Search This Blog

SKRIPSI PENGARUH IMPLEMENTASI GUGUS KENDALI MUTU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

SKRIPSI PENGARUH IMPLEMENTASI GUGUS KENDALI MUTU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

(KODE : EKONMANJ-0059) : SKRIPSI PENGARUH IMPLEMENTASI GUGUS KENDALI MUTU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu wujud nyata pasal 33 UUD 1945 yang memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun, dalam realitasnya seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan menerima pelayanan yang tidak memadai serta harus menanggung biaya yang lebih tinggi.
Keberadaan BUMN di Indonesia tidak terlepas dari peninggalan sejarah, sejak 1950-an dalam rangka konfrontasi dengan Belanda, semua perusahaan Belanda dan beberapa perusahaan asing lainnya dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya negara memiliki banyak perusahaan yang diambil alih dan bergerak di hampir seluruh bidang ekonomi. BUMN dalam perjalanannya telah banyak mengalami pasang surut usaha, baik yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu keadaan ekonomi nasional dan internasional maupun keadaan internal, dimana banyak terdapat pengurus perusahaan yang tidak sesuai dengan keahliannya serta penggunaan sumber daya yang kurang efektif dan efisien hingga kondisi BUMN saat ini masih belum seperti yang diharapkan.
Kinerja BUMN masih belum optimal, walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh di sisi pendapatan dan pengeluaran negara. Di sisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan pajak maupun bukan pajak, sedangkan di sisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara. Kini, dengan arus ekonomi global keberadaan BUMN banyak mengalami kerugian besar, tak jarang BUMN yang merugi diselamatkan pemerintah dengan kucuran dana segar dan besar, agar perusahaan tersebut bisa tetap berjalan dan tidak mengalami kehancuran. Menurut keterangan mentri negara BUMN Sugiharto, selama 2001 aset total BUMN mencapai Rp 845,2 triliun dan meraih laba sebesar Rp26,9 triliun. Dari laba tersebut pemerintah memperoleh dividen sebesar Rp 8,1 triliun. Tetapi total hutang BUMN diperkirakan mencapai Rp 606 triliun.
Dengan hutang yang sedemikian besar, nampak kelemahan-kelemahan struktural yang melekat pada BUMN, selain dari kualitas direksi yang ditunjuk bukanlah orang-orang yang terpilih dan terbaik, yang jadi kriteria perusahaan bukanlah kapabilitas tapi loyalitas dan besarnya setoran, sehingga banyak terjadi KKN dalam tubuh BUMN. Menurut BUMN watch selaku tim pemantau kinerja BUMN, mengemukakan secara sederhana permasalahan mendasar BUMN di Indonesia kurang lebih terdiri atas empat macam ; (1) menjadi sarang KKN atau sapi perah kekuasaan, (2) pengelolaan atau manajemen yang berantakan serta salah urus, (3) kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan (4) tarik ulur privatisasi yang dialasi oleh kepentingan. Sebagian besar BUMN dalam kondisi mati suri, karena didera oleh beragam persoalan. Terbukti, dari 160-an BUMN tidak sampai sepertiganya yang memiliki kinerja baik.
Perum Peruri merupakan salah satu BUMN di Indonesia yang memiliki tugas menyelenggarakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan juga untuk mendapatkan laba agar mandiri serta dapat hidup berkelanjutan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik {Good Corporate Governance) dengan mengutamakan segi keamanan {security) terhadap produk yang dihasilkannya. Perum Peruri telah mengabdikan karyanya melalui eksistensi rupiah sebagai atribut kedaulatan bangsa dan negara, melalui produknya pula Peruri menjadi duta bangsa untuk representasi di dunia internasional, karena hasil karyanya memiliki ciri seni dan teknologi yang khas sebagai dokumen yang sah secara formal, baik aspek administratif maupun legal serta tidak mudah dipalsukan.
Legitimasi Peruri sebagai badan usaha tunggal di bidang percetakan uang yang diberi tugas dan wewenang melaksanakan tugas mencetak uang rupiah untuk Bank Indonesia. Hubungan Peruri dan Bank Indonesia sebagai mitra utama sudah terjalin sangat erat, sehingga membentuk suatu historis yang panjang. Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan sejalan dengan UU nomor 23 tahun 1999 Bank Indonesia berfungsi sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan demikian, penyediaan rupiah baik kertas maupun logam merupakan bagian dari salah satu tugas Bank Indonesia dan tugas itu akan berjalan dengan baik melalui dukungan dari Perum Peruri sebagai lembaga yang bertugas menyediakan alat tukar berupa mata uang rupiah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 32 tahun 2006, maksud dan tujuan Peruri adalah melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, pada umumnya dengan mengadakan usaha di bidang percetakan uang, barang dan jasa yang memiliki tingkat keamanan tinggi demi kepentingan dan keamanan negara.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2006, maka tugas dan fungsi Peruri dijabarkan sebagai berikut:
1. Mencetak uang kertas {Bank Note) dan uang logam untuk Bank Indonesia dan negara lain
2. Mencetak dokumen-dokumen security (dokumen keimigrasian, pita cukai, materai dan dokumen pertanahan atas instansi yang berwenang), security paper, dokumen lainnya, begitu juga dengan logam berharga yang dibutuhkan pemerintah Bank Indonesia, bank swasta, perusahaan lain dan publik.
3. Memesan kertas uang, kertas berharga, logam untuk uang logam, dan material dasar lainnya.
4. Menentukan bisnis-bisnis lainnya yang berhubungan dengan fungsi perusahaan guna menambah devisa bagi negara.
Melihat dari tugas dan fungsinya, Perum Peruri merupakan perusahaan yang bidang usahanya menjadi objek vital strategis karena produk utamanya yang menjadi fokus, maka apabila dalam pelayanannya terdapat gangguan akibat suatu sebab sehingga berkurangnya target produksi yang telah ditetapkan atau terdapat kelangkaan atau perum peruri terlambat dalam penyerahan produknya maka akan berdampak nasional, bahkan dapat memunculkan kerawanan atau instabilitas pemerintahan. Berdasarkan tingkat keamanan produk yang dihasilkannya sangat tinggi, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya tentulah mengandung konsekuensi terhadap masalah penanganan teknologi dan sumber daya manusianya.
Pengamanan yang spesifik tersebut tentulah memerlukan cara dan strategi tertentu selain daripada kesadaran para karyawannya dalam pengelolaan tugasnya, maka tuntutan akan efektivitas serta produktivitas pelaksanaan tugas mutlak diperlukan. Untuk merealisasikannya salah satu faktor penting yang harus diselesaikan adalah masalah tingkat produktivitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, tentu mampu memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Tingkat kepuasan yang harus diberikan Perum Peruri adalah memperoleh hasil cetakan uang rupiah dalam bentuk kertas dan logam, yang sesuai dengan standar kualitas yang telah disepakati, serta jumlah target produksi dan ketepatan dalam waktu penyelesaian pesanan pun menjadi komponen yang sangat penting. Perum Peruri sebagai perusahaan umum ada kalanya tidak mampu memenuhi keinginan dari Bank Indonesia terutama dalam hal ketepatan pengiriman hasil cetak serta jumlah pesanan lembar uang sesuai yang diinginkan, hal tersebut diakibatkan karena ketidak mampuan karyawan dalam memaksimalkan waktu yang telah ditentukan.
Dalam tubuh organisasi Perum Peruri terdapat empat direksi, delapan divisi, dan sembilan belas departemen. Departemen verutas sebagai salah satu departemen yang menangani alur cetak uang kertas mulai dari white papper (kertas siap cetak), pemeriksaan manual, penghitungan, finishing (penyelesaian) hingga menjadi kertas bilyet (lembar uang) siap pakai hingga pengiriman ke Bank Indonesia.
Mengingat proses alur cetak uang tidak semudah yang kita bayangkan, karena tingkat keamanan dari rancangan gambar yang ditampilkan pada produknya sangatlah tinggi, maka peran serta karyawan sebagai pelaku utama menjadi sangat penting. Tingkat efektivitas yang dibutuhkan karyawan terutama dalam hal ketelitian, kecepatan dan ketepatan dalam menangani alur cetak uang menjadi mutlak diperlukan, mengingat risiko yang dihadapi sangat besar.
Dari daftar di atas terlihat hampir sebagian besar hasil produksi tidak mencapai target yang diinginkan, contohnya saja pada bulan Agustus target cetak uang kertas untuk pecahan 5000 rupiah adalah 2.650.000 lembar (bilyet) uang kertas, namun pada kenyataannya hanya dapat terselesaikan sebanyak 1.364.000 lembar uang kertas. Tentu saja hal ini akan membawa dampak yang buruk bagi perusahaan karena Peruri harus membayar denda akibat kurangnya hasil cetak uang kertas yang telah ditargetkan. Kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan tentunya tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal yang dapat mengakibatkan produktivitas menurun.
Menurut Susi Indarwati selaku Kepala Unit Seksi Pemeriksaan Uang Besar (RIKSAR) beberapa faktor internal yang dapat mengakibatkan turunnya produktivitas karyawan Departemen Verutas Perum Peruri X adalah ; (1) Karyawan malas merapihkan tumpukan kertas yang akan dicetak sehingga menimbulkan beberapa kendala seperti kertas bergelombang sehingga seringkali cetakan yang timbul tidak rata dipermukaan, (2) Kesalahan pada saat mengirim LKU (Lembar Uang Kertas) dari satu tempat ke tempat yang lain sehingga menyebabkan kertas jatuh dan berantakan, (3) Kesalahan pemeriksaan manual lembar kertas uang biasanya diakibatkan oleh kondisi karyawan, (4) Kesalahan dalam melakukan hitungan secara manual biasanya diakibatkan oleh kondisi karyawan, (5) Ketidak pahaman operator dalam menjalankan mesin dan kurangnya skill operator dalam menjalankan mesin yang mengakibatkan mesin bekerja tidak optimal, (6) Malas menjaga kebersihan mesin yang biasanya mengakibatkan kertas kotor dan berdebu. Sedangkan faktor eksternal yang biasanya terjadi adalah; (1) Kerusakan pada mesin, baik itu mesin cetak maupun mesin hitung, (2) Kualitas Tinta yang jelek mengakibatkan tinta sulit kering, (3) Kerusakan pada fasilitas pendukung produksi, (4) Kualitas kertas yang jelek, mengakibatkan kualitas hasil cetakan tidak sesuai dengan pesanan.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi tentu saja berdampak bagi produktivitas tenaga kerja, karena berpengaruh terhadap waktu kerja karyawan, kedisiplinan karyawan pun berkurang, mengingat setiap hari karyawan harus berpacu dengan waktu, maka setiap ada kesalahan yang terjadi tingkat keefektifan kinerja menjadi berkurang. Serta dampak lain bagi perusahaan yang harus mengeluarkan biaya guna mengganti jumlah lembar uang yang hilang atau rusak bahkan tidak layak untuk digunakan, hingga tingkat kepuasan konsumen dalam hal ini Bank Indonesia yang harus selalu di jaga.
Untuk memperkecil terjadinya hal-hal yang dapat menyebabkan tidak maksimalnya hasil produksi serta keterlambatan pengiriman uang kertas Perum Peruri mulai mengupayakan strategi yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan bahkan mungkin tidak sama sekali. GKM (Gugus Kendali Mutu) atau QCC {Quality Control Circle) sebagai salah satu solusi yang digunakan untuk menangani masalah tersebut dengan berupaya meningkatkan produktivitas karyawan melalui partisipasi karyawan pada semua tingkat organisasi dalam proses pengambilan keputusan, yang membina manusia agar setiap karyawan mampu memberikan saran serta kreatifitasnya dalam memecahkan masalah yang terjadi secara berkesinambungan. Melalui GKM pula diharapkan setiap karyawan mampu meningkatkan produktivitasnya. Para penulis Jepang mengatakan bahwa memanusiakan tempat kerja merupakan kunci bagi keberhasilan, dimana Gugus Kendali Mutu sebagai alat pembinaan manusia, mereka memungkinkan karyawan untuk menggunakan kecerdasan, kreativitas serta keuletan mereka bukan hanya tenaga fisik mereka saja. Gugus Kendali Mutu memberikan tantangan pada para pekerja, berarti bahwa kecakapan dan kemampuan yang telah mereka pelajari harus dipergunakan. Hal ini menyebabkan diperlukannya keterampilan dan pengetahuan bam serta latihan tambahan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Dalam program Gugus Kendali Mutu, kegiatan-kegiatan pengendalian berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektiv. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan. Produktivitas kerja merupakan kunci bagi keberhasilan suatu organisasi, oleh karena itu produktivitas baik pada tingkat individual, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan harus selalu dipelihara dan ditingkatkan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian tentang "Pengaruh Implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Departemen Verutas Perum Peruri" (Survei pada karyawan departemen Verutas Perum Peruri X).

