Search This Blog

SKRIPSI KORELASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMP X

SKRIPSI KORELASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMP X

(KODE PEND-AIS-0051) : SKRIPSI KORELASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMP X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya pembudayaan manusia. Karena itu, setiap wacana pendidikan selalu menarik perhatian publik. Melalui pendidikan, kepribadian siswa dibentuk dan diarahkan sehingga dapat mencapai derajat kemanusiaan sebagai makhluk berbudaya. Untuk itu, idealnya pendidikan tidak hanya sekedar sebagai transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skill) tetapi lebih dari itu adalah transfer perilaku (transfer of attitude).
Di Indonesia sendiri, terutama lembaga-lembaga pendidikan agama seperti madrasah, upaya pembentukan kepribadian siswa secara lebih intens dilakukan melalui pendidikan agama. Diharapkan, pendidikan agama mampu membentengi siswa dari berbagai pengaruh negatif lingkungan, sekaligus dapat menjadi agen sosial (social agent) menuju masyarakat yang lebih berperadaban (civil society). Namun demikian, belakangan masyarakat mulai mempertanyakan efektivitas penyelenggaraan pendidikan agama dalam konteks pembentukan perilaku siswa.
Fenomena dalam masyarakat memperlihatkan bahwa secara umum hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dewasa ini belum memuaskan banyak pihak, dan bahkan dinilai gagal. Pendidikan agama Islam dinilai masih terkesan berorientasi pada pengajaran agama yang bersifat kognitif dan hafalan, kurang berorientasi pada aspek pengamalan ajaran agama. Diantara indikator yang sering dikemukakan, bahwa dalam kehidupan masyarakat, masih dijumpai banyak kasus tindakan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran agama. Adanya kekerasan dan keberingasan yang dilakukan di kalangan pemuda, pelajar dan mahasiswa, masih marak diberitakan dalam media massa. Demikian juga perilaku maksiat, kasus kehamilan di luar nikah di kalangan siswa-siswa sekolah serta banyaknya para siswa sekolah terlibat dalam penggunaan narkoba, memperlihatkan adanya penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama siswa belum memadai.
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. PAI diharapkan dapat dipahami dengan baik oleh siswa, agar dengan pemahaman ini siswa dapat mengaktualisasikan nilai-nilai agama yang diperoleh dalam praktek kehidupannya. Guru diharapkan dapat menyampaikan materi secara komunikatif, edukatif dan persuasif sehingga tujuan yang diharapkan dapat terpenuhi. Berdasarkan uraian diatas, maka PAI memiliki peran dalam penanggulangan perilaku yang kurang baik melalui interaksi edukatif yang dilakukan antara guru dan siswa.
Pengembangan pendidikan lebih berorientasi pada kompetensi peserta didik, dan difokuskan pada kemampuan life skill siswa. Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam adalah; siswa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT; berakhlaq mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitar; mampu membaca dan memahami al Qur'an; mampu beribadah dan bermuamalah dengan baik dan benar; serta mampu menjaga kerukunan intern dan antar umat beragama.
Keberhasilan kompetensi dasar tersebut diperlukan adanya penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik agar dapat melaksanakan program-pro gram pembelajaran dan mengimplementasikan program tersebut pada setiap mata pelajaran.
Menurut Harun Nasution sebagaimana dikutip Muhaimin, salah satu kegagalan dan kelemahan Pendidikan Agama Islam karena dalam praktik pendidikannya, hanya memperhatikan aspek kognitif semata dan mengabaikan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal inti dari pendidikan agama adalah pendidikan moral.
Dari sinilah, maka perlu adanya pembelajaran PAI yang tidak saja menekankan aspek pengetahuan (kognitif), tetapi yang lebih penting adalah pembelajaran PAI yang mampu memberikan bimbingan secara intensif tentang aspek psikomotorik dan afektif para siswa. Ketiga aspek tersebut harus berjalan secara berimbang. Pada aspek kognitif nilai-nilai ajaran agama diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya secara optimal. Sedangkan aspek afektif diharapkan nilai-nilai ajaran agama dapat memperteguh sikap dan perilaku keagamaan. Demikian pula aspek psikomotor diharapkan mampu menanamkan keterikatan dan keterampilan lakon keagamaan.
Perilaku siswa tentunya tidak hanya dipengaruhi oleh tiga ranah di atas, karena tiga ranah tersebut masih terbatas pada pengaruh pendidikan di sekolah. Selain unsur pendidikan di sekolah, perilaku siswa juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan keluarga dan masyarakat. Ketika siswa melakukan aktualisasi diri dan bersosialisasi, hal itu merupakan refleksi dari kondisi psikis siswa pengaruh dari pendidikan di sekolah, interaksi antara siswa dengan keluarganya dan interelasi antara siswa dengan masyarakat lingkungannya. Menurut Jalaluddin, kebiasaan yang dimiliki anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga, orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, dan melindungi serta membimbing keturunan mereka. Lebih lanjut Dadang Hawari dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian anti sosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis. Selain faktor keluarga, masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Masyarakat ikut mempengaruhi perilaku menyimpang anak. Masyarakat dibagi dua bagian; pertama faktor kerawanan masyarakat dan kedua faktor daerah rawan.
SMP Negeri X sebagai salah satu sekolah yang ikut bertanggung jawab dalam pembentukan perilaku siswa usia remaja di Surabaya, sedang melakukan pembelajaran PAI ketiga ranah di atas (kognitif, afektif, psikomotor) melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan pengamatan sementara, dijumpai ada beberapa siswa yang sering bolos sekolah, absen beberapa pelajaran, tidak aktif dalam kelas, suka mengganggu teman ketika pelajaran sedang berlangsung, meremehkan pelajaran agama walaupun siswa tidak pandai, sikap kurang sopan terhadap guru, ketidakaktifan siswa salat dhuhur berjamaah di sekolah. Bahkan ada orang tua siswa yang memindahkan anaknya ke sekolah lain karena tahu anaknya nakal sementara pihak sekolah membiarkan saja tanpa tindakan tertentu atau memanggil orang tua siswa. Oleh karena itu, persoalan di atas menarik untuk diteliti, karena terdapat ketidaksesuaian antara idealitas dan realitasnya. Penulis akan melakukan penelitian dengan mengambil judul "Korelasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Perilaku Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Negeri X".

B. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri X?
2. Bagaimana perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X?
3. Bagaimana korelasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan hasil belajar Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri X.
2. Untuk mendeskripsikan perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X.
3. Untuk membuktikan korelasi antara hasil belajar Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri X.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat atau berguna bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi sekolah, sebagai masukan dan refleksi sekolah tentang korelasi antara hasil pembelajaran PAI dengan perilaku siswanya
2. Bagi penulis, sebagai persyaratan akademis menjadi sarjana Pendidikan Agama Islam
3. Bagi para peneliti, sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Asumsi Penelitian
Asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti, harus dirumuskan secara jelas. Manfaatnya untuk memperkuat permasalahan, membantu peneliti dalam memperjelas obyek penelitian, wilayah pengambilan data, dan instrumen pengumpulan data. Asumsi dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar merupakan prestasi akademis yang bersifat formal.
2. Perilaku merupakan refleksi dari kondisi mental anak, meliputi; emosi, pikiran, dan bersifat non formal.
3. Perilaku siswa juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana siswa tersebut berada, kondisi jiwa atau psikis siswa, dan pergaulan dengan individu lain.

F. Definisi Operasional
Judul penelitian ini adalah "Korelasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Perilaku Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Negeri X". Agar tidak terjadi misinterpretasi dalam pemahaman judul penelitian ini, penulis perlu menegaskan istilah yang dimaksud:
Korelasi : keterkaitan; perkorelasi dua masalah yang tidak saling menyebabkan. Maksudnya adalah hasil belajar tidak selalu terkait dan saling menyebabkan dengan perilaku siswa.
Hasil belajar : kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Maksudnya di sini adalah siswa memperoleh hasil dari suatu interaksi tindakan belajar pada materi Pendidikan Agama Islam. Diawali dengan proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menentukan nilai hasil belajar, yang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perilaku siswa : tindakan, perbuatan, kelakuan, tabiat, perangai. Yang dimaksud dengan perilaku siswa di sini adalah perilaku keagamaan dan akhlak dalam pergaulan sehari-hari.

G. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan penelitian ini agar supaya kronologis dan sistematis, penulis menyajikan sistematika bahasan sebagai berikut :
Bab I : berisi pendahuluan. Dalam bab ini penulis menjelaskan beberapa hal, diantaranya tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi dasar penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional judul, metode penelitian yang meliputi jenis dan rancangan penelitian, operasional variabel, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab II : berisi landasan teori. Dalam bab ini penulis membahas tentang teori-teori dasar yang terbagi menjadi tiga sub bab, Pertama, teori tentang hasil belajar PAI (di dalamnya membahas pengertian hasil belajar PAI, pembagian hasil belajar PAI, pengukuran hasil belajar PAI ke dalam berbagai ranah). Kedua, teori tentang perilaku siswa (di dalamnya membahas pengertian perilaku siswa, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku siswa, perkembangan perilaku siswa di sekolah, contoh perilaku siswa). Ketiga, korelasi antara hasil belajar PAI dengan perilaku siswa.
Bab III: berisi laporan hasil penelitian. Dalam bab ini penulis membahas tentang gambaran umum (profil) obyek penelitian, penyajian data dan analisis data.
Bab IV : berisi kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis menarik kesimpulan dan memberi saran, sebagai hasil akhir dari penulisan skripsi ini.
SKRIPSI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X

