Search This Blog

SKRIPSI PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)

SKRIPSI PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)

(KODE ILMU-HKM-0048) : SKRIPSI PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memiliki rumusan sistem pembuktian tersendiri. Adapun rumusan sistem pembuktian tersebut adalah untuk mendukung tujuan dari pada hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil.
Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum, meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan, dan apakah orang yang didakwakan ini dapat dipersalahkan.
Untuk mendukung implementasi rumusan sistem pembuktian tersebut harus berpedoman pada asas-asas yang berlaku dalam proses peradilan pidana, seperti asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan asas pemeriksaan akusator. Sebagai perwujudan asas praduga tidak bersalah, maka di dalam Pasal 66 KUHAP ditegaskan bahwa tersangka atau terdakwa sebagai subjek dalam setiap tingkatan pemeriksaan tidak dibebani dengan kewajiban pembuktian. Hal tersebut merupakan bentuk perlindungan hak asasi terdakwa sebagai konsekuensi dari dianutnya asas pemeriksaan akusator dalam KUHAP.
Sebagai subjek dalam pemeriksaan, maka tersangka atau terdakwa diberikan kebebasan untuk melakukan pembelaan diri terhadap dakwaan yang ditujukan kepada dirinya. Pasal 52 KUHAP menyebutkan bahwa "dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau Hakim". Dengan kata lain terdakwa mempunyai hak untuk ingkar, yakni berhak untuk mengingkari setiap keterangan ataupun kesaksian yang memberatkan dirinya serta berhak untuk mengingkari terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya karena dilindungi oleh asas praduga tak bersalah.
Ditinjau dari perspektif sistem peradilan pidana, maka perihal pembuktian merupakan hal yang sangat penting bagi setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam hal menilai terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Bagi penuntut umum, maka pembuktian merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka mendukung tugasnya sebagai pihak yang memiliki beban untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
Berbeda halnya dengan advokat dalam kapasitasnya sebagai penasihat hukum, maka pembuktian merupakan faktor yang penting dalam rangka melakukan pembelaan yang optimal terhadap terdakwa selaku kliennya. Dalam kapasitasnya sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pada tingkatan pengadilan maka perihal pembuktian merupakan faktor yang juga sangat menentukan bagi hakim dalam mendukung pembentukan faktor keyakinan hakim.
Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang pada pokoknya menjelaskan bahwa hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim yang terbentuk didasarkan pada alat bukti yang sah tersebut. Apabila ditinjau dari perspektif yuridis, maka dalam hal pembuktian tersebut harus berisi ketentuan tentang jenis alat bukti dan ketentuan tentang tata cara pembuktian yang dilakukan secara benar dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dengan melanggar hak asasi terdakwa. (www.MMS Consulting - Advocates & Counselors at Law -.htm)
Dalam praktek pembuktian perkara pidana di persidangan dikenal alat adanya alat bukti yang disebut dengan istilah saksi mahkota. Pada dasarnya, istilah saksi mahkota tidak disebutkan secara tegas dalam KUHAP. Penggunaan alat bukti saksi mahkota hanya dapat dilihat dalam perkara pidana yang berbentuk penyertaan, dan terhadap perkara pidana tersebut telah dilakukan pemisahan (splitsing) sejak proses pemeriksaan pendahuluan di tingkat penyidikan.
Selain itu, munculnya dan digunakannya saksi mahkota dalam perkara pidana yang dilakukan pemisahan tersebut didasarkan pada alasan karena kurangnya alat bukti yang akan diajukan oleh penuntut umum. Dalam perkembangannya, ternyata muncul berbagai pendapat, baik yang berasal dari praktisi maupun akademisi, mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana.
Sebagian pihak berpendapat bahwa penggunaan saksi mahkota diperbolehkan karena bertujuan untuk tercapainya rasa keadilan publik. Namun sebagian berpendapat, bahwa penggunaan saksi mahkota tidak dibolehkan karena bertentangan dengan hak asasi dan rasa keadilan terdakwa. Bahkan perbedaan persepsi tentang penggunaan saksi mahkota ini juga muncul dalam berbagai yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. (www. MMS Consulting - Advocates & Counselors at Law.htm)
Saksi mahkota dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 1986 K/Pid/1989, adalah teman terdakwa yang dilakukan secara bersama-sama yang diajukan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan penuntut umum dimana dalam hal ini perkaranya dipisah dikarenakan kurangnya alat bukti. Di dalam Putusan ini memang membenarkan adanya pengajuan saksi mahkota yang mana keterangannya dipergunakan sebagai alat bukti bersama dengan keterangan saksi yang lain.
Di dalam Putusan Mahkamah Agung RI yang lain No. 1174 K/Pid/1994 dan No. 1592 K/Pid/1994 tidak membenarkan adanya penggunaan saksi mahkota. Menurut putusan ini saksi mahkota juga pelaku, yang diajukan sebagai terdakwa dalam dakwaan yang sama oleh terdakwa yang diberikan kesaksian. Sebagaimana ketentuan untuk menjadi seorang saksi adalah ia harus melihat, mendengar ataupun mengalami sendiri karena apabila diketahui bahwa keterangannya adalah palsu, maka ia dapat dikenakan dengan pidana atas kesaksiannya tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut adalah bertentangan dengan hak terdakwa, karena sebenarnya saksi mahkota sendiri adalah juga terdakwa. Disini saksi mahkota mengalami tekanan psikis bagaikan makan buah simalakama, karena secara implisit membuktikan perbuatan yang ia lakukan dengan kesaksian yang benar karena adanya ancaman pidana dalam posisinya sebagai terdakwa tidak dapat mengingkari atau membela diri (karena terikat sumpah ketika menjadi saksi). Hal inilah yang membuat hak-hak saksi mahkota serasa percuma karena tidak dapat digunakan.
Berdasarkan uraian di atas tidak jarang dalam proses Pengadilan menggunakan saksi mahkota dalam mengungkap fakta hukum dan fakta peristiwa karena keterbatasan alat bukti. Tidak semua perkara pidana boleh menggunakan saksi mahkota, hanya perkara tertentu saja dalam hal terdapat sifat penyertaannya. Disini, hakim berhak untuk mempertimbangkan mengenai kesaksian yang diberikan oleh saksi mahkota, karena ia juga telah terikat sumpah. Dalam penetapan putusan oleh majelis hakim, berhak untuk mempertimbangkan atau tidak terhadap keterangan saksi mahkota tersebut.
Disinilah yang menjadi pertanyaan, ketika saksi keterangannya diindahkan oleh majelis hakim, maka bagaimanakah kekuatan pembuktiannya.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang membahas permasalahan tentang penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Hal tersebut penulis sajikan dalam bentuk penelitian Penulisan Hukum yang berjudul "PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)"

B. Rumusan Masalah
Guna memberikan arah dan panduan yang mengerucut mengenai bahasan yang di kaji dalam suatu penelitian, perumusan masalah sebagai sebuah konsepsi permasalahan yang akan dicari jawabannya perlu ditentukan terlebih dahulu. Adapun permasalahan dalam penelitian ini antara lain:
- Bagaimanakah penggunaan saksi mahkota (kroon getuige) dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan di persidangan Pengadilan Negeri X?
- Bagaimanakah kekuatan saksi mahkota (kroon getuige) sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pencurian dengan kekerasan di persidangan?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan saksi mahkota oleh hakim Pengadilan Negeri X dalam memeriksa dan memutus perkara pencurian dengan kekerasan.
b. Untuk mengetahui kekuatan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pencurian dengan kekerasan di persidangan.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum serta pemahaman aspek yuridis pada teoritik dan praktik dalam lapangan hukum khususnya terhadap penerapan saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana.
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi masukan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya, dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan pembuktian.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah literatur, referensi dan bahan-bahan informasi ilmiah serta pengetahuan bidang hukum yang telah ada sebelumnya, khususnya untuk memberikan suatu deskripsi yang jelas mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Bagaimanakah kekuatan saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana di persidangan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti penulis yaitu bagaimana penggunaan saksi mahkota dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan khususnya di Pengadilan Negeri X dan bagaimana kekuatan pembuktiannya.
b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotese, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi, 1989: 4)
Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotes
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Hal ini sesuai dengan pandangan Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan ( Soerjono Soekanto 2001:13-14 ).
2. Sifat Penelitian
Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Amirudin dan Z. Asikin. 2004:25). Dari pengertian tersebut dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek yang diteliti pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Jadi dari pengertian tersebut penulis berusaha untuk melukiskan keadaan dari suatu objek yang dijadikan permasalahan.
Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang penggunaan saksi mahkota dan kekuatan pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
3. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pemah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.
Soerjono Soekanto dalam bukunya Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam hal ini penulis menggunakan bahan hukum primer, meliputi:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Putusan MA No. 1986 K/Pid/1989 dan Putusan MA No. 1174 K/Pid/1994 dan No. 1592 K/Pid/1994
4) Putusan Hakim Pengadilan Negeri X No. 53/Pid.B/2002/PN.Pwt, tanggal putusan 20 Mei 2002
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum. Bahan hukum sekunder ini meliputi : jurnal, literatur, buku, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
c. Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapar diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik atau catatan-catatan resmi, yaitu dokumen Putusan Hakim Pengadilan Negeri X No.53/Pid.B/2002/PN.Pwt, tanggal putusan 20 Mei 2002 dan peraturan perundang-undangan yang memuat tentang penggunaan saksi mahkota dan pembuktian.
Selain sumber data yang berupa undang-undang negara maupun peraturan pemerintah, data juga diperoleh dari makalah-makalah, buku-buku referensi dan artikel media massa yang mengulas tentang penggunaan saksi mahkota dan kekuatan pembuktiaannya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data ini yang diambil oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (Library Research). Teknik pengumpulan data ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian.
Sehubungan dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
6. Teknik Analisis Data
Faktor terpenting dalam penelitian untuk menentukan kualitas hasil penelitian yaitu dengan analisis data. Data yang telah kita peroleh setelah melewati mekanisme pengolahan data, kemudian ditentukan jenis analisisnya, agar nantinya data yang terkumpul tersebut lebih dapat dipertanggungj awabkan.
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, yang dalam hal ini analisis dilakukan secara logis, sistematis dan yuridis normatif dalam kaitannya dengan masalah yang diteliti. Adapun yang dimaksud dengan logis adalah pemahaman data dengan menggunakan prinsip logika baik itu deduktif maupun induktif, sistematis adalah dalam pemahaman suatu data yang ada tidak secara berdiri sendiri namun dalam hal ini harus saling terkait, dan yang dimaksud dengan yuridis normatif adalah memahami data dari segi aspek hukum dengan menggunakan interpretasi yang ada, asas-asas yang ada, perbandingan hukumnya, sinkronisasinya dan juga interpretasi dari teori hukum yang ada.
Sebagaimana hal tersebut dengan memperhatikan penafsiran hukum yang dilakukan serta asas-asas hukum yang berlaku pada ilmu hukum, yaitu undang-undang tidak berlaku surut; undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula; undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum; undang-undang belakangan membatalkan yang berlaku terdahulu; undang-undang sebagai sarana semaksimal mungkin mencapai kesejahteraan spiritual dan material masyarakat maupun individu.