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Implementasi Gugus Kendali Mutu pada Departemen Verutas Perum Peruri
2. Bagaimanakah produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri
3. Seberapa besar pengaruh Implementasi Gugus Kendali Mutu terhadap Produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran implementasi Gugus Kendali Mutu pada Departemen Verutas Perum Peruri.
2. Untuk mengetahui gambaran Produktivitas Kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh implementasi Gugus Kendali Mutu terhadap Produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Beberapa kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara akademis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa wawasan dan perkembangan ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan pengaruh Gugus Kendali Mutu terhadap produktivitas kerja karyawan, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu manajemen sumber daya manusia.
2. Secara Praktis
Penelitian ini memberikan gambaran sejauh mana pengaruh implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap produktivitas kerja karyawan pada departemen Verutas Perum Peruri. Sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan yang bermanfaat bagi Perum Pemri untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

1.4 Kerangka Pemikiran
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) pada hakekatnya adalah penerapan manajemen, khususnya untuk sumber daya manusia. Peran manajemen sumber daya manusia sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang cukup sulit, tenaga kerja selain diharapkan mampu cakap dan terampil, juga hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan pegawai dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Pengertian manajemen sumber daya manusia diutarakan oleh Edwin B. Flippo dalam Sedarmayanti (2001:5) sebagai berikut:
"Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, Pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat."
Pengertian lain diutarakan oleh French dalam Sedarmayanti (2001:5), manajemen sumber daya manusia adalah "Sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi". Apabila pengertian dari Flippo dan French digabungkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai "Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan (recruitment), seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun kelompok."
Manajemen sumber daya manusia mempunyai kekhasan dibandingkan dengan manajemen secara umum atau manajemen sumber daya lain, karena yang dikelola adalah manusia, maka keberhasilan atau kegagalan manajemen sumber daya manusia akan mempunyai dampak yang sangat luas. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatannya dalam berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya manusia dalam organisasi, dengan tujuan untuk memberi kepada organisasi suatu satuan kerja yang efektif.
Tujuan utama manejemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung kepada manusia yang megelola organisasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Diharapkan melalui fungsi-fungsi manajemen tersebut sumber daya manusia dapat mencapai tujuan perusahaan. Salah satu komponen yang terdapat di dalam proses tata laksana pengendalian adalah TQC (Total Quality Control) atau Pengendalian Mutu Terpadu (PMT).
Menurut Hasibuan Malayu. S. P (2006:219)
"Pengendalian mutu terpadu berfungsi sebagai suatu sistem manajemen yang melibatkan semua tingkatan karyawan melalui pelaksanaan konsep quality control (kendali mutu) dan metode statistik untuk memuaskan pelanggan dan karyawan dengan mengutamakan mentalitas, kecakapan dan manajemen partisipatif yang mengutamakan kualitas kerja."
Total Quality Control (TQC) atau dalam bahasa Indonesia disebut Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) adalah pelaksanaan dari konsep produktivitas dalam perusahaan, sebagai suatu sistem manajemen untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien. Sebagai suatu sistem produktivitas yang didukung oleh semua faktor penunjang, maka PMT adalah suatu sistem manajemen yang mengikut sertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan teknik kendali mutu untuk mencapai tingkat produksi yang optimal dengan cara yang efektiv dan dengan tingkat efisiensi yang baik.
Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) atau Total Quality Control (TQC) sebagai suatu sistem manajemen memerlukan persyaratan awal sebagai sarana penunjang utama, agar program peningkatan produksi dan produktivitas melalui sistem ini bisa berjalan lancar, dimana seluruh unsur dipadukan dalam kegiatan nyata. Gerakan pengendalian mutu terpadu memerlukan keterampilan manajerial dan keterampilan teknis tenaga kerja, baik tenaga kerja yang berperan sebagai manajer atau pimpinan perusahaan maupun tenaga kerja teknis atau kaum pekerja. Perpaduan keterampilan manajerial dan teknis itulah yang dikembangkan secara terpadu dalam PMT yang kemudian disusun dalam bentuk Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu (GKM).
Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Quality Control Circle (QCC) merupakan salah satu pendekatan yang menjadikan faktor manusia sebagai basis peningkatan produktivitas melalui partisipasi karyawan pada semua tingkatan organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Gugus Kendali Mutu juga diartikan sebagai sekelompok orang (biasanya terdiri dari 3 sampai dengan 8 orang) yang memiliki pekerjaan sejenis, membahas dan menyelesaikan persoalan kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus-menerus dengan mempergunakan teknik kendali mutu.
Menurut Hasibuan Malayu.S. P (2006:232), gugus kendali mutu adalah kelompok kecil dari lingkup kerja yang dengan sukarela melakukan kegiatan pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan menggunakan teknik-teknik quality control (kendali mutu). Jadi dalam program Gugus Kendali Mutu (GKM), kegiatan-kegiatan pengendalian berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektif. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan.
Keterlibatan karyawan dimasukkan dalam suatu kelompok kecil yang selalu mengkaji permasalahan pekerjaan dan mencoba memecahkannya, dalam pembentukannya berdasarkan pada bidang pekerjaan dan permasalahan yang dipecahkan yang ada dalam bidang pekerjaannya tersebut, gugus kendali mutu ini harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi. Jumlah karyawan yang ada dalam kelompok kecil menyesuaikan kebijakan organisasi, masing-masing kelompok kecil dipimpin oleh seorang ketua kelompok. Fungsi ketua kelompok hanyalah sebagai moderator guna memperlancar proses pemecahan persoalan. Diharapkan setiap anggota kelompok memberikan kontribusi pada saat bergabung bersama kelompok. Selain ketua kelompok, kebanyakan organisasi juga melibatkan seorang fasilitator. Tugas fasilitator ini adalah mempersiapkan program latihan, memberikan latihan dan mendampingi kepala gugus atau anggota tim. Setiap gugus atau kelompok kecil posisinya adalah independent (tidak terikat oleh yang lain), akan tetapi dapat saja melakukan pertemuan dengan gugus lain untuk memecahkan persoalan bersama. Persoalan yang dibahas dalam gugus tidak terbatas pada mutu, akan tetapi juga mencakup produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan dan lain sebagainya.
Menurut Anassidik (2002:14) gugus kendali mutu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mekanisme formal bagi partisipasi karyawan dalam memecahkan persoalan. Artinya gugus kendali mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan ciri-ciri memberikan penekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan; (2) Membantu organisasi untuk mnnyesuaikan diri dengan lingkungan. Artinya setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau kesempatan dengan ciri-ciri kecepatan dan ketepatan karyawan dalam melihat persoalan; (3) Delapan sampai sepuluh anggota dalam setiap gugus. Artinya jumlah anggota gugus berlainan tergantung pada kebijaksanaan organisasi. Biasanya jumlah tersebut berkisar antara tiga sampai dua puluh karyawan, dengan rata-rata anggota gugus dari delapan sampai sepuluh orang dengan ciri-ciri: mengadakan pertemuan secara teratur, mempelajari persoalan, mempelajari metode yang berkaitan dengan persoalan, memilih dan memecahkan persoalan; (4) Pemimpin tidak mempnyai kekuasaan. Artinya dalam gugus seorang pemimpin tidak mempunyai kekuasaan terhadap anggota lainnya tapi lebih merupakan seorang moderator yang memperlancar proses pemecahan persoalan dengan ciri-ciri: berperan aktif dalam kelompok, berorientasi dan ikut berkepentingan mengarahkan kegiatan, menciptakan kerjasama antar anggota, menciptakan hubungan kelompok dengan kelopok yang lain, menciptakan kerja sama dengan pengelola hubungan sejawat, mendorong anggota kelompok untuk penerapan teknik-teknik quality control (kendali mutu) di tempat kerja.
Menurut Hasibuan Malayu (2006:232) untuk mencapai hasil yang maksimal, program gugus kendali mutu harus menetapkan sasarannya dengan jelas, yaitu:
a. Pengembangan diri.
b. Pengembangan bersama.
c. Perbaikan mutu.
d. Perbaikan komunikasi dan sikap.
e. Pengembangan tim dan produktivitas kerja.
f. Mengurangi keluhan dan absensi.
g. Memperbaiki kedisiplinan dan partisipasi positif karyawan.
h. Meningkatkan loyalitas dan kepuasan karyawan.
i. Memperkuat kerja sama antara semua tingkatan dalam perusahaan.
j. Meningkatkan efisiensi dan keselamatan kerja.
Gugus kendali mutu dibangun berdasarkan falsafah nilai manusia pada asumsi, bahwa karyawan dapat dan ingin ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap mereka dan bahwa mereka memiliki kebutuhan serta motif yang perlu mendapatkan penyalurannya di tempat kerja. Para pemimpin gugus memerlukan kecakapan yang akan memungkinkan mereka membantu karyawan yang ingin memberikan sumbangannya.
Banyak organisasi memperoleh pengalaman bahwa tim yang bekerja sama memiliki produktivitas lebih baik dan mutu yang memuaskan. Peningkatan efektivitas, sumbang saran, pemberian saran, umpan balik, kritik, pembuatan keputusan secara berkelompok dan perundingan kelompok memperkuat kesatuan tim. Cara termudah untuk mengukur keberhasilan suatu tim adalah menggunakan ukuran objektif, artinya perbaikan nyata yang telah terjadi karena hasil kerja Gugus Kendali Mutu, namun biasanya, karena falsafah dasar gugus kendali mutu, terdapat rasa partisipasi pada tingkatan pekerja pabrik.
Menurut Anassidik (2002:282) melalui gugus kendali mutu "Mereka dapat menyumbangkan pengetahuan mereka, kreatifitas, keterampilan dan bakat mereka untuk mencapai sasaran organisasi." Dalam kebanyakan kasus, peserta memperoleh dorongan karena adanya kesempatan untuk pengembangan diri dan prestasi. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa kebanyakan perusahaan memperoleh perbaikan yang besar dalam hal sikap para pekerja dan peningkatan produktivitas setelah dijalankannya gugus kendali mutu. Bahkan kebanyakan literatur telah mengendalikan bahwa partisipasi pekerja akan meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas dan bahwa keduanya akan meningkatkan keterlibatan secara psikologis.
Filosofi tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makna produktivitas adalah keinginan {the will) dan upaya {effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang. Secara psikologi menurut Dewan Produktivitas Nasional memiliki pengertian sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini. Sedangkan menurut formulasi National Productivity Board Singapore dalam Sedarmayanti (2001:56), dikatakan bahwa "Produktivitas adalah sikap mental {attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan."
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan Produktivitas tidak lain ialah ratio daripada apa yang dihasilkan {output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan {input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni: Investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
Di samping ketiga pengertian tersebut terdapat pula pengertian umum produktivitas kerja merupakan kunci bagi keberhasilan suatu organisasi, oleh karena itu produktivitas baik pada tingkat individual, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan harus selalu dipelihara dan ditingkatkan. Prinsip efesiensi harus menjadi pegangan mutlak dari organisasi, organisasi selalu bekerja dengan sumber dana dan daya yang terbatas, maka sumber-sumber yang ada harus dikelola secara efisien, agar tidak terjadi pemborosan. Sumber daya dan dana hanya benda mati, bukan kunci dari produktivitas organisasi, yang menjadi kunci keberhasilan dan produktivitas organisasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia menjadi elemen yang paling utama dalam organisasi. Peningkatan produktivitas kerja hanya dapat dilakukan oleh manusia. Di pihak lain pemborosan dan ketidakefisienan juga dapat terjadi karena faktor manusia Beberapa komponen dasar merupakan hal penting dalam penentuan produktivitas kerja yaitu tujuan organisasi, visi dan misi organisasi, dan strategi organisasi.
Gilmore dalam Sedarmayanti (2001:80) mengemukakan bahwa
"Orang yang produktif adalah orang yang memberikan sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungannya, imajinatif, dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan orang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsif dalam hubungannya dengan orang lain."
Orang seperti ini merupakan asset organisasi, yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi.
Meskipun tidak ada individu yang sama, Robert M Ranftl dalam Dale Timpe (1989:110-112) berhasil merumuskan karakteristik kunci profil pegawai. yang produktif yaitu: (1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan. Artinya bukan sekedar kualifikasi pekerjaan yang dapat mencirikan orang yang produktif tetapi terdapat ciri lain, yaitu: dapat belajar dengan cepat, kompeten secara professional, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, selalu mencari perbaikan dan selalu meningkatkan diri; (2) Mempunyai orientasi pekerjaan yang positif; yaitu sikap seseorang terhadap pekerjaan dengan ciri-ciri antara lain: membanggakan pekerjaan, menetapkan standar kerja yang baik, mempunyai kebiasaan kerja yang baik, selalu terlibat dalam pekerjaannya, dapat dipercaya dan konsisten, menghormati manajemen, mempunyai hubungan baik dengan manajemen, dapat menerima tantangan dan tugas baru, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan; (3) Dapat bergaul dengan efektif, yaitu kemampuan seseorang untuk memantapkan hubungan yang positif dengan ciri antara lain: memperagakan kecerdasan sosial, pribadi yang menyenangkan, berkomunikasi dengan efektif-terbuka terhadap saran-saran, dapat bekerja sama dan memperlihatkan sikap antusiasme; (4) Dewasa, yaitu kemampuan dan kemauan seseorang untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaannya, dengan ciri-ciri antara lain: bersikap jujur, mempunyai rasa tanggng jawab yang kuat, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, mandiri dan disiplin, mantap secara emosional, dapat bekerja efektif di bawah tekanan, dapat belajar dari pengalaman, mempunyai ambisi yang sehat.
Pribadi yang produktif menggambarkan potensi, persepsi dan kreatifitas seseorang yang senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Jadi, orang yang produktif adalah orang yang dapat memberi sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan disekitarnya, imajinatif dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan orang yang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsive (cepat tanggap) dalam hubungannya dengan orang lain baik itu sesama karyawan mapun pada pemimpin. Pegawai seperti ini merupakan aset organisasi yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi.
Pribadi yang produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya, yang dalam istilah psikologi sering disebut sebagai orang yang memiliki rasa percaya diri, harga diri dan konsep diri yang tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan individu yang kreatif, yakni memiliki kepandaian untuk menggunakan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan persoalan, sebagaimana diungkapkan Erich Fromm (1975:91) dalam Sedarmayanti (2001:81) bahwa individu produktif adalah "Orang yang memiliki kasih sayang, kecakapan untuk menggunakan kemampuannya dan dapat merealisasikan potensi yang ada di dalam dirinya". Menurut Balai Pengembangan Nasional yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:71), ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu sebagai berikut :
1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
2. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri.
3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) dan panitia mengenai kerja unggul.
4. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber daya dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5. Efesiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.
Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Gaffar (1987:143) dalam Sedarmayanti (2001:81) bahwa individu yang produktif adalah "Individu yang menghasilkan produk yang bermutu, dapat diamati serta berguna bagi masyarakat, maksudnya berkenaan dengan kontribusi individu secara kualitatif, yang memiliki dampak positif bagi masyarakat".
Pribadi yang produktif akan lebih kreatif dalam berhubungan dengan dunia sekitarnya dengan cara menciptakan suatu hasil karya melalui kemampuan dan menggunakan pikiran serta perasaannya. Individu yang kreatif dapat dikatakan sebagai seorang yang tinggi indenpendensinya, inovatif dalam pendekatan masalah, terbuka terhadap suatu pengalaman baru yang lebih luas, ditandai dengan spontanitas, fleksibilitas dan kompleksitas pandangan.
Produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kekuatannya dan mewujdkan potensi yang ada pada dirinya. Menggunakan kemampuan atau mewujudkan segenap potensi guna mewujudkan kreativitas.

