Search This Blog

MAKALAH AGAMA ISLAM-MERAYAKAN VALENTINE DAY DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKALAH AGAMA ISLAM-MERAYAKAN VALENTINE DAY DALAM PANDANGAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang. 
Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah demikian?


BAB II
PEMBAHASAN


A. SEJARAH VALENTINE’S DAY
The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day :
“Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine's Day probably came from a combination of all three of those sources--plus the belief that spring is a time for lovers.”
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).
Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242, The World Book Encyclopedia, 1998).
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. 
Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?. Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita remaja putra-putri Islam yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya” (Al Isra' : 36).

B. HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. 
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, "Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.
Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah  berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam. Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita). Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya.
Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.
Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.
Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan. 
2. Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nasrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine. 
3. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nasrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta. 
4. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”. 

B. SARAN
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:
Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (Al-Hadits).


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim.
The World Book Encyclopedia. 1998.
The Encyclopedia Britannica, Vol. 12.

MAKALAH SEKS BEBAS PADA REMAJA

MAKALAH SEKS BEBAS PADA REMAJA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sikap pemerintah dalam menangani seks bebas sangat membutuhkan perhatian masyarakat, karena tanpa campur tangan keduanya sungguh tidakakan tercapai apa yang kita inginkan. Karena masyarakat kota khususnya remaja masih dalam pembaharuan kebebasan yang disalah artikan. 
Oleh karena itu, banyak remaja yang terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan dan kebanyakan terpengaruh dari lingkungan luar yang merusak generasi muda karena rasa ingin gaul walaupun mereka sudah salah jalan. Oleh karena itu, para remaja harus banyak mendapat bimbingan para guru dan orang tua.
Karena zaman yang sudah semakin maju, remaja sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang baru apalagi dengan perubahan-perubahan remaja. Zaman sekarang para remaja sudah banyak terjerumus dalam seks bebas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pengalaman penulis, penulis melihat kurangnya kesadaran semua pihak seperti remaja dan orang tua. Adapun yang pernah di rencanakan untuk mengarahkan remaja ke hal-hal yang positif baru sedikir yang terlaksana dengan baik.
Bukan hanya di kota-kota besar, di kota kecil pun sudah banyak remaja yang terjerumus dalam seks bebas. Memang kebanyakan orang tua mengarahkan anak-anaknya ke hal yang positif tetapi karena pengaruh dan perkembangan zaman maka anak-anak mudah terjerumus ke hal yang negatif.
Apabila mereka berada di dalam lingkungan yang baik tidak menutup kemungkinan maka dengan kesadaran ia akan menjadi baik.


BAB II
PEMBAHASAN

Seks bebas di masyarakat sangat banyak yang dilakukan oleh remaja, namun di sini hanya mengidentifikasikan berbagai seks bebas yang dikategorikan seks bebas tingkat tinggi, maksudnya sering dilakukan dan berbahaya dari tingkat biasanya kumpul kebo yang sering dilakukan para remaja yang belum menikah.
Kumpul kebo atau istilahnya seks bebas yang dilakukan remaja karena berbagai faktor misalnya, tidak sadarkan diri, bahkan bila seorang pria yang berkelakuan bejat sampai memaksa seorang cewek. Terkadang seorang cewek bisa hamil pada usia sekolah/ para gadis umumnya, mengikuti pergaulan para remaja lainnya. Dia tidak tahu maksudnya, akhirnya dia terjebak oleh yang lainnya. Ada juga remaja yang ngumpul dipinggir jalan raya entah tidak tahu artinya apa, malam-malam hingga larut malam, sambil memainkan gitar dan bernyanyi, sehingga membuat keributan tetangganya dan mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan.

A. Penyebab Pergaulan Bebas
Penyebab pergaulan bebas dapat dikategorikan 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal :
1. Faktor internal/lebih lazimnya dari dalam diri seseorang remaja itu. Keinginan untuk dimengerti lebih dari orang lain bisa menjadi penyebab remaja melakukan tindakan penyimpangan, sikap yang terlalu merendahkan diri sendiri atau selalu meninggikan diri sendiri, jikalau terlalu merendahkan diri sendiri orang remaja lebih mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu dia beranggapan jika saya tidak begini saya bisa dianggap orang lain tidak gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman.
2. Faktor eksternal/faktor dari luar pribadi seseorang remaja. Faktor paling terbesar memberi terjadinya prilaku menyimpang seseorang remaja yaitu lingkungan dan sahabat. Seseorang sahabat yang sering berkumpul bersama dalam satu geng, otomatis dia akan tertular oleh sikap dan sifat kawannya tersebut. Kasih sayang dan perhatian orang tua tidak sepenuhnya tercurahkan, membuat seorang anak tidak betah berada di dalam rumah tersebut, mereka lebih senang untuk berada di luar bersama kawan-kawannya. Apalagi keluarga yang kurang harmonis dan kurangnya komunikasi dengan orang tua dapat menyebabkan seorang anak melakukan penyimpangan sosial serta seks bebas yang melanggar nilai-nilai dan norma sosial. Apabila ayah dan ibu mereka yang memiliki kesibukan di luar rumah akan membuat anak-anak remaja semakin menjadi-jadi, sehingga mereka merasa tidak diperdulikan lagi.

B. Dampak Dari Seks Bebas
Seperti kita ketahui bahwa banyak dampak buruk dari seks bebas dan cenderung bersifat negatif seperti halnya, kumpul kebo, seks bebas dapat berakibat fatal bagi kesehatan kita.
Tidak kurang dari belasan ribu remaja yang sudah terjerumus dalam seks bebas. Para remaja seks bebas cenderung akibat kurang ekonomi.
Seks bebas dapat terjadi karena pengaruh dari lingkungan luar dan salah pilihnya seseorang terhadap lingkungan tempatnya bergaul. Saat-saat ini di kota besar sering terjadi razia di tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik dan tempat berkumpul para remaja lainnya dan yang paling sering tertangkap adalah anak-anak remaja. Seks bebas sangat berdampak buruk bagi para remaja, dampak dari seks bebas adalah hamil di luar nikah, aborsi, dapat mencorengkan nama baik orang tua, diri sendiri, guru serta nama baik sekolah. 
Padahal seks bebas bukanlah segalanya, dimana mereka hanya mendapat kenikmatan semata, sedang mereka tidak memikirkan akibat yang harus mereka tanggung seumur hidup. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi remaja yang terjerumus di dalam seks bebas. Bayangkan saja jika seluruh remaja ada di Indonesia terjerumus dalam seks bebas, apa jadinya nasib bangsa kita ini jika remaja yang ada tidak memiliki kemampuan berfikir dan fisik yang baik, tentunya pembangunan tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.

C. Cara Menanggulangi
Seperti yang telah kita bahas di atas bahwa sesungguhnya memang kurang kesadaran baik dari remaja itu sendiri maupun orang tua. Hendaklah orang tua memperhatikan anak-anaknya tetapi orang tua jangan terlalu mamanjakan anak mereka, karena bisa mengakibatkan dampak buruk baginya karena dia sudah terbiasa dengan hal-hal yang enak-enak. Tetapi orang tua juga harus memperhatikan anak-anaknya dengan mengarahkan ke hal-hal yang positif dengan cara mendukung bakat yang dimiliki oleh anak tersebut, agar dapat berguna dan berkembang. 
Tetapi seorang anak juga jangan terlalu egois dalam memaksakan kehendak. Bagi para lembaga sosial harus bisa merangkul para remaja untuk masuk dalam suatu organisasi dengan mengikuti berbagai kegiatan seorang remaja akan terarah pikirannya dengan baik. Bagi lembaga keagamaan harus selalu mengarah ke imanan dan ketaqwaan mereka terbina. Mendukung segala bakat-bakat anak remaja agar mereka tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Tidak terlalu memaksakan seorang dalam berbagai tindakan karena akan membuat tempramen seorang anak suka emosional. Didiklah anak-anak dengan cara yang lambat agar mereka tidak selalu membangkan segala suruhan atau perintah para orang tua.