F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang tinjauan umum tentang pengertian pembuktian dan alat bukti yang sah menurut KUHAP, tinjauan umum tentang saksi mahkota dan pengertian tentang pencurian dengan kekerasan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya : Pertama, penggunaan saksi mahkota (kroon getuige) dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan di persidangan Pengadilan Negeri X. Kedua, bagaimanakah kekuatan saksi mahkota (kroon getuige) sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pencurian dengan kekerasan di persidangan
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SKRIPSI IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

SKRIPSI IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

(KODE ILMU-HKM-0047) : SKRIPSI IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN


BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara kekuasaan belaka.Pernyataan para pendiri Negara Republik Indonesia pada waktu itu sekaligus meletakan rambu-rambu pengendali terhadap siapa saja yang diberi kepercayaan untuk menyelengarakan pemerintahan di republic Indonesia.Tujuan atau Fungsi hokum pada umumnya sebagai pengayom, melindungi, yaitu dengan jalan menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh di lakukan.
Mewujudkan tata kehidupan bermasyarakat memanglah tidak mudah semua itu tergantung pada setiap individu yang ada pada lingkup masyarakat dalam menjalani kehidupanya sehari-hari.Mampu atau tidak memperjuangkan hal tersebut terutama dalam hal kualitas perilaku dan pengendalian diri dari setiap individu tidak dapat di kontrol lagi pada akhirnya dapat terjadi kejahatan sehungga timbul ketidaknyamanan dan ketidakadilan terhadap yang berada di lingkungan sekitar.
Kejahatan menurut hukum pidana dapat dinyatakan sebagai perilaku yang merugikan terhadap kehidupan sosial (social injury), atau perilaku yang bertentangan dengan ikatan-ikatan sosial (anti sosial), ataupun perilaku yang tidak disesuai dengan pedoman hidup bermasyarakat (non-conformist). Konsekuensi dari proses interaksi sosial yang menyangkut terhadap perilaku kejahatan akan mendapatkan reaksi sosial. Reaksi-reaksi sosial terhadap kejahatan dalam masyarakat mempunyai berbagai wujud, yakni sebagian kejahatan ada yang dihukum sesuai dengan rumusan-rumusan hukum tentang kejahatan, dan sebagian lain ada pula yang diberikan reaksi sosial tanpa dihukum. Wujud reaksi sosial berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi sosial, baik yang formal oleh pejabat yang berwenang maupun yang informal oleh kalangan masyarakat tertentu.
Terjadinya proses kejahatan ditinjau dari tingkat pertumbuhan sejak dahulu, dapat dikelompokkan menjadi bentuk kejahatan individual dan kejahatan konvensional yang menyentuh kepentingan orang dan harta kekayaan sebagaimana telah dirumuskan dalam aturan hukum pidana atau kodifikasi hukum pidana. Akan tetapi, dalam perkembangan kehidupan masyarakat yang makin kompleks kepentingannya itu, menumbuhkan bentuk-bentuk kejahatan inkonvensional yang makin sulit untuk merumuskan norma dan saksi hukumnya, sehingga menumbuhkan aturan hukum pidana baru yang bersifat peraturan khusus. Kejahatan konvensional menyentuh kepentingan hak asasi, ideologi negara, dan lain-lainnya yang dinyatakan sebagai perilaku jahat dengan modus operandi dan kualitas yang makin sulit untuk dijangkau oleh aturan hukum pidana yang berlaku umum.
Dilihat dari segi kuantitas, tidak kejahatan yang terjadi sekarang ini semakin meningkat. Tindak kejahatan yang meningkat itu disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kemiskinan, tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh dapat kita ketahui banyak Para pemuda yang menjadi pengamen dan anak jalanan yang melakukan tindak kekerasan terhadap para pemakai jalan ataupun penumpang bus yang tidak mau memberikan uang mereka kepadanya. Tindak kekerasan dan pemaksaan itu merupakan wujud dari tindak kejahatan yang banyak terjadi sekarang ini. Hal ini merupakan fenomena sosial yang tidak mungkin kita pungkiri.
Dari segi kualitas para pelaku kejahatan semakin lihai dalam menghilangkan jejak mereka dan menyembunyikan identitas korbannya. Sebagai contoh pelaku kejahatan pembunuhan dengan melakukan pemotongan pada tubuh korban dengan maksud menghilangkan jejak dan identitas korban. Bukti lain bahwa kejahatan semakin canggih baik dari sudut kualitas pelaku kejahatan maupun sarana yang digunakan, yaitu kejahatan pencurian dengan menggunakan sarana komputer sebagai alat tindak kejahatan. Pelaku kejahatan yang sering disebut sebagai hecker ini dinilai dari sudut kualitas pelaku kejahatan dan sarana yang digunakan untuk melakukan kejahatan sudah dapat dikatakan canggih. Karena hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukan tindak kejahatan ini.
Menurut si stem hukum kita, yaitu KUHAP, aktivitas pemeriksaan terhadap suatu kasus pidana melibatkan:
1. Kepolisian, selaku penyidik yang melakukan serangkaian tindakan penyelidikan, penangkapan, penahanan, serta pemeriksaan pendahuluan.
2. Kejaksaan, selaku penuntut umum, dan sebagai penyidik atas tindak pidana khusus yang kemudian melimpahkannya ke Pengadilan.
3. Pengadilan untuk mendapatkan putusan hakim.
Salah satu asas yang penting dalam Hukum Acara Pidana adalah asas praduga tak bersalah yang termuat dalam perumusan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa seseorang yang disangka, ditahan, ditangkap, dituntut di muka pengadilan dianggap tak bersalah hingga pengadilan memutuskan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan bersumber asas praduga tak bersalah ini, meski bukti kuat dalam penyidikan atau pemeriksaan pendahuluan, seorang tersangka tetap tidak dianggap bersalah.
Penyidikan terhadap kejahatan merupakan suatu cara atau prosedur untuk mencari serta memberikan pembuktian-pembuktian dalam menerangkan suatu peristiwa yang terjadi mengenai kejahatan yang dilakukan. Penyidik akan menerima perintah dari atasannya untuk melaksanakan tugas-tugas penyidikan dan pengusutan, mengumpulkan keterangan sehubungan dengan peristiwa tersebut, yang kemudian akan menyerahkan berkas pemeriksaannya terebut ke Kejaksaan untuk diambil tindakan selanjutnya.
Hasil penyidikan akan membuktikan bahwa memang telah terjadi tindak pidana maka langkah selanjutnya adalah menemukan siapa tersangkanya dengan jalan penyidikan secara singkat penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Sifat penyidikan itu sendiri adalah mencari kebenaran materiil yaitu suatu kebenaran menurut fakta yang sebenarnya. Dalam hal ini penulis menggunakan sidik kaki atau bekas telapak kaki sebagai sarana penyidikan guna mengungkapkan suatu tindak pidana. Sidik kaki atau bekas telapak kaki dapat berupa telapak dan lekuk. Telapak adalah gambaran dasar yang biasanya ditinggalkan di atas dasar yang keras. Sedangkan lekuk adalah bekas telapak kaki yang ditinggalkan diatas permukaan yang lunak.
Sidik kaki merupakan salah satu bukti fisik yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Ciri-ciri tersebut tidak akan berubah selama hidup. Dalam kenyataannya memang tidak banyak peristiwa pidana yang menjadi terang atau dapat terungkap dengan bantuan pemeriksaan sidik kaki. Kata tidak banyak bukan berarti tidak ada sama sekali tetapi mengandung arti bahwa hanya sedikit peristiwa yang dapat terungkap dengan menggunakan pemeriksaan sidik kaki.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganggap penting untuk mengangkat masalah tersebut sebagai bahan penulisan hukum dengan judul: "IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ( STUDI KASUS DI POLWILTABES X )".

B. PERUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah implementasi wewenang kepolisian untuk melakukan tindakan pengambilan sidik kaki dalam rangka proses penyidikan perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polwiltabes X ?
2. Apakah hambatan implementasi wewenang kepolisian untuk melakukan tindakan pengambilan sidik kaki dalam dalam rangka proses penyidikan perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polwiltabes X ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan ini tidak lepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengertian mengenai sidik kaki.
b. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyidikan.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang ditemui dalam proses pengambilan sidik kaki.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memberikan pengetahuan bagi penyusun tentang seluk beluk pemeriksaan mengenai sidik kaki
b. Untuk menambah , memperluas serta mengembangkan pengetahuan bagi penyusun dalam bidang ilmu hukum khususnya Hukum Acara Pidana dengan harapan dapat bermanfaat di kemudian hari.
c. Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan di bidang hukum di Fakultas Hukum X.


D. MANFAAT PENELITIAN
Adanya suatu penelitian diharapkan memberi manfaat yang diperoleh terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari peneliti ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas permasalahan dari sudut teori.
b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
c. Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas X serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
a. Dapat memberikan data-data informasi mengenai kegunaan sidik kaki dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polresta X.
b. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepntingan langsung dengan penelitian ini.
c. Sebagai praktik dan teori penelitian dalam bidang hokum dan juga sebagai praktik dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode penelitian ilmiah.

E. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu tulisan atau karangan mengenai penelitian disebut ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu dilakukan dengan cara yang obyektif dan telah melalui berbagai tes dan pengujian (Winarno Surachman, 1992 : 26).
Peranan metode penelitian dalam sebuah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan secara lebih baik dan lengkap.
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian inter-disipliner.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui.
4. Memberikan pedoman mengorganisasikan serta mengintergrasikan pengetahuan mengenai masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986 : 7).
"Metode adalah pedoman cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi" (Soerjono Soekanto, 1986:6). Maka penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Menurut bidangnya penelitian ini termasuk penelitian hukum yang bersifat empiris atau sosiologis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan sesuatu hal di daerah tertentu pada saat tertentu. Sedangkan bila ditinjau dari bidang ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam skripsi ini, pelitian ini merupakan penelitian dibidang hukum yakni merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya ( Soerjono Soekamto , 1986 :118-119 )
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang didukung atau dilengkapi dengan penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga menghasilkan gabungan antara teori dan praktek lapangan. Sifat penelitian yang penulis pergunakan adalah sifat penelitian deskriptif kualitatif. "Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya" (Soerjono Soekanto, 1986:10). Metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif merupakan suatu penelitian yang menyelesaikan masalah-masalah yang ada dengan cara pengumpulan data, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterprestasi data-data kemudian diperoleh suatu hasil.
3. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data-data dalam penelitian, penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di unit Penyidikan Polwiltabes X.
4. Jenis Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini tergolong dalam data primer dan data sekunder :
a. Data Primer
Merupakan data yang diambil langsung dari sumber yang menjadi obyek penelitian. Data yang dimaksud adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan bagian penyidil Polwiltabes X.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan data orang lain yang sudah tersedia dalam buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan atau milik pribadi penulis. Dalam hal ini adalah bahan pustaka yang berkaitan dengan hukum khususnya tentang pemeriksaan sidik kaki.
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian yaitu hasil dari wawancara dengan penyidik dari polwiltabes X yaitu IPDA X dan AIPDA X.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu semua bahan atau materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis, meliputi Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.
Dalam penelitian ini data sekunder berupa bahan-bahan kepustakaan meliputi:
a. Buku-buku ilmiah di bidang hukum.
b. Makalah dan hasil-hasil karya ilmiah dari para sarjana.
c. Literatur dan hasil penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu semua bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, meliputi kamus, ensiklopedia dan sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian sangat diperlukan, karena dengan adanya data dapat menunjang penulisan sebagai bahan dalam penulisan itu sendiri.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara (interview)
Merupakan. penelitian yang digunakan secara langsung terhadap obyek yang diteliti dalam rangka memperoleh data primer dengan wawancara (interview). Wawancara ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung baik lisan maupun tulisan dengan responden yakni wawancara langsung dengan anggota unit Penyidikan Polwiltabes X yaitu dengan IPDA X dan AIPDA X. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang terarah, terpimpin dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti guna memperoleh hasil berupa data dan informasi yang lengkap.
b. Studi Dokumen
Merupakan pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dan data yang diperlukan sebagai landasan berfikir dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku literatur, perundang-undangan serta segala yang berkaitan dengan penelitian ini.
7. Teknik Penentuan Sampel
Populasi atau universe adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau kejadian atau seluruh unit yang menjadi objek penelitian. Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah Kepolisian Wilayah Kota Besar X khususnya unit Pelayanan Penyidikan.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi satu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2001 : 103).
Penulis menggunakan proses analisis kualitatif dengan model interaktif dalam penelitian ini, yaitu proses analisis dengan menggunakan 3 (tiga) komponen yang terdiri dari reduksi data sajian data dan kemudian penarikan kesimpulan yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus antara tahap-tahap tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan skema analisis interaktif sebagai berikut:
Kegiatan komponen itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di kepustakaan. Reduksi tersebut berlangsung terus menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah penelitian dan laporan akhir lengkap tersusun.
b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang member! kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Pada saat pengumpulan data seorang penganalisis mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proporsi. Kesimpulan-kesimpulan tetap akan ditangani dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengarah pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penulis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan, atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (Matthew B. Miles dan Michael Huberman, 1992 : 19).
Peneliti harus bergerak diantara keempat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi selama sisa waktu penelitiannya. Aktivitas yang dilakukan dengan proses itu komponen-komponen tersebut akan didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian direduksi yang berupa klasifikasi dan seleksi. Kemudian kita ambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus sehingga membuat siklus (H. B Sutopo, 2002 : 113).