1.5 Asumsi
Anggapan dasar (Asumsi) merupakan titik tolak dilakukannya penelitian ditinjau dari segi permasalahan. Suharsimi Arikunto (1993;59) menjelaskan pengertian anggapan dasar yaitu:" Suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas.
Berdasarkan pengertian diatas, maka asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan selalu berusaha meningkatkan kinerja organisasinya diantaranya, melalui kegiatan-kegiatan pengendalian yang berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektif. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan
2. Karyawan akan selalu berusaha meningkatkan produktivitas kerjanya secara optimal.

1.6 Hipotesis
Definisi hipotesis menurut Sugiyono (2004:51), "Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan."
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Penerapan Implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) berpengaruh positif terhadap Produktivitas Kerja karyawan departemen Verutas Perum Peruri X.
SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA BODY DISSATISFACTION DAN PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI (RELATIONSHIP BETWEEN BODY DISSATISFACTION AND DIETING BEHAVIORS IN ADOLESCENT GIRLS)

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA BODY DISSATISFACTION DAN PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI (RELATIONSHIP BETWEEN BODY DISSATISFACTION AND DIETING BEHAVIORS IN ADOLESCENT GIRLS)

(KODE : PSIKOLOG-0008) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA BODY DISSATISFACTION DAN PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI (RELATIONSHIP BETWEEN BODY DISSATISFACTION AND DIETING BEHAVIORS IN ADOLESCENT GIRLS)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Saat ini, pada umumnya masyarakat masih memiliki standar bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang langsing. Standar tersebut dimiliki oleh wanita maupun pria. Menurut Atwater dan Duffy (1999), cover majalah, iklan-iklan televisi, dan film berperan penting dalam pembentukan standar kecantikan dalam suatu masyarakat. Wanita yang umumnya dianggap cantik adalah wanita dengan kulit putih, badan langsing, dan berambut panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya iklan-iklan yang menampilkan model dengan karakteristik fisik tersebut. Salah satu iklan produk susu pelangsing tubuh bahkan memperlihatkan seorang pria yang terlihat enggan saat dimintai saran oleh pacarnya yang sedang memilih-milih baju karena tubuh sang pacar tidak langsing. Pria tersebut malah asyik memasangkan tubuh model wanita yang lebih langsing di majalah dengan kepala pacarnya. Dalam satu iklan ini saja sudah terlihat bahwa wanita dengan tubuh yang kurus cenderung lebih diminati oleh lawan jenisnya.
Iklan-iklan produk kecantikan yang lainpun, seperti shampo atau produk pemutih kulit juga hampir selalu menggunakan model yang berbadan langsing walaupun sebenarnya produk mereka bukanlah produk pelangsing. Dari iklan-iklan dan media massa yang terbit di Indonesia dapat dilihat bahwa model iklan dengan tubuh yang langsing lebih menjual dan diminati oleh pasar karena bentuk tubuh langsing dianggap cantik dan ideal.
Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa media-media informasi cenderung mendefinisikan kecantikan dengan sangat sempit bahwa untuk tampil cantik, wanita paling tidak harus bertubuh langsing. Adanya anggapan semacam itu tentu dapat mendorong wanita untuk tampil langsing karena pada dasarnya wanita selalu ingin tampil cantik dan menarik. Selain untuk kepercayaan diri, tubuh langsing bagi seorang wanita dapat dianggap sebagai salah satu daya tarik untuk memikat lawan jenisnya.
Anggapan mengenai bentuk tubuh menarik yang diciptakan oleh media tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya body ideal pada remaja. Body ideal ini bukan selalu berat badan ideal yang disarankan untuk menjaga kesehatan (Body Mass Index atau BMI). Seperti yang telah disebutkan di atas, media massa di Indonesia saat ini cukup banyak membombardir masyarakat dengan pesan bahwa salah satu syarat bagi seorang wanita untuk dianggap cantik adalah memiliki tubuh yang langsing. Dengan demikian, memiliki tubuh yang langsing dapat menjadi body ideal pada remaja, khususnya remaja putri.
Secara teoritis, wanita yang menginternalisasi bentuk tubuh ideal menurut masyarakat ke dalam dirinya akan lebih mudah untuk memiliki body dissatisfaction apabila standar ideal ini tidak terpenuhi (McCarthy, 1990; dalam Bearman, Martinez, & Stice, 2006). Body dissatisfaction sendiri merupakan perasaan tidak puas yang bersifat subjektif yang dimiliki seseorang terhadap penampilan fisiknya (Littleton & Ollendick, 2003; dalam Skemp-Arlt, Rees, Mikat, & Seebach, 2006). Istilah body dissatisfaction berada di bawah istilah citra tubuh. Thompson et al. (1998) mengemukakan empat komponen dalam citra tubuh yang dapat mengalami gangguan yaitu komponen afektif, kognitif, perilaku, maupun perseptual. Gangguan citra tubuh yang terjadi pada komponen perseptual akan mengakibatkan distorsi citra tubuh, sedangkan gangguan pada komponen lain akan mengakibatkan body dissatisfaction (Monteath & McCabe, 1997; Thompson et al., 1998).
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian remaja putri ternyata memiliki body dissatisfaction (Thompson, Heinberg, Altabe, & Tantleff-Dunn, 1998; dalam Stice & Whitenton, 2002). Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang wanita akan mengalami peningkatan jaringan lemak yang membuat tubuhnya menjadi semakin jauh dari badan kurus yang ideal (Graber, Brooks-Gunn, Paikoff, & Warren, 1994; Tobin-Richards, Boxer, Kavrell, & Petersen, 1984; dalam Stice & Whitenton, 2002). Persepsi mengenai tubuh yang negatif ini dapat mengakibatkan adanya usaha-usaha obsesif terhadap kontrol berat badan pada remaja (Davison & Birch, 2001; Schreiber et al., 1996; Vereecken & Maes, 2000; dalam Papalia, 2007).
Salah satu usaha yang sering dilakukan oleh masyarakat umum untuk menurunkan berat badan adalah diet. Dalam jurnal Eating in the Adult World : The Rise of Dieting in Childhood and Adolescence (Hill, Oliver, & Rogers, 1992), diet digambarkan sebagai suatu usaha pengurangan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh yang memungkinkan seseorang untuk merampingkan bagian-bagian yang tidak diinginkan pada tubuh mereka, membuat mereka tampak lebih langsing, lebih diinginkan, dan lebih sukses. Diet merupakan salah satu cara yang paling populer untuk menurunkan berat badan karena diet dapat dilakukan oleh hampir semua orang, tidak mahal, diterima secara sosial, dan tidak menimbulkan efek samping yang langsung terasa.
Diet mencakup pola-pola perilaku yang bervariasi, dari pemilihan makanan yang baik untuk kesehatan sampai pembatasan yang sangat ketat akan konsumsi kalori (Kim & Lennon, 2006). Perilaku tidak sehat yang dapat diasosiasikan dengan diet misalnya puasa, tidak makan dengan sengaja, penggunaan pil-pil diet, penahan nafsu makan atau laxative, muntah dengan disengaja, dan binge eating (French & Jeffery, 1994; USDHHS et al., 1989, Serdulla, Collins, et al., 1993; dalam French, Perry, Leon, & Fulkerson, 1995).
Saat ini perilaku diet sudah mulai tampak pada kelompok usia remaja awal. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap anak- anak usia tujuh sampai 12 tahun (mean 9.7 tahun), 41% anak mengaku bahwa mereka pernah mencoba untuk menurunkan berat badan (Maloney, McGuire, Daniels, & Specker, 1989; dalam Hill, Oliver, & Rogers, 1992). Penelitian lain menyebutkan bahwa dua per tiga dari remaja putri melakukan diet dan sebagian besar dari mereka memiliki berat badan normal (French, Perry, Leon, & Fulkerson, 1995).
Diet yang dilakukan oleh remaja bukanlah hal yang dapat disepelekan. Saat remaja adalah saat ketika tubuh seseorang sedang berkembang pesat dan sudah seharusnya mendapatkan komponen nutrisi penting yang dibutuhkan untuk berkembang (Hill, Oliver, & Rogers, 1992). Kebiasaan diet pada remaja dapat membatasi masukan nutrisi yang mereka butuhkan agar tubuh dapat tumbuh. Selain itu, diet pada remaja juga dapat menjadi sebuah titik awal berkembangnya gangguan pola makan (Polivy & Herman, 1985; dalam Hill, Oliver, & Rogers, 1992). Beberapa penelitian lain juga mengatakan bahwa seorang remaja yang berdiet kemudian menghentikan dietnya dapat menjadi overeater pada tahun-tahun berikutnya (Hill, Rogers, & Blundell, 1989; dalam Hill, Oliver, & Rogers, 1992). Hasil-hasil penelitian di atas menjadi sebuah bukti bahwa perilaku diet dapat membawa dampak yang buruk bagi kesehatan remaja yang melakukannya.
Mengutip Mental Health Weekly Digest edisi Agustus 2006, sebuah penelitian menunjukkan bahwa remaja putri yang merasa tidak puas dengan tubuh mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan binge eating, kurang melakukan kegiatan fisik, kurang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, mengkonsumsi pil diet, dan memuntahkan dengan paksa makanan yang telah mereka makan. Penulis sendiri mencoba membuat survey kecil pada remaja putri kelas 1 di sebuah SMA di Jakarta Selatan untuk mengetahui bagaimana fenomena diet yang terjadi pada mereka. Ternyata, 7 dari 10 remaja putri yang diwawancarai mengaku pernah melakukan diet. Diet yang mereka lakukan bukanlah diet yang berada dalam pengawasan ahli gizi. Mereka mengaku mengetahui cara diet tersebut dari teman maupun dari tips-tips diet yang mereka dapatkan dari media massa. Beberapa cara menurunkan berat badan yang mereka lakukan antara lain adalah melewatkan makan malam, hanya mengonsumsi apel dan sayur dalam sehari, melewatkan sahur saat puasa dan hanya berbuka puasa dengan apel, menggunakan obat diet dari dokter kecantikan, menggunakan obat penyerap lemak, dan juga tidak mengkonsumsi karbohidrat.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ahli gizi Tuti Soenardi pada tanggal 24 Mei 2007, saat ini tidak banyak remaja yang mendatangi dokter atau ahli gizi untuk berkonsultasi mengenai cara menurunkan berat badan yang sehat. Mereka cenderung mencoba-coba cara diet populer yang belum tentu baik untuk kesehatan agar berat badan mereka lebih cepat turun. Namun demikian, cara diet populer yang mereka terapkan tersebut belum tentu mengandung asupan nutrisi seimbang yang sangat penting bagi kesehatan mereka. Penelitian juga menunjukkan bahwa alasan untuk berdiet mempengaruhi perilaku diet seseorang. Sebagai contoh, orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan cenderung untuk menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka. Sebaliknya, orang yang melakukan diet untuk alasan kesehatan akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan (Kim & Lennon, 2006).
Seperti yang telah disebutkan di atas, masa puber adalah masa ketika remaja putri menjadi sangat rentan dengan body dissatisfaction. Fuhrmann dan Foresman (1990) menyebutkan bahwa remaja awal pada rentang usia 9 sampai 14 tahun cenderung memiliki kekhawatiran yang akut mengenai bentuk tubuh mereka. Mereka juga cenderung sensitif terhadap kritik dari orang lain maupun dari diri mereka sendiri. Pada usia-usia ini opini subjektif mengenai diri mereka sendiri juga masih sering berubah. Sebagai contoh, apabila sekarang seorang remaja merasa dirinya normal, bisa saja beberapa waktu kemudian ia akan merasa gemuk. Pada masa pertengahan dan akhir remaja (usia 15 sampai 18 tahun), walaupun mereka masih peduli dengan tubuh mereka, opini mengenai diri mereka sendiri sudah lebih stabil dan perasaan self-conscious pada diri mereka berkurang (Fuhrman & Foresman, 1990).
Walaupun banyak penelitian yang dilakukan mendukung adanya hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet, beberapa penelitian mendapatkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Lennon (2006) menunjukkan bahwa sebagian besar wanita memiliki kecenderungan untuk memiliki citra tubuh negatif walaupun mereka tidak memiliki penyimpangan dalam pola makan (Kim & Lennon, 2006). Sebagai tambahan, dalam Ogden (2002) dikatakan bahwa orang-orang yang mempunyai keinginan untuk mengubah bentuk tubuhnya tidak selalu melakukan diet. Beberapa orang memilih untuk mengenakan baju-baju yang membuat mereka terlihat kurus atau melakukan jalan pintas melalui operasi. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata seseorang yang memiliki rasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya belum tentu melakukan diet. Walaupun pada saat ini jalan terpopuler untuk menurunkan berat badan adalah diet, orang yang tidak puas dengan tubuhnya dapat memilih cara-cara lain untuk memperbaiki penampilannya.
Adanya perbedaan hasil penelitian seperti di atas membuat penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet pada remaja putri. Penelitian semacam ini juga penting untuk dilakukan karena masalah diet pada remaja bukanlah hal yang dapat dipandang sebelah mata mengingat perilaku diet dapat menjadi sebuah awal dari terbentuknya kelainan gangguan pola makan seperti bulimia nervosa atau anorexia nervosa.

