Search This Blog

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG KINERJA GURU TK YANG TELAH MENDAPATKAN SERTIFIKASI DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK, KEPRIBADIAN, PROFESIONAL DAN SOSIAL

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG KINERJA GURU TK YANG TELAH MENDAPATKAN SERTIFIKASI DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK, KEPRIBADIAN, PROFESIONAL DAN SOSIAL

(KODE : PG-PAUD-0059) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG KINERJA GURU TK YANG TELAH MENDAPATKAN SERTIFIKASI DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK, KEPRIBADIAN, PROFESIONAL DAN SOSIAL



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru tidak hanya diwajibkan memiliki kualifikasi akademik, tetapi juga kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi professional. Sertifikasi menjadi terobosan untuk mendongkrak mutu pendidikan dan kesejahteraan guru.
Survei yang dilaksanakan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi terhadap kinerja guru menyatakan bahwa kinerja guru yang sudah lolos sertifikasi belum memuaskan. Hal ini terlihat pada guru TK Kabupaten X yang telah mendapatkan sertifikasi bekerja dengan pola lama.
Guru TK di Kabupaten X yang telah lolos sertifikasi rentang waktu 2007 sampai dengan 2010 sebanyak 17 orang. Dari sekian guru yang telah tersertifikasi ternyata masih ada guru yang belum melaksanakan pekerjaan dengan professional. Hal ini terlihat (dari hasil pengamatan dan diskusi kecil dengan rekan-rekan guru) masih ada guru yang sering terlambat dalam menunaikan kewajibannya. Begitu juga dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah masih banyak guru yang asal-asalan dalam membimbing dan mengarahkan para siswanya. Pembelajaran pun masih monoton dan tidak kreatif.
Hasil survei itu memperkuat dugaan sebagian masyarakat bahwa program ini bisa berkecenderungan menjadi "proyek" formalitas. Sertifikasi guru yang berdampak pada kenaikan tunjangan ternyata belum berkorelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan dan guru. Sertifikasi yang bertujuan untuk standarisasi kualitas guru berubah menjadi ajang mendapatkan kenaikan tunjangan semata, sekedar formalitas dengan menunjukkan portofolio yang mereka dapat dengan cara cepat.
Motivasi kerja yang tinggi justru ditunjukkan guru-guru di berbagai jenjang pendidikan yang belum lolos sertifikasi. Harapan mereka adalah segera lolos sertifikasi berikut memperoleh uang tunjangan profesi (http://suaraguru.wordpress.com). Hasil survei tersebut memperkuat dugaan sebagian besar masyarakat yang menyebut "proyek" program sertifikasi guru itu sekadar formalitas. Para guru yang belum tersertifikasi terlihat bekerja keras (dengan berbagai cara sampai pada cara-cara instan) demi mendapatkan sertifikasi guru. Lebih dari itu, tujuan lainnya adalah memperoleh tunjangan profesi yang jumlahnya lumayan besar.
Kerja keras guru tersebut ternyata hanya berlaku saat akan mengikuti sertifikasi. Tapi, pasca sertifikasi, kemampuan dan kualitas guru sama saja. Dengan kata lain, ada atau tanpa sertifikasi, kondisi dan kemampuan guru sami mawon atau sama saja. Tidak ada perubahan dan peningkatan signifikan pada kualitas diri dan pembelajaran di sekolah. Mengapa itu terjadi ?
Jika merujuk pedoman yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sertifikasi merupakan upaya peningkatan kualitas guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan mereka. Diharapkan, program itu meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi (TP) sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan itu berlaku bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun yang bukan atau non-PNS.
Namun, ada beberapa catatan kritis yang perlu terus dikemukakan sebagai pengingat. Pertama, sertifikasi berpotensi menjadi komersialisasi sertifikat. Para guru hanya berorientasi pada selembar sertifikat/portofolio. Bahkan, para guru berani membayar berapa pun untuk ikut kegiatan seminar atau workshop pendidikan, meski hasilnya tak sesuai dengan harapan. Tujuan asasi sertifikasi, yakni meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, akhirnya memudar.
Kedua, bermunculan berbagai lembaga penyedia jasa seminar atau workshop awu-awu. Mereka mencari para guru yang "gila" akan sertifikat sebagai lampiran dalam portofolio. Bahkan, tidak sedikit lembaga penyedia sertifikasi instan yang memanfaatkan antusiasme guru yang berorientasi pada selembar sertifikat. Tapi, kegiatan riil nya tidak jelas. Makelar-makelar pendidikan pun tumbuh subur di tengah kebutuhan para guru mendapatkan sertifikat atau portofolio. Kegiatan yang dilakukan penyedia jasa tersebut hanya formalitas, bahkan berorientasi materi. Bagi penyelenggara, yang penting dapat memberikan sertifikat yang dibutuhkan para guru.
Ketiga, selama ini sertifikasi guru hanya didominasi dan dimonopoli guru PNS. Sedangkan guru swasta cenderung dianaktirikan. Seharusnya, pemerintah bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam kebijakan sertifikasi. Guru swasta mempunyai hak sama untuk mendapatkan sertifikasi guna meningkatkan kualitas dan kompetensi, juga tunjangan.
Keempat, ternyata kebijakan sertifikasi bagi guru cenderung berorientasi pada harapan kenaikan tunjangan, bahkan sekadar formalitas yang ditunjukkan dengan sebuah portofolio. Kadang portofolio itu juga bermasalah dalam pengajuannya (manipulasi dan instanisasi). Portofolio bisa saja dipermainkan oleh guru yang hanya mengejar kenaikan tunjangan. Dengan begitu, tujuan awal sertifikasi, yaitu menghasilkan standardisasi dan kualifikasi guru yang kapabel dan kredibel, pudar. Penilaian terhadap kualitas dan kompetensi guru yang diwujudkan dalam portofolio tersebut berpotensi subjektif.
Kelima, sertifikasi guru yang berdampak pada kenaikan tunjangan ternyata belum berkorelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan dan guru. Sertifikasi yang bertujuan standardisasi kualitas guru berubah menjadi ajang mendapatkan kenaikan tunjangan saja. Sudah beberapa kali gaji tunjangan guru dinaikkan, tapi hasil dan kinerja mereka masih rendah saja. Uang miliaran rupiah yang dikeluarkan untuk program sertifikasi itu bisa sia-sia karena tak berbekas pada peningkatan kualitas pendidik dan pengajaran.
Berdasar data Depdiknas, sampai 2010 sudah ada sekitar 400.450 guru yang masuk program sertifikasi. Di antara jumlah tersebut, yang sudah dinyatakan lulus 361.460 guru. TP tidak serta-merta bisa dimiliki semua guru. Meski, pemberian TP tidak dihentikan -dalam hal ini Depdiknas berencana tetap mengevaluasi secara ketat program tersebut. Tahun ini Depdiknas bakal mengeluarkan standar operasional prosedur (SOP) yang digunakan untuk memantau kinerja guru seiring dengan dilaksanakannya sertifikasi (http://suaraguru.wordpress.com).
Dalam implementasinya, dinas pendidikan kabupaten/kota bertanggung jawab penuh dan akan langsung memantau kinerja peserta sertifikasi. Jika memang guru tak memenuhi kewajiban, TP bisa dihentikan. Selain itu, bila dalam pemantauan guru tersertifikasi memiliki kinerja rendah, tidak tertutup kemungkinan TP-nya dihentikan. Dengan kata lain, TP bakal terus diberikan kepada guru tersertifikasi dengan kinerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Sekjen Depdiknas Dodi Nandika, nanti TP diberikan berdasar kinerja (http://suaraguru.wordpress.com).
Akhirnya, dinas pendidikan didorong untuk memperbaiki dengan lebih maksimal agar program sertifikasi mampu melahirkan kualitas dan profesionalitas guru yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan, tak sekadar guru memperoleh tunjangan materi.
Kebijakan dan program sertifikasi guru itu perlu diawasi lebih ketat agar tidak menjadi formalisme atau sekadar ajang mendapatkan TP. Apalagi, terjadi manipulasi dokumen ataupun portofolio. Karena itu, para guru yang telah mendapatkan sertifikasi perlu dipantau terus-menerus, apakah memiliki kapasitas dan kompetensi yang sebenarnya dalam mengajar. Yang lebih penting lagi adalah peningkatan nilai produktivitas guru dalam mengajar dan berkarya sehingga sertifikasi benar-benar berdampak pada peningkatan kualitas guru dan pendidikan (http://suaraguru.wordpress.com).
Ada satu hal yang mungkin terabaikan-untuk tidak mengatakan terlupakan-pasca sertifikasi. Entah disadari atau tidak yang jelas bahwa proses ini sangat penting untuk keberlanjutan dan keberlangsungan profesionalitas masing-masing guru. Proses itu bernama evaluasi kinerja pasca guru disertifikasi.
Penulis menganggap bahwa sertifikasi bukanlah akhir dari pencapaian tertinggi seorang guru dalam pengajarannya. Ia hanyalah sarana bagi guru agar senantiasa secara konsisten menjaga dan meningkatkan kecakapan seorang pendidik, dan pemerintah memberi maslahat tambahan berupa penghasilan di atas rata-rata.
Bolehlah ini disebut penghargaan atas jasa-jasa seorang guru, namun itu saja tidak cukup karena jika kita kembali pada konsep awal mengenai sertifikasi, kita mesti tahu bahwa hal ini dimaksudkan agar guru bisa tenang dan profesional dalam proses transfer of knowledge dan pemahaman moralitas bagi anak-anak didiknya. Karena boleh jadi, bagi sebagian guru, sertifikasi adalah garis finis sehingga tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas personal masing-masing guru setelahnya.
Sertifikasi bukan hadiah, ia adalah penghargaan atas integritas kedirian seorang pendidik, dan ada tanggung jawab moral untuk memacu diri pasca sertifikasi. Sebagai penutup ada baiknya dicamkan perkataan Vina Barr, seorang guru teladan di Florida yang berucap "Kami bukan hanya guru, kami adalah seniman pendidikan, kami melukis pikiran orang-orang muda" (http://edukasi.kompasiana.com).
Dari berbagai uraian diatas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian, untuk mengetahui kompetensi kinerja guru TK yang telah mendapatkan sertifikasi di Kabupaten X, khususnya pada proses kegiatan belajar mengajar.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 
1. Masih terdapatnya persoalan dimana kinerja guru yang telah mendapatkan sertifikasi dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, serta kinerja guru dalam disiplin tugas belum optimal.
2. Rendahnya kinerja yang dimiliki para guru yang telah mendapatkan sertifikasi sehingga loyalitas kerja guru kurang memuaskan. 