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan, menganalisa serta menjabarkan isi dari penulisan hukum ini, maka penulis menyusun sistematika penilisan hukum dengan membagi bab-bab, sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan hukum mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum tentang Penyidikan Perkara Pidana, tinjauan umum tentang sidik kaki.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menjawab dan membahas permasalahan yang ingin diungkapkan sebelumnya yang meliputi Pengertian Sidik Kaki, Prosedur dalam Penyidikan. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses penyidikan.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi simpulan dan saran berdasarkan analisa dari data yang diperoleh selama penelitian sebagai jawaban terhadap permasalahan bagi para pihak yang terkait agar dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum ini.
LAMPIRAN
SKRIPSI PENGARUH STRATEGI QUANTUM QUOTIENT DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI SISWA DI SMPN X

SKRIPSI PENGARUH STRATEGI QUANTUM QUOTIENT DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI SISWA DI SMPN X

(KODE PEND-AIS-0033) : SKRIPSI PENGARUH STRATEGI QUANTUM QUOTIENT DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI SISWA DI SMPN X


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah.
Pendidikan merupakan cerita atau jalan untuk mengembangkan dan mengarahkan dirinya menjadi sosok manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan sempurna. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan kepribadian baik jasmani maupun rohani ke arah yang lebih baik dalam kehidupannya, sehingga semakin maju suatu masyarakat maka akan semakin penting pula adanya pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. 1Bersamaan dengan itu Islam memandang pendidikan sebagai dasar utama seseorang diutamakan dan dimuliakan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur'an Surat al-Mujadalah ayat 11, berikut ini yang berbunyi :
Artinya : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (QS, al-Mujadalah : 11).
Dalam pelaksanaan pendidikan pemerintah telah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran Nasional yang diatur dalam undang-undang. Untuk itu pemerintah memberikan hak pada warganya untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan ini dimulai dari lingkungan keluarga sebagai Lembaga pendidikan, kemudian pendidikan di lingkungan masyarakat sebagai pendidikan nonformal, oleh karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Dalam keseluruhan proses pendidikan (dalam hal itu di Sekolah atau Madrasah), kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok, ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik.
Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal oleh manusia, sejak manusia ada sebenarnya mereka telah melakukan ahtifitas belajar, oleh karena itu kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kegiatan belajar itu ada sejak adanya manusia. 5Belajar merupakan suatu proses perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya di dalam memenuhi kehidupannya.
Ahtifitas belajar bagi kegiatan individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar, terkadang lancar dan terkadang tidak, terkadang dapat menangkap dengan cepat apa yang dipelajarinya, terkadang amat sulit, demikian antara lain kenyataan yang kita jumpai pada anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan ahtifitas belajar.
Setiap individu memang tidak ada yang sama, perbedaan individual ini pula yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Sehubungan dengan ini, bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi umat manusia, sebagaimana perkembangan dan perwujudan diri bagi pembangunan Bangsa dan Negara serta Agama. Yang mana pendidikan dapat diperoleh secara formal (Sekolah) maupun nonformal (luar Sekolah). Di dalam lingkungan Sekolah terdapat bidang studi pendidikan Agama Islam yang bertujuan :
"Untuk meningkatkan keimanan, penghayatan, pemahaman dan pengamalan siswa tentang Agama Islam menjadi manusia Muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berahklak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih baik".
Di samping itu pendidikan Sekolah bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif (tingkah laku dan sikap) dalam diri murid yang sudah berkembang menuju kedewasaan. 7Sehingga anak didik dapat mewujudkan dirinya dan dapat berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.
Maka profil seorang pendidik sebagai personil yang menduduki posisi strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia dituntut untuk terus mengikuti perkembangan konsep-konsep baru dalam dunia pengajaran. Guna mencapai dunia pendidikan itu sendiri, dalam hal ini tentunya diperlukan suatu cara atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dimaksud yaitu strategi belajar.
Strategi Quantum Quotient atau kecerdasan Quantum (QQ) adalah kecerdasan manusia yang mampu mengoptimalkan seluruh potensi diri secara seimbang, sinergi dan komprehensif meliputi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Intelektual berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan pemikiran rasional, logis dan matematis. Emosional berkaitan dengan emosi pribadi dan antar pribadi guna efektifitas individu dan organisasi, sedangkan spiritual berkaitan dengan segala sesuatu yang melampaui intelektual dan emosional, karakteristik utama QQ adalah terbuka kepada ide-ide baru atau hanif, dan senantiasa bergerak maju sepanjang spiral ke atas menuju kesempurnaan.
Langkah awal Quantum Quotient adalah mengembangkan kecerdasan intelektual yang meliputi pengenalan potensi otak manusia yang sangat besar yakni 100 milyard sel ahtif sejak lahir, serta mengembangkan otak kiri yang berpikir urut, Persial dan logis dengan otak kanan yang berpikir acak, holistik dan kreatif. Kemudian mengahtifkan otak reptil, instinctive, lapisan manusia feeling, dan lapisan Neo-cortex, berpikir tingkat tinggi, otak sadar dan di bawah sadar juga merupakan bagian penting untuk optimalisasi intelektual.
Berikutnya melangkah kemulti Intellegence yang meliputi IQ, EQ, SQ Accelered learning disarankan untuk mengembangkan IQ, mengenali emosi kemudian mengelolahnya secara kreatif untuk meningkatkan EQ, refleksi trasendensi dan realisasi adalah langkah utama mengasah otak SQ.
Dimensi spiritual adalah pusat QQ, pusat diri kita untuk perenungan pemaknaan, dan momen transendensi dibiasakan sebagai ahtifitas harian.
Dalam pendidikan Islam, strategi ini sangat erat hubungannya dalam rangka meningkatkan prestasi siswa, sebab anak bisa cepat tanggap terhadap meteri yang disampaikan karena anak lebih mudah menyerap atau mengingat kembali memori ingatan yang telah lalu serta mempertahankannya.
Sehubungan dengan hal ini, peningkatan kreatifitas siswa dapat diperhatikan, baik peningkatan kemampuan berpikir maupun kemampuan menyerap atau mengingat ciri-ciri kepribadian yang kreatif, mengingat perkembangan yang optimal dari prestasi berhubungan cara mengajar. Dalam suasana non otoriter, ketika belajar atas prakasa sendiri dapat dikembangkan, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengungkapkan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan sesuai minat dan kebutuhannya, dalam hal ini kreatifitas siswa dapat berkembang dengan baik.
Oleh sebab itu menjadi guru yang kreatif, profesional dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode belajar yang efektif, hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif dan menyenangkan, cara guru melakukan suatu kegiatan belajar memerlukan pendekatan dan strategi yang berbeda dengan belajar yang lainnya. Oleh karena itu belajar sangat penting dalam melaksanakan penerapan pemecahan masalah dengan menggunakan strategi Quantum Quotient atau kecerdasan Quantum, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul : "Pengaruh Strategi Quantum Quotient Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Siswa Di SMPN 3 X".

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan variabel penelitian ini perlu diterangkan dalam suatu rumusan yang jelas guna memberikan arahan terhadap pembahasan selanjutnya. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan strategi belajar Quantum Quotient di SMPN X?
2. Bagaimana prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI Kelas VIII di SMPN X?
3. Apakah ada pengaruh strategi belajar Quantum Quotient (QQ) dalam meningkatkan prestasi PAI siswa di SMPN X?

C. Tujuan Dan Signifikansi Penelitian.
1. Tujuan Penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :
1). Untuk mengetahui penerapan strategi belajar Quantum Quotient (QQ) siswa Kelas VIII di SMPN X.
2). Untuk mengetahui prestasi siswa Kelas VIII di SMPN X.
3). Untuk mengetahui ada tidaknya signifikansi strategi belajar Quantum Quotient (QQ) dalam meningkatkan pretasi siswa pada mata pelajaran PAI Kelas VIII di SMPN X.
2. Signifikansi Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dalam pengembangan pengetahuan yang sedang dikaji maupun bermanfaat bagi penyelenggara di SMPN X, secara rincian tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1). Signifikasi Akademik ilmiah.
Hasil penelitian ini dapat mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam belajar PAI.
2). Signifikasi sosial praktis.
Adapun hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bahan perhitungan bagi tenaga kependidikan untuk mengembangkan dan memanfaatkan strategi belajar dalam rangka meningkatkan prestasi belajar pendidikan Agama Islam.

D. Hipotesa Penelitian.
Hipotesa adalah yang mungkin benar atau mungkin salah, maka penelitian tersebut akan ditolak jika salah dan diterima jika benar. Adapun hipotesa yang penulis gunakan adalah :
1. Hipotesa kerj a (Ha).
Yaitu hipotesa alternatif yang menyatakan adanya hubungan antara independent variabel dengan dependen variabel yaitu : Pengaruh strategi Quantum Quotient (QQ) dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMPN X.
2. Hipotesa nihil (Ho).
Hipotesa nihil yaitu hipotesa yang menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan antara kedua variabel yaitu : tidak ada pengaruh strategi Quantum Quotient (QQ) dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMPN X.

