini menjadi bahan tulisan dengan judul "PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP CUSTOMER LOYALTY (STUDI PADA RESTORAN X)"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 
1. Apakah dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible dan outcome secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Customer Satisfaction ?
2. Apakah dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible dan outcome secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Customer Satisfaction ?
3. Apakah Customer Satisfaction mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Customer Loyalty ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang positif dan signifikan antara dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible dan outcome secara parsial terhadap Customer Satisfaction
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang positif dan signifikan antara dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible dan outcome secara bersama-sama terhadap Customer Satisfaction
3. Untuk mengetahui apakah Customer Satisfaction mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Customer Loyalty 

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 
1. Bagi perusahaan
Perusahaan dalam hal ini restoran X dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu sumber informasi, informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggannya.
2. Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan bahan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya dan diharapkan penelitian berikutnya mampu memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini.

SKRIPSI PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PT X

SKRIPSI PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PT X

(KODE : EKONMANJ-0109) : SKRIPSI PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan, dengan segala kebutuhannya dalam sebuah perusahaan. Sumber daya manusia adalah ujung tombak yang akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan dan juga merupakan faktor krisis yang dapat menentukan maju mundur serta hidup matinya suatu perusahaan.
Dalam dunia bisnis yang berkembang semakin pesat yang terlihat dari persaingan, serta perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih membawa perubahan pola kehidupan karyawan. Perubahan tersebut mengakibatkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap karyawan untuk lebih meningkatkan prestasi kerja mereka. Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu (Hasibuan, 2007 : 93).
Prestasi kerja karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkannya. Seorang karyawan dikatakan memiliki prestasi dalam bekerja, jika beban kerja yang ditetapkan tercapai atau jika realisasi hasil lebih tinggi daripada yang ditetapkan perusahaan. Kondisi ini disebut prestasi karyawan dalam kategori terbaik. Tuntutan yang tidak mampu dikendalikan oleh setiap karyawan akan menimbulkan ketegangan dalam diri karyawan dan jika tidak dapat diatasi maka karyawan tersebut akan mengalami stress (Hariandja, 2002 : 304).
Stress merupakan kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu dihadapkan dengan suatu peluang (opportunity), kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stress tidak selalu berdampak buruk bagi individu. Stress disebut dalam konteks negatif, serta memiliki nilai-nilai positif terutama pada saat stress tersebut menawarkan suatu perolehan yang memiliki potensi (Robbins, 2003 : 377).
Segala macam bentuk stress pada dasarnya disebabkan oleh ketidakmengertian manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stress. Akibat-akibat stress terhadap seorang individu dapat bermacam-macam tergantung pada kekuatan konsep dirinya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi tersebut terhadap stress.
Hampir setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stress, tergantung reaksi karyawan bagaimana menghadapinya. Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan stress pada diri karyawan antara lain beban kerja yang berlebihan, desakan waktu yang membuat karyawan tertekan, beberapa tekanan juga datang dari sikap pimpinan, konflik dan ambiguitas peran mampu menyebabkan stress bagi karyawan (Davis, 1996 : 198).
Stress dapat membantu atau merusak prestasi kerja tergantung seberapa besar tingkat stress itu. Bila tidak ada stress, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja cenderung menurun, sejalan dengan meningkatnya stress, prestasi kerja cenderung naik karena stress kerja membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja. Bila stress kerja terlalu besar maka prestasi kerja cenderung menurun karena stress mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu mengambil keputusan, dan perilakunya menjadi tidak menentu (Gitosudarmo dan I Nyoman, 2000 : 56).
PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri yang memproduksi minuman ringan dengan jenis Sarsaparilla dan Soda Water. Perusahaan ini berproduksi dengan menggunakan peralatan dan mesin cetak. PT. X memiliki target produksi minuman ringan per bulannya sebesar 24.000 krat (satu krat = 24 botol) dengan komposisi minuman ringan Sarsaparila sebesar 60% dan Soda Water sebesar 40% dengan waktu 8 jam kerja sehari dalam 6 hari kerja per minggu. Waktu kerja perusahaan ini dimulai pukul 08.00-17.00 WIB dan waktu istirahat dari pukul 12.30-13.30 WIB.
PT. X menilai prestasi kerja karyawan dari hasil produksi dengan membandingkan jumlah realisasi produksi dengan target produksi setiap bulan. Namun pada realisasinya, PT. X ini tidak mampu memproduksi minuman ringan sesuai dengan target yang diharapkan. 
Kondisi ini berpotensi mempengaruhi tidak tercapainya target produksi di PT. X ini adalah beban kerja yang terlalu besar yang diberikan kepada karyawan. Dimana beban kerja yang harus diselesaikan karyawan tidak seimbang dengan waktu kerja yang diberikan kepada karyawan untuk memproduksi minuman ringan di PT X.
Berdasarkan kondisi yang terjadi pada perusahaan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul "PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Apakah stress kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan ?
2. Indikator stress kerja manakah (konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, dan pengaruh kepemimpinan) yang dominan mempengaruhi prestasi kerja karyawan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendapatkan bukti empiris, apakah variabel stress kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan.
b. Untuk mengetahui yang mana diantara indikator stress kerja (konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, dan pengaruh kepemimpinan) yang dominan mempengaruhi prestasi kerja karyawan.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada perusahaan dalam mengatasi masalah stress kerja dan upaya meningkatkan prestasi kerja karyawan.
b. Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pemikiran guna memperluas cakrawala wawasan dalam bidang manajemen sumber daya manusia khususnya dalam masalah stress kerja dan prestasi kerja.
c. Bagi Pihak lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi yang menjadi perbandingan dalam melakukan penelitian sejenisnya di masa yang akan datang.