SKRIPSI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X

(KODE PEND-AIS-0050) : SKRIPSI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai kegiatan sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam sebuah proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan, semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral. Pendidikan sebagai suatu sistem tidak lain dari sesuatu totalitas fungsional yang ada dalam sistem tersusun dan tidak dapat terpisahkan dari rangkaian unsur atau komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam undang-undang RI no: 20 tahun 2003 pada bab ke II, pasal 3 yang berbunyi: "pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Secara garis besar pendidikan adalah upaya membentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat meransang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan dalam kebiasaan dan sifatnya.
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan disekolah dasar bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik dalam bentuk penanaman dasar keimanan, ketakwaan, hidup sehat, penguasaan membaca, menulis, berhitung dan dasar-dasar keilmuan dan kecakapan; pembiasaan berpikir kreatif dan bekerja mandiri; penghayatan keindahan; aktualisasi nilai-nilai dan penerapan prinsip demokrasi; penanaman kepekaan dan tanggung jawab social; pengenalan karakter bangsa; pemeliharaan lingkungan alam dan pelaksanaan tugas secara bertanggung jawab.
Adapun proses-proses perkembangan individu yang berkaitan lansung dengan kegiatan belajar di Sekolah Dasar adalah:
1. Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam ketrampilan fisik anak (motor skill);
2. Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan otak anak; dan.
3. Perkembangan social dan moral (social and moral development),yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Menurut teori Bloom yang dikenal dengan ‘’Taxonomy Bloom’’ tentang ranah psikologis anak antara lain yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah psikologis yang lebih penting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan psikomotor (karsa). Tidak seperti organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran melainkan juga menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan.
Kemampuan kognitif adalah proses mengolah informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, intelegensia, belajar, pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Secara lebih luas menjangkau kreativitas, imajinasi dan ingatan. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan lingkungan (faktor dasar dan ajar).
Menurut Sumantho dari bukunya "Andi Mappi Are" ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak antara lain:
1. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga dapat berfikir reflektif.
2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir professional.
3. Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah serta menarik kesimpulan yang baik dan benar.
Kita akui bersama bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Dari perbedaan kemampuan ini sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan formal berkewajiban memberikan kesempatan belajar seluas-luasnya kepada semua anak untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya serta memberinya kebebasan untuk bereksplorasi dengan apa yang ia dapat didalam kelas.
Menurut Arnold Gessel, seseorang mempunyai perasaan ketuhanan sejak ia pada berusia bayi. Perasaan ini sangat memegang peranan penting dalam memgembangkan sikap keagamaan seseorang. Adapun sikap keagamaan pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) adalah sebagai berikut :
1. Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif namun sudah disertai dengan pengertian.
2. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman kepada indikator-indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
3. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
Periode sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Menurut Zakiah Darajat, Mengemukakan bahwa Pendidikan Agama disekolah dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan pembentukan kepribadian dan akhlak anak. Dalam hal ini sikap keagamaan siswa berhubungan dengan pemahaman siswa terhadap Pendidikan Agama Islam.
Perlu kita ketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi maka keyakinan dan penghayatan siswa menjadi kuat jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Sehingga siswa dapat merealisasikan dalam bentuk sikap keagamaan pada kehidupan sehari-hari. Namun, tidak menuntut kemungkinan siswa yang memiliki pengetahuan, pemahaman dan keyakinan yang tinggi terhadap ajaran agama Islam, Sering kali mengabaikan ajaran agama Islam seperti halnya sholat. Padahal Islam mengajarkan agar kita sholat pada waktunya.
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam, maka penulis mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut dengan judul skripsi "STUDI KORELASI KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN X"

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul suatu permasalahan, sehingga perumus merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan kognitif pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X?
2. Bagaimana sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X?
3. Adakah korelasi kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X?

C. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya bias yang dapat ditimbulkan dari pembahasan dan judul penelitian yang penulis buat, maka ada beberapa kata dan istilah yang perlu penulis tegaskan, antara lain:
1. Korelasi
Korelasi bisa diartikan suatu hubungan sebagai asosiasi antara variabel atau hubungan yang bersifat prediksi dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Korelasi juga bisa diartikan sebagai keterkaitan, hubungan antara dua variabel atau lebih yang pada dasarnya memiliki perbedaan tapi memberikan implikasi satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Kemampuan Kognitif
Menurut Bloom, proses belajar baik disekolah maupun diluar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai taxonomy Bloom, yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu:
a. Pengetahuan (Mengingat, Menghafal).
b. Pemahaman (Menginterprestasikan).
c. Penerapan (Menggunakan konsep untuk memecahkan masalah);
d. Analisis (Menjabarkan suatu konsep);
e. Sintesis (Menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
f. Evaluasi (Membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap-tiap orang. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan lingkungan (faktor dasar dan ajar).
Proses belajar mengajar adalah upaya menciptakan lingkungan yang bernilai positif, diatur dan direncanakan untuk mengembangkan faktor dasar yang dimiliki oleh anak. Dalam hal ini tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar pada materi Pendidikan Agama Islam.
3. Sikap
Sikap adalah kesiapan yang kompleks dari seseorang individu untuk memperlakukan suatu objek. Adapun sikap yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah kesiapan atau kecenderungan siswa untuk bereaksi yang dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterimanya dari guru agama baik yang dilakukan di sekolah, maupun diluar sekolah.
4. Keagamaan
Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu mengenai agama. Jadi sikap keagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya pada agama.
Yang dimaksud sikap keagamaan dalam skripsi ini adalah sikap individu terhadap diri sendiri, sikap individu di sekolah yang meliputi hubungan individu dengan guru dan teman sekelas, sikap individu dirumah yang meliputi hubungan individu dengan orang tua.
5. Pendidikan Agama Islam
Dalam hal ini materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di kelas IV pada semester genap yang meliputi: Surat Al-Kautsar (al-Qur'an), Iman kepada malaikat-malaikat Allah SWT (Aqidah), Hormat kepada guru dan tetangga (Akhlak).

D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan kognitif pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN X.
b. Untuk mengetahui bagaimana sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X.
c. Untuk menemukan ada dan tidaknya korelasi antara Kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam di SDN X.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi:
a. Secara teoritis
1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi penulis serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1) jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah.
2) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan, khususnya dalam kemampuan kognitif siswa pada waktu proses belajar mengajar.
b. Sosial Praktis
Guru: Sebagai masukan bagi guru sehingga dalam pembelajaran guru dapat mengantisipasi kemungkinan kesulitan belajar yang dihadapi anak dalam proses belajar mengajar.
Siswa: Dapat membantu siswa dalam meningkatkan pengetahuan dan pengamalan sikap keagamaan pada pelajaran pendidikan agama Islam.
Peneliti: Merupakan bahan informasi guna meningkatkan dan menambah pengetahuan serta keahlian dalam mengembangkan ilmu pendidikan di masyarakat.

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan prediksi terhadap hasil penelitian yang diusulkan dan diperlukan untuk memperjelas masalah yang sedang diteliti. Berarti Hipotesis merupakan pemecahan sementara atas masalah penelitian yang menjelaskan dua variabel atau lebih. Hipotesis pada umumnya digunakan untuk menggambarkan hubungan antara dua variable yaitu independent variable (X) adalah kemampuan kognitif dan dependen variable (Y) adalah Sikap keagamaan anak pada pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Pernyataan tersebut belum sepenuhnya diakui kebenarannya dan harus diuji terlebih dahulu. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis Kerja (Ha)
Hipotesis kerja (hipotesis alternatif) menyatakan bahwa adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y, atau yang menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok. Dengan demikian, hipotesis kerja dalam penelitian ini menyatakan adanya korelasi antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN X.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis Nol (Hipotesis Statistik), biasanya dipakai dengan penelitian yang bersifat statistik yang diuji dengan penghitungan statistik Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh antara variabel X dan variable Y. Dengan demikian hipotesis nol dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak adanya korelasi antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan anak pada Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN X.

F. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian yang berjudul KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI X, menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, dalam bab I ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan kegunaan penelitian, hipotesa, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan yang dibahas sebagai pengantar untuk memasuki bab-bab berikutnya.
BAB II: Landasan teori, dalam bab II ini peneliti membagi dalam 2 (dua) masalah yang merupakan konsep untuk menjalankan teori yang akan dihubungkan sebagai berikut: bahasan masalah kemampuan kognitif, meliputi pengertian kemampuan kognitif, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, kawasan kognitif, teori-teori kognitif, arti penting kemampuan kognitif bagi proses belajar terutama pada pelajaran pendidikan agama Islam.. Selanjutnya pembahasan tentang sikap keagamaan meliputi: pengertian sikap keagamaan, tujuan sikap keagamaan, faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan, dan bentuk sikap keagamaan. kemudian korelasi kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam.
BAB III: Laporan hasil penelitian, yang berisi gambaran umum obyek penelitian, penyajian dan analisa data.
BAB IV: Penutup, dengan rincian kesimpulan dan saran-saran.
SKRIPSI INISIATIF GURU AGAMA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SKRIPSI INISIATIF GURU AGAMA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(KODE PEND-AIS-0049) : SKRIPSI INISIATIF GURU AGAMA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional diatas, peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam mengembangkan misi pendidikan dan pembelajaran disekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan dikelas.
Mengingat sangat kompleksnya tujuan pendidikan, maka betapa besar dan berat tugas seorang pendidik dalam menciptakan kualitas hasil pendidikan. Ketrampilan guru mengajar sangat besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan (out put). Ketrampilan guru dalam mengajar merupakan faktor yang paling dominan dalam upaya mentrasfer ilmu pengetahuan pada paserta didik, karena hal itu dapat mengatasi kebosanan siswa dalam belajar, sehingga tercipta suasana belajar yang kreatif dan menyenangkan.
Mengajar adalah tindakan kompleks yang memerlukan inisiatif mengajar agar siswa mempunyai kreativitas yang tinggi terhadap pelajaran yang disajikan. Jika guru tidak banyak berinisiatif dalam mengajar maka kegiatan pembelajaran akan membosankan siswa, perhatian siswa kurang, mengantuk dan akibatnya tujuan pembelajaran tidak tercapai sesuai dengan harapan.
Inisiatif dapat timbul dari mana saja, yang tercipta karena adanya dorongan atau keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Secara umum guru dikatakan inisiator apabila memiliki ciri antara lain:
- Mengembangkan atau menyempurnakan hal yang sudah ada sehingga menjadi lebih sempurna.
- Menemukan hal baru yang belum ada dalam dunia pendidikan.
- Mengacu pada tujuan pendidikan nasional, institusional, dan kulikuler.
- Mempunyai gagasan baru untuk diterapkan dalam kelas.
- Mampu memadukan antara teori dan praktik.
- Mampu menjabarkan buku teks ajar dengan lingkungan sekitar.
- Memotivasi anak mempelajari lingkungan alam untuk disesuaikan dengan buku teks ajar.
- Memberi contoh pada peserta didiknya untuk disiplin dan bertanggung jawab.
- Memotivasi anak didik untuk mengadakan pengamatan fenomena social dan penelitian ilmiah pada alam.
- Memotivasi peserta didik untuk mengkritisi buku teks ajar dan mengembangkannya sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat global.
Kreativitas menurut Clark Moustakes adalah pengalaman mengespresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam dan orang lain Oleh karena itu, masa pertumbuhan siswa harus dipelihara, diisi dengan hal-hal yang sesuai dengan sifat fitrahnya yang terletak diberikan Allah perlu ditanamkan rasa ketaqwaan, keimanan, kepribadian yang baik, kreativitas, intelegensi serta situasi yang indah, kelak akan menjadi manusia yang berkepribadian baik serta berguna bagi nusa dan bangsa.
Setiap orang mempunyai kreativitas dengan kreativitas orang dapat berkreasi dan dapat mewujudkan dirinya. Pada perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia, kreativitas perlu ditumbuhkan, dipupuk dan dikembangkan, khususnya kreativitas siswa, hal itu dapat dirangsang dengan inisiatif guru. Kreativitas pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, berbentuk berfikir kreatif, dan dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk menciptakan kreativitas dibutuhkan lingkungan Pembelajaran yang kondusif, yang menyenangkan (fun), penuh rasa humor, spontan, dan memberi ruang bagi individu untuk melakukan berbagai permainan atau percobaan. Membentuk lingkungan yang kondusif seperti itu sangatlah tidak mudah bagi seorang guru. Mendorong kreativitas dalam pembelajaran menuntut iklim yang permissif terhadap existensi individualitas dan penerimaan terhadap rasa humor, disamping tetap memegang teguh rasa hormat, kepercayaan dan komitment sebagai norma yang berlaku.
Untuk menumbuhkan kreativitas siswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif, pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif dengan membantu mengusahakan sarana dan prasarana yang diperlukan.
Salah satu inisiatif guru agama yang dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada tujuan utama pendidikan yaitu dengan menggunakan metode probing question (pertanyaan menggali) dengan menggunakan metode probing question menjadikan siswa lebih kreatif dalam berfikir dan siswa mendapatkan informasi dari jawaban yang lengkap dan jelas.
Dari uraian diatas penulis ingin membuktikan bahwa sesungguhnya inisiatif guru agama ini sangat berguna bagi siswa serta dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam. Dalam hal itu mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul "Inisiatif Guru Agama Dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XI di SMAN X"

B. Identifikasi Variable dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Variabel
Variable adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.6 Sedangkan dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variable yang akan dianalisis yaitu:
a. Variable Inisiatif Guru Agama termasuk pada variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel yang mempengaruhi sesuatu atau variabel yang lain. Variabel ini dilambangkan dengan huruf "X".
b. Variabel kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam termasuk pada variabel terikat (dependent variabel) yaitu variabel yang menjadi akibat dari variabel dari lain. Variabel ini dilambangkan dengan huruf "Y".
2. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian rumusan masalah merupakan hal yang penting dan akan menentukan arah suatu penelitian itu sendiri. Dengan demikian rumusan masalah yang jelas dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan langkah selanjutnya. Berangkat dari latar belakang masalah diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana inisiatif guru agama pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X?
b. Bagaimana menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X?
c. Apakah inisiatif guru agama dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam di SMAN X?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setelah identifikasi masalah selesai dirumuskan maka pada hakikatnya kita telah mempunyai inti dari tujuan penelitian yang dilakuakan. Tujuan penelitian ini dicantumkan dengan maksud agar kita maupun pihak lain yang membaca laporan penelitian ini sesungguhnya.
Adapun tujuan penelitiannya adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Inisiatif Guru Agama pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X.
b. Untuk mengetahui bagaimana menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam kelas XI di SMAN X.
c. Untuk membuktikan apakah Inisiatif Guru Agama dapat Menumbuhkan Kreativitas Belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XI di SMAN X.
2. Kegunaan penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kita akan dapat mengharapkan manfaat dari hasil penelitian adalah:
a. Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan khususnya dalam menambah pengetahuan tentang inisiatf guru agama dan keefektifannya untuk menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi institute pendidikan islam.

D. Definisi Operasional
Agar tidak salah pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda terhadap judul skripsi ini, kiranya perlu dijelaskan beberapa istilah yang termasuk dalam judul skripsi ini:
1. Inisiatif : Usaha mula-mula, prakasa. guru agama: Guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dan sebagainya) serta dengan ajaran kebatinan dan kewajiban-kewajiban dengan kepercayaan itu.
Jadi Inisiatif Guru Agama adalah usaha mula-mula atau ide seseorang dalam mengajar pelajaran agama, dalam hal ini adalah inisiatif guru agama islam.
2. Menumbuhkan: Berasal dari kata dasar "tumbuh" yang berarti bertambah besar, sempurna dan mendapat imbuhan me-kan sehingga artinya menjadi bertambah sempurna.
3. Kreativitas: adalah keterampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subyek dari perspektif baru dan membentuk kombinasi-kombinasi baru, dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran.
4. Belajar: adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
5. Siswa: adalah murid-murid kelas XI yang belajar di Sekolah Menengah Atas Negeri X.
6. Pendidikan agama islam: adalah upaya sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Jadi judul secara keseluruhan yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini adalah "Inisiatif Guru Agama dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XI di SMAN X " penerapan inisiatif guru agama diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa karena dengan inisiatif guru agama akan menyebabkan timbulnya suatu dorongan yang akan ada pada diri siswa sehingga dapat menimbulkan siswa menjadi kretif dalam proses belajar mengajar terutama pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E. Alasan Memilih Judul
Adapun yang menjadi alasan memilih judul penulis mengakat judul skripsi diatas adalah sebagai berikut:
1. Penulis ingin membuktikan bahwa Inisiatif Guru Agama dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam karena dalam kenyataannya pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar kebanyakan siswa bersifat pasif dan membosankan.
2. Bagi siswa SMAN X pengajaran yang tidak aktif akan menimbulkan kesulitan belajar yang akhirnya menghambat keberhasilan proses belajar mengajar, oleh karena itu diperlukan inisiatif guru agama untuk menumbuhkan kreativitas belajar siswa sehingga keberhasilan proses belajar mengajar tercapai secara optimal.
3. sesuai dengan studi penulis ketarbiyaan, maka sudah sewajarnya jika penulis mengakat suatu permasalahan yang berhubungan dengan pendidikan.

F. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematiska pembahasan sebagai berikut:
BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan yang memberikan gambaran secara umum kepada pembaca mengenai isi skripsi ini. Didalamnya berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Variabel dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Hipotesis, Definisi Operasional, Alasan Memilih Judul, Metode penelitian meliputi: Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : Pada Bab ini akan dibahas mengenai Landasan Teori yang memaparkan tentang A: Tinjauan Mengenai Inisiatif Guru Agama yang meliputi Pengertian Inisiatif Guru Agama, Syarat Guru Agama, Fungsi dan Peran Guru Agama, Sifat-Sifat Guru Agama, Tujuan Inisiatif, Ciri-ciri Guru inisiator B: Tinjauan Tentang Kreativitas Belajar Siswa Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi Pengertian Kreativitas Belajar, Ciri-ciri Kreativitas Belajar, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Belajar, Tahap-tahap Kreativitas, Pengertian PAI, Tujuan PAI, Ruang Lingkup PAI, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi PAI D: Tinjauan Tentang Inisiatif Guru Agama Dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa
BAB III : Paparan hasil penelitian yang mencakup tentang A: tinjauan tentang gambaran umum Obyek penelitian yang meliputi: Sejarah Singkat, Visi dan Misi, Obyek Penelitian, Keadaan Sarana dan Prasarana di SMAN X Gresik, Keadaan guru, Karyawan dan siswa SMAN X Gresik, Struktur organisasi. B: Tinjauan tentang Penyajian data yang meliputi Penyajian data observasi, Penyajian data interview dan Penyajian data angket. C: Tinjauan tentang Analisis data yang meliputi: Analisis data tentang kreativitas belajar siswa dan analisis data tentang Inisiatif Guru Agama Dalam Menumbuhkan Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI.
BAB IV : Penutup yang berisikan tentang A: Kesimpulan, B: Saran-saran, dan C: Kata Penutup, kemudian dilanjutkan dengan Daftar Kepustakaan dan Lampiran-lampiran.
KRIPSI IMPLEMENTASI REMIDIAL TEACHING DG METODE RESITASI PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS XI

KRIPSI IMPLEMENTASI REMIDIAL TEACHING DG METODE RESITASI PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS XI

(KODE PEND-AIS-0048) : SKRIPSI IMPLEMENTASI REMIDIAL TEACHING DG METODE RESITASI PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS XI