E. Definisi Operasional.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang judul skripsi ini yakni, "Pengaruh Strategi Quantum Quotient (QQ) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Siswa Di SMPN X. Maka lebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian atau arti dari istilah-istilah yang terdapat pada judul di atas.
Daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang berkuasa atau berkekuatan.10 Adalah cara atau hasil usaha yang dihasilkan dalam mengorganisasikan sesuatu berdasarkan yang perlu dikembangkan dan meliputi tiga perkembangan yakni, intelektual, emosional, intelektual dan spiritual.11 Intelektual berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan pemikiran rasional, logis dan matematis, emosional berkaitan dengan emosi pribadi dan antar pribadi guna efektifitas individu dan organisasi, sedangkan spiritual berkaitan dengan segala sesuatu yang melampaui intelektual dan emosional.
Adalah suatu hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari ahtivitas belajar mengajar. Sebuah Lembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama yang berada dalam naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di Kelurahan X.
Berdasarkan batasan makna yang terdapat pada definisi operasional di atas, bahwa pengaruh strategi Quantum Quotient dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMPN X tersebut dapat diketahui dengan melibatkan hasil belajar siswa yang diperoleh dari pretest dan post-test, dalam belajar tersebut. Adapun kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya adalah yang meliputi hasil belajar, kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dan pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar setelah selesai pendidikannya dapat mengalami dan mengamalkan ajaran Agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

F. Metode Penelitian.
Dilihat dari judul penelitian, yakni pengaruh strategi Quantum Quotient dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa kelas VIII di SMPN X, maka penelitian yang digunakan di sini adalah jenis penelitian kuantitatif, yaitu pendekatan ini berangkat dari suatu teori, gagasan para ahli ataupun dikembangkan menjadi permasalahan dan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh kebenaran dalam bentuk dukungan data empiris lapangan dan juga memerlukan analisis statistik, yaitu dengan menggunakan angka-angka untuk mencapai kebenaran hipotesis. Angka-angka di sini mempunyai peran sangat penting dalam pembuatan, penggunaan dan pemecahan masalah model kualitatif. Meskipun jenis penelitian ini kuantitatif namun tidak manafikan data kualitatif sebagai pendukung data.
1. Identifikasi variabel.
Variabel adalah objek yang menjadi titik perhatian saat penelitian, penelitian ada dua variabel pertama, adalah anak yang ikut dalam sebuah penelitian ilmiah sangat penting untuk menentukan objek penelitian, yang selanjutnya dapat diperoleh data yang benar dan akurat berdasarkan masalah di atas, yaitu, "Pengaruh strategi Quantum Quotient dalam meningkatkan prestasi belajar pendidikan Agama Islam (PAI) siswa di SMPN X, ditentukan dua variabel yaitu :
a. Variabel bebas (independen variabel). Adalah yaitu merupakan variabel tinggal sendiri yang tidak dipengaruhi variabel lain, dalam penulisan ini, penelitian menjadikan penerapan strategi Quantum Quotient, sebagai variabel bebas yang diberi (simbol) X.
Adapun indikator variabel X sebagai berikut:
1). Teknik-teknik dalam Quantum Quotient.
2). Langkah-langkah penggunaan Quantum Quotient.
b. Variabel terikat (dependen variabel).
Adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat prestasi belajar PAI.
Adapun indikator variabel Y sebagai berikut:
1). Prestasi belajar mengajar.
2). Nilai hafalan.
3). Nilai praktek.
4). Nilai ulangan.
5). Nilai Semester (raport).
2. Populasi.
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada di wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi, penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada di dalam populasi.
Metode penarikan/pengambilan data yang melibatkan seluruh anggota populasi disebut sensus.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelas VIII terdiri atas 6 kelas, yaitu : Kelas VIII A : 40 siswa. Kelas VIII B : 40 siswa. Kelas VIII C : 40 siswa. Kelas VIII D : 40 siswa. Kelas VIII E : 40 siswa. Kelas VIII F : 40 siswa. 240 siswa.
3. Sampel.
Sampel adalah sebagian sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi. menurut Suharsimi Arikunto, sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.
Mengingat begitu besar dan luasnya populasi dalam penelitian ini, maka kurang memungkinkan jika melakukan pada penelitian populasi secara keseluruhan, oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan maka peneliti menggunakan sampel, yakni mengambil sebagian dari populasi, populasi dalam penelitian ini bersifat homogen, yakni sama dari kelas VIII di SMPN X.
Yakni cara mengambil sampel dari populasi dengan memberikan kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sampel. Cara mengambil sampel dari sampling random random ini ada 3 cara yakni : undian, ordinal, dan tabel bilangan random. Tapi karena sempitnya waktu peneliti memakai cara undian, pada pengambilan dengan cara undian ini, peniti menggunakan dasar pemikiran sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto, populasi lebih dari 100 dapat diambil sampel antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih. (Arikunto Suharsimi, 1997), oleh karenanya dalam penelitian ini, peneliti mengambil 15 % dari sampel yang ada, yakni 90 responden.
4. Jenis data dan sumber data
a. Jenis Data.
Data adalah kumpulan hasil pengukuran terhadap variabel yang berisi informasi tentang karakteristik variabel. Menurut sifatnya data digolongkan menjadi dua yaitu :
1). Data kuantitatif.
Adalah data yang berbentuk angka. Dalam penelitian ini yang termasuk data kuantitatif adalah :
a). Jumlah siswa.
b). Jumlah tenaga edukatif dan karyawan
c). Hasil angket
d). Dan sebagainya yang bersangkutan dengan kuantitatif.
2). Data kualitatif.
Data yang tidak berbentuk angka. Data ini bisa disusun dan langsung ditafsirkan untuk menyusun kesimpulan penelitian. Dalam penelitian ini termasuk data kualitatif adalah gambaran umum sekolah.
b. Sumber Data.
1). Library research (penelitian Perpustakaan) yaitu meliputi kepustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dibahas, metode ini digunakan dalam kaitannya buku-buku atau teori-teori pembahasan yang berhubungan dengan referensi strategi Quantum Quotient (QQ).
2). Field research (penelitian lapangan) dalam bab ini penulis mengadakan penelitian serta pengamatan langsung kepada objek yang dimaksud pada tempat penelitian dalam rangkaian memperoleh data kongkrit tentang masalah yang diselidiki. Data field research ini meliputi informasi dan responden, yaitu :
a). Informasi, yaitu meliputi kepala Sekolah, guru PAI, siswa, tata usaha, dan lain-lain.
b). Responden meliputi siswa-siswa yang dijadikan sampel.
5. Metode pengumpulan data.
a. Metode observasi.
Adalah tehnik pengumpulan data yang cara mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diamati.20Metode ini digunakan untuk mendapatkan tentang data pelaksanaan strategi Quantum Quotient di kelas VII SMPN X.
b. Metode angket.
Angket adalah sebuah metode di mana di dalamnya sebuah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui, sedangkan dalam hal metode angket ini, penulis menggunakan angket secara langsung dengan tipe tertutup. Responden tinggal memilih jawaban yang tersedia dengan membutuhkan tanda silang (x) sesuai dengan keadaan yang diketahui.
Metode ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon atau komentar siswa terhadap kegiatan strategi Quantum Quotient dalam belajar PAI.
c. Metode dokumentasi.
Adalah metode dalam pengumpulan data dengan cara mencatat dokumen-dokumen atau catatan-catatan, metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang siswa, guru, nilai raport/ulangan siswa, karyawan yang berhubungan dengan objek penelitian.
d. Metode tes.
Adalah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.
Metode ini digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh strategi Quantum Quotient terhadap keberhasilan belajar PAI.
Data tes diperoleh dari pretes dan post-test selanjutnya dari hasil tersebut dianalisis dengan menggunakan metode statistika.
e. Tehnik analisa data.
Tehnik analisa data adalah tehnik yang digunakan menganalisa yang diperoleh dari hasil penelitian. Data yang sudah terkumpul kemudian diolah yakni dianalisis diinterpretasikan dan disimpulkan. Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik analisa data statistik. Analisis statistik adalah dalam menganalisis suatu data menggunakan dasar tehnik dan tata kerja statistik, sedangkan non statistik adalah analisis data dengan menggunakan metode kualitatif, kemudian untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi Quantum Quotient (QQ) pada mata pelajaran PAI.

G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dan memahami penulisan skripsi ini, maka penulis membuat suatu sistem pembahasan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Landasan teori yang menguraikan tentang strategi Quantum Quotient, tehnik-tehnik Quantum Quotient, langkah-langkah penggunaan setrategi Quantum Quotient, pemanfaatan setrategi Quantum Quotient, selanjutnya tentang prestasi belajar yang di dalamnya membahasa tentang, pengertian hasil belajar, jenis prestasi, kriteria prestasi, evaluasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.
BAB III : Laporan hasil penelitian yang di dalamnya membahas tentang gambaran umum objek penelitian di dalamnya membahas tentang : struktur organisasi sekolah, keadaan guru, karyawan dan murid, sarana dan prasarana, penyajian data dan analisis data yang di dalamnya membahas tentang hasil analisis penerapan, pendekatan strategi Quantum Quotient, serta analisis data kuantitatif tentang prestasi siswa yang kemudian diakhiri tentang hasil analisis tentang pengaruh setrategi Quantum Quotient dalam meningkatka prestasi siswa Kelas VIII di SMPN X.
BAB IV : Penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran sebagai saran
SKRIPSI STUDI KOMPARASI ANTARA GURU YANG BELUM SERTIFIKASI DENGAN GURU SUDAH SERTIFIKASI TERHADAP PROFESIONALISME GURU

SKRIPSI STUDI KOMPARASI ANTARA GURU YANG BELUM SERTIFIKASI DENGAN GURU SUDAH SERTIFIKASI TERHADAP PROFESIONALISME GURU

(KODE PEND-AIS-0032) : SKRIPSI STUDI KOMPARASI ANTARA GURU YANG BELUM SERTIFIKASI DENGAN GURU SUDAH SERTIFIKASI TERHADAP PROFESIONALISME GURU