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan uraian di atas dapat menyimpulkan, yaitu :
Pemuda atau pemudi haruslah diperhatikan sering lagi karena tanpa perhatian dari orang tua, guru dan lembaga sosial lainnya seorang anak dapat melakukan penyimpangan sosial. Karena hanya merekalah penerus bangsa ini. 
Arahan-arahan perlu diberikan kepada remaja, karena dampak awal yang paling terasa adalah pada orang yang ada di sekitarnya. Dukungan mereka sangat perlu untuk memupuk rasa patriotisme dan nasionalisme bangsa Indonesia.

B. Saran
Adapun saran yang kelompok kami buat agar dapat dijadikan teladan oleh para remaja untuk dapat memperbaiki jalur hidup mereka demi masa depan dan nama baik negara kita, terutama orang tua selaku ayah dan ibu harus betul-betul memberikan perhatian bagi anak-anak mereka. Dihimbau bagi para pihak keamanan seperti polisi harus lebih mengetatkan keamanan serta kegiatan mereka untuk mengatasi kenakalan remaja.


DAFTAR PUSTAKA

http://keranjinganinfo.blogspot.com
MAKALAH PENGERTIAN, DEFINISI DAN PRINSIP ORGANISASI

MAKALAH PENGERTIAN, DEFINISI DAN PRINSIP ORGANISASI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat di sekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran 
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur. 

B. Rumusan Masalah 
1. Apa pengertian dari organisasi?
2. Apa definisi organisasi?
3. Apa saja prinsip daripada organisasi? 

C. Tujuan Penulisan 
1. Untuk mengetahui tentang pengertian daripada organisasi.
2. Untuk mengetahui tentang definisi daripada organisasi.
3. Untuk mengetahui tentang prinsip daripada organisasi.


BAB II
PEMBAHASAN 

A. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggungjawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian disebut organisasi yang bersifat “statis”, karena sekedar hanya melihat kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian organisasi yang bersifat “dinamis”. Dalam pengertian ini organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya, aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjadi dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Misalnya aktivitas tata hubungan antara atasan dan bawahan, tata hubungan antara sesama atasan, dan sesama bawahan. Berhasil atau tidaknya tujuan yang akan dicapai dalam organisasi, tergantung sepenuhnya kepada faktor manusianya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita selalu berada dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Kelompok tersebut dapat berupa rumah tangga, tempat kerja, kelompok sosial, kelompok usaha dan sebagainya. 
Setiap kelompok tersebut mempunyai beberapa ciri tertentu:
1. Bergerak dalam suatu bidang tertentu.
2. Mempunyai tujuan-tujuan tertentu.
3. Mempunyai tata cara dan prosedur kegiatan tertentu.
4. Mempunyai seorang atau beberapa orang pemimpin.
5. Mempunyai sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok tersebut.
6. Mempunyai sejumlah uang tertentu.
7. Mempunyai sarana dimana orang-orang tersebut berkumpul atau bekerja.
Semua ciri-ciri ini menggambarkan bahwa manusia pada dasarnya selalu berada dalam suatu lingkungan organisasi dan sistem management tertentu. Sejumlah ahli telah memberikan berbagai definisi untuk organisasi maupun management yang pada dasarnya sama akan tetapi sering berbeda dalam cara mengungkapkannya. Hal yang lain yang sering membingungkan adalah bahwa untuk suatu istilah yang sama beberapa ahli mempunyai interpretasi yang berbeda-beda.
Antara istilah organisasi dan manajemen terdapat suatu perbedaan yang mendasar. Organisasi merupakan suatu wadah, dengan demikian organisasi mempunyai pengertian yang relatif statis , yaitu sebagai wadah dari 5 M tersebut. Wadah tersebut dibentuk manusia untuk mencapai sesuatu, ataupun sesuatu tujuan tertentu.
Beberapa ahli mendefinisikan organisasi sebagai berikut:
- Sondang Siagian:
Suatu organisasi adalah setiap bentuk perserikatan manusia yang mempunyai tujuan tertentu.
- Abdoel Gani:
Suatu organisasi adalah:
1. Mekanisme ataupun struktur yang memungkinkan sesuatu yang memiliki hidup dan kehidupan yang bekerja secara efektif.
2. Susunan manusia, peralatan dan fasilitas dalam suatu wadah pengaturan tertentu untuk mencapai sasaran yang sudah ditentukan.
Di pihak lain, manajemen merupakan proses yang dinamis untuk menggerakkan berbagai unsur dalam wadah/organisasi (5M) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh manusia yang terdapat/tergabung dalam wadah tersebut.

B. Definisi Organisasi
1. Menurut Mc. Farland, Organisasi didefinisikan sebagai berikut “an organization is an identifiable group of people contributing their efforts towards the attainment of goals” (organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan).
2. Menurut Dimock, Organisasi didefinisikan sebagai berikut: “Organization is the systematic bringing together of interpedently part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achieve a given purpose” (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha yang telah ditentukan).
Berdasarkan atas kedua definisi tersebut, dapat diberikan ciri-ciri organisasi sebagai berikut:
1. Adanya suatu kelompok yang dapat dikenal.
2. Adanya kegiatan yang berbeda-beda tetapi satu sama lain saling berkaitan (interpedently part) yang merupakan kesatuan usaha/kegiatan.
3. Tiap-tiap anggota memberikan sumbangan usahanya/tenaganya.
4. Adanya kewenangan, koordinasi, pengawasan.
5. Adanya suatu tujuan (the idea of goals).

