Search This Blog

TESIS HUBUNGAN KOMPENSASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA X

TESIS HUBUNGAN KOMPENSASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA X

(KODE : PASCSARJ-0073) : TESIS HUBUNGAN KOMPENSASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA X (PRODI : ADMINISTRASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sebagai bangsa yang mempunyai cita-cita untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka diperlukan upaya bertahap, berencana dan berkesinambungan melalui perjuangan dan pembangunan dengan semangat dan kemauan yang kuat serta pantang mundur. Pembaharuan yang demikian itu perlu didukung oleh suasana yang sesuai, yaitu berupa tata kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur. Atau dengan kata lain diperlukan mentalitas nasional yang sesuai dengan watak pembangunan, yang arahnya adalah menuju kepada pertumbuhan, perubahan dan kemajuan. Apabila manusia yang menjadi subyek dan objek pembangunan tersebut tidak memiliki mentalitas pembangunan yang sesuai, maka akan sangat mengganggu jalannya pembangunan.
Kondisi objektif menunjukkan bahwa sikap mental seperti dikehendaki di atas belum sepenuhnya tampak nyata dan belum dikembangkan secara mendalam maupun secara konsepsional. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari banyaknya terjadi pelanggaran-pelanggaran aturan dan tata tertib yang berlaku, antara lain membuang sampah sembarangan, cara berlalu lintas yang tidak tertib, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, datang ke kantor terlambat dan pulang sebelum waktunya, mangkir, dan lain-lain. Kesemuanya merupakan gejala erosi disiplin. Karena itu perlu menumbuhkan sikap mental baru dalam masyarakat dengan menanamkan dan mengembangkan sikap mental yang disebut disiplin. Setiap masyarakat yang hendak hidup tertib dan teratur memerlukan sikap dan perilaku pada warganya yang berdisiplin (Kimsean: 2004: 315).
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang secara dinamis disertai dengan peningkatan taraf hidup dan pendidikan masyarakat ditambah dengan berkembangnya kemajuan dibidang teknologi dan informatika menjadikan peningkatan proses empowering dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, aparatur pemerintah juga diharapkan mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan dinamis sebagaimana yang terjadi di masyarakat. Menghadapi kondisi demikian profesionalisme sumber daya aparatur pemerintah sudah merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan dapat menjadi contoh serta panutan bagi masyarakat dan semua fenomena tersebut menuntut peran yang lebih besar dari Petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang mempunyai tugas secara fungsional salah satunya sebagai penegak Peraturan Daerah.
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sering kali dipandang kurang mampu melaksanakan tugas-tugas penegakan Peraturan Daerah dan kurang mampu menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat, dan sering ditemukan praktek-praktek pelanggaran hukum semacam pungutan liar, penyalahgunaan wewenang (power abuse), perlakuan yang diskriminasi terhadap pelanggar Peraturan Daerah dan tindakan indispliner lainnya. Fenomena yang dihadapi dan merupakan salah satu hambatan yang sangat berat bagi Petugas Satpol PP adalah sulitnya ditemui Petugas yang "bersih", yang konsisten terhadap tugas dan fungsi sebagai aparat penegak peraturan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa disiplin kerja Petugas Satpol PP belum memadai apabila dilihat dari tugas dan fungsinya. Dampak logis dari peningkatan kuantitas dan kualitas pelanggaran Peraturan Daerah mengakibatkan terganggunya ketertiban umum seperti menjamurnya pedagang kaki lima di tempat-tempat terlarang, maraknya pengemis, anak jalanan dan pengamen liar maupun pelanggaran-pelanggaran lainnya (Anwar: 2004: 2).
Pemerintah sudah hampir tiga dasa warsa mencanangkan program disiplin nasional untuk memperoleh rasa sikap mental pegawai yang produktif. Karena disiplin bisa mendorong produktivitas kerja atau disiplin merupakan sarana yang penting untuk mencapai produktivitas kerja para para pegawai dalam birokrasi (Kimsean: 2004: 325). Namun menurut Sinungan (2008: 5), "masih banyak faktor yang menghambat terwujudnya produktivitas kerja, seperti budaya konsumtif, sikap hidup destruktif, sikap nrimo, sikap status oriented, sikap pasif terhadap hidup dan budaya jam karet".
Adanya kecenderungan sikap mental Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X yang tidak mendukung ke arah produktivitas kerja seperti yang disampaikan oleh Sinungan di atas, terlihat pada rendahnya tingkat disiplin dengan terjadinya berbagai tindak pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X. Sebagai gambaran, dapat dilihat dalam tabel berikut :

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa selama kurun waktu dua tahun, setiap bulannya selalu terjadi pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X. Tindakan disiplin yang dilakukan oleh pimpinan Satpol PP terhadap petugas yang melakukan pelanggaran disiplin pada umumnya dengan memberikan hukuman secara fisik guna memaksa petugas tersebut untuk tidak mengulangi pelanggaran yang telah dilakukannya atau dengan memberikan sanksi administrasi berupa teguran.
Upaya peningkatan disiplin kerja sebagai dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja pegawai, yang secara tidak langsung merupakan cerminan dari efisiensi organisasi. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan organisasi, pegawai dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap pimpinan berusaha selalu agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang pimpinan dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan disiplin yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Namun demikian, penegakan disiplin tidak selalu harus melalui pendekatan represif seperti tindakan-tindakan hukuman fisik tetapi dapat juga melalui perlakuan karyawan secara manusiawi dan senantiasa berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Oleh karena selain imbalan atau kompensasi dalam bentuk material, pegawai juga menginginkan kebutuhan lainnya seperti memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik.
Kimsean (2004: 328) menyatakan bahwa,
apabila pegawai merasa bahagia dalam pekerjaannya maka mereka pada umumnya mempunyai disiplin. Sebaliknya apabila moral pegawai rendah, maka pegawai akan menyulitkan diri dengan kebiasaan yang tidak baik, misalnya pegawai sering datang terlambat ke kantor. Pada umumnya pegawai itu menyetujui saja perintah, akan tetapi dengan perasaan yang kurang senang. Dalam keadaan yang demikian, apakah pimpinan akan memberi hukuman kepada pegawai, dengan jalan menghukum pegawai atau mengadakan beberapa tindakan disiplin yang resmi lainnya terhadap mereka, tidak akan memperbaiki keadaan itu.
Dari pendapat Kimsean di atas bahwa menghukum pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin tanpa terlebih dahulu menganalisa sebab-sebab dari tindakannya itu hanya akan membuat hal-hal yang lebih buruk dan akan menimbulkan perasaan tidak puas dari pegawai yang bersangkutan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya permasalahan baru sebagai akibat ketidakpuasan pegawai terhadap hukuman yang diterima pegawai tersebut..
Adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti bahwa apabila disatu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, di lain pihak anggota Pol PP mengharapkan menerima imbalan tertentu sehingga imbalan sebagai balas jasa yang diberikan oleh organisasi/perusahaan terhadap para pegawainya harus dikelola dengan baik.
Fathoni (2006: 270) mengemukakan bahwa :
suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan pada anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan memperkerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
Dengan demikian atas dasar pendapat tersebut, jika para anggota organisasi/pegawai diliputi oleh rasa tidak puas atas kompensasi yang diterimanya, dampak bagi organisasi akan sangat bersifat negatif. Lebih lanjut Fathoni menyatakan bahwa :
Jika ketidak puasan tersebut tidak terselesaikan dengan baik merupakan hal yang wajar apabila para anggota organisasi menyatakan keinginan untuk memperoleh imbalan yang bukan saja jumlahnya lebih besar, tetapi juga lebih adil. Dikatakan wajar, sebab ada kaitannya dengan berbagai segi kehidupan kekaryaan para anggota organisasi seperti prestasi kerja, keluhan, tingkat kemangkiran yang tinggi dll.
Dari pendapat di atas, organisasi harus menjamin bahwa pemberian kompensasi harus fair atau adil, dengan menerapkan perlakuan yang sama kepada seluruh pegawai yang ada di organisasi itu. Agar penerapan kebijakan kompensasi dapat dipahami oleh semua pegawai, diperlukan adanya keterbukaan atau transparansi kepada setiap pegawai. Pada umumnya pegawai akan menerima perbedaan-perbedaan kompensasi yang didasarkan pada perbedaan tanggung jawab, kemampuan, pengetahuan, produktivitas atau kegiatan-kegiatan manajerial. Perbedaan pembayaran atas dasar ras, kelompok etnis atau jenis kelamin dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.
Sistem penggajian petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X didasarkan atas status petugas tersebut. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang berstatus Pegawai Negeri Sipil berjumlah 66 orang memperoleh gaji sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil sedangkan petugas Satuan Polisi pamong Praja Kota X yang berstatus Tenaga Kontrak Kerja berjumlah 75 orang memperoleh gaji sesuai dengan Keputusan Walikota X Nomo 876.45-48 Tahun 2007 tentang Penetapan Gaji Bagi Pegawai Tenaga Kontrak Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota X Tahun Anggaran 2008 dengan besaran sebagaimana tabel berikut :

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa jumlah gaji yang diterima oleh petugas Satuan Polisi pamong Praja Kota X yang berstatus Tenaga Kontrak Kerja (53,2 %) setiap bulannya berkisar antara Rp. 680.000,-sampai dengan Rp. 800.000,- yang jika dibandingkan dengan beban tugasnya selaku penegak Peraturan Daerah sangat jauh dari memadai.
Pada dasarnya pemberian kompensasi yang dituangkan dalam aturan-aturan organisasi yang jelas dan tegas akan menimbulkan rasa percaya pada diri pegawai bahwa dengan hasil prestasi dan disiplin kerja yang ditunjukan akan mendapat imbalan yang sesuai. Dengan demikian, secara substantial pegawai yang memiliki disiplin kerja tinggi sebagai sumber daya manusia di dalam suatu organisasi sangatlah penting untuk meningkatkan produktivitas organisasi. sebagaimana yang dinyatakan oleh Hasibuan (2007: 121), bahwa :
tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah sebagai ikatan kerjasama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah. Dengan pemberian balas jasa/kompensasi yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
Pemberian kompensasi yang layak akan menimbulkan kepuasan kerja pegawai dan kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin kerja pegawai, sebagaimana yang dinyatakan oleh Fathoni (2006: 175) bahwa "kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya, jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka kedisiplinan karyawan rendah".
Sejalan dengan itu, Dessler dalam Handoko (2001: 196) mengemukakan bahwa,
karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan (kadang-kadang) berprestasi kerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja.
Kepuasan merupakan suatu konsep yang multifacet (banyak dimensi). Suatu kesimpulan menyeluruh tentang kepuasan hanya akan menyembunyikan pertimbangan subyektif dari pegawai mengenai kepuasannya sehubungan dengan gaji, keselamatan kerja, supervisi, relasi-relasi antar perorangan dalam kerja, peluang-peluang di masa yang akan datang, dan pekerjaan itu sendiri. Kepuasan kerja dari pegawai itu sendiri mungkin mempengaruhi kehadirannya pada kerja, dan keinginan untuk ganti pekerjaan juga bisa mempengaruhi kesediaan untuk bekerja.
Oleh karena itu, sikap perusahaan dalam meningkatkan disiplin terhadap pegawai harus lebih ditekankan pada aspek prestasi kerja, perlakuan terhadap pegawai, pemenuhan atas kebutuhan pegawai baik secara materil maupun non materil dan pemenuhan kebutuhan lain yang akan mendatangkan kepuasan kerja guna mendukung pelaksanaan tugasnya.
Dari uraian di atas, kompensasi dan kepuasan kerja memiliki keterkaitan erat dengan disiplin pegawai. Sebagaimana dinyatakan oleh Handoko (2001: 197),
balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap pekerjaannya dan disisi lain, meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi.
Jadi, jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan karyawan akan semakin baik pula. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pemuasan kebutuhan pegawai sebagai individu dan menunjang keberhasilan pegawai didalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dan bila kepuasan kerja meningkat, perputaran pegawai dan absensi menurun atau sebaliknya, kepuasan kerja yang lebih rendah akan mengakibatkan perputaran pegawai lebih tinggi dan pegawai yang kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung akan lebih sering absen. Mereka sering tidak merencanakan untuk absen, tetapi bila ada alasan untuk absen, untuk mereka lebih mudah menggunakan alasan-alasan tersebut.
Untuk itu, dituntut adanya perubahan, perbaikan dan peningkatan disiplin kerja Petugas Satpol PP dengan cara pemenuhan kompensasi dan kepuasan kerja yang memadai.
Dengan demikian diharapkan disiplin kerja petugas Satpol PP akan meningkat dan dapat mensubstitusi kuantitas petugas yang ada, sehingga pelaksanaan pembinaan, pengawasan, pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan kedinasan lainnya dapat terlaksana secara maksimal.