C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu luas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Untuk itu penulis membatasi masalah pada kinerja guru ditinjau dari kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi sosial.

D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, penulis menganggap perlu adanya perumusan masalah agar pembahasannya terarah dan tidak meluas. Dengan demikian perumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Kinerja Guru TK Di Kabupaten X yang telah tersertifikasi ?
2. Bagaimana Kompetensi Guru TK Di Kabupaten X yang telah tersertifikasi ?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja guru TK yang telah mendapatkan ditinjau dari kompetensi di Kabupaten X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana kinerja guru TK yang telah tersertifikasi di Kabupaten X. Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 
1. Universitas Negeri X, khususnya program Sarjana, Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru PAUD sebagai wujud pelaksanaan dari salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
2. Sebagai langkah terapan dari ilmu yang diperoleh peneliti dari bangku kuliah, untuk dijadikan masukan dalam menyelesaikan skripsi. 
3. Pemerintah, hasil penelitian ini akan memberikan masukan pada pemerintah untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas kebijakannya.
4. Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan, sehingga dapat membantu guru dalam melangsungkan pelaksanaan kebijakan sertifikasi.

SKRIPSI PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JAWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI TK

SKRIPSI PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JAWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI TK

(KODE : PG-PAUD-0058) : SKRIPSI PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JAWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI TK


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan zaman modern saat ini dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Bahasa juga memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial
Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu masalah yang menuntut perhatian banyak pihak, karena pendidikan memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Peningkatan mutu pendidikan sangat tergantung kepada kualitas guru dan praktik pembelajarannya.
Peningkatan kualitas pembelajaran dipengaruhi banyak faktor diantaranya faktor guru dan faktor siswa. Dalam pembelajaran guru memegang peranan utama karena materi pembelajaran dapat diterima, dipahami dengan mudah oleh siswa, jika guru dalam menyampaikan materi pelajaran menggunakan teknik-teknik pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
Proses pembelajaran guru memilih dan menggunakan beberapa teknik-teknik pembelajaran. Pemilihan teknik-teknik pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah siswa, fasilitas, kondisi lingkungan siswa, tingkat kemampuan yang dimiliki siswa, serta hal-hal yang berkaitan dengan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi. Komunikasi tersebut tentunya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap karya sastra Indonesia.
Pemerolehan dan kompetensi bahasa yang meliputi tataran fonologis (bunyi), morfologis (kata), sintaksis (kalimat), dan semantis (makna) harus diintegrasikan ke dalam proses kegiatan belajar mengajar. Permainan-permainan yang disesuaikan dengan tataran kebahasaan tersebut. Permainan true or false misalnya digunakan untuk melatih tataran sintaksis, card sort untuk tataran semantis, dan lain-lain. Seperti pemerolehan pengetahuan yang lain, pemerolehan bahasa pun sebaiknya dilakukan bertahap dari tataran fonologis kemudian meningkat sampai ke tataran semantis, karena secara kognitif, manusia (dalam hal ini khususnya anak) mempelajari dan memproduksi bahasa dari bunyi yang dia dengar kemudian ditiru dan diucapkan, kemudian membentuk kata, menyusun kata menjadi kalimat, berlanjut menuju memaknai kata atau kalimat. Kompetensi mendengar, berbicara, membaca, dan menulis harus terintegrasi dalam pengajaran bahasa.
Pengajaran bahasa merupakan salah satu bentuk pengajaran yang memiliki cara yang berbeda dalam metode pengajarannya dibandingkan dengan bidang-bidang yang lain. Bahasa sebagaimana kita ketahui didapatkan oleh seseorang melalui dua hal, yaitu melalui perolehan dan melalui pembelajaran. Didapatkan melalui perolehan di sini artinya yakni di mana seseorang untuk pertama kalinya memperoleh bahasa (masih murni, belum memiliki bahasa) dalam penjelasan hal ini yang dimaksud yakni anak usia dini. Sistem kehidupan inilah yang menyerap semua aspek-aspek tentang bahasa pertamanya dari orang tua, keluarga dan lingkungan sekitarnya tanpa harus belajar.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya bertujuan membekali peserta didik kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis. Perubahan atau pergantian kurikulum selalu menimbulkan masalah dan kebingungan bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, terutama guru. Apa pun kurikulumnya, guru bahasa Indonesia harus tetap berpegang pada tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Guru perlu terus berusaha meningkatkan kemampuannya dan terus belajar untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik
Agar dapat berkomunikasi secara baik, seseorang perlu belajar cara berbahasa yang baik dan benar. Hal tersebut akan lebih baik jika diajarkan sejak dini dan berkesinambungan. Setiap peserta didik dituntut untuk mampu menguasai bahasa yang mereka pelajari terutama bahasa resmi yang digunakan oleh negara yang ditempati peserta didik serta bahasa daerah sebagai keragaman lokal adat istiadat nasional sebagai dasar untuk berkomunikasi anak usia dini.
Selanjutnya menilik keberadaan bahasa daerah merupakan salah satu kebanggaan Bangsa Indonesia yang menunjukkan keanekaragaman budayanya. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia yang keberadaannya ikut mewarnai keragaman budaya bangsa Indonesia. Sebagai orang Jawa yang lahir dan besar di Jawa, sudah menjadi kewajiban kita untuk melestarikan bahasa Jawa. Menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan sesama pengguna bahasa Jawa adalah salah satu cara untuk melestarikan bahasa Jawa. Akan tetapi, ironisnya sekarang ini pengguna sekaligus pemilik bahasa Jawa sudah enggan menggunakannya, bahkan sudah ada yang mulai meninggalkannya.
Faktor yang paling dominan dari hal tersebut adalah kurangnya pendidikan berbahasa Jawa dengan baik di lingkungan keluarga. Orang tua tidak memperhatikan bahwa kurangnya pendidikan dalam keluarga akan mengakibatkan anak-anak tidak dapat menggunakan bahasa Jawa dengan benar, yang akhirnya kaum muda jika berkomunikasi dengan orang tua menggunakan bahasa Indonesia atau dengan bahasa Jawa yang sudah "rusak" (Widada 1993 : 37). Faktor lain adalah lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung mereka untuk selalu menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam mereka berkomunikasi. Yang kedua secara tidak kita sadari tingkat mobilitas penduduk yang semakin tinggi juga berpengaruh. Berpindahnya orang-orang kota ke wilayah pedesaan serta banyak dibangunnya perumahan di dekat atau di daerah pedesaan sehingga banyak pendatang yang latar belakangnya bukan orang Jawa juga berpengaruh terhadap menurunnya intensitas pemakaian bahasa Jawa. Pergaulan kita dengan orang yang tidak bisa berbahasa Jawa mau tidak mau memaksa kita untuk menyesuaikan dengan mereka dalam kita berkomunikasi.
Dimana TK X dan TK Y terletak di daerah pedukuhan dan memiliki basic bahasa yang digunakan adalah lebih banyak menggunakan bahasa ibu/bahasa Jawa sehari-hari, hal ini tentunya akan berefek pada proses pembelajaran di awal tahun pelajaran ketika anak bersekolah.
Hal yang menarik dari persoalan kebahasaan tersebut adalah dua bahasa yang memungkinkan digunakan/dipraktekkan sekaligus dalam proses pendidikan atau pembelajaran, terutama pada anak usia dini, sebab pada awal tahun pelajaran anak yang masuk di TK X dan TK Y masih ada yang menggunakan bahasa ibu/bahasa Jawa, ada yang menggunakan bahasa campuran, ada juga yang menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga akan memunculkan variasi penggunaan bahasa dalam fenomena di lapangan, di awal tahun pelajaran : 1. Berkomunikasi bahasa jawa daerah di mana pemakai tinggal yang di gunakan sebagai alat komunikasi dengan ciri bahasa tertentu. 2. Bahasa Indonesia di gunakan sebagai bahasa pengantar awal dalam proses pembelajaran yang masih harus di gabungkan dengan bahasa jawa. 

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas peneliti berkeinginan melaksanakan penelitian yang berjudul "Penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa Dalam Proses Pembelajaran di TK”. Maka rumusannya adalah bagaimanakah guru menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sebagai pengantar pembelajaran di TK ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan ungkapan-ungkapan kata atau kalimat yang di gunakan guru sebagai pengantar bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sebagai pengantar dalam proses pembelajaran di TK X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang Bagaimanakah guru menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa sebagai pengantar pembelajaran di TK X, dominasi antara bahasa Indonesia atau bahasa Jawa yang digunakan guru sebagai bahan pengantar pembelajaran, hambatan yang dialami guru dalam menggunakan bahasa Indonesia bahasa Jawa sebagai bahan pengantar pembelajaran secara khusus maupun pelaku pendidikan Indonesia secara umum, sehingga nantinya dengan hasil penelitian ini diharapkan ada wacana baru pada diskursus mengenai fenomena penggunaan bahasa sebagai penguasaan bahasa dasar anak dalam pembelajaran dan juga diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu-ilmu pendidikan baik di tingkat akademis maupun di tingkat praktis. 
2. Kegunaan Terapan
Penelitian ini diharapkan akan berguna untuk memberikan gambaran dan masukan bagi pelaku pendidikan secara khusus dan juga bagi para pemerhati realitas pendidikan yang ada, agar ke depan wacana internalisasi pendidikan dalam ranah pola-pola pembelajaran bahasa dapat diejawantahkan pada sisi praktis pendidikan.