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya dalam proses belajar mengajar (PBM) itu terdiri dari tiga komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang belajar dan bahan ajar yang di berikan oleh pengajar. Peran pengajar sangat penting karena ia berfungsi sebagai komunikator, begitu pula siswa berperan sebagai komunikan.
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, dari tangan guru peserta didik akan dibentuk sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Minat bakat kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik digali dan dikembangkan oleh guru, tanpa bantuan guru, minat bakat, kemampuan dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal.2 Dalam hal ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena perbedaan kemampuan dan potensi yang ada pada peserta didik antara satu dan yang lainnya tidak sama. Masing-masing mempunyai kemampuan dan potensi sendiri-sendiri, oleh sebab itu dalam pengembangan potensinya guru harus benar-benar jeli dalam memperhatikannya agar dapat tersalurkan dengan baik.
Sejak orang tua mendaftarkan ke sekolah, pada saat itu pula mereka menaruh harapan besar kepada guru agar dapat mendidik anaknya dengan baik. Harapan dari setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berkembang secara optimal, tersalurkan bakat dan kemampuannya dengan baik. Sehingga mereka benar-benar menjadi individu-individu berkualitas yang dapat membanggakan orang tuanya dan semua orang yang ada di sekitarnya.
Dengan diketahuinya potensi yang ada pada diri anak didik, maka ini akan dapat mempermudah guru dalam mengarahkan siswa, agar menjadi siswa yang berprestasi di bidangnya. Akan tetapi untuk dapat mengarahkan anak pada minat, bakat dan kompetensi siswa, bukanlah hal yang mudah. Guru harus pandai-pandai memfasilitasi anak didiknya dengan baik. Untuk itulah mengapa peran guru sangat penting dalam mutu pendidikan, karena mutu pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Menurut Abdul Malik Fajar dengan tegas bahwa "guru adalah yang utama".
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Untuk itu upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan persyaratan minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional.
Guru profesional yang dimaksud adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang tahu secara dalam tentang apa yang dikerjakannya, cakap dalam cara mengajarkannya secara efektif dan efisien, dan guru tersebut berkepribadian mantap. Menyadari akan penting profesionalisme dalam pendidikan, maka Ahmad Tafsir mendefmisikan profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan hams dilakukan oleh orang yang profesional.
Akan tetapi melihat realitas yang ada, keberadaan guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasi secara merata dalam selumh pendidikan yang ada di Indonesia. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademis, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari ketidak beresan pendidikan dan tenaga pengajar yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademis, sehingga mereka membuat pemmusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan inkuiri agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal strata satu (S-l).
Yang menjadi permasalahan bam adalah guru hanya memahami instmksi tersebut sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal ini tidak menjadi prioritas utama. Dengan pemahaman tersebut, konstribusi untuk siswa menjadi kurang diperhatikan bahkan terabaikan.
Peningkatan mutu guru merupakan upaya yang amat kompleks karena melibatkan banyak komponen yang diawali dari proses pemilihan kualitas calon guru yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), rendahnya SKG amat ditunggu oleh banyak guru dan penyelenggaraan pendidikan di daerah, meskipun SKG ini bukanlah tujuan akhir akan tetapi SKG ini digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan apakah guru itu dapat disebut berkualitas atau tidak. Dengan SKG ini akan terbuka lebar-lebar kemungkinan untuk mendongkrak mutu guru, selain itu juga dapat memiliki ukuran yang sangat jelas tentang profil guru yang diperlukan serta untuk menentukan guru yang bagaimana yang dapat diberi sertifikat. Sebagai guru kompetensi berdasarkan jenjang pendidikan dan pelatihan tingkat dasar, lanjut, menengah dan tinggi yang telah mereka ikuti.
Bertolak kondisi itulah pemerintah memunculkan program sertifikasi guru, yang tertuang dalam undang-undang No. 14 tentang 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Dimana di dalamnya disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik berhak mendapatkan intensif yang bempa tunjangan profesi.6 Pemberian tunjangan profesi ini tidak hanya guru yang bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi juga guru non PNS. Selama yang bersangkutan memiliki sertifikat pendidik, harapan pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan baik dan sisi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan.
Wujud sertifikasi guru yang menjadi harapan bahwa guru akan menjadi profesional, tetapi khalayak di lapangan terdapat persoalan yang krusial yang mengitarinya di antaranya soal profesionalisme. UUGD, yang dilahirkan dari UU Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal 20 tahun 2003, ini memberikan garis tegas bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki sertifikat pendidik. Sebaliknya akta 4 tidak lagi menjadi standar profesionalisme guru, tapi syarat mengikuti sertifikasi, pendidik, secara prosedural, tidak semua guru dapat mengikuti sertifikasi ini. Pemerintah melalui dinas pendidikan provinsi atau kota, mengadakan seleksi dari tiap komite sekolah untuk menentukan jumlah kuota yang layak mengikuti sertifikasi guru ini tidak mudah di lakukan. Guru di seleksi ketat dengan mempertimbangkan kelayakan mengikuti sertifikasi. Tetapi manipulasi dokumen bisa jadi merupakan jalan pintas untuk ikut merayakan sertifikasi, profesional guru pada peserta didik dan komite sekolah di korbankan.
Masalah lain yang di temukan penulis adalah sebagian kecil, seorang pendidik yang sudah tersertifikasi, memanfaatkan guru honorer untuk memenuhi tugasnya tanggung jawabnya sebagai pendidik atau membagi jam mengajar. Sehingga yang menjadi imbasnya adalah siswa sebagai anak didik tidak mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Padahal siswa ini adalah sasaran pendidikan yang dibentuk melalui bimbingan, keteladanan, bantuan, latihan, pengetahuan yang maksimal, kecakapan, ketrampilan, nilai, sikiap yang baik dari seorang guru.
Melihat wacana di atas, sangat terlihat bahwa sertifikasi guru belum tentu bisa menjadi tolak ukur profesionalisme dasar wacana yang ada di kalangan masyarakat mengenai masalah sertifikasi terhadap profesionalisme guru atau sebaliknya, dengan melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan dugaan peneliti pada umumnya kondisi yang ada masih terdapat guru yang belum profesional. Kompetensi guru yang ada di sekolah tersebut belum sepenuhnya memenuhi kriteria sebagaimana yang diinginkan oleh persyaratan guru profesional. Oleh karena itu, pemerintah mengadakan program sertifikasi keguruan dengan mensyaratkan memilih kualifikasi pendidikan minimal S-l sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pembahasannya dalam bentuk skripsi yang berjudul "Studi Komparasi antara Guru yang belum Sertifikasi dengan Guru sudah Sertifikasi terhadap Profesionalisme Guru SMP Negeri X".

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keberadaan sertifikasi guru SMP Negeri X?
2. Bagaimana profesionalisme guru pada di SMP Negeri X?
3. Adakah perbandingan profesionalisme guru yang belum sertifikasi dengan guru sudah sertifikasi di SMP Negeri X?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan atau aplikasi sertifikasi guru di SMP Negeri X
2. Untuk mengetahui tingkat profesionalisme guru di SMP Negeri X
3. Untuk mengetahui adakah komparasi antara guru yang belum sertifikasi dengan guru sudah sertifikasi terhadap profesionalisme guru di SMP Negeri X
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari hasil penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini berguna bagi kepala sekolah untuk lebih meningkatkan profesionalisme guru baik yang belum sertifikasi dan sudah sertifikasi
2. Melalui penelitian ini diharapkan guru mampu meningkatkan kualitas personal dan profesional sebagai pendidik
3. Penelitian ini akan memberi gambaran dan acuan tentang prosedur, tugas dan hak guru sebagai guru yang profesional, baik yang belum sertifikasi maupun yang sudah sertifikasi.
4. Bagi lembaga (instansi) yang terkait, diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam meningkatkan kaderisasi pendidik baik untuk saat ini maupun yang akan datang
5. Bagi penulis, dapat menambah dan mendapat informasi baru mengenai dan pengetahuan tentang dampak sertifikasi terhadap profesionalisme guru.
Dengan demikian, dapat memberi masukan dan pembekalan untuk proses ke depan.

D. Asumsi Penelitian
Alasan penulis memilih atau mengambil judul ini adalah yang pertama, penulis sangat tertarik dengan pembahasan terkait dengan sertifikasi guru. Yang mana kembali pada diri kita, orientasi ke depan sebagai pendidik atau guru. Kalau kita menanyakan setiap kelompok orang seperti yang dilakukan pada acara di televisi apa istilah yang saat ini (edisi pertengahan 2006 sampai sekarang) paling banyak diperbincangkan, bahkan paling banyak diangkat sebagai topik suatu seminar dari para kalangan guru di Indonesia? Diduga jawabannya akan mengarah pada sertifikasi guru. Yang dilindungi oleh Undang-Undang nomer 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen (UUGD) yang disahkan pada Desember 2005 tahun lalu, guna mensejahterakan guru dan dosen. Kedua, tentang profesionalisme guru, penulis berpendapat bahwa profesionalisme guru dalam pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar. Yang mana penulis berpendapat bahwa kegagalan pendidikan di indonesia ini salah satu penyebabnya adalah tingkat profesionalisme guru yang kurang baik.

E. Batasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini lebih fokus dan tidak menyimpang dari apa yang ingin diteliti maka penulis membatasi penelitian pada pembahasan sebagai berikut:
1. Secara garis besar, permasalahan yang menyangkut dengan sertifikasi guru yang sangat kompleks sekali. Adapun pada skripsi ini, sertifikasi guru yang dimaksud adalah guru yang lulus sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi antara tahun 2006 sampai 2009 diperkuat dengan Undang-Undang Guru Dosen (UUGD) dan Peraturan Pemerintah (PP) beserta tolak ukur kelulusan sertifikasi.
2. Sedangkan profesionalisme guru yang dimaksud dalam skripsi ini adalah profesionalisme guru yang mempunyai kompetensi dan berkualitas.
Kompetensi guru yang akan diteliti dalam skripsi ini dibagi dalam empat kategori, yakni: merencanakan program belajar mengajar, menguasai bahan pelajaran, melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar serta menilai kemajuan proses belajar mengajar.

F. Definisi Operasional
Untuk mempermudah dalam memahami pengertian istilah judul skripsi ini dan agar tidak terjadi kesimpangsiuran perlu penulis tegaskan istilah-istilah dalam judul di atas yaitu:
1. Guru : orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesi) mengajar.
Memiliki kompetensi menganalisa dan mengarahkan anak didik, untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik secara optimal, sehingga benar-benar menghasilkan siswa yang berkualitas tidak cukup sampai di situ, proses belajar mengajar yang menyenangkan merupakan hal terpentig dalam pendesainan belajar dengan murid-murid.
2. Sertifikasi : proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
3. Profesionalisme : Upaya yang mengarah terhadap pelaksanaan kerja secara profesional.

G. Sistematika Pembahasan
Sistematika penelitian skripsi ini penulis membagi pembahasannya menjadi 6 bab, yaitu :
Bab I : Membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, asumsi penelitian, batasan masalah, definisi operasional dan sistematika
Bab II : Pembahasan ; Membahas tentang kajian teori tentang studi komparasi antara guru yang belum sertifikasi dengan guru sudah sertifikasi terhadap profesionalisme guru di SMP Negeri X yang meliputi :
1. Pembahasan tentang sertifikasi yaitu; pengertian sertifikasi, tujuan dan sasaran sertifikasi, prinsip sertifikasi guru.
2. Pembahasan tentang profesionalisme guru yaitu ; pengertian profesionalisme guru, Aspek guru islam profesional, kriteria guru profesional, kriteria guru profesional, dan indikator guru yang profesional.
Bab III : Metode penelitian meliputi; jenis penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, dan analisis data.
Bab IV : Hasil penelitian meliputi; deskripsi data, analisis data dan pengujian Hipotesis.
Bab V : Pembahasan dan diskusi penelitian
Bab VI : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
SKRIPSI STUDI KORELASIONAL TENTANG KEGIATAN EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. X

SKRIPSI STUDI KORELASIONAL TENTANG KEGIATAN EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. X

(KODE ILMU-KOM-0028) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL TENTANG KEGIATAN EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. X


