Search This Blog

TESIS HUBUNGAN MOTIVASI KERJA, MASA KERJA, DAN KESEJAHTERAAN GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN MOTIVASI KERJA, MASA KERJA, DAN KESEJAHTERAAN GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0137) : TESIS HUBUNGAN MOTIVASI KERJA, MASA KERJA, DAN KESEJAHTERAAN GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN) 




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kekuatan reformasi yang hakiki sebenarnya bersumber dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta memiliki visi, transparansi, dan pandangan jauh ke depan yang tidak hanya mementingkan diri dan kelompokknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepetingan bangsa dan negara dalam berbagai kehidupan kemasyarakatan. Hal tersebut, sekarang banyak diabaikan, bahkan kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, dari empat puluh tiga negara, hampir dalam berbagai bidang kehidupan. Indonesia berada pada urutan sepuluh terakhir. Untuk itu, dalam proses reformasi peningkatan kualitas SDM merupakan hal yang pertama dan utama.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, dan pada tempatnyalah kualitas SDM ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (Imtak).
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuasa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi dunia global.
Era reformasi yang sedang kita jalani, ditandai oleh beberapa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, politik, moneter, hankam, dan kebijakan mendasar lain. Di antara perubahan tersebut adalah lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-Undang tersebut membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah sehingga lebih otonomi, termasuk di bidang pendidikan.
Keinginan pemerintah, yang digariskan dalam haluan negara agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi menurut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah. Karena itu pula perlu kesiapan sekolah, sebagai ujung tombak pelaksanana operasional pendidikan, pada garis bawah. Sistem pendidikan yang dapat mengakomodasi seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah kabupaten dan kota sebagai penerima wewenang otonomi. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi) harus diubah untuk kebijakan politik di tingkat makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional (E. Mulyasa, 2003 : 3).
Dalam proses pendidikan guru memegang peran ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik yang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Sebagai pengajar guru bertugas mentransfer sejumlah materi pelajaran ke siswa, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Tugas yang berat dari seorang guru dalam meningkatkan kualitas SDM tersebut hanya dapat dilakukan oleh seorang guru yang profesional dan memiliki kinerja yang optimal.
Mutu profesi (kualifikasi dan kompetensi) guru masih dirasakan rendah. Prestasi kerja guru yang diharapkan oleh semua pihak, hingga saat ini sebagian besar masih berorientasi pada penguasan teori dan hafalan, menyebabkan kemampuan siswa tidak dapat berkembang secara optimal dan utuh. Rendahnya prestasi kerja guru diprediksikan diakibatkan oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam individu guru sendiri maupun dari luar yang berhubungan dengan organisasi tempat mengajar maupun yang lebih jauh adanya kebijakan pemerintah tentang pendidikan.
Peningkatan profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki kualifikasi profesional menjadi profesional. Dengan demikian peningkatan kemampuan profesional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan kepada guru melalui program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan, sehingga yang harus lebih berperan aktif adalah guru sendiri. Artinya gurulah yang seharusnya termotivasi untuk meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan profesional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuhkembangkan profesionalisme guru (E. Mulyasa, 2008 : 13)
Setiap individu memiliki kebutuhan yang kemudian mendorong keinginan untuk berusaha bagaimana caranya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan guru untuk memiliki profesional, guru terdorong untuk bekerja lebih baik, motivasi kerja guru tidak lain merupakan proses yang dilakukan untuk menggerakan guru agar perilaku guru dapat diarahkan pada upaya-upaya yang nyata untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan motivasi yang dimiliki oleh guru, maka profesionalisme guru dapat dtingkatkan (Hamsah B Uno, 2007 : 71)
Profesionalisme guru dapat tercipta manakala guru memiliki pengalaman kerja yang cukup, semakin lama seorang guru menjalankan tugasnya, maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya. Pengalaman kerja guru sejalan dengan masa kerja yang dimiliki oleh guru, semakin banyak masa kerja yang dimiliki guru tentunya semakin banyak pula pengalaman lapangan yang dimilikinya. Pengalaman guru sangat bermanfaat untuk mengetahui persamaan dan perbedaan anak didik. Tugas guru untuk melayani orang yang beragam memerlukan kesabaan dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik. Pengalaman guru tersebut secara alami akan meningkatkan profesi guru dalam menjalin hubungan dengan anak didik (Soetjipto, 2007 : 52)
Satu hal yang tidak kalah penting untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah peningkatan kesejahteraan, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menjamin kesejahteraan guru seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 antara lain : (1) memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimul dan jaminan kesejahteraan sosial, (2) mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, (3) memperoleh perlindungan dalam menghasilkan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Dengan adanya kesejahteraan guru seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut diharapkan guru memiliki profesional yang tinggi.
Profesionalis guru telah banyak dilakukan, namun pelaksanaannya masih dihadapkan pada berbagai kendala, baik di lingkungan depdiknas, maupun di lembaga pencetak guru. Kendala yang melekat di Depdiknas misalnya, adanya gejala kekurangseriusan dalam menangani permasalahaan pendidikan, seperti juga menangani masalah guru. Gejala tersebut antara lain adanya ketidaksinambungan antara berbagai program peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas guru yang ditangani oleh berbagai direktorat di lingkungan depdiknas, serta adanya fokus dalam peningkatan kualitas guru, sehingga terkesan berputar-putar di tempat (Mulyasa, 2008 : 7)
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan mengkaji hubungan motivasi kerja, masa kerja, dan kesejahteraan terhadap profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.

B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang ada dan untuk mempermudah dalam proses penulisan selanjutnya, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
2. Apakah terdapat hubungan antara masa kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
3. Apakah terdapat hubungan antara kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
4. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja, masa kerja, dan kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui adanya hubungan antara masa kerja dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
4. Untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi kerja, masa kerja, dan kesejahteraan guru dengan profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat bermanfaat :
1. Bagi Sekolah Dasar di di Kecamatan X, dengan diketahuinya faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru, maka dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, terutama hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat meningkatkan profesionalisme guru.
2. Bagi pihak lain, meskipun sederhana dapat menambah khasanah pustaka yang bermanfaat serta sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
TESIS PEMANFAATAN METODE SUGESTI-IMAJINATIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)

TESIS PEMANFAATAN METODE SUGESTI-IMAJINATIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)


(KODE : PASCSARJ-0136) : TESIS PEMANFAATAN METODE SUGESTI-IMAJINATIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting untuk dikuasai. Untuk itu kemampuan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh sejak tingkat pendidikan dasar.
Keterampilan menulis sebagai salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peranan penting di dalam kehidupan manusia. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang cukup kompleks karena pada saat menulis terlibat beberapa unsur yang diterapkan sekaligus. Dengan menulis kita dapat mengekspresikan pikiran atau perasaan kepada orang lain dengan menggunakan media tulis dengan harapan dapat dibaca oleh pembaca. Menulis bukan merupakan pekerjaan yang sekali jadi, tetapi memerlukan proses. Proses itu mulai dari menemukan topik, memecahkan topik menjadi kerangka, dan mengembangkan kerangka menjadi sebuah karangan. Namun, menuangkan buah pikiran secara teratur dan terorganisasi ke dalam sebuah tulisan sehingga pembaca dapat memahami jalan pikiran seseorang tidaklah mudah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2001 : 296) yang menyatakan bahwa kemampuan menulis lebih sulit dikuasai dibanding tiga kemampuan berbahasa yang lain. Hal itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur di luar bahasa itu sendiri yang menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut dan padu.
Menulis menuntut beberapa kemampuan sekaligus. Di samping harus memiliki pengetahuan tentang apa yang akan ditulis, juga harus mengetahui bagaimana cara menuliskannya. Pertama, menyangkut isi dari tulisan dan kedua, menyangkut aspek kebahasaan serta teknik penelitian. Dengan demikian, menulis dapat dikatakan sebagai keterampilan yang lebih sulit dibandingkan dengan keterampilan bahasa lainnya.
Tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul suatu kesan adanya pengirim dan penerima pesan. Dapat dikatakan bahwa menulis merupakan salah satu cara berkomunikasi secara tertulis, di samping adanya komunikasi secara lisan. Karena pada umumnya tidak semua orang dapat mengungkapkan perasaan dan maksud secara lisan saja.
Menulis memerlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tata bahasa tertentu atau kaidah bahasa yang digunakan sehingga menggambarkan atau dapat menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus menerus dan teratur.
Fungsi menulis ialah sebagai alat komunikasi tidak langsung karena tidak langsung berhadapan dengan pihak lain yang membaca tulisan kita tetapi melalui bahasa tulis. Dengan menulis kita terdorong untuk berpikir kritis dan sistematis.
Dalam pengajaran bahasa, keterampilan menulis merupakan salah satu cara untuk menyampaikan maksud dan tujuan dengan cara tertulis yang merupakan kemampuan siswa untuk mengekspresikan maksud melalui media bahasa. Untuk melakukan pekerjaan menulis sebelumnya diperlukan perencanaan yang matang mengenai topik yang akan ditulis, tujuan yang hendak disampaikan, dan pembahasan yang akan diuraikan. Semua itu dilakukan karena menulis merupakn proses berpikir. Menulis menuntut orang bertanggung jawab atas penggunaan kata-kata dan membuat orang lain lebih bijak berpikir. Kedalaman dan kejelasan berpikir meningkatkan mutu tulisan. Pada saat yang sama, menulis adalah sarana belajar untuk meningkatkan dan menyempurnakan gagasan.
Keberadaan pengajaran bahasa Indonesia khususnya pengajaran menulis sangat penting karena sekarang ini dan masa yang akan datang setiap siswa dituntut dapat mengkomunikasikan setiap ide dan pikiran dalam mengimbangi kemajuan informasi dan teknologi. Untuk mencapai harapan tersebut selayaknya proses belajar mengajar keterampilan menulis dilaksanakan dengan menggunakan metode yang sesuai.
Untuk meningkatkan pengajaran menulis, guru perlu berusaha mencari metode yang tepat dalam menyampaikan pengajaran kepada para siswa. Salah satunya adalah banyak memberikan bantuan dan dorongan. Tanpa dorongan guru, pencapaian tujuan pengajaran menulis kurang berhasil. Sebagai wujud nyata keberhasilan pengajaran menulis, yaitu siswa harus dapat menghasilkan tulisan yang baik, tidak hanya tahu teorinya saja.
Pendidikan bahasa Indonesia difokuskan pada keterampilan berbahasa yang menyangkut pada empat kemampuan dasar, yakni kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mengajarkan kemampuan menulis kepada siswa tidak berarti ingin menjadikan siswa seorang peneliti, tetapi setidak-tidaknya dengan kemampuan menulis yang baik, siswa dapat berhasil dalam pendidikan. Keterampilan menulis sangat diperlukan untuk menuliskan jawaban ujian-ujian yang berbentuk esai, mengungkapkan gagasan-gagasan yang lahir agar dapat dibaca orang lain.
Kenyataan di lapangan masih banyak siswa yang tidak mampu menulis dengan baik. Hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah metode yang diterapkan guru tidak bisa menjadikan siswa terampil dalam menulis. Penyebabnya yang lain tentu saja bermacam-macam sesuai dengan komponen yang terkait dengan pengajaran bahasa Indonesia itu. Demikian juga dengan keterampilan menulis bahasa Indonesia yang merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa Indonesia. Jika metode pembelajarannya tidak menarik tentu pembelajaran menulis tidak akan berhasil.
Beberapa penelitian memperlihatkan bukti bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia yang mengalami kesulitan mengutarakan gagasannya dalam tulisan. Salah satu penyebabnya adalah masalah pembelajaran menulis yang belum terpecahkan. Nurjanah (2005 : 3) menjelaskan bahwa menurut penelitian yang dilakukan oleh Taufik Ismail, ternyata keterampilan menulis siswa di Indonesia paling rendah di Asia.
Minat kegemaran membaca dan menulis sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Sejarah mencatat, manusia meninggalkan masa zaman primitif setelah mengenal budaya baca tulis. Kejayaan masa lalu dan pemikiran tokoh-tokoh dunia akan tetap hidup berkat tulisan. Masyarakat Indonesia juga terbukti dari dulu sudah mempunyai budaya tulis. Ini terbukti dengan berbagai peninggalan yang berupa naskah-naskah kuno, baik itu berupa karya sastra maupun berupa tulisan-tulisan lainnya. Tulisan-tulisan tersebut ditulis pada kertas, daun lontar, tembaga, juga pada batu-batu yang berupa prasasti.
Salah satu tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efiaien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Sehubungan dengan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia di atas, guru bahasa Indonesia harus mampu membuat siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam semua fungsinya, terutama fungsi komunikasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembelajaran menulis perlu beralih dari metode yang dilakukan guru (pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa) ke metode belajar modern diantaranya metode sugesti-imajinatif. Penerapan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu digunakan untuk membantu peserta didik berpikir kreatif dan menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Dengan metode sugesti-imajinatif, lagu tidak hanya digunakan untuk menciptakan suasana yang nyaman tetapi juga memberikan sugesti yang merangsang berkembangnya imajinasi siswa.
Melalui proses pembelajaran yang dinamis diharapkan akan tercipta suatu bentuk komunikasi antar peserta didik, sehingga suasana pembelajaran terhindar dari kejenuhan.

B. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, peneliti mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut.
1. Kurangnya minat siswa pada pembelajaran menulis.
2. Rendahnya kemampuan menulis siswa.
3. Kurangnya motivasi siswa untuk menulis.
4. Latihan menulis sangat kurang dilakukan oleh siswa.
5. Kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa.
6. Ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif.
7. Metode dan teknik yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis kurang bervariasi sehingga hasilnya tidak optimal.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah "apakah metode sugesti-imajinatif melalui media lagu dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X" ?
Secara rinci pertanyaan di atas dapat ditelusuri secara bertahap melalui pertanyaan khusus sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kemampuan awal menulis karangan deskripsi pada siswa kelas X SMA Negeri X ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X ?
3. Bagaimanakah hasil kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kemampuan awal menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X.
2. Mendeskripsikan pelaksanaan penerapan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri X.
3. Mendeskripsikan hasil kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode sugesti-imajinatif melalui media lagu dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas X.

E. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian ilmiah diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan keilmuan secara teoretis dan praktis. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan konseptual terutama terhadap studi pengembangan keterampilan menulis, yaitu dengan memberikan wawasan dalam pengajaran menulis di sekolah, khususnya tentang metode sugesti-imajinatif melalui media lagu. Pengenalan metode tersebut digunakan untuk mengembangkan motivasi menulis yang sampai saat ini masih jarang dilakukan.
2. Manfaat secara Praktis
Hasil penelitian ini dapat ditawarkan kepada para guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah maupun kepada para guru menulis di lembaga-lembaga pendidikan, baik berupa produk manual peningkatan keterampilan menulis dengan metode sugesti-imajinasi melalui media lagu, maupun proses penyusunannya.
TESIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU DI SMAN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU DI SMAN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0135) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU DI SMAN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain harus bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Profesionalitas guru yang ditunjukkan dengan kinerja guru dapat dikatakan sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Hal ini disebabkan karena keberadaan guru sangat berpengaruh terhadap semua sumber pendidikan seperti sarana dan prasarana, biaya, teknologi informasi, siswa dan orang tua siswa dapat berfungsi dengan baik apabila guru memiliki kemampuan yang baik pula dalam menggunakan sumber yang ada.
Menurut Uzer Usman (2005 : 15), guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya guru selalu dituntut untuk secara tersus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya.
Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pempimpin, dan pekerjaan. Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya. Sehingga semakin hari kinerja guru semakin meningkat seiring dengan kebutuhan kualitas pendidikan.
Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.
Manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru yang meliputi : (1) Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik; (2) Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang; (3) Bagaimana prestasi kerja akan diukur (Akhmad Sudrajad, 2008 : 1)
Menurut Wahjosumidjo (2005 : 83), kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan kepala sekolah untuk menggerakkan, mengerahkan, membimbing, melindungi, memberi teladan, memberi dorongan, dan memberi bantuan terhadap sumber daya manusia yang ada di suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkanl. Standar kompetensi kepala sekolah yaitu, kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi subervise, dan kompetensi sosial (Permendiknas No. 13 Tahun 2007). Dalam kaitannya dengan kompetensi supervise, kepala sekolah memegang peranan sebagai supervisor. Dimana supervise pendidikan bertujuan untuk membantu guru dalam memperbaiki proses belajar-mengajar melalui peningkatan kompetensi guru itu sendiri dalam melaksanakan tugas profesional mengajarnya, sehingga kinerja guru dapat ditingkatkan.
Peranan Kepala Sekolah dalam rangka mutu pendidikan sangat penting karena dapat mempengaruhi berhasil dan tidaknya mutu pendidikan itu sendiri. Kepala Sekolah sebagai tulang punggung mutu pendidikan dituntut untuk bertindak sebagai pembangkit semangat, mendorong, merintis dan memantapkan serta sekaligus sebagai administrator. Dengan perkataan lain bahwa Kepala Sekolah adalah salah satu penggerak pelaksanaan manajemen pendidikan yang berkualitas.
Wahjosumidjo (1999 : 25) mengemukakan pengertian motivasi sebagai konsep manejemen dalam kaitannya dengan kehidupan Sekolah dan kepemimpinan, adalah sebagai berikut : Motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri sendiri untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Motivasi merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan peningkatan prestasi kerja dirinya.
Motivasi kerja guru merupakan sesuatu yang sangat penting, karena dapat menunjang kelancaran pelaksanaan tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu pimpinan harus senantiasa berupaya meningkatkan motivasi kerja guru serta harus memiliki kemampuan di dalam memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan motivasi, terutama memahami kebutuhan yang di manifestasikan melalui perilaku guru dalam melaksanakan tugas. Perilaku guru muncul karena adanya interaksi secara vertikal dan horizontal antara pimpinan dengan bawahan dan antara bawahan dengan bawahan. Dengan demikian tinggi rendahnya motivasi kerja yang dimiliki oleh guru kemungkinan berpengaruh terhadap kinerja guru.
Dari data yang ada, beragamnya kinerja guru disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah kulaitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru itu sendiri. Kualitas kepemimpinan kepala sekolah yang satu dengan kualitas kepemimpinan kepala sekolah yang lainnya mempunyai perbedaan, perbedaan tersebut disebabkan oleh latar belakang dan karekter, serta pengalaman kepala sekolah yang berbeda. Demikian pula dengan latar motivasi kerja guru, setiap guru mempunyai motivasi kerja yang berbeda, beberapa guru menunjukkan motivasi kerja yang tinggi, tetapi masih ada beberapa guru yang kurang mempunyai motivasi dalam melaksanakan tugas.
Dari permasalahan tersebut, peneliti ingin mengkaji sejauh hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMA Negeri X ?
2. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri X ?
3. Apakah terdapat hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama dengan kinerja guru di SMA Negeri X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini mencakup :
1. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMA Negeri X
2. Untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri X
3. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama dengan kinerja guru di SMA Negeri X