SKRIPSI VARIASI TEMA CERITA YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBELAJARAN DI TK

SKRIPSI VARIASI TEMA CERITA YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBELAJARAN DI TK

(KODE : PG-PAUD-0072) : SKRIPSI VARIASI TEMA CERITA YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBELAJARAN DI TK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ada suatu ungkapan "seorang guru yang tidak bisa bercerita ibarat orang yang hidup tanpa kepala" betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru, tutor) keahlian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dimiliki. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi luhur pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya dengan senang hati. Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun masih jarang tulisan dari para ahli cerita, yang mampu mengarahkan secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang khusus didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku. Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas kemampuannya tentang metode bercerita.
Anak Usia Dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan yang pesat. Dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang berharga dibanding usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dengan karakteristik, baik secara fisik, psikis, sosial, dan moral. Anak pada usia dini memiliki kemampuan belajar luar biasa, khususnya pada masa awal kanak-kanak keinginan anak untuk belajar menjadikan anak aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca indranya untuk memahami sesuatu dan dalam waktu singkat anak beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkunganlah yang kadang menjadi penghambat dalam mengembangkan kemampuan belajar anak dan seringkali lingkungan mematikan keinginan anak untuk bereksplorasi.
Masa kanak-kanak merupakan masa paling penting karena merupakan pembentukan kondisi kepribadian yang menentukan pengalaman anak selanjutnya, karakteristik anak usia dini menjadi mutlak dipahami untuk memiliki generasi yang mampu mengembangkan diri secara optimal mengingat pentingnya usia tersebut. Mengembangkan kreatifitas anak memerlukan peran penting pendidikan hal ini secara umum sudah banyak dipahami. Anak kreatif memuaskan rasa ingin tahunya melalui berbagai cara seperti bereksplorasi, bereksperimen dan banyak mengajukan pertanyaan pada orang lain. Suratno (2005 : 19) menjelaskan anak kreatif dan cerdas tidak terbentuk dengan sendirinya. Melainkan perlu pengarahan salah satunya dengan memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreatifitas anak.
Fenomena yang ada selama ini kreatifitas yang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya masih rendah. Hal ini dapat diketahui dengan masih banyaknya orang-orang yang belum mampu menghasilkan hasil karya sendiri. Mereka masih meniru karya orang lain. Keadaan tersebut disebabkan karena kurangnya pengembangan kreatifitas sejak usia dini. Anak-anak usia dini pada khususnya TK X juga masih memiliki daya kreatifitas yang rendah. Dari sejumlah 18 anak baru 16,67% yang mampu menyerap pembelajaran.
Permasalahan tersebut diatas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya media pembelajaran kurang menarik, pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada membaca dan berhitung saja dan penggunaan metode yang statis sehingga membuat anak bosan dan kurang dapat memunculkan ide kreatifnya. Selain itu penggunaan metode bercerita kurang optimal ditetapkan diterapkan di TK X. Kegiatan yang biasa dilakukan untuk mengembangkan kreatifitas antara lain dengan musik, mengunjungi pameran, olah raga, bercerita dan lain-lain.
Bercerita dengan buku cerita adalah sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan di TK X untuk mengembangkan kreatifitas anak. Buku cerita sangat disenangi hampir semua anak apalagi kalau buku cerita tersebut berupa cerita ilustrasi bagus dengan sedikit permainan yang melibatkan mereka. Anak-anak akan merasa terlibat dalam petualangan dan konflik-konflik yang dialami karakter-karakter didalamnya, sehingga membaca pun akan semakin menyenangkan. Permainan adalah kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Permainan merupakan kesibukan yang dipilih sendiri tanpa ada paksaan, tanpa didesak olah rasa tanggungjawab. Anak-anak suka bermain karena di dalam diri mereka terdapat dorongan batin dan dorongan mengembangkan diri.
Pengalaman yang dialami anak usia dini berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya, pengalaman tersebut akan bertahan lama tidak terhapus hanya tertutupi, suatu saat jika ada rangsangan terhadap stimulan pengalaman hidup yang pernah dialami maka efek tersebut akan muncul lagi, dalam bentuk yang berbeda. Kreatifitas anak yang tinggi akan mendorong anak belajar dan berkarya lebih banyak sehingga suatu hari mereka dapat menciptakan hal-hal baru di luar dugaan kita. Bercerita menjadi stimulasi yang berdampak positif bagi perkembangan kreatifitas anak. Anak terbiasa berkonsentrasi pada suatu topik, berani mengembangkan kreasinya, merangsang anak untuk berfikir secara imajinasi serta bertambah perbendaharaan kata baru.
Kenyataan di lapangan bahwa kegiatan bercerita masih belum mampu mengembangkan kreatifitas anak di TK X. Guru masih menggunakan buku yang sama dalam bercerita sehingga anak merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi yang disampaikan. Mengingat hal yang dipaparkan diatas maka penulis memilih penelitian dengan judul "VARIASI TEMA CERITA YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBELAJARAN DI TK X".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Kreatifitas kurang mendapat perhatian karena sistem pendidikan yang lebih mengembangkan kemampuan akademik seperti membaca dan berhitung.
2. Bercerita dengan buku cerita yang bervariasi belum dilakukan oleh pendidik padahal hal ini bisa menjadi salah satu metode bercerita yang menarik bagi anak.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Tema-tema cerita apa saja yang digunakan guru dalam pembelajaran bercerita dengan buku cerita ?
2. Hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan tema bercerita ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 
1. Mengetahui tema-tema cerita apa saja yang dipergunakan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita.
2. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam pengembangan metode bercerita.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang bagaimana cerita dapat meningkatkan kreatifitas anak.
2. Manfaat Praktis
a. Mempermudah hal yang dipelajari
b. Mempermudah pelaksanaan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
c. Meningkatkan mutu TK melalui peningkatan prestasi anak dan kinerja guru.