SKRIPSI STUDI KORELASI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN KESEJAHTERAAN TERHADAP KINERJA GURU TK

SKRIPSI STUDI KORELASI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN KESEJAHTERAAN TERHADAP KINERJA GURU TK

(KODE : PG-PAUD-0057) : SKRIPSI STUDI KORELASI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN KESEJAHTERAAN TERHADAP KINERJA GURU TK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus selalu diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Sumber daya manusia perlu dikembangkan secara terus menerus agar diperoleh sumber daya manusia yang bermutu dalam arti sebenarnya yaitu pekerjaan yang dilaksanakan akan menghasilkan sesuatu yang dikehendaki. Bermutu bukan hanya pandai saja tetapi juga memenuhi syarat kualitatif yang dituntut dari pekerjaan sehingga pekerjaan benar-benar dapat diselesaikan sesuai rencana.
Adanya usaha peningkatan pembangunan, maka masalah penyiapan tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dalam bidang ilmu. pengetahuan dan teknologi mutlak diperlukan. Di pihak lain sangat disadari permasalahan ketenagakerjaan kita masih dianggap memiliki mutu yang rendah.
Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya ada pada faktor guru. Analisis terakhir menunjukkan bahwa "guru tetap merupakan faktor kunci yang paling menentukan, karena proses kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh pendidik dan peserta didik" (Falah Yunus, 2005 : 3). Hal ini mencerminkan betapa pentingnya peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan, bahwa faktor utama yang menjamin sekolah lebih adalah apabila sekolah tersebut memiliki guru-guru yang baik, karena itu harapan untuk memiliki sekolah yang baik dalam arti berkualitas tinggi harus didahului dengan pembinaan terhadap gurunya.
Kualifikasi guru yang diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan adalah mereka yang mampu dan siap berperan secara profesional dalam dua lingkungan besar yaitu sekolah dan masyarakat. Hal ini memberi arti bahwa guru yang profesional adalah guru yang mampu menunjukkan performansi mengajar yang tinggi dalam tugasnya, dan berinteraksi dengan anak didik, kepala sekolah, sesama guru, staf administrasi sekolah, dan masyarakat di luar sekolah. Di samping itu guru yang profesional juga diharapkan mampu berkomunikasi dengan orang tua anak didik, masyarakat sekitarnya, dan organisasi atau institusi terkait dengan lembaga pendidikan. Untuk dapat menghasilkan guru-guru yang performansi nya bagus, maka guru-guru harus memiliki kemampuan dalam bahan pelajaran, profesi, penyesuaian diri, sikap-sikap nilai dan kepribadian. Menurut Undang-undang tentang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru yaitu : "1. kompetensi Pedagogik, 2. kompetensi kepribadian, 3. kompetensi profesional, dan 4. kompetensi sosial".
Kemampuan profesional adalah guru yang bertanggung jawab, mampu melaksanakan perannya, mampu bekerja untuk mencapai tujuan pendidikan dan mampu melaksanakan perannya dalam mengajar di kelas.
Studi tentang aspek pendidikan dan latihan guru, telah banyak dilakukan hal ini untuk membantu guru-guru baru mengembangkan kompetensinya ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, untuk mengetahui performansi guru dalam melaksanakan performansi nya adalah perlu. Bagi guru yang memiliki performansi mengajar yang kurang, sehingga menghasilkan siswa yang kurang bermutu, maka perlu ditanggulangi dengan upaya pengembangan staf atau pembinaan profesi guru. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar, pemerintah telah banyak melakukan upaya dengan jalan penataran, dan peningkatan pendidikan guru. 
Hal ini didasarkan pada program pengembangan pendidikan guru. Walaupun demikian masih banyak sorotan tentang rendahnya mutu guru. Sehingga dirasa perlu dilakukan upaya berkelanjutan (terus menerus) meningkatkan tingkat pendidikan para guru, diadakan kegiatan penataran, serta dapat memberikan motivasi para guru guna mendorong meningkatkan performansi mengajarnya. Sebagai seorang pengejawantah ilmu pengetahuan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini adalah tingkat pendidikan guru yang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran atau mutu pendidikan.
Prestasi kerja (kinerja) guru tidak cukup hanya dicapai dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, tetapi juga bisa karena faktor kesejahteraan guru yang bersangkutan. Jika hal tersebut terpenuhi, maka guru akan giat bekerja sehingga prestasi kerja (kinerja) dapat meningkat. Kinerja (prestasi kerja) guru TK di Kecamatan X tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya dapat memenuhi kebutuhan. Faktor kesejahteraan sebagai guru ikut mempengaruhi kinerja dalam pelaksanaan tugas di sekolah. Seorang guru yang sudah sejahtera akan lebih fokus dan totalitas dalam bekerja dibandingkan dengan guru yang belum sejahtera.
Di Kecamatan X terdapat guru Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 62 orang. Mereka mempunyai latar belakang pendidikan dan latar belakang ekonomi yang beragam. Dengan kondisi seperti itu secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja mereka. Hal ini terlihat antara lain : masih banyak guru TK yang mempunyai pekerjaan lain (entah sebagai pekerjaan sampingan atau utama) selain mengajar, jam berangkat mengajar mereka lebih banyak terlambat. Dalam hal manajemen kelas dan administrasi kelas mereka terkesan asalan-asalan atau apa adanya, dan tidak kreatif.
Semua orang perlu kesejahteraan, demikian pula guru yang keseharian bergumul dan terikat dengan waktu dan tempat. Sebutan mulia yang sudah tersandang di pundak masing-masing sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka bekerja keras tanpa membedakan si kaya dan si miskin, lelaki atau perempuan, anak pejabat atau bukan, yang jelas semua anak didik dibinanya agar menjadi anak yang cerdas, berkualitas dan bertanggungjawab. Dengan tanggungjawab moral yang dipercayakan oleh Negara kepada mereka sesuai dengan amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa guru bertanggung jawab untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kinerja (prestasi kerja) guru TK di Kecamatan X tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya dapat memenuhi kebutuhan. Faktor kesejahteraan sebagai guru ikut mempengaruhi kinerja dalam pelaksanaan tugas di sekolah. Seorang guru yang sudah sejahtera akan lebih fokus dan totalitas dalam bekerja dibandingkan dengan guru yang belum sejahtera.
Secara hirarki sejahtera tidak dapat diukur, sejahtera berarti terpenuhi kebutuhan lahir maupun batin, sandang, pangan, dan papan. Dahulu orang sudah dapat makan pagi dan malam dan rumah serta pakaian seadanya sudah boleh dikatakan sejahtera. Lain hal dengan sekarang, ukuran sejahtera sudah berubah polanya. Tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan, akan tetapi lebih dari itu.
Atas dasar uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang "Studi korelasi latar belakang pendidikan dan kesejahteraan terhadap kinerja guru TK" di Kecamatan X.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 
1. Masih terdapatnya guru TK yang belum mempunyai kualifikasi pendidikan yang disyaratkan sehingga kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, serta kinerja guru dalam disiplin tugas belum optimal.
2. Rendahnya tingkat kesejahteraan guru TK sehingga kinerja yang dimiliki para guru sehingga loyalitas kerja guru kurang memuaskan.
3. Masih banyak guru TK yang mempunyai pekerjaan lain selain menjadi guru TK. Apakah pekerjaan itu sebagai pekerjaan utama atau pekerjaan sampingan.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan di bawah ini.
1. Bagaimana latar belakang pendidikan guru TK di Kecamatan X ?
2. Bagaimana keadaan dan tingkat kesejahteraan guru TK di Kecamatan X ?
3. Pekerjaan sampingan apa saja yang dilakukan oleh guru untuk memenuhi kesejahteraannya ?
4. Bagaimana kinerja guru TK di Kecamatan X ditinjau dari latar belakang pendidikan dan kesejahteraan ?
5. Adakah hubungan latar belakang pendidikan dan kesejahteraan terhadap kinerja guru TK di Kecamatan X ?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan-tujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.
1. Latar belakang pendidikan guru TK di Kecamatan X.
2. Keadaan dan tingkat kesejahteraan guru TK di Kecamatan X.
3. Pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh guru untuk memenuhi kesejahteraannya.
4. Kinerja guru TK di Kecamatan X ditinjau dari latar belakang pendidikan dan kesejahteraan.
5. Hubungan latar belakang pendidikan dan tingkat kesejahteraan terhadap kinerja guru TK di Kecamatan X.

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALIFIKASI AKADEMIK GURU DENGAN POLA MANAJEMEN KESISWAAN DI TAMAN KANAK-KANAK

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALIFIKASI AKADEMIK GURU DENGAN POLA MANAJEMEN KESISWAAN DI TAMAN KANAK-KANAK