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Di dalam sistem pendidikan Indonesia, belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai- nilai. Manusia tanpa belajar, akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan berfikir manusia- manusia pendahulunya.
Sebelum mempelajari secara khusus mengenai anak didik dalam kaitannya sebagaimana siswa/subjek belajar, perlu kikrannya melihat dari anak didik itu sebagai manusia. Bagaimana manusia itu bertingkah laku, apa yang menggerakkan manusia sehingga mampu mendinamisikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan. Dalam hal ini, ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan- dorongan dari dalam dirin yang bersifat insingtif. Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memang sejak semula sudah ada pada setiap individu.
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Sebab relevan dengan uraian diatas bahwa siswa atau anak didik yang menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Didalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik SMAN X khususnya kelas IPS itu akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah siswa/anak didik (anak berkonotasi dengan tujuan, karena anak didiklah yang memiliki tujuan), bagaimana keadaan dan kemampuanya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok untuk mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan/karakteristik siswa atau anak didik di SMAN X khususnya kelas IPS adalah merupakan subjek belajar. Peseta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk insan yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil, serta sehat jasmani dan rohani. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan juga merupakan suatu jalan atau cara yang mengantarkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Bahkan pendidikan menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalani manusia dalam kehidupannya.
Sebagaimana Hadits Nabi artinya : “Menuntut wajib bagi setiap orang muslim dan muslimah" (HR. Anas ibnu Malik).
Dalam dunia pendidikan dewasa ini muncul keyakinan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien diperlukan metode yang mampu mengaktifkan peserta didik. Berangkat dari keyakinan tersebut, muncullah istilah cara belajar siswa aktif (CBSA). Maksudnya, dalam proses pembelajaran guru perlu menggunakan metode yang mampu mengaktifkan peseta didik. Sayangnya untuk mengaktifkan siswa seringkali guru hanya menggunakan metode bertanya atau metode diskusi. Padahal banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengaktifkan peserta didik, pada pembahasan kali ini penulis menggunakan metode resitasi dalam pembelajaran remedial teaching.
Berangkat dari hal ini secara tidak langsung butuh suatu target atau tujuan pembelajaran guna menanamkan nilai- nilai dalam pendidikan yang bersifat teoritis dan praktis pada pribadi peserta didik.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, tentunya pendidikan hraus ditanamkan kepada anak sejak usia dini sebagai salah satu wujud betapa pentingnya sebuah ilmu pengetahuan yang harus dimiliki bagi setiap orang. Dalam hal ini, Agama Islam sendiri sudah menjelaskan bahwa seseorang yang berilmu akan mendapatkan kemulyaan baik disisi manusia maupun Tuhannya dan Allah akan senantiasa mengangkat derajatnya sebagaimana yang difirmankan dalam surat al- Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
Artinya : "Allah akan meninggikan orang-orng yang beriman diantara kamu dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ". (Al-Mujadalah: 11).
Namun, tampaknya pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan di atas. Padahal dalam pendidikan guru merupakan figur sentral, agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, terlebih dahulu harus memahami dengan seksama hal-hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Namun pelaksanaan pendidikan kita disekolah belum sesuai dengan harapan-harapan. Para guru disekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikannya. Mengapa demikian ? sebab, selama ini belum ada standart yang mengatur pelaksanaan proses pendidikan . Artinya, belum ada pedoman yang bisa di jadikan rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung. Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua guru menyadari dan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pendidikan harus menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa tidak merasa bosan, guru harus memiliki modal pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang disampaikan.
Kondisi seperti ini membutuhkan strategi pembelajaran yang dapat melibatkan semua peserta didik sehingga dapat saling membelajarkan melalui tukar fikiran, pengalaman maupun gagasan-gagasan. Salah satu alternatif yang bisa dipilih dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa yang tidak tuntas yaitu melalui remedial teaching.
Pendidikan pada masa lampau diartikan sebagai proses individual bukan proses kelompok. Pengajaran yang dilakukan guru untuk murid- muridnya diselenggarakan secara perorangan. Oleh karena itu, siswa yang mendapat kesulitan belajar di sekolah dan di rumah tidak terlalu menonjol sebab semuanya telah dapat di pecahkan oleh gurunya pada saat berlangsungnya pengajaran di sekolah.
Pada tahun 1930-an, pakar psikologi berpenpendapat bahwa kemampun (ability) itu bisa diukur dan pengelompokkan siswa bisa dilaakukan sehingga pengajaran klasikal dapat diselenggarakan. Kurikulum sebagai sarana untuk mencapai tujuan dibuat sesuai dengan kebutuhan individual dan kelompok. Konsekuenya, pada tahun 1940, program pendidikan dan pengajaran remedial mulai terorganisasi melalui kebijakan- kebijakan pemerintah dan butir- butir aspirasinya dimasukkan ke dalam UU pendidikan. Alat ukur pendidikan dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk mengembangkan cita- cita diatas. Gerakan pendidikan dan pengajaran remedial memberi harapan baik terhadap murid- murid yang mengalami kesulitan belajar. Apabila kesulitan belajar itu tidak ditangani secara serius, maka kegagalan akan dialami selama- lamanya.
Berkenaan dengan hal ini Depdiknas (2004) mengemukakan dua cara yang dapat ditempuh yaitu: pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan, pemberian tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran mandiri selalu dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai standar kompetensi, kompetensi dasar dan penguasaan materi pembelajaran yang telah ditentukan. Secara garis besar kesulitan dimaksud dapat berupa kurangnya pengetahuan prasyarat, kesulitan memahami materi pembelajaran, maupun kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas latihan dan menyelesaikan soal-soal ulangan. Secara khusus, kesulitan yang dijumpai peserta didik dapat berupa tidak dikuasainya kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Agar peserta didik dapat memecahkan kesulitan tersebut perlu adanya bantuan. Bantuan dimaksud berupa pemberian pembelajaran remedial atau perbaikan. Untuk keperluan pemberian pembelajaran remedial perlu dipilih strategi dan langkah-langkah yang tepat setelah terlebih dahulu diadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, satuan pendidikan perlu menyusun rencana sistematis pemberian pembelajaran remedial untuk membantu mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
Belajar tuntas berasumsi bahwa didalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar.10 Strategi belajar tuntas dapat diterapkan secara tuntas sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Implementasi dalam pembelajaran klasikal, belajar tuntas banyak di implementasikan dalam sistem pembelajaran individual, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik perangkat keras (hardware), maupun perangkat lunak (software), termasuk penggunaan computer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
Pada dasarnya siswa dapat dikatakan tuntas apabila telah mencapai nilai maksimal, nilai maksimal yang ditentukan oleh sekolah SMAN X yaitu 75 untuk mata pelajaran PAI. Siswa yang tidak tuntas dapat mengikuti perbaikan dengan menggunakan metode Resitasi atau penugasan secara langsung yang dilakukan diluar jam pelajaran sekolah.
Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) Ditetapkan antara 0%-100%. Kriteria idial untuk masing- masing idikator lebih besar dari 60 %. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator yaitu 50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah dalam mengukur keberhasilan program yang dikembangkan.
Penentuan kualitas suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh penilaian, penilaian-penilaian itu dilakukan untuk menilai proses pembelajaran, menilai prestasi siswa dalam suatu bidang pembelajara, menilai kemajuan lembagaitu sendiri. Penilaian proses pembelajaran yaitu menilai kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran, menilai tugas- tugas yang diberikan kepada siswa, menilai bakat siswa, dan menilai prestasi siswa dengan menilai tugas harian, ujian tengah semester (UTS), ujuan akhir semester(UAS) dan ujian naik kelas.13
Secara realita, mayoritas di lembaga pendidikan masih banyak yang kurang tepat dalam melaksanakan pembelajaran remidi. Prakteknya bisa dikatakan mengulang lagi soal yang semula belum tuntas dan itu biasa dinamakan HER. Remedial bukan HER, melainkan perbaikan nilai bagi siswa yang belum tuntas belajarnya sesuai dengan nilai ketuntasan minimal atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dengan menggunakan strategi baru, atau menugaskan kepada siswa yang pada akhirnya bisa menjawab soal yang belum tuntas. Inilah praktek remidi yang sesungguhnya.
Oleh karena itu sekolah atau madrasah perlu menetapkan rambu-rambu kriteria standar ketuntasan belajar, sistem penilaian, pindah sekolah dan kriteria kelulusan sesuai kondisi lembagannya masing-masing. Ketuntasan belajar berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah atau madrasah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka masalah pokok yang akan saya rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi remedial teaching dengan menggunakan metode resitasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa kelas XI IPS di SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat remedial teaching dengan menggunakan metode resitasi pada mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) siswa kelas XI IPS di SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX?
3. Bagaimana hasil belajar siswa setelah menggunakan remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa kelas XI IPS di SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa kelas XI IPS di SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) siswa kelas XI di SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX.
3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa kelas XI IPS di SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi peneliti sendiri diharapkan sebagai pengalaman berharga dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan sekaligus memberikan motivasi untuk berkreasi dalam melakukan suatu karya ilmiah.
b. Bagi para guru khususnya Pendidikan Agama Islam SMAN X agar kreatif dan berjiwa inovatif dalam mendesain pembelajaran agama sehingga menarik, efektif dan efisien.
c. Bagi lembaga pendidikan diharapkan sebagai umpan balik bagi pembinaan dan mutu pendidikan sekolah khususnya dalam bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dengan adanya penelitian ini diharapkan peserta didik dapat mengimplementasikan remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa kelas X IPS DI SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX.

D. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul"Implementasi remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) siswa kelas XI IPS di SMAN Xpada tahun pembelajaran XXXX-XXXX".
Untuk memudahkan judul diatas maka peneliti menuliskan dalam definisi konsep di bawah ini :
1. Implementasi
Implementasi artinnya penerapan, pelaksanaan. Implementasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari kedalam situasi kongkret atau nyata mencakup aktivitas pengajaran dalam bentuk interaktif antara guru dan siswa dibawah naungan sekolah.
2. Remidial Teaching
Remidial teaching atau pengajaran perbaikan adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan atau dengan singkat pengajaran yang membuat menjadi baik. Maka pengajaran perbaikan atau remedial teaching itu adalah bentuk khusus pengajaran yang berfungsi untuk menyembuhkan, membetulkan atau membuat jadi baik.
3. Metode
Cara sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan; prinsip dan praktek- praktek pengajaran bahasa.
4. Resitasi
Metode yang dilaksanakan secara langsung, dan penugasan ini bisa dilakukan dirumah, disekolah, diperpustakaan, dan tempat lainnya. Metode penugasan untuk merangsang anak aktif belajar baik secara individual atau kelompok. Oleh karena itu, tugas dapat dikerjakan secara individual maupun secara komunal (kelompok).
5. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Bidang studi atau mata pelajaran yang berisi tentang agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasulnya untuk diajarkan kepada manusia.
6. SMAN X
Lembaga pendidikan formal tingkat menengah atas yang di tempuh setelah lulus dari tingkat menengah pertama.
Dengan penjelasan diatas, yang dimaksud dengan judul "Implementasi remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) siswa kelas XI IPS SMAN X pada tahun pembelajaran XXXX-XXXX" adalah ingin mengetahui proses remedial teaching yang tujuannya yaitu memperbaiki nilai- nilai yang kurang tuntas, dan memperbaikinya dengan metode penugasan secara langsung (resitasi).

