Search This Blog

SKRIPSI PENGARUH METODE BERCERITA MENGGUNAKAN BUKU CERITA BERGAMBAR TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA DINI

SKRIPSI PENGARUH METODE BERCERITA MENGGUNAKAN BUKU CERITA BERGAMBAR TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA DINI


(KODE : PG-PAUD-0019) : SKRIPSI PENGARUH METODE BERCERITA MENGGUNAKAN BUKU CERITA BERGAMBAR TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA DINI




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, seorang dapat menyampaikan ide, pikiran, perasaan kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sejalan dengan pendapat Keraf (2004 : 1), bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pengembangan bahasa di TK ialah usaha atau kegiatan mengembangkan kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan lingkungannya melalui bahasa.
Menurut pendapat Hurlock (1997 : 175) bahwa :
Usia tiga sampai enam tahun anak sedang dalam masa peralihan dari masa egosentris menuju kemasa sosial. Pada usia ini anak mulai berkembang rasa sosialnya. Anak mulai banyak berhubungan dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosialnya. Anak mulai bertanya segala macam yang dihayatinya. Disamping itu, anak juga mulai banyak mengeluarkan pendapat dan menanggapi hal-hal yang dapat diamati atau didengarnya.
Anak TK adalah individu yang mengalami suatu proses pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia ini anak berada dalam keadaan yang sangat peka untuk menerima rangsangan dari luar. Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan ciri yang paling menonjol. Aspek perkembangan anak yang meliputi perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosi, bahasa, serta sosial berlangsung sangat cepat dan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan selanjutnya.
Menurut Depdiknas (2003 : 105) fungsi pengembangan bahasa bagi anak TK adalah : (a) Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan. (b) Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak. (c) Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak. (d) Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.
Bahasa dipergunakan pada sebagian besar aktivitas manusia, tanpa bahasa manusia tidak dapat menggungkapkan perasaannya, menyampaikan keinginan, memberikan saran dan pendapat, bahkan sampai tingkat pemikiran seseorang yang berkaitan dengan bahasa. Semakin tinggi tingkat penguasaan bahasa seseorang, semakin baik pula penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Manusia dalam mengungkapkan bahasanyapun berbeda-beda, ada yang lebih suka langsung menbicarakannya dan ada juga lebih suka melalui tulisan.
Berbicara termasuk pengembangan bahasa yang merupakan salah satu bidang yang perlu dikuasai anak usia dini. Pada masa ini anak usia dini memerlukan berbagai rangsangan yang dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak, sehingga dengan pemberian rangsangan yang tepat maka bahasa anak dapat tercapai secara optimal.
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yang terdiri dari keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Tarigan, 1984 : 1). Keempat keterampilan tersebut memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain, yang merupakan satu kesatuan. Keempat keterampilan tersebut perlu dilatih pada anak usia dini karena dengan kemampuan berbahasa tersebut anak akan belajar berkomunikasi dengan orang lain, sebagaimana dalam kurikulum 2004 diungkapkan bahwa kompetensi dasar dari pengembangan bahasa untuk anak usia dini yaitu "anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata dan mengenal simbol-simbol yang melambangkannya".
Salah satu masalah yang berkaitan dengan bahasa pada anak usia dini adalah keterampilan berbicara anak usia dini kurang mendapatkan perhatian dari para pengajar, karena lebih memfokuskan pada keterampilan membaca dan menulis. Akibatnya perbendaharaan kata yang dimiliki anak usia dini masih terbatas, sehingga anak usia dini kurang mampu mengungkapkan gagasan atau ide ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru dan anak kadang merasa belum paham dengan apa yang dibicarakannya.
Strand (Brian Boscolo, 2002 : 4) mengklaim bahwa "adanya stimulasi berkelanjutan, proses interaksi dan rumusan bahasa secara verbal dapat meningkatkan keterampilan berbicara anak".
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Strand, maka sewajarnya anak-anak dari usia dini difasilitasi proses interaksinya, atau dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan gagasannya dalam bentuk lisan. Sehingga dengan anak terampil dalam berbicara memungkinkan untuk dapat menjalin komunikasi lisan yang baik dengan orang dewasa atau bahkan dengan teman sebayanya.
Wortham, Sue (2006 : 212) menyatakan bahwa "kesiapan anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa berarti berkembangnya pemahaman mereka mengenai aturan dan fungsi bahasa, akhirnya percakapan dengan orang dewasa menyediakan hubungan dengan konsep".
Sependapat dengan yang dikemukakan oleh Wotham Sue, bahwa anak akan belajar dengan orang-orang di sekitarnya, anak menjadi sering peniru yang baik ketika dihadapkan pada lingkungan tempat tinggalnya. Kemampuan berbicara pada usia dini remaja akan sangat tergantung terhadap pemerolehan kemampuan berbicara pada waktu kecil. Berhasilnya anak melewati masa-masa kritis perkembangan bicara akan menghasilkan kesuksesan di masa depannya.
Arsyad dan Mukti U.S (1993 : 23) dalam (Chista Rosita, 2007) mengungkapkan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucap kalimat-kalimat untuk mengekpresikan, menyatakan pikiran, gagasan dan perasaan.
Menyikapi hal tersebut, seyogyanya taman kanak-kanak sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur formal untuk anak usia 4-6 tahun, perlu mempersiapkan dan melakukan pembenahan diri dalam rangka menghadapi serta mamasuki era globalisasi, salah satu caranya dengan meningkatkan kemampuan berbicara pada anak.
Dalam Pedoman Guru TK (1984) dikemukakan bahwa dalam melaksanakan pembinaan dan perkembangan bahasa di TK hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Tiap anak diberi kesempatan yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bahasanya.
2. Dalam memelihara ketertiban, spontanitas anak sebaiknya jangan ditekan dan sebaiknya disalurkan.
3. Pendidikan bahasa hendaknya diberikan dalam suasana keakraban antara guru dengan murid.
4. Bahan untuk mengembangkan bahasa anak, hendaknya memenuhi syarat-syarat seperti :
a. Di ambil dari lingkungan anak.
b. Sesuai dengan usia dan taraf perkembangan anak.
c. Mengandung unsur-unsur yang merangsang perkembangan intelegensi, fantasi, social dan moral.
Banyak guru TK dalam membantu mengembangan bahasa anak kurang memperhatikan prinsip-prinsip di atas, sehingga dalam pelaksanaannya tidak optimal menggunakan beberapa metode yang biasa di gunakan di TK, seperti : bercerita, pemberian tugas, praktek langsung, bercakap-cakap, tanya jawab, menyanyi, deklamasi, peragaan, karya wisata, demonstrasi dan bermain peran.
Menurut Soejanto Sandjaja (tt : 4) dikutif dari Edisari berdasarkan usia kronologis anak antara dua sampai enam tahun, anak-anak menyukai buku yang didominasikan oleh gambar-gambar nyata.
Terkait hal tersebut di atas, bercerita dapat menjadi salah satu metode pengantar anak untuk terampil berbicara. Berbicara sangat penting artinya guna mendukung seseorang dalam peningkatan berkomunikasi antar manusia, karena sebagai manusia memilki keterbatasan dalam mengetahui sesuatu.
Bercerita juga tidak selalu baik bagi seseorang tergantung apa yang akan diceritakan dan manfaat bagi yang diceritakannya. Untuk kenyataan itu perlu memilihkan atau mengarahkan anak untuk terbiasa berbicara bahan bercerita yang memiliki makna baik, apalagi masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk menanamkan sesuatu untuk bekal masa depannya kelak. bercerita secara lisan sangat cocok diterapkan pada anak usia dini karena selain melatih keberanian berbicara, juga melatih agar anak terampil berbicara melalui bercerita.
Metode bercerita cara bertutur kata dan menyampaikan cerita atau memberikan penerangan kepada anak secara lisan, metode tersebut dapat melatih siswa terbiasa untuk dapat mengungkapkan persaaannya lewat bercerita dan siswa dapat termotivasi untuk terampil mengungkapkan perasaannya di depan kelas tanpa malu-malu.
Paul (1998) dalam penelitian Brian Boscolo (2002 : 4) menyatakan bahwa anak tidak dapat menghasilkan kefasihan berbicara yang utuh kalau tidak ada bagian atau komponen yang bisa tersedia dari ingatan membaca yang baik.
Pada kenyataannya anak-anak belum dapat memahami makna simbol dari sebuah kata atau kalimat yang terdapat dalam buku, karenanya buku cerita bergambar merupakan alat yang baik untuk menarik anak-anak berkonsentrasi pada buku. Anak dapat membaca cerita dari sebuah buku cerita bergambar berdasarkan pemahaman atau pengetahuan yang dimilikinya.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya tentang penggunaan metode bercerita telah banyak diteliti oleh beberapa mahasiswa. Salah satu penelitian yang menggunakan metode bercerita adalah Aam Aminah (2009) dari jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dengan judul Penerapan Metode Bercerita (Story Telling) untuk Meningkatkan Keterampilan Menyimak dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Penelitian tersebut telah membuktikan bahwa penerapan metode bercerita memberikan pengaruh yang lebih besar dalam keterampilan menyimak anak. Anak lebih antusias, dapat berkonsentrasi, serta menunjukkan ekspresi ketika mendengarkan cerita, dan dapat menjawab pertanyaan dari guru.
Penelitian dengan menggunakan metode bercerita juga diteliti oleh Eulis Siti Aisyah (2009) dari jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dengan judul Penerapan Metode Bercerita untuk Meningkatkan kemampuan Anak dalam Mengenal Bilangan. Penelitian tersebut dapat merangsang kemampuan anak dalam mengenal bilangan melalui ilustrasi gambar.
Berdasarkan penelitian dan latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang "Pengaruh Metode Bercerita Menggunakan Buku Cerita Bergambar Terhadap Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengaruh metode bercerita menggunakan buku cerita bergambar terhadap keterampilan berbicara anak usia dini". Dengan batasan masalah keterampilan berbicara anak usia dini dengan metode bercerita menggunakan buku cerita bergambar. Secara lebih rinci rumusan masalah diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana keterampilan berbicara anak usia dini pada kelas yang tidak menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar ?
2. Bagaimana keterampilan berbicara anak usia dini pada kelas yang menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar ?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara metode bercerita terhadap peningkatan keterampilan berbicara anak usia dini ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian secara umum adalah untuk mengetahui pengaruh metode bercerita menggunakan buku cerita bergambar terhadap keterampilan berbicara anak usia dini. Secara lebih rinci di uraikan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keterampilan berbicara anak usia dini pada kelas yang tidak menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
2. Untuk mengetahui keterampilan berbicara anak usia dini pada kelas yang menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
3. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara metode bercerita terhadap peningkatan keterampilan berbicara anak usia dini.
SKRIPSI MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