(KODE : PG-PAUD-0056) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALIFIKASI AKADEMIK GURU DENGAN POLA MANAJEMEN KESISWAAN DI TAMAN KANAK-KANAK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang bermutu merupakan salah satu dari indikator keberhasilan dalam pembangunan sumber daya manusia. Untuk mewujudkan hal tersebut guru memegang peran sangat strategis. Sebagai agen pembelajaran guru dituntut untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran dengan baik. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 4 mengisyaratkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pernyataan yang tertuang pada pasal tersebut membawa konsekuensi bahwa "setiap guru" (tanpa memandang tempat tugas) dituntut untuk dapat menyalurkan wawasan pengetahuan dan ilmunya kepada siswanya sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan jati dirinya masing-masing. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka diperlukan keahlian khusus agar para guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dan lancar sehingga tujuan pendidikan dapat segera tercapai. Ali (2005 : 629) menyebutkan keahlian yang dimiliki seseorang dengan istilah kualifikasi.
Kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu "keahlian atau kecakapan khusus". Kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan kualifikasi dapat dilihat dari segi derajat lulusannya.
Menurut Yasin (2006 : 78) untuk mengukur kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari pendidik. Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih.
Dari sudut pandang kualifikasi akademik, indikator kompetensi diukur berdasarkan sertifikat/ijazah yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan. Dalam kompetensi pedagogik tersebut dapat ditunjukkan secara fungsional, yaitu kemampuannya mengelola kegiatan pembelajaran. Keterangan ini mengandung arti bahwa kualifikasi pendidikan seorang guru harus berbanding lurus dengan kemampuannya mengelola kegiatan belajar dan pembelajaran.
Secara historis, peningkatan kualifikasi akademik guru di Indonesia dilakukan secara bertahap. Tahun 1950, persyaratan bagi guru Sekolah Dasar (SD) adalah berijazah Sekolah Guru B (SGB), yaitu jenjang pendidikan setara SLTP plus (empat tahun setelah SD), sedangkan bagi guru SMP (SLTP) dipersyaratkan berijazah Sekolah Guru A (SPG) yaitu jenjang pendidikan setara SLTA. Tahun 1960 persyaratan kualifikasi ini meningkat. Guru SD dipersyaratkan berijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG), yang setingkat dengan SLTA, sedangkan guru SMP dipersyaratkan berijazah Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLTP). Tahun 1989, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Mendikbud Nomor 0854/U/1989, persyaratan untuk guru SD ditingkatkan menjadi setara Diploma II, sementara itu tuntutan kualifikasi guru SLTP dan guru SLTA juga meningkat, meskipun peraturan resmi tidak ada.
Sedangkan Standar kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia secara tegas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 29 ayat 1 pada PP tersebut menyatakan bahwa Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau sarjana (S1), latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain atau psikologi, dan sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualifikasi pendidikan bagi guru tujuannya tidak hanya terbatas pada gelar kesarjanaannya saja, melainkan untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ilmu yang terdapat pada diri guru, sehingga yang bersangkutan dapat mengelola kelas dengan baik. Pengelolaan kelas yang baik meliputi manajemen siswa, kurikulum, dan sarana prasarana pendidikan. Hal demikian juga berlaku secara umum mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaannya terletak pada kebijakannya yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswanya.
Sebagaimana yang disebutkan di atas bahwa salah satu unsur yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola kelas adalah manajemen kesiswaan. Hal ini diketahui dari beberapa sub yang terdapat dalam manajemen kesiswaan yang berhubungan dengan pengelolaan kelas di antaranya adalah : pengelompokan siswa, catatan kehadiran siswa, mutasi siswa dan layanan khusus siswa. Khusus pada Taman Kanak-kanak, pola manajemen kesiswaan yang dilakukan berorientasi kepada perencanaan kesiswaan, pola penerimaan siswa baru, pengelompokan siswa, catatan kehadiran siswa, mutasi siswa dan layanan khusus siswa. Bafadal (2006 : 30) menyebutkan secara rinci tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk mengatur semua penyelesaian tugas-tugas yang berkenaan dengan siswa agar dapat berjalan dengan efektif, sehingga memperlancar pencapaian tujuan lembaga pendidikan.
Seperti diketahui bahwa pola manajemen kesiswaan yang diterapkan oleh para guru/kepala sekolah TK di Kecamatan X dapat dikatakan masih kurang baik. Kenyataan diketahui dari setiap kali diadakannya pertemuan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI), sebagian besar para guru/Kepala Sekolah TK masih belum mengoptimalkan penerapan manajemen kesiswaan seperti apa yang terdapat di dalam teori. Pola manajemen kesiswaan yang diterapkan lebih dititik beratkan pada unsur Penerimaan siswa baru, absen, pelayanan khusus (misalnya peningkatan gizi melalui kegiatan makan bersama), pengelolaan pembelajaran, pengelompokan siswa berdasarkan usia, dan menentukan kelulusan. Sementara itu pola manajemen kesiswaan yang lain sebagian besar belum tersentuh sama sekali. Seharusnya tidak demikian. Sebab melalui berbagai kegiatan hampir semua manajemen kesiswaan telah disosialisasikan kepada para guru TK di Kecamatan X.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua sudut pandang yang saling bertolak belakang antara harapan dan kenyataan. Harapannya melalui berbagai kebijakan yang tertuang melalui undang-undang dengan segala konsekuensinya termasuk sertifikasi guru, diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengelola dan melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Sebagian besar guru TK, khususnya di Kecamatan X kurang optimal dalam mengelola siswanya.

B. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan peneliti ungkap yaitu bagaimanakah hubungan antara kualifikasi guru dengan pola manajemen kesiswaan di Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualifikasi pendidikan guru dengan pola manajemen kesiswaan di Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini, maka manfaat penelitian ini antara lain : 
1. Bagi Guru
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola siswa Taman Kanak-kanak.
2. Bagi Siswa
Siswa akan mendapatkan pelayanan yang memadai seperti yang diharapkan dalam pola manajemen kesiswaan di Taman Kanak-kanak.

SKRIPSI KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR ANAK USIA DINI DI PAUD

SKRIPSI KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR ANAK USIA DINI DI PAUD

(KODE : PG-PAUD-0055) : SKRIPSI KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR ANAK USIA DINI DI PAUD



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernahkah kita bayangkan bahwa jumlah anak putus sekolah di Indonesia mencapai puluhan juta orang ? Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 kantor komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 mencapai 11,7 juta jiwa. Dan jumlah itu pasti akan bertambah.
Pendidikan memang begitu penting dalam kehidupan kita. Apalagi pendidikan anak di usia dini yang merupakan gerbang awal memasuki pendidikan. Para orang tua harus dibekali pengetahuan mengenai pendidikan ini yang dapat diikuti melalui program pemerintah yang ada di daerahnya masing-masing. Dengan adanya pendidikan anak usia dini ini maka orang tua akan menyadari bahwa pendidikan itu begitu penting dilaksanakan. Pendidikan juga merupakan investasi masa depan yang mampu merubah nasib manusia. Dengan pendidikan kita dapat mengejar segala cita-cita kita dibidang yang kita inginkan. Tanpa adanya pendidikan tentunya apa saja yang kita inginkan akan bagaikan mimpi yang tidak menjadi kenyataan.
Dengan latar belakang rendahnya pendidikan bangsa Indonesia maka pemerintah berinisiatif untuk melakukan program non formal sebelum usia enam tahun. Sebab menurut para ahli psikologi perkembangan usia 0-6 tahun adalah masa the golden age atau masa emas dalam tahapan perkembangan hidup manusia seutuhnya. Artinya jika anak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka potensi tumbuh kembang anak akan terbangun secara maksimal.
Gambaran diatas membuktikan bahwa pendidikan anak usia dini yang sedang digalakkan oleh pemerintah sangat penting diikuti oleh para warga masyarakat. Selain pendidikan ini tidak dipungut biaya, pendidikan ini merupakan peluang emas bagi masyarakat yang kurang mampu dalam hal finansial.
Mengingat pentingnya pendidikan pada anak usia dini, maka pemerintah memberikan perhatiannya melalui undang-undang pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun. 2008 tentang pendidikan anak usia dini pada pasal 1 ayat 14 bahwa : 
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 
Dalam Al-Qur'an pendidikan anak usia dini seperti contoh dalam surat al-Luqman ayat 14, yaitu sebagai berikut : 
Artinya : dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Salah satu yang mempengaruhi dalam proses belajar mengajar pada anak usia dini adalah guru yang merupakan faktor eksternal sebagai penunjang pencapaian hasil belajar yang optimal. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kreativitas guru dalam proses belajar mengajar. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah menumbuhkan kreativitas guru.
Kreativitas guru dalam proses belajar mengajar mempunyai peranan yang sangat penting sekali dalam mendidik peserta didik, karena pada zaman sekarang pandai saja tidak cukup, tetapi harus cerdas dalam mengembangkan keterampilan, kreativitas dan mencari bahan ajar yang betul-betul sesuai dengan peserta didik. Namun kenyataan yang ada di lokasi PAUD Roudhatul Jannah X dari hasil pengamatan peneliti anak-anak PAUD kurang berminat dalam belajar, terutama dalam mengenal simbol-simbol Agama Islam. Selain itu anak-anak juga sering bermain sendiri tanpa menghiraukan arahan dari guru, hal ini dikarenakan kurangnya kreativitas-kreativitas yang digunakan oleh guru sehingga banyak anak-anak yang kurang berminat dan termotivasi dalam belajar. 
Dengan adanya deskripsi tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang "Kreativitas Guru Dalam Mengajar Anak Usia Dini di PAUD Roudhotul Jannah X". Penelitian ini memang sangat perlu dilakukan guna untuk meningkatkan minat belajar anak dan juga untuk para guru agar lebih kreatif dalam membangkitkan minat belajar anak dengan menggunakan berbagai macam kreativitas dalam mengajar.

B. Rumusan Masalah
Agar penelitian dilaksanakan dapat terarah dan mencapai hasil yang diinginkan maka diperlukan rumusan masalah yang menjadi dasar dan acuan dalam pelaksanaan penelitian, adapun rumusan masalah ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana bentuk kreativitas guru dalam mengenalkan simbol-simbol agama Islam di PAUD Roudhotul Jannah X ? 
2. Apakah kreativitas guru dalam mengenalkan simbol-simbol agama Islam dapat meningkatkan minat belajar anak usia dini di PAUD Roudhotul Jannah X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkap sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian pada isi dan rumusan masalah dimana kita mampu menjabarkan lebih lanjut dari pemahaman yang hendak diteliti : 
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kreativitas guru dalam mengenalkan simbol-simbol agama Islam di PAUD Roudhotul Jannah X
2. Untuk mengetahui apakah kreativitas guru dalam mengenalkan simbol-simbol agama Islam dapat meningkatkan minat belajar anak usia dini di PAUD Roudhotul Jannah X. 

D. Manfaat Penelitian
Sebenarnya dengan adanya suatu tujuan yang ingin dicapai, maka tentunya penelitian ini bisa memberikan suatu manfaat bagi beberapa pihak, antara lain yaitu sebagai berikut : 
1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau referensi dan kajian untuk meningkatkan kreativitas guru dalam mengajar anak usia dini.
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Peneliti ini diharapkan dapat menjadi kontribusi positif mengenai kreativitas guru dalam mengajar anak usia dini agar dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau sebagai bahan masukan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan judul tersebut.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan secara praktis maupun teoritis mengenai kreativitas guru dalam mengajar anak usia dini PAUD.