E. Alasan Memilih Judul
1. Remidial Teaching adalah suatu pembelajaran yang membuat jadi baik atau bersifat menyembuhkan dalam arti siswa yang tidak tuntas atau nilai kurang dari 75 % maka siswa tersebut mengikuti remidi (perbaikan).
2. Dengan metode resitasi guru agama di SMAN I X memakai metode tersebut, karena metode ini dianggap siswa dapat menangkap dengan cepat, metode ini bersifat santai dan menyenangkan, metode resitasi disebut juga dengan penugasan tetapi bukan pekerjaan rumah (PR).
3. Penerapan remidi dengan metode resitasi ini dapat dilakukan diperpustakaan maupun dimasjid dengan tujuan agar siswa tidak mengalami kejenuhan, guruberharap siswa dapat mendapatkan hasil yang maksimal sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan.

F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan skripsi ini penulis susun dengan menggunakan system bab demi bab. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah :
BAB Pertama : Membahas tentang pendahuluan yang diuraikan menjadi sub bab : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, alasan memilih judul.
BAB Kedua : Merupakan bab landasan teori yang terdiri dari yang pertama tentang remedial teaching yang meliputi : pengertian remedial teaching, cara-cara yang ditempuh dalam remedial teaching, perlunya pengajaran perbaikan, hubungan remedial teaching dalam proses belajar mengajar, pendekatan dalam pengajaran remedial teaching, strategi perbaikan pengajaran. Kedua tentang metode resitasi yang meliputi : pengertian metode resitasi, langkah- langkah metode resitasi, kebaikan dan kelemahan metode resitasi, tujuan metode resitasi. Ketiga tinjauan tentang mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI). Ke empat Hasil belajar siswa setelah menggunakan remedial teaching dengan metode resitasi pada mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI).
BAB Ketiga : Membahas tentang metodologi penelitian meliputi : (Jenis penelitian, sasaran penelitian, jenis dan sumber data, instrument data, dan teknik analisis data) dan di akhiri dengan sistematika pembahasan.
BAB Keempat : Membahas tentang gambaran umum obyek penelitian yang meliputi: Sejarah berdirinya SMAN X, letak geografis, visi dan misi SMAN X, Sarana dan prasarana SMAN X, struktur organisasi SMAN X, keadaan guru,media pendidikan, tata tertib di SMAN X, membahas tentang penyajian data dan hasil analisa data, berisi tentang hasil penelitian yang terdiri dari penyajian data yang diperoleh dari hasil penelitian baik secara teoritis maupun empiris, yang terdiri dari penyajian data yang bersifat kualitatif dan data yang bersifat kuantitatif.
BAB Kelima : Membahas tentang kesimpulan dan saran- saran yang bersifat konstruktif supaya dapat dijadikan sebagai bahan panduan bagi yang membutuhkan, dan terakhir hal ini merupakan hasil akhir dari keseluruhan skripsi ini.
SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN X

SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN X

(KODE PEND-AIS-0047) : SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu ciri manusia berkualitas dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 di atas adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salah satu ciri kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia.
Selama ini pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. Dampaknya, sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Mereka sangat perlu untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat tinggal dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup. Siswa memiliki kesulitan memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.
Adapun tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai melalui proses pembelajaran yang berdasarkan pada kurikulum 2004 adalah melatih cara berfikir dan bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Sedangkan salah satu prinsip pengembangan dalam kurikulum 2004 adalah prinsip berpusat pada anak.
Dipandang dari tujuan pembelajaran secara prinsip pengembangan kurikulum 2004 tersebut, maka model pembelajaran kontruktifis merupakan salah satu model pembelajaran PAI yang sesuai dengan kurikulum 2004. Hal tersebut didukung dengan pendekatan konstruktifis yang berasal dari ide-ide pieget dan vygotsky. Pendekatan konstruktifis menekankan adanya prinsip terpusat pada peserta didik (student centered instruction) dan menyarankan penggunaan kelompok-kelompok belajar dalam proses pembelajaran. Artinya bahwa suatu pembelajaran hendaknya didominasi oleh aktivitas belajar siswa yang mandiri guna mengkonstruksi pengetahuan bagi diri mereka sendiri.
Dunia pendidikan dewasa ini cenderung kembali kepada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik lagi jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak "mengalami" sendiri apa yang dipelajarinya, bukan "mengetahuinya". Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi "mengingat" jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan harus dilakukan.
Seringkali dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam materi tidak sejalan dengan kenyataan yang dihadapi oleh siswa, minimal di tingkat lokal. Padahal proses pendidikan sesungguhnya dijalankan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang (minimal) sanggup menyelesaikan persoalan lokal yang melingkupinya. Artinya, setiap proses pendidikan seharusnya mengandung berbagai bentuk pelajaran dengan muatan lokal yang signifikan dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga output pendidikan adalah manusia yang sanggup untuk memetakan dan sekaligus memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat dengan life skills yang ia dapatkan di bangku sekolahnya.
Berdasarkan pengamatan, selama ini dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru terbiasa menggunakan metode konvensional, dimana siswa kurang terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa cenderung hanya mendengar dan menerima penjelasan dari guru tanpa diberi kasempatan untuk mengutarakan pendapatnya secara lebih luas dan terbuka. Kondisi seperti itu tidak memberdayakan para siswa untuk mau dan mampu berbuat untuk memperkaya belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya. Sehingga tidak akan bisa membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Lebih jauh lagi mereka pun tidak memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be), maupun kemampuan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang beragam (learning to live together) di masyarakat.
Maka saat ini yang seharusnya dilakukan oleh para guru Pendidikan Agama Islam adalah mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik baik dalam pemahaman mengenai ajaran-ajaran agamanya, mendorong mereka untuk mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan kepribadiannya. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi terget penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui dengan diterapkan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI dapat meningkatkan life skills siswa kelas IX SMP Negeri X. Melalui pembelajaran kontekstual siswa dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran yang berbasis masalah, penemuan (inquiry), independent learning, learning community, proses refleksi, permodelan sehingga dari proses tersebut diharapkan siswa dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.
Pendidikan Agama Islam sebagai rumpun pelajaran mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi yang sarat dengan muatan norma, nilai-nilai dan aktualisasi diri dalam kehidupan sehari-hari, sudah barang tentu menuntut adanya sejumlah kompetensi yang harus dimiliki siswa, sesuai dengan tuntutan kurikulum 2004, kompetensi yang harus dimiliki siswa mencakup tiga hal yaitu: 1) kompetensi kognitif; 2) afektif; dan 3) psikomotor. Gabungan dari tiga jenis kompetensi itu yang akan melahirkan life skills (keterampilan hidup). Tuntutan penguasaan kompetensi yang komprehensif ini akan berimplikasi pada proses pembelajaran dan penilaian.
Siswa pada kelas IX ini sebenarnya mempunyai kemampuan berfikir yang bagus, pada awal pembelajaran guru memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, lebih megaktifkan siswa, mendorong mengembangkan kemampuan baru sehingga menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki bekal life skills yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-harinya.

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari masalah di atas maka permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri X ?
2. Apa faktor-faktor pendukung model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri X ?
3. Apa faktor-faktor penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri X ?

C. Batasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya rumusan masalah, maka peneliti membatasi pada masalah penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran ini yang dilihat dari proses pembelajaran PAI yang dilaksanakan di SMP Negeri X .

D. Tujuan Penelitian
Dengan berpijak dari permasalahan diatas maka tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri X
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri X
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri X

E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual pada mata pelajaran PAI dalam meningkatkan Life Skills siswa di SMP Negeri X adalah:
1. Sebagai bahan kajian bagi para pendidik untuk dapat diterapkan dalam pembelajarannya demi kemajuan kegiatan belajar mengajar
2. sebagai bahan pertimbangan bagi para guru agar dapat ditindaklanjuti demi meningkatkan kualitas peseta didik
3. Sebagai khazanah baru dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu pendidikan.
4. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh di bangku pendidikan terutama di perguruan tinggi.