1.2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis masalah yang ingin diangkat oleh penulis adalah "apakah terdapat hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet remaja putri?". Secara khusus, peneliti ingin melihat : apakah terdapat hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet sehat dan tidak sehat pada remaja putri usia 11-18 tahun.

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada-tidaknya hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet remaja putri. Secara khusus, penelitian ini juga ingin melihat apakah terdapat perbedaan pada hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet sehat dan tidak sehat pada remaja putri usia 11-18 tahun.

1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan pembaca tentang topik body dissatisfaction, khususnya hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet pada remaja putri. Selain itu, hasil dari penelitian yang ada nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran orang tua atau significant others akan body dissatisfaction yang dialami remaja putri apabila hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet, khususnya yang mengarah pada perilaku tidak sehat.

1.5. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Pendahuluan, membahas tentang latar belakang permasalahan, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
2. Tinjauan Pustaka, menguraikan konsep-konsep dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai perilaku diet, citra tubuh, body dissatisfaction, karakteristik remaja, serta dinamika hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet pada remaja putri
3. Masalah, Hipotesis, dan Metode Penelitian, akan menguraikan permasalahan dan hipotesis penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel, alat ukur yang dipakai, prosedur penelitian, serta metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.
4. Analisis Hasil dan Interpretasi Data, akan menjabarkan pengolahan atas data yang telah terkumpul di lapangan, mengevaluasi apakah data yang ada menjawab pertanyaan penelitian, serta membuktikan apakah data yang ada mendukung atau tidak mendukung hipotesis.
5. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran, merupakan bagian yang memaparkan kesimpulan dari penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian secara lebih mendalam, serta saran-saran praktis sesuai hasil dan masalah penelitian dan saran-saran metodologis untuk kepentingan penelitian selanjutnya yang mengangkat topik yang sama.
SKRIPSI PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN APLIKASI E-COMMERCE BERBASIS WEB PADA TOKO KOMPUTER X

SKRIPSI PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN APLIKASI E-COMMERCE BERBASIS WEB PADA TOKO KOMPUTER X

(KODE : INFORMAT-0043) : SKRIPSI PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN APLIKASI E-COMMERCE BERBASIS WEB PADA TOKO KOMPUTER X




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Meningkatnya penggunaan internet oleh masyarakat yang ditandai dengan melonjaknya costumer maupun pebisnis. Yang mendorong munculnya suatu tuntutan pelayanan internet melebihi dari apa yang bisa diperoleh di dunia nyata. Ini meliputi kesempatan untuk menjual barang-barang komoditi secara online. Salah satu hal terpenting dalam bisnis melalui internet adalah bagaimana keuntungan dapat diperoleh secara aman dan mudah. Saat ini muncul beberapa sistem pembayaran secara online melalui internet untuk melayani kebutuhan bisnis online.
Pelaku bisnis pada umumnya masih melakukan transaksi bisnis secara manual melalui tatap muka secara langsung atau pun melalui telepon. Sayangnya terkadang metode seperti ini tidak begitu efektif, dikarenakan tidak semua orang mengetahui nomor telepon perusahaan. Kalau pun tahu, sangat jarang costumer yang mau menulis nomor telepon apalagi untuk menghafalkannya. Costumer selalu ingin sesuatu cara pemesanan atau pembelian yang paling mudah. Dari pihak toko, pegawai dituntut senantiasa berada di tempat untuk memenuhi permintaan pemesanan dari pihak costumer. Sedangkan di sisi lain pegawai juga sulit untuk membuat laporan penjualan dikarenakan masih menggunakan cara yang konvensional dimana pegawai harus membuka kembali arsip penjualan.
Kesulitan yang terjadi juga dalam bisnis adalah dimana perusahaan kesulitan dalam memasarkan produk dan menemukan pembeli yang tepat. Begitu juga dengan pihak costumer kesulitan dalam mencari produk-produk yang dibutuhkan.
Melihat dari permasalahan di atas, toko komputer X merupakan perusahaan dagang yang menyediakan macam-macam perlengkapan hardware dan software yang telah memiliki banyak pelanggan baik didalam kota X maupun diluar kota X.
Oleh karena itu, diperlukan dalam pembangunan suatu teknologi informasi dan komunikasi yang berupa e-commerce, sehingga dapat memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pihak perusahaan dan mengangkatnya sebagai Tugas Akhir dengan judul : "PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN APLIKASI E-COMMERCE BERBASIS WEB PADA TOKO KOMPUTER X"

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas serta hasil penelitian yang telah dilakukan, maka identifikasi masalah yang didapat adalah :
1. Penjual mengalami kesulitan dalam memasarkan produk yang akan dijual.
2. Transaksi yang dilakukan penjual belum ada yang dilakukan secara online.
3. Kesulitan dalam pengolahan laporan transaksi dialami oleh penjual.
4. Penjual tidak memiliki sarana untuk mengetahui tingkat kepuasan pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggan.

1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membangun aplikasi e-commerce pada toko komputer X secara on-line.
1.3.2 Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dari pembangunan aplikasi e-commerce pada toko komputer X adalah :
1. Untuk mempermudah costumer dalam mendapatkan informasi tentang macam-macam perangkat komputer hardware dan software pada toko komputer X tanpa harus datang ke toko.
2. Mengurangi penumpukan dokumen-dokumen.
3. Mempermudah proses pemesanan dan pembelian bagi costumer.
4. Mempermudah dalam pembuatan laporan pemesanan dan penjualan barang.
5. Mempercepat dalam proses pencarian data. Baik itu data barang ataupun data pemesanan.
6. Untuk meningkatkan fleksibilitas sehingga costumer dapat melakukan transaksi dimanapun ia berada.
7. Untuk meningkatkan daya jual-beli karena dengan e-commerce, toko komputer X dapat memperluas jaringan tanpa membutuhkan modal yang besar.