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENYAJIAN PRESS RELEASE OLEH HUMAS DISKOMINFO PEMKOT TERHADAP KEPUASAAN PEROLEHAN INFORMASI BAGI WARTAWAN

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENYAJIAN PRESS RELEASE OLEH HUMAS DISKOMINFO PEMKOT TERHADAP KEPUASAAN PEROLEHAN INFORMASI BAGI WARTAWAN

(KODE : ILMU-KOM-0078) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PENYAJIAN PRESS RELEASE OLEH HUMAS DISKOMINFO PEMKOT TERHADAP KEPUASAAN PEROLEHAN INFORMASI BAGI WARTAWAN



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Komunikasi yang semula merupakan fenomena sosial kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri, komunikasi dianggap amat penting sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi. Komunikasi juga merupakan salah satu proses sosial yang sangat mendasar karena setiap orang dalam kehidupannya selalu berkeinginan untuk mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi.
Menurut David K. Berto dari Michigan State University dalam buku pengantar ilmu komunikasi yang dikutip oleh Hafied Cangara menyebutkan secara ringkas bahwa komunikasi sebagai instrumen dari interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat (Cangara, 2004 : 3).
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi dapat macet atau berantakan. Adapun persepsi komunikasi organisasi menurut Katz dan khan mengatakan bahwa : 
"Komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Menurut Katz dan Khan organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau servis ini kepada lingkungan. (Muhammad, 2009 : 65). Komunikasi memberikan sesuatu kepada orang lain dengan kontak tertentu atau dengan mempergunakan sesuatu alat. Banyak komunikasi terjadi dan berlangsung tetapi kadang-kadang tidak tercapai kepada sasaran tentang apa yang dikomunikasikan. Dimungkinkan adanya komunikasi yang kurang baik antara pemberi pesan dan penerima pesan kalau tidak terjalin persesuaian di antara keduanya. Karena jika komunikasi yang baik maka akan terjalin persesuaian di antara keduanya.
Maka dari itu agar komunikasi organisasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan adanya bagian yang bisa mengatasinya dan disini peran Public Relation atau Humaslah yang bisa mengatasinya. Terdapat beberapa definisi mengenai Humas atau (Public Relations) salah satunya menurut Cutlip, Center dan Brown menyebutkan mengenai pengertian Public Relations antara lain : 
"Public Relations is the distinctive management function which help establish and mutual lines of communications, understanding, acceptance and cooperation between on organization and its public" (PR adalah fungsi manajemen secara khusus yang mendukung terbentuknya saling pengertian dalam komunikasi, pemahaman, penerimaan dan kerja sama antara organisasi dengan berbagai publiknya". (Cutlip, Center dan Brown, 2000 : 4). Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa Public Relations merupakan salah satu bentuk yang dapat mendukung terbentuknya sebuah pengertian di dalam sebuah komunikasi dan kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, goodwill, kepercayaan, penghargaan perusahaan dan publik terutama masyarakat pada umumnya untuk mencapai tujuan itu di antara mengembangkan goodwill dan memperoleh opini publik yang favorable atau menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan yang harmonis dengan berbagai publik, kegiatan public relations harus dikerahkan ke dalam dan luar.
Humas tidak hanya diperlukan di perusahaan swasta saja tetapi pada instansi pemerintah bagian humas pun diperlukan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Oemi Abdurachman bahwa pentingnya peranan Humas di instansi-instansi dan lembaga-lembaga pemerintahan dalam masyarakat modern, yaitu dalam melakukan kegiatan-kegiatannya dan operasi-operasinya di berbagai tempat dan berbagai bidang, terutama dalam proses pembangunan negara (Abddurachman, 2001 : 112).
Humas di instansi/lembaga pemerintahan biasanya tidak dapat diikut sertakan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah dan ia harus mengikut garis yang sudah ditentukan, kecuali bila di dalam bagian organisasi. Humas ditempatkan sedemikian rupa, Agar ia dapat mengetahui keputusan yang diambil dan sebab-sebabnya sebelum diumumkan. Sehingga pihak Humas dapat menujukan atau menjelaskan kesulitan-kesulitan yang mungkin akan timbul bila keputusan-keputusan itu disampaikan kepada publik. Humas pun dapat memberikan saran-saran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin akan timbul.
Adanya unit kehumasan pada setiap instansi pemerintah merupakan suatu keharusan fungsional dalam rangka penyebaran tentang aktivitas instansi tersebut baik ke dalam maupun ke luar yaitu kepada masyarakat pada umumnya. Humas merupakan suatu alat untuk memperlancar jalannya interaksi serta penyebaran informasi. Singkatnya humas sebagai komunikator mempunyai fungsi ganda yaitu keluar, ia memberikan informasi kepada khalayak sesuai dengan kebijaksanaan instansinya dan ke dalam, ia wajib menyerap reaksi dari khalayak untuk kepentingan instansinya.
Kegiatan ke dalam (Internal PR) adalah untuk lebih mengeratkan hubungan antara para karyawan dan pimpinan, agar dapat mengenal satu sama lain (termasuk keluarganya) antara lain adalah : 
1. Mengadakan rapat
2. Kliping
3. Memasang pengumuman
4. Menerbitkan majalah internal, 
5. Coffee morning dan sebagainya.
Sedangkan kegiatan keluar (Eksternal PR) dilakukan dengan khalayak diluar perusahaan diantaranya adalah : 
1. Menyiarkan press release
2. Government
3. Press Relations
4. Artikel Surat kabar atau majalah.
5. Pameran
6. Media Relations
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti bagian Humas eksternal khususnya pada kegiatan humas melalui Press Release. Adapun pengertian dari Press Release menurut Effendy adalah : 
"Bahan berita yang dikirimkan pihak instansi atau organisasi, biasanya biasanya dikerjakan oleh bagian Humas ke media massa dengan harapan dapat disiarkan" (Effendy, 1898 : 80). Press Release atau siaran pers biasanya hanya berupa lembaran siaran berita yang disampaikan kepada wartawan atau media massa. (Abdullah, 2004 : 80).
Pada penulisan Press Release PR harus memiliki kemampuan penulisan Press Release dengan gaya piramida terbalik. Dimulai dengan membuat judul, lalu lead yang mengandung 5W+1H dan diikuti dengan penulisan rincian lead sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar berita menjadi singkat dan informative baik itu bagi pembaca maupun bagi redaksi yang akan memuat berita tersebut. (Soemirar dan Ardianto, 2005 : 55).
Press Release merupakan tulisan yang berisi mengenai berita-berita tentang suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan/instansi yang dipilih untuk dimuat dalam media. Penyampaian press release merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Bagian Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah kota X untuk membangun hubungan dengan pers (wartawan media massa), karena apa yang ditulis dan dikatakan wartawan media massa adalah menjadi image (citra) masyarakat atau publik terhadap lembaga.
Hubungan Eksternal dalam penelitian ini lebih dikhususkan pada kegiatan hubungan pers dalam hal penyampaian Press Release kepada wartawan. Ini dikarenakan peneliti melihat bahwa dalam pembuatan hingga penyampaian Press Release oleh suatu perusahaan kepada wartawan itu tidak begitu saja diterima oleh wartawan dan disiarkan oleh media.
Dalam proses penyebaran Press Release yang dilakukan oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X yaitu melalui media Online Email yang dikirimkan kepada masing-masing alamat Email Wartawan yang terdata dalam daftar peliput kegiatan di lingkungan Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X.
Wartawan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalah, radio, televisi. (Depdikbud, 2004 : 407). Wartawan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya mencari berita sudah tentu akan berinteraksi dengan berbagai kalangan di masyarakat. Salah satu yang berhubungan dengan wartawan adalah instansi dan dalam hal ini perusahaan/instansi biasanya diwakili oleh petugas Humas dan tugas humas pun dilaksanakan oleh bagian informatika. Oleh karenanya untuk menjaga citra dan nama baik instansi dari kesalahan dan menjadikan hubungan dengan pers dapat lebih terbuka, petugas humas dan wartawan perlu saling memahami satu sama lain.
Masalah yang terjadi bahwa menjalin suatu hubungan kerja sama yang harmonis antara Humas dengan pihak Pers tentu saja tidak mudah, seperti yang disampaikan Rosady Ruslan (2003 : 151) bahwa terdapat pertentangan atau perbedaan fungsi dan tugas antar Pers (wartawan) dengan pihak humas.
Hal ini dapat diketahui bahwa secara umum pers berfungsi memberikan informasi, penyebaran informasi. Begitupun dengan wartawan Diskominfo Kota X, Setiap wartawan tentunya membutuhkan informasi baik untuk kepentingan dirinya ataupun kepentingan perusahaan. Dalam hal informasi yang menyangkut perusahaan, ada beberapa informasi yang harus disampaikan kembali oleh para wartawan pada publik.
Selain itu fungsi khusus/>ers adalah mempengaruhi (influence) opini masyarakat, melakukan si stem kepengawasan sosial (social control) dan memiliki kekuatan (power of press). Sedangkan dimensi fungsi Public Relations akan bertolak belakang dengan fungsi pers, karena publikasi yang berkaitan dengan Public Relations (Humas) justru bersifat positif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran informasi atau pesan untuk meningkatkan pengenalan (awareness), pengetahuan (knowledge), bujukan (persuasive), pendidikan (education).
Semua itu dilakukan sebagai upaya menciptakan dan opini masyarakat kepada sesuatu yang positif, serta menghindarkan unsur-unsur pemberitaan atau publikasi yang bersifat negatif, sensasional dan kontroversial di masyarakat. Pertentangan yang terjadi atau saling berprasangka buruk antara pihak Humas dan pers dapat diatasi seandainya hubungan itu berlandaskan kepada prinsip-prinsip keterbukaan, serta saling menghargai peran satu sama lainnya dan saling mendukung. Serta setiap pihak akan berfungsi serta bertindak sesuai dan terikat dengan kode etik profesinya masing-masing.
Penyampaian Press Release kepada pihak wartawan mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Walikota, Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah Kota X diharapkan agar kebijakan-kebijakan serta program-program kerja instansi akan cepat sampai ke masyarakat. Selain itu penyampaian Press Release pun dapat dijadikan tolak ukur untuk dapat mengetahui keberhasilan dari suatu tugas dan fungsi Humas, yaitu untuk menilai efektif tidaknya pekerjaan Humas pada suatu lembaga. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari pemberitaan pers dalam suatu instansi, melalui komunikasi yang efektif.
Komunikasi efektif dapat diartikan sebagai, suatu kegiatan komunikasi yang dapat mencapai hasil (Output) sebagaimana yang diharapkan (target) dan termuat dalam pesan tersebut serta dapat memberikan kemanfaatan (benefit) yang besar kepada sasaran komunikasi atau penerima pesan. Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila tidak ada penyimpangan (distorsi) dari target hasil (output) yang hendak dicapai, dan manfaat (benefit) yang dapat dirasakan oleh sasaran.
Menurut Andre Hardjana untuk mengukur keefektifan suatu komunikasi, kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : 
1. Sumber pesan (source). Merupakan orang yang memberikan pesan kepada pengguna.
2. Isi Pesan (content). Isi pesan yang diterima atau tersalur.
3. Media (media). Merupakan saluran yang digunakan oleh komunikator atau sumber dalam menyampaikan pesannya kepada komunikan atau pemakai.
4. Siapa penerima atau pemakai (receiver or user). Merupakan penerima pesan yang dituju atau komunikan yang dituju.
(Hardjana : 2000)
Tingkat efektivitas komunikasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam lingkungan kegiatan komunikasi tersebut. Sementara itu, faktor ekstern berasal dari luar lingkup kegiatan komunikasi tersebut, atau juga sering disebut dengan faktor lingkungan. Faktor intern yang dimaksudkan, antara lain : 
a. Sumber pesan (encoder), 
b. Isi pesan itu sendiri, 
c. Penerima pesan (decoder), dan
d. Media yang digunakan untuk melakukan komunikasi.
Faktor ekstern yang dimaksudkan, antara lain : 
a. Kebijakan yang melingkupi proses komunikasi tersebut, 
b. Kondisi sosial/politik yang melingkupi proses komunikasi tersebut, dan
c. Kondisi lingkungan yang kondusif lainnya.
Press Release yang dibuat oleh Bagian Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) mengenai informasi seputar kegiatan Pejabat Kota X yang sudah menjadi kewajiban bagi Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemerintah Kota X untuk meliput kegiatan tersebut yang nantinya akan dibuat menjadi sebuah Press Release. Dan Press Release tersebut setelah selesai dibuat langsung dikirim ke website Pemerintah Kota dan setelah itu baru dikirimkan ke email-email wartawan yang terdaftar dalam data wartawan peliput kegiatan di lingkungan pemerintah kota X.
Proses seperti ini dikarenakan agar para wartawan mengetahui kegiatan yang sedang berlangsung di Pemerintahan Kota X yang nantinya informasi yang ada pada Press Release bisa dikembangkan dan diberitakan oleh wartawan ke media, baik media cetak maupun elektronik. Melalui proses penyampaian pesan seperti ini diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi wartawan untuk memberitakan informasi yang diberikan melalui komunikasi yang baik.
Yang dimaksud dengan kepuasan komunikasi adalah satu fungsi dari apa yang seorang dapatkan dengan apa yang dia harapkan. Adapun kepuasan dengan kualitas media faktor ini mencakup berapa baikan mutu tulisan, nilai informasi yang diterima, keseimbangan informasi yang tersedia dan ketepatan informasi yang datang. Hasil penelitian menyarankan bahwa penampilan, ketepatan dan tersedianya informasi mempunyai pengaruh kepada kepuasan orang dengan komunikasi dalam organisasi. (Masmuh, 2010 : 48)
Sehingga dengan adanya bentuk penyampaian informasi melalui Press Release oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemerintah Kota X dapat menimbulkan sebuah kepuasan bagi wartawannya dalam memperoleh informasi.
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti menarik rumusan masalah sebagai berikut : "Sejauh mana Efektivitas Penyajian Press Release oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X terhadap Kepuasan Perolehan Informasi bagi wartawan?".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut, maka peneliti mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas sebagai berikut : 
1. Sejauh mana Kredibilitas Sumber Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi Dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan?
2. Sejauh mana Isi Pesan Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi Dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan?
3. Sejauh mana Media yang digunakan dalam Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi Dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan?
4. Sejauh mana Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi Dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Hasil Perolehan Informasi Bagi Wartawan?
5. Sejauh mana Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi Dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Harapan Perolehan Informasi Bagi Wartawan?
6. Sejauh mana Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi Dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian 
1. Maksud Penelitian
Dari permasalahan diatas maka maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisa dan menjelaskan mengenai Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.
2. Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Untuk Mengetahui Kredibilitas Sumber Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.
b. Untuk Mengetahui Isi Pesan Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.
c. Untuk mengetahui Media yang digunakan dalam Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.
d. Untuk Mengetahui Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Hasil Perolehan Informasi Bagi Wartawan.
e. Untuk Mengetahui Efektivitas Penyajian Press Release oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Harapan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.
f. Untuk mengetahui Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.