F. Definisi Istilah
Untuk menghindari kesalahfahaman terhadap pengertian dan maksud dari judul penelitian ini, maka penulis akan menguraikan pengertian dan maksud dari judul penelitian ini, diantaranya adalah:
a. Implementasi : Pelaksanaan
b. Model Pembelajaran Kontektual : Konsep belajar yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
c. Pendidikan Agama Islam : Mata pelajaran tentang agama Islam yang ada dan menjadi kurikulum di SMP Negeri X

G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan penelitian ini disajikan dalam bentuk berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah dan sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Meliputi tinjauan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran, yang meliputi : definisi pembelajaran kontekstual, teori yang melandasi pembelajaran kontekstual, prinsip pembelajaran kontekstual, komponen-komponen pembelajaran kontekstual, karakteristik pembelajaran kontekstual, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pembelajaran kontekstual, tahapan dan langkah-langkah pembelajaran kontekstual, penilaian pembelajaran kontekstual. Tinjauan tentang pendidikan agama islam, yang meliputi : pengertian pendidikan agama islam, dasar pendidikan agama islam, fungsi pendidikan agama islam, tujuan pendidikan agama islam. Dan implementasi model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran pendidikan agama islam.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi pendekatan penelitian, lokasi penelitian, jenis data penelitian, sumber data penelitian, teknik mendapatkan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan data.
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN
Meliputi penyajian data, sejarah berdirinya sekolah, visi dan misi sekolah, letak geografis sekolah, sarana dan prasarana sekolah, keadaan guru dan non guru serta siswa, struktur organisasi sekolah, program kerja sekolah. Analisis data yang meliputi tiga pokok permasalahan didalam rumusan masalah.
BAB IV : PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran berkenaan dengan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran.
SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE BERMAIN DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK DI PLAY GROUP X

SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE BERMAIN DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK DI PLAY GROUP X

(KODE PEND-AIS-0046) : SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE BERMAIN DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK DI PLAY GROUP X




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa bidang perkembangan telah terjadi perubahan radikal dalam sikap terhadap pentingnya penyesuaian pribadi dan sosial anak-anak ketimbang dalam bermain. Perubahan sikap ini bukan hanya saja terjadi dikalangan para ilmuan tetapi juga di kalangan orang awam. Sejak peralihan abad sekarang telah terjadi perubahan sikap yang radikal terhaadap bermain sebagai hasik studi ilmiah mengenai apa saja yang dapat disumbangkan bermain bagi perkemmbangan anak.
Para ilmuan telah menunjukkan bahwa bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga, karena ketika bermain anak dapat mendorong imajinasi anak dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tetapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. Orang tua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orang tuanya dan keluarganya.
Permainan merupakan gejala umum, baik di dunia hewan maupun kalangan masyarakat seperti lingkungan anak-anak, pemuda, dan orang dewasa. Permaian merupakan kesibukan yang dipilih sendiri tanpa ada unsur paksaaan, tanpa di desak oleh rasa tanggung jawab permainan tidak mempunyai tujuan permainan terletak dalam permainan itu sendiri dan dapat di capai pada waktu bermain. Jadi secara umum permainan adalah sesuatu yang menyenagkan dan menghibur, yang tidak memiliki tujuan ekstrinsik dan tujuan praktis. Permainan tersebut bersifat sukarela tanpa adanya paksaan.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini saat ini semakin marak dimana-mana selin masyarakat luas, pemerintah pun tampaknya cukup memberikan perhatian yang serius dalam hal ini Play Group merupakn awal dari pengenalan dengan situasi lingkungan yang ada di masyarakat umum di luar keluarga. Play Group merupakan suatu lembaga yang di samping memberikan kesempatan bermain sambil belajar dan sekaligus mendidik anak untuk mandiri, bersosialisasi dan memperoleh berbagai keterampilan anak. Dan di Play Group inilah anak-anak bisa bersosialisasi dengan anak yang lain dan mengekspresikan bakat atau kreativitasnya. Pendidikan dalam Play Group diberikan secara terpadu dan harmonis yang selaras dengan perkembangan anak didik.
Sesuai dengan penelitian sementara yang di lakuakan penulis di Play Group X. Bahwa Metode Pembelajaran (Bermain sambil Belajar), metode yang dipergunakan dalam kelompok bermain adalah metode belajar aktif yang memiliki persyaratan yang diantaranya adalah membuat anak aktif dan banyak terlibat dan juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kreativitas. Dan di Play Group X, juga menggunakan metode Beyond Center and Circle Time (BCCT). Metode BCCT atau di sebut dengan SELLING (sentra dan lingkaran) adalah sebuah metode pengajaran yang menempatkan sisiwa pada posisi yang proposional. Motode Seling dirancang dalam bentuk sentra-sentra. Misalnya : sentra Alam, bermain peran mikro, bermain peran makro, rancang bangun, persiapan dan masih banyak lagi permainan yang ada didalam metode BCCT. Dan anak adalah dunia bermain maka selayaknya konsep pendidikan untuk anak usia dini dirancang dalam bentuk bermain. Intinya bermain adalah belajar, dan belajar adalah bermain.
Sekolah telah mengakui nilai bermain yang mendidik dengan mencakup permainan dan olah raga, drama, seni suara dan seni rupa yang teratur dalam kurikulum. Pada era globalisasi ini banyak permainan yang diciptakan dengan menggunakan teknologi yang canggih maksudnya agar meningkatkan kreativitas anak, akan tetapi masih bannyak para orang tua yang belum memanfaatkan bahkan mengabaikan permainan sebagai media untuk meningkatkan kreativitas anak. Ini sering terbukti seringnya orang tua melarang anaknya untuk bermain akan tetapi ada juga yang sudah memanfaatkannya.
Kreatifitas merupakan daya/kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu. Kemampuan ini dapat terkait dengan bidang seni maupun ilmu pengetahuan. Menurut seorang psikologi terkenal, Erick Erickson, masa usia tiga setengah tahun hingga enam tahun adalah masa penting bagi seorang anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Erikson mengatkan bahwa masa ini adalah masa pembentukan sikap intiative versus guilt(inisiatif dihadapkan pada rasa bersalah). Anak-anak yang mendapatkan lingkungan pengasuhan dan pendidikan yang baik, akan mampu menembangkan sikap kreatif, antusias untuk bereksplorasi, bereksprimen, berimajinasi, serta berani mencoba dan mengambil resiko.
Sesuai dengan metode-metode pembelajaran Kelompok Bermain yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kreativitas, maka berarti kreativitas itu bisa tampil dini dalam kehidupan anak dan terlihat pada saat ia bermain, karena ketika bermain anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara menggembirakan hatinya. Dan bermain juga menambah daya ingat dan kesempatan menalar, inilah sebabnya bermain dapat membantu penyelesaian diri yang baik dalam kehidupan karena anak belajar mengatasi masalah sehari-hari dari hasil bermain tersebut namun demikian mekanisme permainan yang dapat merangsang kreativitas anak belum di ketahui secara jelas.
Dan program pembelajaran disesuaikan dengan usia, minat, kemampuan, bakat, dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda pada setiap anak secara individual. Program pembelajaran dapat dikembangkan oleh lembaga pendidikan untuk memberikan kesempatan anak berpartisipasi aktif melalui kegiatan permainan (menyentuh, mengenal, mencoba benda-benda dan sejenisnya), dan program pembelajaran juga memberikan pengalaman nyata bagi anak sehuingga anak termotivasi dan memperoleh pengalaman belajar bermakna.
Para psikolog dan para pakar lainnya telah menyadari betapa pentingnya kreativitas bagi individu maupun masyarakat, mengapa kreativitas begitu bermakna dalam hidup dan mengapa kreativitas perlu dipupuk sejak dini dalam diri anak.
Pertama, karena berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam kehidupan manusia. Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya.
Kedua, kreativitas atau berfikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran.
Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan bagi lingkungan tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu.
Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kulitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan ternologi baru. Untuk itu mencapai hal itu perlulah sikap, pemikiran, dan perilaku kreatif dipupuk sejak dini.
Oleh karena itu, pengembangan kreatifitas sejak usia dini, tinjauan dan penelitian-penelitian tentang proses kreativitas, kondisi-kondisinya, serta cara-cara yang dapat memupuk, merangsang dan mengembangkannya sangat penting.
Untuk itu sebagai bahan skripsi, penulis mengangkat judul sekripsi yang berkaitan dengan "Implementasi Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Di Play Group X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dilakukan oleh peneliti adalah:
1. Bagaimana Peran Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak di Play Group X.
2. Bagaimana Kreativitas Anak-Anak di Play Group X.
3. Bagaimana Penerapan Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak di Play Group X.

C. Tujuan Penelitian
Peneliti ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana "Peran Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Di Play Group X".
2. Mengetahui Kreativitas Anak-Anak di Play Group X.
3. Mengetahui Penerapan Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak di Play Group X.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan serta wacana khususnya bagi yang berkaitan dengan pendidikan anak usia dini yang menggunakan sistem play group (kelompok bermain).
2. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan yang luas dalam penerapan metode bermain terhadap perkembangan kreativitas anak usia dini, sehingga peran bermain terhadap perkembangan kreativitas anak usia dini semakin berkembang baik di perkotaan maupun di pedesaan.
3. Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, dorongan dan wawasan bagi masyarakat, orang tua dan guru agar lebih memperhatikan pendidikan anak usia dini di dalam pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, daya cipta dan menumbuhkam daya pikir bagi anak usia 3 tahun sampai dengan memasuki pendidikan dasar.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional ini sangat penting di cantumkan, dengan maksud untuk menghindari perbedaan pengertian atau kekurang jelasan maknanya dan adanya kesalapahaman dalam memahami judul "Implementasi Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Di Play Group X", agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam memahami dan menginterpretasi maksud judul yang penulis harapkan maka penulis menegaskan beberapa istilah yang ada sebagai berikut :
1. Metode
Menurut Asmuni Syukir adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentag cara-cara atau jalan yang di tempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien.
2. Bermain
Bermain adalah dunia kerja anak usia dini dan menjadi hak setiap anak untuk bermain, tanpa dibatasi usia. Melalui bermain, anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangan aspek fisik, motorik halus/ketrampilan berbagai kecerdasan, bahsa dan sosial emosional, disiplin dan bahkan pengembangan konsep diri anak. Maka setiap pendidik harus memperhatikan 3 hal prinsip pendidikan anak.
Tiga prinsip dalam dunia anak (Bermain sambil Belajar)
a. Ceria/Bahagia/senang
b. Manfaat/Berguna/Bermakna
c. Aman/Nyaman
3. Kreatifitas
Saat membahas kretifitas, kita sering hanya merujuk pada hasil karya para seniman besar, seperti lukisan karya Van Gogh, musik Mozart, Soneta Shakespeare. Walaupun para maestro ini menunjukkan kreativitas dan bakat luar biasa. Tidak berarti kurang kreatif. Hanya saja, seiring dengan perjalanan hidup, kemampuan kita berhubungan dengan bakat kreatif kita cenderung hilang.
Jadi kreatifitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya rangkuman.
4. Play Group
Play Group atau Kelompok Bermain adalah merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah dengan mengutamakan kegiatan bermain untuk membantu meletakkan dasar pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta bagi anak usia 3 tahun sampai dengan memasuki pendidikan dasar.