SKRIPSI MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL


(KODE : PG-PAUD-0018) : SKRIPSI MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Anak TK adalah individu yang berusia sekitar 4 hingga 6 tahun yang sedang menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan. Anak pada usia TK mulai merasakan pendidikan di lingkungan sekolah yang lebih formal sebagai bentuk pengembangan dari pendidikan di lingkungan rumah yang biasa mereka hadapi. Anak TK juga berada dalam keadaan yang sangat peka untuk menerima rangsangan dari luar, memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi dan memiliki sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu. Pendapat tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Jamaris (2006), bahwa :
Usia Taman Kanak-kanak yaitu usia 4-5 atau 6 tahun merupakan usia yang mengandung masa keemasan bagi perkembangan fisik dan mental anak tersebut. Pada masa ini, anak sangat sensitif menerima segala pengaruh yang diberikan oleh lingkungannya. Anak pada usia ini dapat dianalogikan dengan sepotong karet busa yang menyerap air sepenuhnya dengan tidak mempedulikan apakah air tersebut kotor atau bersih. Oleh sebab itu, masa kanak-kanak adalah masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan anak di masa depan. Kesuksesan anak dalam melalui masa ini menjadi pondasi bagi kesuksesan anak tersebut di masa depan.
Aspek yang perlu dikembangan pada anak meliputi perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosi, bahasa serta sosial. Pernyataan ini sesuai dengan hasil Konferensi Jenewa yang menyepakati bahwa terdapat berbagai aspek yang perlu dikembangkan pada anak TK yaitu : bahasa, kognitif, psikomotorik, emosi, moral, sosial dan kepribadian (Yudha & Rudiyanti, 2005 : 3). Selaras dengan hasil konferensi Jenewa, Paud Anak Ceria Berbudaya Lingkungan mengungkapkan bahwa "Perkembangan anak usia TK yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, sosial emosional, serta bahasa".
Perkembangan tersebut berlangsung sangat cepat dan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan selanjutnya, juga merupakan usia kritis sekaligus strategis dalam pendidikan yang akan mewarnai proses serta hasil pendidikan pada usia selanjutnya.
Salah satu aspek perkembangan anak yang dapat dikembangkan sebagai bekal kehidupan sekarang dan masa yang akan datang adalah aspek perkembangan sosial karena manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bias hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia lainnya. Plato (Nugraha, 2004 : 113) "Secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon)". Pendapat serupa diungkapkan Syamsuddin (1995 : 105) bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970 : 86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".
Anak adalah mahkluk sosial dan memiliki potensi sosial yang dibawanya sejak lahir. Potensi sosial yang sudah dimiliki anak, dengan mulai menunjukkan keinginannya untuk berhubungan dengan orang lain. Interaksi sosial pada anak pertama kali terjadi dalam lingkungan keluga terutama orang tua dan saudara, .pada tahap perkembangan usianya anak akan berinteraksi dengan lingkungan baru seperti berinteraksi dengan lingkungan sosial sekolah. Sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat dijadikan media untuk memfasilitasi perkembangan sosial anak, yang dapat dilihat secara langsung melalui suatu proses pembelajaran serta memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan perkembangan manusia dalam setiap tahap tugas perkembangannya.
Peran sekolah dalam pengembangan keterampilan sosial anak adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena fakta di lapangan banyak ditemukan siswa Taman Kanak-kanak yang kurang memiliki keterampilan sosial. Ini ditunjukkan dengan munculnya perasaan malu yang acap kali menjadi penghambat bagi anak untuk bergaul atau berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Anak menjadi canggung dan sulit membangun komunikasi di tengah teman-teman, anak merasa asing dan terkucil dari lingkungan, sehingga anak cenderung menarik diri dari lingkungannya (Surya, 2006 : 34).
Kazdin (Hanabi, 2009) menyebutkan bahwa dari seluruh anak-anak yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga sampai setengah di antaranya mengalami gangguan perilaku sosial. Fenomena seperti ini umum terjadi di banyak Negara. Misalnya, penelitian epidemiologi di beberapa Negara seperti di Kanada, Queensland, dan Selandia Baru menunjukkan sekitar 5-7% anak-anak mengalami gangguan perilaku diungkapkan oleh Grainger (Desvi Yanti : 2005). Sementara itu di Indonesia, pada tahun 2000, BAPAS (Balai Permasyarakatan) mencatat bahwa di Lampung saja setiap bulan terjadi 35 kasus anak yang berkonflik dengan hukum, yang berarti satu tahunnya berjumlah 420 kasus. Kejahatan yang mereka lakukan bermacam-macam, mulai dari pencurian, pemerasan, pengeroyokan sampai penggunaan obat-obatan, pemerkosaan, serta pembunuhan (Lembaga Advokasi Anak-Damar Lampung, 2002). Kasus tersebut menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia banyak mengalami permasalahan dalam hal keterampilan sosial, pengembangan keterampilan sosial pada anak masih kurang sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal khususnya Taman Kanak-kanak memiliki tanggung jawab untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial pada anak usia dini.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Crick, Dodge, dan Lohman (Hanabi, 2009) dapat disimpulkan bahwa anak yang memiliki keterampilan sosial rendah menunjukkan prasangka permusuhan, saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Mereka juga kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, dan kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial.
Permasalahan yang berkaitan dengan keteramplan sosial pada anak TK pun kerapkali muncul, seperti : maladjustment, egois, agresif dan perilaku anti sosial, negativisme, pertengkaran, mengejek dan menggertak, perilaku sok kuasa, prasangka, serta antagonisme jenis kelamin. Padahal seyogyanya anak usia TK memiliki kesempatan luas untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sekolah serta rumah tempat tinggal menjadi tempat bagi anak untuk dapat melatih kepekaan sosial anak. Yusuf (2001 : 122) bahwa perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau proses ini disebut dengan sosialisasi.
Kegagalan anak dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya yang dalam hal ini adalah tugas untuk bersosialisasi, akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang sehingga sulit diterima oleh kelompok. Kurniati (2006 : 38) menjelaskan bahwa "...tidak semua anak memiliki keterampilan sosial sesuai dengan tuntutan kelompoknya". Jika terdapat anggota kelompok yang menunjukkan pola-pola perilaku yang tidak diharapkan oleh anggota kelompok maka anak tersebut tidak akan disukai anggota kelompok lainnya sehingga anak akan dikucilkan dan dijauhi kelompoknya. Sejalan dengan pernyataan Hurlock (1978 : 307) "Efek penolakan dan pengabaian yang dilakukan oleh kelompok sosial terhadap anak sampai tingkat tertentu, akan bergantung pada sejauh mana makna penting persetujuan dan penerimaan sosial bagi mereka".
Semua permasalahan di atas menuntut para pendidik untuk dapat membantu peserta didik khususnya anak usia Taman Kanak-kanak mengembangkan keterampilan sosial yang dimilikinya, dengan berbagai metode pembelajaran sehingga dapat membentuk individu yang berkualitas sebagai bekal bagi jenjang pendidikan selanjutnya.
Ada berbagai metode pembelajaran yang diberikan bagi proses pembelajaran anak usia Taman Kanak-kanak, namun metode yang dirasakan tepat untuk mengatasi masalah keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak di sekolah adalah metode bermain. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan Moeslichatoen (2004 : 33) bahwa :
Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Salah satu teknik dalam metode bermain adalah permainan, permainan merupakan teknik yang sesuai untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial. Karena teknik permainan menciptakan suatu suasana santai dan menyenangkan. Suasana yang santai dan menyenangkan membuat seseorang dapat belajar lebih baik. Penelitian kurniati (2006) membuktikan penggunaan permainan dalam bimbingan dapat mengembangkan keterampilan sosial. Menurut Cremer & Siregar (1993 : 17) tingkah laku seseorang dalam permainan sama dengan tigkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mengenai cara untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, merencanakan sesuatu dan berkomunikasi. Sehingga dengan permainan yang diberikan, pendidik dapat mengetahui tingkah laku siswa atau peserta didik yang sebenarnya, yang dapat membantu memudahkan proses pengembangan keterampilan sosial.
Pendapat-pendapat lain tentang permainan yang dikemukakan oleh Elly Fajarwati (www.nasimaedu.com) antara lain : Santrock (1995) mengemukakan "Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan". Bagi Freud dan Erikson, "Permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna untuk menolong anak menguasai kecemasan dan konflik". Kak Seto (2004) menyatakan "Permainan bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak". Piaget (1962) melihat "Permainan sebagai suatu media yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak". Vygotsky (1962) juga meyakini "Permainan adalah suatu seting yang sangat bagus bagi perkembangan kognitif. Daniel Berlyne (1960) menjelaskan "Permainan sebagai sesuatu yang mengasyikan dan menyenangkan karena permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita".
Pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa permainan merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan, dilakukan tanpa paksaan, bentuk penyesuaian diri, sebagai media meningkatkan perkembangan kognitif dan dapat memuaskan dorongan untuk menjelajah. Terdapat banyak jenis permainan yang dapat digunakan dalam dinamika kelompok. Secara umum kita dapat mengklasifikasikannya ke dalam dua jenis yaitu permainan modern dan permainan tradisional. Permainan modern memerlukan biaya tinggi dan rentan terhadap masalah telah mengarahkan pada suatu pemikiran untuk lebih memperkenalkan siswa pada jenis permainan tradisional. Permainan tradisional memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan permainan modern, permainan tradisional yang diberikan pada anak memberikan banyak nilai-nilai pendidikan diantaranya dari gerakan yang dilakukan, syair lagu yang dinyanyikan maupun tembangnya. Selain itu permainan tradisional juga dapat memberikan rasa senang sebagai stimulus untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa taman kanak-kanak. Kelebihan dari permainan tradisional yaitu mengutamakan kelompok dan kebersamaan, sederhana, memiliki nilai-nilai perilaku filosofi, dan nilai-nilai sosial. Selain itu, permainan tradisional tidak dapat dipisahkan dengan fungsi psikologis perkembangan anak, tidak hanya sekedar memberi perasaan senang, juga mengembangkan fungsi kognitif, psikomotorik, sosial dan aspek emosional yang ditonjolkan seperti meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, kontak sosial, konservasi dan keterampilan sosial.
Aspek kompetensi sosial yang dapat dikembangkan melalui permainan tradisional meliputi pemecahan masalah, pengendalian diri, empati dan kerja sama. Seperti yang diungkapkan dalam (kurniati, 2006 : 47) bahwa "Permainan tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya dapat membantu mengembangkan keterampilan sosial, dan dinamika kelompok dapat diarahkan pada pembentukan perilaku untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial".
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keefektifan penerapan metode permainan tradisional dalam meningkatkan keterampilan sosial anak TK. Permainan tradisional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah boy-boyan yang berasal dari daerah Jawa Barat. Oleh karena itu penelitian ini berjudul "Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Taman Kanak-kanak Melalui Permainan Tradisional".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Anak usia TK hendaknya memiliki kesempatan luas untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Menurut Syamsu Yusuf (2001 : 122), perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau proses ini disebut dengan sosialisasi. Sueann Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak untuk bersosialisasi maka akan semakin banyak pula keterampilan-keterampilan yang didapat dan dikuasai oleh anak. Hasil yang diperoleh dari proses sosialisasi tersebut merupakan keterampilan sosial yang mempunyai kedudukan strategis bagi anak untuk dapat membina hubungan antarpribadi dalam berbagai lingkungan dan kelompok orang (Moeslichatoen, 2004 : 21).
Ketika proses sosialisasi berlangsung, tidak semua anak mampu menunjukkan keterampilan sosialnya dengan baik dan ini memungkinkan anak tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Adanya anak yang tidak diterima oleh kelompok sosialnya ini berarti keterampilan sosial anak yang dimiliki harus ditingkatkan.
Penyediaan lingkungan yang kondusif untuk belajar sambil bermain dan peran guru sebagai fasilitator disekolah sangat membantu anak untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan cocok dengan karakteristik dan kebutuhan anak adalah hal yang penting untuk meningkatkan keterampilan sosial anak.
Beragam teknik dapat digunakan dalam dinamika kelompok, salah satunya adalah melalui permainan. Permainan telah terbukti dapat mengembangkan sejumlah kemampuan fisik maupun psikis. Menurut Schafer & Reid (2001 : 105) permainan tidak hanya membuat seseorang senang tetapi dapat juga mengembangkan pemahaman dan penerimaan sosial. Berikut definisi para ahli mengenai permainan, yaitu :
1. John W. Santrock (1995 : 272) mengartikan permainan (Play) sebagai kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri .
2. Dockett & Fleer (Kurniati, 2006 : 48) mendefmisikan permainan sebagai aktivitas bermain yang di dalamnya telah memiliki aturan yang jelas dan disepakati bersama.
Permainan yang digunakan dalam penelitian adalah permainan tradisional. Cooney (Kurniati : 2006 : 49) menjelaskan Traditional play forms are those activities handed down from one generation to the next and conti nuosly followed by most people. Artinya permainan tradisional terbentuk dari aktivitas yang diturunkan terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya oleh banyak orang.
Jenis permainan tradisional yang digunakan dalam penelitian ini adalah permainan tradisional Jawa Barat. Menurut Kurniati (2006 : 48) permainan tradisional Jawa Barat merupakan suatu aktivitas bermain (kaulinan Barudak) yang tumbuh berkembang di Jawa Barat, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat sunda dan diajarkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Berdasarkan anggapan bahwa keterampilan sosial anak TK itu penting untuk dimiliki dan ditingkatkan melalui penerapan metode bermain dengan teknik permainan tradisional maka penelitian ini difokuskan untuk mengetahui apakah keterampilan sosial anak TK dapat meningkat setelah diterapkan metode bermain dengan permainan tradisional boy-boyan, bagaimana proses pelaksanaannya dan bagaimana peran guru dalam menerapkan metode permainan tradisional tersebut. Atas dasar perumusan masalah maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik keterampilan sosial yang dimiliki anak ?
2. Bagaimana upaya peningkatan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak melalui permainan tradisional ?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam melakukan kegiatan teknik permainan tradisional untuk meningkatkan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui gambaran tentang penerapan teknik permainan tradisional dalam meningkatkan keterampilan sosial pada anak TK.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Memahami karakteristik keterampilan sosial anak.
2. Memahami upaya peningkatan keterampilan sosial melalui permainan tradisional.
3. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam melakukan teknik permainan tradisional untuk meningkatkan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak.