SKRIPSI TINGKAT KETERAMPILAN BERBICARA DITINJAU DARI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN

SKRIPSI TINGKAT KETERAMPILAN BERBICARA DITINJAU DARI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN

(KODE : PG-PAUD-0071) : SKRIPSI TINGKAT KETERAMPILAN BERBICARA DITINJAU DARI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi pada anak secara fungsional. Perkembangan anak meliputi beberapa aspek perkembangan. Salah satu aspek yang penting dalam perkembangan anak adalah perkembangan bahasa dimana perkembangan bahasa ini berkaitan dengan perkembangan lainnya (Halida, 2011 : 27).
Perkembangan bahasa memerlukan beberapa kemampuan, yaitu berbicara, menyimak, membaca, menulis, dan menggunakan bahasa isyarat. Keterampilan berbicara merupakan hal yang paling kodrati dilakukan oleh semua orang, termasuk anak-anak. Keterampilan berbicara selalu dibutuhkan setiap hari mulai kita bangun tidur hingga akan tidur kembali sebagai sarana untuk berkomunikasi.
Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Menurut Hurlock (1978 : 185) belajar berbicara mencakup tiga proses terpisah, tetapi saling berhubungan satu sama lain, yaitu mengucapkan kata, membangun kosakata, dan membentuk kalimat. Kegagalan menguasai salah satunya akan membahayakan keseluruhan pola bicara. Oleh karena itu, Peraturan Menteri No. 58 (2009 : 10) menyebutkan bahwa tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-<6 bahasa="" banyak="" berhitung="" berkomunikasi="" bunyi="" cerita="" dalam="" dan="" dengan="" diperdengarkan.="" dongeng="" gambar="" ide="" kalimat-predikat-keterangan="" kalimat="" kata-kata="" kata="" kelompok="" kompleks="" lain="" lebih="" lengkap="" lingkup="" lisan="" melanjutkan="" meliputi="" membaca="" memiliki="" mengekpresikan="" mengenal="" mengungkapkan="" menjawab="" menulis="" menyebutkan="" menyusun="" orang="" p="" pada="" perbendaharaan="" perkembangan="" persiapan="" pertanyaan="" pokok="" sama="" sebagian="" secara="" sederhana="" serta="" simbol-simbol="" struktur="" tahun="" telah="" untuk="" yang="">
Kemampuan berkomunikasi pada awal masa kanak-kanak masih dalam taraf rendah, sehingga masih banyak kosakata yang harus dikuasai untuk dapat berkomunikasi dengan baik (Hurlock, 1990 : 109). Hal ini dapat dilihat berdasarkan pengamatan di lapangan, masih terdapat anak yang belum mampu mengekspresikan ide pada orang lain. Sebagai contoh, pada saat guru meminta anak maju untuk menceritakan pengalaman anak, anak belum mampu menceritakan secara rinci. Permasalahan ini perlu diatasi melalui peningkatan kemampuan komunikasi pada anak yang dapat dilakukan melalui metode bermain.
Bermain dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) diartikan sebagai berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak). Bermain memiliki fungsi memberikan efek positif terhadap perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Montessori, sebagaimana dikutip oleh Sudono dalam buku "Manajemen PAUD" (Suyadi, 2011) bahwa ketika anak sedang bermain, anak akan menyerap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, anak yang bermain adalah anak yang menyerap berbagai hal baru di sekitarnya seperti kosakata. Pemilihan jenis permainan yang cocok sesuai dengan perkembangan anak menjadi penting agar pesan edukatif dari permainan dapat ditangkap anak dengan mudah dan menyenangkan. Jenis permainan yang dapat dipilih untuk mengembangkan keterampilan berbicara anak adalah bermain peran. Hal ini disebabkan pada saat anak memilih peran dan memainkan perannya, kosakata baru yang dimiliki anak bertambah (Arriyani & Wismiarti, 2010).
Metode bermain peran merupakan pembelajaran yang menyenangkan. Menurut buku Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2003 : 41) dalam Maghfiroh (2011) salah satu tujuan dari bermain peran adalah melatih anak berbicara dengan lancar. Berdasarkan pengamatan di lapangan pelaksanaan bermain peran belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari intensitas bermain peran yang masih rendah. Guru memberikan bermain peran hanya pada tema-tema tertentu. Salah satu tema yang biasa digunakan untuk bermain peran adalah tema profesi.
Dilihat dari jenisnya bermain peran terdiri dari bermain peran makro dan bermain peran mikro. Bermain peran makro adalah bermain yang sifatnya kerja sama lebih dari 2 orang bahkan lebih khususnya untuk anak usia taman kanak-kanak, sedangkan bermain mikro adalah awal bermain kerja sama dilakukan hanya 2 orang saja bahkan sendiri. Perbedaan konsep antara bermain peran makro dan bermain peran mikro akan memberikan perbedaan tingkat keterampilan berbicara pada anak.
Bermain peran makro dapat melatih kerja sama pada anak dalam kelompok. Dengan adanya kerja sama tersebut akan terjadi interaksi antara anak dengan teman mainnya sehingga dapat menambah kosakata yang dimiliki anak. Sedangkan pada bermain peran mikro dimana bermain peran ini merupakan awal bermain kerja sama, sehingga peluang anak untuk bekerjasama lebih sedikit. Hal ini disebabkan lawan main anak pada bermain peran mikro lebih sedikit dibandingkan pada bermain peran makro yang dilakukan secara berkelompok. Berdasarkan pertimbangan tersebut, tidak menutup kemungkinan penambahan kosakata melalui bermain peran mikro lebih sedikit.
Anak bertindak sebagai dalang dalam bermain peran mikro, sehingga anak merupakan otak penggerak yang menghidupkan alat main untuk memainkan suatu adegan, serta peran-peran dalam skenario main peran (Arriyani & Wismiarti, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pada bermain peran mikro anak dapat memainkan lebih dari satu peran. Sedangkan pada bermain peran makro anak hanya memainkan satu peran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan jika dilihat dari kerjasama yang terjadi, bermain peran makro memiliki peran yang lebih besar dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Sedangkan dilihat dari segi peran yang dimainkan, bermain peran mikro yang memiliki peran yang lebih besar dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Smilansky (1968) dalam Arriyani & Wismiarti (2010) mengungkapkan bahwa anak yang memiliki sedikit pengalaman main peran terlihat mendapatkan kesulitan dalam merangkai kegiatan dan percakapan mereka. Sejalan dengan Smilansky (1968), Levy, et.al. (1992) dalam Shim (2007) mengungkapkan adanya hubungan positif antara bermain pura-pura dengan peningkatan kemampuan bahasa pada anak usia taman kanak-kanak.