B. Perumusan Masalah
Kedisipinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal.
Berdasarkan pokok masalah di atas dan untuk lebih memudahkan operasionalisasi pelaksanaan penelitian, maka dapat dirumuskan pokok permasalahnya sebagai berikut :
1. Apakah kompensasi berhubungan dengan kepuasan kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X ?
2. Apakah kepuasan kerja berhubungan dengan disiplin kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian di atas, yaitu ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi disiplin kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota X. Faktor-faktor ini jumlahnya sangat banyak, karena keterbatasan yang dimiliki penulis, maka tujuan penelitian ini dibatasi sebagi berikut :
1. Untuk menjelaskan hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja Petugas Lapangan Satuan Polisi Pamong Praja Kota X;
2. Untuk menjelaskan hubungan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja Petugas Lapangan Satuan Polisi Pamong Praja Kota X.

D. Signifikasi Penelitian
Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi bagi dunia ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu administrasi khususnya.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Memberikan gambaran mengenai disiplin kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja, dengan memperhatikan faktor-faktor Kompensasi dan Kepuasan Kerja.
2. Dapat memberikan manfaat sebagai salah satu bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang berarti bagi Pemerintah Kota X dalam rangka menyusun rencana pengembangan organisasi di masa yang akan datang sebagai rencana strategis.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan signifikasi penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN
Berisi tentang tinjauan literatur yang mendasari penelitian, yaitu teoti-teori tentang kompensasi dan hubungannya dengan disiplin kerja, kepuasan kerja dan hubungannya disiplin kerja, model analisis untuk menggambarkan hubungan antar variabel, hipotesis penelitian, operasionalisasi konsep dan uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian yaitu pendekatan penelitian yang digunakan, jenis/tipe penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, uji validitas dan reabilitas guna mengukur tingkat validitas dan keterandalan instrumen penelitian, teknik analisis data serta keterbatasan penelitian.
BAB III : GAMBARAN UMUM SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA X
Berisi uraian tentang gambaran umum karakteristik Satuan Polisi Pamong Praja Kota X, yang meliputi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota X, visi, misi dan kebijakan strategis Satuan Polisi Pamong Praja Kota X, masalah dan tantangan Satuan Polisi Pamong Praja Kota X.
BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berisi penjelasan hasil temuan lapangan yang dikaitkan dengan konsep-teori yang digunakan serta analisis hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang berisi tentang pengujian hipotesis hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja dan kepuasan kerja dengan disiplin kerja.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan akhir atas jawaban pertanyaan penelitian yang didasarkan atas hasil analisis dan saran-saran.
TESIS BUSINESS PLAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TANAMAN NILAM DENGAN LAHAN 20 HA DI PROPINSI X

TESIS BUSINESS PLAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TANAMAN NILAM DENGAN LAHAN 20 HA DI PROPINSI X

(KODE : PASCSARJ-0072) : TESIS BUSINESS PLAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TANAMAN NILAM DENGAN LAHAN 20 HA DI PROPINSI X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Latar belakang penulisan rencana bisnis ini adalah untuk membangun sebuah usaha yang terintegrasi dalam pengembangan komoditas minyak nilam, yang merupakan tanaman asli Indonesia. Eksploitasi yang akan dilakukan dimaksudkan untuk menggali potensi dari sumber daya asli Indonesia untuk dimanfaatkan secara optimal atas segala potensinya untuk kepentingan stake holder.
Dari sektor pertanian, dengan segala output yang dihasilkan, merupakan sektor yang cukup tangguh dibanding sektor lainnya. Hal tersebut telah teruji saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Produk dari sektor pertanian justru menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Umumnya, komoditas tersebut berasal dari perkebunan, salah satunya produk perkebunan dalam bentuk minyak atsiri. Penilitian yang telah saya lakukan memberikan informasi bahwa tanaman nilam (Patchouli) yang banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh petani tradisional Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dan dalam spektrum produk yang
Minyak atsiri atau essential oils merupakan output tanaman tradisional yang banyak digunakan dalam industri kimia sebagai salah satu bahan baku produk wewangian (parfum), farmasi, kosmetika, pengawetan barang, dan kebutuhan dasar industri lainnya.
Dari 70 jenis minyak atsiri atau essential oils merupakan output tanaman tradisional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri disuplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan tanah subur yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman nilam.
Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, didapatkan hasil berupa minyak alam (patchouli oil), minyak sereh wangi (citronella), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), cengkih (cloves), cendana (sandalwood), lada (peper), serta minyak (cajeput), cengkih (cloves), cendana (sandalwood), lady (peper), serta minyak melati (yasmin). Khusus minyak nilam, sekitar 70% pangsa pasar dunia dikuasai oleh minyak nilam Indonesia (diperkirakan sekitar rata-rata minimal 1.000 ton per tahun). Tanaman Nilam (Pogostemon cablin) dengan hasil minyak nilam (patchouli oil) merupakan penghasil devisa terbesar dari ekspor minyak atsiri. Produksi minyak nilam Indonesia per tahunnya mencapai rata-rata di atas USD 20 juta (dolar Amerika).
Dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman nilam, dengan hasil minyak nilam, mempunyai prospek pasar paling baik dan paling luas dibandingkan dengan tanaman atsiri lainnya. Dari transaksi perdagangan domestik dan jalur ekspor, jenis minyak nilam menempati urutan teratas dalam jumlah dan volume transaksi. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya bila eksistensi dan peluang yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Pengelolaan bisnis nilam memerlukan terobosan dan langkah strategis sehingga pengelolaannya dilakukan secara profesional dan berkelanjutan (kontinu). Penyediaan sarana dan teknik penyulingan hendaknya dilakukan dengan teknologi yang lebih sophisticated agar kontinuitas output yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan suatu kualitas baik.

1.2. Tujuan Penyusunan Rencana Bisnis
Tujuan penulisan rencana bisnis "Pengembangan perkebunan tanaman Nilam" sebagai berikut:
- Menunjukkan bahwa tanaman nilam (Patchouli) yang banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh petani tradisional Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dan dalam spectrum produk yang luas.
- Memberikan gambaran perusahaan perkebunan yang solid dan kokoh, sehingga dapat meningkatkan mutu produk pertanian.
- Memudahkan pelaku usaha perkebunan nilam untuk mencari informasi dan pembelajaran tentang pola tani budidaya yang baik.
- Menganalisis kelayakan investasi Pengembangan perkebunan tanaman Nilam.

1.3. Metoda Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data dalam penulisan rencana bisnis adalah dengan beberapa cara, diantaranya.
- Observasi langsung ke beberapa lahan pertanian tanaman Nilam di Indonesia sebagai sumber data primer.
- Studi pustaka dengan mengumpulkan artikel dan data sekunder dari beberapa sumber.
- Melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah perkumpulan petani untuk diajak bekerjasama dalam melakukan pengembangan perkebunan tanaman Nilam.
- Depth Interview dengan para petani Tanaman Nilam.

1.4. Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan rencana bisnis ini dilakukan batasan-batasan untuk adanya kesamaan dalam memahami beberapa asumsi yang digunakan. Batasan-batasan tersebut diantaranya:
Industri: Berdasarkan klasifikasi dari Departement Perindustrian dan Perdagangan, Industri pengembangan tanaman nilam yang akan dimasuki adalah termasuk kedalam Industri Komoditas.
Lingkup Bisnis: Menyediakan Daun tanaman Nilam kering untuk Diolah menjadi minyak Nilam.
Pasar sasaran: Industri Pengolahan Minyak Nilam di Indonesia
Mitra Bisnis: Yang dianggap sebagai mitra bisnis langsung adalah para petani tanaman Nilam yang sudah ada di Indonesia.

1.5. Sistematika Pembahasan
Proses penulisan rencana bisnis ini dilakukan melalui berbagai bagian yaitu:
BAB 1. Pendahuluan: membahas latar belakang dan tujuan penulisan rencana bisnis ini serta batasan-batasan untuk kesamaan pemahaman asumsi yang digunakan.
BAB 2. Pemilihan Lokasi: membahas dan menganalisis lokasi pengembangan perkebunan Nilam. Terutama di X karena minyak nilam dari X telah dikenal memiliki kualitas terbaik dari Indonesia dan sudah digunakan di berbagai kegiatan industri yang terkait di dunia sehingga telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang diunggulkan Indonesia untuk sumber devisa Negara.
BAB 3. Tinjauan Tanaman Nilam: membahas detail mengenai manfaat dan potensi Nilam di Indonesia serta membahas bagaimana ciri khas dan karakter serta jenis-jenisnya yang dimiliki tanaman nilam seperti layaknya tanaman lain di Indonesia dimana pengenalan tanaman nilam sangat penting dilakukan mengingat saat ini nilam telah menjadi bahan baku unggulan ekspor minyak Indonesia.
BAB 4. Struktur Organisasi: membahas dan menganalisis profil perusahaan yang terdiri dari visi, misi, dan tujuan.
BAB 5. Analisis Aspek Sumber Daya Manusia: membahas tujuan dan sasaran bagian sumber daya manusia serta menganalisis struktur organisasi, budaya dan pola kepemimpinan, dalam rangka perencanaan dan pengelolaan sumber daya manusia yang ada di perkebunan.
BAB 6. Analisis Aspek Operasional: membahas proses dan persiapan bagian operasi perkebunan nilam serta menganalisis aktivitas penanaman dan panen perkebunan serta pemenuhan permintaan terhadap daun kering nilam.
BAB 7. Analisis Aspek Finansial: membahas tujuan dan sasaran keuangan serta menganalisis kelayakan investasi yang dilakukan.
BAB 8. Kesimpulan dan Saran: membahas mengenai kesimpulan dan saran dari layak atau tidaknya bisnis ini dijalankan selaras dengan yang telah di bahas pada analisis-analisis sebelumnya.
TESIS ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