D. Manfaat Penelitian
Berpijak pada latar belakang penelitian, hasilnya diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan para pendidik untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan anak usia taman kanak-kanak, lebih spesifik manfaat yang diharapkan diantaranya sebagai berikut :
a. Bagi Guru
1. Menambah wawasan guru mengenai metode pembelajaran dengan teknik permainan tradisional yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak
2. Meningkatkan pemahaman guru tentang pentingnya pengembangan keterampilan sosial anak melalui penerapan teknik permainan tradisional
3. Memberikan pengalaman bagi guru dalam merancang metode bermain dengan menggunakan permainan tradisional
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada lembaga penyelenggara pendidikan pada umumnya dan untuk sekolah Taman Kanak-Kanak pada khususnya dalam rangka meningkatkan keterampilan sosil anak.
c. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang metode bermain dan penerapan metode bermain dengan permainan tradisional untuk meningkatkan keterampilan sosial anak.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti efektifitas peningkatan keterampilan sosial anak TK melalui permainan tradisional.
SKRIPSI PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK USIA TK MELALUI METODE BERNYANYI HURUF DAN KATA

SKRIPSI PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK USIA TK MELALUI METODE BERNYANYI HURUF DAN KATA


(KODE : PG-PAUD-0017) : SKRIPSI PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK USIA TK MELALUI METODE BERNYANYI HURUF DAN KATA