Metode bermain peran makro memiliki pengaruh yang baik terhadap kualitas bermain peran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shim (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kuantitas bermain peran adalah rendahnya keterlibatan teman sebaya, kemampuan bahasa anak, serta media yang digunakan. Sejalan dengan Shim, hasil penelitian yang dilakukan Fitriani (2010 : 89) di TK Lab. School UPI bahwa "Terdapat perbedaan secara signifikan antara kosakata bahasa Indonesia pada anak kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diterapkannya metode bermain peran (role play) makro."
Metode bermain peran makro untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada anak ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halida (2011) bahwa bermain peran makro merupakan metode yang tepat dalam menjembatani anak untuk lebih leluasa dalam berbicara. Hal ini disebabkan dalam melakonkan tokoh dari sebuah cerita, anak dituntut untuk melakukan percakapan dengan lawan mainnya. Hal yang sama diungkapkan oleh Yulia Siska (2011) yang membuktikan bahwa penerapan metode bermain peran makro cukup berhasil dilaksanakan karena bagi guru dan anak metode ini belum pernah digunakan dan sangat menarik. Dalam bermain peran makro ini, anak dapat terlibat aktif untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak melalui tokoh yang dipilih untuk diperankan.
Hasil penelitian lain diungkapkan oleh Andresen (2005) bahwa bermain peran makro sebagai bentuk tindakan pada ZPD, termasuk perkembangan bahasa dimana bahasa memegang peranan penting sebagai sarana pembentukan daya khayal anak. Dengan adanya komunikasi yang terjadi secara verbal dalam bermain, anak dapat bertukar ide mengenai maksud dari permainan.
Sejalan dengan pendapat Andresen (2005), hasil penelitian yang dilakukan oleh Bergen (2002) menunjukkan hubungan yang jelas antara keterampilan sosial dan kompetensi bahasa dengan tingginya kualitas daya khayal anak. Sehingga bermain peran makro dimana anak bermain dengan teman sebaya dapat membantu perkembangan bahasa anak. Hal yang sama diungkapkan oleh Anderson (2010) bahwa bermain peran makro dapat memperluas daya imajinasi anak dimana anak menggunakan kosakata baru untuk mengekspresikan cerita yang dimainkan. Anak dapat meningkatkan keterampilan berbicara dengan meniru anak yang lain maupun orang dewasa sebagai modelnya.
Berbeda dengan hasil penelitian mengenai bermain peran makro, hasil penelitian tentang pengaruh bermain peran mikro pada perkembangan bahasa sangat terbatas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li (2012) menunjukkan bahwa perkembangan bahasa anak dapat dikembangkan melalui pendekatan bermain peran di rumah dimana daya khayal anak secara individual dapat terlihat melalui bermain peran mikro. Hasil penelitian lain dikemukakan oleh Maryatun (2010) yang membuktikan bahwa pemanfaatan wayang damen dapat meningkatkan moral behavior pada anak melalui metode bermain peran mikro. Selain hasil penelitian dari Maryatun, penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2012) membuktikan bahwa secara umum keterampilan sosial anak meningkat dengan baik melalui metode bermain peran mikro.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lilis (2012) memperoleh hasil bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kompetensi dasar komunikasi menggunakan telepon. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa kelas XI AP 2 SMK N X. Hal ini menunjukkan bahwa bermain peran tidak hanya dapat diterapkan pada anak usia dini, namun dapat diterapkan juga pada anak usia sekolah menengah atas. Dengan demikian bermain peran merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk mendukung perkembangan bahasa.
Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak X Kota Y yang merupakan TK inti sebagai TK percontohan di kota Y. Dengan demikian berdasarkan hasil survey yang dilakukan, ketersediaan media pembelajaran sudah mencukupi, sedangkan pada TK non Pembina ketersediaan media kurang mencukupi terutama pada area drama.
Model pembelajaran di Taman Kanak-kanak X Kota Y masih menggunakan model area. Model area merupakan model pembelajaran dimana dalam satu hari membuka tiga area, sehingga intensitas bermain drama lebih rendah dibandingkan dengan intensitas bermain drama dengan menggunakan model pembelajaran sentra. Hal ini tidak seimbang dengan ketersediaan media pembelajaran pada area drama yang sudah mencukupi. Dengan demikian penerapan metode bermain drama dalam kegiatan pembelajaran belum maksimal. Jika ditinjau dari segi keterampilan berbicara, anak TK X memiliki keterampilan berbicara yang masih kurang. Hal ini dapat dilihat pada laporan perkembangan anak yang menunjukkan bahwa masih terdapat indikator-indikator pada aspek bahasa terutama pada lingkup perkembangan mengungkapkan bahasa yang belum tercapai dengan baik, diantaranya indikator menyebutkan nama orang tua, alamat rumah dengan lengkap; berkomunikasi dengan bahasanya sendiri (sesuai anak); serta bercerita tentang gambar yang disediakan dengan bahasa yang jelas. Oleh karena itu diperlukannya metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara anak. Hal ini dapat dilakukan karena TK X terbuka dengan saran dari pihak luar sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti melakukan penelitian di Taman Kanak-kanak X Kota Y.
Berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "TINGKAT KETERAMPILAN BERBICARA DITINJAU DARI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN". Dalam hal ini apakah ada perbedaan tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka dapat dirumuskan permasalahan adakah perbedaan tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan/institusi sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan pengalaman serta pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun.
b. Bagi pembaca
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai penelitian yang berkaitan dengan tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada anak usia 5-6 tahun.
b. Bagi guru
Dari hasil penelitian ini guru dapat : 
1) Mengetahui pentingnya metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada anak.
2) Menciptakan proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara melalui metode yang tepat bagi anak.
3) Meningkatkan intensitas pelaksanaan bermain peran dalam kegiatan pembelajaran.
c. Bagi Lembaga Taman Kanak-kanak (TK)
Hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar melalui metode yang tepat untuk anak usia 5-6 tahun.