C. Prinsip Organisasi 
Konsepsi dan prinsip daripada organisasi (The Concept and the Principles of Organization) adalah sebagai berikut:
1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas (to define clearly the objective of the organization)
Organisasi dibentuk atau disusun atas dasar adanya tujuan. Jelasnya tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya:
a. Organisasi kekuasaan (Negara) dibentuk untuk mencapai tujuan negara/nasional (lihat GBHN).
b. Organisasi Olahraga, misalnya KONI dibentuk untuk mencapai tujuan, yaitu: mencapai prestasi yang setinggi-tingginya di bidang olahraga.
c. Organisasi Niaga, misalnya: PNGIA, dibentuk dengan tujuan mencari keuntungan (profit making).
2. Prinsip skala hirarki (the scalar principle)
Adanya garis kewenangan yang jelas dari pimpinan tingkat atas sampai pada setiap pimpinan tingkat bawahan, berarti garis pelimpahan wewenang dan garis pertanggungjawabannya akan lebih efektif. Demikian pula proses pengambilan keputusan, sistem komunikasi dan koordinasinya suatu organisasi.
3. Prinsip Kesatuan Perintah/Komando (Principle of Unity Command)
Bahwa seseorang hanya menerima perintah dan bertanggungjawab terhadap seorang atasannya saja.
4. Prinsip pelimpahan wewenang (Principle of delegation of authority)
Disebabkan seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas, dalam melaksanakan segala pekerjaannya, maka kewenangan itu harus dilimpahkan kepada pejabat-pejabat pimpinan sampai yang terendah sekalipun. Pelimpahan wewenang itu harus dapat menjamin kemampuan para pejabat tersebut untuk mencapai hasil yang diharapkan. Yang dimaksud degan pelimpahan wewenang ialah wewenang para pejabat pimpinan itu untuk mengambil keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5. Prinsip pertanggungjawaban (Principles of Responsibility)
Dalam menjalankan tugasnya bawahan harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan. Sekalipun demikian atasan tidak dapat menghindarkan pertanggungjawabannya atas segala kegiatan/perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya.
6. Prinsip Pembagian Pekerjaan (Principle of Division of Work)
Pembagian pekerjaan timbul disebabkan bahwa seseorang mempunyai kemampuan terbatas untuk melakukan segala macam pekerjaan. Oleh karena itu pembagian pekerjaan berarti bahwa kegiatan-kegiatan dalam melakukan pekerjaan harus dikhususkan secara sempurna (spesialisasi). Kegiatan-kegiatan itu harus jelas ditentukan dan dikelompokkan agar lebih efektif dalam mencapai tujuan organisasi.
7. Prinsip Jenjang/rentang pengendalian (Principle of span of control)
Jenjang/rentang pengendalian artinya bahwa jumlah bawahan yang harus dikendalikan oleh seseorang atasan perlu secara rasional. Oleh karena itu tingkat-tingkat kewenangan harus dibatasi seminimal mungkin, agar biaya overhead dapat ditekan serendah mungkin. Sesuai degan bentuk dan tipe organisasi, maka rentang/jenjang pengendalian (span of control), terdiri atas:
a. Rentang pengendalian yang sempit, yaitu apabila jumlah bawahan yang harus dikendalikan itu relatif kecil (4-8 orang).
b. Rentang pengendalian yang luas, yaitu apabila jumlah bawahan yang dikendalikan oleh seorang atasan relatif besar (8-15 orang).
8. Prinsip fungsional (Principle of functional definitional)
Bahwa seorang dalam organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja serta tanggung jawabnya dalam melaksanakan tercapainya tujuan organisasi.
9. Prinsip Pemisahan (Principle of Separation)
Bahwa beban tugas pekerjaan seorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
10. Prinsip Keseimbangan (Principle of Balance)
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Keseimbangan antara beban tugas pekerjaan dengan fungsi-fungsi manager. Dalam prakteknya keseimbangan itu mungkin terjadi pada bidang-bidang tertentu. Misalnya: pada struktur organisasi, yaitu apabila jenjang/rentang pengendalian (span of control) tidak efisien, karena komunikasi yang luas tidak juga efisien dan sebagainya.
11. Prinsip Fleksibilitas (Principle of flexibility)
Sesuatu pertumbuhan dan perkembangan organisasi harus disesuaikan dengan perubahan dan dinamika organisasi itu, sebab kalau tidak dapat menyesuaikan maka organisasi itu tidak dapat memenuhi tujuannya. Oleh karena itu diperlukan reorganisasi, karena mungkin perubahan pimpinannya, perubahan penggunaan metode dan prosedurnya (penggantian mesin baru), mungkin juga tidak sesuai lagi dengan tugasnya, sehingga harus disesuaikan dengan tugasnya yang baru.
12. Prinsip Kepemimpinan (Principle of leadership facilitation)
Sekalipun susunan organisasi telah ditetapkan, wewenang telah dilimpahkan kepada para manager untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, tetapi lebih daripada itu diperlukan adanya kemampuan kepemimpinan. Pengorganisasian adalah teknik peningkatan daripada kepemimpinan, karena dapat menciptakan situasi, dimana manager dapat memimpin ke arah yang lebih efektif.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 
Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian disebut Organisasi yang bersifat “statis”, karena sekedar hanya melihat kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian Organisasi yang bersifat “dinamis”. Dalam pengertian ini Organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya, aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjadi dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal.
Konsepsi dan prinsip daripada organisasi (The Concept and the Principles of Organization) adalah sebagai berikut:
1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas (to define clearly the objective of the organization).
2. Prinsip skala hirarki (the scalar principle).
3. Prinsip Kesatuan Perintah/Komando (Principle of Unity Command).
4. Prinsip pelimpahan wewenang (Principle of delegation of authority).
5. Prinsip daripada pertanggungjawaban (Principles of Responsibility).
6. Prinsip Pembagian Pekerjaan (Principle of Division of Work).
7. Prinsip Jenjang/rentang pengendalian (Principle of span of control).
8. Prinsip fungsional (Principle of functional definitional).
9. Prinsip Pemisahan (Principle of Separation).
10. Prinsip Keseimbangan (Principle of Balance).
11. Prinsip Fleksibilitas (Principle of flexibility).
12. Prinsip Kepemimpinan (Principle of leadership facilitation).

B. Saran 
Dengan mengetahui tentang definisi dan prinsip organisasi diharapkan mahasiswa dapat menerapkan prinsip organisasi dalam kehidupan sehari-hari. Penulisan makalah ini pun tidak sempurna karena masih banyak kekurangannya. Maka dari itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

MAKALAH LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG TIONGHOA DAN PROSPEK PENYELESAIAN MASALAH TIONGHOA DI INDONESIA

MAKALAH LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG TIONGHOA DAN PROSPEK PENYELESAIAN MASALAH TIONGHOA DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

Dengan arus globalisasi yang makin luas cakupannya, dalam penetrasinya, dan instan kecepatannya, setiap negara bukan saja menghadapi potensi ledakan pluralisme dari dalam, melainkan juga tekanan keragaman dari luar. Memasuki awal milenium baru terjadi berbagai perubahan yang cepat, dinamis, dan mendasar dalam tata pergaulan dan kehidupan antarbangsa dan masyarakat.
Pergeseran dari rezim otoritarian menuju demokrasi di Indonesia membawa kabar baik sekaligus potensi ancaman dari menguatnya politik identitas dengan ekspresi kekerasan yang menyertainya. Betapa tidak, pintu masuk menuju demokratisasi ini dimulai dengan aksi kekerasan terhadap keturunan Tionghoa (1998/1999). Kekerasan ini tidak berdiri sendiri, karena segera disusul oleh serangkaian kekerasan negara dan masyarakat terutama di Papua, Timor-Timur, Kalimantan Barat, Maluku dan Jawa Timur.
Era Reformasi telah menghadirkan jejak raksasa terhadap proses integrasi keturunan Tionghoa dalam rumah kebangsaan Indonesia. Hal itu ditandai oleh dikeluarkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 12/2006. Undang-udang ini sangat monumental karena secara legal formal, seperti tertuang dalam pasal 4, mengakui hak kewarganegaraan bagi siapa saja yang lahir di Indonesia tanpa perlu surat bukti kewarganegaraan.
Dengan Undang-undang ini, orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa secara legal formal bukan lagi warga negara kelas dua, yang diperlakukan sebagai tamu yang dicurigai di rumah kebangsaan. Tinggal masalahnya, bagaimana mendekatkan pengakuan legal ini dengan pengakuan aktual dalam realitas kehidupan sehari hari.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Tionghoa di Indonesia
Untuk dapat menganalisa prospek penyelesaian ‘masalah’ Tionghoa di Indonesia, sangat perlu adanya pemahaman yang dalam dan luas tentang sejarah orang Tionghoa di Indonesia.
Akan disampaikan tentang tahap-tahap perjalanan sejarah orang Tionghoa di Indonesia yaitu :
a. Masa sebelum datangnya kekuatan Kolonialisme Barat (Belanda) ke Nusantara 
Pada periode ini, ada 2 (dua) hal penting yang dapat dicatat, yaitu :
1. Membawa dan memperkenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Diperkenalkan dan disebarluaskannya agama Islam di Pulau Jawa.
b. Jaman Kolonial Belanda
Melalui politik Devide et Impera, yang dimantapkan dengan Peraturan Pemerintah yang membeda-bedakan penggolongan masyarakat Hindia Belanda, menjadikan hubungan antara etnis Tionghoa dengan penduduk setempat semakin memburuk (mengadu domba kedua golongan tersebut). Sadar atau tidak sadar, politik kolonial ini diambil alih dan diteruskan pada kebijakan-kebijakan pemerintah kita selanjutnya. 
c. Jaman Pendudukan Jepang 1941 - 1945
Setelah satu tahun sejak masa pendudukan Jepang, Jepang menyadari bahwa :
1. Perlu melalui orang Tionghoa, dengan menggunakan bahasa kanji, untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat umum.
2. Perlu orang-orang Tionghoa untuk menggerakkan kembali ekonomi perang Jepang di Indonesia. Penguasa Jepang membuat politik reunifikasi seluruh orang Tionghoa, antara lain dengan jalan mewajibkan semua orang Tionghoa, yang dulunya berpendidikan barat, harus kembali belajar bahasa Mandarin.
3. Jepang membentuk organisasi tunggal di kalangan orang-orang Tionghoa, dengan nama ‘Hwa Chiao Chung Hui’.
d. Jaman Revolusi s/d Indonesia Merdeka
Dibagi menjadi 4 (empat) sub periode, yaitu :
1. Jaman Revolusi Pertahankan Kemerdekaan 1945-1949.
 Banyak orang Tionghoa yang mendukung Revolusi Indonesia dan aktif terjun di dalam gerakan perjuangan, disamping ada juga yang memihak kepada Kolonial Belanda.
 Banyak terjadi kerusuhan anti Tionghoa, berupa perampokan, pembakaran, pemerkosaan dan pembunuhan oleh Extreemist diberbagai tempat, terutama di Jawa dan Sumatera.
2. Jaman Kepemimpinan Presiden Soekarno 1950-1965
Dalam bidang Politik, orang Tionghoa mempunyai kedudukan yang sama dengan orang Indonesia pada umumnya, sehingga banyak orang Tionghoa duduk dalam Parpol, DPR, bahkan dalam pemerintahan sebagai Menteri. Tetapi, dalam bidang ekonomi banyak terjadi usaha-usaha diskriminasi, misalnya dibentuknya : Group Benteng, Gerakan Asa’ad, PP10, Kerusuhan Mei di Bandung (Jawa Barat), dll.
3. Jaman Kepemimpinan Presiden Suharto 1965-1998
Dalam bidang politik, orang Tionghoa disingkirkan sama sekali dari kemungkinan bergiat dalam bidang politik. Sebaliknya dalam bidang Ekonomi, karena keperluan menggerakkan investasi umumnya, orang-orang Tionghoa digunakan dan dimanfaatkan yang berakhir terwujudnya Konglomerasi.
4. Era Reformasi
Sejak kekuasaan Suharto tumbang di tahun 1998, dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun era reformasi ini, terjadi banyak perubahan- menuju kemajuan-kemajuan. 3 (tiga) pilar utama untuk menyangga eksistensi orang-orang Tionghoa di Indonesia yaitu :
a) Organisasi-Organisasi ke-Tionghoa-an.
b) Koran-Koran berbahasa Mandarin.
c) Sekolah-sekolah yang juga mengajarkan bahasa Mandarin, mulai tumbuh kembali. 