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia, khususnya Taman Kanak-kanak telah diselenggarakan sejak lama, yaitu sejak awal kemerdekaan Indonesia. Pada jenjang ini, anak usia empat - lima atau enam tahun mendapat tempat untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam berbagai bentuk kegiatan belajar sambil bermain. Bentuk kegiatan ini diwujudkan dalam berbagai ekspresi diri secara kreatif (Jamaris, 2005 : 3). Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga sering disebut masa keemasan (Golden Age) dalam perkembangan kehidupan anak.
Masa-masa emas inilah merupakan masa pendidikan bagi anak, sebagaimana tertulis dalam pasal 1 Butir 14 Undang -Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa :
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.
Solehuddin (1997 : 2-3), memandang bahwa pentingnya pendidikan prasekolah tidak perlu diragukan lagi. Baik para ahli maupun masyarakat umum lazimnya sudah mengakui akan betapa esensialnya pendidikan bagi anak usia prasekolah. Pedulinya para ahli pendidikan dan masyarakat terhadap pendidikan prasekolah adalah sesuatu yang berdasar. Berikut ini merupakan alasan utama yang mendukung kepedulian mereka terhadap pentingnya pendidikan prasekolah, yaitu :
1. Dilihat dari kedudukan usia prasekolah bagi perkembangan anak selanjutnya. Sejak lama banyak ahli yang memandang usia prasekolah atau balita sebagai fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu. Freud (Santrock & Yussen, 1992) misalnya, memandang usia balita sebagai masa terbentuknya kepribadian dasar individu. Santrock & Yussen (1992) juga menganggap usia prasekolah sebagai masa yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik (a highly eventful and unique period of life) yang meletakkan dasar bagi kehidupan seseorang di masa dewasa.
2. Mendukung pandangan para ahli tersebut, temuan Sperry, Hubel, dan Wiesel (Witdarmono, 1996) menjelaskan bahwa perkembangan potensi untuk masing-masing aspek memiliki keterbatasan waktu yang sebagian besar diantaranya terjadi pada masa usia dini. Batas kesempatan untuk perkembangan bahasa sampai sepuluh tahun, untuk matematika adalah sampai empat tahun, dan untuk musik 3-10 tahun.
3. Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa konstruksi jaringan otak ternyata hanya akan hidup bila diprogramkan melalui berbagai rangsangan. Tanpa dirangsang atau dipergunakan, otak manusia tidak akan berkembang. Karena pertumbuhan otak memiliki keterbatasan waktu, maka rangsangan otak di usia dini ini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak dapat menerima program-program baru.
Ebbeck dalam (Masitoh, 2004 : 2.11) mengemukakan bahwa :
Anak mulai berkembang pesat pada usia 3-6 tahun, dimana pada usia tersebut anak mengalami masa pertumbuhan yang paling hebat sekaligus paling sibuk, memiliki keterampilan dan kemampuan walaupun belum sempurna atau disebut juga fase fundamental yang akan menentukan kehidupan anak dimasa yang akan datang.
Untuk meningkatkan kemampuan anak sesuai dengan tugas dan perkembangan anak seperti yang dikemukakan oleh Havigurst dalam (Riyanto Handoko, 2004 : IX) adalah belajar berbicara dan belajar mempersiapkan diri untuk membaca. Kemampuan-kemampuan akademik dasar di atas dapat dikembangkan dengan cara-cara yang tidak memaksa, bahkan sebaliknya dapat menyenangkan anak. Cara tersebut dapat diperoleh melalui bernyanyi, bermain dan bercerita.
Berdasarkan alasan-alasan yang telah dipaparkan, maka guru TK dan orangtua perlu mencermati aspek-aspek kepribadian yang ada dalam perkembangan anak, diantaranya aspek bahasa, aspek kecerdasan, aspek motorik, aspek sosial, dan aspek emosi (Kamtini & Tanjung, 2005). Kelima aspek tersebut dapat mempengaruhi pemikiran anak, dan ini sangat bergantung pada kemampuan setiap individu. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan stimulasi yang baik dan tepat untuk mengoptimalkan aspek-aspek perkembangannya.
Salah satu kegiatan yang dapat menstimulasi otak anak dengan baik adalah membaca. Membaca bukan sekedar bisa mengucapkan apa yang dibaca, tetapi juga perlu diperhatikan apakah anak mengerti apa yang dibaca. Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Selain itu, fungsi paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Semakin muda usia anak ketika dia belajar membaca, maka semakin mudah untuk lancar membaca. Mengenal kalimat dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan pemikiran anak, dan ini sangat tergantung pada kemampuan setiap individu (Olivia & Ariani, 2009 : xii).
Membaca dapat dikatakan kemampuan awal yang dilewati anak dalam proses menguasai keterampilan membaca secara menyeluruh. Membaca biasa dilakukan atau didapatkan oleh anak Taman Kanak-kanak yaitu sekitar 4-6 tahun. Anak-anak yang memperoleh keterampilan membaca akan lebih mudah menyerap informasi dan pengetahuan pada waktu-waktu selanjutnya dalam kehidupan anak itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Durkin dalam Dhieni (2007 : 5.3) yang menyatakan bahwa "tidak ada efek negatif pada anak-anak dari membaca dini. Anak-anak yang telah diajar membaca sebelum masuk sekolah dasar pada umumnya lebih maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca dini."
Kemudian Steinberg dalam Dhieni (2007 : 5.3) berpendapat serupa mengenai keuntungan mengajarkan anak membaca dini, yaitu :
a. Belajar membaca akan memenuhi rasa keingintahuan anak.
b. Situasi akrab dan informal di dalam rumah atau di sekolah (TK) merupakan faktor yang kondusif bagi anak untuk belajar.
c. Anak-anak yang berusia dini pada umumnya sangat perasa dan mudah terkesan serta mudah diatur.
d. Anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat.
Membaca dini adalah kemampuan membaca anak dalam merangkaikan huruf menjadi kata yang bermakna serta melancarkan teknik membaca pada anak-anak (Purwanto dalam Muthiani, 2007 : 7).
Ada 5 prinsip dalam pokok pengajaran membaca, yaitu :
a. Materi bacaan harus terdiri dari kata-kata, frosa dan kalimat.
b. Membaca, terutama harus didasarkan pada kemampuan memahami bahasan lisan dan bukan kemampuan berbicara.
c. Membaca bukan mengajarkan aspek-aspek bahasa atau konsep-konsep (tata bahasa).
d. Membaca tidak harus bergantung kepada pengajaran menulis.
e. Mengajarkan membaca harus menyenangkan bagi anak.
Melihat dan menimbang 5 prinsip membaca dini yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran membaca pada anak Taman Kanak-kanak berbeda dengan pembelajaran membaca pada tingkat sekolah dasar. Pada anak Taman Kanak-kanak belum ditekankan pada aspek tata bahasa dan prosesnya melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Membaca pada dasarnya adalah kegiatan memaknai pesan yang tertuang dalam sebuah tulisan. Lebih jauh lagi membaca dapat dijabarkan sebagai keterampilan bahasa tulis yang bersifat represif juga mempakan kegiatan mengenali humf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi, maknanya dan menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan (Dhieni, 2007 : 5, 5)
Membaca adalah kegiatan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dengan membaca kita memperoleh berbagai macam ilmu pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang didapat semakin luas pula wawasannya. Agar anak memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya, orangtua harus menemukan minat baca pada anak sedini mungkin. Dalam menumbuhkan minat baca anak sejak dini diperlukan metode yang baik agar hasil yang diperoleh memuaskan. Metode ini harus sesuai dengan kondisi anak, yaitu usia dan kemampuan anak.
Seperti diketahui masih banyak guru TK yang kurang memperhatikan kemampuan dan keterampilan dasar belajar membaca anak, sehingga dalam pelaksanaannya tidak optimal dengan menggunakan beberapa metode yang biasa digunakan di TK, seperti bercerita, pemberian tugas, praktek langsung, tanya jawab, deklamasi, peragaan, karyawisata, demonstrasi dan bermain peran. Rifa'at (Tantranurandi, 2008 : 24) mengungkapkan bahwa metode belajar yang digunakan seorang guru harus sesuai dengan kebutuhan belajar siswanya. Satibi (2005) pun berpendapat bahwa metode bernyanyi ialah suatu metode yang melakukan pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan gembira melalui ungkapan kata dan nada.
Mengacu pada beberapa metode yang telah diuraikan di atas, salah satu metode yang sangat erat kaitannya dengan anak yaitu metode bernyanyi. Ruswandi (2004) berpendapat bahwa bernyanyi bagi anak mempakan kegiatan yang menggunakan instmmen suara yang dapat menambah wawasannya mengenai hal-hal yang belum ia ketahui. Anak-anak akan banyak memperoleh kata-kata baru sehingga dapat memperkaya perbendaharaan kata mereka dan lebih terampil dalam menggunakannya.
Anak usia TK pada umumnya senang bernyanyi atau diajak bernyanyi, bahkan kegiatan awal anak masuk TK pun banyak dilakukan menyanyi bersama-sama, maka akan sangat tepat bila dalam mengembangkan kemampuan membaca dini anak menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata.
Berpijak dari uraian tadi, seyogyanya mengajarkan nyanyian pada anak bukan sekedar menambah perbendaharaan lagu, lebih dari itu membantu anak untuk mengembangkan bahasanya, meletakkan dasar untuk perkembangan anak selanjutnya khusunya pada kemampuan membaca dini. Dengan demikian, memilih nyanyian yang tepat dan bermakna bagi anak adalah sangat penting.
Sebagaimana Masitoh (2004), mengatakan bahwa dengan bernyanyi akan menambah perbendaharaan kata anak melalui kata-kata dari nyanyian anak. Suhartono (2005), mengatakan :
Untuk mengembangkan bahasa anak dapat diawali dengan melakukan pengenalan bunyi-bunyi bahasa, mulai dari bunyi bahasa yang mudah diucapkan dilanjutkan ke bunyi bahasa yang sulit. Pengenalan dapat dilakukan secara bertahap dari peniruan bunyi vokal, dilanjutkan dengan peniruan bunyi konsonan.
Beberapa kemampuan-kemampuan mendasar yang dapat ditingkatkan melalui nyanyian/musik ialah kemampuan mendengar, kemampuan meragakan dan kemampuan beraktifitas. Kemampuan mendengar tumbuh melalui ungkapan pikiran atau pesan nyanyian melalui nada. Kemampuan meragakan berkembang melalui kegiatan bernyanyi dan bermain musik. Kemampuan kreatif muncul melalui ekspresi nyanyian dengan gerak, permainan musik yang sifatnya kreatif.
Melihat dari fenomena yang terjadi di lapangan khususnya di Kelompok A TK X, proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca anak kurang variatif dan menyenangkan sehingga anak terlihat kurang merespon, karena dalam meningkatkan kemampuan membaca anak lebih menggunakan metode membaca langsung. Kondisi seperti ini dirasakan kurang menyenangkan, karena anak usia TK pada umumnya senang bernyanyi dan diajak bernyanyi.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kemampuan membaca dini anak usia Taman Kanak-kanak melalui metode bernyanyi huruf dan kata. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengajukan judul "Peningkatan Kemampuan Membaca Dini Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Bernyanyi Metode Huruf dan Kata ."

B. Rumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini difokuskan pada pembahasan "Apakah metode bernyanyi huruf dan kata dapat meningkatkan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X ?". Permasalahan tersebut diuraikan ke dalam bentuk rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X sebelum menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata ?
2. Bagaimana kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X setelah menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata ?
3. Apakah metode bernyanyi huruf dan kata dapat meningkatkan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X ?".

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Peningkatan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X melalui metode bernyanyi huruf dan kata. Adapun secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Peningkatan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X melalui metode bernyanyi huruf dan kata..
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X sebelum menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata.
b. Untuk mengetahui kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X setelah menggunakan metode bernyanyi huruf dan kata.
c. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca dini anak Kelompok A di TK X melalui metode bernyanyi huruf dan kata.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada berbagai pihak, diantaranya :
1. Manfaat Teoretis
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa terutama dalam kemampuan membaca dini anak melalui penggunaan metode bernyanyi huruf dan kata.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pengembangan bahasa khususnya kemampuan membaca dini anak usia Taman Kanak-kanak melalui penggunaan metode bernyanyi huruf dan kata.
b. Bagi orang tua
Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para orangtua bahwa menyanyi bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca dini anak.
c. Bagi guru dan pihak sekolah
Para guru dan pihak sekolah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk mengoptimalkan kegiatan menyanyi dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dini anak.
SKRIPSI PENGENALAN MINAT MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN GAMBAR

SKRIPSI PENGENALAN MINAT MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN GAMBAR