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG MOTIVASI ORANGTUA MENGGUNAKAN PIJAT BAYI UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG MOTIVASI ORANGTUA MENGGUNAKAN PIJAT BAYI UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK

(KODE : PG-PAUD-0070) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG MOTIVASI ORANGTUA MENGGUNAKAN PIJAT BAYI UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dari Allah, anak juga menjadi buah hati orang tua, kehadiran seorang anak dapat membahagiakan dan menyenangkan setiap orang, apalagi bila melihat anak itu sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia. Setiap orang tua selalu mendambakan anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat jasmani maupun rohaninya.
Menjadikan anak yang sehat jasmani dan rohaninya, orang tua harus berupaya keras dan selalu memperhatikan pertumbuhannya, dengan memberikan asupan gizi yang baik, menjaga kesehatan tubuh anak dan melindungi dari penyakit, untuk sehat rohaninya orang tua dapat mendidik dan mengasuhnya dengan penuh cinta kasih.
Orang tua menjadi sangat khawatir apabila anak-anaknya sakit, sehingga dengan berbagai upaya dilakukan oleh orang tua agar anaknya sembuh dan menjadi sehat kembali. Diantaranya dengan pergi ke dokter praktek, rumah sakit ataupun puskesmas, selain itu orang tua juga memijatkan anak pada pemijat bayi sebagai alternatif untuk menjaga kesehatan anak.
Studi ini bermaksud mengungkap motivasi orang tua melakukan pijat bayi dan menggunakan jasa pijat bayi. Karena fenomena yang terjadi sampai sekarang, banyak para orang tua bahkan para ibu muda yang melakukan pijat bayi pada putra-putrinya atau menggunakan jasa pijat bayi yang dalam istilah jawa disebut "dadah", atau "ndadahke" (SA. Mangunsuwito dalam Kamus Lengkap Bahasa Jawa) yang artinya memijatkan atau meng-urut kan anak pada orang yang dianggap bisa dan biasa memijat anak bayi maupun balita yang disebut "dukun bayi". Orang tua yang bisa dan mampu memijat bayinya sendiri, melakukannya sendiri tanpa bantuan dukun pijat bayi.
Dari studi awal, peneliti mengajak dialog untuk mendapatkan informasi dari ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok orang tua anak didik pos pendidikan anak usia dini (Pos PAUD) X yang berada di Kelurahan X sebanyak lima belas orang, yang sebagian besar adalah ibu muda yang baru mempunyai anak satu atau dua anak. adapun ibu-ibu tersebut apabila putra-putrinya mengalami tidak enak badan, badannya panas, sering menangis dan gelisah dalam tidurnya maka ibu-ibu tersebut tidak ke dokter dulu namun membawa anaknya ke dukun bayi dulu untuk didadahke (diurut). Setelah anaknya diurut, ibu-ibu muda tersebut merasa tenang karena sang buah hati dapat tidur nyenyak, tidak sering menangis, mau makan dan badannya sudah tidak hangat atau panas lagi.
Hal demikian biasa dilakukan oleh ibu-ibu tersebut, namun tidak menutup kemungkinan ibu-ibu tersebut juga membawa anaknya untuk ke dokter. Apabila setelah dipijat belum ada perubahan, terutama bila suhu badan anak masih juga panas. Kebiasaan orang tua memijat bayinya atau memijatkan bayinya pada dukun pijat bayi, secara turun menurun masih banyak dilakukan oleh para orang tua ataupun keluarga yang mempunyai anak bayi maupun balita. Dengan alasan dan penyebab yang hampir sama.
Disamping itu juga memijat bayi ataupun memijatkan bayinya masih banyak dilakukan karena pijat bayi dapat mengatasi anak yang mengalami keseleo yang disebabkan karena bayi itu banyak gerak, dan kelelahan yang dialami bayi tersebut selama mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.
Kebiasaan pijat memijat ini sendiri dalam kehidupan masyarakat kita, sebenarnya merupakan tradisi yang sudah dikenal sejak lama. Melalui sentuhan pemijatan terhadap jaringan otot, peredaran darah dapat meningkat makin lancar, ataupun posisi otot dapat dipulihkan dan diperbaiki sehingga dapat meningkatkan fungsi-fungsi organ tubuh dengan sebaik-baiknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Hasri Ainun dan Utami Roesli (2008 : 3). Dengan demikian pijat bayi dapat membantu proses tumbuh kembang anak.
Sampai sekarang peneliti melihat masyarakat X yang masih meneruskan budaya dari orang tua terdahulu, yaitu menggunakan pijat bayi dan memijatkan bayinya. Pijat bayi dapat membantu menjaga kesehatan anak dan sebagai alternatif pengobatan dan penyembuhan apabila terjadi sakit ataupun ketidaknyamanan dalam tidur. Pada anak awalnya saat anak tampak gelisah, dan sering menangis, panas pada bagian tangan, kaki dan tengkuk bayi atau balita mereka.
Kota X sebagai kota besar tidak dapat lepas dari budaya atau tradisi "ndadahke" ini. Walaupun Kota X untuk bidang kesehatan sudah menjadi salah satu prioritas penanganan di Kota X yaitu penanganan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Secara umum kebijakan Pemerintah kota X di bidang kesehatan bertujuan untuk membangun, meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta untuk meningkatkan harapan hidup dan kualitas sumber daya manusia.
Fenomena di atas tidak berarti bahwa semua orang tua yang mempunyai balita selalu menggunakan jasa pijat bayi atau "ndadahke". Disebabkan karena beberapa alasan yang menurut mereka para orang tua logis dan masuk akal. Diantaranya adalah : 1) Tulang bayi masih lemah dan lunak, belum waktunya untuk dipijat, kasihan anaknya, 2) Ada pengalaman buruk yang terjadi pada anak yang sakit panas dipijat bisa menjadi lumpuh, 3) Biarkan saja tulang bayi tumbuh dan berkembang secara alami.
Namun kasus ini jarang terjadi dan kalaupun terjadi mungkin ada penyebab lain yang belum diketahui. Hal ini tidak menjadi prioritas peneliti karena alasan dan kasus yang muncul dari jasa pijat bayi ini relatif kecil dan tidak menyurutkan kebanyakan orang tua yang masih membutuhkan jasa pijat bayi.
Adapun konteks yang melatari penelitian ini dapat disebutkan sebagai berikut : a. Konteks budaya; b. Konteks layanan kesehatan; c. Konteks kesehatan yang koneksi atau kaitannya dengan tumbuh kembang anak.
Dengan demikian peneliti dapat menggambarkan dan menuliskan apa adanya lebih jauh tentang apa yang menjadi motivasi orang tua menggunakan pijat bayi atau jasa pijat bayi "ndadahke" dan mengapa pijat bayi masih diperlukan dan dibutuhkan serta bagaimana hubungan antara pijat bayi dengan tumbuh kembang anak.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas tentang menggunakan pijat bayi maka peneliti mengangkat judul penelitian : STUDI DESKRIPTIF TENTANG MOTIVASI ORANG TUA DALAM MENGGUNAKAN PIJAT BAYI UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK.