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka mengambil kebijakan dalam upaya peningkatan kinerja guru, khususnya guru SMA Negeri yang ada di X
b. Bagi kepala sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah SMA Negeri di X untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam rangka meningkatkan kinerja guru
2. Manfaat Teoritis
a. Untuk memperkaya khasanah pustaka di Universitas X
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan memberikan sumbangan bagi penelitian sejenis, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dunia pendidikan.
TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI PENGAJARAN DAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI PENGAJARAN DAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0134) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI PENGAJARAN DAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Korea selatan telah menjadikan pendidikan sebagai faktor strategis dalam menciptakan kemajuan bangsanya. Pendidikan yang bermutu dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan produktif. Hal tersebut mendorong suatu negara menjadi negara yang maju dan pesat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan yang bermutu adalah dambaan setiap orang . Masyarakat dan orang tua sangat mengharapkan putra putri mereka mendapat pendidikan yang bermutu agar mampu bersaing dalam memperoleh berbagai peluang, baik dalam meraih pekerjaan maupun dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pemerintah sangat mengharapkan agar setiap lembaga pendidikan merupakan lembaga pendidikan yang bermutu. Dengan pendidikan yang bermutu diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu yang akan memberikan kontribusi kepada keberhasilan pembangunan nasional. Para pengguna lulusan seperti dunia bisnis dan industri sangat mengharapkan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu yang akan menghasilkan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang benar-benar produktif.
Dunia pendidikan berfungsi memproduksi tenaga-tenaga yang bermutu untuk berbagai jenis dan tingkatan keahlian. Dunia pendidikan diharapkan dapat melahirkan tenaga-tenaga terpilih yang menjadi dinamisator pembangunan. Gerak dan laju pembangunan sangat ditentukan oleh mutu , banyaknya dan kecocokan lulusan yang dihasilkan dengan kebutuhan nyata dalam masyarakat. Oleh karena program pendidikan di semua tingkat harus direncanakan berdasarkan kebutuhan tenaga yang jelas (educational planning based on manpower requirements) Hamzah (2007 : 6).
Esensi dari sebuah pendidikan persekolahan adalah proses pembelajaran. Mutu sebuah lembaga pendidikan hakikatnya diukur dari mutu proses pembelajarannya, disamping output dan outcome yang dihasilkan.Tidak ada mutu pendidikan persekolahan tanpa disertai mutu pembelajaran. Oleh karena itu berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan dapat dianggap kurang bermakna bilamana belum menyentuh perbaikan proses pembelajaran.
Diantara keseluruhan komponen dalam pembelajaran, guru merupakan komponen yang sangat menentukan. Tidak akan tercipta pembelajaran yang bermutu tanpa adanya guru yang bermutu. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah dan banyak menentukan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan.
Kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kemampuan profesional guru. Menurut Castetter, 1981 dalam Sagala (2007 : 4) menegaskan bahwa kualitas proses belajar mengajar sangat di pengaruhi oleh kemampuan profesional guru-gurunya Keberhasilan tugas guru dalam pengelolaan pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah : hubungan interpersonal guru dengan siswa, adanya perbedaan individual tentang kemampuan siswa dan adanya balikan berupa saran atau kritik untuk pengembangan kompetensi profesionalnya.dari teman sejawat guru, kepala sekolah atau pengawas.
Begitu sangat strategisnya kedudukan guru sebagai tenaga profesional, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tepatnya Bab III Pasal 7, diamanatkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3 memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6 memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ditegaskan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan komptensi sosial.
Dari uraian tersebut betapa tinggi tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Guru dituntut untuk menjadi guru yang profesional. Hanya oleh guru yang profesi onal akan lahir pembelajaran yang bermutu, dan dari pembelajaran yang bermutu inilah akan tercipta pendidikan yang bermutu.
Menurut Sudjana (2008 : 1) Supervisi atau pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan atau supervisor untuk mencegah terjadinya kekeliruan pelaksanaan dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas kerja atas dasar kebijaksanaan, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana yang telah ditetapkan . Dengan konsep ini, maka seorang supervisor atau pengawas di masing-masing unit kerja bertanggung jawab atas pengawasan pelaksanaan segala tugas dan kewajiban yang dibebankan di lingkungan tersebut, sehingga pengawasan merupakan "built in control" (pengawasan melekat). Pengawasan seperti ini harus dilakukan terus-menerus sehingga memiliki fungsi evaluatif, korektif, preventif dan edukatif.
Salah satu kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pemberdayaan guru adalah supervisi pengajaran yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah. Supervisi pengajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan akademik. Supervisi pengajaran merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan akademik. Dengan demikian, berarti, esensi dari supervisi pengajaran adalah membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Mengembangkan kemampuan profesionalisme dalam konteks ini bukan semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru saja, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitment) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat.
Supervisi pengajaran adalah menilai dan membina guru dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran agar diperoleh hasil belajar peserta didik yang lebih optimal. Tujuan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan adalah meningkatkan kemampuan merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Oleh sebab itu maka sasaran supervisi pengajaran adalah guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran bisa terjadi di dalam kelas, di luar kelas dan atau di laboratorium. Bidang garapan supervisi akademik sekurang-kurangnya terdiri atas : (a) penyusunan dan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan; (b) penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran; (c) pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran (pendekatan, metode, dan teknik); (d) penggunaan media dan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran; (e) merencanakan dan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Kelima aspek tersebut erat kaitannya dengan tugas pokok guru sebagai agen pembelajaran. Sudjana (2008 : 2)
Supervisi klinis diartikan sebagai bantuan profesional yang diberikan kepada guru yang mengalami masalah dalam melaksanakan pembelajaran agar guru tersebut dapat mengatasi masalah yang dialaminya berkaitan dengan proses pembelajaran. Sudjana (2008 : 8) . Sejalan dengan pengertian di atas Waller berpendapat bahwa supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap proses pembelajaran. Sedangkan menurut Keith Acheson dan Meredith D Gall dalam Sudjana (2008 : 8) : supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan supervisi klinis adalah bantuan profesional yang diberikan kepada guru yang mengalami masalah dalam pembelajaran agar guru yang bersangkutan dapat mengatasi masalahnya dengan menempuh langkah yang sistematis mencakup tahap perencanaan, tahap pengamatan dan tahap analisis dan tindak lanjut.
Sejalan dengan pengertian di atas maka tujuan umum dari supervisi klinis adalah agar guru memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sedangkan tujuan khususnya adalah : (a) guru memiliki keterampilan dalam mendiagnosis kesulitan pembelajaran dan mencari solusi pemecahannya; (b) guru memiliki keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan-strategi yang efektif; dan (c) guru memiliki sikap yang positif dan kritis terhadap upaya perbaikan mutu pembelajaran.
Oleh karena itu indikator keberhasilan pelaksanaan supervisi klinis adalah :
(1) Meningkatnya kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran.
(2) Kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi lebih baik sehingga diharapkan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar yang dicapai siswa.
(3) Terjalin hubungan kolegial antara pengawas sekolah dengan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran dan tugas-tugas profesinya.
Indikator-indikator tersebut pada hakekatnya merupakan salah satu ciri dari meningkatnya mutu pendidikan di sekolah. Oleh sebab itu supervisi klinis merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan kinerja sekolah khususnya melalui perbaikan proses pembelajaran. Dalam konteks inilah pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah perlu melaksanakan supervisi klinis sebagai bagian dari supervisi akademik.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan organisasi guru yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Mulyasa (2008 : 37). Satori (1998) menyatakan Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah wadah kerja sama guru-guru dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional mereka, yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai proses dan hasil kegiatan belajar-mengajar. Di KKG atau MGMP guru-guru dapat membicarakan masalah proses belajar-mengajar serta memikirkan alternatif pemecahannya berdasarkan pengalaman dan ide-ide yang bersumber dari mereka sendiri. Semua masalah yang menyangkut upaya perbaikan pengajaran dapat dibicarakan di forum ini. Senada dengan itu Mulyasa (2008 : 37) melanjutkan melalui kegiatan MGMP dapat didiskusikan bagaimana metode mengajar yang tepat sehingga suasana belajar menjadi kondusif. Juga dalam mengembangkan KTSP dan komponen-komponen lainnya, serta mencari alternatif pembelajaran yang tepat dan menemukan berbagai variasi metode, dan media pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Kegiatan MGMP dilakukan di bawah koordinator pengawas sekolah atau wakasek kurikulum, dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior atau guru inti. Di samping itu dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu guru dalam memahami materi yang dianggap sulit atau membantu memecahlan masalah yang muncul di kelas, maupun berbagai metode pembelajaran untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam membentuk kompetensi tertentu.
Pada kegiatan MGMP dapat dilakukan kegiatan menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan MGMP yang dilakukan secara intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan.
Sekolah yang telah mengembangkan kegiatan MGMP secara efektif pada umumnya dapat mengatasi berbagai kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan siswa,bukan saja dalam kegiatan belajar mengajar tetapi dalam kegiatan lainnya di sekolah, bahkan masalah pribadipun dapat dipecahkan .
Kemandirian guru terutama diperlukan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang sering muncul dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus mampu mengambil tindakan terhadap berbagai permasalahan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Kemandirian guru juga akan menjadi figur bagi peserta didik, sehingga mereka terbiasa untuk memecahkan masalah secara mandiri dan profesional. Oleh karena itu dalam rangka menegembangkan KTSP diperlukan kemandirian guru, temtama dalam melaksanakan, menyesuaikan dan mengadaptasikan KTSP tersebut dalam pembelajaran di kelas.Kemandirian ini penting dalam kaitannya dengan penyesuaian KTSP dengan situasi aktual di dalam kelas, serta menyesuaikan KTSP dengan perbedaan karakteristik peserta didik yang beragam, dengan demikian, implementasi KTSP yang ditunjang oleh kemandirian guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan (PAKEM), yang akan bermuara pada peningkatan prestasi belajar peserta didik dan prestasi sekolah secara keseluruhan.
Kenyataan yang dijumpai khususnya di Kabupaten X bimbingan profesional yang diberikan kepada guru-guru dalam mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) masih perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sistem supervisi para pengawas satuan pendidikan dan kepala sekolah masih mengutamakan aspek-aspek administratif yang dilakukan oleh guru-guru dan kurang memperhatikan bimbingan professional. Dan faktor penyebab kurang berhasilnya suatu penataran atau pendidikan dan latihan profesinalisme guru diakibatkan karena kurangnya bimbingan bagi guru-guru untuk melaksanakan hasil-hasil penataran. Guru-guru menilai hasil penataran yang diperoleh masih terlalu teoritis. Mereka memerlukan bimbingan lebih lanjut di sekolah dalam menerapkan hasil penataran itu. Bimbingan tersebut diharapkan diperoleh dari pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah.
Masih dijumpai dengan begitu jelas bahwa kinerja guru belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari fenomena-fenomena di lapangan, masih terdapat guru yang menyajikan materi pelajaran hanya terbatas pada apa yang ada pada buku teks, masih dijumpai siswa yang terlambat masuk kelas yang sebagian diantaranya diakibatkan kurang menyenangi pelajaran pada jam pelajaran tersebut. Siswa kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Diantara siswa yang tidak lulus ujian nasional sebagian diakibatkan karena nilai ujian nasional untuk mata pelajaran Matematika belum melampaui batas kelulusan.
Berdasarkan latar belakang pemikiran seperti diuraikan di atas dapat difahami betapa pentingnya dilakukan penelitian tarhadap efektivitas sistem bantuan dan pelayanan profesional bagi guru-guru dalam bentuk supervisi akademik dan supervisi klinis yang dilakukan pengawas satuan pendidikan di Kabupaten X. Selain itu juga untuk mengetahui efektifitas kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) terhadap peningkatan kompetensi profesional guru.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang penelitian di atas, jelas bahwa esensi dari penelitian ini adalah bagaimana upaya peningkatan kompetensi profesional guru sehingga mampu mengelola kegiatan pembelajaran dengan baik, yang akan melahirkan pembelajaran yang bermutu. Dari beberapa faktor yang dapat meningkatkan kompetensi profesional guru yang paling menarik untuk diteliti adalah supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas sekolah dan kegiatan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Dua pokok permasalahan utama dalam penelitian ini adalah :
1. bagaimanakah efektivitas kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas sekolah sebagai supervisor pengajaran dalam memberikan bantuan dan pelayanan profesional kepada guru-guru ?
2. bagaimanakah efektivitas wadah atau forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGPMP) sebagai bagian dari sistem bantuan dan pelayanan profesional bagi guru-guru ?
Pokok persoalan yang pertama menyangkut kegiatan yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah (pada saat melakukan kunjungan sekolah) terhadap guru guru, baik secara perorangan maupun kelompok, dengan maksud untuk membantu guru memperbaiki proses belajar mengajar. Secara perorangan, guru dapat membicarakan masalah yang dihadapinya dengan pengawas sekolah melalui pembicaraan individual. Sebagai satu kelompok, guru guru dapat mendiskusikan masalah-masalah pendidikan dan pengajaran yang dihadapinya sehari hari dengan bimbingan pengawas sekolah. Kegiatan seperti ini merupakan kegiatan supervisi pada tingkat sekolah (Wiles dan Lovell, 1975; Marks, Stoops dan Stoops, 1973; Neagley dan Evans, 1980.) , sementara Morrant (1981) dalam Satori (1989) menyebutnya sebagai kegiatan "school based in service". Morrant (1981 : 4) sendiri menyatakan bahwa "the term school based here is to describe the kind of teachers development that are run on the school premises for the sole benefit of the teachers of that school". Untuk maksud yang sama, Eltis, Braithwaite, Deer dan Kensel (1981) dalam Satori (1989) menyebut kegiatan itu sebagai "a school focused development program" yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah di sekolah yang dirasakan guru-guru atau masalah yang diidentifikasi oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah dalam rangka memperbaiki kualitas proses belajar mengajar di sekolah itu.
Masalah yang tidak atau belum terpecahkan di sekolah di bawa ke forum yang lebih luas untuk dibicarakan di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Perhatian terhadap efektivitas kegiatan forum tersebut menjadi pokok persoalan yang kedua dalam penelitian ini. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah wadah kerja sama guru guru dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional mereka, yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai proses dan hasil kegiatan belajar-mengajar. Di forum MGMP guru-guru dapat membicarakan masalah proses belajar mengajar serta memikirkan alternatif pemecahannya berdasarkan pengalaman dan ide ide yang bersumber dari mereka sendiri. Semua masalah yang menyangkut upaya perbaikan pengajaran dapat dibicarakan forum MGMP.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian yaitu : "Seberapa besar kontribusi supervisi pengajaran dan musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional Guru SMA Negeri di Kabupaten X ?"
Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Seberapa besar kontribusi supervisi pengajaran terhadap kompetensi profesional Guru SMA Negeri di Kabupaten X ?
2. Seberapa besar kontribusi musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri di Kabupaten X ?
3. Seberapa besar kontribusi supervisi pengajaran dan musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri di Kabupaten X ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan bertujuan :
1. Tujuan Umum
Untuk menggali informasi tentang efektifitas kepengawasan khususnya kegiatan supervisi pengajaran pengawas sekolah dalam perannya menciptakan iklim kerja yang kondusif, guna memberi motivasi kepada seluruh guru yang menjadi binaannya, agar mereka memiliki kompetensi profesional yang dapat menunjukan kinerja terbaiknya dalam mengelola pembelajaran menjadi pembelajaran yang berkualitas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui besarnya kontribusi kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di wilayah Kabupaten X .
b. Mengetahui besarnya kontribusi musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di wilayah Kabupaten X .
c. Mengetahui besarnya kontribusi kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan pengawas dan musyawarah guru mata pelajaran terhadap kompetensi profesional guru SMA Negeri dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di wilayah Kabupaten X .