TESIS ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

(KODE : PASCSARJ-0071) : TESIS ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL (PRODI : ADMINISTRASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perhatian organisasi yang lebih besar terhadap pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia. Pada beberapa waktu belakangan ini disebabkan karena kualitas sumber daya manusia menentukan dan menggambarkan kualitas suatu organisasi. Selain aspek pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia, yang juga menjadi perhatian adalah penguasaan dan pemanfaatan teknologi. Suatu organisasi yang dinamis akan berkembang pesat bila memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat yang dimiliki oleh pegawai, mengembangkan kompetensi pegawai dan memenuhi kebutuhan pegawai. Hal ini juga menunjukkan bahwa organisasi mempunyai perhatian terhadap pegawainya.
Pegawai diharapkan berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan organisasi. Tujuan organisasi hanya dapat dicapai jika pegawai menunjukkan kegairahan dalam bekerja, bersedia memberikan kemampuan yang optimal untuk mengerjakan pekerjaan dan berkeinginan untuk mencapai prestasi kerja optimal sehingga kualitas kerja meningkat. Hasil kerja yang berkualitas akan berdampak kepada peningkatan kinerja organisasi yang akan memberi keuntungan kepada organisasi dan pegawai. Pegawai yang kurang memperlihatkan prestasi kerja akan sulit mendorong produktivitas organisasi yang optimal. Pimpinan hendaknya mengubah sikap dan perilaku pegawai agar bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan mencapai hasil yang baik.
Herzberg (1959) mempertanyakan "Apa sesungguhnya yang diinginkan seorang pegawai dari pekerjaannya?", jawaban atas pertanyaan dimaksud didasarkan pada hubungan seseorang individu dengan pekerjaannya sangat mendasar dan erat sekali, sehingga akan menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Faktor ke¬puasan dan ketidakpuasan kerja pegawai mempengaruhi motivasi kerja pegawai. Kepuasan kerja dapat disebabkan oleh pencapaian prestasi, pengetahuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dan kemungkinan untuk berkembang, faktor-faktor dimaksud disebut sebagai motivator.
Luthans (1995:126) mengatakan bahwa kompensasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, berdasarkan hal tersebut penelitian ini meneliti hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja. Mangkunegara (2004:84) mengatakan bahwa kompensasi yang diberikan kepada pegawi sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja serta hasil kerja perusahaan yang memungkinkan pegawai bekerja dengan penuh semangat. Pimpinan harus mampu memahami sifat dan motivasi kerja pegawai yang mendorong pegawai untuk bekerja dengan baik. Motivasi kerja pegawai mempengaruhi prestasi atau produktivitas kerjanya, pegawai harus menyadari tujuan organisasi menerimanya dan pegawai harus pula mampu mengetahui harapan organisasi menerimanya sebagai pegawai dalam organisasi. Organisasi mengharapkan agar pegawai bekerja dengan giat, mematuhi peraturan yang ada, berdisiplin serta mengahasilkan prestasi kerja yang baik, karena dengan itu semua organisasi dapat mencapai tujuannya.
Menyatukan kepentingan pegawai dengan kepentingan organisasi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena menciptakan kerjasama yang serasi saling menguntungkan dan memberikan kepuasan kepada masing-masing pihak. Tujuan organisasi seyogianya mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan organisasi dan tujuan individu pegawai, sehingga akan terwujud suasana kerja yang termotivasi karena tujuan masing-masing pihak telah terwakilkan. Kasim (1993 : 27) menguraikan bahwa "manfaat dari pemahaman motivasi manusia adalah sebagai alat untuk memahami perilaku anggota organisasi untuk dapat memperkirakan dampak dari tiap tindakan yang diambil oleh pimpinan, dan untuk bisa diarahkan perilaku pegawai kearah pencapaian tujuan organisasi dan tujuan pribadi anggota organisasi tersebut". Salah satu tujuan individu yang bergabung dengan suatu organisasi adalah kepercayaan individu bahwa organisasi yang dimasukinya dapat memberikan imbalan dalam melaksanakan pekerjaan, imbalan dimaksud berupa kompensasi, baik kompensasi ekstrinsik yang berupa imbalan nyata, maupun kompensasi intrinsik berupa imbalan tidak nyata yang Memberi rasa kepuasan kepada para pegawai.
Kompensasi mempunyai pengertian sebagai reward yang diterima pegawai sebagai akibat dari kinerja tugas-tugas organisasi. Kinerja tidak dapat dicapai secara optimal bila imbalan diberikan secara tidak proporsional (Ivancevich, 2001 : 286-287). Menurut Ivancevich (2001 : 288-298) sistem kompensasi dipengaruhi oleh dua elemen, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal terdiri dari pasar tenaga kerja, biaya hidup, serikat pekerja, peraturan pemerintah, keadaan ekonomi dan keadaan masyarakat. Sedangkan lingkungan internal terdiri dari kebijakan organisasi dan kemampuan organisasi untuk membayar.
Sistem kompensasi yang diberikan suatu organisasi dapat berbentuk finansial dan non finansial (Siagian:2001). Kompensasi dalam bentuk finansial yang diterjemahkan juga dalam pengertian imbalan ekstrinsik terdiri dari penerimaan langsung seperti upah/gaji, komisi, bonus, tunjangan dan lain-lain, dan penerimaan tidak langsung seperti asuransi, bantuan sosial, uang pensiun, uang pendidikan dan lain-lain. Sedangkan kompensasi dalam bentuk non finansial yang dapat disebut juga dengan imbalan intrinsik dapat diperoleh dari pekerjaan seperti peningkatan tanggung jawab, perhatian dan lain-lain dan diperoleh dari lingkungan pekerjaan, seperti kondisi kerja yang lebih baik dan lain-lain.
Secara umum sistem kompensasi memberikan tiga tujuan umum, yaitu manarik pegawai, mempertahankan pegawai dan memotivasi pegawai (Fombrun, Tichy dan Devanna, 1984 : 128). Menarik pegawai, artinya sistem kompensasi memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pengadaan dan seleksi calon pegawai khususnya bagi calon pegawai yang memiliki kompetensi yang cukup tinggi sesuai dengan kebutuhan organisasi, karena sistem kompensasi yang ditawarkan kepada calon pegawai cukup kompetitif di pasar tenaga kerja. Mempertahankan pegawai, artinya sistem kompensasi mampu mempertahankan pegawai, sehingga pegawai tidak tertarik untuk pindah pekerjaan ke perusahaan atau instansi lain dengan sistem kompensasi yang lebih tinggi. Sedangkan motivasi pegawai, artinya pegawai merasa puas atas sistem kompensasi yang diberikan, yang berakibat akan meningkatkan motivasi pegawai sehingga mampu meningkatkan kinerja individu pegawai yang secara langsung meningkatkan kinerja organisasi. Sistem penggajian merupakan salah satu sistem dari sistem kompensasi dalam bentuk finansial dan merupakan penerimaan langsung (Werther dan Davis,1996 : 380-381).
Penetapan sistem penggajian dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Sistem penggajian dalam suatu perusahaan harus memenuhi keseimbangan eksternal dan keseimbangan internal.
Kompensasi mempunyai peran penting dalam menciptakan kepuasan kerja pegawai karena dalam berbagai bentuknya, segala rupa jenis penghargaan, sanjungan dan rasa puas yang ditujukan kepada pegawai merupakan bentuk-bentuk kompensasi. Bila suatu organisasi kurang memberikan penghargaan, sanjungan dan rasa puas atas kinerja pegawainya maka akan timbul rasa kurang empati pegawai terhadap organisasi. Robbins (1996 : 184) dengan mengutip pendapat Rusbult and Lowery (1985 : 83) menyatakan respon yang timbul dari pegawai yang mengalami ketidakpuasan kerja adalah : (a) eksit, meninggalkan organisasi; (b) voice, secara aktif dan konstruktif menyarankan dan membahas problem dengan atasan; (c) loyalty, pasif menunggu membaiknya kondisi, atau mungkin juga melakukan perbuatan yang sebaliknya, yaitu Neglect, pasif membiarkan kondisi memburuk misalnya datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan kesalahan kerja yang meningkat.
Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, merupakan salah unit kerja yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi departemen yang secara rinci melaksanakan kegiatan administrasi ke P3D-an yaitu Personil, Pendanaan, Peralatan dan Dokumentasi. Dari fungsi ke P3D-an tersebut, pengelolaan sumber daya manusia menjadi penting dan strategis dikarenakan sumber daya manusia merupakan roda penggerak organisasi. Saat ini pegawai Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berjumlah 6.087 orang, dari jumlah tersebut yang bekerja di Sekretriat Jenderal dan menjadi populasi dalam penelitian ini sebanyak 451 orang pegawai (data Biro Kepegawaian dan Organisasi semester II Tahun 2007). Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan departemen penghasil devisa terbesar kedua yang memberikan kontribusi di tahun 2007 sebesar 216,1 triliyun rupiah, namun kontribusi sebegitu besar hanya kembali kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (flow back) sebesar 2, 8 % (5,96 triliyun rupiah) dialokasi kepada Departemen ESDM dalam bentuk Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2008. Dari jumlah 2,4 % (5,96 triliyun rupiah) tersebut, diperuntukan bagi Sekretariat Jenderal DESDM sebesar 482,1 milyar rupiah dan sebagian kecil sebesar 41,1 milyar digunakan sebagai Tunjangan Peningkatan Prestasi Kerja Pegawai (data Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Sekretariat Jenderal DESDM).
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomr 023 K/80/MEM/2008 tanggal 4 Januari 2008, diberikan kepada pegawai setiap bulan dengan besaran sebagai berikut :
a. Pegawai yang mempunyai pangkat Pembina-Golongan Ruang IV/a sampai dengan Pembina Utama-Golongan Ruang IV/e sebesar Rp. 2.287.500,-
b. Pegawai yang mempunyai pangkat Penata Muda-Golongan Ruang III/a sampai dengan Penata Tingkat I-Golongan Ruang III/d sebesar Rp. 1.912.500,-
c. Pegawai yang mempunyai pangkat Pengatur Muda-Golongan Ruang II/a sampai dengan Pengatur Tingkat I-Golongan Ruang II/d sebesar Rp. 1.425.000,-
d. Pegawai yang mempunyai pangkat Juru Muda-Golongan Ruang I/a sampai dengan Juru Tingkat I-Golongan Ruang I/d sebesar Rp. 1.312.500,-
Pemberian TPPKP tersebut tidak juga secara rinci membedakan masa kerja pegawai dan tingkatan pergolongan, dalam arti pegawai yang baru masuk dengan masa kerja nol tahun memiliki pangkat/golongan ruang terendah dalam pangkat dan golongan ruangnya, mendapatkan TPPKP dengan besaran jumlah yang sama dengan pegawai yang mempunyai masa kerja maksimal dengan pangkat golongan ruang tertinggi dalam pangkat dan golongan ruangnya, misalnya pegawai baru (CPNS) Golongan Ruang III/a Masa Kerja nol tahun menerima TPPKP sama besar jumlahnya dengan pagawai Golongan Ruang III/d Masa Kerja 20 tahun yaitu Rp. 1.912.500,-. Padahal dalam melaksanakan pekerjaan sangat terasa terdapat perbedaan kompetensi dan tuntutan pekerjaan pada masing-masing pegawai pada level yang sama dalam pangkat dan golongan ruang, serta masa kerja yang berbeda. Apabila hal ini berlanjut tanpa melakukan suatu perubahan maka akan muncul ketidakpuasan pegawai yang berakibat kepada terganggunya efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pegawai.
Pimpinan dalam suatu organisasi selayaknya memberikan penghargaan yang layak atas keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya, namun pimpinan pada level tertentu di Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sulit sekali memberikan apresiasi atau penghargaan kepada pegawai atas kemampuan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya, padahal kontribusi penyelesaian pekerjaan tersebut memberi manfaat kepada pencapaian tujuan organisasi. Hal tersebut merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian bagi organisasi.
Selain itu harapan pegawai yang belum dapat terpenuhi sampai saat ini adalah kemungkinan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih memadai, hal ini dimaksudkan agar pimpinan mengupayakan kerjasama pelayanan kesehatan antara Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan rumah sakit yang mempunyai tingkat pelayanan, sarana dan prasarana serta tenaga medis yang lebih baik dibanding pelayanan yang diberikan melalui asuransi kesehatan (ASKES). Kemungkinan diadakannya kerjasama dimaksud sangat dimungkinkan untuk dilakukan agar tingkat pelayanan kesehatan bagi pegawai lebih baik.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis terdorong untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai pada Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sejalan dengan latar belakang di atas, penelitian ini merupakan kajian ilmiah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan berikut : "Apakah terdapat pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai ?"

C. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengkaji pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai.
Signifkansi penelitian ini adalah untuk
1. Secara Ilmiah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia khususnya mengenai pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pimpinan Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dalam menerapkan kompensasi agar terwujud kepuasan kerja pegawai yang diinginkan.


D. SISTEMATIKA PENULISAN
Tesis ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut Bab I Pendahuluan
Dalam Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II Tinjauan Literatur dan Metoda Penelitian
Bab ini berisikan tentang teori dan rumusan yang melandasi penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian, konsep-konsep pengolahan data dan penulisan analisis, tempat dan objek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, kerangka pemikiran, hipotesis, pembatasan masalah dan metode analisis yang dilakukan terhadap data penelitian.
Bab III Gambaran Umum Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Bab ini menggambarkan profil dan menerangkan tentang tugas pokok dan fungsi satuan kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Bab IV Analisis Data dan Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan tentang analisis hasil penelitian berdasarkan metode analisis yang ditetapkan dan kaitannya dengan landasan teori yang digunakan dalam penelitian
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran hasil penelitian mengenai Pengaruh Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja pada Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
TESIS ANALISA STRATEGI PT X DENGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKUR

TESIS ANALISA STRATEGI PT X DENGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKUR

(KODE : PASCSARJ-0070) : TESIS ANALISA STRATEGI PT X DENGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKUR (PRODI : AKUNTANSI)



BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Seiring dengan mulai pulihnya tingkat perekonomian di Indonesia, daya beli masyarakat juga mulai kembali pulih. Seperti yang kita ketahui bersama, makanan atau pangan merupakan kebutuhan manusia selain pakaian (sandang) dan tempat tinggal (papan). Penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa adalah pasar yang sangat potensial bagi bisnis makanan terutama ayam. Hal ini disebabkan karena selain ayam memiliki kandungan gizi yang cukup bagus bagi kesehatan dan memiliki kandungan lemak lebih rendah dari daging merah (sapi, kambing, dan ternak berkaki empat lainnya) dan kenyataan dimana pada saat ini, ayam yang merupakan salah satu sumber pangan tidak lagi menjadi makanan mewah seperti persepsi penduduk Indonesia 20 tahun yang lalu. Bila diasumsikan bahwa konsumsi perkapita daging ayam secara nasional adalah 6 kilogram per tahun maka jumlah konsumsi daging ayam untuk penduduk Indonesia adalah 1,2 miliar kg (apabila diasumsikan jumlah penduduk Indonesia adalah 200 juta orang). Apabila harga daging ayam per kilogram adalah Rp. 7.400,- maka nilai pangsa pasar ayam di Indonesia mencapai Rp. 8.880.000.000.000,- (delapan triliun delapan ratus delapan puluh miliar rupiah). Nilai ini hanya berasal dari penjualan ayam potong dan belum ditambahkan dengan nilai penjualan ayam umur sehari (day old chicken) dan ayam olahan.
Selama ini PT X hanya bergantung kepada kondisi harga DOC yang sangat fluktuatif dan tergantung kepada pergerakan permintaan dan penawaran. DOC sendiri memiliki sifat yang tidak dapat disimpan dan diproduksi terus menerus sesuai dengan siklus kehidupan ayam. Kondisi ini menyebabkan perusahaan tidak dapat menerapkan strategi untuk menyimpan sampai harga DOC kembali pada tingkatan yang diharapkan karena bila disimpan lebih dari satu hari maka ayam tersebut tidak dapat dijual sebagai DOC lagi. Alasan yang menyebabkan mengapa hanya DOC yang memiliki nilai komoditas adalah pada saat ayam tersebut berumur lebih dari satu hari maka ayam tersebut sudah harus diberi makan, obat-obatan, dan vaksin yang mungkin saja tidak sesuai dengan spesifikasi peternak sebagai konsumen DOC.
Untuk mengatasi masalah harga tersebut, PT X mengembangkan usaha kemitraan. Prinsip dasar usaha kemitraan ini adalah untuk mencari mitra peternak yang mau membeli DOC PT X dengan harga kontrak dalam waktu tertentu dan menjualnya kembali ke perusahaan sebagai ayam potong untuk bahan baku rumah pemotongan ayam dengan harga tertentu sesuai kontrak. Prinsip dasar dari kemitraan ini adalah menstabilkan harga dengan future contract (ijon). Masalah yang kemudian timbul dari future contract ini adalah pada saat harga ayam sedang tinggi, peternak berusaha untuk tidak memenuhi kontrak tersebut dan menjual hasil ternaknya ke pihak lain. Walaupun secara hukum perusahaan telah memiliki kontrak yang jelas dan mengikat tetapi pihak perusahaan tetap memiliki resiko yang besar bila memaksakan peternak untuk memenuhi kewajibannya. Resiko tersebut adalah resiko nama perusahaan sebagai perusahaan yang ingin menarik keuntungan dengan merugikan mitranya sehingga di masa yang akan datang tidak ada lagi peternak yang mau bermitra dengan perusahaan atau lebih parahnya melakukan bisnis dengan perusahaan. Selain resiko dan permasalahan tersebut di atas, usaha kemitraan tidak memecahkan masalah yang timbul di usaha breeding. Usaha kemitraan ini hanya menunda waktu 33 sampai dengan 35 hari dari waktu DOC tersebut menetas dan harus dijual/dipanen pada saat itu juga. Apabila pada saat itu tidak dipanen, maka nilai jual ayam tersebut akan jatuh dan selain itu resiko kematian akan meningkat serta biaya pemeliharaan akan bertambah. Jadi dengan kata lain, perusahaan harus membeli ayam tersebut pada saat harga berapapun.
Setelah menyadari bahwa usaha kemitraan masih memiliki masalah terutama di masalah pengendalian harga, setahun yang lalu PT X mengembangkan usahanya di bisnis rumah pemotongan ayam. Bisnis ini memiliki kemampuan untuk menyimpan ayam beku sampai maksimal enam bulan tanpa mengurangi kualitas produk. Rencana dari bisnis ini adalah memotong ayam pada saat harga ayam hidup sedang rendah dan kemudian menyimpannya sebagai ayam beku. Ayam beku ini akan dijual pada saat harga ayam sedang tinggi akibat permintaan sedang tinggi ataupun pada saat persediaan ayam potong di pasaran sedang rendah (atau dengan kata lain pada saat over demand dan di lain pihak supply pada kondisi stagnan atau menurun). Masalah utama dari bisnis ini adalah karena ayam potong ini adalah barang komoditi (tidak bermerek) sehingga marjin keuntungan yang didapat sangat rendah dan bahkan hanya bisa kembali modal (break even point). Dalam bisnis ini, keuntungan yang diharapkan hanya dari hasil penjualan jeroan ayam yang sekitar Rp 1.500,- per ekor. Berdasarkan keterbatasan dari produk ayam potong ini, diperlukan suatu metode penilaian kinerja yang paling tepat untuk menilai kinerja perusahaan secara lebih obyektif sehingga manajemen dan terutama dewan direksi tidak salah dalam mengambil kebijakan.

1.2. Perumusan Masalah
Dalam menilai kinerja manajemen, selama ini mayoritas perusahaan banyak memakai pendekatan keuangan sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan atau kegagalan manajemen dalam mengelola perusahaan. Manajemen PT X juga memakai tolok ukur keuangan ditambah tolok ukur-tolok ukur lain non-keuangan sebagai penilaian kinerja pegawainya. Tolok ukur keuangan yang dipakai oleh PT X yang dipakai adalah rasio-rasio keuangan seperti rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio rentabilitas. Rasio-rasio ini berdasarkan performa kegiatan di masa lalu atau dikenal dengan lag indikator. Indikator berdasarkan masa lalu memiliki kelemahan yaitu kondisi di masa lalu yang mempengaruhi kinerja tidak akan selalu sama dengan kondisi di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan suatu indikator yang dapat lebih tepat memperkirakan hasil dari suatu implementasi strategi yang dicanangkan oleh manajemen.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah :
♦ Mengidentifikasi sistem penilaian kinerja yang dipakai oleh PT X;
♦ Membuat sistem penilaian kinerja yang lebih obyektif (kuantitatif) dan tidak hanya tergantung kepada lag indikator tetapi juga lead indicator; dan
♦ Mendapatkan bahan-bahan yang berhubungan dengan obyek penelitian dalam rangka penyusunan thesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi.
Manfaat dari penulisan karya akhir ini adalah :
♦ Sebagai metode alternatif untuk penilaian kinerja PT. X yang lebih obyektif sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pembahasan dibatasi pada :
♦ Asumsi umum yang berlaku di industri peternakan dan pengolahan ayam;
♦ Sistem pengukuran kinerja yang sedang diterapkan oleh PT. X, baik yang bersifat keuangan maupun non-keuangan yang dihubungkan dengan strategi perusahaan.

1.5. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dipakai untuk membantu memecahkan permasalahan ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Metode Pengumpulan Informasi
Metode pengumpulan informasi yang dipakai adalah :
1.5.1.1. Studi Literatur
Melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan topik dalam karya akhir ini. Hasil dari studi kepustakaan ini akan menjadi landasan teori untuk memecahkan permasalahan yang akan dibahas dalam karya akhir ini.
1.5.1.2. Studi Lapangan
Melakukan observasi langsung ke perusahaan dan mengumpulkan informasi dengan dua cara, yaitu :
- Pengumpulan dokumen perusahaan; dan
- Wawancara langsung dengan pihak manajemen perusahaan.
1.5.2. Metode Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, maka akan dilakukan analisa untuk mendapatkan kesimpulan dengan cara membandingkan teori-teori yang ada dengan konsep yang diterapkan oleh PT. X dan juga mencakup analisa terhadap strategi-strategi perusahaan yang diturunkan ke dalam bentuk ukuran-ukuran yang dipakai oleh PT. X.

1.6. Sistematika Pembahasan
Karya akhir ini akan dibagi ke dalam pokok bahasan yang dikelompokkan ke dalam bab-bab sebagai berikut :
1.6.1. Bab 1, berisikan pendahuluan yang memuat latar belakang mengapa PT X diambil sebagai obyek tulisan ini dan pengenalan sekilas terhadap PT X;
1.6.2. Bab 2, berisikan dasar-dasar teori yang digunakan dalam penelitian;
1.6.3. Bab 3, berisikan pengenalan yang lebih mendalam terhadap PT X meliputi latar belakang sejarah, visi, misi, dan strategi untuk tahun XXXX;
1.6.4. Bab 4, berisikan analisa dan pembahasan permasalahan yang diteliti dengan menggunakan teori-teori yang dijelaskan dalam Bab 2;
1.6.5. Bab 5, berisikan kesimpulan yang merupakan rangkuman dari hasil analisa dan pembahasan penelitian yang dilakukan. Bab ini juga berisikan saran-saran yang dianggap perlu untuk kemajuan PT. X.
TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU

TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU

(KODE PTK-0034X) : TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan modern yang ditandai dengan pesatnya laju informasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi menuntut setiap orang memiliki kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Kecepatan dan ketepatan dalam menafsirkan dan menyerap informasi baik secara lisan maupun tulisan. Penafsiran dan penyerapan informasi tersebut dapat dilakukan dengan cara membaca, selanjutnya agar mudah mengingatnya melalui cara menulis.
Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar memiliki arti dan peranan penting bagi siswa, karena merupakan awal mula diletakkannya landasan kemampuan berbahasa Indonesia. Hal ini bertambah pentingnya mengingat sebagian besar peserta didik yang memasuki Sekolah Dasar hampir tidak memiliki latar belakang berbahasa Indonesia (Depdikbud 1995: 1).
Kegiatan membaca dan menulis merupakan suatu kegiatan yang unik dan rumit, sehingga seseorang tidak dapat melakukan hal tersebut tanpa mempelajarinya. Bagi sebagian orang kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang bermanfaat. Kemampuam membaca dan menulis merupakan dasar bagi anak untuk menguasai berbagai mata pelajaran. Maka daripada itu, anak harus belajar membaca dengan benar. Membaca dengan benar perlu menguasai teknik belajar membaca, yaitu dengan sikap duduk yang benar, dan letak buku bacaan yang lurus dengan pinggir meja, serta dengan jarak mata dan buku yang sesuai antara 25-30 cm. (Depdiknas,1995: 22).
Demikian juga kemampuan menulis, tanpa memiliki kemampuan siswa akan mengalami kesulitan dalam menyalin, mencatat, dan menyelesaikan tugas sekolah. Mengingat pentingnya kedua kemampuan dan keterampilan tersebut dalam kehidupan, maka membaca menulis permulaan perlu diajarkan di lingkungan sekolah mulai kelas I Sekolah Dasar .
Kegiatan membaca dan menulis merupakan bentuk manifestasi kemampuan berbahasa yang dikuasai setelah kemampuan menyimak dan berbicara. Dibandingkan dengan kedua kegiatan tersebut, keterampilan membaca dan menulis jauh lebih sulit menguasainya. Hal ini disebabkan kemampuan membaca dan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan non kebahasaan.
Mengingat sulitnya menguasai kedua keterampilan tersebut, maka seorang guru atau pengajar harus memiliki penguasaan strategi pembelajaran yang baik dan tepat. Membelajarkan kegiatan membaca dan menulis memang tidak mudah. Sering dijumpai berbagai kesulitan sehingga perlu adanya pemilihan teknik yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pengajaran membaca dan menulis diberikan dengan sederhana mulai kelas I Sekolah Dasar. Pengajaran ini dikenal dengan Membaca Menulis Permulaan dengan "Tujuan memperkenalkan cara membaca dan menulis dengan teknik-teknik tertentu sampai dengan anak mampu mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, dengan kata lain kalimat sederhana ". (Henry Guntur Tarigan, 1977: 20).
Kemampuan membaca siswa yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan lanjut di kelas yang lebih tinggi. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya. Pada tahapan ini siswa harus benar-benar mendapat perhatian guru, jika dasar itu tidak kuat maka pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk mempelajari bidang lainnya.
Sementara itu kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang bersifat produktif, artinya dengan kemampuan membaca menulis siswa dapat menghasilkan suatu karya dalam bentuk tulisan. Banyak hal yang terlibat pada saat seseorang menulis. Berpikir secara teratur dan logis, mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, serta mampu menggunakan bahasa secara efektif dan menerapkan kaidah dalam menulis. Sebelum dapat mencapai tingkat kemampuan menulis tersebut siswa harus mulai belajar mengenal lambang-lambang bunyi. Mengingat pentingnya kemampuan membaca dan menulis, maka dalam proses pembelajaran di sekolah guru hendaknya merencanakan segala sesuatunya baik materi, metode dan alat pembelajarannya.
Keluhan tentang kekurangterampilan siswa dalam membaca dan menulis permulaan di Sekolah Dasar pada kelas I dalam pelajaran Bahasa Indonesia saat ini masih sering dirasakan, dalam kenyataan masih ada keluhan guru di Sekolah Dasar mengenai membaca, karena masih ada siswa kelas II, III, dan IV yang belum bisa membaca dengan baik. Faktor- faktor yang menyebabkan siswa tersebut belum bisa membaca dan menulis antara lain: lingkungan keluarga yang tidak kondusif, motivasi siswa dalam membaca permulaan masih rendah, serta penerapan metode dan strategi pengajaran membaca dan menulis permulaan yang kurang tepat.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis siswa Sekolah Dasar dapat diajarkan dengan baik serta diperoleh hasil yang maksimal, maka guru memerlukan suatu strategi yang efektif dan efisien yang dapat diterapkan di Sekolah Dasar. Hal ini senada pendapat Nana Sudjana (1989: 24) yang mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan prestasi belajar yang dikehendaki dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat memilih strategi yang disesuaikan dengan kondisi siswa kelas I SD. Kondisi siswa kelas I SD berbeda dengan kondisi siswa kelas yang lebih tinggi. Siswa kelas I SD sangat peka dan menurut apa yang diajarkan gurunya.
Siswa kelas I SD menganggap guru sebagai idolanya. Apa yang diajarkan guru akan dicontoh pada proses belajarnya. Guru harus dapat memberi contoh belajar yang mudah diikuti oleh siswa, sehingga siswa mampu mencapai tujuan akhir pembelajaran.
Seperti yang diamanatkan dalam UU No 14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Pasal1). Ditegaskan pula bahwa guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Pasal 4).
Mengacu pada isi UU No. 14 Tahun 2005 di atas sangat jelas bahwa guru merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Guru, menurut Sarwiji Suwandi (2003a, 2003d,2004), merupakan variabel determinan bagi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Barangkali Anda bersetuju bahwa siswa- siswa yang berprestasi pada umumnya memiliki akses untuk berkembang dengan lebih baik di bawah bimbingan guru-guru yang profesional serta memiliki kemampuan intelaktual dan kreativitas tinggi.
Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar salah satunya adalah guru. Maka seorang guru harus memahami kurikulum secara komprehensif mulai dari konsep teori sampai dengan implementasinya di dalam kelas. Namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak jarang ditemukan masalah- masalah, dan kegagalan dalam pembelajaran. Pembelajaran kurang berhasil dengan ditandai prestasi atau nilai yang diperoleh siswa tidak memuaskan. Hal ini bila dikaitkan dengan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis permulaan dengan standar kompetensi di kelas I Sekolah Dasar masih rendah. Hal itu juga terjadi di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X kemampuan membaca dan menulis masih rendah.
Salah satu cara untuk mengatasi hal itu, guru harus dapat melakukan terapi dengan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). "Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat" (Wardani, 2000: 14).
Sementara itu, menurut Rohman Natawidjaya (1997), karakteristik penelitian tindakan sebagai berikut: a) merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata di tempat yang bersangkutan, b) diterapkan secara kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor- faktor yang ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian, c) terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu kinerja guru di kelas, d) bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan), e) banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi peneliti, f) menyerupai "Penelitian Eksperimental", namun tidak secara ketat memperdulikan pengendalian variabel, dan g) bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus.
Adapun tujuan penelitian tindakan kelas menurut Rochman Natawidjaya (1977) adalah: a) untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang dihadapi guru dan tenaga kependidikan, terutama yang berkenaan dengan masalah pembelajaran dan pengembangan materi pengajaran, b) untuk memberikan pedoman bagi guru atau administrator pendidikan di sekolah guna memperbaiki dan meningkatkan mutu kinerja atau mengubah system kerjanya agar menjadi lebih baik dan produktif, c) untuk melaksanakan program latihan, terutama pelatihan dalam jabatan guru, yaitu sebagai salah satu strategi palatihan yang bersifat inkuiri agar peserta lebih banyak menghayati dan langsung menerapkan hasil pelatihan tersebut, d) untuk memasukkan unsur - unsur pembaharuan dalam sistem pembelajaran yang sedang berjalan dan sulit untuk ditembus oleh pembaruan pada umumnya, e) untuk membangun dan meningkatkan mutu komunikasi dan interaksi antara praktisi (guru) dengan para peneliti akademis, dan f) untuk perbaikan suasana keseluruhan sistem atau masyarakat sekolah, yang melibatkan administrasi pendidikan, guru, siswa, orang tua, dan pihak lain yang bersangkutan dengan pihak sekolah.
Bertolak dari pendapat di atas, maka seorang guru dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas itu sendiri secara sadar, dan terencana dengan baik. Dengan penelitian tindakan kelas kualitas mengajar lebih baik, dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam belajar mengajar, sehingga kinerja guru dan siswa dapat meningkat pula. Selain itu guru akan terdorong semakin professional. Hal ini akan menyebabkan guru terus merefleksi proses belajar mengajarnya, kemudian melakukan tindakan yang tepat untuk memperbaiki dan mengevaluasi atas kinerjanya sendiri.
Hal ini senada dengan pendapat Imam dkk. (2004) bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Guru akan memperoleh balikan yang bagus dan sistematis untuk perbaikan praktik pembelajaran. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar mengajar dapat diterapkan dengan baik atau tidak di kelas. Guru dapat mengadaptasi atau mengadopsi teori itu untuk diterapkan di kelas agar pembelajaran efektif, efisien, fungsional dan optimal.
Dalam penelitian ini ditawarkan salah satu alternatif tindakan dalam pembelajaran membaca menulis permualan di kelas I SD Negeri X, Kecamatan X, yaitu pembelajaran terpadu. Seperti diungkapkan oleh Tim Pengembangan PGSD (1997: 3) "Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individu maupun kelompok aktif mencari menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Guru diharapkan dapat menerapkan pembelajaran terpadu yang holistik, aktif, otentik, dan bermakna dengan pengembangan tema secara terpadu, sehingga terjadi proses pembelajaran otentik, mengenai proses maupun isi untuk semua materi pelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia mengenai membaca menulis permulaan.
Guru diharapkan dapat merancang kegiatan pembelajaran, agar siswa mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan baru sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna dan bermanfaat bagi siswa. Untuk menerapkan alternatif melalui pembelajaran terpadu ini, peneliti akan mengadakan kolaborasi dengan guru dan siswa kelas I SD agar dapat memusatkan perhatian dalam pengamatan secara cermat sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Alternatif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa melalui pembelajaran terpadu, guru lebih kreatif melakukan inovasi pada materi dan media pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Siswa merasa terbantu dalam berlatih, berpikir, dan bernalar karena mereka belajar melalui pengalaman yang nyata. Siswa bebas bertanya, agar dapat mengubah sikap siswa yang tadinya diam dan pasif menjadi bersemangat dan berani mengemukakan pendapat.
Pelajaran membaca dan menulis sebagai dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka perlu diupayakan suatu alternatif strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, Khususnya dalam pengajaran membaca dan menulis di Sekolah Dasar. Dalam hal ini guru dapat menerapkan bermacam- macam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan kesiapan guru serta siswa itu sendiri, dengan memperhatikan siswa sebagai subjek dan objek dalam proses belajar yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, agar hasil penelitian ini mendalam dan terfokus maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah dengan penerapan pembelajaran terpadu dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X ?
2. Apa sajakah masalah yang muncul dalam penerapan pembelajaran terpadu pada pembelajaran membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat peneliti sampaikan tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui dan mengatasi masalah yang timbul dalam pembelajaran terpadu, pada pembelajaran membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara teoretis dan secara praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengembangan salah satu teori pembelajaran membaca menulis yang menunjang mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar.
b. Memperkaya khazanah teori/keilmuan yang terkait dengan proses pembelajaran membaca menulis permulaan dengan penerapan pembelajaran terpadu.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Siswa
Untuk menambah pemahaman mereka bahwa dengan penerapan pembelajaran terpadu akan membantu kemampuan membaca menulis permulaan serta memberikan motivasi belajar.
b. Guru
Untuk mengembangkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca menulis permulaan yang benar- benar efektif dengan jalan penerapan pembelajaran terpadu, serta menambah pengalaman guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
c. Sekolah
Untuk memberi gambaran tentang kompetensi guru dalam mengajar, dan kompetensi siswa dalam membaca menulis permulaan, sehingga diharapkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan.
d. Peneliti
Untuk menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian dan fokus masalah yang berbeda.
TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR

TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR

(KODE PTK-0033X) : TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat memegang peranan penting terutama dalam pengungkapan pikiran seseorang. Konsep, pikiran dan angan-angan seseorang diungkapkan melalui bahasa baik, lisan maupun tertulis.
Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Membaca dan menulis sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa diajarkan di sekolah dengan tujuan agar para siswa dapat mengerti maksud yang terkandung dalam bacaan sehingga dapat memahami isi bacaan dengan baik dan benar.
Menurut St. Y. Slamet (2008: 57) bahwa Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) merupakan dua aspek kemampuan berbahasa yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan. Pada waktu guru mengenalkan menulis, tentu anak-anak akan membaca tulisannya. Menulis sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa wajib dikuasai oleh siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Djago Tarigan dan Henry guntur Tarigan (1997:20) bahwa pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) dengan tujuan memperkenalkan cara membaca dan menulis dengan teknik-teknik tertentu sampai dengan anak mampu mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, dengan kata lain kalimat sederhana.
Kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang unik dan rumit, sehingga seseorang tidak dapat melakukan hal tersebut tanpa mempelajarinya, terutama anak usia sekolah dasar yang baru mengenal huruf atau kata-kata.Kemampuan membaca merupakan dasar bagi anak untuk menguasai berbagai bidang studi. Lebih lanjut, dijelaskan oleh J.W. Lerner (1998: 349) anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi di kelas berikut. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar.
Dengan keterampilan membaca dan menulis, seseorang dapat mengerti berbagai macam informasi yang terkandung dalam tulisan secara benar. Keterampilan membaca yang baik dapat dikuasai melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan berlatih secara teratur. Untuk itu diperlukan rencana pembelajaran yang matang yang disusun berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditegaskan bahwa siswa sekolah dasar perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan membaca maupun menulis, sehingga siswa dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan membaca permulaan ditekankan pada membaca nyaring suku kata dan kata serta melafalkan kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Sedangkan dalam keterampilan menulis permulaan ditekankan pada menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, dan menyalin serta dikte. Dalam keterampilan membaca yang baik, di dalamnya perlu dikemukakan secara jelas kompetensi apa yang harus dicapai, kompetensi yang dimiliki siswa, indikator-indikator serta pengalaman belajar apa yang harus benar-benar dilatihkan dan dialami oleh siswa.
Berbagai upaya telah dilakukan guru untuk memberi bekal pengetahuan membaca serta pelatihan membaca, namun kenyataan menunjukkan bahwa sampai sekarang ini kemampuan membaca dan menulis permulaan di kalangan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X masih jauh dari harapan. Berdasarkan wawancara dengan guru, pembelajaran kurang berhasil dengan ditandai prestasi atau nilai yang dicapai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama dalam hal membaca dan menulis kurang memuaskan. Hal ini banyak ditemukan pada siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X yang belum dapat membaca dan menulis dengan baik, sehingga banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari berbagai bidang studi yang lain.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan siswa dalam membaca dan menulis adalah: (1) siswa kurang latihan; (2) kemampuan guru yang kurang dalam menggunakan media pembelajaran; (3) sistem kegiatan belajar mengajar yang monoton dan kurang menarik, sehingga siswa bosan.
Pembelajaran membaca dan menulis kelas I SDN X bersifat konvensional, belum menerapkan pembelajaran yang inovatif, dimana siswa belum berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran masih berpusat pada guru (central teaching), selain itu guru belum memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal terutama penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Dalam penelitian ini peneliti ingin menyampaikan salah satu alternatif tindakan dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan media gambar bagi siswa kelas I pada Sekolah Dasar Negeri X. Metode pengajaran dengan menggunakan media gambar merupakan salah satu strategi dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan media gambar ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan bagi siswa. Penggunaan media gambar dalam proses pembelajaran perlu dibahas mengingat sebagian besar siswa kelas I pada Sekolah Dasar Negeri X masih rendah kemampuannya dalam membaca dan menulis.
Media gambar yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa potret, kartu pos, ilustrasi dari buku, dan gambar cetak sesuai dengan tema dalam bacaan. Sedangkan gambar yang digunakan meliputi gambar: orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, peristiwa, dan alam sekitar yang sering di kenal oleh siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X ?
2. Apakah Pembelajaran dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dan motivasi belajar pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X melalui pembelajaran dengan media gambar.
2. Tujuan Khusus Penelitian
Secara khusus, penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk :
a. Meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X.
b. Mengetahui dampak penggunaan media gambar bagi peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah keilmuan yang terkait dengan proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan secara efektif dengan menggunakan media gambar.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah kemampuan membaca dan menulis siswa dengan menggunakan media gambar, sehingga kemampuan membaca dan menulis dapat ditingkatkan.
b. Bagi Guru Kelas
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan guru untuk mengembangkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca dan menulis yang benar-benar efektif dengan menggunakan media gambar, serta dapat menambah pengalaman guru.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang kompetensi guru dalam mengajar dan kompetensi siswa dalam mengembangkan kemampuan membaca dan menulis, sehingga diharapkan kemampuan membaca dan menulis siswa dapat ditingkatkan.
d. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para peneliti lain untuk menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian dan focus masalah yang berbeda.
TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERMAIN DRAMA RENDRA

TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERMAIN DRAMA RENDRA

(KODE PTK-0032X) : TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERMAIN DRAMA RENDRA (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang saat ini cukup banyak mendapat perhatian. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masuknya bahasa Indonesia menjadi salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sekolah cukup serius dalam menghadapi ujian nasional, sampai-sampai diberikan prioritas yang lebih terhadap mata pelajaran tersebut, tetapi ironisnya hanya sebatas untuk keperluan menghadapi ujian nasional.
Bahasa memiliki fungsi yang cukup penting sebagai sarana belajar. Sehingga perhatian dari elemen-elemen pembelajaran meningkat terhadap mata pelajaran ini. Namun perlu diketahui bahwa kondisi pada tataran praktis sebagian besar memberi reaksi yang kurang menguntungkan bagi tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang sebenarnya, yaitu termilikinya kompetensi-kompetensi berbahasa pada diri siswa.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jelas sekali bahwa banyak sekali kompetensi yang harus dicapai dari pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas atau di sekolah. Termilikinya suatu kompetensi dalam diri siswa menjadi salah satu indikator keberhasilan pembelajaran. Memang ketika merujuk pada suatu capaian yang ideal, tugas seorang guru sangatlah berat. Proses pencapaian kompetensi-kompetensi tersebut seringkali terbentur pada masalah-masalah dan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam pembelajaran di lingkup formal (kelas atau sekolah).
Mata pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah mencakup materi kebahasaan dan materi kesastraan. Terdapat empat aspek kompetensi dasar yang dijadikan acuan dalam proses pembelajaran, yaitu kemampuan mendengarkan, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, dan kemampuan menulis. Empat kompetensi itu masuk dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pada setian jenjang pendidikan. Materi bahasa dan sastra yang terdapat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, selalu berdasar pada empat kompetensi dasar tersebut dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum terbaru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mempunyai tujuan yaitu termilikinya kompetensi berbahasa pada siswa. Kompetensi yang dimaksudkan adalah kompetensi berbahasa reseptif dan kompetensi berbahasa produktif. Kompetensi berbahasa reseptif meliputi kemampuan mendengarkan dan membaca, dan kemampuan berbahasa produktif meliputi kemampuan berbicara dan menulis.
Kompetensi berbicara sebagai salah satu kompetensi berbahasa produktif, sering kali kurang mendapat pengelolaan yang tepat dalam pembelajaran yang terjadi di kelas. Solusi-solusi yang kerap dimunculkan dalam pembelajaran lebih pada solusi-solusi yang sifatnya kebutuhan sesaat, yaitu untuk keperluan Ujian Nasional. Ketika merujuk juga pada pemakaian pilihan ganda (multiple choise), banyak kompetensi berbahasa yang kurang dapat terwadahi dalam ujian tersebut. Seperti halnya dengan kemampuan berbicara dan menulis, dengan tes mulpitle choise, akan kurang dapat terlihat seberapa kemampuan anak dalam aspek tersebut. Pada akhirnya, orientasi yang berlebihan pada ujian nasional cenderung akan mengesampingkan pembelajaran pada aspek berbicara dan menulis.
Dalam pembelajaran sastra di sekolah khususnya tingkat SMA, terdapat tuntutan capaian kompetensi sastra. Salah satunya kemampuan memerankan tokoh dalam drama. Drama merupakan salah satu bentuk ekspresi yang dituntut untuk dimiliki siswa, sebagai salah satu capaian kompetensi berbahasa dalam ranah sastra. Efek-efek yang muncul tersebut juga menimpa pada materi sastra khususnya pembelajaran yang beraspek kompetensi berbahasa produktif atau aktif yaitu berbicara, lebih khusus lagi kompetensi "mampu memerankan tokoh drama atau cerita...". Meteri seperti itu jelas akan sangat kecil sekali kemungkinannya muncul dalam Ujian Nasional, kalaupun mungkin porsinya pastilah sangat sedikit sekali.
Banyak pengamat menilai pengajaran sastra selama ini berlangsung monoton, tidak menarik, bahkan membosankan. Siswa selama ini tidak diajak untuk menjelajah dan menggauli keagungan nilai yang terkandung dalam teks sastra drama, tetapi sekedar dicekoki dengan pengetahuan-pengetahuan tentang sastra drama yang bercorak teoritis dan hapalan. (Pusat Bahasa, www.com.pusat bahasa.go.id)
Selain itu masalah itu, banyak juga faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap proses pembelajaran materi tersebut. Di antaranya kondisi pendidik, siswa, dan penjabaran materi itu sendiri dalam pembelajaran di kelas. Elemen-elemen tersebut menjadi sangat berberperan dalan keberhasilan proses pembelajaran di kelas, terutama pembelajaran dengan kompetensi berbicara, seperti kemampuan memerankan tokoh drama atau cerita. Di sekolah-sekolah, naskah drama paling tidak diminati. Dalam suatu penelitian Yus Rusyana disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca karya sastra yang tebanyak adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama (Herman J. Waluyo, XXXX : 2). Hal ini disebabkan menghayati naskah drama yang berupa dialog itu cukup sulit dan harus tekun. Dengan pementasan atau pembacaan oleh orang yang terlatih, hambatan tersebut kiranya dapat diatasi. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada penghayatan naskah prosa dan puisi.
Pembelajaran drama mempunyai peran yang cukup penting untuk melatih peserta didik mengasah sisi-sisi kemampuan berekspresi dalam bidang seni. Terlebih lagi dalam aspek memerankan suatu tokoh drama, dengan kemampuan memerankan tokoh drama, peserta didik (siswa) akan dapat mengasah mental mereka. Selain itu dengan memerankan suatu tokoh drama, sisiwa akan dapat menyelami berbagai karakter dari berbagai tokoh dalam drama yang diperankannya. Dengan begitu, siswa akan terlatih untuk dapat terus mengaktualisasikan diri di dalam lingkungannya.
Pembelajaran drama yang terjadi pada tataran praktis seringkali belum menghasilkan pembelajaran yang efektif. Hal tersebut terlihat dari kurangnya pemberian materi yang berkaitan tentang kemampuan memerankan tokoh drama. Seringkali guru langsung memberikan tugas pada siswa untuk membaca atau memahami suatu naskah drama, kemudian siswa diminta memerankan drama tersebut. Sehingga siswa cenderung memerankan tokoh drama tersebut dengan asal-asalan, dan cenderung hanya untuk memenuhi tugas dari guru.
Masalah yang muncul tersebut tidak lepas dari berbagai faktor. Salah satunya adalah wawasan tentang teknik bermain peran. Wawasan atau pengetahuan tentang teknik bermain peran, terutama yang dimiliki oleh guru, akan banyak berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran drama yang dilaksanakan di kelas. Penguasaan terhadap suatu teknik bermain peran akan sangat membantu seseorang untuk memerankan tokoh drama dengan baik.
Berangkat dari hal tersebut, tidak ada alasan untuk mengesampingkan pembelajaran drama di sekolah. Dalam mempelajari drama terutama aspek memerankan tokoh drama, memang sering kali menemui hambatan. Hambatan-hambatan itu sering muncul karena kurangnya pengetahuan tentang bermain drama dari guru maupun siswanya. Berbagai teknik bermain drama sebenarnya dapat dijumpai dalam berbagai literatur, salah satunya adalah teknik bermain drama dari Rendra. Rendra merupakan sosok yang sudah tidak asing lagi di dunia perteateran di Indonesia. Berbagai karya sudah dia hasilkan. Kemampuan dari seorang Rendra sudah tidak diragukan lagi. Salah satu karyanya (dalam bentuk buku) yang berhubungan dengan bermain peran adalah Seni Drama Untuk Remaja. Di dalam buku tersebut terkandung berbagai langkah atau teknik dalam bermain drama bagi pemula termasuk di dalamnya para siswa sekolah.
Salah satu kendala yang sering muncul dalam pembelajaran drama di sekolah, yaitu kurangnya pengetahuan tentang teknik bermain drama, dalam penelitian ini akan coba diuraikan dengan satu alternatif yaitu dengan
menggunakan teknik bermain drama Rendra. Hadirnya teknik bermain drama ini diharapkan akan membantu pembelajaran drama di sekolah.