B. Rumusan Masalah
Fenomena orang tua yang melakukan pijat bayi "dadah" dan menggunakan jasa pijat bayi "ndadahke" adalah bukan hal yang baru. Sampai sekarang masih banyak orang tua yang melakukan serta membutuhkan pijat bayi dan menggunakan jasa pijat bayi pada orang yang disebut "dukun bayi". Karena dukun bayi tersebut dianggap mumpuni dan bisa memberikan pertolongan serta perlindungan baik secara fisik maupun psikis pada Balita.
Masalahnya apa yang menjadi motivasi orang tua menggunakan pijat bayi atau jasa pijat bayi "ndadahke" dan, mengapa pijat bayi masih diperlukan dan dibutuhkan serta bagaimana hubungan antara pijat bayi dengan tumbuh kembang anak. Berdasarkan dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 
1. Motivasi apakah yang mendorong orang tua menggunakan jasa pijat bayi, untuk tumbuh kembang anak ?
2. Apa manfaat pijat bayi menurut orang tua yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk : 
1. Mengetahui motivasi yang mendorong orang tua menggunakan jasa pijat bayi.
2. Mengetahui manfaat pijat bayi menurut orang tua, yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak.

D.. Manfaat Penelitian
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi pada orang tua dan praktisi pendidik anak usia dini serta para pemerhati anak, untuk membuktikan kebenaran teori tentang motivasi orang tua menggunakan pijat bayi dan hubungan pijat bayi dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, melalui teori dan pendapat para pakar yang terkait dengan temuan dari penelitian ini.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca maupun peneliti mengenai motivasi orang tua menggunakan jasa pijat bayi dan hubungan pijat bayi dengan perkembangan anak, yang dikaji dari sudut pandang praktisi pendidik anak usia dini sekaligus sebagai praktisi pijat bayi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan bagi para orang tua. Praktisi pendidik anak usia dini dan para pemerhati yang peduli dengan kesehatan balita. Penelitian ini dapat bermanfaat langsung bagi balita yang sangat membutuhkan perhatian terutama di bidang kesehatan, karena dengan membentuk balita yang sehat maka akan terbentuk pula generasi muda yang sehat pula.