1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari aplikasi e-commerce ini adalah sebagai berikut :
1. Aplikasi e-commerce ini berbasis Web dan bersifat online.
2. Dalam Aplikasi e-commerce ini hanya dibatasi 3 kategori pengguna, yaitu :
a) User biasa (Pengunjung)
b) Pelanggan (Costumer)
c) Admin (Administrator)
3. Aplikasi ini menampilkan informasi tentang macam-macam perangkat hardware dan software yang dijual ditoko komputer X.
4. Menampilkan informasi profil Perusahaan.
5. Aplikasi ini menyediakan fasilitas bertransaksi dengan metode transfer melalui bank dan dapat menggunakan pembayaran online (Paypal).
6. Data masukan ke aplikasi e-commerce adalah data admin, data pelanggan, data barang, data kategori, data pemesanan, data detail pemesanan, data biaya kirim dan data berita.
7. Data proses yang terdapat dalam aplikasi e-commerce adalah proses login, proses pengolahan data penjualan, proses pelaporan, pengolahan data berita, pengolahan data biaya kirim.
8. Keluaran yang terdapat pada aplikasi e-commerce adalah informasi barang yang dicari, informasi kategori barang, informasi barang terlaris, informasi berita, informasi pemesanan, informasi detail pemesanan, informasi pelaporan, dan informasi pelanggan.
9. Aplikasi e-commerce ini menangani proses pemesanan, konfirmasi pembayaran dan pengiriman.
10. Untuk sistem keamanan :
a. untuk password menggunakan MD5
b. aktifasi member dilakukan di email
c. menggunakan metode SSL+HTTPS
11. Media komunikasi melalui (E-mail, Telp, SMS, Chat, IM)
12. Pemodelan data yang digunakan adalah pemodelan terstruktur dimana tools yang digunakan yaitu diagram konteks, dataflow diagram (DFD), kamus data, entity relationship diagram (ERD).
13. Tools yang digunakan untuk membangun perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
a) PHP
b) MySQL
c) XAMP server
d) Adobe Photoshop CS3
e) CorelDraw X3
f) Dreamweaver MX

1.5 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Metode pengumpulan data
Untuk mendapatkan data dan bahan laporan penelitian yang sesuai harapan, teknik pengumpulan data yang digunakan ada tiga jenis diantaranya sebagai berikut :
a) Studi literatur
Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan literatur, jurnal, paper dan bacaan-bacaan yang ada kaitannya dengan judul penelitian.
b) Metode Observasi
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan atau kegiatan yang sistematis terhadap objek yang dituju secara langsung.
c) Metode Wawancara
Adalah suatu metode penelitian dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas.
b. Metode Pembangunan Perangkat Lunak
Dalam menyelesaikan laporan penelitian mengenai pembangunan sistem informasi penjualan online ini, metode pembangunan perangkat lunak yang digunakan yaitu model Waterfall, meliputi beberapa proses :
1. Requirements analysis and definition
Mengumpulkan kebutuhan secara lengkap kemudian dianalisis dan didefinisikan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh program yang akan dibangun. Fase ini harus dikerjakan secara lengkap untuk bisa menghasilkan desain yang lengkap.
2. Sistem and software design
Desain dikerjakan setelah kebutuhan selesai dikumpulkan secara lengkap.
3. Implementation and unit testing
Desain program diterjemahkan ke dalam kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman yang sudah ditentukan. Program yang dibangun langsung diuji secara unit.
4. Integration and sis tern testing
Penyatuan unit-unit program kemudian diuji secara keseluruhan (sistem testing).
5. Operation and maintenance
Mengoperasikan program dilingkungannya dan melakukan pemeliharaan, seperti penyesuaian atau perubahan karena adaptasi dengan situasi sebenarnya.

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pembuatan laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dijalankan. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi uraian latar belakang masalahan, identifikasi masalah, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan instansi dan landasan teori yang menjelaskan tentang teori umum yang berkaitan dengan judul, teori program yang berhubungan dengan aplikasi yang dibangun, teori khusus yaitu berkaitan dengan istilah-istilah yang dipakai dalam pembuatan aplikasi e-commerce pada X komputer.
Bab III Analisis dan Perancangan sistem
Bab ini menjelaskan seluruh spesifikasi sistem yang mencakup analisis prosedur yang sedang berjalan, pengkodean, kebutuhan non fungsional, selain analisis sistem bab ini juga melakukan perancangan antar muka atau mendesain sistem secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis tersebut. Tool untuk memodelkan sistem menggunakan Data Flow Diagram (DFD) dan Entity Relationship Diagram (ERD).
Bab IV Implementasi dan Pengujian
Bab ini membahas implementasi dari tahapan analisis dan perancangan sistem kedalam perangkat lunak (dalam bentuk bahasa pemrograman), serta perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan dalam membangun sistem. Bab ini juga berisi pengujian terhadap sistem apakah sudah benar-benar berjalan seperti yang diharapkan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dan saran yang sudah diperoleh dari hasil penulisan tugas akhir.
SKRIPSI APLIKASI PENJUALAN KEBUTUHAN KOMPUTER BERBASIS WEB PADA RUKO X

SKRIPSI APLIKASI PENJUALAN KEBUTUHAN KOMPUTER BERBASIS WEB PADA RUKO X

(KODE : INFORMAT-0042) : SKRIPSI APLIKASI PENJUALAN KEBUTUHAN KOMPUTER BERBASIS WEB PADA RUKO X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
X Komputer adalah ruko yang bergerak di bidang penjualan berbagai macam kebutuhan komputer seperti monitor, memori (RAM), printer, flashdisk, harddisk dan Iain-lain. X Komputer sudah berdiri kurang lebih 2 tahun. Penjualannya hanya untuk daerah X saja karena belum ada aplikasi pendukung untuk memasarkan produk yang terdapat di X Komputer kepada masyarakat luas untuk meningkatkan penjualannya.
Seiring dengan kemajuan Teknologi Informasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi dan komputer menyebabkan terjadinya perubahan kultur masyarakat sehari-hari dan terciptalah suatu integrasi antara komputer dan telepon atau sistem Computer Telephony Integration (CTI), yang mewujudkan media baru berupa internet.
Meledaknya penggunaan Internet dan teknologi World Wide Web (WWW atau sering juga disebut Web saja) menyebabkan munculnya teknologi Ecommerce yang berbasis teknologi Internet. Dimana e-commerce adalah membeli dan atau menjual secara elektronik dan kegiatan ini dilakukan pada jaringan internet, selain itu juga dapat pemasangan iklan, penjualan dan pelayanan yang terbaik menggunakan sebuah web shop 24 jam bagi pelanggannya.
Di masa lalu, dunia bisnis bisa melakukan aktivitas antara satu dan yang lainnya melalui jaringan khusus tapi pertumbuhan drastis dari internet telah merubah paradigma tersebut dan akhirnya menjadikannya lebih luas. Dengan semakin maraknya penggunaan internet, perdagangan secara elektronic dilakukan oleh bisnis-bisnis dengan berbagai ukuran. E-commerce konfensional saat ini bisa dilakukan oleh pendatang baru dengan skala internasional.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka pokok permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini dirumuskan dengan sebuah rumusan masalah sebagai berikut : "Bagaimana untuk mewujudkan suatu system e-commerce yang sederhana sehingga dapat digunakan oleh semua kalangan tetapi tetap memiliki fitur yang lengkap?."

1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk membangun aplikasi penjualan berbasis web (e-commerce).
Sedangkan tujuan dari penelitian yang akan dicapai dalam pembangunan e-commerce ini adalah sebagai berikut :
1. Membantu meningkatkan penjualan produk yang terdapat di X komputer.
2. Berusaha meningkatkan image RUKO X Komputer.
3. Memberikan kemudahan kepada pelanggan dan konsumen untuk memesan produk yang ditawarkan dengan layanan pembelian secara online dan pembayaran dengan menggxmakan paypal dan transfer antar bank.

1.4 Batasan Masalah/Ruang Lingkup
Untuk meghindari permasalahan agar tidak meluas dan pembahasan lebih terarah, maka permasalahan akan dibatasi pada :
1. Pembatasan pada Feature Administrative Tool, meliputi :
A. Pengaturan Pada Data Produk meliputi pembatasan sebagai berikut :
a. Data Produk
b. DataKategori
c. Data Merk
d. Detail Produk
e. ManajemenHarga
f. Gambar Produk
g. Pengelolaan Stock (stok akan berkurang ketika barang sudah di bayar)
B. Manajemen Pemesanan meliputi batasan seperti berikut :
a. Pencarian Pesanan (untuk mempermudahkan admin untuk mencari siapa saja yang sudah memesan dan membayar pesanannya)
b. Update Status Pesanan (Dipesan->Dikonfirmasi->Dibayar->Dikirim->Diterima oleh pemesan)
c. Konfirmasi Pembayaran (jika si pemesan melakukan pembayarannya menggunakan payment gateway karena pembayaran yang dilakukan secara online maka akan langsung mengubah data pemesanan secara otomatis, sehingga biasanya tidak diperlukan konfirmasi, karena konfirmasi akan dilakukan antara payment gateway dengan situs e-commerce. Dalam Paypal hal tersebut dikenal dengan IPN (Instant Payment Notification).
d. Pembatalan Pesanan (jika barang yang sudah dikirim maka tidak bisa dibatalkan)
C. Manajemen Pembayaran meliputi batasan sebagai berikut :
a. Dapat melakukan pembayaran secara COD (Cash On Delivery) khusus untuk daerah X
b. Dapat melakukan pembayaran secara tunai dengan datang langsung ke RUKO X Komputer
c. Dapat melakukan pembayaran melalui transfer antar bank (BCA dan BNI)
d. Dapat melakukan pembayaran secara online dengan menggunakan Payment Gateway (Paypal)
D. Manajemen Shipping
a. Menggunakan Jasa Pengirimin JNE yang sudah dipercaya oleh banyak orang di Indonesia dan sebagian besar Masyarakat Indonesia menggunakan jasa pengirimin ini dan di JNE pun sudah ada fasilitas Tracking (penelusuran pengiriman)
b. Menyediakan pengelolaan lokasi pengirmin dan harga kirimnya
E. Pembuatan Laporan yang akan dilakukan perbulan dan per-periodik.
Pembuatan laporan meliputi :
a. Laporan Penjualan (hanya pesanan yang sudah dibayar saja yang akan terlihat)
b. Laporan Produk.
F. Untuk mempermudahkan melihat atau mencocokan dan menyimpan database yang baru dengan database yang lama maka diadakan fasilitas Backup dan Restore database
G. Pengolahan return barang (syarat dan ketentuan berlaku), minta persetujuan kepada admin terlebih dahulu sebelum mengembalikan barang.
2. Pembatasan pada Feature Shoping (Frontend), meliputi :
A. Pencarian Produk (berdasarkan nama produk)
B. Menampilkan produk diskon, produk terbaru (Newest Product), produk terlaku(global/per kategori) dan produk paling banyak dilihat (Mastef View Product)
C. Tersedia fasilitas pendaftaran member dan login member
D. History Pemesanan
E. Pengiriman informasi pemesanan melalui email ke pemesan setiap ada perubahan status pesanan
F. Mendukung Search Engine Optimization (SEO)
3. Pembatasan pada Feature Security, meliputi :
A. IP-Dedicated
B. Secure Socket Layer (SSL) untuk keamanan
C. Login terlebih dahulu agar bias mengakses situs e-commerce (gunakan email dan password untuk login jika sudah ter-registrasi)
4. Pembatasan pada Feature Communication, meliputi :
A. Menggunakan email yang didaftarkan oleh pengguna
B. Menggunakan Instant Messaging (yahoo Messanger)
C. Menggunakan Handphone untuk customer support
5. Menggunakan bahasa pemprograman PHP dan javascript untuk membangun website e-commerce X komputer dan menggunakan database MySQL untuk pengolahan datanya.