(KODE : PG-PAUD-0016) : SKRIPSI PENGENALAN MINAT MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN GAMBAR




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dunia modern ini tidak dapat dipisahkan dari dunia perbukuan. Peradaban manusia modern identik dengan peradaban buku, melalui buku kebudayaan manusia direkam, dilestarikan dan diteruskan ke generasi mendatang. Dunia kita memang benar adalah dunia buku.
Hampir semua orang yang melek huruf memerlukan buku. Sebagian orang memerlukan buku untuk memperlancar daya bacanya. Kaum terpelajar lainnya memerlukan buku, majalah dan koran-koran untuk menambah ilmu dan pengetahuan umumnya.
Minat baca berbanding lurus dengan kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang besar minat bacanya pastilah bangsa yang maju, mereka akan membaca di setiap kesempatan contohnya terlihat tidak hanya dalam perpustakaan umum dan pribadi tetapi juga di stasiun, kereta dan dalam perjalananpun mereka dapat membaca.
Apa sebenarnya yang diambil dari buku ? Jawabannya semua hal ada di dalam buku yaitu ilmu teknologi, kebudayaan, adat istiadat, nilai, sejarah, politik dan lain-lain. Siapa yang maju, pintar atau berlmu harus banyak membaca.
Membaca adalah gudang ilmu, ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan membaca. Keterampilan membaca menentukan hasil penggalian ilmu itu karena dapat kita katakan keterampilan membaca sangat dibutuhkan dalam dunia modern seperti sekarang ini, sebagaimana dikatakan dalam Tarigan dalam bukunya yang berjudul Membaca Ekspresif (1987) bahwa kemampuan membaca dengan baik merupakan prestasi seseorang yang paling berharga. Dunia kita merupakan dunia baca (Bond, Pinker dan Wasson, 1979 : 3). Semakin banyak kita membaca semakin banyak informasi yang kita peroleh dan banyak ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Di era globalisasi ini kemajuan IPTEK sudah semakin canggih, setiap orang mulai merasakan kecanggihan dan kenyamanan menggunakan berbagai macam teknologi itu, semakin meluasnya pemakaian media elektronik seperti radio, TV, perekam (tape recorder), komputer dan internet membuat orang lebih menyukai memperoleh informasi berita dan pengetahuan melalui media elektronik tersebut terutama televisi, orang lebih tertarik untuk menonton langsung atau mendengarkan cerita dari orang lain daripada harus membacanya sendiri, mereka beranggapan bahwa hal itu tidak praktis dan menyenangkan daripada haarus membaca buku.
Begitu pula anak, anak adalah individu yang unik mereka memiliki kemampuan dasar yang sangat menakjubkan untuk dikembangkan. Kemampuan dasar akan berkembang menjadi kemampuan potensial dan kemampuan riil. Apabila keunikan dan keberdayaan ini dihargai oleh orang-orang disekitarnya dan diberikan pengasuhan yang tepat. Pengasuhan yang dimaksud mencakup pemberian stimulasi edukatif (perangsangan pendidikan) yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pada dasarnya perkembangan yang mampu memberikan kesiapan kepada anak untuk mempersiapkan diri dalam menyongsong usia berikutnya.
Setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama baik dewasa maupun anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu "Tiap- tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Hal ini sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 28 yang menyatakan termasuk anak-anak berhak mendapat pendidikan baik yang diselenggarakan di jalur formal, non formal dan informal.
Pada dasarnya usia 3-5 tahun adalah masa kritis dalam kehidupan seorang anak. Masa yang sangat menentukan perkembanngan anak selanjutnya karena masa ini adalah masa keemasan bagi anak dalam belajar, masa peka untuk meletakkan dasar-dasar perkembangan seluruh potensi anak harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangannya tercapai secara optimal.
Diantara kemampuan-kemampuan anak yang harus dikembangkan salah satunya adalah menumbuhkan minat baca pada anak dimana membaca merupakan kecakapan fundamental anak yang paling penting yang akan selalu dipelajari. Membaca merupakan kesuksesan disekolah, di dunia kerja dan dalam kehidupan (Hainstock 2002 : 102). Pernyataan tersebut menunjukan bahwa tanpa latar belakang membaca yang baik, anak-anak akan mengalami kesulitan dimasa yng akan datang dan kesuksesan mereka dipertaruhkan.
Kemampuan membaca memang menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam konteks kehidupan umat manusia. Oleh karena itu membaca dini perlu diberikan pada anak sebagai salah satu usaha untuk menumbuhkan minat baca dan kebiasaan membaca serta menanamkan cinta buku pada anak.
Seorang anak yang berminat terhadap membaca dapat terlihat dari tindakan anak dalam melakukan aktivitas membaca. Tindakan-tindakan tersebut misalnya dengan mengunjungi tempat sumber bacaan.
Setiap anak memiliki minat baca yang berbeda-beda tergantung dari kesempatan anak tersebut untuk melakukan aktivitas membaca. Bila anak memiliki kesempatan membaca yang sangat banyak, maka anak akan memilki kesempatan yang sangat besar untuk memilih bahan bacaan yang disenanginya. Setelah anak menentukan bahan bacaan yang disenanginya maka anak akan melakukan kegiatan membaca dengan kesadaran sendiri tanpa harus dipaksakan.
Ada dua faktor yang mempengaruhi minat membaca anak yaitu faktor yang ada dalam diri anak yang meliputi usia, jenis kelamin, intelegensi, kemampuan membaca, sikap dan kebutuhan psikologi. Sedangkan faktor yang ada diluar diri anak yang meliputi ketersediaan jumlah buku-buku bacaan, jenis-jenis bukunya, status sosial ekonomi orang tua dan latar belakang etnis, pengaruh orangtua, guru dan teman sebaya.
Untuk menumbuhkan minat baca pada anak, guru dan orangtua dalam pembelajarannya menggunakan beberapa media, salah satunya dengan media gambar.Gambar merupakan alat visual yang penting dan mudah didapat sebab memberi penggambaran yang konkrit tentang masalah yang di gambarkannya. Gambar telah lama digunakan sebagai media untuk belajar dan mengajar serta dapat digunakan dengan efektif dan mudah. Gambar-gambar yang digunakan sebgai alat peraga dapat dikumpulkan dari majalah-majalah, surat kabar, kalender, buletin atau media-media informasi lainnya serta dapat juga dibuat oleh guru sendiri sebelum kegiatan belajar mengajar. Gambar-gambar yang diambil dari mass media (surat kabar, majalah, buletin) harus disesuaikan dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan pada anak.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1976 : 81-82) bahwa nilai gambar dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
- Gambar bersifat konkrit
- Gambar mengatasi batas ruang dan waktu
- Gambar mengatasi kekurangan daya mampu panca indera manusia
- Gambar dapat digunakan untuk menjelaskan suatu masalah
- Gambar mudah didapat dan dibuat
- Gambar mudah digunakan baik untuk individu maupun untuk kelompok.
Dalam penulisan ini penulis memfokuskan pada penggunaan media gambar sen karena gambar sen merupakan alat visual yang mudah didapat dan besar manfaatnya untuk merangsang anak belajar.
Sulaeman dalam Kunaefi menyatakan tentang pengertian gambar seri sebagai berikut : "Gambar merupakan salah satu bentuk media gambar yang memiliki suatu urutan tertentu yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian dan dapat pula berbentuk suatu cerita tersusun. Media gambar berseri sangat cocok digunakan untuk membentuk fikiran yang teratur".
Secara teoritis pembelajaran membaca memang dapat dimulai sejak anak usia prasekolah. Pada usia ini anak sudah memiliki karakteristik perkembangan bahasa yang memungkinkannya untuk diberi pelajaran membaca oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Gambar.

B. Rumusan Masalah
Upaya meningkatkan minat membaca pada anak usia prasekolah dengan menggunakan media gambar, penulis menggunakan media ini dengan tujuan agar anak tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran, juga karena media ini mudah didapat dan tidak rumit dalam pembelajarannya. Oleh karena itu skripsi yang akan penulis susun berjudul "Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Gambar".
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskannya sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari minat membaca pada anak usia prasekolah ?
2. Bagaimana gambaran minat membaca permulaan pada anak usia prasekolah saat ini dan minat membaca setelah dilakukan intervensi ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat membaca bagi anak usia prasekolah ?
4. Apakah penggunaan media gambar dapat menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah ?
5. Bagaimana cara menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah melalui gambar ?
6. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh guru dalam menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan guru dalam menumbuhkan minat membaca pada anak prasekolah.
b. Memperoleh data tentang berapa banyak anak yang berminat pada buku.
c. Strategi yang digunakan orangtua atau guru dalam menumbuhkan minat membaca pada anak usia prasekolah.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak sebagai masukan bagi lembaga terkait dalam upaya peningkatan kualitas keterampilan di masa yang akan datang sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan.
b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain sehingga timbul keinginan untuk meneliti lebih lanjut.
c. Sebagai pengalaman berharga dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan metodologi penelitian.
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak.
SKRIPSI EFEKTIVITAS METODE BERCERITA DENGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSA KATA BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK TK

SKRIPSI EFEKTIVITAS METODE BERCERITA DENGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSA KATA BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK TK


(KODE : PG-PAUD-0015) : SKRIPSI EFEKTIVITAS METODE BERCERITA DENGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSA KATA BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK TK