SKRIPSI MODEL PENGASUHAN ANAK DI KEPALA KELUARGA WANITA PADA POSYANDU X

SKRIPSI MODEL PENGASUHAN ANAK DI KEPALA KELUARGA WANITA PADA POSYANDU X

(KODE : PG-PAUD-0069) : SKRIPSI MODEL PENGASUHAN ANAK DI KEPALA KELUARGA WANITA PADA POSYANDU X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak Usia Dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan dalam usia itu dikatakan sebagai "golden age" (usia emas) yaitu usia yang berharga dibanding usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dengan karakteristik yang khas, baik secara psikis, sosial dan moral. Maka orang tua harus benar-benar memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, karena orang tua merupakan figure bagi anak dalam keluarga. Teori sistem keluarga lebih menekankan bahwa keluarga sebagai sebuah sistem yang utuh, di dalamnya terdiri bagian-bagian struktur. Pola organisasi tiap anggota keluarga memainkan peran tertentu. Dalam keluarga, juga terjadi pola interaksi antara anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang sangat berpengaruh terhadap pola interaksi sosial anak. (Hurlock, 1978 : 38-39).
Keluarga merupakan agen utama sosialisasi, sekaligus sebagai microsystem yang membangun relasi anak dengan lingkungannya. Keluarga sebagai tempat sosialisasi dapat didefinisikan menurut term klasik. Definisi klasik (struktural-fungsional) tentang keluarga menurut sosiolog George Murdock adalah kelompok sosial yang bercirikan dengan adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan reproduksi. Keluarga terdiri dari dua orang dewasa dari jenis kelamin berbeda, setidaknya keduanya memelihara hubungan seksual yang disepakati secara sosial, dan ada satu atau lebih anak-anak yaitu anak kandung atau anak adopsi, dari hasil hubungan seksual secara dewasa.
Pada usia dini stimulasi yang diberikan kepada anak harus optimal karena berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak tersebut. Anak akan merasa bahagia bila didukung oleh kedua orang tua yang utuh dan tinggal dalam satu rumah menjadi keluarga yang bahagia. Ternyata banyak juga orang tua yang tidak memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Pola asuh keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan sosial dan perilaku anak. Jika dalam keluarga orang tua tidak bisa memperhatikan anak kemungkinan besar anak akan menjadi pribadi yang kurang baik. Sebaliknya jika orang tua memperhatikan perkembangan anak pasti anak akan berkembang sesuai dengan usianya.
Harapan orang tua single parent belum sepenuhnya sesuai dengan kenyataan yang dihadapi meski mereka mengaku sangat menyayangi anaknya karena mereka sendirilah yang mendidik dan mengasuh anak-anak tersebut tanpa bantuan orang lain. Kekurangan dan kelemahan yang dimiliki oleh orang tua single parent sangat banyak sehingga belum maksimal dalam mendidik anaknya. Ikatan batin orangtua single parent sangat kuat dengan anak-anaknya dibandingkan dengan orangtua pada umumnya dengan anak-anak mereka. Para orangtua single parent mendidik dan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang lebih daripada orangtua pada umumnya. Sebagai orang tua yang hanya seorang diri mengasuh anaknya, kedekatan psikologis dengan anaknya sangat mempengaruhi pola hubungan mereka. Hal inilah yang biasanya kurang diperhatikan oleh orangtua karir yang mempekerjakan seseorang untuk menjadi pengasuh anak-anaknya ketika mereka sedang pergi bekerja. Pola pengasuhan yang dilakukan dalam keluarga single parent adalah pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting). Hal-hal yang diajarkan orangtua single parent kepada anak menyangkut kehidupan sehari-hari, antara lain masalah (1) sopan santun, (2) kedisiplinan, (3) pekerjaan sehari-hari, (4) penanaman nilai-nilai keagamaan. (http://henywulandari.blogspot.com/urgensi-penddikan-anak-usia-dini).
Perbedaan pola pengasuhan antara ayah single parent dengan ibu single parent adalah dalam hal pengajaran, ayah single parent kurang sabar dan kurang telaten, sedangkan ibu single parent lebih sabar dan lebih telaten dalam hal pengajaran. Mengenai hukuman dan penghargaan juga berbeda, ayah single parent memberikan hukuman berat, tetapi ibu single parent lebih ringan hukumannya meskipun tujuannya sama yaitu agar anak menjadi disiplin dan bertanggung jawab. Penghargaan yang diberikan pun juga berbeda pula. Bagi ayah single parent, penghargaan yang diberikan sering berupa barang, sedangkan pujian jarang sekali. Berbeda dengan ibu single parent, mereka lebih sering memberikan penghargaan berupa pujian meskipun kadang juga berupa barang. Disamping itu, dalam melakukan pembujukan pun juga berbeda, ayah single parent kurang sabar dalam melakukan pembujukan, sedangkan ibu single parent lebih sabar dan telaten dalam melakukan pembujukan.
Pola pengasuhan anak memiliki varian yang sangat beragam. Berbagai alternatif pola pengasuhan anak dalam implementasinya semestinya disesuaikan dengan kultur keluarga. Dengan demikian, pilihan atas model pengasuhan menjadi bergantung pada setting keluarga. Pola pengasuhan anak pada keluarga dengan kedua orangtua bekerja akan berbeda pada keluarga dengan istri hanya bertindak sebagai ibu rumah tangga. Pola pengasuhan anak harus diambil dengan pola positive parenting. (http://karambiabusuak.blogspot.com).
Keutuhan keluarga sangatlah penting bagi anak-anak yang dibesarkan dari keluarga tersebut. Berbeda halnya dengan anak-anak yang tinggal hanya dengan salah satu orang tuanya saja dan disebut dengan orang tua tunggal (single parent). Anak yang tinggal dengan orang tua tunggal akan berdampak pada perkembangan anak tersebut. Biasanya orang tua tunggal terjadi jika orang tua mengalami perceraian atau salah satu orang tua (ayah atau ibu) meninggal dunia. Sekarang banyak juga orang tua tunggal akibat dari pergaulan bebas dan hamil kemudian tidak ada suaminya itu juga bisa menjadi sebab terjadinya orang tua tunggal. Dengan kejadian itulah anak tinggal dan dibesarkan dengan salah satu orang tua.