1.5 Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode untuk membuat gambaran atau deskripsi mengenai fakta-fakta dan informasi dalam situasi atau kejadian di masa sekarang secara sistematis, factual dan akurat. Ada dua teknik dalam metodologi penelitian adalah :
1.5.1 Tahap Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Studi Literatur.
Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan literatur, jurnal, paper dan bacaan-bacaan yang ada kaitannya dengan judul penelitian.
b. Observasi.
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelitian dan peninjauan langsung terhadap permasalahan yang diambil.
a. Interview.
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanyajawab secara langsung yang ada kaitannya dengan topik yang diambil.
1.5.2. Tahap pembuatan perangkat lunak.
Teknik analisis data dalam pembuatan perangkat lunak menggunakan paradigma perangkat lunak secara waterfall, yang meliputi beberapa proses diantaranya :
a. System Information Engineering
Merupakan bagian dari sistem yang terbesar dalam pengerjaan suatu proyek, dimulai dengan menetapkan berbagai kebutuhan dari semua elemen yang diperlukan sistem dan mengalokasikannya kedalam pembentukan perangkat lunak.
b. Analisis
Merupakan tahap menganalisis hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek pembuatan perangkat lunak.
c. Design
Tahap penerjemahan dari data yang dianalisis kedalam bentuk yang mudah dimengerti oleh user.
d. Coding
Tahap penerjemahan data atau pemecahan masalah yang telah dirancang keadalam bahasa pemrograman tertentu.
e. Pengujian
Merupakan tahap pengujian terhadap perangkat lunak yang dibangun
f. Maintenance
Tahap akhir dimana suatu perangkat lunak yang sudah selesai dapat mengalami perubahan-perubahan atau penambahan sesuai dengan permintaan user.

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal penelitian ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dijalankan. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang permasalahan, mencoba merumuskan inti permasalahan yang dihadapi, menentukan maksud dan tujuan penelitian, yang kemudian diikuti dengan pembatasan masalah, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Membahas berbagai konsep dasar dan teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian yang dilakukan dan hal-hal yang berguna dalam proses analisis permasalahan serta tinjauan terhadap penelitian-penelitian serupa yang telah pernah dilakukan sebelumnya.
BAB III ANALISIS MASALAH
Bab ini berisi analisis kebutuhan dalam membangun aplikasi ini, analisis sistem yang sedang berjalan pada aplikasi ini sesuai dengan metode pembangunan perangkat lunak yang digunakan. Selain itu terdapat juga perancangan antarmuka untuk aplikasi yang akan dibangun sesuai dengan hasil analisis yang telah dibuat.
BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
Bab ini berisi hasil implementasi dari hasil analisis dan perancangan yang telah dibuat disertai juga dengan hasil pengujian dari aplikasi ini yang dilakukan di ruko X Komputer sehingga diketahui apakah sistem yang dibangun sudah memenuhi syarat sebagai aplikasi yang user-friendly.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan tentang keseluruhan dari pembangunan aplikasi ini dan saran tentang aplikasi ini untuk masa yang akan datang.
SKRIPSI STRATEGI PELAYANAN KEPOLISIAN DAERAH KOTA X MELALUI LAYANAN SISTEM ADMINISTRASI SATU ATAP (SAMSAT) KELILING DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PENGGUNA JASA SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN (STNK)

SKRIPSI STRATEGI PELAYANAN KEPOLISIAN DAERAH KOTA X MELALUI LAYANAN SISTEM ADMINISTRASI SATU ATAP (SAMSAT) KELILING DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PENGGUNA JASA SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN (STNK)

(KODE : ILMU-KOM-0030) : SKRIPSI STRATEGI PELAYANAN KEPOLISIAN DAERAH KOTA X MELALUI LAYANAN SISTEM ADMINISTRASI SATU ATAP (SAMSAT) KELILING DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PENGGUNA JASA SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN (STNK)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Penelitian
Di lembaga/perusahaan apapun sebuah strategi tidak dapat diabaikan, dan dinilai sangat penting, karena Setiap lembaga/perusahaan mempunyai fungsi dan tujuannya masing-masing. Tanpa strategi, perusahaan akan berantakan, perusahaan akan bangkrut, bahkan disaat perusahaan tersebut baru dimulai. Untuk itu, sebuah lembaga/perusahaan memerlukan suatu strategi dengan pemahaman dari berbagai perspektif terhadap situasi dan tantangan yang kompleks yang dihadapi perusahaan. Perumusan strategi menjadi tanggung jawab pemimpin perusahaan sebagai pengambil kebijakan dan keputusan atas setiap tindakan yang akan dilakukan. Namun demikian, strategi suatu perusahaan bukan hanya urusan pada pimpinan saja, tetapi sudah menjadi urusan seluruh pihak terkait, tidak ada pengecualian dalam perumusan strategi perusahaan.
Menurut Glueck dan Jauch yang dikutip oleh Murad dan Henry Sitanggang, pengertian strategi adalah :
"Rencana yang disatukan, luas dan berintregasi yang menghubungkan keunggulan strtegis perusahaan/lembaga dengan tantangan lingkungan, yang di rancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat di capai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi". (Murad dan Henry Sitanggang 1998 : 9).
Secara umum, strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat di capai. Sedangkan secara khusus strategi merupakan tindakan yang bersifat Incromental (senantiasa meningkat) dan terus menerus serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan.
Pada hakekatnya strategi adalah perencanaan (planing) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidaklah berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. (Ruslan 2005 : 123)
Terdapat empat unsur penting dalam pengertian strategi, yaitu kemampuan, sumber daya, lingkungan, dan tujuan. Empat unsur tersebut, sedemikian rupa disatukan secara rasional dan sehingga muncul beberapa alternatif pilihan yang kemudian dievaluasi dan diambil yang terbaik. lalu hasilnya dirumuskan secara tersurat sebagai pedoman taktik yang selanjutnya turun pada tindakan operasional.
Pernyataan stategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Strategi memberikan kesatuan arah bagi semua anggota organisasi. Bila konsep strategi tidak jelas, maka keputusan yang diambil akan berrsifat subjektif atau berdasarkan intuisi belaka dan mengabaikan keputusan yang lain. Menurut Hayes dan Wheel wright yang dikutip oleh Fandy Tjiptono, suatu perusahaan terdapat tiga level strategi, yaitu : level korporasi, level unit bisnis atau lini bisnis, dan level fungsional (Fandy Tjiptono, 1997 : 4).
Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan strategi, yaitu :
1. Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan di masa depan dan menentukan misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan tersebut.
2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menjalankan misinya.
3. Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya.
4. Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi.
5. Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangkapanjang.
Akhirnya tidak terlupakan bahwa keberadaan strategi pun harus konsisten dengan lingkungan, mempunyai alternatif strategi, mempertimbangkan kehadiran risiko, serta dilengkapi tanggung jawab sosial. Singkatnya strategi yang ditetapkan tidak boleh mengabaikan tujuan, kemampuan, sumber daya, dan lingkungan. Didalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.
Dalam hal ini kepolisian daerah kota X, sebagai salah satu instansi pemerintah harus mempunyai strategi pelayanan dalam salah satu tugasnya yang bergerak di bidang pelayanan terhadap masyarakat yang berfungsi sebagai pengayom dan sebagai sahabat di mata masyarakat. Rumusan strategi pelayanan yang dirancang paling tidak, mampu memberikan informasi apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan demikian, siapa yang bertanggung jawab dan mengoperasionalkan, berapa besar biaya dan lama waktu pelaksanaan, serta hasil apa yang akan diperoleh.
Untuk itu, pelayanan publik (public services) oleh kepolisian adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh kepolisian dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat. Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan yang baik akan berefek pada kepuasan yang baik pula dari pelanggan/pengguna jasa.
Menurut Zeithaml yang dikutip oleh Fandy Tjiptono, perwujudan kepuasan pelanggan dapat diidentifikasikan menjadi lima dimensi kualitas pelayanan :
"Pertama, kebutuhan pelanggan yang berfokus pada penampilan barang/jasa. Ini mencakup, antara lain, fasilitas fisik, perlengkapan, penampilan pegawai, dan sarana komunikasi atau sering dikategorikan sebagai tangibles. Kedua, pemenuhan janji pelayanan segera dan memuaskan dari perusahaan atau reliability. Ketiga, pemberian pelayanan secara cepat dan tanggap atau responsiveness. Keempat, jaminan kepada pelanggan (assurance) yang mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf; bebas dari bahaya resiko atau keragu-raguan. Dan yang kelima, adanya kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan pemahaman atas kebutuhan para pelanggannya (emphaty)" (Fandy Tjiptono, 1996 : 70)
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, kepolisian harus mempunyai strategi pelayanan yang baik untuk dapat memberikan pelayanan publik yang lebih profesional sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah melalui Menteri Negara pendayagunaan aparatur Negara nomor 81 tahun 1993 tentang pedoman tatalaksana pelayanan umum yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasar prinsip-prinsip pelayanan sebagai berikut :
1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur dan tata cara pelayanan perlu ditetapkan dan dilaksanakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
2. Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya kejelasan dan kepastian dalam hal prosedur dan tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif, unit kerja pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam meberikan pelayanan, rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayaran, dan jangka waktu penyelesaian pelayanan.
3. Keamanan, dalam arti adanya proses dan produk hasil pelayanan yang dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5. Efesiensi, dalam arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan.
6. Ekonomis, dalam arti bahwa pengenaan biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan : nilai barang dan jasa pelayanan, kemampuan masyarakat untuk membayar, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
7. Keadilan dan Pemerataan, yang dimaksudkan agar jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
8. Ketepatan Waktu, dalam arti bahwa pelaksanaan pelayanan harus dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu dalam merespon prinsip-prinsip pelayanan publik yang perlu dipedomani oleh segenap aparat birokrasi peleyanan publik, maka kiranya harus disertai pula oleh sikap dan perilaku yang santun, keramah tamahan dari aparat pelayanan publik baik dalam cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan proses pelayanan maupun dalam hal ketapatan waktu pelayanan.
Menurut Thoha yang dikutip oleh Widodo mengemukakan bahwa :
"kepolisian harus mengubah peran, dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis" (Thoha dalam Widodo, 2001).
Di tengah masyarakat yang semakin modern ini, untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat, disadari bahwa secara langsung maupun tidak langsung kebutuhan masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia komunikasi sangat fundamental dan berperan. Komunikasi merupakan sarana penting dalam menjalin interaksi dengan orang lain atau masyarakat pada umumnya. Dengan komunikasi manusia dapat melakukan berbagai macam aktifitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Proses komunikasi tersebut berlangsung dalam serangkaian tindakan dan peristiwa dari beberapa komponen untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian komunikasi memiliki karakter yang dinamis dan interaktif. Ini berlangsung dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial.
Menurut Carl I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy mendefmisikan komunikasi "sebagai Proses dirnana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang biasanya lambang bahasa untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan)". (Onong Uchjana Effendy, 2002 : 49)
Di dalam komunikasi terdapat penyampaian informasi dan pengertian informasi dari seseorang kepada orang lain. Melalui lambang-lambang yang telah disepakati bersama (kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan Iain-lain) maka komunikasi terjadi dengan langsung ataupun melalui media. Komunikasi akan timbul apabila terdapat saling pengertian antara pengirim dan penerima sehingga terdapat suatu pemahaman. Bukan berarti bahwa kedua belah pihak harus menyetujui sesuatu gagasan tersebut, tetapi yang penting adalah kedua belah pihak sama-sama memahami gagasan tersebut. Dalam keadaan seperti itu maka komunikasi dapat dikatakan berlangsung dengan baik.
Melalui pemahaman bersama tersebut, tujuan komunikasi adalah adanya perubahan sikap. Melalui pemahaman gagasan bersama diharapkan dapat memberikan rangsangan bagi perubahan sikap yang dilakukan oleh penerima (Komunikan) sesuai dengan tujuan pengirim (Komunikator).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah pernyataan manusia. Pernyataan manusia tersebut dapat berupa kata-kata tertulis ataupun lisan ataupun isyarat-isyarat atau simbol-simbol yang dimengerti oleh komunikan dan komunikator. Dalam menyusun strategi, komunikasi yang digunakan adalah komunikasi organisasi.
Menurut Redding dan Sanborn yang di kutip oleh Muhammad Ami, komunikasi organisasi adalah :
"pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program". (Muhammad Ami, 2001 ; 65).
Dengan demikian, komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam menyusun strategi pelayanan yang dilakukan oleh kepolisian daerah kota X. Salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan kepolisian terutama kepolisian daerah kota X adalah pelayanan dalam membuat dan memperpanjang surat tanda kendaraan bermotor (STNK). STNK merupakan bukti bahwa pemilik kendaraan tersebut telah membayar pajak kendaraan bermotor.
Dalam hal ini, kepolisian daerah Kota X harus terus mensosialisasikan bahwa membuat dan memperpanjang STNK tidak serumit yang dibayangkan. Namun apabila mengingat budaya tidak mau antre, ingin cepat, dan tidak mau sulit menjadi faktor penghambat kelancaran wajib pajak. Selain itu juga, hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung menjamurnya praktik percaloan. Dengan keberadaan calo, otomatis pengguna jasa STNK pun berpikir semuanya bisa diselesaikan dengan cara praktis. Hal ini terbukti dengan kondisi pengguna jasa STNK yang terkadang lebih memilih mengeluarkan uang yang lebih besar untuk mendapatkan atau memperpanjang STNK, asalkan mereka bisa dengan mudah mendapatkan STNK dibandingkan harus mengeluarkan uang harga resmi dengan menjalani prosedur resmi yang mereka anggap melelahkan dan berliku-liku. Walhasil, para calo dianggap sebaga solusi terbaik.
Kebanyakan pengguna jasa calo hanya berpikir sekilas, tanpa mempertimbangkan dampaknya. Banyak kasus kecelakaan yang melibatkan pengemudi pemilik STNK tembakan. Akibat seperti ini yang tidak dipikirkan oleh pengguna jasa dan para calo. Apabila sudah terjadi kecelakaan dan akibat fatal lainnya, masyarakat melimpahkan kesalahan kepada Polri. Tidak fair juga kalau hanya Polri yang dijadikan sebagai sumber kesalahan, sementara kesadaran hukum masyarakat masih kurang.
Oleh karena itu, kepolisian daerah Kota X mengambil kebijakan untuk meresmikan layanan Sistem Administrasi Satu Atap (SAMSAT) keliling. Sebelumnya peneliti akan membahas tentang SAMSAT itu sendiri. SAMSAT adalah suatu sistem kerjasama secara terpadu antara Polri, dinas pendapatan provinsi, dan PT Jasa raharja (Persero) dalam pelayanan untuk menerbitkan STNK dan tanda nomor kendaraan bermotor yang dikaitkan dengan pemasukan uang ke kas negara baik melalui pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor, dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLJJ), dan dilaksanakan pada satu kantor yang dinamakan kantor bersama samsat.
SAMSAT keliling adalah suatu strategi pelayanan dan merupakan layanan baru yang memberikan kesempatan kepada pemilik kendaraan bermotor untuk dapat melakukan pendaftaran, pengesahan STNK/membayar pajak kendaraan bermotor melalui bus pelayanan yang beroperasi. SAMSAT keliling mempakan upaya memenuhi tuntutan publik terkait dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan serta dinamika perkembangan masyarakat. Keberadaan SAMSAT keliling ini, dalam kepadatan aktivitas, pengguna jasa bisa melakukan perpanjangan STNK dengan lebih santai dan rileks cukup membawa Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), STNK kendaraan dan KTP asli, dengan catatan, nama pemilik kendaraan dan KTP sama dan hanya memakan waktu 5 menit, dibandingkan dengan di kantor SAMSAT yang dinilai pelayanannya sangat rumit dari loket satu ke loket yang lainnya.
Tujuan dari pelayanan SAMSAT keliling adalah untuk mendekatkan dan memudahkan pelayanan kepada pengguna jasa STNK, terutama yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, sehingga tidak dapat datang mengurus ke kantor bersama samsat, maka dengan adanya SAMSAT Keliling, pengguna jasa STNK akan sangat terbantu mempersingkat waktu dalam pengurusan pengesahan STNK/pemabyaran pajak kendaraan bermotor. Dalam hal ini, Pemda tak perlu khawatir pendapatan daerah akan berkurang. Justru dengan pelayanan yang kian prima, pengguna jasa STNK kian antusias untuk membayar pajak dan STNK secara resmi.
Disamping itu juga, kembali pada permasalahan keberadaan calo seperti yang sudah peneliti bahas sebelumnya, adanya SAMSAT Keliling ini juga dimaksudkan untuk mengurangi/menghapus praktek percaloan sehingga dapat mempermudah pengguna jasa STNK mengurus STNK, memperbaiki administrasi dan menampilkan profil pemerintah yang transparan. SAMSAT keliling ini bisa menjadi pilot project dalam mengatasi praktik percaloan yang meresahkan pengguna jasa STNK selama ini. Sebagai pilot project, apa yang dilakukan kepolisian daerah kota X ini bisa dijadikan contoh dalam rangka menjadikan calo sebagai musuh bersama. Harus ada pemahaman bersama bahwa praktik calo itu merugikan banyak pihak. Dalam lingkaran Polri sendiri, tidak boleh ada perbedaan persepsi dalam penanganan calo. Jangan sampai muncul fiksi bertentangan, di mana ada pihak yang berusaha melindungi calo dengan menjadi beking. Sementara di pihak lain, sedang ada perang besar-besaran terhadap calo. Perlu suatu tekad bahwa keberadaan calo yang meresahkan pengguna jasa STNK harus segera mendapat penanganan, supaya kepercayaan terhadap Polri semakin meningkat. Sukses Polri dalam menangani berbagai tindak terorisme di dalam negeri harus diikuti keberhasilan di bidang lain. Jangan sampai keberhasilan Polri di satu bidang menjadi tidak terlihat dan dianggap tidak ada oleh masyarakat karena adanya pelayanan yang kurang bagus di bidang lain.
Dalam praktik di lapangan, tentunya kepolisian daerah kota X tidak mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat di bidang pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pelayanan dari pihak kepolisian daerah kota X.
Dalam hal ini kepolisian daerah kota X merancang suatu strategi pelayanan untuk mengatasi kendala-kendala yang akan dihadapi oleh pengguna jasa STNK maupun instansi. Kepuasan akan pelayanan yang diberikan, akan terpenuhi apabila sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa STNK. Dengan begitu harapan dan tujuan kepolisian dapat tercapai sesuai dengan visi dan misi kepolisian daerah kota X.
Berdasarkan latar blakang permasalahan tersebut, maka peneliti merumuskan masalah mengenai "Bagaimana strategi pelayanan kepolisian daerah kota X melalui layanan sistem administrasi satu atap (SAMSAT) keliling dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa surat tanda nomor kendaraan STNK ?"