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Bahasa merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain. Mustakim (2005 : 123) "Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi, hal ini dimaksudkan bahwa semua pernyataan pikiran, perasaan, dan kehendak seseorang kepada orang lain menggunakan bahasa".
Kemampuan berbahasa menjadi sebuah kebutuhan bagi anak TK, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain lewat bahasa yang ia pelajari dari proses mendengar dan melihat sehingga mereka dapat mengenal bahasa dan mengucapkan bahasa tersebut.
Menurut Depdiknas (2003 : 105) fungsi pengembangan bahasa bagi anak TK adalah : (a) Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan. (b) Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak. (c) Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak. (d) Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.
Terkait bahwa bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan, maka perkembangan bahasa sejalan dengan bagaimana lingkungan memberikan pengetahuan tentang berbagai bahasa yang mereka temui setiap hari. Melalui kegiatan menonton TV, bermain dan ketika mengikuti proses pembelajaran di sekolah mereka mengenal ada bermacam-macam bahasa, seperti bahasa daerah, bahasa Indonesia bahkan bahasa asing.
Kemampuan anak untuk mengetahui dan menguasai bahasa asing menjadi sebuah kebutuhan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sebagian besar bersumber dari negara-negara asing, oleh karenanya pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris telah diperkenalkan kepada anak dari SD. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan agar bahasa Inggris diperkenalkan sejak dari sekolah dasar. Hal ini ditetapkan di dalam lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 tahun 2006, tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar bahasa Ingris untuk SD.
Pada kenyataannya bahasa Inggris tidak hanya diberikan kepada anak SD tetapi juga di Taman Kanak-Kanak, karena didorong oleh keyakinan bahwa anak usia TK merupakan usia emas, saat yang tepat untuk anak-anak menyerap berbagai informasi dan mempelajari berbagai kemampuan.
"Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ahli neurosains di Eropa menyatakan bahwa proses mempelajari bahasa asing mengubah anatomi otak. "Grey area" yaitu bagian otak yang mengolah informasi, dalam proses ini berkembang seperti layaknya pembentukan otot dalam sebuah latihan badan, dengan kata lain, otak diajak "berolahraga" dengan belajar bahasa asing". Dydy (2005 : 1).
Hubungan antara belajar bahasa asing dengan perkembangan otak merupakan topik yang banyak diteliti oleh para ahli neurosains. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan berbagai pengaruh mempelajari bahasa asing bagi perkembangan otak, diantaranya adalah sebagai berikut :
(1)" Anak-anak yang mengikuti program bahasa asing cenderung menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif, kreativitas dan "divergent thingking" dibandingkan anak-anak yang monolingual. (2) Beberapa study menunjukkan bahwa mereka yang menguasai lebih dari satu bahasa memiliki skor lebih baik dalam tes kemampuan verbal dan nonverbal. (3) Studi di Canada, India dan Hongkong menyatakan bahwa penutur bilingual lebih mampu menghadapi gangguan perhatian (distraction)'' Dydy (2005 : 1)
Pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif anak saja namun bagi perkembangan bahasa anak itu sendiri. Menurut Musfiroh (2008 : 7) "Perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis yakni mengenal dan memproduksi suara". Dengan mempelajari bahasa Inggris anak mengenal bahasa, juga memproduksi suara, yakni dalam kegiatan meniru dalam pengucapan kata-kata bahasa Inggris.
Standar kompetensi lulusan anak TK dalam kurikulum 2004 adalah : Membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Pembelajaran di TK merupakan pengenalan anak dengan dunia luar, anak berkenalan dengan lingkungan di luar orangtua dan keluarga di rumah. Oleh karenanya guru membantu anak dengan mengenalkan segala hal yang ada di lingkungannya untuk siap memasuki pendidikan dasar, salah satunya dengan pengenalan bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Inggris di TK diperkenalkan kepada anak sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar.
Bahasa Inggris memiliki perbedaan dengan bahasa Indonesia. Oleh karenanya pemilihan dan penggunaan metode merupakan salah satu komponen penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di TK.
Metode yang dibutuhkan adalah metode yang dapat memberikan rasa senang dan pengalaman langsung sehingga anak tidak merasa bosan, bingung, dan terbebani dengan pembelajaran tersebut. Salah satu metode yang dapat menstimulus anak dalam pengenalan bahasa Inggris di TK adalah metode bercerita. Menurut Moeslichatoen (2004 : 24) "metode - metode yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK yaitu bermain, karyawisata, bercakap-cakap, bercerita, ...".
Bercerita merupakan salah satu kegiatan yang anak senangi. Ketika bercerita anak menyimak dan belajar bagaimana hubungan kata-kata yang didengar dalam peristiwa pada cerita tersebut. Dengan kata lain anak memperoleh kosakata langsung dengan makna kata yang terkandung didalamnya. Menurut Musfiroh (2008 : 86) :
"Mendengar cerita sama artinya dengan melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi-bunyi yang bermakna diujarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks dan koteks berfungsi dalam makna".
Bercerita merupakan kegiatan menyampaikan amanat atau pesan melalui sejumlah kata-kata, dengan cara yang menarik melalui media atau nonmedia oleh pencerita kepada pendengar sehingga pesan yang dimaksudkan dapat dimengerti. Selain itu dari kegiatan bercerita si pencerita mengeluarkan banyak kosakata sehingga anak-anak memperoleh kata kata baru dari kegiatan menyimak cerita tersebut.
Perkembangan kosakata merupakan salah satu dari perkembangan bahasa yang pada usia anak-anak inilah perkembangan tersebut mengalami peningkatan.
Menurut Hurlock (1997 : 113) "anak pada usia 2 tahun telah mengenali sekitar 200 kata dan meningkat sekitar 2200 kata pada usia 5 tahun".
Dalam bercerita perkembangan kosakata anak dipengaruhi oleh lingkungan atau suasana yang dibangun dalam cerita tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Musfiroh (2008 : 49)
"Pertumbuhan kosakata anak dipengaruhi oleh pajanan lingkungan (exposure) yang dalam psikoliguistik dikenal dengan istilah "prinsip here and now", semakin banyak pajanan kata, semakin banyak kemungkinana anak mengakuisisinya, tuturan yang dihasilkan anak pun semakin kaya".
Lebih lanjut Musfiroh (2008 : 50) berpendapat bahwa "Bercerita dipandang sebagai salah satu metode pengembangan kosakata anak yang tepat untuk diterapkan di Taman Kanak-Kanak".
Hal tersebut didukung oleh Bunanta (2005 : 2) "Dalam dunia pengajaran dan bahasa, teknik mendongeng atau bercerita, terutama dalam bahasa Inggris ini merupakan salah satu cara untuk melatih kepercayaan diri dan lafal dalam penggunaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya".
Bercerita dapat disampaikan kepada anak-anak melalui media atau non media. Salah satu bercerita dengan media adalah menggunakan buku cerita bergambar, dengan adanya media akan mempermudah materi sampai kepada anak karena proses pengajaran tidak membosankan hal ini dukung oleh Nana Sudjana (2007 : 2) Mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa.
(1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. (2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. (3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. (4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan Iain-lain.
Bercerita menggunakan buku cerita bergambar merupakan satu teknik yang dapat dilakukan guru dalam mengajarkan kata-kata baru kepada anak-anak sesuai apa yang dikemukakan oleh Nation (1990 : 51 dalam Cameron 2001 : 85) 'listed basic techniques by which teachers can explain the meaning of new words, all of which can be used in the young learner classroom : by demonstration or picture... (7)pictures from books....
Teknik dasar yang mana guru dapat menjelaskan arti dari kosakata baru, semua dapat digunakan di dalam kelas usia dini yaitu dengan mendemonstrasikan atau gambar... atau menggunakan gambar dari buku.
Menggunakan buku cerita bergambar dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk dapat mengetahui kosakata bahasa Inggris karena anak-anak dapat mendengar cerita dan melihat gambar dalam buku cerita tersebut. Menurut Musthafa (2008 : 11) :
"Children love to hear the language of storybooks. This language can enhance the oral English they have been using in the classroom. The picture and your expression help children to understand the vocabulary and the story. Children can see and hear the English they have learned come alive through storybook characters".
Anak-anak senang mendengarkan bahasa dari buku cerita. Bahasa ini dapat melatih kemampuan berbicara bahasa Inggris yang telah mereka gunakan di dalam kelas. Gambar dan ekspresimu dapat membantu anak untuk memahami kosakata dan cerita. Anak-anak dapat melihat dan mendengar bahasa Inggris yang telah mereka pelajari dengan nyata melalui karakter buku cerita".
Sebuah penelitian di Jepang oleh Sachiyo Kajikawa berhasil membuktikan bahwa bayi yang berusia sembilan bulan pun telah dapat mengingat kata-kata dari buku cerita yang dibacakan untuknya. Ia bereksperimen dengan kisah Thumbelina yang dibacakan keras-keras oleh seorang wanita (Masakata Nobuo 2002 : 1).
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti diketahui bahwa TK X merupakan salah satu Taman Kanak-Kanak yang memberikan muatan lokal bahasa Inggris kepada anak didiknya namun wawancara dengan guru TK tersebut bahwa anak-anak kelas A belum cukup menguasai kosakata angka dan kosakata binatang bahasa Inggris dengan baik.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang penting mengembangkan metode bercerita untuk meningkatkan kemampuan anak dalam penguasaan kosakata bahasa Inggris. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis mengadakan penelitian yang berjudul "Efektivitas Metode Bercerita Dengan Buku Cerita Bergambar Dalam Meningkatkan Penguasaan kosa kata Bahasa Inggris untuk Anak TK"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana efektivitas metode bercerita dengan buku cerita bergambar dalam meningkatkan penguasaan kosa kata bahasa inggris untuk anak TK". Dengan batasan masalah penguasaan kosakata angka dan kosakata binatang dengan metode bercerita menggunakan buku cerita bergambar. Secara lebih rinci rumusan masalah diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sebelum menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar ?
2. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sesudah menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar ?
3. Apakah metode bercerita dengan buku cerita bergambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X secara signifikan ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode bercerita dengan buku cerita bergambar dalam meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris untuk anak TK. Secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
1. Mengetahui penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sebelum menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
2. Mengetahui penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X sesudah menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
3. Mengetahui metode bercerita dengan buku cerita bergambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris anak kelompok A1 TK X secara signifikan.
TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