Tidak mudah menjadi orang tua tunggal, selain harus membesarkan anaknya sendirian orang tua harus siap menerima resiko dari orang tua, keluarga dengan resiko dikucilkan untuk sementara bahkan selamanya. Belum lagi mejadi bahan pembicaraan oleh teman maupun tetangga. Untuk menjalani ini semua mereka harus memiliki kekuatan hati dan day a juang yang tinggi. Mereka harus berperan ganda selain mencari nafkah mereka juga harus mendidik dan membesarkan anak-anaknya seorang diri, dan bagaimana harus bisa mengatur waktu buat dirinya sendiri.
Di samping itu selain mendidik dan membesarkan anaknya seorang diri, mereka juga harus kehilangan masa mudanya seperti teman seumuran mereka yang belum mempunyai anak. Waktu mereka hanya dihabiskan untuk bekerja dan mengasuh anaknya. Kebanyakan dari mereka menjadi orang tua tunggal karena bercerai dengan suaminya dan mereka harus membesarkan anak seorang diri. Berpisah pun sang ayah tidak memberikan nafkah. Tidak mudah menjadi orang tua tunggal, mereka harus berjuang keras untuk mendidik dan membesarkan anaknya agar menjadi anak yang bisa dibanggakan orang tua.
Pengaruh orang tua tunggal pada anak yakni anak tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang optimal dari orang tuanya. Pengasuhan orang tua pun tidak maksimal pada anak, padahal anak usia dini perlu perhatian yang lebih dari orang tuanya. Pengasuhan yang kurang tepat akan berdampak pada perkembangannya pula, sebaiknya orang tua memberikan pengasuhan yang benar-benar dibutuhkan seorang anak untuk kebahagiaan di masa depannya.
Orang tua tunggal biasanya hidupnya masih bergantung pada orang tuanya. Terkadang untuk mengasuhnya diberikan kepada orang tuanya. Mereka biasanya hanya memikirkan bagaimana cara agar bisa mendapatkan nafkah untuk menghidupi anaknya. Terkadang anak lebih patuh sama nenek atau kakeknya daripada sama orang tuanya. Mereka mengasuh anaknya kalau sore hari atau sesudah pulang bekerja.
Dalam pengasuhan orang tua juga harus mengetahui kesehatan dan gizi anaknya. Untuk mengetahui kesehatan dan gizinya orang tua biasanya membawa anaknya ke Posyandu terdekat di desanya khususnya Desa X. Desa X yang terdiri dari 2 Dusun mempunyai tekad yang kuat untuk memajukan masyarakat dengan cara pembangunan fisik dan nonfisik secara swadaya. Demikian juga dengan pembangunan di bidang kesehatan, untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang baik serta masyarakat yang peduli dan tanggap terhadap kesehatan maka telah dikembangkan program Desa Sehat Mandiri (DSM). Dengan pengembangan DSM di Desa X telah terbentuk organisasi kesehatan desa yaitu Forum Kesehatan Desa (FKD).
Posyandu Desa X bukan hanya untuk balita saja tetapi juga untuk kesehatan lansia (lanjut usia). Posyandu di X terbentuk pada tahun 1987 dengan bimbingan dan arahan dari Dinas/Instansi terkait yang tergabung dalam Pokjanal Posyandu baik di tingkat Desa, Kecamatan maupun Kabupaten. Desa X mempunyai 5 posko posyandu yang masing-masing di setiap RT ada posyandu. Masing-masing pos ada pengurusnya yang mengurusi semua masalah posyandu. Posyandu dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Selain itu ada penyuluhan kesehatan dari Dinas Kesehatan (Puskesmas) Desa X.
Harapan orangtua single parent terhadap anaknya sangat besar, sehingga tujuan dari apa yang dilakukan oleh orangtua single parent hanya untuk kesehatan, gizi, dan kebahagiaan anak-anaknya.
Pada kenyataan yang ada masyarakat pedesaan khususnya pada masyarakat petani padi yang hanya memiliki pendapatan tidak lebih dari untuk kebutuhan pokoknya saja, sehingga untuk biaya pendidikan anaknya perlu pertimbangan yang matang. Mungkin bagi petani yang hanya memiliki areal tanah kecil atau sebagai buruh tani, hanya mampu menyekolahkan anaknya pada sekolah yang relatif murah atau bahkan petani tersebut tidak sanggup untuk menyekolahkan anaknya. Sementara bagi petani padi yang memiliki areal tanah luas, lebih mudah untuk menyekolahkan anaknya dimanapun sang anak memintanya. Bahkan petani tersebut mampu untuk melanjutkan sekolah anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Lain hal pula dengan orang tua yang bekerja sebagai buruh. Mereka mengandalkan penghasilan setiap satu bulan sekali atau satu minggu sekali. Sebagian besar yang orang tuanya bekerja sebagai buruh anaknya mereka titipkan pada kakek atau neneknya. Meski hanya sebagai buruh orang tua menginginkan anaknya mendapat pendidikan yang layak. Biasanya anaknya disekolahkan di sekolah yang dekat dengan rumahnya supaya bisa mengontrol. Dan orang tua harus bisa membagi penghasilannya untuk kebutuhan dan untuk pendidikan anaknya. Orang tua hanya bisa berharap agar bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui "Model Pengasuhan Anak Di Kepala Keluarga Wanita Pada Posyandu Desa X".

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model-model pengasuhan anak bagi kepala keluarga wanita di Desa X ?
2. Bagaimana perbedaan model pengasuhan antara kepala keluarga sebagai buruh pabrik dan buruh tani ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan model pengasuhan anak bagi keluarga wanita di Desa X
2. Membedakan model pengasuhan antara kepala keluarga sebagai buruh pabrik dan sebagai petani

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan tulisan ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan tentang model-model pengasuhan anak bagi kepala keluarga wanita yang tanpa suami dan dapat mengetahui perbedaan model pengasuhan antara kepala keluarga sebagai buruh pabrik dan sebagai petani.
2. Manfaat Praktis
a. Orang tua, lebih memperhatikan perkembangan anaknya dan dapat memilih pola pengasuhan yang tepat buat anaknya.
b. Pengajar, dapat lebih memahami sikap dan perilaku yang timbul pada anak didiknya akibat pengasuhan orang tua tunggal, sehingga perkembangan anak didik dapat optimal tanpa gangguan.