B. Perumusan Masalah
Berangkat dari uraian pada bagian sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah penerapan teknik bermain drama Rendra dalam meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan teknik bermain drama Rendra dapat meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
3. Apakah permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
4. Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan proses pembelajaran drama menggunakan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.
2. Meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX melalui penerapan teknik bermain drama Rendra.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.
4. Mendeskripsikan dan menjelaskan cara mengatasi permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan kebahasaan dan kesastraan, terutama dalam penerapan media dalam pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran drama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Kemampuan siswa dalam memerankan tokoh drama meningkat
2) Minat dan motivasi siswa dalam belajar memerankan tokoh drama meningkat
3) Siswa lebih memiliki keberanian memerankan tokoh drama
b. Bagi Guru
1) Peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran drama dengan penerapan teknik bermain drama Rendra
2) Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa
3) Memberikan solusi atas kesulitan dalam pembelajaran drama khususnya aspek memerankan tokoh drama
4) Meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi drama
c. Bagi Sekolah
1) Sebagai masukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru
2) Dapat menumbuhkan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga tercipta kualitas pembelajaran yang baik, aktif, efektif, dan inovatif.
TESIS PTK PENGGUNAAN METODE QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS DITINJAU DARI INTELIGENSIA SISWA DI SMAN X

TESIS PTK PENGGUNAAN METODE QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS DITINJAU DARI INTELIGENSIA SISWA DI SMAN X

(KODE PTK-0031X) : TESIS PTK PENGGUNAAN METODE QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS DITINJAU DARI INTELIGENSIA SISWA DI SMAN X (MATA PELAJARAN : GEOGRAFI)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan yang bidang kajiannya memungkinkan peserta didik memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia (Depdiknas, 2000 : 533). Pembelajaran Geografi bukan hanya untuk menguasai tentang pengetahuan belaka, tetapi juga untuk mampu menggunakan ilmu yang telah dipelajarinya dan membentuk siswa agar menjadi warga masyarakat yang percaya diri dalam berperan serta secara produktif (Depdiknas, 2000 : 47).
Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran Geografi memiliki makna penting dalam pembentukan manusia yang produktif. Namun demikian, berdasarkan pengamatan proses pembelajaran Geografi di kelas berjalan tidak efektif. Guru lebih mendominasi kelas, siswa lebih bersifat pasif dan tidak berminat atau termotivasi untuk mempelajari materi-materi Geografi dengan lebih mendalam. Hal ini berpengaruh terhadap hasil prestasi yang dicapai oleh siswa yang ditunjukkan melalui nilai ulangan harian.
Ulangan harian siswa kelas XI IPS 1 SMAN X menunjukkan ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai. Hal ini ditunjukkan dari rendahnya nilai yang diperoleh siswa pada saat ulangan harian. Sebagian besar siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal (SKBM = 66) yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini terlihat dari rendahnya rerata nilai untuk kelas tersebut, seperti tersaji pada tabel berikut ini.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Permasalahan rendahnya prestasi belajar siswa tersebut harus segera diatasi. Ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai berarti tujuan pembelajaran juga tidak akan tercapai. Oleh karena itu diupayakan proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara optimal.
Langkah awal yang dapat dilakukan oleh guru dalam memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan mengubah paradigma teaching menjadi paradigma learning. Dalam hal ini, guru tidak lagi berperan sebagai penyampai materi dan siswa bukan berperan sebagai kendi kosong yang akan diisi oleh guru. Guru seharusnya tidak mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa hanya duduk, diam, mendengarkan, mencatat, dan mentaati segala perlakuan guru.
Dalam paradigma learning, pusat pembelajaran adalah siswa. Dalam hal ini proses pendidikan menjadi proses bagaimana belajar bersama antara guru dan anak didik (Sidi, 2000: 25). Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar.
Paradigma learning juga secara jelas terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad 21 versi UNESCO. Keempat visi tersebut adalah (1) learning to think, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be.
Keempat visi pendidikan tersebut dapat disimpulkan menjadi learning how to learn. Dalam hal ini pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, tetapi juga berorientasi pada bagaimana seorang siswa bisa belajar dari lingkungan, dari pengalaman, dan dari alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya pikir yang imajinatif.
Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan paradigma learning adalah pembelajaran dengan quantum teaching. Pembelajaran quantum teaching merupakan pembelajaran yang berlangsung secara meriah dengan segala suasananya. Pembelajaran ini lebih terpusat kepada siswa, dengan metode pembelajaran yang menyenangkan. Pemakaian berbagai alat bantu seperti penataan bangku yang berbeda-beda, dan musik mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik minat siswa untuk terus mengikuti pembelajaran.
Selain metode pembelajaran, keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Salah satu faktor yang berasal dari dalam diri siswa adalah taraf inteligensia.
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa taraf inteligensia seseorang berpengaruh terhadap kemampuannya menyerap pelajaran atau mengikuti proses pembelajaran. Hamalik (1992:89) mendefinisikan inteligensia sebagai kemampuan untuk memudahkan penyesuaian secara tepat terhadap berbagai segi dari keseluruhan lingkungan seseorang. Dalam hubungan ini dikemukakan konsep yang lebih jauh tentang fungsi inteligensia, yaitu kemampuan-kemampuan untuk belajar di dalam situasi-situasi yang beraneka ragam, memahami dan membandingkan fakta-fakta yang luas dan abstrak dengan cepat dan tepat, memusatkan proses-proses mental terhadap masalah-masalah dan menunjukkan fleksibelitas dan kecerdikan dalam upaya mencari cara-cara penyelesaian
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa taraf inteligensia yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa siswa dengan taraf inteligensia yang rendah akan mencapai prestasi belajar yang berbeda dengan siswa yang memiliki taraf inteligensia yang tinggi.
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas pada mata pelajaran Geografi dan dapat meningkatkan presatasi belajar siswa. Selain itu, penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat mengetahui faktor taraf inteligensia terhadap prestasi belajar, aktivitas, dan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah penggunaan metode quantum teaching dapat meningkatkan prestasi belajar Geografi siswa kelas XI di SMAN X dilihat dari taraf inteligensianya?
2. Apakah penggunaan metode quantum teaching dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas XI di SMAN X dalam kegiatan belajar dilihat dari taraf inteligensianya?
3. Apakah penggunaan metode quantum teaching dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas XI di SMAN X dalam menyampaikan pendapat di muka umum dilihat dari taraf inteligensianya?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar Geografi siswa kelas XI di SMAN X dengan metode quantum teaching dilihat dari taraf inteligensianya.
2. Mengetahui peningkatan aktivitas siswa kelas XI di SMAN X dalam kegiatan belajar dengan mempergunakan metode quantum teaching dilihat dari taraf inteligensianya.
3. Mengetahui peningkatan kemampuan siswa kelas XI di SMAN X dalam menyampaikan pendapat di muka umum dengan metode quantum teaching dilihat dari taraf inteligensianya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat secara teoretis maupun manfaat praktis sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis.
a. Bagi akademik
Pelaksanaan dan hasil penelitian ini dapat menambah atau memperkaya kajian teori di bidang ilmu pengetahuan khususnya mengenai metode pembelajaran.
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis baik bagi guru, maupun siswa, sebagai berikut.
a. Bagi guru
1) Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini, guru dapat mengetahui strategi pembelajaran bervariasi yang lebih baik, lebih praktis dan hemat waktu, sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas.
2) Guru akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran serta karier guru itu sendiri.
3) Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru dalam upaya untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa.
4) Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan mempertimbangkan keunikan dan juga taraf inteligensia masing-masing siswa yang berbeda-beda.
b. Bagi siswa
1) Memberi suasana belajar yang menyenangkan
2) Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan penalaran sehingga akan meningkatkan pemahaman mereka.
3) Siswa diberi kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat terekam dengan lebih baik.
4) Siswa diberi kesempatan untuk berani mengemukakan pendapat sehingga meningkatkan rasa percaya diri mereka.
5) Prestasi belajar siswa dapat meningkat.
6) Sebagai model acuan dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa dalam menghadapi kurikulum berbasis kompetensi.
TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN METODE LATIHAN DISTRIBUTED PROGRESSIVE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MATERI BOLA BASKET DI SMAN X

TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN METODE LATIHAN DISTRIBUTED PROGRESSIVE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MATERI BOLA BASKET DI SMAN X