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap organisasi, baik organisasi non-profit ataupun organisasi profit tentunya memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut maka dibutuhkan kerjasama yang baik di antara sumber daya yang terdapat dalam organisasi. Salah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi adalah karyawan. Karyawan merupakan salah satu anggota organisasi yang dapat menentukan keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Tanpa adanya dukungan yang baik dari para karyawan maka organisasi akan sulit dalam mencapai tujuan-tujuannya. Karyawan dapat berkerja dengan baik apabila di dalam organisasinya terdapat bentuk hubungan dan komunikasi yang baik antara perusahaan yang diwakili oleh pihak manajemen dan para karyawan sebagai bawahannya.
Komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu, kelompok, maupun dalam organisasi. Komunikasi dalam organisasi memiliki kompleksitas yang tinggi, yaitu bagaimana menyampaikan informasi dan menerima informasi merupakan hal yang tidak mudah, dan menjadi tantangan dalam proses komunikasinya. Dalam komunikasi organisasi, aliran informasi merupakan proses yang rumit, karena melibatkan seluruh bagian yang ada dalam organisasi. Informasi tidak hanya mengalir dari atas ke bawah, tetapi juga sebaliknya dari bawah ke atas dan juga mengalir diantara sesama karyawan.
Untuk membentuk kerjasama yang baik antara organisasi dan para anggota, maka dibutuhkan bentuk hubungan serta komunikasi yang baik antara para anggota organisasi.
Organisasi tidak mungkin berada tanpa komunikasi. Apabila tidak ada komunikasi, koordinasi kerja tidak mungkin dilakukan. Sehingga dapat menyebabkan kejenuhan bekerja pada diri karyawan. Komunikasi dalam organisasi merupakan bentuk interaksi pertukaran pesan antar anggota organisasi, baik komunikasi secara verbal maupun non verbal. Dalam fungsi public relations terdapat berbagai macam bentuk hubungan yang dapat dilakukan. Diantaranya yang umum dilakukan adalah, community relations, government relations, consumer relations, investor relations, media relations dan employee relations. Semua bentuk hubungan-hubungan tersebut diatur oleh public relations, dengan tujuan untuk mencapai pengertian public {public understanding), kepercayaan publik {public confidence), dukungan public (public support), dan kerjasama publik (public cooperation).
Salah satu bentuk hubungan dalam public relations yang mengatur hubungan antara perusahaan dan para karyawannya adalah employee relations. Employee relations dilakukan antara lain adalah untuk menciptakan bentuk hubungan atau komunikasi dua arah yang baik antara pihak manajemen dengan para karyawannya dalam upaya membina kerjasama dan hubungan yang harmonis di antara keduanya. Sehingga apabila suatu hubungan komunikasi sudah dapat berjalan dengan baik maka diharapkan aka nada peningkatan kerja dalam perusahaan. Dengan kata lain, employee relations bertujuan untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding), kerjasama (relationship) serta loyalitas diantara pihak manajemen dengan para karyawannya.
Aktivitas employee relations yang berlangsung dalam organisasi akan berdampak langsung terhadap iklim komunikasi dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi yang di dalamnya terdapat komunikasi yang merupakan hasil dari persepsi karyawan terhadap kegiatan komunikasi yang berlangsung di dalam perusahaan. Dengan demikian apabila karyawan mempersepsikan bahwa aktivitas employee relations yang berlangsung dalam organisasi tidak menciptakan iklim komunikasi dalam kondisi yang baik di dalam organisasi, tentunya hal tersebut dapat memberikan pengaruh negatif terhadap perilaku dan partisipasi karyawan dalam perusahaan. Sehingga hal tersebut mempengaruhi usaha organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Iklim komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan organisasi, untuk bersikap jujur dalam berkerja, untuk mendukung para rekan sekerja lainnya untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk menawarkan gagasan-gagasan inovatif organisasi, semua ini dipengaruhi oleh iklim komunikasi.
Kegiatan employee relations bertujuan untuk mencipatakan iklim komunikasi yang dapat membantu mencapai tujuan perusahaan, yaitu iklim komunikasi yang dapat berkembang dengan baik, iklim komunikasi yang dapat meningkatkan saling keterbukaan dan hubungan baik antara pihak manajemen dan setiap karyawan, iklim komunikasi yang berorientasi pada kepentingan karyawan, dan dapat membangkitkan minat dan semangat kerja yang mengarahkan pada produktivitas kerja karyawan.
Pembahasan mengenai iklim komunikasi maka tidak lepas dari kepuasan kerja yang merupakan hasil dari iklim organisasi yang terdapat dalam organisasi. Kepuasan kerja ini cenderung menyoroti tingkat kepuasan individu dalam lingkungan komunikasinya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa iklim komunikasi tertentu memiliki pengaruh terhadap keputusan dan perilaku karyawan di dalam organisasinya. Maka setiap organisasi harus dapat melakukan kegiatan employee relations yang dapat menciptakan kepuasan komunikasi yang kemudian akan menjadikan kepuasan bekerja pada diri karyawan.
Menurut McNamara (1997:107), keterampilan mengelola rapat merupakan perjalanan menuju komunikasi yang efektif yang merupakan salah satu prinsip-prinsip pokok komunikasi informal organisasi. Pertemuan-pertemuan dinas yang melibatkan para staff dan pegawai, baik itu yang diselenggarakan di markas besar maupun di kantor-kantor cabang, dan juga konferensi tingkat nasional, merupakan acara berkumpul yang bermanfaat untuk menggalang kebersamaan dan keakraban, sekaligus untuk menciptakan hubungan yang baik antara pihak manajemen dengan para pegawai. Dalam acara-acara tersebut, berlangsung suatu bentuk komunikasi yang paling efisien, yakni komunikasi tatap muka (Frank Jefkins, 2005: 176-177).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka kegiatan yang dapat mempertemukan antara karyawan dengan atasannya adalah salah satu bentuk aktivitas employee relations yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Salah satu bentuk employee relations adalah pertemuan rutin antara karyawan dengan atasanya seperti regular meeting. Regular meeting merupakan bentuk dari employee relations yang dilakukan perusahaan untuk membentuk iklim komunikasi yang positif dengan memelihara hubungan yang harmonis antara perusahaan atau pihak manajemen dengan para karyawannya.
Dalam penelitian ini penulis memilih PT CIMB NIAGA Tbk cabang X sebagai objek penelitian. Alasan-alasan penulis dalam memilih PT CIMB NIAGA Tbk cabang X sebagai objek penelitian adalah, karena PT CIMB NIAGA Tbk cabang X adalah grup perusahaan PT CIMB Niaga Tbk yang secara rutin melakukan aktivitas employee relations dalam bentuk regular meeting. Kegiatan regular meeting tersebut berlangsung secara rutin, setidaknya satu kali dalam setiap minggu. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian ini.
Menurut pendapat dari beberapa karyawan mengenai kegiatan regular meeting yang selama ini dilakukan, mereka mengatakan bahwa regular meeting yang rutin dilakukan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan dalam lingkungan pekerjaan mereka. Mereka menilai bahwa regular meeting merupakan media yang baik untuk menjalin hubungan baik antara sesama karyawan, atau atasan dengan bawahannya. Melalui regular meeting karyawan juga mendapatkan informasi-informasi penting mengenai pekerjaan ataupun mengenai kebijakan-kebijakan baru dari perusahaan. Disamping itu ada juga karyawan yang menyatakan, bahwa regular meeting yang dilakukan tidak terlalu memiliki dampak yang positif terhadap kepuasan dalam lingkungan pekerjaan mereka. Karena mereka menilai bahwa semua pesan-pesan yang disampaikan dalam regular meeting dapat disampaikan melalui media penyampaian pesan lainnya seperti papan pengumuman, dan untuk berinteraksi antar sesama karyawan atau antara atasan dengan bawahan, dapat dilakukan setiap saat tanpa melalui kegiatan regular meeting.
Tidak terlepas dari reputasi baik yang dimiliki oleh PT CIMB NIAGA Tbk sebagai suatu organisasi profit atas kualitas produk serta pelayanan jasanya, dan juga berdasarkan fenomena yang telah disebutkan di atas,sehingga penulis merasa perlu melakukan penelitian ini, dan memberikan jawaban atas fenomena tersebut. Adapun hipotesa dalam penelitian ini yaitu, dengan mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam penelitian ini, yaitu employee relations dalam bentuk regular meeting dan kepuasan kerja karyawan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan kegiatan employee relations dalam bentuk regular meeting terhadap kepuasan kerja karyawan. Selain itu juga karena, hasil penelitian mengenai kepuasan kerja dalam organisasi merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi organisasi.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, "Bagaimanakah hubungan antara kegiatan employee relations dan kepuasan kerja karyawan PT CIMB NIAGA Tbk"

1.3 Pembatasan masalah
Untuk lebih memperjelas ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:
a) Penelitian ini hanya terbatas pada employee relations dan kepuasan kerja karyawan PT CIMB NIAGA Tbk
b) Responden penelitian ini adalah para karyawan tetap PT CIMB NIAGA Tbk
c) Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, untuk mengetahui hubungan employee relations terhadap kepuasan kerja karyawan PT CIMB NIAGA Tbk

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu, ingin mengetahui hubungan kegiatan employee relations dan kepuasan kerja karyawan di PT CIMB NIAGA Tbk
b. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi akademis dalam ilmu komunikasi bidang studi public relations tentang komunikasi organisasi bagi jurusan Ilmu Komunikasi FISIP.
2. Manfaat Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti tentang penelitian.
3. Manfaat Praktis, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan juga bahan masukkan bagi perusahaan-perusahaan, terutama bagi yang berminat tentang hubungan Human Employee terhadap kepuasan kerja karyawan.

1.5 Operasional Variabel
Operaisonalisasi adalah upaya membuat konsep-konsep yang telah dikelompokkan ke dalam variable agar dapat diteliti dengan rinci, maka diperlukan suatu operasionalisasi variable-variabel yaitu sebagai berikut:

1.6 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional menurut Singarimbun (1995: 46) adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Bebas (Karakteristik Responden dan Kegiatan employee relations)
- Usia : umur responden ketika mengisi kuesioner
- Jenis kelamin : Jenis kelamin responden
- Status : status responden (sudah menikah atau belum)
- Pendidikan : tingkat pendidikan responden
- Lama bekerja : berapa lama responden telah bekerja di prusahaan tersebut
- Departemen : di bagian apa responden tersebut bekerja
- komunikasi ke atas : komunikasi karyawan terhadap atasan
- komunikasi ke bawah : komunikasi atasan terhadap karyawan
- komunikasi sejajar : komunikasi antar sesama karyawan
b. Variabel Terikat (Kepuasan Kerja)
- alasan bekerja : apa alasan para responden bekerja di perusahaan tersebut
- status karyawan : status karyawan tetap atau outsourcing
- bentuk jaminan sosial : bentuk jaminan yang diterima karyawan
- penghargaan : bentuk penghargaan yang diberikan
SKRIPSI ANALISA SURVIVAL KREDIT PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN PROPORTIONAL HAZARD MODEL (KASUS PT X)

SKRIPSI ANALISA SURVIVAL KREDIT PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN PROPORTIONAL HAZARD MODEL (KASUS PT X)

(KODE EKONMANJ-0049) : SKRIPSI ANALISA SURVIVAL KREDIT PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN PROPORTIONAL HAZARD MODEL (KASUS PT X)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. LATAR BELAKANG
Industri pembiayaan di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang lagi dalam beberapa tahun belakangan ini, setelah sebelumnya terpuruk akibat krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1999. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kredit yang diberikan setiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat suku bunga yang terus menurun, menguatnya perekonomian Indonesia yang dilihat dari peningkatan daya beli masyarakat, dan juga strategi yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan terutama dalam hal uang muka yang rendah.
Faktor tingkat suku bunga yang cenderung menurun memiliki dampak yang luas terhadap segala bidang, termasuk jenis usaha pembiayaan. Tingkat suku bunga yang rendah mendorong masyarakat untuk melakukan investasi yang dapat menghasilkan return yang lebih besar daripada langkah konservatif yaitu menabung maupun deposito. Tingkat suku bunga SBI yang menjadi tolak ukur return saat ini (Mei 2008) sebesar 8,25% termasuk rendah, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 14%. Hal ini memacu bank untuk mengucurkan kredit kepada perusahaan maupun pengusaha dalam mengembangkan usaha mereka, begitu pula dengan pengusaha yang lebih berani lagi mengambil kredit untuk berinvestasi karena suku bunga yang relatif rendah, yang secara langsung berpengaruh pula pada tingkat pertumbuhan perekonomian Indonesia karena banyaknya kegiatan investasi, banyak tenaga kerja yang terserap, yang pada akhirnya meningkatkan day a beli masyarakat.
Kebijakan uang muka yang rendah yang ditetapkan oleh suatu perusahaan pembiayaan dan produsen dalam menetapkan besarnya uang muka menjadi suatu daya tarik bagi konsumen untuk membeli suatu produk. Produk properti misalnya: rumah, kios, apartemen, kendaraan bermotor, dan bahkan produk-produk elektronik sudah menerapkan uang muka yang rendah untuk penjualan secara kredit. Hal ini perlu dilakukan oleh produsen, distributor, pengembang property, maupun perusahaan pembiayaan sebagai strategi untuk meningkatkan penjualan di tengah situasi yang sulit akibat daya beli masyarakat yang melemah karena tingginya harga BBM saat ini. Sebab dengan adanya uang muka yang rendah, konsumen tidak perlu membayar uang muka yang besar sehingga jumlah penjualan produk pun dapat ditingkatkan. Ditambah lagi dengan melihat kondisi Indonesia pada saat ini dimana harga barang yang terus meningkat akibat melambungnya harga minyak, sehingga melemahkan daya beli masyarakat pada umumnya. Dengan adanya uang muka yang rendah tentu akan meringankan beban konsumen yang ingin membeli barang dengan cara kredit, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan penjualan produk.
Sebagaimana diketahui, perusahaan pembiayaan bukan merupakan lembaga intermediari yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung, sehingga perusahaan pembiayaan mendapatkan dana sebagai sumber pembiayaannya dari pinjaman bank dan lembaga keuangan, maupun dari penerbitan surat berharga seperti obligasi. Dalam hal pendanaan yang disalurkan kepada konsumen, perusahaan pembiayaan memiliki dua kemungkinan resiko yang timbul dari penyaluran kredit kepada konsumen. Kemungkinan resiko yang paling sering terjadi pada sistem pembelian secara kredit, adalah pelunasan hutang lebih awal (prepayment) atau konsumen gagal bayar (default) .
Kedua hal ini menyebabkan arus kas (cash flow) pengembalian pinjaman tidak sesuai perjanjian. Bila terjadi pelunasan lebih awal (prepayment) maka perusahaan pembiayaan akan menanggung biaya pinjaman (bunga) sementara kredit yang disalurkan dilunasi sebelum jangka waktu kreditnya berakhir, sehingga ada dana yang tidak terpakai (idle) dimana bunga pinjaman kepada pihak lainnya terus berjalan sehingga tidak berdampak baik juga terhadap perusahaan pembiayaan. Hal kedua yang juga tidak berdampak baik kepada perusahaan pembiayaan adalah adanya gagal bay ar (default) , hal yang ini merupakan hal yang paling merugikan bagi perusahaan pembiayaan karena selain tidak dapat membayar pinjaman yang berakibat perusahaan pembiayaan tidak mendapat keuntungan yang seharusnya, produk yang dibeli pun umumnya akan turun harga jual kembali karena sudah menjadi barang bekas, dan seringkali kondisi produknya sudah rusak yang semakin menambah kerugian perusahaan pembiayaan. Kedua hal ini yaitu default dan prepayment merupakan hal yang pasti terjadi pada setiap perusahaan pembiayaan, yang perlu dilakukan adalah mengelola kedua hal ini pada tingkat dimana perusahaan masih dalam kondisi untung. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menganalisa default dan prepayment di dalam konteks mengenalinya sebagai resiko kompetisi, dengan begitu perusahaan pembiayaan dapat menerapkan kebijakan yang tepat untuk usahanya di kemudian hari.
Untuk itu penulis memakai pendekatan model cox proportional hazard model yang dapat menjelaskan pengaruh faktor independent dalam suatu kejadian, dengan begitu akan didapat analisa yang lebih dalam mengenai faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap baik atau tidaknya kredit yang diberikan kepada konsumen, sehingga penganalisaan default dan prepayment dalam perusahaan pembiayaan dapat dilakukan dengan baik.