B. Prospek Penyelesaian Masalah Tionghoa di Indonesia
Menghadapi warisan panjang sejarah marjinalisasi politik dan dekulturisasi etnis Tionghoa, Pemerintah Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Canada. Pertama, model pluralis bisa diadopsi, setidaknya untuk sementara waktu, yang memberi kemungkinan bagi etnis Tionghoa untuk mengekspresikan identitas kulturalnya di ruang publik. Ruang publik harus terbuka bagi partisipasi keturunan Tionghoa dalam pendidikan, politik dan jabatan publik. Dengan prakondisi seperti itu, model kosmopolitan bisa didorong bersamaan dengan mencairnya sekat-sekat etno-kultural. 
Dalam pada itu, upaya negara untuk memberi ruang bagi koeksistensi dengan kesetaraan hak bagi berbagai kelompok etnis, budaya dan agama juga tidak boleh dibayar oleh ongkos yang mahal berupa fragmentasi masyarakat. Oleh karena itu, setiap kelompok dituntut untuk memiliki komitmen kebangsaan dengan menjunjung tinggi konsensus nasional seperti yang tertuang dalam Pancasila dan konstitusi negara, serta unsur-unsur pemersatu bangsa lainnya, seperti bahasa Indonesia. 
Dalam kaitan dengan itu, masing-masing komunitas bangsa, khususnya etnis Tionghoa, dituntut untuk melakukan mawas diri seraya berjuang berpartisipasi aktif dalam urusan-urusan bersama kebangsaan. Partisipasi ini tidak hanya terbatas pada sektor ekonomi, melainkan juga pada segi-segi budaya, pendidikan, politik, hukum dan pergaulan lintas-kultural; bergotong-royong bersama berbagai komponen bangsa lainnya dalam rangka membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Seiring dengan itu, kesenjangan ekonomi yang kerap menyimpan benih sentimen etnis harus diatasi oleh negara dengan mengembangkan negara kesejahteraan yang berkhidmat bagi kepentingan rakyat banyak. Affirmative action bisa saja diberlakukan dengan catatan tidak berlandaskan pada perbedaan kelompok etnis atau agama, melainkan bagi siapa saja yang mengalami nasib kurang beruntung. 


BAB III
PENUTUP

Dari analisa tentang sejarah masa lalu itu, dikembangkan konsep penyelesaian ‘masalah’ Tionghoa di Indonesia untuk masa-masa datang. Untuk itu perlu disampaikan Visi, Misi dan Program dasar dari sebuah organisasi Indonesia Tionghoa yang bersifat ‘Nation Wide’, menyangkut masalah-masalah ini.
Demi keberhasilan pembangunan kembali sebuah Indonesia baru, sangatlah perlu orang-orang Indonesia Tionghoa ini di-ikutsertakan dengan prinsip-prinsip yang adil dan bijaksana, baik dalam bidang pembangunan ekonomi maupun dalam bidang pembangunan politik Indonesia. Khususnya dalam bidang Ekonomi, kami berpesan kepada orang-orang Indonesia Tionghoa, bahwa adalah kepentingan kita sendiri dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia, kita harus ikhlas membantu dan mengikutsertakan semua komponen bangsa yang lain, yang ingin berkiprah di dalam bidang Ekonomi.
Dan kepada pihak Pemerintah, kami serukan agar supaya ada 1 (satu) sistem Ekonomi Nasional yang kondusif, untuk lebih membuka pemerataan peluang berusaha bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini adalah dalam rangka memperkokoh kekompakan seluruh komponen bangsa.
Demikian pula di dalam bidang Politik, kami serukan kepada orang Indonesia Tionghoa untuk tidak ragu-ragu mengambil peranan dalam peri kehidupan berpolitik sesuai dengan tingkat kesadaran dan kesiapan masing-masing. Memahami Politik dan menaruh minat serta concern tentang kehidupan Politik, tidak usah berarti turut menyelenggarakan kegiatan Politik Praktis. Memahami Politik adalah kewajiban setiap warga negara untuk dapat turut memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Eddie Lembong, Seminar Reposisi Peranan Tionghoa Indonesia Bagi Pembangunan Negara Dalam Era Reformasi Dan Otonomi Daerah, Jakarta. 2002.
Kymlicka, W. Three Forms of Group-Differentiated Citizenship in Canada, dalam Democracy and Difference: Contesting the Boundaries of the Political, ed. S. Benhabib, Princeton University Press, New Jersey. 1996.


KAMI BUTUH FILE SKRIPSI DAN TESIS

KAMI BUTUH FILE SKRIPSI DAN TESIS

Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan file-file makalah/skripsi/PTK/tesis di blog kami, maka kami membuka penawaran kepada Anda. Apabila Anda mempunyai file-file makalah/skripsi/PTK/tesis dalam jumlah banyak, kami bersedia membelinya.