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Ditinjau dari aspek pengembangan ilmu (teoritis), penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu administrasi pendidikan aspek pengembangan sumber daya manusia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan studi lanjutan yang relevan dan sebagai bahan kajian tentang upaya peningkatan kompetensi profesional guru.
2. Manfaat Praktis
Ditinjau dari aspek praktis manfaat dari penelitian ini adalah bahwa informasi dan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh, akan dijadikan dasar untuk memberikan masukan kepada para pengawas sekolah yang mudah-mudahan berguna sebagai bahan rujukan dalam menyusun strategi kepengawasan terutama dalam memberikan motivasi terhadap guru agar para guru dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya, dan bagi pengelola MGMP digunakan sebagai bahan rujukan dalam menyusun strategi bentuk pengelolan kegiatan MGMP yang ideal pada perode berikutnya. Bagi guru mendapat supervisi klinis dari pengawas dan mengikuti kegiatan MGMP adalah sebagian kegiatan dalam upaya peningkatan profesionalismenya, yang paling penting justru muncul motivasi yang tinggi dari dalam diri guru bersangkutan untuk selalu meningkatkan kompetensi profesionalnya secara terus menerus.
SKRIPSI THE STUDENTS STRATEGIES IN SOLVING SPEAKING DIFFICULTIES (A CASE STUDY IN CLASS X)

SKRIPSI THE STUDENTS STRATEGIES IN SOLVING SPEAKING DIFFICULTIES (A CASE STUDY IN CLASS X)


(KODE : PENDBING-0009) : SKRIPSI THE STUDENTS STRATEGIES IN SOLVING SPEAKING DIFFICULTIES (A CASE STUDY IN CLASS X)




CHAPTER I 
INTRODUCTION

This chapter presents the background of this research, statements of the problems, aims and significance of the research, preview of research methodology, and organization of the paper.
1.1 Background
Acquiring foreign language is one of requirements to be successful in many fields in a global era because by acquiring the language people can communicate easily all over the world. As the most used language, English has a great role in uniting people worldwide for many purposes. Because of that fact, it is important for people, especially Indonesians, to master English skill. For the sake of communication, speaking becomes an important skill that should be mastered. Recent research in second language acquisition finds that speaking is a main factor in forming learner's language development (Hadley, 2001 : 230). Furthermore, Hadley (2001 : 230) asserts that in the twenty-first century, second language speaking ability can be an important benefit for anybody looking for a job in business and industry.
The requirement to acquire English speaking skill is opposite with the fact that many graduates from Senior High School in Indonesia can not speak English, even to introduce themselves, after learning English for at least six years (Frans, 2007 in http://kursusinggris.wordpress.com). There must be some aspects which cause this problem; one of the aspects is that the students face some difficulties in speaking English. This is a common thing because English is a foreign language in Indonesia, in which the students are not accustomed to speaking English with their community. This fact is in line with Pinter's statement (2006 : 55) that one of the biggest challenges for all language learners is to speak fluently and correctly because to master speaking skill, the students must speak and think at the same time.
Moreover, English has different language pattern with Indonesian, so it is possible for Indonesian students to be influenced by their native language while speaking English. According to Ellis (1986 : 6) that most of difficulties faced by second language learners are caused by their first language.
In term of learning, facing some difficulties or making any mistakes is common; the most important thing is how the students deal with such problem. There are many kinds of strategies that the students might use to make their speaking more fluent, for example by doing practice with their friends, listening to English songs, watching English movies, etc. Despite all the strategies, the most important one is the strategy which comes from themselves. It is possible for students to use their interlanguage in delivering message and making people more understand what they are talking about. Ellis (1986 : 8) argues that second language acquisition is similar to first language acquisition depending on the strategies that learners use. In addition, Hadley (2001 : 7) asserts that effective strategies to employ in communication are guessing, and using gestures.
Based on theories and findings stated, the writer will observe kinds of difficulties which are encountered by SMAN 8 X's students and types of strategies they employ to solve their speaking difficulties. Since the most important thing in solving problem is by knowing the problem and finding the solution, this research is not only aimed to observe the students' speaking difficulties, but also reveal their strategies in solving speaking English difficulties. Hopefully, this research can help solving speaking problems which are faced by many Indonesian students.

1.2 Statement of Problems
Research problem of the study is formulated in the following questions :
1.2.1 What kinds of difficulties that the students face in speaking English ?
1.2.2 What kinds of strategies that the students use to help them solving their difficulties in speaking English ?
1.2.3 Are the strategies effective in helping the students to solve their difficulties in speaking English ?

1.3 Aims of the Study
The aims to achieve in this study are :
1.3.1 To find out the students' difficulties in speaking English
1.3.2 To find out the students' strategies in solving speaking English difficulties
1.3.3 To see whether or not the strategies are effective in helping the students to solve their speaking English difficulties

1.4 Significance of the Study
The results of this study are expected to :
1.4.1 Present the view of students' difficulties and strategies in speaking English
1.4.2 Help solving problems of the lack of speaking skill owned by Senior High School students

1.5 Scope of the Study
This study is limited to two primary points. The first is difficulties that the students encounter while having speaking test, and the second is strategies that the students use to solve the problems. Other aspects besides the main points are not investigated or discussed further.