1.2 Identifikasi Masalah
Untuk mempermudah pembahasan, maka peneliti mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana Perspectif yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?
2. Bagaimana Posisi kepolisian daerah kota X pada layananan SAMSAT keliling dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?
3. Bagaimana Tujuan yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?
4. Bagaimana Perencanaan yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?
5. Bagaimana Pola kegiatan yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?
6. Bagaimana Strategi yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menggambarkan serta menceritakan tentang bagaimana strategi pelayanan kepolisian daerah kota X melalui layanan SAMSAT keliling dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Perspectif yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK.
2. Untuk mengetahui Posisi kepolisian daerah kota X pada layananan SAMSAT keliling dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK ?
3. Untuk mengetahui Tujuan yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK.
4. Untuk mengetahui Perencanaan yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK.
5. Untuk mengetahui Pola kegiatan yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK.
6. Untuk mengetahui Strategi yang dilakukan kepolisian daerah kota X dalam memenuhi kebutuhan pengguna jasa STNK.

1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Komunikasi pada umumnya dan komunikasi organisasi pada khususnya.
1.4.2. Secara Praktis
1. Bagi Peneliti
Kegunaan penelitian ini, bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan sehubungan dengan masalah yang diteliti melalui penerapan ilmu dan teori yang telah di peroleh selama masa perkuliahan serta membandingkannya dengan fakta dan kondisi realita yang terjadi di lapangan.
2. Bagi Akademik
Bagi akademik, Penelitian ini berguna bagi mahasiswa secara umum dan mahasiswa ilmu komunikasi secara khusus sebagai literature, khususnya bagi mahasiswa atau peneliti yang akan melakukan penelitian yang sejenis.
3. Lembaga
Penelitian ini berguna bagi kepolisian daerah kota X sebagai evaluasi dan informasi pada salah satu kegiatan yang di lakukan kepolisian daerah kota X tentang layanan samsat keliling.

1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Mencakup tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian (meliputi; maksud penelitian, tujuan penelitian), kegunaan penelitian (meliputi; kegunaan teoritis, kegunaan praktis), kerangka pemikiran (meliputi; kerangka teoritis, kerangka konseptual), pertanyaan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, lokasi dan waktu penelitian (meliputi; lokasi penelitian, waktu penelitian) dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Mencakup tentang tinjauan mengenai komunikasi (meliputi; definisi komunikasi, proses komunikasi, unsur-unsur komunikasi, sifat komunikasi dan tujuan komunikasi), tinjauan mengenai komunikasi organisasi (meliputi; definisi komunikasi organisasi, arus komunikasi dalam organisasi, dan fungsi komunikasi organisasi), tinjauan mengenai strategi, tinjauan mengenai pelayanan, tinjauan mengenai jasa dan tinjauan mengenai STNK.
BAB III OBJEK PENELITIAN
Mencakup tentang sejarah Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), visi dan misi Kepolisian Daerah (POLDA), Sasaran Kepolisian Daerah (POLDA), struktur organisasi Kepolisian Daerah (POLDA), job description Kepolisian Daerah (POLDA), Sejarah SAMSAT X, Visi Misi SAMSAT X.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian dari hasil penelitian berdasarkan data lapangan yang terkumpul, mencakup tentang analisis deskripsi identitas informan, analisis deskriptif hasil penelitian, dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Mencakup tentang kesimpulan dari hasil pembahasan yang ada pada identifikasi masalah, saran untuk instansi tempat dilakukannya penelitian, dan saran bagi para peneliti selanjutnya.
SKRIPSI AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI DALAM PELAYANAN PUBLIK (STUDI KASUS PELAYANAN KTP DAN KARTU KELUARGA DI KELURAHAN X)

SKRIPSI AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI DALAM PELAYANAN PUBLIK (STUDI KASUS PELAYANAN KTP DAN KARTU KELUARGA DI KELURAHAN X)

(KODE : FISIP-AN-0013) : SKRIPSI AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI DALAM PELAYANAN PUBLIK (STUDI KASUS PELAYANAN KTP DAN KARTU KELUARGA DI KELURAHAN X)