(KODE : PASCSARJ-0144) : TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal.
Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
Pendidikan secara umum adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaqnya, sejak dilahirkan hingga dia mati. Atau usaha sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut Aristoteles (Filosof terbesar dari Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media) yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua.
Dalam khadist Nabi saw juga diterangkan masalah pendidikan yang artinya : "Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai keliang kubur. Dan juga, Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi tiap muslim dan muslimat." Al-Qur'an menjamin kesuksesan bangsa mana pun yang menempuh cara/jalan-jalan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an itu. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menganjurkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan agama merupakan masalah yang penting dan tidak dapat ditinggalkan oleh setiap individu, baik sebagai anggota masyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan melaksanakan pendidikan, dalam arti ia dapat dididik dan dapat mendidik untuk menjadi manusia yang beriman dan berakhlaqul karimah. Hakikat pendidikan ini selaras dengan tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah SWT, sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56, yang berbunyi :
Artinya : "Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz Dzariyat 56)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Islam memandang pendidikan agama Islam sebagai suatu keharusan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menjaga agar setiap generasi menjadi insan yang mengabdi dan menghamba kepada Allah dengan mengemban tugas sebagai “Khalifah fil ard”. Nilai pendidikan terutama pendidikan agama Islam seharusnya dapat membentuk peradaban seseorang, karena makin banyak nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan padanya, maka makin besar kemungkinan ia untuk lebih beradab. Dengan demikian makin tinggi penanaman nilai-nilai pendidikan agama suatu bangsa, maka makin tinggi pula peradaban bangsa tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang republik Indonesia Dalam Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN, 20/2003) dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional."
Sebutan sekolah bertaraf internasional (SBI) kini makin banyak di negeri ini. Dulunya hanya terdapat di kota-kota besar, kini telah merambah ke berbagai daerah. Biaya pendidikannya sangat mahal. SBI bertujuan untuk meningkatkan kualitas lulusan. Namun dalam menetapkan tarif pendidikannya tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan pemerataan masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan yang murah dan berkualitas. Karena biaya pendidikan yang mahal tentu sangat tidak ramah pada kelompok masyarakat miskin. Namun sikap pengelola SBI dan pemerintah terus saja menebar janji untuk dan demi kepentingan peningkatan kualitas.
Bertitik tolak dari rumusan di atas, bahwa agama Islam dan Pancasila yang merupakan landasan bagi sistem pendidikan nasional bertemu dalam satu tujuan yaitu mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa . Sistem pendidikan nasional harus mengacu pada rumusan yang ada pada kedua dasar tersebut. Sistem pendidikan nasional akan banyak memegang peran penting terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama. Berbagai model kurikulum telah dicoba dalam mencapai tujuan pendidikan agama secara optimal. Cuma persoalannya, di samping harus mengikuti GBPP, apakah guru agama cukup kreatif dan inovatif guna menghasilkan tujuan pengajaran secara maksimal?
Pendidikan agama sebagai bidang studi mempunyai tujuan instruksional umum, yakni : Mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa, supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan agama di atas, maka seorang guru agama dituntut untuk membantu meningkatkan keberhasilan mengajarnya dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni ia harus mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan selalu bertambah selaras dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini ia harus menyesuaikan sistem mengajarnya terhadap anak didik. Terlepas dari acuan dan pedoman kurikulum yang telah ditetapkan, ia juga dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai guru.
Kemantapan dalam bekerja hendaknya merupakan karakteristik pribadinya, sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai pendidik, kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui proses belajar yang sengaja diciptakan.
Salah satu contohnya adalah SMP X yang merupakan lembaga yang mendidik siswanya sadar akan kewajiban sebagai hamba Allah dan anggota masyarakat dengan melalui pengajaran agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatannya yang bersifat positif, seperti yang telah dilakukan oleh murid-murid SMP X yakni seperti peringatan hari besar Islam (PHBI), Study Club Islam, serta kajian ke-Islaman lainnya.
Dari sinilah letak keinginan penulis untuk mengetahui sejauh mana aktivitas guru agama SMP X dalam upaya menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam di SMP X.
Oleh karena itu penulis mengangkat tema tersebut dalam Tesis yang berjudul "Karakteristik Pendidikan Agama Islam Di SMP X". Salah satu proses dalam konsep Pendidikan Agama Islam adalah menyusun faktor penentu keberhasilan yang diawali dengan mengkaji lingkungan strategis yang meliputi kondisi, situasi, keadaan peristiwa dan pengaruh-pengaruh yang berasal dari dalam maupun dari luar. Lingkungan internal dan eksternal mempunyai dampak pada kehidupan dan kinerja seluruh komponen yang terlibat pada pendidikan khususnya Pendidikan Islam, mencakup kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan tantangan eksternal.
Ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur'an, Al-Sunnah, ijtihad para ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada sumber-sumber ajaran Islam tersebut. Pendidikan Islam merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, pendidikan Islam memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan, yang teori-teorinya didasarkan pada nilai-nilai Islam.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang sistematis dalam mengembangkan fitrah beragama peserta didik, sehingga mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global
Demikian pula dengan visi ilmu pendidikan Islam secara umum, sesungguhnya melekat pada visi ajaran Islam itu sendiri yang terkait dengan visi kerasulan para nabi, yaitu membangun sebuah tatanan kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah serta membawa rahmat bagi seluruh alam
Adapun karakteristrik pendidikan Islam pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sifat dan karakteristik ajaran Islam. Beberapa sifat dan karakteristik tersebut, antara lain : Pertama, bersifat terbuka. Ukuran kebaikan dan ketakwaan di hadapan Tuhan, bukan ditentukan karena berasal dari Barat atau Timur, dari Arab atau bukan Arab ('Ajam), tetapi didasarkan pada kesesuaiannya dengan nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak yang mulia, serta berkepribadian kokoh. Kedua, bersifat fleksibel. Hal ini sesuai dengan karakter nilai-nilai ajaran Islam yang shalih li kulli zaman wa makan. Ketiga, bersifat seimbang/proporsional (tawazun). Bahwa berdasarkan realitas dan sifat dasar manusia sebagai makhluk individual dan sosial, jasmani dan rohani, makhluk yang berkecendemngan pada kebaikan dan kebumkan, memiliki akal dan nafsu, maka pendidikan Islam yang berdasarkan ajaran Al-Qur'an berpijak pada keseimbangan dalam memerlakukan selumh potensi yang dimiliki manusia secara adil, seimbang dan proporsional. Dan keempat, bersifat rabbaniyyah, yakni bahwa selumh komponen pendidikan Islam didasrkan pada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, sehingga jauh dari sifat sekularistik dan hedonistik. Dengan demikian, selumh aspek pendidikan Islam, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, gum, dan sebagainya semata-mata diorientasikan pada tujuan kepatuhan, ketundukan dan ketaatan pada Allah, jauh dari tujuan-tujuan yang menyimpang dan menyesatkan, senantiasa berpegang pada kebenaran dan bimbingan Tuhan .5 Seseorang pendidik juga hams mempelajari dan memahami dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral bagi anak didik. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang. Dalam pembianaan moral agama memiliki peranan yang sangat penting, karena nilai moral yang bersumber dari agama bersifat tetap dalam setiap dimensi waktu dan tempat. Berbeda dengan nilai social kemasyarakatan yang bersifat relatif tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap baik atau sopan di suatu daerah namun di tempat lain pandangan itu dapat berubah menjadi tidak baik atau tidak sopan.
Dengan demikian nyatalah betapa pentinganya psikologi agama bagi duniawi pendidikan. Untuk meraih kualitas insan paripurna, dalam dunia pendidikan dan psikologi banyak sekali dikembanghkan program pelatihan pengembangan diri pribadi. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan aspek psikososial yang positif dan mengurangi aspek negatif.
Dewasa ini, sistem pendidikan produk modernisme maupun post-modernisme terbukti telah gagal dalam membangun peradaban manusia saat ini. Modernisasi dengan berbagai dimensi yang dibawanya telah melahirkan berbagai krisis manusia modern. Realitas kehidupan yang sedang atau telah memasuki the post industrial society melahirkan penderitaan dan penyakit psikologis yang semakin parah. Implikasinya membentuk penyakit mental, yakni dengan semakin membuat manusia bingung dengan dirinya sendiri. Dekonstruksi ontologis, epistemologis dan aksiologis pendidikan barat menjadi keniscayaan untuk mengembalikan manusia modern ke dalam pusat lingkaran eksistensinya. Dari aspek ekonomi, pendidikan barat dikembangkan untuk memenuhi kepentingan kapitalistik mereka yang di antara akibatnya adalah mempercepat kematian manusia. Ketidakmampuan pendidikan barat, melahirkan harapan besar umat muslim untuk mengangkat pendidikan Islam sebagai tawaran alternatif pengganti paradigma pendidikan barat. Hal ini disebabkan pendidikan Islam mampu mengintegrasikan ketiga dimensi kemanusiaan ke dalam satu bingkai konstruksi integral dan saling menunjang, yaitu visi Ilahiyah, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai material . Karena itu parameter kebenaran dalam ilmu tarbiyah (pendidikan) Islam tidak semata-mata (dapat) dipotret dari kaca mata teori koherensi, korespondensi, dan pragmatisme, namun idealnya ilmu tarbiyah meniti jalan kebenaran idealitasnya sendiri yang jauh melampaui kebenaran-keberanan "ala kebenaran tradisi ilmiah barat"
Para pakar pendidikan Islam meyakini, bahwa untuk mewujudkan pendidikan Islam yang ideal maka mutlak diperlukan pembaruan-pembaruan dalam berbagai dimensi. Cita-cita mewujudkan pendidikan Islam ideal baru bisa dicapai bila -pertama-tama - ada upaya membangun epistemologinya. Sebab problem utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya. Epistemologi pendidikan Islam perlu dirumuskan secara konseptual untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian epistemologi pendidikan Islam sangat berperan dalam "membuka jalan" bagi temuan-temuan khazanah pendidikan Islam yang dapat dirumuskan secara teoritis dan konseptual.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Gambaran Umum SMP X
2. Bagaimana Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X
3. Bagaimana Pelaksanaa Pendidikan Agama Islam di SMP X

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk Gambaran Pendidikan Agama Islam di SMP X.
2. Untuk mengetahui Pelaksanaan yang dilakukan oleh guru agama di SMP X.
3. Untuk mengetahui dampak terwujudnya guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama di SMP X.

D. Batasan Masalah
Untuk menghindari bahasan yang luas maka penelitian hanya di lakukan di SMP Plus al Kautsar dengan beberapa batasan sebagai berikut :
1. Karakteristik Pendidik yang dimaksud di sini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan proses belajar mengajar khususnya kompetensi profesional.
2. Pembelajaran yang akan dikaji adalah evaluasi formatif Pendidikan Agama Islam yang pada pelaksanaannya lebih dikenal dengan Ulangan Harian.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan beberapa manfaat sebagai berikut ;
1. Bagi Peneliti
Diharapkan menambah wawasan pengetahuan dan khasanah keilmuan khususnya dalam bidang Karakteristik pendidikan islam yang diterapkan di sekolah .
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Merupakan sumbangan informasi yang berguna sebagai umpan balik bagi lembaga pendidikan, guru, kepala sekolah berkaitan dengan pelaksanaan Karakteristik pendidikan islam di SMP X agar kualitas dan Prestasi belajar siswa di sekolah semakin baik dan meningkat.
3.Bagi Perguruan Tinggi
Manfaat yang diperoleh bagi Program Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Islam adalah untuk memberikan wawasan baru tentang Karakteristik pendidikan islam.
4.Manfaat Teoritis
Dapat diketahui konsep dan strategi yang benar tentang Karakteristik pendidikan islam,berdasarkan pengalaman dan penerapan di sekolah, yang pada akhirnya mungkin dapat ditemukan teori-teori baru yang bisa digunakan untuk melengkapi ataupun penyempurnaan teori yang sudah ada.

F. Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini di kemukakan : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, Penjelasan Masalah, Manfaat Penelitian, Lokasi Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Kajian Teori tentang : Paradigma baru dalam pendidikan islam, Pentingnya guru dalam pengajaran, Profesionalisme Guru, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Keberhasilan Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Upaya Guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam
Bab III Laporan Hasil Penelitian : Gambaran Umum SMP X, Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X, dampak pelaksanaa pendidikan agama di SMP X.
Bab IV Penyajian dan Analisa Data
Bab V Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(KODE : PEND-AIS-0071) : SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Masalah seputar kehidupan anak telah menjadi perhatian sejak lama. Apalagi di era globaliasasi saat ini, seiring dengan pergeseran pranata sosial yang mengakibatkan maraknya tindakan asusila dan kekerasan, maka diperlukan adanya perlindungan terhadap hak-hak anak khususnya anak-anak Indonesia.
Akhir-akhir ini sering sekali kita mendengar terjadinya kekerasan terhadap anak. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Di televisi juga pernah marak diberitakan mengenai siswa yang melakukan kekerasan pada siswa lainnya, contohnya kasus IPDN, dan lain-lain. Hal ini, tentu mengejutkan bagi kita. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah masih banyak terjadi kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh sesama siswa, guru atau pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah pun kekerasan dapat terjadi, hal itu dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan anak-anak yang selalu menjadi korbannya. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak seperti contoh, anak akan berkarakter keras, acuh tak acuh, penakut dan masih banyak lagi.
Menurut Rini (2008), di sekolah perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah maupun masyarakat pun perlu diciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
Hal itu selaras dengan pasal 54 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang berbunyi : "Anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lenmbaga pendidikan lainnya".
Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan anak baik dalam lingkungan pendidikan formal, informal maupun non formal sangatlah diperhatikan oleh pemerintah utamanya oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia. Dimana anak harus merasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah anak, yaitu membuat suasana yang aman, nyaman, sehat dan kondusif, menerima anak apa adanya, dan menghargai potensi anak. Dengan demikian anak bukan lagi sebagai obyek dalam pendidikan namun sebagai subyek, anak bebas berkreasi dalam belajar dengan suasana lingkungan pendidikan yang penuh kasih sayang.
Minimal ada 5 (lima) indikasi sebuah kawasan hidup yang berada dalam kategori ramah anak :
1. Anak terlibat dalam pengambilan keputusan tentang masa depan diri, keluarga, dan lingkungannya.
2. Kemudahan mendapatkan layanan dasar pendidikan, kesehatan dan layanan lain untuk tumbuh kembang.
3. Adanya ruang terbuka untuk anak dapat berkumpul, bermain, dan berkreasi dengan sejawatnya dengan aman serta nyaman.
4. Adanya aturan yang melindungi anak dari bentuk kekerasan dan eksploitasi.
5. Tidak adanya diskriminasi dalam hal apapun terkait suku, ras, agama, dan golongan.
Dari 5 (lima) aspek tersebut dapat tercipta Pendidikan Ramah Anak dengan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan penuh kasih sayang sebab hubungan yang terjalin dengan rasa cinta dan kasih sayang antara anak dengan guru, orang tua, maupun teman sebayanya sangat berpengaruh dalam perkembangan dan pembentukan karakter anak yang baik. Karena pendidikan sebagai hak anak adalah kewajiban pertama ada pada pundak orang tua yang bekerjasama dengan guru sebagai pembimbing dan pengarahnya.
Dalam pendidikan Islam, pendidikan ramah anak itupun diterapkan. Sebab dalam pendidikan Islam anak merupakan sejuta energi yang akan menguatkan ikatan cinta, ikatan asa, dan ikatan-ikatan lain. Dalam Islam anak juga memiliki hak yang di tuntut dari orang tua. Diantara hak anak dari orangtua adalah :
1. Hak memperoleh kasih sayang dan perhatian.
2. Hak memperoleh bimbingan.
3. Hak mengutarakan dan di dengarkan pendapatnya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kamudian apabila kamu telah membulat tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa kepada-Nya." (QS. Ali-Imran : 159)
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul "POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ".