1.6 Organization of the Paper
The paper is presented in the following paper organization :
Chapter I Introduction
This chapter presents the background of this research, statements of the problems, aims and significance of the research, preview of research methodology, and organization of the paper.
Chapter II Theoretical Foundation
This chapter cites related theories as the basis of the analysis.
Chapter III Research Methodology
This chapter consists of research questions, research design, participants of the research, data collection, and data analysis procedures.
Chapter IV Findings and Discussion
This chapter discusses results and findings of the research and investigated them to answer the formulated research questions.
Chapter V Conclusion and Suggestion
This chapter presents conclusions of the research and some suggestions for English students and teacher, and further research.
SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF THE EDUCATIONAL DEBATING METHOD IN IMPROVING STUDENTS ORAL COMMUINCATION SKILLS

SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF THE EDUCATIONAL DEBATING METHOD IN IMPROVING STUDENTS ORAL COMMUINCATION SKILLS


(KODE : PENDBING-0008) : SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF THE EDUCATIONAL DEBATING METHOD IN IMPROVING STUDENTS ORAL COMMUINCATION SKILLS




CHAPTER I 
INTRODUCTION

The chapter gives a brief description of the whole content of the research, including the background, statement of the problem, aim of the study, scope of the study, significance of the study, hypothesis, research methodology, clarifications of key terms and organizations of the paper.
1.1 Background
Oral communication ability, especially in English language as International Language, is considered to be an important skill needed in a global era. Nowadays, the Indonesian Government implements Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) or Competency-Based Curriculum (CBC) that forces students to be able to practice something through a learning process. The English learning objectives according to CBC for English at Senior High School (Puskur, 2002) are that students should be able to speak actively in various contexts to convey information, thoughts and feelings as well as create social relationships in various forms of interactive and enjoyable activities.
In contrast to the objectives above, most classes in Indonesian schools only give little attention for speaking. Most class activities are based on memorizing new vocabulary, discussing grammar rules and analyzing dialogues. Thus, they cannot have enjoyable speaking experiences and they mostly unable to speak actively as needed in CBC.
Accordingly, we need teaching methodology which is not only designed to produce students who can master the language but also to produce school graduates who can practically operate using English with communicative circumstances. Otherwise, if there is no any research conducted to this problem, presumably all education practitioners unable to improve the students' mastery of oral communication skill and hard to reach the better standard from the government.
Hunt (1998) states that through debate students can learn how to examine arguments from various points of view and importantly they can have better arrangement and organization of speech in an appropriate language. Thus debate teaches students to be able to communicate in better oral communication skills.
A study on using debate in helping students discuss controversial topics was conducted by Fallahi (2007) found that most students enjoyed debate, would like to participate in debate in the future, and felt empowered by the experience. This shows that debate is a useful tool to facilitate verbal participation by students in classes where the subject matter is controversial.
Hence, this study is intended to investigate the effectiveness of educational debate method in improving students' oral communication skills in Indonesian school and it is expected that this research will contribute to the practice of speaking teaching in the future.

1.2 Statement of The Problem
This study was conducted to answer these following question : Is the educational debating method effective in teaching oral communication skills ?

1.3 The aim of The Study
Based on the questions formulated above, the aim of the study is : To examine the effectiveness of the educational debating method in teaching oral communication skills.

1.4 The Scope of The Study
There are two types of debate, namely substantive and educational debates. Substantive debate is one in which the speakers present arguments with a special interest that focuses on true and false facts before the judge attacks them, while the educational debate focuses on academic purposes and the judge evaluates the quality of students way of convincing others through their oral communication skills.
Based on that, this study focuses on the use of the educational debating method in improving students' oral communication skills and the subjects were the second graders of Senior High School and Vocational High School.

1.5 The Significance of The Study
This study is expected to contribute to the EFL teaching methodology where the educational debating method has not been used by schools in Indonesia as an English teaching tool. It is also hoped to enhance students and teachers' knowledge related to oral communication skills. This educational debating method hopefully can develop students' and teachers' creativity especially in teaching oral communication skills or speaking.

1.6. Organization of The Paper
This research paper will be organized as following :
Chapter I Introduction
This chapter will consist of an introduction which provides the information on the background of the study, the scope of the study, statement of the problem, significance of the study, research methodology, clarification of terms and organization of paper.
Chapter II Theoretical Foundation
This chapter will concentrate on theoretical foundations that are relevant to the research, which is the educational debate method is the main issue.
Chapter III Research Methodology
This chapter will discuss about methodology of the research that consits of formulation of the problem, aims of this research, data collection, scope of the study, analytical frameworks and data analysis.
Chapter IV Findings and Discussions
This chapter will discuss about the results of the research and discussion of research findings.
Chapter V Conclusions and Suggestions
This chapter will consist of conclusion of the study includes the implication and suggestions for further research an for the related institutions.
SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF SKIMMING AND SCANNING TECHNIQUES IN IMPROVING STUDENTS READING ABILITY

SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF SKIMMING AND SCANNING TECHNIQUES IN IMPROVING STUDENTS READING ABILITY


(KODE : PENDBING-0007) : SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF SKIMMING AND SCANNING TECHNIQUES IN IMPROVING STUDENTS READING ABILITY




CHAPTER I 
INTRODUCTION

The chapter gives a brief description of the whole content of the research, including background, statements of the problem, aims of the study, scope of the study, significance of the study, hypothesis, and research methodology.
1.1 Background
Reading is considered as an important aspect for students because of its valuable benefit in developing knowledge. Reading is also the most important skill for EFL learners especially in academic context because students need to comprehend and deal with all reading aspects and difficulties.
In general, the essence of reading is made up of recognizing or identifying, interpreting, and responding the components of a written message (Oliver and Boyd 1986).It means that individuals, in this case the students, have to understand and interpret the meaning of words or symbols in a text to achieve their own goals or interests.
In getting the entire components of information and acquiring the meaning in a written message, many students come across several difficulties because they have to go through a certain process of puzzle-solving (Brown, 2001 : 299). Other difficulties also can be encountered by students from teachers, curriculum, government policy, textbooks, techniques, etc (Bond et al, 1994).
In Indonesian traditional classrooms, which practice English as a foreign language, teachers insist that students understand every word in a text to get the general idea for the purpose of looking for required information, and this prompts the students to think for if they do not understand each and every word they are somehow not completing the task (Ismini, 2000). This phenomenon reveals the practice of a conventional teaching reading strategies and the writer assumes that those kinds of situations will not help the students to overcome the difficulties they encounter and will not improve their reading abilities.
In addition, Wiryodijoyo (1989) stated that the national examination in English subject put a large emphasis on reading aspect, and this situation will assure students who cannot read or comprehend the text and answered the question in the examination to face tremendous difficulties and overwhelm the students.
A study on reading and its strategies conducted by Amanda (2007) found that students apply several strategies such as making prediction of the words that they do not know, search for words in the dictionary, and many others to help overcome the obstacle in their reading task. This shows the implementation of a conventional reading techniques and the lack of reading strategies from the students in overcoming their reading task.
Particular reading techniques are needed not only to overcome student difficulties, but also to improve their reading abilities. Those techniques are skimming and scanning.
Scanning is the technique for quickly finding specific information in a text while ignoring its broader meaning, it searches for keywords or ideas in a written text (Brown, 2001 : 308). Meanwhile, skimming is a technique in looking over a text to get a quick idea of the gist of a text (Harmer, 2001). By encouraging the students to glance their eyes and take a short look at a text and searching for specific piece of information, it will help them get the general understanding and detail information of the text itself (Harmer, 2001).
Based on that explanation, therefore, skimming and scanning techniques are required in helping students in comprehending a text, getting detailed information and other reading tasks. Skimming and scanning techniques are also intended to help students in overcome the senior high school curriculum task in Indonesia, which is to understand the meaning of short functional text and simple essay in the form of report, narrative and analytical exposition in the context of everyday situation and also to access knowledge (KTSP, 2005).
Hence, the present study is intended to investigate the effectiveness of skimming and scanning techniques in improving students' reading abilities and it is expected that this research will contribute to the practice of reading teaching in the future.

1.2 Statements of the problem
This study is conducted to answer these following questions :
1. How is the students' mastery of reading comprehension before learning the skimming and scanning techniques ?
2. How is the students' mastery of reading comprehension after learning the skimming and scanning techniques ?
3. Do skimming and scanning techniques effective in teaching reading ?

1.3 Aims of The Study
Based on the questions formulated above, the aims of the study are :
1. To find out the students' mastery of reading comprehension before learning the skimming and scanning techniques ?
2. To find out the students' mastery of reading comprehension after learning the skimming and scanning techniques ?
3. To find out the effectiveness of skimming and scanning techniques in teaching reading.

1.4 The scope of the study
According to Surakhman (1975, cited in Setiawan 2006), the scope of the study is necessary since it can simplify the subject for the researcher and solve the problem, such as time, dexterity, cost and energy that emerge from the research planning.
Based on that, this study focuses on the use of skimming and scanning techniques in improving the students' reading abilities and the subjects are the second grade students of UPI Laboratory High School.

1.5 The significance of the study
This study is expected to :
1. Contribute to the EFL teaching methodology where skimming and scanning techniques is used as an alternative technique in teaching and learning reading.
2. Enhance students and teacher knowledge related to reading skills.
3. Develop students and teachers creativity in the teaching learning process of reading.

1.6 Hypothesis
In this research, the writer uses the null hypothesis which is : Ho : There is no effectiveness in using skimming and scanning techniques in improving students reading ability.