D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan penelitian secara teoritis berguna sebagai pengembang untuk mengembangkan Ilmu Komunikasi secara umum dan ilmu Humas atau Public Relations khususnya mengenai Efektivitas Penyajian Press Release terhadap Kepuasan Wartawan Memperoleh Informasi.
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk Penelitian
Penelitian ini secara praktis berguna untuk peneliti sebagai aplikasi ilmu yang selama studi diterima secara teori dan diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam bidang komunikasi dan Public Relations.
b. Untuk Universitas
Penelitian ini secara praktis berguna bagi mahasiswa/i Universitas secara umum, dan untuk mahasiswa/i Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas secara khusus sebagai literatur terutama untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.
c. Untuk Perusahaan
Penelitian ini secara praktis berguna bagi perusahaan sebagai referensi atau evaluasi khususnya mengenai Efektivitas Penyajian Press Release Oleh Humas Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Pemerintah Kota X Terhadap Kepuasan Perolehan Informasi Bagi Wartawan.

SKRIPSI IMPRESSION MANAGEMENT PENYIAR PRIA DI STATION RADIO

SKRIPSI IMPRESSION MANAGEMENT PENYIAR PRIA DI STATION RADIO

(KODE : ILMU-KOM-0077) : SKRIPSI IMPRESSION MANAGEMENT PENYIAR PRIA DI STATION RADIO



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Impression Management atau yang lebih dikenal dengan istilah pengelolaan kesan sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki profesi dan dituntut untuk memiliki self image yang positif. Salah satu profesi tersebut antara lain penyiar pria di station radio di Kota X.
Impression Management atau pengelolaan kesan di temukan dan dikembangkan oleh Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah dipaparkan dalam bukunya yang berjudul "The Presentation of Self in Everyday Life". Pengelolaan kesan juga secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan pada tindakan mengontrol persepsi orang lain dengan cepat dengan mengungkapkan aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim.
Menurut Goffman, Impression Management erat kaitannya dengan sebuah permainan drama, dimana aktor pelakunya dibentuk oleh lingkungan dan target penontonnya. Tujuannya tak lain ialah untuk memberikan penonton sebuah kesan yang konsisten yang dilandasi tujuan yang diinginkan oleh aktor itu sendiri.
Kehidupan yang dijalani oleh seorang individu dengan berbagai peran yang dijalaninya setiap hari, memiliki kesamaan dengan sebuah pementasan drama. Kehidupan diibaratkan sebuah teater, dimana interaksi sosial di atas panggung menampilkan peran-peran yang dimainkan oleh para aktor tersebut. Seringkali sang aktor tersebut tanpa sadar melakukan pengelolaan kesan (Impression Management), namun tak jarang pula aktor tersebut dengan sengaja melakukan pengelolaan kesan (Impression Management) tersebut.
Disadari atau tidak dalam kehidupan dan proses interaksinya sehari-hari, banyak individu yang melakukan pengelolaan kesan khususnya jika individu tersebut menjalani suatu profesi tertentu yang bersinggungan dengan khalayak ramai. Profesi tersebut juga menuntut individu memiliki citra positif di kalangan khalayak ramai seperti misalnya profesi sebagai seorang penyiar radio.
Profesi penyiar pria yang sedang berkembang hampir di seluruh station radio di kota X saat ini di tuntut memiliki self image yang baik dan positif. Self image tersebut dapat diraih salah satunya dengan cara pengelolaan kesan yang dilakukan oleh penyiar pria tersebut.
Pengelolaan kesan yang dilakukan oleh penyiar pria dilakukan atas dasar tujuan tertentu yakni untuk menciptakan suatu kesan tertentu yang dapat menambah citra positif dirinya di kalangan pendengar atau orang-orang yang berada di lingkungannya. Dimana pada akhirnya dapat menarik jumlah pendengar sebanyak mungkin.
Seorang penyiar khususnya penyiar pria wajib dapat melakukan tugasnya dengan baik sehingga dapat memperoleh jumlah pendengar yang sangat banyak atau sesuai dengan target dari station radio yang menaunginya. Dalam buku "Broadcasting Radio" karangan A. Y. Triartanto dikatakan bahwa, "secara umum penyiar adalah unsur utama yang terdengar dalam produk siaran (program). Penyiar adalah juru bicara perusahaan bagi khalayak atau pendengar. Penyiar juga merupakan alat atau pelaku untuk mencapai sasaran perusahaan, disamping sebagai anggota perusahaan yang dipersiapkan untuk ikut serta dalam fungsi manajemen."
Penyiar sebagai ujung tombak siaran, tentunya identik sebagai representasi stasiun radionya. Dengan kata lain penyiar dapat menjadi salah satu cermin identitas stasiun (station identity). Demikian pula penyiar radio dapat dikatakan sebagai profesi yang vital. Disamping itu, seorang penyiar perlu menyadari bahwa dirinya merupakan representasi dari isi siaran dan citra perusahaan.
Mulut dan suara merupakan senjata utama bagi seorang penyiar. Karena hanya dengan suara ia dapat menyampaikan informasi, pikiran, dan emosi kepada pendengarnya tanpa adanya gerak anggota tubuh lainnya yang terlihat sebagaimana penyiar televisi. Penyiar dapat juga disebut layaknya seorang aktor. Kacaunya suasana hati dan pikiran yang sedang dirasakan, tidak perlu diketahui bahkan dirasakan pula oleh pendengarnya. Selain memiliki suara yang standar, syarat utama lainnya untuk menjadi seorang penyiar antara lain, gemar berbicara, memiliki wawasan yang luas, memiliki kesukaan terhadap musik, menguasai alat-alat siaran, dan mengenali visi-misi, segmentasi pendengar serta program radio.
Trend profesi penyiar pria berkembang pesat setelah beberapa tahun terakhir ini banyak station radio siaran di kota X yang menjadikan wanita sebagai target utama pendengar dengan persentase lebih besar dari pada pendengar pria. Persentase tersebut memang relatif dan disesuaikan dengan segmentasi dan format radio siaran masing-masing. Dengan kata lain, persentase di suatu radio siaran bisa memiliki kesamaan antara satu station radio siaran dengan yang lainnya, namun juga bisa berbeda namun tetap pada koridor persentase lebih besar untuk pendengar wanita.
Keputusan yang diambil oleh hampir seluruh stasiun radio siaran menjadikan target pendengar wanita yang lebih besar dari pada pria didasari oleh sifat dasar wanita yang cenderung konsumtif dan cenderung sebagai decision maker (pembuat keputusan) dalam hal berbelanja. Inilah yang mengakibatkan banyak produsen yang menjadikan wanita sebagai target utama konsumen. 
Hal tersebut juga ditegaskan oleh seorang pakar di bidang broadcasting radio sekaligus pemilik dari sekolah siaran ternama DJ Arie mengatakan : 
"Karena sikap cewek yang cenderung konsumtif itulah banyak radio yang membidik cewek sebagai target pendengar utamanya. Target utama pendengar cewek itulah yang dijadikan sebagai daya tarik ke pemasang iklan mereka. Sebenarnya kalau cowok lebih konsumtif bisa jadi dijadikan target utama, tidak menutup kemungkinan, soalnya sekarang aja cowok udah suka gadget tapi cewek itu pernak-perniknya banyak. Dari situlah berawal pendengar cewek banyak dijadikan target utama, biarpun di setiap radio sebetulnya beda-beda. Yang akhirnya, banyak station radio memasang penyiar pria sebagai salah satu strateginya. Dan bisa jadi karena itu juga kenapa penyiar cowok jadi trend sekarang ini. Mungkin karena emang peluang jadi penyiar cowok lagi dibuka selebar-lebarnya sama station radio." 
Pernyataan DJ Arie tersebut didasarkan atas pengalamannya selama beberapa tahun terakhir saat menjabat sebagai program director dan manager on air di salah satu stasiun radio di Kota X. Selain itu, dia juga sering diminta untuk menjadi konsultan bagi beberapa stasiun radio di Kota X dan di beberapa kota lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, jika diamati lebih jauh banyak iklan yang diputar di station radio siaran merupakan iklan jenis produk yang menjadikan wanita sebagai target utama konsumennya. Pihak stasiun radio akan menyesuaikan format dari perkembangan dunia bisnis radio tersebut. Mengingat pendapatan sebuah radio siaran berasal dari pemasangan iklan di stasiun tersebut
Sebagaimana dari pernyataan DJ Arie diatas, dimana banyak stasiun radio yang memasang strategi untuk memperoleh jumlah pendengar khususnya pendengar wanita sebanyak-banyaknya. Salah satu strategi tersebut dengan cara menempatkan penyiar pria lebih banyak dibandingkan penyiar wanita. Hal tersebut dikarenakan wanita cenderung memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap lawan jenis begitupun terhadap penyiar. Penyiar pria pun dianggap memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan seorang penyiar wanita. Berdasarkan pengalamannya bertahun-tahun dalam mencetak penyiar-penyiar radio dan video jockey yang diantara telah yang menjadi broadcaster handal baik di ditingkat regional kota X maupun nasional, DJ Arie memiliki pandangannya mengenai kelebihan penyiar pria : 
"Kelebihan lainnya dari seorang penyiar cowok itu biasanya cowok lebih on beat”. Pendengar itu kan mendengarkan radio buat mendengarkan musik, nah mereka bakalan tambah senang kalau misalkan mendengarkan penyiar yang bisa on beat banget dengan musik. Nah kebetulan biasanya penyiar cowok yang lebih on beat. Karena cowok tuh biasanya lebih menghayati semua instrument dalam musik. Beda dengan penyiar cewek" 
Meski demikian, hal tersebut tidak berarti seorang penyiar pria memiliki pendengar yang terdiri wanita secara keseluruhan. Tidak menutup kemungkinan pendengar pria pun turut mendengarkan program siaran radio yang dibawakan oleh penyiar pria.
Berdasarkan perkembangan industri radio itulah, banyak stasiun radio di Kota X berlomba-lomba untuk menyuguhkan penyiar pria dengan kualitas dan performa (Air Personality) on air yang memukau.
Profesi penyiar radio dalam bidang komunikasi, termasuk seorang komunikator. Hal tersebut dikarenakan penyiar radio menyampaikan suatu pesan kepada pendengarnya yang dalam hal ini menempati posisi sebagai komunikan. Dan dalam upaya menyampaikan pesan secara optimal tersebut dan memenuhi target station radio yang menaunginya tersebut, mereka melakukan pengelolaan kesan agar tercipta air personality yang memukau. Pengelolaan kesan tersebut salah satunya dilakukan dengan mengelola kesan mereka melalui simbol verbal dan non verbal.
Pengelolaan kesan yang dilakukan penyiar pria tersebut sangat lumrah dilakukan dalam menjalani profesinya tersebut, guna menunjang air personality yang baik. Seorang penyiar pria jika telah berhasil menciptakan kesan di hadapan pendengarnya bahwa ia memiliki air personality yang baik, maka ia akan semakin disukai oleh pendengarnya.
Dari uraian yang telah penulis ungkapkan dalam latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : "Bagaimana impression management seorang penyiar pria di station radio di Kota X (Studi dramaturgi tentang pengelolaan kesan di kehidupan panggung depan dan panggung belakang pada diri seorang penyiar pria di station radio kota X)?"