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :
1. Bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak ?
2. Bagaimana tinjauan pendidikan Islam dalam pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak?
3. Adakah perbedaan pola pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak.
2. Mengetahui pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam.
3. Mengetahui ada dan tidaknya perbedaan dan persamaan pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam.

D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapakan, yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat akademis adalah :
a. Khazanah ilmiah bagi Fakultas Tarbiyah.
b. Salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan agama Islam.
2. Manfaat teoritis adalah : menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam masalah pendidikan ramah anak.
3. Manfaat praktis adalah :
a. Sebagai bahan acuan dalam pola asuh anak bagi orang tua.
b. Sebagai panduan bagi para calon pendidik maupun pendidik dalam melaksanakan proses balajar mengajar.
c. Sebagai bahan acuan bagi anak dalam bersosialisasi dalam masyarakat.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis mengorganisasikan sistimatika pembahasan sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan, meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian terdiri dari; jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik penelitian data, dan teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak, terdiri dari : pengertian anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, konsep karakter anak meliputi : pengertian karakter, ciri-ciri karakter anak dan pola pembentukan karakter anak. Dan konsep pendidikan ramah anak meliputi; pengertian pendidikan ramah anak, dan pola pendidikan ramah anak.
Bab ketiga adalah landasan teori meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam, meliputi : pengertian anak dalam Islam, konsep karakter dalam pendidikan Islam, terdiri dari; pengertian karakter anak dalam Islam dan pola pembentukan karakter anak dalam pendidikan Islam. Dan konsep ramah anak, terdiri dari; pengertian pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam dan pola pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam.
Bab keempat analisis data meliputi; analisis pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum, pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam, dan analisis konsep pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan Islam.
Bab kelima adalah penutup meliputi : kesimpulan dan saran-saran. Dan dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA


(KODE : PEND-AIS-0070) : SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai kenakalan siswa adalah masalah yang dirasakan sangatlah penting dan menarik untuk dibahas dan juga harus ditangani secara terpadu dan menyeluruh . Hal ini disebabkan pada masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan masa kegoncangan yang sangat menentukan keadaan masa depannya, atau masa pencarian jati diri, pada usia SMP adalah masa-masa pubertas awal yang dialami hidupnya.
Kualitas kehidupan manusia dalam suatu bangsa dewasa ini adalah sangat ditentukan oleh kualitas para pemudanya, bahkan ditentukan oleh kualitas anak-anaknya, oleh karena itu tuntutan akan pendidikan dewasa ini semakin meningkat. Dikarenakan dorongan yang sangat kuat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sedemikian rupa, maka tidak bisa diabaikan bahwa pendidikan itu memegang peranan penting dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan tujuan dari pendidikan itu akan mudah tercapai manakala para pemudanya secara sadar memahami pentingnya suatu pendidikan.
Namun dewasa ini, banyak kita lihat keanekaragaman kenakalan yang dilakukan para remaja sehingga berdampak pula pada tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Kenakalan yang dilakukan para siswa bisa juga kita sebut dengan delinquency siswa, dimana dalam konsep psikologi delinquency berarti kejahatan. Dalam kaitan ini pembatasan dari para ahli hukum Anglo Saxon dapat diterima, bahwa delinquency siswa berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.
Sehari-hari kita sering mendengar bahwa anak-anak yang suka berkelahi dan bertengkar sesama kawannya serta mengeluarkan perkataan yang kotor adalah anak nakal. Apabila kita klasifikasikan secara keseluruhannya, maka ini menimbulkan suatu pengertian "kenakalan anak-anak". Jika yang dipersoalkan sekarang ialah tentang perbuatan kenakalan, maka yang manakah dan yang bagaimanakah yang dirasakan merupakan "kenakalan anak" tersebut, sehingga perlu ditanggulangi secara serius yang mendalam oleh tiap negara.
Fuad Hasan, dalam hal ini mengemukakan pendapatnya antara lain sebagai berikut : "Delinguency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindakan kejahatan."
Thung Tjip Nio, SH, Hakim khusus pada Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta untuk perkara anak-anak mengatakan, "Definisi ini tergantung dari sudut mana kita memandang problema ini, seorang sosiolog akan memberi definisi yang berlainan ".
Dari pendapat-pendapat para ahli ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa delinquency mempunyai sifat yang dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan anti-sosial. Kenakalan ini diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum.
Menurut William C. Kvareceus, ada juga bentuk kenakalan yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum. Kenakalan ini disebut dengan Hidden Delinquency. Diantaranya yaitu :
1. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. Misalnya : pisau, pistol.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertangggung jawab.
8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan.
9. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya.
Sedangkan kenakalan yang dapat digolongkan pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, misalnya :
1. Berjudi sampai mempergunakan uang taruhan atau benda yang lain.
2. Mencuri, mencopet, menjambret, merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.
3. Peggelapan barang.
4. Penipuan dan pemalsuan.
5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan.
6. Perbuatan yang merugikan orang lain.
7. Percobaan pembunuhan.
8. Pengguguran kandungan.
9. Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian.
Kegiatan pendidikan di sekolah, sampai saat ini masih merupakan wahana sentral dalam mengatasai berbagai bentuk kenakalan remaja yang terjadi. Oleh karena itu segala apa yang terjadi dalam lingkungan di luar sekolah, senantiasa mengambil tolak ukur aktivitas pendidikan dan pembelajaran sekolah. Hal seperti ini cukup disadari oleh para guru dan pengelola lembaga pendidikan, dan mereka melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan memaksimalkan kasus-kasus yang terjadi akibat kenakalan siswanya melalui penerapan tata tertib, pembelajaran moral, agama dan norma-norma susila lainnya.
Pelajar dan pemuda muslim yang kini merupakan mayoritas kawula muda di Indonesia, wajar dan sangat tepat jika senantiasa membina diri, hingga akhirnya memiliki karakter Islami yang penuh dengan keluhuran dan kemuliaan agar tidak terjebak dalam hal-hal yang dilanggar oleh syari'at agama.
Menurut penelitian KOMNAS perlindungan anak, angka prosentase remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah mencapai hingga 62,7%, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks, 97,0% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno.
Sedangkan badan narkotika nasional mencatat jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4.000.000 pengguna dan 20% diantaranya adalah pelajar, 70% siswa SMP dan SMA di 12 kota besar pernah mendapatkan tawaran narkoba dari temannya dan 83.000 pelajar pengguna narkoba (SD, SMP, dan SMA) di 12 kota besar.
Melihat data diatas, pemerintah berupaya memberikan solusi dengan menawarkan sistem baru yang berupa pendidikan berkarakter dengan tujuan meminimalisir jumlah prosentase diatas. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
Diharapkan dari pendidikan karakter ini, lebih-lebih internalisasi nilai-nilai Islami, siswa dapat mencontoh sikap nabinya, Muhammad SAW yang memang menjadi suri tauladan bagi kita, sebagaimana firman Allah :
"Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Ahzab (33) : 2)
Kedudukan guru dalam setiap mata pelajaran memiliki peran yang sangat penting dan turut serta mengatasi terjadinya kenakalan siswanya, sebab setiap guru merupakan sosok yang bertanggung jawab langsung terhadap pembinaan moral dan menanamkan norma hukum tentang baik dan buruk serta tanggung jawab seseorang atas segala tindakan yang dilakukan baik di dunia maupun di akhirat.
Namun, tidak hanya guru yang harus terbebani dengan semua ini, segala aspek harus ikut andil dalam mewujudkan pendidikan karakter ini, terlebih orang tua, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Tahrim (66) : 6 :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan "
Secara moralistik, pendidikan karakter merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan Ibnu Maskawaih yang sangat tegas menjelaskan bahwa materi pendidikan tersebut adalah nilai-nilai akhlakul karimah. Adapun sejumlah nilai yang harus ditanamkan adalah kejujuran (shidiq), kasih sayang (ar-rahman), tidak berlebih-lebihan (qana'ah), menghormati kedua orang tua (birrul walidain), memelihara kesucian diri (al-iffah) dan bertaqwa.
Mengingat betapa pentingnya peranan remaja sebagai generasi muda bagi masa depan bangsa. Maka masalah tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mencanangkan pendidikan karakter untuk menaggulangi terjadinya delinquency siswa. Oleh karena itu penulis terdorong untuk meneliti dengan judul : "PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA DI KELAS VIII SMP X".

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa persoalan yang perlu diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana karakter siswa kelas VIII dalam pendidikan karakter mata pelajaran PAI di SMP X?
2. Bagaimana bentuk-bentuk delinquency siswa kelas VIII SMP X?
3. Adakah pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa kelas VIII SMP X?

C. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui atau mendeskripsikan nilai-nilai karakter dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP X.
2. Ingin mengetahui bentuk-bentuk delinquency siswa SMP X.
3. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X.

D. Manfaat Penelitian
Selain untuk mencapai tujuan yang diharapkan di atas, penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi :
1. Orang tua, yang bertanggung jawab atas pendidikan putra-putrinya, terutama masalah tingkah lakunya. Sehingga dengan penyajian ini dapat diketahui pentingnya pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa.
2. Sekolah, meski dalam kadar minimal, skripsi ini diharapkan dapat menunjang tertibnya sekolah.
3. Penulis, untuk menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan tentang pendidikan karakter terutama dalam menanggulangi delinquency siswa.

E. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari IV (empat) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan, dalam hal ini membahas secara global yang meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup, Definisi Operasional, dan Sitematika Pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini akan membahas tentang seputar pendidikan karakter yang terdiri dari definisi, tujuan dan nilai-nilai karakter dalam pendidikan karakter. Serta pembahasan seputar delinquency yang meliputi : definisi, sebab terjadinya serta bentuk-bentuk delinquency siswa. Dan pembahasan yang terakhir tentang pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinguency siswa dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari, jenis penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan instrument penelitian serta analisis data.
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
Berisi tentang deskriptif singkat gambaran umum objek penelitian, nilai-nilai karakter siswa, bentuk/jenis-jenis kenakalan yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP X, dan hasil analisis pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X.
BAB IV PENUTUP
Merupakan konsep akhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
Demikian sistematika pembahasan yang nantinya menjadi penulisan skripsi sesuai dengan urutannya dan setelah sampai pada penutupan kami juga mencantumkan daftar pustaka beserta lampiran-lampiran penutup.