1.7 Organization of The Paper
The research paper will be organized as following :
Chapter I Introduction
This chapter consists of an introduction which provides the information on the background of the study, the scope of the study, statement of the problem significance of the study, research technique that comprises population, sample, instrument, and procedure, clarification of terms, and organization of the paper.
Chapter II Theoretical Foundation
This section focuses on the theoretical foundations that are relevant to the present study, with skimming and scanning techniques as the main issue.
Chapter III Research Methodology
This part comprises the methodology of the research includes the formulation of the problems, aims of the present study, data collection, scope of the study, analytical frameworks and data analysis.
Chapter IV Findings and Discussions
This chapter provides the results of the research and discussion of the research findings.
Chapter V Conclusions and Suggestions
This chapter presents all the conclusion of the study and also provides for implications and suggestions for further researchers and related institutions.
SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN UPAH TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA

SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN UPAH TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA


(KODE : PEND-IPS-0037) : SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN UPAH TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA




BAB I 
PENDAHULUAN


1.1. LATAR BELAKANG
Setiap negara akan melaksanakan usaha-usaha pembangunan terutama oleh negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Usaha-usaha pembangunan tersebut dilakukan dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya, memperbaiki taraf hidup sehingga mendapat tempat di antara negara-negara yang ada di dunia serta dapat sejajar dengan kedudukan negara-negara maju. Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan tentunya bersifat ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi ini dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensifbaik ekonomi dan non-ekonomi.(Suryana,2000 : 6)
Salah satu permasalahan pembangunan di semua negara tanpa terkecuali Indonesia dalam hal ini adalah pengangguran. Pengangguran ini timbul antara lain karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Yang artinya kesempatan kerja sedikit sehingga tidak dapat menampung jumlah pekerja (angkatan kerja). Disebutkan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat, berarti pengangguran merupakan tugas besar yang harus dituntaskan segenap pemerintah Indonesia. Pasal 27 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan"6a/wa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaari\ dengan demikian kesempatan kerja meruipakan masalah yang mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap upaya pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, sehingga setiap warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan menempuh kehidupan yang layak.
Salah satu yang memicu timbulnya permasalahan sentral dalam ketenagakerjaan adalah tidak seimbangnya demand dan supply tenaga kerja. Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab ketidakseimbangan pasar kerja tersebut adalah ketidakcocokan keinginan atau kebutuhan antar pasar kerja dan penggunaan tenaga kerja. Implikasinya masih banyak angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan yang ada dengan kata lain terjadi angka pengangguran.
Berikut ini tabel yang memberikan gambaran bahwa pengangguran di Indonesia setiap tahunnya mengalami pertambahan dan diiringi dengan tingkat kesempatan kerja yang semakin menurun.
Terlihat dari tabel angka pengangguran bertambah setiap tahunnya, dimana antara jumlah angkatan kerja dan angkatan bekerja tidak seimbang dimana angkatan kerja lebih banyak daripada jumlah angkatan kerja yang bekerja. Kemudian TPAK menunjukkan angka yang berfluktuasi dan pada periode 1990 sampai 2005 TPAK hanya bisa mencapai rata-rata 63,62 persen. Hal itu menunjukkan angka TPAK yang masih kecil karena belum mendekati TPAK 100%. Angka TPAK rata-rata TPAK yang mencapai 63,62 persen tersebut mengindikasikan bahwa masih ada sebagian 36,38 penduduk usia bekerja yang belum bekerja. Sedangkan tingkat kesempatan kerja hampir mencapai 90 persen, namun jika diperhatikan dalam tabel angka kesempatan kerja menunjukkan penurunan presentase setiap tahunnya dan penurunan tingkat kesempatan kerja ini diikuti oleh kenaikan tingkat pengangguran. Pada periode antara tahun 1990 sampai tahun 1994 kenaikan pengangguran tidak terlalu tinggi kenaikannya karena pada periode tahun tersebut keadaan ekonomi dalam keadaan stabil. Namun mulai periode tahun 1995 kenaikan pengangguran semakin tinggi mencapai angka lima juta lebih. Dan tahun-tahun selanjutnya sampai tahun terakhir pada tabel pengangguran Indonesia mencapai 11 juta jiwa. Pengangguran disini adalah pengangguran terbuka. Berikut ini tabel yang menunjukkan bahwa pemenuhan tenaga kerja tidak mencukupi jumlah pencari kerja di Indonesia.
Berdasarkan tabel 1.2. terlihat antara pencari kerja dan pemenuhan tenaga kerja perbandingannya sangat tinggi atau mempunyai nilai gap yang jauh setiap tahunnya. Misalnya pada tabel terlihat pada tahun 1990 pencari kerja sebanyak 1.217.148 jiwa sedangkan pemenuhan tenaga kerja hanya menampung sebanyak 167.346 jiwa. Dan presentase pemenuhan tenaga kerja dari pencari kerja dari periode tersebut Indonesia tidak pernah mencapai angka 50 persen dan angka presentase penyerapannya berfluktuatif. Tetapi dari angka presentase tersebut menunjukkan angka yang kecil bagi Indonesia yang mempunyai angakatan kerja yang surplus.
Kunci permasalahan dari banyaknya pengangguran dari pembahasan sebelumnya yaitu kurangnya kesempatan kerja yang memadai. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa, Meski makro ekonomi sepanjang tahun 2003 terus mengalami perbaikan, ironisnya pemerintah gagal menyentuh masalah yang paling krusial, yakni penciptaan kesempatan kerja yang cukup dan pemberantasan kemiskinan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.Hal ini diakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih antara 3 sampai 4 persen. Dengan angka sebesar itu, tidak cukup memadai untuk menampung jumlah angkatan kerja baru yang masuk ke pasar. Dalam dua tahun terakhir ini jumlah pengangguran terbuka mengalami peningkatan drastis. (Imam Sugema : 2003)
Dari sudut pandang ekonomi makro, perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita secara konstan dalam j angka panjang. peningkatan output merupakan akibat dari peningkatan aktivitas produksi secara keseluruhan. Peningkatan aktivitas produksi merupakan bagian dari sisi penwaran perluasan kesmpatan kerja akan terjadi bila sisi permintaan juga mengalami peningkatan dengan kata lain, kesempatan kerja akan tercipta bila terjadi peningkatan pada sisi permintaan dan penawaran agregat. (Boediono : 1999).
Tabel 1.5. merupakan tabel yang menggambarkan mengenai PDB (Produk Domestik Bruto) atas dasar harga konstan 2000. Laju pertumbuhan perekonomian Indonesia diukur berdasarkan PDB atas dasar harga konstan. Dimana dilihat dari perkembangannya laju pertumbuhan ekonomi sebelum krisis moneter mengalami kenaikan setiap tahunnya dan kemudian pada tahun 1998 mengalami penurunan sebesar -13,13 %, kemudian tahun selanjutnya tahun 1999 mengalami kenaikan sebesar 0,79 %, namun kenaikan tersebut tidak banyak memberi arti apa-apa. Berkembangan selanjutnya tahun 2000 perkembangan pertumbuhan ekonomi mulai meningkat sebesar 4,90 % angka yang perkembangan yang bagus untuk awal yang baik dalam memperbaiki kondisi ekonomi. Tahun-tahun berikutnya perkembangan laju pertumbuhan ekonomi berfluktuasi.
Sementara itu pada kenyataannya, prospek perluasan lapangan kerja 2003 masih suram karena pertumbuhan ekonomi hanya 3-4 persen. Akibatnya, penyerapan tenaga kerja hanya sekitar 1,2 juta orang. Padahal, angkatan kerja yang masuk pasar kerja 2,5 juta orang. Hal ini berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran dari 38 juta menjadi 40,5 juta. Bila merujuk pada jumlah angkatan kerja yang pada tahun 2001 mencapai 98,8 juta orang, berarti persentase pengangguran telah mencapai 30 persen di tahun 2003. Sebab, tingkat pertumbuhan angka pengangguran mencapai 1,5 juta orang per tahun. Untuk dapat menampung angka pengangguran tersebut, ekonomi harus tumbuh paling sedikit lima persen untuk mencapai tingkat itu sangat sulit mengingat banyak keterbatasan dan kendala yang dihadapi oleh pemerintah. (kmb2.www.balipost.com)
Permasalahan yang perlu diperhatikan mengenai kesempatan kerja yaitu upah. Dimana upah merupakan landasan hubungan kerja yang perlu dikaji ulang, karena masih banyak pekerja yang belum mendapatkan upah sesuai dengan kebutuhan fisik minimum, kebutuhan hidup minimum. Ditengah krisis ekonomi presepsi pengusaha dengan pekerja sering berbeda, sehingga mempersulit dalam mencari jalan pemecahannya.(Prijono Tjiptoherijanto, 2001 : 1).
Bagi para pekerja upah merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kesejahteraan tinggi rendahnya upah yang diterima akan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan hidup yang dialami pekerja. Bagi perusahaan upah mempengaruhi biaya produksi dan tingkat harga yang akhirnya akan berakibat pada pertambahan produksi serta perluasan kesempatan kerja. (Prijono Tjiptoherijanto, 1993 : 3).
Dari catatan yang ada, upah minimum riil rata-rata meningkat jauh lebih tajam daripada pertumbuhan pendapatan nasional. Bila tingkat pendapatan nasional tumbuh di bawah 5 persen sepanjang 1998-2005, upah minimum meningkat 12-17% persen setiap tahun pada kurun waktu yang sama. Perbedaan antara kenaikan upah minimum dan pendapatan nasional riil menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja di sektor formal. Sebab, perusahaan menyiasati kenaikan ongkos produksi akibat tingginya upah melalui penambahan beban pekerjaan dan substitusi dengan mesin. Satu simulasi yang dilakukan tim SMERU menunjukkan, setiap kenaikan 10 persen upah minimum mengakibatkan penyempitan kesempatan kerja rata-rata sebesar 1 persen di sektor formal. Dari simulasi yang sama, setiap kenaikan 10 persen upah minimum meningkatkan jumlah kehilangan kerja lebih besar lagi, sebesar 2 persen, pada pekerja berpendidikan rendah. Padahal, data menunjukkan, sekitar 80 persen tenaga kerja di Indonesia berpendidikan rendah. (MJkhsan Modjo : 2006)
Upah buruh Indonesia di bawah upah buruh Internasional Di AS, upah minimum adalah US$ 5-8 per jam atau US$ 840-1.344 per bulan (Rp 7,8-12,6 juta per bulan).Di Singapura tidak ada UMR, tapi rata2 buruh manufaktur, gaji per bulannya adalah US$ 1.600 perbulan (Rp 15 juta). Bahkan TKW kita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura, gajinya sekitar Rp 1,5 juta per bulan, sementara di Indonesia hanya Rp 250 ribu per bulan. UMR di Indonesia berkisar antara Rp 711.000 sampai Rp 300 ribu per bulan (US$ 32-75). Upah serendah itu pun sering dianggap terlalu besar, sehingga banyak pekerja yang gajinya di bawah UMR. (http://osdir.com/ml/culture.region.Ind.html)
Dari permasalahan yang telah di uraikan tersebut perluasan kesempatan kerja melalui kebijakan penentuan upah dan pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan. Permasalahan kekurangan kesempatan kerja ini jika tidak ada tindak lanjut akan mempengaruhi perekonomian yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. maka dari pembahasan tersebut penulis tertarik lebih jauh mengenai perluasan kesempatan kerja dalam rangka menuntaskan pengangguran. Sehingga penulis mengambil judul "Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Terhadap kesempatan Kerja Di Indonesia"

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Yang menjadi rumusan masalah sesuai dengan latar belakang dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai :
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja di Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh upah terhadap kesempatan kerja di Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh upah dan pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja ?