BAB I
PENDAHULUAN


I.1. Latar Belakang Masalah
Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi adalah masyarakat kecewa kepada pemerintah. Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan sudah tidak memiliki haknya lagi. Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan.
Salah satu aspek reformasi mendapat perhatian hingga kini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri, pertahanan dan keamanan moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat.
Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang-Undang No. 33 tahun 2004).
Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good Governance dalam kaitan dengan penggunaan otoritas dan manajemen sektor publik, adalah pervasifnya korupsi yang cenderung menjadi karakter tipikal yang melekat. Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa budaya korupsi telah begitu melekat di dalam birokrasi pemerintah yang justru ditandai oleh kelangkaan sumber daya. Dalam konteks itu, absennya akuntabilitas sangat menonjol dan menjadi satu karakter dominan budaya administrasi selama periode tertentu. (http : //skripsi-tesis. com/docs/akuntabilitas+dan+transparansi+dalam+pelayanan+publik)
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai masalah seperti pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas, serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan eksistensinya oleh rakyat. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki "uang", dengan sangat mudah bisa mendapatkan segala yang diinginkan.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kemudian, terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat yang enggan menyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, akibatnya pelayanan publik menjadi tidak efektif, efisien dan ekonomis, dan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan konvensional. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, dan bukannya untuk melayani (to serve). Padahal pemerintah menurut paradigma pelayanan prima seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah lebih baik, dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlu menyadari bahwa hakikat pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang (Mustopadidjaja AR, 2002)."
Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip Good Governance. Terselenggaranya Good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna, dan bertanggung jawab.
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna. Namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan karakteristik dasarnya yaitu : partisipasi, penegakan hukum, transparasi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efesiensi dan efektifitas, serta profesionalisme. (http : //thamrin.wordpress.eom/2006/ll/l7/10-prinsip-good-governance)
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.
Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah baik yang secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan terhadap prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai yang kurang responsif. Hal-hal inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah.
Padahal di sisi lainnya masyarakat merindukan pelayanan publik yang baik dengan adanya keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Pegawai Negeri sebagai aparat birokrasi selain sebagai aparatur negara dan abdi negara, memiliki peran sebagai abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harusnya mengabdikan diri. Aparat birokrasi diharapkan memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-baiknya oleh penyelenggaraan negara. Salah satu upaya Pemerintah adalah dengan melakukan penerapan prinsip-prinsip good governance (pemerintahan yang baik), yang diharapkan dapat memenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat ataupun publik. Terwujudnya pelayanan publik (public service) yang berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur negara. Untuk itu, aparatur negara diharapkan semakin secara efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pengayoman kepada masyarakat (public) untuk mewujudkan terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance), serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Dan diharapkan melalui penerapan tata pemerintahan yang baik dapat mengembalikan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan.
Selain itu, untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain telah ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelayanan, sementara tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan dan keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta masih banyak praktek pungutan liar dan tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum terlaksananya tranparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik belum memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelurahan X Kecamatan Y yang dalam hal ini sebagai pelaksana pelayanan publik yang langsung bersinggungan dengan masyarakat diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance antara lain akuntabilitas dan transparansi.
Kelurahan sebagai tingkat paling rendah dalam struktur pemerintahan, harus dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Para aparatur harus dapat memperlihatkan kinerja yang baik.
Namun kenyataan di lapangan sering dijumpai adanya berbagai keluhan dari masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh para aparatur pemerintah di kelurahan. Hal ini juga terjadi di Kelurahan X. Kurangnya keramahan pegawai dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi menyebabkan masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan surat-surat seperti KTP dan KK yang seharusnya gratis dan selesai dalam jangka waktu seminggu, tidak terlaksana dengan baik. Pegawai kelurahan terkadang mengutip dana dari masyarakat dalam hal pengurusan KTP dan KK agar cepat siap. Kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat juga mengeluhkan prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Kelurahan X juga tidak pernah menginformasikan suatu bentuk laporan pertanggungjawaban atas kinerja mereka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mengetahui apa-apa saja yang menjadi program kerja kelurahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Transparansi dalam hal pelaksanaan kegiatan dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja membuat masyarakat kurang simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai kelurahan.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk mengambil judul studi tentang "Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus di Kelurahan X Kecamatan Y)."

1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : "Bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y?"

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauhmana implementasi prinsip-prinsip Good Governance khususnya prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Ilmiah
Untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan dan penyempurnaan teori-teori dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik.
2. Manfaat Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah ataupun lembaga-lembaga lain yang membutuhkan serta menjadi acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Governance.
3. Manfaat Secara Akademis
Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X.

1.5. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun, 1983 : 33). Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu :
1. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Akuntabilitas berarti para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Yang menjadi indikator dalam mengukur akuntabilitas antara lain :
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik, dilihat berdasarkan proses yang meliputi; tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan), dan kedisiplinan. Harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
b. Akuntabilitas biaya pelayanan publik, dipungut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
c. Akuntabilitas produk pelayanan publik, persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan. Selain itu prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Transparansi mempakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan, dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi mempakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Yang menjadi indikator untuk mengukur transparansi ini antara lain :
a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
b. Prosedur pelayanan
c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d. Rincian biaya pelayanan
e. Waktu penyelesaian pelayanan
f Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
g. Lokasi pelayanan
h. Janji pelayanan
i. Standar pelayanan publik
j. Informasi pelayanan
SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF PROCESS APPROACH IN TEACHING WRITING VIEWED FROM STUDENTS LEARNING INTEREST

SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF PROCESS APPROACH IN TEACHING WRITING VIEWED FROM STUDENTS LEARNING INTEREST

(KODE : PENDBING-0006) : SKRIPSI THE EFFECTIVENESS OF PROCESS APPROACH IN TEACHING WRITING VIEWED FROM STUDENTS' LEARNING INTEREST




CHAPTER I
INTRODUCTION

This chapter presents the background of the study, problem statements, identification of the problem, limitation of the problems, statement of the problems, and the benefits of the study. Each part will be discussed in different section orderly.


A. Background of the Study
English is still considered one of the most important school subjects and therefore, beginning teachers can find the responsibility of teaching it both exciting and challenging. Everyone agrees that the subject 'English' is vitally important and typically. It is described as the most important of all school subjects, principally because reading, writing, speaking and listening are needed to a greater or lesser degree in every school's subject.
English is also the most consistently controversial and debated subject. It might be argued that English is the subject that many interested parties would most like to control. The history of English is simply a history of constant change. Inevitably, this makes teaching it a special kind of challenge, but it also imbues the subject with energy and excitement. All subjects have their debates and passions but English seems to have the most, and they are very often unusually public and attract plenty of media attention. As media attention is almost inevitably negative, the public perception of English nationally can be that children cannot spell, produce a decent paragraph or even conduct a reasonable conversation; at the same time parents, i.e. members of that 'public', will tell people that their children have received an excellent English teaching at the local school.
Generally speaking, more reading does contribute to greater awareness of the use of language and this will have an impact on pupils' writing. However, this will probably be quite subtle and almost unconsciously achieved as the more sophisticated aspects of language use are adopted in much the same way as grammar is absorbed from birth. But what about those pupils who do not want to read, or do not have the same opportunities to read, or can read at only a decoding level? How do they develop their writing skills?
Writing is one of the most often used skills by the teachers in teaching English at all levels of education. The writing skills include compositions like writing reports, designing posters and invitations, drafting business letters and letters to the editors. Visual and verbal clues can be given to the students as inputs without any additional inputs from the teachers and the students can be asked to form stories, narratives, conclusions, reports and criticisms.
It is undeniable that writing is probably one of the most familiar things in our life. Every day people get written announcements, advertisements, letters, information, even warning in the form of writing. In school, they do a lot of writings such as taking note, making lists, completing laboratory reports and composing any kinds of texts and others. In short, people are consciously or unconsciously engaged in writing a lot. As it becomes crucial to enhance their life, they learn the skills from pre-elementary school to university level. Then, they master them by applying them into business of life.
However learning to write is not an easy task to do. Many students still make errors and mistakes and, then, they are fossilized. Their interest becomes less and less and students begin to create negative stimuli about learning to write. This condition drives the students to assume that writing is a very difficult task to do. Based on the writer's observation in SMK Negeri X in which he teaches English, the task of writing will become more difficult when they have to write in a foreign language like English. The problem emerges as students are not familiar yet with the types of written discourse in English due to lack of exposure. Consequently, they are not able or willing to think directly in English. They, therefore, tend to formulate their ideas in Indonesian language when they express ideas in writing. Afterward they try to translate them in English which is not an easy task and even dangerous.
In fact, the students get insufficient score in writing. They are not able to develop good paragraphs. Although they are able to write paragraphs, they make a lot of grammatical mistakes.
Besides, teachers should be aware of the importance of interest in facilitating and aware of the use of a variety of methods to induce students' interest. Teachers should be able to apply methods that can motivate students to learn English writing and make them actively involved during the instructional activity. In addition, the methods used are hoped can evolve the students' self-confidence and behavior that are creative and innovative.
A good method will have a great influence in teaching learning process. Conversely, if the teacher uses inappropriate method, it will make the students bored in joining the lesson. The learning output, undoubtedly, will not be satisfying. There are several methods that can be used to facilitate learning English writing like process approach and product approach.
Most of traditional approaches of teaching writing focus merely on the product. The production of the composition is structurally correct and well -looking. Unfortunately, this path does not reach the crux of teaching writing itself. In this case the students cannot show up their own ability in writing maximally. They cannot express their ideas. It seems that their ideas just stay put in their mind. This path emphasizes on grammatical correctness and adherence to given models or guidelines only. This method, however, is less effective and makes students having no confidence in expressing their ideas. There is little or no opportunity for the students to add any thoughts or ideas of their own. The inevitable consequence is that little attention is paid to the ideas and meaning of student's writing, what it communicates to the reader, the purpose and the audience (Raimes 1983 : 75). Most students do not know how to do free writing, and they do not possess the strategies for composing texts independently. Furthermore, most of them do not enjoy writing and lack of confidence in writing on their own.
Therefore, the teachers should select and apply an appropriate method and a learning technique in teaching writing that can make the students able to explore and discover their thoughts, construct meaning and asses it at the same time. These characteristics navigate to the process approach. The implementation of process approach is considered as the most appropriate method used to teach writing. In spite of the characteristics possessed by the process approach, this approach can lead the students compose free writing. What is meant by free writing here is a composition that gives freedom to the students to determine the ideas and thoughts about a certain topic given by the teacher. The teacher still determines the framework of the composition that is the genre of the text. By referring to the same genre, the students can freely make their own outline.
By implementing the process approach, the teacher gives opportunities to the students to generate their ideas and thoughts. Consequently, the grammar of the composition might not be totally correct. This condition navigates the teacher to play his role as a guide, a motivator, and also a facilitator. It is important because the ultimate thing that needs to be measured in process approach is the end of the process.
From this idea, the title of this thesis is formulated as follows : THE EFFECTIVENESS OF PROCESS APPROACH IN TEACHING WRITING VIEWED FROM STUDENTS' LEARNING INTEREST (An Experimental Study in SMKN X).

B. Identification of the Problems
The problems that can be identified from the background of the study above are :
1. Students' writing skill is influenced by traininng systematically.
2. Students' writing skill is influenced by the graphics system and spelling convention of language.
3. Students' writing skill is influenced by grammatical knowledge and vocabulary mastery.
4. Students' writing skill is influenced by learning strategies.
5. Students' writing skill is influenced by Process Approach and Product Approach.

C. Limitation of the Problems
Based on the problems that emerge on the identification of the problems above, the research problems are limited to the significant effect of Process Approach viewed from students' learning interest to improve students' English Writing Skill. In this case, the writer merely discusses several genres, i.e. narrative, report, and descriptive. The writer's choice of genre is based on the handout that has been determined by the school.

D. Statement of the Problems
Based on the limitation of the problem above, the problem that will be analyzed in this research is :
1. Is there any difference in English writing skill achievement between students who are taught by process approach and those who are taught by product approach?
2. Is there any difference in English writing skill achievement between students who have high learning interest and those who have low learning interest?
3. Is there the interaction effect between teaching methods and students' learning interest in teaching writing?

E. Objective of the Study
The objectives of the study can be elaborated as follows :
1. To find out whether there is any difference in English writing skill achievement between students who are taught by process approach and those who are taught by product approach.
2. To find out whether there is any difference in English writing skill achievement between students who have high learning interest and those who have low learning interest;
3. To find out whether there is the interaction effect between teaching methods and students' learning interest in teaching writing.

F. Benefits of the Study
The result of the study will be useful for both teachers and students. They might be essential in :
1. Giving information to the students to enrich their insight, and get better learning by which they will be able to improve their writing skill;
2. Giving information to the teachers about process approach and the importance of students' learning interest to improve the students' English writing skill. In addition, the teachers are also motivated to find an active, creative, and fun strategy as an effort to minmize the students' weaknesses and maximize the students' writing skill in vocational high school;
3. Giving reference to other researchers who want to conduct research in the same field or topic.