F. Batasan Masalah
Untuk menghindari kerancuan masalah atau pembahasan tentang Implementasi Metode Bermain Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Di Play Group X".
Penulis akan memberikan batasan-batasan, adapun pembatasan masalahnya adalah :
Pembatasan masalah disini adalah apa saja metode-metode yang di gunakan dalam mengembangkan kreativitas di Play Group X.

G. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian, metodologi penelitian adalah salah satu hal yang penting. Secara garis besar metodologi penelitian dapat dikatakan sebagai sesuatu strategi umum yang di pakai dalam proses pengumpulan data dan analisis data yang bermanfaat untuk menjawab persoalan yang ada dalam sebuah penelitian. Dengan demikian dalam sebuah penelitian harus menggunakan metode yang tepat untuk hasil penelitian yang maksimal.
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang berarti suatu pendekatan penelitian yang dihasilkan data deskriptif. Penelitian ini merupakan alat pengumpulan data utama dengan menggunakan tehnik observasi, interview dan dokumentasi.
Sebagaimana Bogman dan Taylor menyatakan bahwa peneltian kualitatif adalah penelitina yang mengahsilkan action deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subyek yang di amati. Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subyek penelitian secara menyeluruh (holistik).
Adapun bentuk penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian sekedar untuk menggambarkan suatu variabel yang berkanaan dengan masalah yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel.
Penelitian ini menggunakan kualitatif dikaernakan oleh adanya data yang didapat adalah data kualitatif yaitu hanya menggambarkan adanya kondisi lapangan.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data juga disebut dengan merespon atau orang yang menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Dalam hal penelitian ini sumber data terdiri dari:
a. Data primer adalah data pokok yang merupakan sumber dalam penelitian yaitu bagaimana peran dan metode bermain di Play Group X dalam memajukan atau mempermudah perkembangan kreativitas anak.
b. Data sekunder adalah untuk memperkuat dan mendukung data yang diperoleh dari data primer. Data sekunder tersebut yaitu: para guru pendidik, dokumen/arsip, dan yang lainnya.
3. Instrumen Penelitian
Penelitina kualitatif ini bersifat alamiah, maka pengumpulan datanya bergantung pada peneliti sebagai alat pengumpul data. Hal itu disebabkan karena orang sebagai instrumen memiliki senjat dapat memberikan keputusan yang secara lues dapat digunakannya. Peneliti dituntut untuk memahami bagaiman para subyek berpendapat, berfikir, berprilaku sesuai dengan apa yang diamatinya dan senantiasa dapat menilai keadaan serta dapat menilai keadaan serta dapat mengambil keputusan.
Sebagaimana yang dikatakan bahwa instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan metode, maka untuk memperoleh data yang benar-benar valid dan obyektuf, harus memakai instrumen yang dapat diketahui validitasnya dan reabilitasnya, sudah barang tentu hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan. Dengan demikian di samping peneliti sebagai instrumen utama, alat pengumpul data lain tetap tidak dapat diabaikan seperti, pedoman wawancara (garis besar pertanyaan), pensil, kertas dan lainnya, semua tetap di gunakan.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan untuk mengungkapkan fakta mengenai variabel yang diteliti. Untuk menentukan data-data yang tepat dan valid dalam pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode, antara lain sebagai berikut.
a. Metode Observasi
Observasi merupakan suatu penelitian yang dijalankan secara sistemati dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra (terutama mata) atas kejadian-kejadian yang langsung dapat ditangkap pada waktu kejadian itu terjadi. Oleh karena observasi dilakukan dengan menggunakan alat indra maka agar observasi dapat berhsil dengan baik, salah satu hal yang harus terpenuhi ialah bahwa alat indra harus dipergunkan dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu observasi bertujuan untuk mencari data tentang kondisi anak-anak, kejadian yang ada di Play Group X, proses pembelajarannya, metode apa saja yang digunakan di Play Group X dan lain-lain. Jadi penulis akan lebih mudah untuk menyajikan data yang sesuai dengan kondisi pada saat itu.
b. Metode Dokumentasi
Yaitu tehnik pengumpulan data yang diperoleh dari benda-benda tertulis seperti buku-buku, jurnal, dokumen, catatan-catatan dan sebagainya. Penulis menggunakan metode dokumentasi ini bertujuan ingin mencari data-data apa saja yang dapat mendukung hasil dari penelitian yang penulis lakukan dan data yang menunjukkan sebuah kemajuan dalam hal berkreativitas di Playgroup X.
c. Metode Wawancara atau Interview
Menurut S. Margono, interview adalah alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama interview adalah kontak langsung antara pencari informasi (interview) dan sumber informasi (interview).
Pelaksanaan metode ini, penulis ingin mendapatkan data secara langsung melalui wawancara dengan pihak sekolah atau kepada guru-guru di Play Group X. Tentang perkembangan siswa, prestasi siswa, hal-hal apa saja yang bisa membantu perkembangan kreativitas anak, pendapat-pendapat para guru dan gambaran umum obyek penelitian di Play Group X.
5. Tehnik Analisis Data
Setlah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang diperoleh. Dalam penelitian, peneliti menggunakan diskriptif komperatif yaitu analisis yang dilakukan dalam bentuk laporan yang menggamberkan tentang proses pelayanan Play Group yang dapat mengembangkan kreativitas anak. Dan menjalankan penerapan metode-metode Play Group sehingga anak didik dapat lebih mudah berkreasi sesuai dengan dan daya pemikirannya dan kemampuan dalam berkreasi.

H. Sistematika Pembahasan
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang keseluruhan skripsi ini dan pembaca mudah untuk membaca bagian yang di perlukan dalam skripsi ini, berikut penulis kemukakan sistematika pembahasannya sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan masalah, metode penelitian dan sistematika.
Bab kedua, merupakan kajian teori, yang meliputi sub bab A, membahas tinjauan tentang peran metode bermain dalam mengembangkan kreativitas anak yang terdiri dari : pengertian bermain, pengaruh bermain, manfaat bermain, fungsi bermain, jenis-jenis bermain, syarat-syarat bermain, tahapan bermain, pengertian kreatifitas, penemuan kreativitas, kondisi yang mempengaruhi kreatvitas, faktor-faktor yang meningkatkan kreativitas, ciri-ciri individu yang kreatif dan ciri-ciri kepribadian kreatif.
Bab ketiga, adalah tentang laporan hasil penelitian yang terdiri dari latar belakang obyek penyajian data dan analisa data yang diperoleh peneliti saat melakukan penelitian.
Bab keempat, adalah tentang kesimpulan dari bebrapa penjelasan dan saran-saran.
SKRIPSI PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