1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Penyusunan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja di Indonesia.
2. Untuk mengatahui bagaimana pengaruh upah terhadap kesempatan kerja.
3. Untuk mengatahui pengaruh pertumbuhan ekonomi dan upah terhadap kesempatan kerja.
1.3.2. Kegunaan Penyusunan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi tambahan bagi para mahasiswa untuk mengetahui apakah besarnya pertumbuhan ekonomi dan upah mempengaruhi terhadap kesempatan kerja
2. Untuk memberikan sumbangan terhadap pemikiran dan perkembangan ilmu ekonomi khususnya masalah perkembangan kesempatan kerja.
3. Memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian tindak lanjut mengenai kesempatan kerja.
SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI

SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI


(KODE : PEND-IPS-0036) : SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI




BAB I 
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang mempunyai tujuan antara lain untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata dirasakan oleh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah, serta struktur perekonomian yang seimbang. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan dari pembangunan ekonomi suatu negara adalah dilihat dari kesempatan kerja yang diciptakan dari pembangunan ekonomi (Suharsono Sagir, 2000 : 142).
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang yang masih dalam tahap membangun. Saat ini Indonesia sedang dihadapkan pada berbagai problematika. Problematika dalam pembangunan Indonesia diantaranya adalah kependudukan, ketenaga kerjaan dan pengangguran. Permasalahan kependudukan indonesia, yaitu jumlah penduduk yang besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan tingkat persebaran penduduk yang tidak merata (Mulyadi, 2008 : 55).
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan yang cukup potensial dengan syarat semua penduduk memiliki soft skill yang tinggi dan tentunya dibekali oleh pendidikan yang tinggi. Sebaliknya penduduk merupakan beban dalam pembangunan jika tidak dibekali dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai akibatnya kemiskinan meningkat, serta pengangguran yang tinggi. Oleh karena itu pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk yang merata (Mulyadi, 2008 : 55)
Persoalan pokok yang dihadapi Indonesia dalam bidang ketenagakerjaan adalah kelebihan tenaga kerja serta kecilnya kesempatan kerja yang tercipta pada setiap sektor sehingga terjadi pengangguran. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi sampai dengan minus 13,13% memberikan dampak buruk terhadap masalah penyerapan tenaga kerja.
Masalah tenaga kerja di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang sampai saat ini belum bisa diatasi. Sebagaimana kita ketahui, bahwa terjadi perubahan sistem perekonomian pasca krisis dari usaha yang padat karya ke usaha yang lebih padat modal. Akibatnya pertumbuhan tenaga kerja yang ada sejak tahun 1998 sampai dengan 2003 terakumulasi dalam meningkatnya angka pengangguran. Dilain sisi, pertumbuhan tingkat tenaga kerja ini tidak diikuti dengan pertumbuhan usaha (investasi) yang dapat menyerap tenaga kerja. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia (Imamudin, 2009 : 177).
Permasalahan pembangunan yang cukup serius yaitu menyangkut tingginya angka pengangguran terbuka yang berpotensi menimbulkan permasalahan sosial lainnya. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja atau berada pada kisaran 9 juta orang. Sasaran yang ingin dicapai menyangkut bidang ketenagakerjaan menurut rencan kerja pembangunan (RKP) tahun 2006 adalah menurunkan jumlah angka pengangguran terbuka menjadi 9,6 juta orang atau 8,9% dari angkatan kerja. Namun dalam kenyataan jumlah pengangguran terbuka pada bulan februari 2006 mencapai angka 11,1 juta jiwa atau sebesar 10,4% dari angkatan kerja (Imamudin, 2009 : 177).
Salah satu usaha untuk meningkatkan kesempatan kerja adalah melalui pembangunan di sektor industri. Pembangunan di sektor industri merupakan bagian dari usaha jangka panjang untuk memperbaiki struktur ekonomi yang tidak seimbang karena bercorak pertanian kearah ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang antara pertanian dan industri (Departemen Perindustrian, 1999 : 7)
Sebagaimana halnya banyak Negara yang sedang berkembang, Indonesia mempersiapkan sektor-sektor industri agar mampu menjadi sektor penggerak pembangunan sektor-sektor lain untuk menuju perubahan melalui transormasi ekonomi.
Menurut Dumairy (1995 : 233) menyatakan :
"perkembangan sektor industri dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti jumlah unit usaha atau pengusaha, jumlah tenaga kerja diserap, nilai keluaran (output) yang dihasilkan, sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam pembentukan pendapatan nasional serta tingkat pertumbuhannya".
Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki dasar tukar {terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis (produsen, penyalur, pedagang, dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industri karena sektor ini memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. (Dumairy, 1997 : 227).
Selama terjadinya krisis ekonomi, penyerapan tenaga kerja secara nasional mengalami penurunan. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 memperlihatkan bahwa sektor industri yang selama ini diharapkan menjadi sektor andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi ternyata tidak mampu bertahan.
Berdasarkan rata-rata penyerapan jumlah tenaga kerja tahun 2002-2008, Sektor Industri pengolahan menduduki peringkat ke-4 di antara 10 sektor utama, dengan kontribusi sebanyak 12.440,14 ribu tenaga kerja dari total tenaga kerja nasional. Rata-rata kontribusi penyerapan tenaga kerja terbesar tahun 2002-2008 masih diberikan oleh Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 42.689,63 ribu tenaga kerja, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 20.684,04 ribu tenaga kerja, dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 12.778,15 ribu tenaga kerja dari total tenaga kerja nasional (Departemen Perdagangan, 2009).
Berikut adalah data perkembangan kontribusi tenaga kerja pada sektor industri terhadap tenaga kerja nasional di Indonesia berdasarkan catatan Bank Indonesia dari tahun 1989 hingga 2008. Dapat dilihat bahwa perkembangan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri dan kontribusinya terhadap tenaga kerja nasional mengalami fluktuatif. Pada tahun 1990 sampai 1995 perkembangan kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor industri terhadap tenaga kerja nasional selalu meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,79%. Kemudian terjadi fluktuatif dari tahun 1996-2007. Pada tahun 1998, perkembangan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri mencapai -5,24% dengan kontribusi terhadap tenaga kerja nasional 11,33%, yakni turun sebesar 0,71% dari tahun sebelumnya. Penurunan penyerapan tenaga kerja juga terjadi pada tahun 2003, tahun 2004 dan tahun 2006 dimana masing-masing mencapai-5,07%,-3,70% dan-0,53%. Namun, pada tahun terakhir yakni pada tahun 2008 penyerapan tenaga kerja pada sektor industri maupun kontribusinya terhadap tenaga kerja nasional mengalami penurunan sebesar 1,82% atau 12.594 ribu jiwa tenaga kerja yang terserap sektor industri pada tahun 2008 dengan kontribusi terhadap tenaga kerja nasional sebesar 12,34% yakni turun 0,33% dari tahun 2007.
Berikut adalah data perkembangan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) 2 digit di Indonesia berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik dari tahun 1989 hingga 2008. Dapat dilihat bahwa perkembangan penyerapan tenaga kerja berdasarkan kelompok industri menurut ISIC 2 digit di Indonesia mengalami fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sektor sebesar -2,85% untuk Industri makanan, minuman, dan tembakau (31); 3,67% untuk Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit (32); 18,76% untuk Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga (33); 6,09% untuk Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan (34); 4,29% untuk Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastic (35); -7,68% untuk Industri barang galian bukan logam, kecuali inyak bumi dan batu bara (36); 2,78% untuk Industri logam dasar (37); 6,07% untuk Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (38); 11,86% untuk Industri pengolahan lainnya (39).
Pada tahun 2007 dan 2008 pertumbuhan tenaga kerja hampir di semua sektor industri terjadi penurunan dari tahun sebelumnya seperti pada industri makanan, minuman, dan tembakau (31); Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit (32); Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan (34); Industri barang galian bukan logam, kecuali inyak bumi dan batu bara (36); Industri logam dasar (37); Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (38); dan Industri pengolahan lainnya (39). Sedangkan untuk Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga (33); dan industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastik (35) mengalami kenaikan penyarapan tenaga kerja dengan masing-masing pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1,27% untuk Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga, dan 16,2% untuk dan industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastik.
Kondisi ini juga berpengaruh pada kontribusi tenaga kerja masing-masing sektor industri terhadap tenaga kerja secara nasional yang juga mengalami penurunan pada tahun 2008 dari sebelumnya di tahun 2007 sebesar 12,67% menjadi 12,34% di tahun 2008. Berdasarkan perkembangan dari tahun 1990 sampai 2008 pertumbuhan tenaga kerja masing-masing sektor pada sektor industri berfluktuatif. Bahkan pada tahun terakhir yakni tahun 2008 pertumbuhan tenaga kerja secara keseluruhan terjadi penurunan.
Penyerapan tenaga kerja yang menurun setelah dilanda krisis tak dapat di sangkal, hal ini disebabkan antara lain karena perusahan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif bagi pengembangan usaha, peraturan yang menghambat investasi, serta hambatan dalam proses ekspor impor. Masalah lain, yang tak kalah pentingnya adalah pelaksanaan otonomi daerah yang dalam banyak hal seringkali tidak mendukung penciptaan lapangan kerja terhadap tenaga kerja.
Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi memegang peranan yang sangat penting dalam penyerapan tenaga kerja. Berpijak dari latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil judul dalam penelitian ini yaitu "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR-SUB SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA"