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengidentifikasi yang menjadi pokok masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut : 
1. Bagaimana impression management di kehidupan front stage (panggung depan) seorang penyiar pria di station radio Kota X?
2. Bagaimana impression management di kehidupan back stage (panggung belakang) seorang penyiar pria di station radio Kota X?
3. Bagaimana impression management seorang penyiar pria di station radio Kota X?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendeskripsikan tentang impression management di kalangan penyiar pria di station radio kota X.
2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui impression management di kehidupan front stage (panggung depan) seorang penyiar pria di station radio Kota X.
b. Untuk mengetahui impression management di kehidupan back stage (panggung belakang) seorang penyiar pria di station radio Kota X.
c. Untuk mengetahui impression management seorang penyiar pria di station radio Kota X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum, khususnya mengenai bidang kajian Impression Management. Terlebih lagi mengenai impression management pada diri seorang penyiar radio.
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kepustakaan mengenai impression management dalam hal ini pada diri penyiar pria di station radio di Kota X, sehingga dapat berguna bagi mahasiswa secara umum, dan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi pada khususnya. Serta sebagai literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti kajian yang sama.
b. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin mendapatkan informasi mengenai penyiar pria di kota X khususnya tentang impression management, sehingga diharapkan pula dapat memberikan pengaruh terhadap proses pembentukan persepsi pihak-pihak tersebut.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam bidang komunikasi serta melatih kemampuan berfikir secara sistematis, juga sebagai proses belajar untuk dapat mempertajam daya nalar.

SKRIPSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN

SKRIPSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN

(KODE : ILMU-KOM-0076) : SKRIPSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Komunikasi merupakan hal yang membantu manusia dalam bertumbuh dan berkembang serta menemukan pribadinya masing-masing. Ekspresi, keinginan, maksud, tanggapan serta tujuan manusia disampaikan melalui media komunikasi. Komunikasi adalah hal yang menghubungkan interaksi sosial, baik itu secara individu maupun kelompok.
Kebutuhan manusia dalam berkomunikasi tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua hal tersebut mendorong manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri, misalnya saja dengan berpindah tempat tinggal, menuju daerah yang kehidupan ekonominya lebih baik dari daerah asal.
Perpindahan penduduk dari daerah asal mereka menuju daerah yang mempunyai daya tarik ekonomi, menyebabkan terjadinya percampuran-percampuran budaya atau akulturasi antara budaya masyarakat setempat dengan masyarakat pendatang atau masyarakat urban. Sering kali hal ini menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru dalam kehidupan bermasyarakat, baik bagi pendatang maupun masyarakat setempat.
Komunikasi sebagai bagian dari budaya, berperan penting dalam proses akulturasi ini. Lewat komunikasi, interaksi-interaksi dari masyarakat yang berbeda budaya terjadi. Percampuran budaya ini diawali dengan adanya komunikasi antar budaya yang terjadi di masyarakat setempat dan masyarakat pendatang tersebut.
Pencampuran budaya yang terjadi dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu, misalnya penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa daerah pada kata-kata tertentu, aksen kedaerahan, ataupun nada yang digunakan dalam mengekspresikan sesuatu. Hal ini perlahan bercampur dengan budaya masyarakat setempat, kata-kata dalam bahasa daerah mulai berkurang, aksen yang perlahan menipis atau bercampur dengan aksen masyarakat asli, maupun nada suara berbeda dalam berbicara.
Komunikasi juga merupakan hal yang membuat interaksi-interaksi antara masyarakat pendatang atau masyarakat urban dan masyarakat setempat terjadi lebih dalam lagi. Percampuran budaya tersebut pada akhirnya mencapai elemen-elemen yang lebih besar dalam kehidupan masyarakat pendatang dan masyarakat setempat tersebut. Hal-hal kecil seperti bahasa, aksen dan nada bicara pada akhirnya membawa kebiasaan-kebiasaan yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat setempat mengalami sedikit pergeseran, begitu juga sebaliknya yang terjadi pada masyarakat pendatang. Budaya-budaya lama yang dibawa dari daerah asal oleh masyarakat asal, perlahan-lahan sudah mulai bercampur dengan kebudayaan yang ada di daerah setempat.
Pola pikir masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih terpaku pada adat timur, membuat masyarakat takut untuk menjadi berbeda, takut apabila keputusan yang diambil salah, maka akan menjadi pembicaraan orang-orang sekitar. Namun di saat yang sama, masyarakat juga tidak dapat meninggalkan adat yang sudah ada dan dijalankan selama turun-temurun, karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat tersebut. Hal ini terjadi di kedua belah pihak, baik masyarakat pendatang, maupun masyarakat setempat yang sudah terlebih dahulu tinggal di daerah tersebut. Pola pikir ini juga yang mendorong pencampuran budaya untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam kehidupan bermasyarakat.
Budaya-budaya tradisional yang melekat di masyarakat, namun dilaksanakan dengan cara berbeda bagi masing-masing kebudayaan mulai dijalankan dengan cara yang berbeda pula. Acara-acara kemasyarakatan seperti tahlilan, kenduri atau selamatan, peringatan hari-hari besar keagamaan tidak luput dari pencampuran ini. Detail-detail kecil dalam kebiasaan-kebiasaan tersebut menghilang, atau bertambah seiring dengan percampuran budaya. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu kebudayaan baru, yang disebut akulturasi budaya.
Pernikahan khususnya pernikahan adat atau tradisional merupakan salah satu bentuk upacara kedaerahan yang paling jelas membuktikan terjadinya akulturasi budaya. Pernikahan adat yang cenderung unik dan memiliki ciri khas tersendiri dari setiap daerah mulai mengalami proses pergeseran. Terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam detail-detail suatu pernikahan adat tersebut, yang disesuaikan dengan keadaan daerah serta masyarakat setempat, misalnya saja terjadi pengurangan atau penambahan unsur-unsur kebudayaan yang terkandung di dalam upacara pernikahan adat itu sendiri.
Masyarakat kelurahan X merupakan masyarakat yang heterogen. Kelurahan X merupakan kawasan perumahan nasional, dimana di kawasan ini terdapat mobilitas penduduk yang tinggi. Kelurahan X juga menjadi sasaran bagi masyarakat urban untuk memulai kehidupan baru di tanah yang baru, sebagian besar dikarenakan faktor ekonomi.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka penulis memilih Kelurahan X sebagai lokasi penelitian. Jarak rumah bertetangga yang tidak terlalu jauh juga mendorong terjadinya kehidupan sosial yang erat antar tetangga pada masyarakat kelurahan X.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat di Kelurahan X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
"Bagaimana pengaruh komunikasi antar budaya terhadap upacara pernikahan adat sebagai proses akulturasi budaya kaum urban masyarakat di Kelurahan X ?"