Syaratnya adalah :
  • File bersih dari virus
  • File berformat WORD
  • Isinya lengkap (minimal mulai bab awal s/d daftar pustaka), kalau ada lampiran lebih bagus
  • Tidak pernah dipublikasikan di internet
Caranya :
  • Kirim minimal 2 contoh file ke email kami disini beserta nomor HP dan harga per judul yang Anda inginkan
  • Setelah file kami terima, kami akan mengecek apakah file tersebut memenuhi syarat atau tidak
  • Kalau file tersebut memenuhi syarat, kami akan menghubungi Anda untuk menegosiasikan transaksi selanjutnya
Catatan :
  • Transaksi pembayaran hanya dilakukan via transfer bank
  • Semua penawaran harga bisa dinegosiasikan
  • Apabila file tidak memenuhi syarat, kami tidak berkewajiban membayar file tersebut
  • Kami hanya membalas email apabila file yang dikirim memenuhi syarat-syarat diatas

Terimakasih,

Admin Gudangmakalah

SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA

SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA


(KODE : PEND-AIS-0084) : SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001-2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi sebagai kondisi dimana terlalu tipisnya untuk tidak mengatakan tidak ada sekat atau batas antara satu negara dengan negara lain, satu budaya dengan budaya lain, satu profesi dengan profesi yang lain, hingga satu paradigma dengan paradigma lainnya, sebagai suatu kenyataan yang kita rasakan dalam kehidupan keseharian kita. Internet misalnya, telah mampu menembus negara, desa bahkan dalam setiap keluarga (rumah). Sehingga apa yang terjadi hari (saat) ini di Eropa, Amerika, Asia, Afrika, Timur Tengah dan bagian dunia lainnya dapat kita akses langsung dari rumah (kalau ada jaringan internetnya). Demikian pula dalam institusi bisnis seperti KFC (Kentucky Fried Chicken) yang awalnya hanya di Amerika kini telah hadir di hampir setiap kota di suatu negara termasuk di Indonesia. Dengan demikian globalisasi memang tidak dapat untuk dihindari dalam kehidupan keseharian kita.
Untuk tidak menafikan efek dari globalisasi, fenomena ini memang memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. Pada sisi positif, globalisasi memberikan kita kemudahan dalam mengakses informasi dengan cepat, kita juga dapat memilih produk dengan kualitas yang baik dan murah, memiliki banyak pilihan lainnya, membuka wawasan berfikir dan peka terhadap perubahan. Setiap orang menginginkan perwujudan produk yang terbaik, paling mutakhir dan paling modern. Sementara sisi negatifnya, globalisasi menciptakan daya kompetisi yang tinggi, siapa saja yang berwawasan lokal akan kalah oleh yang global, yang bermodal pas-pasan akan dikuasai oleh para kapitalis, yang menguasai sumber industri hilir dan hulu akan menjadi raksasa bisnis sementara yang lain hanya mampu sebagai pengikut yang tidak mungkin menang dalam persaingan.
Pendidikan dapat menjadi tolak ukur bagi kemajuan dan kualitas kehidupan suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa atau negara dapat dicapai dengan salah satunya melalui pembaharuan serta penataan pendidikan yang baik. Jadi, keberadaan pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas, pandai, berilmu pengetahuan yang luas, berjiwa demokratis serta berakhlak karimah.
Sedangkan pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemban potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Upaya dalam peningkatan mutu pendidikan banyak dilakukan, sehingga dalam hal ini langkah awal yang dilakukan pemerintah dalam membenahi keberadaan pendidikan salah satunya adalah dengan pembenahan di bidang proyek penelitian nasional pendidikan, sehingga diharapkan dengan kegiatan ini akan dapat memecahkan masalah pendidikan yang menyangkut masalah peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, masalah esensial dan efektifitas yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Dengan demikian keberadaan pendidikan bisa beradaptasi selaras dengan perkembangan zaman sehingga dengan ini mampu menaikkan harkat, martabat manusia.
Dari sini pemerintah banyak menyoroti bagaimana keberadaan serta pelaksanaan pendidikan dan terus melakukan pembenahan dan pembaharuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dimana tujuan tersebut ditindaklanjuti dalam lingkup tujuan-tujuan yang lebih khusus di dalam lembaga pendidikan atau sekolah. Adapun arah dan tujuan dalam program pendidikan ditegaskan dalam UU Sisdiknas 2003. yaitu : 
Pendidikan Nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain itu keberhasilan pendidikan itu dapat kita lihat dari beberapa hal, diantaranya : tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, seperti pada perolehan nilai akhir yang memuaskan. Namun, yang paling utama adalah adanya perubahan sikap perilaku yang menonjol pada diri peserta didik dengan adanya perubahan pola pemikiran atas dasar pengetahuan ataupun ilmu yang telah didapat dari guru, dari pengalaman atau lingkungan sekitarnya, sehingga keberadaan pendidikan bagi seorang anak atau siswa sangat berpengaruh bagi perkembangan anak di usia selanjutnya.
Namun demikian walaupun pemerintah khususnya Departemen Pendidikan Nasional sudah membuka diri dalam kancah global, tapi apakah lembaga-lembaga pendidikan nasional baik negeri atau swasta di Indonesia juga mampu berwawasan global? Pertanyaan ini perlu untuk diangkat karena jika pendidikan nasional masih berfikir lokal maka cepat atau lambat akan kalah dengan lembaga pendidikan yang sudah mapan secara global diatas. Dan ternyata bagi orang yang mempunyai uang lebih dari sekedar berkecukupan, mereka jarang menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan nasional tapi selalu mencari lembaga pendidikan internasional yang memang terbukti telah mampu berkompetisi secara global. Hal ini wajar karena daya kompetisi lembaga-lembaga pendidikan internasional sudah sangat baik.
Dalam sebuah wadah organisasi atau kelembagaan tentulah mempunyai tujuan, visi dan misi yang menjadi target pencapaian dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Untuk mencapai kesemuanya tersebut maka perlulah melalui serangkaian proses yakni; perencanaan program, implementasi program, hingga sampai tahapan evaluasi hasil pelaksanaan program. Semua hal diatas haruslah terstruktur dengan jelas dan rapi karena hal di atas adalah merupakan prinsip manajemen dalam ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : 
Artinya : "Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas, dan tuntas) ". (HR Thabrani)
Membahas tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengevaluasian dalam sebuah wadah organisasi ataupun lembaga tentulah tidak dapat terlepas dari manajemen yang dalam bukunya T. Hani Handoko mengartikan manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan-penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Demi menanggulangi kemajuan teknologi, transportasi dan informasi, masyarakat internasional akan terus memperbaiki kualitas sumber daya masing-masing secara terus menerus, begitu juga Indonesia ditengah-tengah persaingan bebas ini bangsa Indonesia berusaha memperbaiki kualitas sumberdaya manusianya secara berkesinambungan, begitu juga organisasi-organisasi ataupun lembaga pendidikan-lembaga pendidikan, mereka saling mempersiapkan diri dengan cara memperbaiki kualitas mutu masing-masing dalam menyambut era pasar bebas.
Sistem manajemen mutu menurut adanya pengawasan statistik dan sirkulasi kualitas, menuntut adanya perubahan budaya dan juga perbaikan tim kerja, maka dunia internasional melalui lembaga-lembaga ekonominya melakukan sebuah langkah standarisasi mutu. Salah satu standar mutu yang sedang berkembang pesat pada saat-saat ini adalah ISO 9000, yang dihasilkan oleh ISO (International Organization for Standardization) Merupakan organisasi bukan pemerintah yang didirikan pada tahun 1947 yang berkedudukan di Jenewa.
Sedangkan untuk Indonesia sendiri, Dewan Standar Nasional (DSN) mengadopsi secara total seri ISO 9000 menjadi standar seri SNI 19-9000 berdasarkan peraturan pemerintah No 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia. Dan keputusan presiden No 12 tentang penyusunan, penerapan, dan pengawasan standar nasional. ISO muncul sebagai sebuah solusi untuk standar penilaian kualitas organisasi, perusahaan, atau lembaga pendidikan yang diakui secara internasional. Seperti halnya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 yang telah di terapkan di sekolah-sekolah yang menuju taraf internasional, apakah hal tersebut memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa ataupun tidak sama sekali.
Berpijak pada uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul "IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI DI SMA X