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sub sektor-sub sektor Industri pengolahan di Indonesia berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) 2 digit.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sub sektor-sub sektor Industri pengolahan di Indonesia berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) 2 digit.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
a. Sebagai informasi tambahan bagi para mahasiswa dan masyarakat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sub sektor-sub sektor industri pengolahan di Indonesia berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) 2 digit.
b. Memberikan sumbangan terhadap pemikiran dan perkembangan ilmu ekonomi khusunya masalah penyerapan tenaga kerja pada sub sektor-sub sektor industri pengolahan di Indonesia berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) 2 digit.
c. Memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian tindak lanjut mengenai penyerapan tenaga kerja pada sub sektor-sub sektor industri pengolahan di Indonesia berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) 2 digit.
SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN TUTOR SEBAYA PADA INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA SUBKONSEP SISTEM PERNAPASAN HEWAN

SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN TUTOR SEBAYA PADA INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA SUBKONSEP SISTEM PERNAPASAN HEWAN


(KODE : PENDMIPA-0028) : SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN TUTOR SEBAYA PADA INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA SUBKONSEP SISTEM PERNAPASAN HEWAN




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam BNSP 2006, materi sistem pernapasan hewan di tingkat SMA memiliki kompetensi dasar yaitu menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pernapasan pada manusia dan hewan (misalnya burung). Kompetensi minimal dari kompetensi dasar tersebut adalah kemampuan menjelaskan. Berdasarkan kompetensi minimal menjelaskan tersebut, pada umumnya guru-guru menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi sistem pernapasan hewan. Selain penyampaian materi di kelas dengan metode ceramah, guru pun pada umumnya melakukan praktikum pernapasan hewan. Berkaitan dengan mata pelajaran biologi yang bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses, maka kemampuan keterampilan proses sains dianggap penting untuk ditingkatkan dalam pembelajaran biologi termasuk pada materi sistem pernapasan hewan.
Pada pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses, siswa diarahkan untuk terbiasa membangun pengetahuan lewat suatu proses yang harus dilaluinya sehingga mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Keterampilan proses sains yang dapat dikuasai oleh siswa diantaranya kemampuan observasi, interpretasi, klasifikasi, prediksi, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan melaksanakan percobaan/eksperimentasi (Rustaman et al., 2003).
Dengan penggunaan metode ceramah dalam menyampaikan materi sistem pernapasan hewan yang umumnya dilakukan oleh guru-guru di lapangan, maka kemampuan keterampilan proses sains siswa tidak dapat tergali. Begitu juga dengan praktikum yang biasa dilakukan di lapangan, guru memberikan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang telah ditentukan langkah kerjanya sehingga siswa melaksanakan praktikum hanya berdasarkan langkah-langkah kerja yang telah ada. Hal ini dapat menyebabkan kemampuan keterampilan proses sains siswa menjadi tidak berkembang dan tidak semua keterampilan proses sains dapat dimunculkan. Untuk itu perlu dilakukan suatu pendekatan dalam kegiatan praktikum agar dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains siswa. Salah satu pendekatan dalam kegiatan praktikum yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains siswa adalah pendekatan inkuiri. Hal ini dikarenakan pendekatan inkuiri dapat mengarahkan siswa kepada penyelidikan dan penemuan yang dapat menciptakan kegiatan menjadi berpusat pada siswa, membentuk konsep diri, memperoleh pengalaman-pengalaman bam, serta menggunakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk memecahkan masalah. Keinginan siswa akan terpacu sehingga memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga menemukan jawaban.
Dettrick (Rustaman et al, 2003 : 110) menyatakan bahwa pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian. Dalam pendekatan inkuiri berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang digunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuat ramalan, dan penjelasan yang menunjang pengalaman. Pendekatan inkuiri dapat dibedakan menjadi inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan inkuiri bebas atau inkuiri terbuka (open-ended inquiry). Perbedaan antara keduanya terletak pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan apa tujuan dari kegiatannya. Pada inkuiri terbimbing guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Inkuiri terbimbing dapat dilakukan pada awal suatu pelajaran untuk siswa yang belum terbiasa, untuk kemudian dapat diikuti oleh open-ended inquiry atau inkuiri terbuka (Rustaman et al, 2003 : 110-111). Pembelajaran inkuiri masih jarang diterapkan di SMA, maka penerapan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran sebaiknya menggunakan inkuiri terbimbing, hal ini dikarenakan siswa masih membutuhkan bimbingan atau arahan dari guru.
Adapun dalam penelitian-penelitian sebelumnya telah diteliti mengenai keterampilan proses sains siswa pada praktikum berbasis inkuiri terbimbing pada konsep pencemaran dan sistem ekskresi (Suramiharja, 2005 dan Elvan, 2007). Penelitian yang telah dilakukan oleh Suramiharja (2005) didapatkan hasil bahwa belum semua keterampilan proses sains siswa muncul dalam pembelajaran, sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Elvan (2007) didapatkan hasil bahwa semua aspek keterampilan proses sains telah muncul namun ada beberapa keterampilan proses sains yang belum dapat dicapai dengan baik. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains siswa agar menjadi lebih baik diperlukan adanya penerapan suatu strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dipilih dalam penelitian ini yaitu tutor sebaya. Hal ini dikarenakan dengan adanya penerapan tutor sebaya pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing diharapkan siswa yang lebih cekatan dan memiliki kemampuan yang lebih akan mengajarkan dan memberi arahan kepada teman sekelompoknya sehingga teman sekelompoknya akan lebih termotivasi dan tidak malu untuk bertanya jika ada yang kurang dipahami.
Tutor sebaya adalah suatu strategi pembelajaran yang dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh siswa seangkatan atau satu kelas yang ditunjuk oleh guru dengan berbagai pertimbangan. Adakalanya seorang siswa lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawan sebangku atau kawan-kawan yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau malu bertanya. Strategi pembelajaran ini dapat pula berperan mengungkap ketiga aspek tujuan belajar, yakni aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik (Setianingsih, 2008). Strategi pembelajaran dengan tutor sebaya mampu memfasilitasi siswa yang kemampuannya berbeda-beda. Adanya perbedaan kemampuan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu seperti kecerdasan, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan. Sedangkan faktor eksternal adalah semua faktor yang bersumber dari luar seperti lingkungan sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah dan lain-lain (Slameto, 2003).
Tutor sebaya terkait dengan relasi siswa dengan siswa karena siswa yang mempunyai pengetahuan lebih tentang materi yang dipelajari dapat menjadi tutor dengan menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabnya terhadap teman-temannya, sehingga siswa tersebut dapat mengaktualisasikan kemampuan lebihnya untuk bersikap peduli terhadap teman-temannya yang kurang mampu dan menyuburkan rasa bertanggung jawab bersama dalam belajar serta menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan mekanisme belajar seperti ini, siswa dapat belajar dari teman sebayanya dan diharapkan akan meningkatkan prestasi belajar baik prestasi perorangan maupun klasikal (Arikunto, 1992). Dengan demikian, penerapan tutor sebaya pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing diharapkan dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa pada subkonsep sistem pernapasan hewan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : "Bagaimana pengaruh peranan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa pada subkonsep sistem pernapasan hewan ?"
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran sistem pernapasan hewan sebelum dilibatkannya tutor sebaya pada inkuiri terbimbing dibandingkan dengan tanpa tutor sebaya ?
2. Bagaimana keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran sistem pernapasan hewan sesudah diterapkannya pembelajaran dengan penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing dibandingkan dengan tanpa tutor sebaya ?
3. Bagaimana pencapaian tiap aspek dari keterampilan proses sains siswa antara pembelajaran dengan penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing dibandingkan dengan tanpa tutor sebaya ?
4. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap pembelajaran sistem pernapasan hewan dengan penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing ?

C. Batasan Masalah
Agar permasalahan tidak terlalu meluas dalam pelaksanaannya, maka permasalahan dibatasi dalam hal berikut ini :
1. Tutor sebaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa sekelas yang usianya sama yang dipilih berdasarkan nilai pada semester sebelumnya.
2. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah kegiatan praktikum mengenai laju konsumsi oksigen pada hewan.
3. Pengaruh yang diukur dalam penelitian ini yaitu peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing dibandingkan dengan kelas kontrol yang tanpa tutor sebaya.
4. Keterampilan proses sains dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains yang terdiri atas observasi , interpretasi, klasifikasi, prediksi, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan, dan melaksanakan percobaan.
5. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA X semester genap yang diambil sebanyak dua kelas.

D. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa pada subkonsep sistem pernapasan hewan.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada berbagai pihak, diantaranya :
1. Bagi siswa
a) Mengembangkan kemampuan keterampilan proses sains siswa dalam kegiatan praktikum, seperti observasi, interpretasi, klasifikasi, prediksi, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan melaksanakan percobaan/eksperimentasi.
b) Memberikan pengalaman belajar mandiri dengan penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing.
c) Memberikan motivasi dan suasana baru pada siswa dalam belajar dengan penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing.
d) Meningkatkan interaksi sosial siswa dengan penerapan tutor sebaya pada inkuiri terbimbing.
e) Mengembangkan sikap ilmiah.
2. Bagi guru
a) Membantu guru untuk memperoleh gambaran dan informasi mengenai keterampilan proses sains yang dimiliki siswa dalam pembelajaran.
b) Dapat digunakan sebagai rujukan dalam mengembangkan keterampilan proses sains siswa.
c) Dapat digunakan sebagai rujukan dalam penentuan strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai.
3. Bagi peneliti lain
a) Dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis pada konsep biologi lainnya.