1.2 PERUMUSAN MASALAH
Ada beberapa teori yang pernah membahas tentang survival analysis atau Proportional hazard model yaitu diantaranya adalah Kaplan-meier dan Cox. Pada mulanya permodelan dari teori ini digunakan pada cabang ilmu kedokteran, dimana mereka menganalisa kematian atau harapan hidup seseorang. Tetapi pada perkembangannya akhir-akhir ini, pendekatan ini juga digunakan pada cabang ilmu yang lainnya termasuk juga ilmu ekonomi. Dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, dengan menggunakan perusahaan pembiayaan xxx yang memberikan kredit kepemilikan kendaraan bermotor (sepeda motor) terhadap konsumen, adapun data yang dianalisa adalah sebesar 2000 konsumen, dengan parameter yang diambil antara lain besarnya uang muka (down payment) , tingkat suku bunga, penghasilan konsumen, wilayah, status pernikahan, jenis kelamin, jangka waktu kredit, usia, dan harga produk maka dapat kita buat beberapa perumusan sebagai berikut :
- Berapa tingkat survival dan hazard dari kredit yang diberikan ke konsumen?
- Variabel yang paling signifikan menyebabkan terjadinya hazard dalam perusahaan pembiayaan?
- Seberapa besar tingkat survival dari masing-masing kelompok di dalam variabel masing-masing dari kredit yang diberikan perusahaan pembiayaan?
- Seberapa besar hazard dari masing-masing kelompok di dalam masing-masing variabel yang ditanggung perusahaan pembiayaan akibat pemberian kredit kepada konsumen?
- Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap macet atau tidaknya pemberian kredit kepada konsumen?

1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk melihat variabel apa saja yang berpengaruh terhadap Survival dari kredit yang diberikan perusahaan
b. Untuk menganalisa variabel yang paling berpengaruh terhadap Survival variabel-variabel yang ada
c. Untuk menilai hazard dari masing-masing variabel
d. Untuk membandingkan kebijakan penilaian kredit yang dilakukan perusahaan dengan hasil pengujian yang dilakukan
e. Membentuk permodelan yang tepat untuk menghitung tingkat survival, dengan mengunakan model cox proportional hazard model.

1.4 METODOLOGI
Harus diketahui terlebih dahulu bahwa competing risk framework terbagi menjadi 2 yaitu prepayment risk dan default risk. Fungsi ini menjelaskan bahwa prepayment risk mengestimasikan probabilitas hutang dibayar dimuka dalam periode kapan pun, begitu juga dengan default risk yang mengkondisikan probabilitas untuk gagal bayar pada masing-masing periode. Dalam model ini diasumsikan bahwa pembeli dapat melakukan pembayaran dimuka maupun gagal bayar pada kapan pun juga untuk memaksimalkan net wealth. Pada tahap berikutnya akan dilakukan penghitungan dengan mengunakan pendekatan semiparametric estimation approach untuk mengestimasi model dari proportional hazard sesuai dengan jangka waktu, sehingga dapat diketahui tiap pola dari default dan prepayment rate yang menjadi resiko perusahaan dalam jangka waktunya. Adapun data yang diambil untuk dianalisa (populasi sample) sebesar 2000 data konsumen yang dibiayai di wilayah Jabodetabek dalam kurun waktu tertentu.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memberikan gambaran umum yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Bab ini terdiri dari latar belakang penulisan, tujuan, ruang lingkup permasalahan, hipotesis, dan metode penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini merangkum berbagai teori dari permasalahan yang diteliti, yang akan digunakan sebagai landasan berpikir untuk memecahkan permasalahan. Teori-teori tersebut antara lain mengenai definisi perusahaan pembiayaan, pengertian resiko, dan kerangka dasar statistik permodelan proportional hazard.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memberikan populasi dan sample data dan yang dibutuhkan, tahapan metode dan pengolahan data proportional hazard model, serta cara pembacaan hasil dari pengolahan model tersebut.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas hasil analisa dari pengujian yang telah dilakukan dengan berbagai metode pengujian seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya. Dari analisa ini diharapkan dapat ditemukan suatu metode yang optimal. Kemudian menganalisa hazard dan pengaruhnya terhadap lancar ataupun tidaknya kredit yang diberikan kepada konsumen. Hasil yang didapat berdasarkan pengolahan dari data sample yang diambil dari perusahaan tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari simpulan-simpulan dari pembahasan atas penelitian ini termasuk kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa yang akan datang.
SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X

SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X

(KODE EKONMANJ-0048) : SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam organisasi. Menurut Dessler (2005), globalisasi meningkatkan persaingan di berbagai industri. Meningkatnya persaingan, meningkat pula tekanan organisasi untuk berkembang (untuk menurunkan biaya, untuk membuat pekerja lebih produktif, dan untuk melakukan segalanya lebih baik dengan biaya yang lebih murah). Bagi banyak employer di seluruh dunia, fungsi sumber daya manusia dalam perusahaan adalah sebagai 'key player' dari upaya pencapaian tujuan-tujuan strategis tersebut.
Menurut Palupiningdyah (2000), sumber daya manusia merupakan otak penggerak organisasi yang berperan penting dalam profitability suatu perusahaan. Namun, pengelolaan sumber daya manusia bukanlah hal yang mudah. Pengelolaannya juga harus memperhatikan aspek psikologis di samping aspek fisiologisnya. Berikut pernyataan selengkapnya yang dikutip dari jurnal penelitian yang ditulis oleh beliau:
"Sumber daya manusia merupakan otak penggerak organisasi yang berperan penting dalam profitability suatu perusahaan. Sumber daya manusia semakin menjadi pusat perhatian manajemen dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh, karena berbeda dengan sifat elemen-elemen lain dalam perusahaan yang relatif terukur dan standar, sumber daya manusia bersifat unik sehingga pengelolaannya juga bersifat unik. Sumber daya manusia bukanlah mesin yang dapat dengan mudah didepresiasikan nilainya untuk mengetahui sejauh mana kontribusinya pada kinerja organisasi untuk kemudian diganti dengan mesin baru yang lebih fresh. Pengelolaan sumberdaya manusia harus memperhatikan aspek psikologis di samping aspek fisiologisnya" (Palupiningdyah, 2000).
Stres pada pekerja merupakan salah satu isu pengelolaan sumber daya manusia yang makin serius diperhatikan oleh organisasi saat ini. Menurut Vokić dan Bogdanić (2007), "Stres, secara umum, dan stres kerja, secara khusus, merupakan fakta dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern saat ini yang sepertinya terus meningkat. Topik ini masih popular walaupun telah menarik perhatian para akademis dan praktisi lebih dari setengah abad yang lalu".
Penelitian mengenai stres dapat dieksplorasi dari beragam perspektif, diantaranya dari perspektif psikologis, sosiologis, dan medis. Dari perspektif bisnis, fokus penelitian dari para peneliti adalah mengenai stres kerja, mengingat biaya yang timbul dari stres bisa sangat besar, baik bagi individu maupun bagi organisasi itu sendiri.
Bagi individu, pada tahap ringan, stres kerja menyebabkan sakit kepala, gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, sakit perut, merokok berlebihan dan meningkatnya konsumsi alkohol. Jika terus terjadi, stres berpotensi menyebabkan insomnia, penyakit jantung koroner, kecemasan dan depresi, burnout, fatique, ketidakstabilan emosi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, gangguan makan, atau bahkan bunuh diri (National Institute for Occupational Safety and Health, n.d; Palmer, Cooper, & Thomas, 2004; Teasdale, 2006).
Bagi organisasi (dalam konteks tempat kerja), stres dapat menyebabkan menurunnya produktivitas, meningkatnya jumlah eror (kesalahan kerja), kurangnya kreativitas, buruknya pengambilan keputusan, ketidakpuasan kerja, ketidakloyalan karyawan, peningkatan izin pulang karena sakit, ketidaksiapan, permintaan pensiun lebih awal, absen, kecelakaan, pencurian, organizational breakdown, atau bahkan sabotase (Teasdale, 2006).
Adapun biaya stres secara finansial di Indonesia mungkin belum diperhitungkan. Namun sebagai gambaran, Health and Safety Executive Inggris (2001) menyebutkan bahwa pada tahun 1995/1996 biaya yang ditimbulkan akibat stres diperkirakan berada pada kisaran £370 juta bagi perusahaan dan £3.75 milyar bagi masyarakat secara keseluruhan, setiap tahunnya (Palmer, Cooper, & Thomas, 2004).
Sementara International Labor Organization (ILO) memperkirakan bahwa stres kerja menghabiskan biaya bisnis sebesar lebih dari 200 milyar dolar per tahun (Greenberg, 2002). Biaya-biaya ini termasuk gaji yang tetap dibayarkan saat karyawan sakit, biaya rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit, serta biaya-biaya yang berhubungan dengan penurunan produktivitas. Tidak heran bahwa saat ini, organisasi secara cerdas mulai memperhatikan stres yang dialami pekerja secara serius untuk memelihara kesejahteraan pekerjanya.
Penelitian mengenai stres di tempat kerja memang telah banyak dilakukan pada beragam jenis pekerjaan. Meskipun demikian, penelitian yang mengeksplorasi stres kerja di kalangan karyawan lini depan perbankan masih jarang dilakukan. Padahal, karyawan lini depan bank merupakan pemegang tombak pelayanan yang berusaha disampaikan oleh perusahaan.
Seperti diketahui, dalam lingkungan kompetisi global seperti ini, lembaga keuangan saling berlomba menciptakan dan mempertahankan kolam pelanggan yang loyal dan menguntungkan. Di tambah lagi, persaingan kini bukan saja berasal dari sesama bank tapi juga datang dari berbagai lembaga keuangan lain yang bukan bank, yang juga menawarkan beberapa jasa keuangan yang disediakan bank, seperti dituliskan berikut ini:
"..., banking is rapidly globalizing and facing intense competition in marketplace after marketplace around the planet, not only from other banks, but also from security dealers, insurance companies, credit unions, finance companies, and thousands of other financial-service competitors. These financial heavyweights are all converging toward each other, offering parallel services and slugging it out for the public's attention. " (Rose dan Hudgins, 2005, p. 4).
Konsekuensinya, beragam cara dilakukan bank untuk memenangkan, atau setidaknya mempertahankan diri agar tidak runtuh dihantam persaingan.
Ekstensifikasi produk jasa dilakukan; teknologi canggih diadopsi; tingkat suku bunga ditetapkan sekompetitif mungkin. Semuanya ditawarkan untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan transaksi bagi nasabahnya.
Perubahan-perubahan ini di sisi lain menyebabkan perubahan pola kerja karyawan bank, terutama karyawan lini depan, dimana mereka berada pada posisi perantara (boundary spanning) perusahaan dengan nasabahnya. Mereka dituntut untuk mampu bekerja lebih cepat, dinamis, dan responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan nasabah. Mereka dituntut untuk proaktif menawarkan dan mengedukasi nasabah atas jasa-jasa yang dimiliki bank. Mereka juga dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cara/teknik kerja mereka yang baru, hasil dari inovasi-inovasi teknologi yang semakin pesat.
Walaupun semua ini dilakukan demi pencapaian 'high performance', perubahan ini menurut Sauter et al. (2002) juga dapat meningkatkan tekanan yang dapat berujung pada stres yang dialami pekerja. Di tengah berbagai perubahan yang terjadi, bagaimana sebenarnya stres kerja yang dialami oleh para karyawan lini depan bank saat ini?
Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari stres kerja adalah menurunnya tingkat kepuasan kerja (Yulianti, 2001). Dalam konteks karyawan lini depan, kepuasan kerja mereka berhubungan erat dengan kepuasan konsumen, dimana karyawan yang puas mampu meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Robbins, 2003). Oleh karena itu, mengidentifikasi stres kerja di kalangan karyawan lini depan adalah penting agar kepuasan kerja mereka dapat tetap terjaga.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, adalah bank yang hingga saat ini kepemilikannya masih 100% di tangan pemerintah. Bank ini telah berdiri sejak lebih dari satu abad yang lalu, tepatnya berdiri pada tanggal 16 Desember 1895. Walaupun terus mengalami perubahan seiring dengan perubahan peraturan/undang-undang pemerintah, sejak berdirinya hingga kini Bank BRI terus konsisten melayani masyarakat kecil, yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Dengan fokusnya kepada kredit usaha mikro yang dibangun oleh pengusaha-pengusaha kecil, menurut peneliti, Bank BRI adalah salah satu aset paling berharga yang dimiliki pemerintah sekaligus rakyatnya.
Adapun visi dari Bank BRI adalah "Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah". Melihat hal ini, pelayanan prima adalah kunci pencapaian visi Bank BRI. Dan kepuasan karyawan lini depan, berada pada tingkat kepentingan utama dalam pencapaian pelayanan prima, di luar faktor produk dan jasa Bank BRI sendiri. Untuk menjaga kepuasan kerja karyawan lini depan, adalah krusial bagi Bank BRI untuk memonitor stres kerja yang dialami para karyawan lini depannya tersebut.
Bagaimana sebenarnya stres yang dialami karyawan lini depan Bank BRI saat ini? Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan stres pada diri mereka? Sumber-sumber stres utama apa yang mereka hadapi? Bila hal tersebut telah teridentifikasi, maka perusahaan dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mencegah sumber stres tersebut berkembang menjadi ancaman yang mengganggu kinerja organisasi dalam menyampaikan pelayanan prima kepada nasabahnya.