B. Rumusan Masalah
Agar penelitian dapat berjalan dengan baik, maka peneliti harus merumuskan masalahnya, sehingga jelas memulai dan bagaimana memecahkannya.
Masalah juga diartikan sebagai keadaan yang berstandar dari hubungan antara dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan, perumusan masalah pokok penelitian menjadi pusat perhatian dalam penelitian, supaya persoalan tidak melebar maka peneliti membatasinya.
Dari uraian latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana dampak implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di SMA X terkait dengan kualitas sekolah?
2. Bagaimana kualitas proses belajar PAI di SMA X dengan adanya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian hendaknya tidak menyimpang dari pemecahan masalah, tujuan penelitian ini merupakan target yang ingin dicapai, secara substansi suatu penelitian bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Adapun tujuan yaitu : 
1. Untuk mengetahui dampak ISO 9001:2000 pada mutu sekolah di SMA X.
2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas proses belajar PAI di SMA X terhadap adanya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000.

D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan tidak hanya cukup pada mempelajari teorinya saja, akan tetapi adanya penelitian juga merupakan suatu hal yang penting untuk perkembangan ilmu selanjutnya. Dalam hal ini penulis berharap penelitian ini dapat berguna : 
1. Sebagai bahan informasi bagi Kalangan pendidik baik itu pengelola pendidikan, kepala sekolah, guru dan staff agar memiliki wawasan penjaminan mutu dalam pendidikan di era globalisasi ini.
2. Sebagai bahan kajian bagi instansi ataupun lembaga terkait dalam fungsinya untuk turut mengelola sekaligus mengembangkan kegiatan pendidikan dalam usaha meningkatkan kualitas belajar PAI.
3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khasanah keintelektualan Islam, dalam lingkup manajemen pendidikan khususnya mengenai sistem manajemen mutu ISO 9001:2000.
4. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah cakrawala keilmuan peneliti dan menjadi masukan serta referensi bagi SMA X khususnya tentang sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 yang berhubungan dengan kualitas belajar PAI.
5. Sebagai Khazanah perpustakaan, sekaligus menjadi bahan referensi bagi penelitian yang sejenis dan titik tolak untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk memberi gambaran yang jelas mengenai isi penelitian ini, maka pembahasan ini dibagi menjadi enam bab. Uraian masing-masing bab ini disusun sebagai berikut : 
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar informasi penelitian yang terdiri dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : Berisikan tentang kajian tentang manajemen yang meliputi : pengertian manajemen, aspek-aspek manajemen, prinsip-prinsip manajemen. Tentang ISO 9001:2000 yang meliputi : Pengertian ISO 9001:2000, penerapan prinsip manajemen ISO 9001:2000, tujuan penerapan ISO 9001:2000, manfaat penerapan ISO 9001:2000, Delapan langkah Prinsip-prinsip ISO 9001:2000, tahap implementasi ISO 9001:2000, kesalahan-kesalahan pandangan terhadap ISO 9001:2000. Tentang proses belajar mengajar yang meliputi : pengertian proses belajar mengajar, cirri dan pola interaksi proses belajar mengajar, beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, fungsi tujuan dalam proses belajar mengajar, tingkatan proses belajar, komponen belajar mengajar. Dan membahas tentang Pendidikan Agama Islam yang meliputi : pengertian pendidikan agama islam, dasar dan tujuan pendidikan agama islam, kedudukan dan fungsi pendidikan agama islam, faktor-faktor pendidikan agama islam.
BAB III : Berisikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari : pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Merupakan pembahasan tentang laporan hasil penelitian yang terdiri dari latar belakang : sejarah berdirinya SMA X, lokasi dan letak biografis, visi, misi dan tujuan, struktur organisasi, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa-siswi, keadaan sarana dan prasarana, serta kegiatan ekstrakurikuler. Dan Berisikan tentang pembahasan hasil penelitian Implementasi Sistem Manajemen ISO 9001:2000 dalam Meningkatkan Kualitas Proses Belajar PAI di SMA X yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta faktor pendukung dan penghambat yang ada di SMA X.
BAB V : Merupakan pembahasan yang meliputi : Bagaimana implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di SMA X terkait dengan kualitas sekolah. Bagaimana kualitas proses belajar PAI di SMA X terhadap adanya sistem manajemen ISO 9001:2000?
BAB VI : Merupakan Penutup bagi seluruh rangkaian pembahasan seluruh isi skripsi ini, juga berisi Kesimpulan dan Saran-saran yang bersifat konstruktif.
Dalam bab ini diuraikan kesimpulan akhir yang penulis peroleh dari penelitian ini. Sehingga dengan kesimpulan tersebut penulis dapat mengetahui bagaimanakah "Relevansi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 di SMA X".
Sehingga demikian akhirnya penulis berusaha memberikan sumbangan pemikiran yang berupa saran-saran yang difokuskan pada hal-hal yang dapat mengembangkan SMA X.

SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X

SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X


(KODE : PEND-AIS-0083) : SKRIPSI METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MAPEL AL-QURAN HADITS DI MTS X


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan dan peradaban manusia senantiasa mengalami perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan kualitas pendidikan Islam, yaitu melalui internalisasi nilai-nilai Islam, salah satunya nilai akhlak. Pendidik dalam proses pendidikan Islam tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah mated yang akan diberikan kepada peserta didiknya, tetapi ia hams menguasai berbagai metode dan teknik pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam, yang salah satunya nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits. Hal ini karena metode dan teknik pendidikan Islam tidak sama dengan metode dan teknik pendidikan yang lain.
Di dalam menginternalisasikan suatu nilai-nilai Islam, yaitu nilai akhlak penting sekali adanya metode, karena metode adalah salah satu aspek penting yang memiliki pengaruh dalam pencapaian suatu tujuan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali Qaimi di dalam bukunya, yaitu : "Metode adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mencapai tujuan".
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia merupakan ranah pendidikan Agama dan Keagamaan yang seyogyanya dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga mampu menjelaskan realitas keagamaan yang sebenarnya. Hal tersebut sebagai landasan pengembangan cara, proses pengembangan dan mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional. Tujuan setelah proses pembelajaran adalah sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa. Oleh karena itu, metodologi pendidikan diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan yang mengarahkan pengembangan seseorang, khususnya proses belajar. Mengajar yaitu salah satunya untuk menginternalisasikan nilai akhlak. Melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits tersebut dapat dilakukan dengan keteladanan, pembiasaan, nasihat, perhatian, dan dengan hukuman.
Atas dasar tersebut, maka metode pendidikan harus didasarkan dan disesuaikan dengan : 
1. Pandangan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungan. 
2. Karakteristik masyarakat madani, yaitu manusia yang bebas dari ketakutan, berekspresi dan bebas untuk menentukan arah kehidupannya,
3. Competency, yaitu peserta didik akan memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap, wawasan dan penerapannya sesuai dengan kriteria/tujuan pembelajaran. Proses belajar diorientasikan pada pengembangan kepribadian yang optimal dan didasarkan pada nilai-nilai ilahiah.
Di dalam pembelajaran Al-Qur'an Hadits prinsip ini menuntut peserta didik untuk diberi kesempatan secara aktif dalam merealisasikan dan menginternalisasikan segala potensi bawaan kea rah tujuan yang diinginkan, yaitu manusia muslim yang berkualitas, inovatif, kerja keras, sportifitas, kesiapan bersaing dan sekaligus bekerja sama serta memiliki disiplin diri.
Dengan demikian pendidikan Islam akan mampu memproduk peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, bebas dari ketakutan, mandiri, bebas berekspresi, inovatif dan bebas untuk menentukan arah kehidupannya. Pendidikan Islam merupakan pendidikan nilai karena lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya. (Muhaimin : 159).
Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan Islam berorientasi pada pendidikan nilai sebagai perlu adanya proses internalisasi tersebut. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari suatu "Nilai" yang terkandung di dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu "Sistem nilai akhlak" sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.
Oleh karena itu, untuk mengadakan interaksi, manusia menciptakan aturan-aturan dan nilai-nilai tertentu. Aturan dan nilai tertentu dapat berbentuk tata tertib, etika, adap dan aturan perundang-undangan. Semua yang dihasilkan manusia dalam aturan ini hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkungi manusia tersebut. Sumber nilai umat Islam hanya digunakan sepanjang tidak menyimpang dari nilai yang bersumber dari nilai ilahi, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah sebagaimana tersebut dalam firman Allah QS. Al-Hasyr [59] : 7 : 
Artinya : "Dan apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya ".
Kelebihan Al-Qur'an diantaranya terletak pada metode yang menakjubkan dan unik, sehingga dalam konsep pendidikan yang tergantung di dalamnya. Al-Qur'an mengawali konsep pendidikan dari hal yang sifatnya konkrit menuju hal yang abstrak. Setelah Al-Qur'an yang menjadi sumber nilai dalam agama Islam maka yang kedua adalah As-sunnah. Pada hakikatnya keberadaan As-Sunnah ditujukan untuk mewujudkan suatu sasaran, yaitu : menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur'an. Tujuan ini diisyaratkan dalam firmannya QS. An-Nahl [16] : 
Artinya : "Dan Kami turunkan kepadamu Adzkr (Al-Qur'an kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar mereka memikirkan". 
Dengan demikian jelaslah bahwa kedua sumber tersebut merupakan sumber nilai yang mutlak yang harus dianut oleh manusia agar tercapai hidup yang dijalaninya tidak dalam kesesatan dan jauh dari ridla Allah. Untuk itulah perlu adanya internalisasi nilai-nilai Islam salah satunya nilai akhlak. Dalam proses internalisasi nilai-nilai Islam khususnya nilai akhlak harus memperhatikan metode-metode apa yang digunakan. Pada hakikatnya suatu metode tidak ada yang paling tepat, kecuali dengan menyesuaikan dengan mated apa yang akan diberikan. Internalisasi nilai-nilai luhur tersebut selain diemban oleh orang tua yang paling dominan di keluarga. Maka juga harus dilaksanakan oleh para guru yang berada di lingkungan penduduk.
Pentingnya akhlak dalam Islam adalah nomor dua setelah iman. Seseorang tidaklah dikatakan beriman kepada Allah kecuali ia berakhlak mulia. Sebab tanda iman yang paling utama terletak pada akhlak yang mulia, dan di antara nifak yang paling menonjol adalah akhlak yang buruk. Persoalan akhlak ini harus mendapatkan perhatian utama dalam diri umat islam. Karena Rasulullah sendiri adalah orang yang memiliki moral dan akhlak yang tinggi.
Pendidikan agama Islam menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, latar belakang yang tersebut di atas memberikan inspirasi bagi penulis dalam penyusunan skripsi yang diberi judul : METODE INTERNALISASI NILAI AKHLAK MELALUI MATA PELAJARAN AL-QUR'AN HADITS DI MADRASAH TSANAWIYAH X.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pelaksanaan Internalisasi nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X ?
2. Metode apakah yang digunakan guru untuk menginternalisasikan nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan formulasi di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk : 
1. Mengetahui pelaksanaan Internalisasi nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X.
2. Mengetahui dan memahami metode apakah yang digunakan guru untuk menginternalisasikan nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits di Madrasah Tsanawiyah X.
Manfaat penelitian, yaitu : 
1. Manfaat bagi Instansi : 
Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.
2. Obyek Penelitian
Sebagai bahan informasi dan konstitusi pemikiran bagi lembaga terkait dalam melaksanakan internalisasi nilai akhlak melalui mata pelajaran Al-Qur'an Hadits khususnya dan dalam pembelajaran pelajaran yang lain.
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan diharapkan mampu memberikan ruangan dan wahana baru bagi pengembangan ilmu khususnya internalisasi nilai-nilai Islam, yaitu nilai akhlak di masa yang akan datang.
b. Sebagai kajian tentang nilai akhlak yang bermaksud memberikan sumbangan pemikiran terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan Islam yang dikaitkan dengan upaya mengembalikan nilai-nilai religius dan nilai-nilai luhur bangsa, yang pada hari ini telah banyak tergantikan atau bahkan ditinggalkan oleh masyarakat.
4. Bagi Peneliti
a. penelitian ini selain sebagai perluasan dalam pemikiran, juga sebagai pengalaman.
b. Memberikan bekal-bekal pengertian tentang pedoman keyakinan hidup manusia di dalam mengarungi samudra dan gelombang hidup.
c. Diharapkan mempunyai arti kemasyarakatan khususnya bagi umat Islam.

D. Penegasan Istilah atau Definisi Operasional
1. "Metode" adalah cara atau jalan yang hams ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
2. "internalisasi" diartikan sebagai suatu proses penanaman sikap ke dalam diri pribadi seseorang melalui pembinaan, bimbingan dan sebagainya, agar ego menguasai secara mendalam suatu nilai serta menghayatinya sehingga dapat tercermin dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan standar yang diharapkan.
3. "Nilai Akhlak" merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai keislaman merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi (insan kamil). "Akhlak" adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
4. "Mata Pelajaran Al-Qur'an Hadits" adalah unsure mata pelajaran Agama Islam pada madrasah yang memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang Al-Qur'an Hadits sebagai sumber ajaran Islam.

SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS

SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS


(KODE : PEND-AIS-0082) : SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Berbagai persoalan pendidikan pun muncul seiring dengan perkembangan zaman. Begitu juga solusinya, yang kian hari kian banyak opini, pendapat, jurnal, artikel bahkan penelitian khusus tentang pendidikan, baik kajian teoritik maupun empirik.
Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan pribadinya agar hidup dengan disiplin.
Pernyataan Dewey tersebut mengisyaratkan bahwa sejatinya suatu komunitas kehidupan manusia, di dalamnya telah terjadi dan selalu memerlukan pendidikan, mulai dari model kehidupan masyarakat primitif sampai pada model kehidupan masyarakat modern. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan secara alami merupakan kebutuhan hidup manusia, upaya melestarikan kehidupan manusia dan telah berlangsung sepanjang peradaban manusia itu ada. Dan hal ini sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki peran rangkap dalam hidupnya yaitu sebagai makhluk individu yang perlu berkembang dan sebagai anggota masyarakat di mana mereka hidup. Untuk itu pendidikan mempunyai tugas ganda, yakni di samping mengembangkan kepribadian manusia secara individual, juga mempersiapkan manusia sebagai anggota penuh dari kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan lingkungan dunianya.
Berbicara mengenai pendidikan, tema diskusi dan seminar yang marak akhir-akhir ini adalah tentang pendidikan karakter, bukan hanya karena terpengaruh oleh isu yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional tentang tema dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, "Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa", tetapi juga karena keprihatinan yang sama di berbagai kalangan masyarakat.
Berbagai diskusi itu diselenggarakan untuk mencari akar penyebab, dan selanjutnya jika mungkin berusaha menemukan jalan keluarnya, untuk mengurangi rasa prihatin itu. Sudah barang tentu persoalan itu bukan hal ringan, bisa dijawab dengan cepat dan mudah. Persoalannya sudah sedemikian berat dan rumit. Ada berbagai variabel penyebab yang terlanjur terjadi, dan tidak bisa dihapus. Kemerosotan akhlak tersebut adalah merupakan akibat, sedangkan sebab-sebab yang mendahului sudah terjadi, dan karena itu tidak akan mungkin dihilangkan atau ditarik kembali.
Jika ingin mengurai, mengapa keadaan tersebut terjadi, kiranya perlu merenungkan peristiwa-peristiwa beberapa tahun terakhir di negeri ini. Sejak tahun 1998 yang lalu, ketika terjadi reformasi, sehari-hari di kampus-kampus, hingga di kota-kota kecil, dan bahkan di tingkat desa terjadi demonstrasi yang seolah-olah tidak ada henti-hentinya. Dalam setiap demo itu selain mereka membawa poster-poster bernada protes, juga melontarkan teriakan-teriakan yang bernada mengolok-olok, dan bahkan juga menghujat terhadap mereka yang dianggap keliru atau salah dalam mengambil kebijakan.
Maka dalam waktu yang cukup lama, muncul generasi yang pekerjaannya sehari-hari menyalahkan terhadap generasi sebelumnya. Siapapun dianggap salah, apalagi pejabat pemerintah. Dengan begitu sopan santun terhadap generasi tua, termasuk terhadap orang tua, guru, pemimpin menjadi hilang. Kewibawaan menjadi tidak ada. Yang terjadi adalah menyalahkan dan menuduh. Keadaan seperti itu, maka otomatis menghilangkan tradisi yang sekian lama dipelihara, misalnya menghormat kepada orang tua, pemimpin, guru dan seterusnya.
Generasi muda yang telah kehilangan figur mulai merasa bahwa dia yang paling benar dan jika dia disalahkan akan dengan mudah mengembalikan kepada mereka yang telah menuduhnya salah. Prestasi akademik yang membanggakan dirasa cukup baginya untuk menutupi kekeliruan-kekeliruan akhlak yang diperbuat. Sehingga harapan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dapat diibaratkan seperti telur di ujung tanduk.
Wacana tentang pendidikan karakter yang dikenal oleh dunia telah digagas oleh Dr. Thomas Lickona, seorang profesor pendidikan dari Cortland University pada tahun 1991, namun menurut penulis, penggagas pembangunan karakter pertama kali adalah Rasulullah SAW. Pembentukan watak yang secara langsung dicontohkan Nabi Muhammad SAW merupakan wujud esensial dari aplikasi karakter yang diinginkan oleh setiap generasi. Secara asumtif bahwa keteladanan yang ada pada diri Nabi menjadi acuan perilaku bagi para sahabat, tabi'in dan umatnya. Namun, sampai abad 15 sejak Islam menjadi agama yang diakui universal ajarannya, penerapan pendidikan karakter justru dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas muslim.
Dalam Al-Qur'an, teks yang membicarakan tentang keteladanan telah mengingatkan kita yang mengakui diri sebagai muslim dan memiliki akal untuk berpikir sejak 15 abad silam.
Namun, untuk mewujudkan generasi Qur'ani sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah bukan pekerjaan yang mudah. Ia harus diusahakan secara teratur dan berkelanjutan baik melalui pendidikan informal seperti dalam keluarga, pendidikan formal atau melalui pendidikan non formal (masyarakat). Generasi Qur'ani tidak lahir dengan sendirinya, tetapi ia dimulai dari pembiasaan dan pendidikan dalam keluarga, misalnya menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sebagaimana hadits Nabi : "Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat, lantaran ia sudah berumur 7 tahun, pukullah mereka setelah mereka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidurmu dan tempat tidur mereka" (HR. Abu Daud).
Dalam kaitan ini, maka nilai-nilai akhlak mulia hendaknya ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan itu kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Di sini diperlukan kepeloporan para pemuka agama serta lembaga-lembaga keagamaan yang dapat mengambil peran terdepan dalam membina akhlak mulia di kalangan umat. Oleh karena itu, terlepas dari perbedaan makna karakter, moral dan akhlak, ketiganya memiliki kesamaan tujuan dalam pencapaian keberhasilan dunia pendidikan.
Fenomena pendidikan karakter yang telah dikritisi oleh Prof. H. Imam Suprayogo di atas, membuat penulis merasa tergugah untuk meneliti lebih lanjut bagaimana Al-Qur'an dan Hadits sebagai referensi utama ajaran Islam mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
3. Bagaimana relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan memahami bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
3. Mengetahui dan memahami relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan informasi tentang wacana pendidikan karakter dalam telaah dua sumber pokok ajaran Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
b. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai konsep pendidikan karakter dalam sudut pandang dua sumber hukum Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
2. Kegunaan Praktis
a. Memberi pengalaman moril dan tambahan khazanah pemikiran baru dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan karakter.
b. Menambah kecintaan terhadap Al-Qur'an sehingga akan terus tertarik untuk mendalami isi dan kandungannya.
c. Menambah kecintaan terhadap Rasulullah sehingga akan terus meneladani akhlak beliau.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar jauh serta lebih mudah dipahami, maka penulis membatasi kajian pada ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan karakter melingkupi dasar pendidikan karakter, waktu yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter, siapa saja subjek dan objek pendidikan karakter dan bagaimana proses membentuk karakter. Adapun dari Hadits, penulis hanya membatasi pada hadits yang menguatkan ayat-ayat yang dimaksud.

F. Definisi Operasional
1. Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan dalam tulisan ini adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup dan segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup.
2. Karakter
Dalam Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak; Karakter juga dapat didefinisikan sebagai huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, karakter adalah tabiat atau potensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dalam penciptaannya.
3. Pendidikan Karakter
Menurut Thomas Lickona, seorang psikolog perkembangan dan Profesor Pendidikan di Universitas Negeri New York di Cortland mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk "membentuk" kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, pendidikan karakter adalah konsep internalisasi nilai dan transformasi ilmu pengetahuan yang ditumbuhkembangkan pada peserta didik, sehingga potensi yang dimilikinya dapat dibangun dan diasah dengan baik sesuai dengan ajaran agama Islam. 
4. Al-Qur'an
Menurut ulama ahli bahasa, ahli Fiqh dan ahli Ushul Fiqh definisi Al-Qur'an adalah firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah.
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, Al-Qur'an diartikan sebagai firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia atau kitab suci umat Islam.
Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an dalam tulisan ini sesuai dengan definisi di atas dengan artian bahwa sebagai kitab suci umat Islam maka sepatutnya umat Islam merujuk semua sisi problematika kehidupan padanya dan mengambilnya sebagai solusi dari setiap permasalahan tersebut. 
5. Hadits
Dalam pengertian terbatas, Hadits dapat diartikan sebagai perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW. yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau saja. Adapun dalam arti luas Hadits diartikan sebagai segala berita yang marfu', mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan maqthu' (disandarkan kepada tabi'iy).
Adapun yang dimaksud dengan Hadits dalam tulisan ini adalah beberapa Hadits Nabi yang dikategorikan sebagai Hadits yang berkaitan dengan konsep pembentukan karakter dan Hadits yang sebatas penulis temukan.

G. Sistematika Pembahasan
BAB I : Pendahuluan, meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, tinjauan pustaka dan sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian Pustaka, meliputi : definisi pendidikan karakter, dasar pembentukan karakter, metode pendidikan karakter, tujuan pendidikan karakter dan perbedaan antara pendidikan karakter dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
BAB III : Metode Penelitian, meliputi : jenis penelitian, jenis pendekatan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : Paparan data berupa ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang berkaitan dengan pendidikan karakter berikut penjelasan atau tafsiran dari masing-masing ayat dan hadits tersebut.
BAB V : Pembahasan berupa analisis ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits yang mengkaji tentang konsep pendidikan karakter dan relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran. 
DAFTAR PUSTAKA