(KODE PTK-0030X) : TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN METODE LATIHAN DISTRIBUTED PROGRESSIVE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MATERI BOLA BASKET DI SMAN X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor manusia yang selalu ingin maju dan berkembang. Manusia mempunyai potensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat meningkatkan kualitas bangsanya. Semua itu dapat tercapai apabila didukung oleh berbagai pihak baik dari swasta maupun pemerintah. Pendidikan adalah suatu usaha menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan merupakan faktor utama yang menentukan kualitas suatu bangsa. Pendidikan bukanlah sesuatu yang bersifat statis melainkan sesuatu yang bersifat dinamis sehingga selalu menuntut adanya perbaikan yang dilangsungkan terus menerus. "Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota mayarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada" (Syaiful S, 2005 : 3)
Menurut John Dewey dalam bukunya Adang suherman dan Agus Mahendra (2001 : 1) mengatakan "seorang pendidik yang mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan, mendefinisikan pendidikan sebagai penataan ulang atau rekontruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakn". Definisi ini mengandung arti bahwa pendidikan seseorang terdiri dari segala sesuatu yang ia lakukan, dari mulai lahir sampai mati, berbuat atau mengerjakan sesuatu, sehingga seseorang belajar dengan cara melakukan segala aktivitas pendidikan yang dapat terjadi di kelas, perpustakaan, tempat bermain, perjalanan atau di rumah.
Pendidikan jasmani adalah disiplin akademik yang bersifat interdisiplin pengembangannya sangat tergantung dari ilmu yang menyangga (psikologi, kesehatan filsafat, pendidikan, pengajaran dan sebagainya). Untuk dapat mengembangkan pendidikan jasmani sebagai disiplin ilmu, prasyarat mutlak yang harus dilaksanakan adalah insan akademik pendidikan jasmani untuk mengeksplorasi ilmu-ilmu penyangga, karena tanpa menguasi ilmu penyangga pendidikan jasmani akan semakin jauh tertinggal, karena pengembangan konsep dan teori ilmu penyangganya maju dengan pesat. Ilmu pengajaran merupakan salah satu penyangga pendidikan jasmani, baik teoritis maupun praktis. Pendidikan jasmani tidak akan berkembang tanpa mengikuti perkembangan ilmu pengajaran. Demikian juga ilmu pengajaran tidak akan berkembang tanpa mengikuti perkembangan teori belajar.
Pendidikan jasmani menitikberatkan proses pendidikan kepada aktifitas jasmani yang memanfaatkan mekanisme gerak atau motorik. Gerak tersebut digunakan sebagai alat untuk mencapai keserasian tindakan yaitu perkembangan jasmani, mental dan rohani, emosional dan sosialnya. Kenyataan yang ada aspek jasmani atau fisik masih sangat dominan dan merupakan hal yang terpenting yang diperhatikan di lapangan ataupun pada proses belajar mengajar di sekolah. Guru pendidikan jasmani biasanya dalam setiap kegiatan pembelajaran selalu mengakhiri dengan evaluasi terhadap keberhasilan anak didik dalam menyerap apa-apa yang telah dipelajari. Kondisi seperti inilah yang dapat menyebabkan kekeliruan salah satu unsur dalam permainan, misalnya yang dinilai adalah hasil dari prestasi siswa bukan proses bagaimana siswa dapat melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran.
Pada dasarnya program pendidikan jasmani memiliki kepentingan yang relatif sama dengan program pendidikan lainnya dalam hal pembelajaran, yaitu sama-sama mengembangkan tiga domain antara lain psikomotor, afektif dan kognitif. Namun demikian, ada satu dan keunikan dari program pendidikan jasmani yang dimiliki oleh program pendidikan lainnya, yaitu dalam hal pengembangan domain psikomotor, yang biasanya dikaitkan dengan tujuan mengembangkan kebugaran jasmani siswa dan pencapaian keterampilan geraknya, disamping itu pendidikan jasmani tetap memiliki kesanggupan untuk meningkatkan aspek-aspek yang berada dalam domain afektif dan kognitif. Konsekuensi dari adanya pembibitan olahraga di sekolah adalah terlibatnya guru-guru pendidikan jasmani sebagai pemilih bibit dan juga pelatih ekstrakurikuler, sehingga para guru pendidikan jasmani dapat secara tepat merancang dan menyediakan pengalaman belajar yang sesuai dengan kemampuan anak dalam ketiga domain di atas. Sasaran yang ditekankan pada tahapan ini antara lain pembinaan mental terutama disiplin dan minat/perhatian terhadap cabang-cabang olahraga.
Untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani, ada beberapa faktor pendukung yang diperlukan antara lain faktor guru sebagai penyampai informasi, siswa sebagai penerima informasi, sarana prasarana dan juga metode atau cara untuk menyampaikan informasi. Metode yang dipilih dan diperkirakan harus cocok digunakan dalam proses pembelajaran teori atau praktek keterampilan, semata-mata untuk meningkatkan efektivitas dan efisien proses. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya mencapai tingkat optimal.
Permainan bola basket di sekolah menengah atas merupakan salah satu media dalam pendidikan jasmani untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik (psikomotor), pengetahuan dan penalaran (kognitif) serta penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial). Permainan bola basket memang kurang populer di masyarakat, kalah dengan cabang-cabang olahraga yang lebih merakyat seperti sepak bola, bola voli dan lainnya. Itu semua dikarenakan beberapa faktor diantaranya minimnya klub-klub bola basket dan pembinaannya, juga dipengaruhi oleh faktor fasilitas yang membutuhkan dana dan tempat yang memenuhi syarat. Berbeda dengan permainan sepak bola dan bola voli yang di mana ada tanah kosong, di situ dapat digunakan untuk bermain. Di dalam pelajaran sekolahpun materi bola basket hanya diminati beberapa siswa yang memang sudah mempunyai rasa senang atau hobi dalam bermain bola basket. Penguasaan keterampilan bermain bola basket pada siswa di SMAN X sampai saat ini belum mencapai hasil yang memuaskan dikarenakan dalam pembelajaran materi yang digunakan belum sepenuhnya tuntas dikarenakan kurang efektifnya program yang diberikan. Dalam materi bola basket masih banyak siswa cenderung pasif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Mayoritas siswa SMAN X kurang begitu senang dengan permainan bola basket, ini dibuktikan dengan fakta yang ada yaitu dari hasil evaluasi belajar yang masih rendah dan hasil pengamatan dilapangan yang membuktikan jarang sekali siswa menggunakan waktu luangnya memanfaatkan lapangan untuk bermain bola basket. Hasil pengamatan guru pendidikan jasmani menemukan kendala-kendala yang menjadi pemicu rendahnya hasil belajar bola basket di SMAN X antara lain metode pembelajaran yang kurang menyasar pada materi yang diterapkan, program latihan yang tidak konsisten yang menyebabkan siswa menjadi bingung dan bosan. Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang monoton sehingga siswa tidak konsentrasi pada materi yang diberikan. Jadi banyak siswa terutama siswa putri merasa malas untuk bermain bola basket dengan alasan bamyak hal, anggapan susah mempelajari teknik bermain merupakan alasan yang paling menonjol di dalam benak dan pikiran siswa. Kemonotonan guru dalam menggunakan metode pembelajaran secara konvensional sangat berpengaruh terhadap respon siswa. Maka dari hasil pengamatan tersebut di atas diharapkan guru pendidikan jasmani berupaya menemukan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mencari metode pembelajaran yang tepat sehingga pembelajaran menjadi menarik dan memberikan ruang bagi siswa untuk berkreativitas dan terlibat secara aktif sepanjang proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam praktek pembelajaran pendidikan jasmani umumnya dan permainan boa basket khususnya, cenderung berpusat pada guru, dimana para siswa melakukan latihan fisik atau latihan keterampilan dasar berdasarkan perintah dari guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh siswa karena inisiatif sendiri. Masih banyak guru-guru pendidikan jasmani ketika mengajar mempergunakan pendekatan atau metode konvensional yang paling disenangi dalam pelaksanaan proses pembelajaran secara konvensional sering mengabaikan tugas-tugas ajar dan tidak sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sangat berhubungan dengan situasi belajar. Pertimbangan penggunaan metode pembelajaran tertentu harus memperhatikan dalam kondisi bagaimana dan di mana proses pembelajaran tersebut dilaksanakan. Kondisi belajar juga berhubungan dengan karakteristik dari materi pelajaran. Dengan demikian karakteristik dari materi pelajaran juga harus dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran. Jadi untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut dan untuk meningkatkan pestasi keterampilan bermain bola basket, maka guru perlu melakukan tindakan kelas yang memiliki tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil pembelajaran serta meningkatkan efisiensi pengelolaan pembelajaran.
Metode yang digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran bola basket tersebut adalah metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) atau latihan bertahap dengan diselingi istirahat dengan alasan metode tersebut yang lebih banyak dipelajari dan dianggap lebih praktis oleh guru pendidikan jasmani. Metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan dan kompleksitas. Metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) ini merupakan cara didalam proses tercapaianya sebuah latihan yang dicapai para pelatih atau guru di dalam istilah umum metode merupakan sebuah modifikasi, stimulasi dari suatu kenyataan yang disusun dari elemen yang khusus dari sejumlah fenomena yang dapat diawasi dan diselidiki oleh seseorang. Jadi dapat disimpulkan melalui metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) guru berusaha untuk mengarahkan dan mengorganisir latihan sesuai dengan tujuannya. Metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) keterampilan bola basket dengan menggunakan latihan bertahap dapat mengembangkan keterampilan bermain bola basket dan dalam setiap tahapan latihan diselingi dengan istirahat, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pelajaran pendidikan jasmani. Dengan menggunakan metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) diharapkan dapat memperbaiki kelemahan metode konvensional dan tidak tersisakan lagi, karena bagian-bagian dari metode konvensional tersebut diintegrasikan ke dalam bagian latihan yang lebih maju secara bertahap, sehingga akhirnya siswa tiba pada keutuhan gerak secara terencana. Disamping diberi latihan dengan menggunakan metode terdistribusi progresif (distributed progressive) siswa juga diberi pemahaman dan motivasi agar dapat mengembangkan penalarannya untuk berpikir maju yang bertujuan meningkatkan penampilan siswa dalam keterampilan bola basket secara tepat dan efisien dan dalam kesempatan itu pula keterampilan motorik juga ikut berkembang. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode latihan terdistribusi progresif (distributedprogressive) pada keterampilan bola basket diharapkan guru dapat memberikan beberapa penilaian dalam satu kegiatan pembelajaran. Dan diharapkan pula siswa menjadi aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran bola basket dan semakin menyenangi permainan tersebut.
Siswa dikatakan berhasil mencapai kompetensi dalam melakukan pembelajaran pendidikan jasmani pada materi bola basket kelas XI IPS semester gasal tahun pelajaran XXXX/XXXX di SMAN X Kabupaten Boyolali apabila rata-rata hasil tes bola basket mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 65. Oleh karena itu, peneliti memiliki pandangan bahwa penerapan metode latihan dalam pembelajaran bola basket harus tepat, yaitu dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Dengan penelitian tindakan kelas guru akan dapat mengetahui secara jelas masalah-masalah yang ada di kelasnya, dan bagaimana cara mengatasi masalah itu. Di samping itu juga guru dapat memperbaiki parktek-praktek pembelajaran dan penilaian sehingga lebih efektif. Berangkat dari keinginan peneliti untuk memberikan perbaikan terhadap hasil pembelajaran pendidikan jasmani pada materi bola basket inilah peneliti melakukan penelitian tindakan kelas di SMAN X.

B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak pada uraian di atas, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan strategi pembelajaran dalam permainan bola basket. Maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive akan dapat meningkatkan motivasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS.1 SMAN X?
2. Apakah dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive akan dapat meningkatkan prestasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS.1 SMAN X?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat disampaikan tujuan penelitian, yaitu :
1. Untuk mengetahui peningkatkan motivasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS melalui penerapan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive.
2. Untuk mengetahui peningkatkan prestasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS melalui penerapan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang telah ada, yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti khususnya tentang pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani khususnya materi bola basket.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi guru
1. Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan menganalisis masalah yang muncul di kelas.
2. Guru memiliki variasi dalam strategi dan proses pembelajaran.
3. Guru memahami perbedaan individu siswa.
4. Guru mendapatkan pengetahuan dan wawasan dalam menentukan model pembelajaran.
5. Guru mampu melakukan penelitian tindakan kelas.
b. Manfaat bagi siswa
1. Siswa timbul keberanian untuk mengembangkan daya kreasi.
2. Siswa berkembang kemampuan daya pikirnya.
3. Tumbuh kompetensi antar siswa.
4. Siswa termotivasi untuk belajar keterampilan secara lebih baik.
5. Siswa terdorong untuk aktif dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan bermain bola basket.
c. Manfaat bagi sekolah
1. Penelitian tindakan kelas bermanfaat dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran yang merupakan kunci terdapatnya kualitas sekolah. Jika kualitas pembelajaran meningkat diharapkan prestasi siswa juga meningkat yang merupakan indikator tercapainya kulaitas sekolah.
2. Penelitian tindakan kelas bermanfaat mengangkat citra lembaga pendidikan yang kreatif dan inovatif.
3. Sebagai masukan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.
d. Manfaat bagi perpustakaan sekolah
Menambah khasanah perpustakaan sekolah tentang peningkatan prestasi pendidikan jasmani dengan menggunakan model pembelajaran keterampilan bermain bola basket.
e. Manfaat bagi pengembang profesi
Bagi guru pengembang profesi, metode pembelajaran olahraga khususnya cabang olahraga permainan bola basket, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya dalam mendisain strategi pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Kesehatan di SMA.