1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan, secara spesifik dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah aspek-aspek sumber stres yang dihadapi oleh karyawan lini depan Bank BRI saat ini?
2. Bagaimanakah tingkat stres yang mereka alami?
3. Secara umum, hal-hal atau kondisi apa sajakah yang menjadi sumber stres utama mereka?
4. Apakah terdapat perbedaan antara masing-masing jabatan lini depan yang ada di Bank BRI dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi?
5. Apakah terdapat perbedaan karakteristik individu (seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman kerja, dll.) dalam hubungannya dengan stres yang mereka alami?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijabarkan, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui aspek-aspek sumber stres yang dihadapi oleh karyawan lini depan Bank BRI saat ini.
2. Mengetahui tingkat stres di kalangan karyawan lini depan Bank BRI saat ini.
3. Mengidentifikasi sumber stres utama yang dihadapi karyawan lini depan Bank BRI saat ini.
4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kelompok-kelompok jabatan lini depan yang ada di Bank BRI dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi.
5. Mengetahui apakah terdapat perbedaan karakteristik individu (seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman kerja, dll.) dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai berikut:
1. Bagi Bank BRI, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi utama dalam mengidentifikasi stres yang dihadapi karyawan lini depannya. Dengan demikian, diharapkan perusahaan dapat melakukan manajemen stres yang efektif untuk membantu karyawan menangani stres tersebut, sekaligus melakukan upaya preventif agar stres yang ada tidak mempengaruhi karyawan maupun kinerja organisasi secara negatif.
2. Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya riset mengenai stres yang dialami karyawan di industri perbankan.
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai stres yang dialami karyawan sekaligus memenuhi sebagian dari persyaratan kelulusan studi yang diperlukan untuk menjadi Sarjana Ekonomi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini berusaha mengeksplorasi dinamika stres yang dihadapi karyawan lini depan perbankan. Namun, dalam penelitian ini, stres hanya akan dieksplorasi dari segi stimulusnya, yaitu sumber stres (stressor). Stressor adalah sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan reaksi stres (Greenberg, 2002). Terlepas dari kerumitan pendefinisian dan luasnya konsep dari stres itu sendiri, stres kerja pada penelitian ini dioperasionalisasikan sebagai 'total skor dari sumber stres yang dihadapi individu'.
Sumber stres dikelompokkan sebagai sumber stres dari faktor lingkungan, organisasional, dan individu. Faktor lingkungan dan faktor individu, menurut Robbins (2003) merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari stres yang dialami karena tidak hilang begitu saja saat individu memasuki tempat kerja. Adapun karyawan lini depan yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari customer service, teller, dan security.
1.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang (Kanca) X dan Kanca X, pada bulan Mei sampai dengan Juni 2009. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja mengingat Bank BRI adalah salah satu aset negara yang sangat berharga di bidang perbankan yang telah dikenal luas di kalangan perbankan Internasional atas keberhasilan micro banking-nya.
Dalam upaya pencapaian visi Bank BRI, yaitu untuk "Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah", identifikasi terhadap stres kerja yang dialami karyawan lini depan Bank BRI adalah sangat penting untuk dianalisis agar perusahaan dapat mendeteksi sumber stres yang dialami karyawan lini depannya sehingga kepuasan kerja mereka yang diketahui berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan dapat terjaga.
Adapun kantor BRI yang akan diteliti juga mencakup Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Unit BRI yang berada di bawah naungan BRI Kanca X dan Kanca X. Pemilihan wilayah ini sebagai lokasi penelitian dilakukan atas dasar kemiripan wilayah, dan letaknya yang berdekatan. Peneliti menyadari bahwa cakupan wilayah penelitian seharusnya bisa diperbesar. Namun karena keterbatasan biaya dan waktu yang dimiliki peneliti dalam melakukan penelitian ini, maka lingkup penelitian hanya akan dilakukan pada wilayah kedua Kanca tersebut.

1.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan.
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka.
Bab ini menjelaskan berbagai teori yang berhubungan dengan stres pada umumnya, dan sumber stres pada khususnya, termasuk sumber stres yang berasal dari luar organisasi yang juga berpotensi menjadi sumber stres pekerja.
Bab III : Metodologi Penelitian.
Bab ini berisi desain penelitian, variabel penelitian, metode pengambilan sampel, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, serta metode analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan.
Bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, pengolahan data, dan interpretasi hasil analisis data.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, dan saran yang dapat direkomendasikan, yaitu bagi perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya.
SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X

SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X

(KODE KEPRAWTN-0001) : SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau yang biasa disebut Demam Berdarah Dengue (DBD), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 sampai dengan sekarang, seringkali menyebabkan kematian dan menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia (Effendi, 1995). Di Indonesia, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadic dan selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya.(Effendi, 1992 dalam Riswanto,2003).
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Insidence Rate (IR) = 35.19 Per 100.000 dan CFR = 2 %. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10.17 %, namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat hingga mencapai 15.99 % pada tahun 2000, 21.66 % pada tahun 2001, 19.24 % pada tahun 2002, dan 23.87 % pada tahun 2003 (Depkes, 2004). Sedangkan data pada tahun 2008 menunjukkan 28.244 kejadian dengan jumlah kematian 348 orang (Waspada, 2008). Dari jumlah populasi masyarakat di Kecamatan X sebanyak 1020 jiwa terdapat 380 orang yang terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) dan diantaranya terdapat 45 orang yang meninggal dunia (Dinas Kesehatan X).
Penyakit DBD belum ditemukan vaksinnya, sehingga tindakan yang paling efektif untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk ini adalah dengan program pemberantasan sarang nyamuk (Hadinegoro, 1997 dalam Nanda Febriansyah, 2008). Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui upaya-upaya pencegahan yang dilakukan secara berkelanjutan, namun hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue/DBD. (http://www.Pengetahuans DBD.com dalam Nanda , 2008).
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti pengendalian lingkungan, pengendalian biologis dan pengendalian kimiawi. (Depkes, 1991 dalam Soetopo, 2007).
Meskipun telah banyak penyuluhan yang dilakukan, target Pemerintah untuk menurunkan angka kejadian DBD menjadi 20 per 100.000 penduduk di daerah endemis masih tetap sulit dicapai pada 2009 karena pada akhir 2008 saja jumlah kasus DBD masih tetap tinggi. Target 20 per 100.000 saat ini terlalu tinggi karena kasus yang terjadi sekarang ini belum memperlihatkan kecenderungan menurun yang signifikan. Secara Nasional angka kejadian DBD saat ini 48 per 100.000 dengan angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) saat ini adalah 1.8 %, tidak jauh berbeda dengan angka kejadian DBD tahun 2008 sebanyak 50 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 1 %. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD. (Kandun, 2009 dalam http://www.Pemberantasan DBD.com).
Sujono (1991) dalam Kajian Utama Untuk Memberantas DBD mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Indonesia pada umumnya relatif masih sangat rendah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang mengenai pencegahan DBD. Menurut Ajeng, (1996) dalam Sosialisasi Pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD hams sering dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut.
Umumnya masyarakat di Kabupaten X memiliki penghasilan terbesar dari perkebunan dan perikanan, sehingga daerah tersebut memiliki masalah lingkungan yang beresiko menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan X tentang bahaya Demam Berdarah Dengue (DBD). Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa orang warga diketahui bahwa lebih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang bagaimana cara pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang telah di sosialisasikan oleh Pemerintah.
Atas dasar tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan X.

1.2 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan X.

1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan X tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).

1.4 Manfaat Penelitian
a. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam pembelajaran mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD.
b. Pelayanan Keperawatan Komunitas
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber acuan dalam meningkatkan pelayanan Keperawatan Komunitas terutama dalam menangani masalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD.
c. Penelitian Selanjutnya
Hasil Penelitian ini juga dapat digunakan peneliti selanjutnya sebagai bahan perbandingan dan referensi tambahan terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan X.