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 
a. Untuk mengetahui kegiatan komunikasi antar budaya masyarakat pendatang dan masyarakat setempat di Kelurahan X. 
b. Untuk mengetahui peranan komunikasi antar budaya terhadap pernikahan adat sebagai proses akulturasi masyarakat urban/pendatang terhadap masyarakat setempat di Kelurahan X 
c. Untuk mengetahui bagaimana proses akulturasi masyarakat pendatang dan masyarakat setempat di Kelurahan X 
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, agar dapat memperkaya sumber ilmu pengetahuan dan bacaan.
2. Secara teoritis, penelitian ini dapat membantu penulis menerapkan ilmu yang didapat selama masa kuliah dan memperluas cakrawala pengetahuan.
3. Secara praktis, penelitian ini dapat membantu memperluas ilmu pengetahuan serta menjadi sumber literatur khususnya dalam bidang komunikasi antar budaya dan proses akulturasi budaya.

SKRIPSI PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DENGAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD

SKRIPSI PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DENGAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD

(KODE : ILMU-KOM-0075) : SKRIPSI PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DENGAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dari jalinan relasi sosial, dimana manusia selalu akan mengadakan kontak sosial yaitu selalu berhubungan dengan orang lain. Bahkan sebagian besar dari waktu tersebut digunakan untuk berkomunikasi. Mengingat kuantitas komunikasi yang dilakukan dibandingkan dengan kegiatan lainnya, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia, dengan kata lain kualitas hidup manusia juga ditentukan oleh pola komunikasi yang dilakukannya. Suatu jalinan dapat menentukan harmonisasi (Rakhmat, 2005, p.13). Salah satu bentuk yang dapat menentukan keharmonisan antar manusia tersebut adalah komunikasi interpersonal
Pada umumnya komunikasi interpersonal terjadi karena pada hakikatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain, karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar mereka lebih dekat satu sama lain. Komunikasi interpersonal sangat penting bagi kebahagiaan hidup manusia. Kegiatan komunikasi tersebut dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan bersekutu dengan orang lain. Pemenuhan kebutuhan ini guna mengembangkan diri menjadi makhluk sosial dan pribadi yang lengkap serta untuk menjamin kelangsungan hidupnya yang memerlukan banyak hal, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, hiburan, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Namun karena adanya keterbatasan pada diri manusia, maka seluruh kebutuhan itu memerlukan bantuan orang lain
Bentuk komunikasi interpersonal dapat juga terjadi dalam sebuah keluarga yang melibatkan komunikasi antara anak dan orangtua. Anak, membutuhkan orang lain dalam berkembang. Dalam hal ini, orang yang paling utama dan pertama bertanggungjawab adalah orangtua. Perbedaan umur antara orangtua dan anak yang cukup besar, berarti pula perbedaan masa yang dialami oleh kedua belah pihak. Perbedaan masa yang dialami akan memberikan jejak-jejak yang berbeda pula dalam bentuk perbedaan sikap dan pandangan-pandangan antara orangtua dan anak. Yang menarik dari status sebagai orangtua adalah bahwa apapun yang diperbuat orangtua, tujuan mereka semata-mata adalah mengasuh, melindungi, dan mengatur anak-anak. Termasuk pula tanggungjawab orangtua dalam memenuhi kebutuhan si anak, baik dari sudut organis-psikologis, antara lain makanan; maupun kebutuhan-kebutuhan psikis, salah satunya adalah kebutuhan akan perkembangan intelektual seorang anak melalui pendidikan (Gunarsa, 2003, p.6)
Pendidikan memegang peranan penting bagi kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh pengetahuan. Inti dari kegiatan pendidikan dicapai melalui proses belajar. Belajar selalu mempunyai hubungan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada aspek kepribadian. Sebagai orangtua, mereka harus berbuat sesuatu untuk memperkembangkan diri si anak secara keseluruhan meliputi tingkah laku yang diharapkan. Subjek dari penelitian ini adalah orangtua, dengan melihat pertimbangan bahwa orangtua memiliki suatu fenomena tersendiri dalam menuntut keberhasilan prestasi pada anak. Banyak orang tua yang terlalu memaksakan kehendaknya, atau ambisinya kepada anak, terlebih lagi dalam hal prestasi (Ekomadyo, 2005, p.4). Orangtua menuntut prestasi tinggi kepada anak, tanpa dibarengi sikap demokratis dan pendekatan komunikasi yang kurang sehingga perkembangan anak terabaikan; yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi belajar anak tersebut (Sutedja, 1991, p.34). Orangtua merasa tindakannya benar karena semua itu dilakukan semata-mata demi kebaikan anak. Adalah salah berpendapat bila anak harus berprestasi demi harga diri orangtua, sehingga bila anak tidak mencapai prestasi seperti yang diharapkan orangtua, orangtua menjadi frustasi dan anaklah yang menjadi korban (Sintha, 2000, p.6)
Orangtua bertanggung jawab dalam membimbing anak, agar proses belajarnya tetap berlangsung dengan terarah. Untuk mencapai prestasi yang diharapkan, seorang anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan menyenangi apa yang dipelajarinya. Di sini orangtua sangat berperan dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong anak senang belajar sehingga prestasi anak tersebut dapat meningkat. Orangtua dapat mendampingi anak dengan menciptakan suasana belajar di rumah yang menyenangkan. Dunia anak adalah dunia yang khas, bukan miniatur dunia orang dewasa, maka semangat berkomunikasi kepada anak adalah bukan memberitahukan sesuatu yang dianggap baik dari sudut pandang orang dewasa, melainkan duduk sejajar bersama anak, berempati, dan menemani anak (Ekomadyo, 2005, p.6). Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap anak untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat.
Proses belajar yang berhasil mengacu pada prestasi belajar. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa prestasi belajar sorang anak yang mendapat perhatian dari orang tua, lebih baik dibandingkan dengan prestasi anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Peranan orang tua dalam lingkungan keluarga yang penting adalah memberikan pengalaman pertama pada masa anak-anak. Itu karena pengalaman pertama merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi dan menjamin kehidupan emosional seorang anak (www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail)
Arti pentingnya sebuah keluarga bagi diri seorang anak dikemukakan pula oleh Susan U. Philips (dikutip dalam Shinta, 2000, p.15) dalam buku The Invisible Culture, ditemukan bahwa anak orang Indian (penduduk asli Amerika) selalu kalah cerdas dengan anak orang kulit putih. Ini terjadi karena keluarga orang Indian sangat pendiam. Ocehan anak Indian tidak direspon oleh keluarganya, sebagaimana anak orang kulit putih. Akhirnya, anak orang Indian tidak memiliki kemampuan berkomunikasi pada waktu mereka bermain dan belajar di kelas. Sebaliknya, karena anak orang kulit putih sejak kecil dibiasakan memiliki komunikasi interaktif dengan keluarganya, maka mereka berhasil memberikan respon terhadap lingkungan, baik pada waktu bermain maupun pada waktu belajar di sekolah
Dilatarbelakangi kondisi seperti diatas, maka peneliti tertarik untuk mengenal, dan memahami pengaruh komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah murid-murid kelas VI SD X, dengan mengambil pertimbangan bahwa pada usia tersebut, anak-anak membutuhkan bimbingan lebih dari orangtua dalam hal belajar. Dengan adanya pembinaan pola belajar anak sejak dini akan membawa anak pada kebiasaan belajar teratur, kemandirian dan kesuksesan kelak di kemudian hari (Astrid, 1979, p.13). Murid-murid kelas VI sengaja dipilih oleh peneliti karena mereka sudah memiliki kematangan pola berpikir secara rasional, konkrit, logis, serta memiliki daya ingat yang baik dan pengalaman yang lebih lengkap untuk menunjang perkembangan mereka masuk ke tahap masa remaja (informasi awal diperoleh dari wawancara dengan Kepala Pusat Konseling & Pengembangan Pribadi). Didukung pula oleh unsur kedekatan lokasi penelitian dengan tempat tinggal peneliti sehingga memudahkan proses penelitian.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 
"Bagaimanakah Pengaruh Komunikasi Interpersonal antara orangtua dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak di SD X?"

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah : Ingin mengetahui Pengaruh Komunikasi Interpersonal antara orang tua dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak di SD X

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diambil peneliti, maka manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 
1. Manfaat Akademis
Menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Jurusan Ilmu Komunikasi, berkaitan dengan masalah komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak, serta sebagai masukan bagi rekan-rekan mahasiswa yang akan mengadakan penelitian di masa yang akan datang
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan masukan dan informasi bagi para orangtua mengenai bentuk komunikasi interpersonal yang baik dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak

E. Sistematika Penulisan
Dari batasan penelitian di atas maka sistematika penulisan sebagai berikut : 
a) BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, serta sistematika penulisan.
b) BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi mengenai teori-teori yang mendukung dan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti dalam penulisan skripsi ini. Adapun teori-teori yang digunakan adalah teori mengenai Komunikasi, Komunikasi antar pribadi, Komunikasi Keluarga, Psikologi Belajar, Teori Belajar dan Psikologi Perkembangan
c) BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bagian ini akan menguraikan metode yang akan dipakai peneliti, yaitu definisi konseptual, definisi operasional, jenis metode penelitian, gambaran populasi, teknik pengambilan sample, jenis sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
d) BAB IV : ANALISIS dan DATA PEMBAHASAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian, hasil pengolahan data disertai dengan pembahasan yang terkait dengan penelitian
e) B ab V : KESIMPULAN dan SARAN
Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini, yang di dalamnya terdapat kesimpulan dan saran dari seluruh proses penelitian yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.