SKRIPSI PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

(KODE ILMU-HKM-0059) : SKRIPSI PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Praktik pencucian uang bukan hal asing lagi di dunia internasional, bahkan dunia telah sepakat untuk mencegah dan memberantasnya dengan cara mengadakan kerjasama internasional dalam berbagai forum. Indonesia mengikuti perkembangan pencucian uang tersebut dengan bergabung dalam badan-badan atau organisasi internasional. Undang-undang Anti Pencucian Uang Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah diundangkan pada tanggal 17 April 2002 melalui Lembaran Negara No. 30 tahun 2002. Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui revisi rancangan undang-undang anti pencucian uang pada tanggal 25 Maret 2002, satu tahun setelah diajukan pertama kali ke DPR pada bulan Juni 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 dengan adanya undang-undang tersebut yang pada intinya membuat pencucian uang sebagai suatu tindak terpisah dan tersendiri.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 masih mengandung beberapa kelemahan (loopholes) yang cukup mendasar, antara lain: pertama, kriminalisasi perbuatan pencucian uang yang multi interpretatif, adanya duplikasi penyebutan unsur-unsur, dan banyaknya unsur yang harus dipenuhi atau dibuktikan sehingga menyulitkan dalam hal pembuktian. Kedua, kurang sistematis dan tidak jelasnya klasifikasi perbuatan yang dapat dijatuhi sanksi berikut bentuk-bentuk sanksinya. Ketiga, masih terbatasnya pihak pelapor (reporting parties) yang hams menyampaikan laporan kepada PPATK termasuk jenis pelaporannya. Keempat, perlunya pengukuhan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa (know your customer principle) oleh seluruh pihak pelapor. Kelima, terbatasnya instrumen formal untuk melakukan deteksi dan penyitaan aset hasil kejahatan. Keenam, terbatasnya pihak yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Ketujuh, keterbatasan kewenangan dari PPATK.
Beberapa kelemahan dan kendala legislasi tersebut akan menjadi sorotan dan perhatian dari komunitas internasional, yaitu FATF, APG, IMF, dan world bank dalam mengevaluasi kepatuhan terhadap Indonesia terhadap standar internasional yang disepakati bersama, yaitu 40+9 FATF recommendations Apabila hasil evaluasi yang dilakukan oleh komunitas internasional tersebut bernilai negatif, akan merusak reputasi Indonesia di mata internasional sehingga tidak tertutup kemungkinan Indonesia kembali dianggap sebagai negara yang tidak kooperatif dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Sehubungan dengan hal-hal-hal tersebut di atas dan mengingat pentingnya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai landasan hukum dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia serta guna menghindari adanya penilaian negatif komunitas internasional yang tentunya akan berdampak bumk terhadap stabilitas dan integritas sistem keuangan dan sistem perekonomian, maka disarankan untuk segera melakukan perubahan dan penyempurnaan atas beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dengan mengikuti standar internasional yang telah berubah sebagaimana tercermin dalam "revised 40+9 FATF recommendations" serta ketentuan anti money laundering regime yang berlaku secara internasional (international best practice).
Seorang pelaku kejahatan kemungkinan dapat melarikan diri ke luar negeri begitu juga dengan pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang dengan berharap bahwa ia tidak dapat diadili oleh negara asalnya. Tidak semudah itu seseorang pelaku lari dengan mudah, karena suatu negara kemungkinan telah membuat perjanjian ekstradisi terlebih dahulu. Praktek negara-negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian tidak semata-mata tergantung pada adanya perjanjian tersebut. Hubungan baik dan bersahabat antara dua negara dapat lebih memudahkan dan mempercepat penyerahan penjahat pelarian. Bahkan masing-masing pihak akan membiarkan wilayahnya dijadikan sebagai tempat pelarian dan mencari perlindungan bagi penjahat-penjahat dari negara musuhnya. Dengan demikian kesediaan menyerahkan penjahat pelarian bukanlah didasarkan pada kesadaran bahwa orang yang bersangkutan patut diadili dan dihukum. Demikian pula memberikan perlindungan kepada seorang atau beberapa orang penjahat pelarian bukan pula karena didorong oleh kesadaran bahwa orang yang bersangkutan patut untuk dilindungi.
Apabila hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah menjadi permusuhan, maka kerja sama saling menyerahkan penjahat pelarian bisa berubah menjadi saling melindungi penjahat pelarian. Di samping itu pula praktek-praktek penyerahan penjahat pelarian belum didasarkan atas keinginan untuk bekerja sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan. Hal ini mengingat kehidupan masyarakat umat manusia pada jaman kuno masih jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan masyarakat sekarang ini. Kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkembangnya pemikiran-pemikiran baru dalam bidang politik, ketatanegaraan dan kemanusiaan turut pula memberikan warna tersendiri pada ekstradisi ini.
Ekstradisi ternyata merupakan sarana untuk dapat mengadili dan menghukum si pelaku kejahatan oleh negara locus delicti atau negara yang memiliki yurisdiksi atas kejahatannya itu. Dengan demikian sekaligus rasa keadilan dari si korban atau anggota masyarakat dapat dipulihkan. Para pelaku kejahatan yang mempunyai niat untuk melarikan diri ke negara lain mungkin akan berpikir dua kali di dalam melaksanakan niatnya itu, sebab dia akan merasa dibayang-bayangi oleh ekstradisi.
Berdasarkan hal itu tentunya kejahatan pencucian uang menjadi persoalan yang rumit dalam perjanjian ekstradisi, memang setiap negara dalam perjanjian ekstradisi telah menetapkan kerjasama dalam beberapa tindak pidana yang telah diatur dalam isi perjanjian tersebut. Kerumitan dalam proses pembuktian pencucian uang ini ditambah dengan pelaku kejahatan yang melarikan diri menyebabkan sulitnya mengungkapnya baik masih tahap penyelidikan maupun penyidikan. Supaya orang-orang semacam ini tidak terlepas dari tanggung jawabnya atas kejahatan yang dilakukannya, maka diperlukan kerja sama untuk mencegah dan memberantasnya. Sebab pencegahan dan pemberantasan kejahatan yang hanya dilakukan oleh negara-negara secara sendiri-sendiri, dalam hal-hal tertentu tidak bisa dipertahankan lagi terlebih pada masa abad teknologi sekarang ini.
Oleh karena negara-negara yang memiliki yurisdiksi terhadap si pelaku kejahatan tidak bisa menangkap secara langsung di wilayah negara tempat si pelaku kejahatan itu berada, negara-negara tersebut dapat menempuh secara legal untuk dapat mengadili dan menghukum si pelaku kejahatan itu. Apabila suatu negara melindungi pelaku kejahatan pencucian uang yang memang sebelumnya tidak ada perjanjian ekstradisi, secara tidak langsung menjadikan wilayahnya sebagai gudang tempat penampungan para pelaku kejahatan tersebut.
Dalam pergaulan internasional maupun nasional, dimana tersangkut kepentingan umum atau negara pada satu pihak dan kepentingan individu pada lain pihak, masalahnya adalah mencari keseimbangan antara keduanya itu. Pokok persoalannya adalah bagaimana mencegah dan memberantas kejahatan pencucian uang dengan segala akibatnya demi ketenteraman dan ketertiban umat manusia, tetapi harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
Perjanjian ekstradisi telah ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dan Singapura tanggal 27 April 2007. Suatu prestasi diplomasi yang cukup baik dilihat dari kacamata betapa lama harus menunggu untuk menandatangani perjanjian ekstradisi tersebut. Ini karena keengganan Pemerintah Singapura menandatanganinya, dengan berbagai alasan.
Salah satu sebabnya adalah sistem hukum yang berbeda dan penegakan hukum di Indonesia yang belum memadai dan tidak konsisten. Menyusul prestasi diplomasi ini meski pelaksanaannya konon baru tahun depan pemerintah Indonesia, khususnya lembaga-lembaga penegak hukum, perlu segera membenahi sistem hukum, dan perlu konsistensi penegakan hukum. Jangan sampai orang-orang, baik tersangka atau terpidana yang buron dan diserahkan kepada pemerintah Indonesia, ternyata lolos dari tuntutan hukum, entah karena kurang bukti, suap, ketidakprofesionalan, dana kurang atau keengganan para penegak hukum dan birokrasi menegakkan hukum dalam memberantas korupsi.
Terganjalnya ekstradisi Hendra Rahardja oleh pemerintah Australia adalah karena alasan diskriminasi terhadap etnis China di Indonesia, peraturan-peraturan hukum yang diskriminatif dan peristiwa Mei 1998. Hal-hal seperti inilah yang harus diantisipasi. Belum lagi kepentingan nasional Indonesia harus ditonjolkan selain mengektradisi para buronan (fugitives) juga adalah kepentingan mengembalikan aset negara yang dibawa raib para tersangka, terpidana, baik eks debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) maupun tindak pidana korupsi lainnya. Tanpa pengembalian aset negara ini perjanjian ekstradisi kedua negara tidak banyak manfaatnya dan hanya merupakan macan kertas saja.
Dalam konteks APBN yang defisit dan negara memerlukan dana untuk pembangunan, pengembalian aset negara dan uang negara ini sangat penting. Semua ini harus tercermin dalam mutual legal assistance antara kedua negara. Persoalannya sekarang, adakah niat tersebut di kalangan penegak hukum dan birokrasi? Bagaimana dengan fakta pentransferan uang Tommy Suharto di Bank Paribas, London, ke rekening Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia? Bagaimana dengan konsistensi penegakan hukum di dalam negeri yang dikenal dengan "tebang pilih?".
Bilamana orang- orang yang diekstradisi sebagian besar lolos dari tuntutan hukum, maka Pemerintah Singapura akan kecewa dan akan meninjau kembali manfaat perjanjian tersebut. Jadi yang paling utama dan penting pascapenandatanganan perjanjian ekstradisi itu adalah pembenahan ke dalam, khususnya pembenahan penegakan hukum, konsistensi penegakan hukum, pembenahan sistem hukum yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia.13
Persoalan-persoalan seperti inilah yang masih mengganjal pemerintah Indonesia. Memang penting menarik aset negara dan uang negara yang raib di luar negeri, tetapi aset negara dan uang negara di dalam negeri juga masih banyak yang perlu dicari. Seperti, misalnya, keberhasilan Kejaksaan Agung mendapatkan aset Edi Tanzil berupa berhektare-hektare tanah di dalam negeri.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencucian uang dalam hukum positif di Indonesia?
2. Bagaimana urgensi perjanjian ekstradisi dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang yang
melarikan diri ke luar negeri?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan yang diinginkan dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang merupakan hukum positif dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.
2. Untuk mengetahui urgensi perjanjian ekstradisi dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencucian uang.
Sedangkan manfaat dari penulisan ini ialah:
1. Secara Teoritis
a) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan mengetahui bentuk-bentuk hubungan perjanjian ekstradisi sebagai upaya penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang pada khususnya.
b) Menambah informasi pengetahuan yang lebih konkret bagi usaha perkembangan hukum pidana, terutama sebagai upaya memperkecil tindak pidana pencucian uang.
2. Secara Praktis
Dapat memberi masukan kepada lembaga-lembaga yang terkait dalam pengambilan kebijakan terhadap tindak pidana pencucian uang baik eksekutif, yudikatif dan legislatif agar dapat diperoleh solusi dalam penegakan hukum pidana khususnya dengan meningkatkan perjanjian ekstradisi kepada negara-negara lain.

D. Keaslian Penulisan
Sepanjang informasi yang diperoleh dari penelusuran literatur dan bahan-bahan kepustakan lainnya, belum terdapat judul yang sama dengan skripsi yang diangkat pada judul skripsi ini.
Judul-judul yang ada tentang tindak pidana pencucian uang tidak ada yang menyentuh materi pokok dalam bahasan skripsi ini yaitu tentang Perjanjian Ekstradisi Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang. Oleh sebab itu judul pada skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan-aturan ilmiah. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan judul yang sama maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud penulis adalah sebagai berikut.
1) Bahan hukum primer, antara lain:
a. norma atau kaedah dasar
b. peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang
c. peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ekstradisi
2) Bahan hukum sekunder berupa buku yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dan buku yang berkaitan dengan ekstradisi. Dan juga berupa artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya.
3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini metode yang penulis gunakan dalam mengumpulkan data adalah metode library research (penelitian kepustakaan), yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku, majalah, dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Analisis data yakni dengan analisis secara kualitatif. Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka yang terdiri dari pengertian tindak pidana pencucian uang; objek pencucian uang; pengertian ekstradisi; unsur-unsur ekstradisi, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
Dalam bab ini dibahas mengenai perumusan tindak pidana pencucian menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, perbuatan pidana lain yang termasuk dalam tindak pidana pencucian uang dan juga proses pencucian uang tersebut.
BAB III URGENSI PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG MELARIKAN DIRIKE LUAR NEGERI
Dalam bab ini dibahas mengenai adanya hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang, perjanjian ekstradisi sebagai upaya kerjasama dengan negara lain dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang yang melarikan diri ke luar negeri.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis menyampaikan pendapat berupa kesimpulan dari seluruh skripsi ini yang merupakan rangkuman dari pembahasan dan juga penulis menyampaikan berupa saran-saran dari permasalahan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA