Search This Blog

TESIS HUBUNGAN MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA DENGAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VI SDN X

TESIS HUBUNGAN MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA DENGAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VI SDN X

(KODE : PASCSARJ-0021) : TESIS HUBUNGAN MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA DENGAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VI SDN X (PRODI : BAHASA INDONESIA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP (2007 : 73) di Sekolah Dasar, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan Bangsa Indonesia.
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek : mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Kemampuan atau keterampilan berbicara merupakan bagian dari pengajaran bahasa Indonesia Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar (2007 : 74) dijelaskan bahwa tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
Esensi bahasa adalah berbicara (berkomunikasi). Bahasa saat ini merupakan sesuatu yang dianggap penting akan keberadaannya dan peranannya. Bahasa merupakan alat komunikasi yang bisa dinikmati oleh semua makhluk di belahan bumi ini, karena dengan bahasa, kita akan mengetahui berbagai macam informasi.
Bloomfield (1977 : 42) mengatakan bahwa semua aktivitas manusia yang terencana didasarkan pada bahasa. Bahasa sendiri mempunyai bentuk dasar berupa ucapan atau lisan. Jadi jelas bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi, dan komunikasi itu adalah berbicara.
Hal senada disampaikan oleh Bygate (1987 : 26) bahwa dalam berbicara sesorang harus mempunyai pengetahuan keterampilan perspektif motorik, dan keterampilan interaktif. Maka, agar dapat bercerita dengan baik seseorang harus mempunyai kompetensi kebahasaan yang memadai serta unsur-unsur yang menjadi syarat agar proses berbicaranya dapat lancar, baik dan benar. Unsur-unsur tersebut adalah lafal, intonasi, ejaan, kosakata dan sebagainya.
Sementara itu kemampuan atau keterampilan berbicara, dianggap sebagai salah satu kemampuan berbahasa yang dijadikan tolok ukur dalam menentukan kualitas kemampuan berpikir seseorang. Berbicara merupakan ekspresi dari gagasan-gagasan seseorang yang menekankan komunikasi yang bersifat dua arah, yaitu memberi dan menerima.
Apabila dicermati dalam keseharian, tidak semua siswa dalam berbicara memiliki kemampuan yang baik dalam menyampaikan isi pesannya kepada orang lain. Kemampuan itu adalah kemampuan dalam menyelaraskan atau menyesuaikan dengan tepat antara apa yang ada dalam pikiran atau perasaannya dengan apa yang diucapkannya, sehingga orang lain yang mendengarkannya dapat memiliki pengertian dan pemahaman yang sama atau pas dengan keinginan si pembaca.
Pada hakikatnya, siswa telah menyadari bahwa kemampuan berbicara merupakan sarana untuk berkomunikasi, atau bekal melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Namun perlu diketahui bahwa setiap mendapat tugas berbicara siswa seringkali mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut dapat berupa kesulitan dalam pemilihan kosakata yang tepat, kurang lancar berbicara, maupun kurang jelas dalam mengungkapkan gagasannya.
Kosakata sebagai salah satu unsur bahasa memegang peranan penting dalam kegiatan berbicara. Melalui kata-kata, kita dapat mengekspresikan pikiran, gagasan, serta perasaan terhadap orang lain.
Keluhan tentang rendahnya keterampilan berbicara siswa, juga sering dilontarkan oleh beberapa guru Sekolah Dasar (SD). Padahal di jenjang Sekolah Dasar inilah merupakan awal dan dasar dalam pembinaannya. Namun, di sisi lain berdasarkan kondisi objektif yang ada harus diakui bahwa guru atau pengajar kurang intensif terhadap penanganan pembelajaran berbicara. Pemilihan metode yang kurang tepat, pengelolaan pembelajaran yang kurang optimal, rendahnya kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berlatih dalam mengutarakan pendapatnya merupakan penyebab lain dari kegagalan siswa dalam berbicara.
Apabila dicermati lebih mendalam, faktor dalam diri siswa sebagai faktor dominan dalam pembelajaran berbicara. Faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya keterampilan berbicara adalah rendahnya pengetahuan tentang kaidah bahasa yang berlaku, minimnya penguasaan kosakata siswa, dan terbatasnya pengetahuan atau pengalaman yang akan disampaikan kepada lawan bicara atau pendengar. Selaras dengan hal tersebut, Henry Guntur Tarigan (1993 : 2) mengatakan bahwa kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelas bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya.
Faktor lain yang diduga mempengaruhi keterampilan berbicara adalah minat membaca. Minat membaca yang tinggi, siswa akan senang membaca dan pada gilirannya siswa memperoleh sejumlah konsep, pengetahuan, maupun teknologi. Dengan perolehan seperti itu akan mendukung siswa untuk terampil berbicara.
Satu di antara beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terwujudnya minat membaca yang tinggi adalah peranan perpustakaan sekolah. Perpustakaan sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan harus benar-benar dapat memainkan peranannya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa perpustakaan merupakan jantung sekolah. Sekolah yang perpustakaannya hidup akan berkembang pesat dan lebih maju, sebaliknya sekolah yang perpustakaannya mati, pengembangan ilmu pengetahuan dari sekolah tersebut juga akan terhambat. Seiring dengan keberadaan perpustakaan sekolah, pemerintah menaruh perhatian terhadap perkembangannya. Oleh karena itu digalakkan lomba perpustakaan sekolah. Semua itu untuk mendukung terciptanya pembelajar yang cerdas, terampil dan berkualitas.
Kegiatan membaca dapat bermakna dan berkualitas apabila didorong oleh minat membaca yang tinggi. Sayangnya, tidak semua siswa mempunyai minat membaca yang tinggi. Minat membaca yang rendah diduga sebagai pemicu rendahnya penguasaan kosakata. Dengan demikian siswa yang minat bacanya rendah akan rendah pula penguasaan kosakatanya. Hal itu akan berlanjut pada kegiatan berbahasa yang lain yang berbentuk berbicara.
Henry Guntur Tarigan (1984 : 53), menyatakan bahwa tanpa kemampuan berbicara yang memadai, siswa tidak dapat mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dengan baik. Keterampilan berbicara siswa tidak dapat dimiliki dengan tiba-tiba, tetapi harus melalui latihan yang teratur.
Mengacu beberapa perkiraan-perkiraan jawaban di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian guna menguji ada tidaknya hubungan signifikan antara minat membaca dan penguasaan kosakata dengan keterampilan berbicara.
Untuk itu, penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa minat membaca berpengaruh terhadap keterampilan berbicara. Keduanya diduga mempunyai hubungan yang sangat erat. Selain itu penguasaan kosakata seseorang juga dianggap berpengaruh terhadap keterampilan berbicara sehingga antara minat membaca, penguasaan kosakata, dan keterampilan berbicara saling berhubungan dan mempengaruhi.

B. Identifikasi Masalah
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting dimiliki oleh siswa. Namun demikian masih banyak keluhan tentang ketidakmampuan siswa berkomunikasi dengan lancar dan baik.
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keterampilan berbicara siswa ?
Apakah pengajaran bahasa Indonesia di sekolah benar-benar sudah mencakup beberapa keterampilan berbahasa ?
Apakah minat membaca dan penguasaan kosakata siswa berpengaruh terhadap keterampilan berbicara ?
Adakah faktor-faktor lain mempengaruhi keterampilan berbicara siswa ?
Apakah setiap siswa dalam berinteraksi menyebabkan rendahnya nilai berbicara ?
Apakah faktor lingkungan keluarga dan masyarakat sudah mendukung kegiatan berbicara siswa ?
Sejauh mana peranan perpustakaan sekolah dalam membangkitkan motivasi membaca siswa ?

C. Pembatasan Masalah
Berhubung banyak masalah yang timbul, maka dalam penelitian ini perlu dibatasi. Hal ini dimaksudkan agar lebih tajam dan mendalam dalam pembahasannya. Adapun masalah dalam penelitian ini dibatasai pada : Keterampilan berbicara khusunya berpidato dan kaitannya dengan minat membaca dan penguasaan kosakata.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Adakah hubungan antara minat membaca dengan keterampilan berbicara ?
2. Adakah hubungan antara penguasaan kosakata dengan keterampilan berbicara ?
3. Adakah hubungan antara minat membaca dan penguasaan kosakata secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara ?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi ada tidaknya hubungan antara minat membaca dan penguasaan kosakata secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 2 X di Kecamatan X Kabupaten X.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya :
a. hubungan antara minat membaca dengan keterampilan berbicara siswa kelas VI SDN X;
b. hubungan antara penguasaan kosakata dengan keterampilan berbicara siswa kelas VI SDN X;
c. hubungan antara minat membaca dan penguasaan kosakata secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara siswa kelas VI SDN X.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis kepada guru khusunya guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan kepada siswa SDN X, Kecamatan X, Kabupaten X serta para pembaca pada umumnya.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
a. memberikan informasi tentang ada tidaknya hubungan signifikan antara minat membaca dan penguasaan kosakata dengan keterampilan berbicara baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
b. memberikan masukan tentang sejauh mana hubungan antara minat membaca dan penguasaan kosakata secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara.
c. memberikan sumbangan kepada teori pembelajaran tentang berbicara serta variabel-variabel yang mendukung keterampilan berbicara.
d. menambah wawasan ilmu khususnya bidang pembelajaran bahasa Indonesia sehingga mendorong peneliti lain untuk melaksanakan penelitian sejenis yang lebih luas dan mendalam.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
a. Siswa
Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah untuk mengetahui kemampuannya dalam hal keterampilan berbicara, minat membaca dan penguasaan kosakata sehingga mereka dapat mengukur kemampuannya.
b. Guru
Sebagai bahan pertimbangan tentang arti penting minat membaca dan penguasaan kosakata siswa bagi pengembangan keterampilan berbicara, sehingga mendorong para guru untuk mengajarkan empat keterampilan berbahasa secara merata.
Memberi masukan kepada guru bahasa Indonesia tentang komponen-komponen bahasa dan komponen lainnya yang mendukung keterampilan berbicara bahasa Indonesia.
Memberikan masukan kepada guru bahasa Indonesia dalam menentukan strategi pembelajaran berbicara yang tepat sehingga tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat tercapai.
c. Kepala Sekolah
Manfaat penelitian ini bagi kepala sekolah adalah untuk memberikan dorongan kepada guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar menerapkan pembelajaran yang integral.
d. Pengelola Pendidikan
Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi faktual pembelajaran keterampilan berbicara di SD, khususnya di SDN X Kecamatan X Kabupaten X. Untuk pengembangannya, tambahan buku bacaan baru sangat diperlukan guna membangkitkan motivasi siswa dalam membaca.
TESIS HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI SMA NEGERI X

TESIS HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI SMA NEGERI X

(KODE : PASCSARJ-0020) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI SMA NEGERI X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia begitu kompleks, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut. Hal ini erat hubungannya dengan masalah pendidikan dan pengajaran. Dalam mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran, yang salah satunya, tujuan pembelajaran akan dapat tercapai apabila si pebelajar memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Kehidupan manusia adalah dinamis, setiap orang dalam hidupnya selalu didorong oleh keinginan-keinginan yang harus dipuaskan. Dalam hidupnya ia selalu berjuang untuk memperoleh makanan, kehangatan, afeksi, kepuasan seks, keamanan ekonomi dan emosional, penghargaan dsb. Hal ini seperti dikemukakan oleh Maslow, sebagai aktualisasi diri.
Di sisi lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan orang lain. Sehingga dalam menjalin hubungan sosial manusia harus dapat saling memberi dan menerima satu dengan yang lain. Dalam interaksi sosial juga diperlukan toleransi antar sesama agar tidak terjadi hal yang merugikan atau menyakitkan pihak lain. Untuk itu perlu adanya penyesuaian diri dengan orang lain ataupun lingkungan. Sebagian orang memiliki ketahanan psikis yang berbeda-beda, kebiasaan yang berbeda dan latar belakang sosial yang berbeda pula. Ini akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Sunarto dan Ny. B Agung Hartono (2006 : 221) menyebutkan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan pada umumnya, tujuan pendidikan pada khususnya diperlukan sikap disiplin. Kedisiplinan seseorang terkadang dirasakan sebagai sesuatu yang membelenggu diri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Disamping disiplin sangat bermanfaat bagi diri seseorang juga memberikan kontribusi dalam pergaulan dengan orang lain. Karena biasanya seseorang akan merasa kecewa terhadap perilaku yang tidak disiplin dari orang lain.
Kedisiplinan di kalangan pelajar pada sebagian pelajar cenderung kurang. Hal ini dapat kita lihat adanya siswa yang datang terlambat di sekolah, tidak masuk tanpa ijin, membolos dari sekolah, tidak mengerjakan tugas sekolah dsb. Timbul pertanyaan dalam benak kita, bagaimana motivasi belajar bagi siswa-siswa yang melakukan tindak indisipliner tersebut ?.
Tertarik pada permasalahan tersebut dan sesuai dengan bidang tugas penulis sebagai Guru Pembimbing ( konselor ) penulis memberanikan diri untuk mencoba mengadakan penelitian dengan tema kedisiplinan. Adapun judul yang penulis pilih adalah :
“HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI SMA NEGERI DI KECAMATAN X KABUPATEN X TAHUN PELAJARAN XXXX/XXXX”

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah di depan, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
Kesehatan mental adalah kondisi jiwa dimana seseorang dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan dengan lingkungan dimana ia berada. Perilaku orang yang sehat mentalnya ; ceria, percaya diri, humoris, bahagia, memiliki keseimbangan emosi dsb. Dalam kaitannya dengan kedisiplinan siswa yang sehat mentalnya akan mampu menyesuaikan diri terhadap diri sendiri, orang lain dan dengan aturan yang ada di sekolah. Senantiasa ada kepatuhan dalam dirinya terhadap praturan yang ada dan dimanifestasikan dalam bentuk sikap dalam pergaulan.
Motivasi belajar adalah dorongan untuk melakukan aktivitas belajar untuk berprestasi atau mencapai kompetensi. Dorongan itu dapat bersumber murni dari siswa yang disebut instrinsik, atau karena rangsangan dari luar diri siswa yang disebut ekstrinsik.
Motivasi merupakan proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. ( Wahjosumidjo, 1984 : 174 ).
a. Sebagai proses psikologis dalam bentuk sikap, kedisiplinan akan ikut mewarnai bentuk sikap tesebut. Apakah ia suka gerak cepat atau perlahan-lahan asal sampai, suka ketertiban atau masa bodoh, dsb.
b. Sebagai proses psikologis dalam bentuk sikap, kesehatan mental juga ikut mempengaruhi bentuk sikap yang ditampilkan. Apakah ia minder, tegar, emosional, merasa bahagia, dapat bertanggung jawab, dsb.
3. Kedisiplinan adalah sikap mematuhi peraturan yang ada dan melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Dalam konteks kedisiplinan siswa, adalah kepatuhan terhadap aturan yang ada di sekolah, meliputi :
a. Kepatuhan terhadap tata tertib sekolah untuk tidak melakukan kegiatan yang dilarang oleh sekolah.
b. Kepatuhan melaksanakan kegiatan-kegiatan di sekolah ; hadir di sekolah tepat waktu, mengikuti kegiatan - kegiatan sekolah ( upacara, SKJ, ekstra kurikuler, dsb.) dan mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Dalam kaitannya dengan motivasi belajar, siswa yang berdisiplin tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh sekolah, karena hal itu akan menyurutkan motivasi belajarnya. Disamping hal tersebut ia akan melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan sekolah ; ia tidak menunda-nunda pekerjaan/tugas yang diberikan oleh sekolah, ia berani bersaing secara positif dalam meraih prestasi. Keberhasilannya akan menimbulkan kepuasan sehingga lebih mendorong penyelesaian tugas-tugas berikutnya. Dari uraian identifikasi masalah di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah siswa yang sehat mentalnya akan memiliki kedisiplinan yang tinggi ?
2. Apakah siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi juga memiliki kedisiplinan yang tinggi ?
3. Apakah siswa yang memiliki kesehatan mental dan motivasi belajar yang tinggi akan memiliki kedisiplinan yang tinggi ?

C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesesatan dalam pemahaman terhadap hasil penelitian, penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini terbatas pada :
1. Variabel penelitian :
Banyak aspek yang berhubungan dengan kedisiplinan, namun penulis batasi pada :
a. Variabel kesehatan mental
b. Variabel motivasi belajar
c. Variabel kedisiplinan
2. Waktu penelitian
Penelitian ini terbatas pada tahun pelajaran XXXX/XXXX
3. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Kecamatan X yang terdiri dari SMA Negeri 1 X dan SMA Negeri 2 X. Sasaran penelitian siswa kelas XI.

D. Perumusan Masalah
Dari beberapa pertanyaan dalam identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kesehatan mental dengan kedisiplinan siswa ?
2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar siswa dengan kedisiplinan siswa?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kesehatan mental dan motivasi belajar siswa secara bersama-sama dengan kedisiplinan siswa ?

E. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut maka dalam penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara kesehatan mental dengan kedisiplinan siswa.
2. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara motivasi belajar siswa dengan kedisiplinan siswa
3. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara kesehatan mental dan motivasi belajar siswa secara bersama-sama dengan kedisiplinan siswa.

F. Manfaat Penelitian.
Temuan-temuan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat teoritis :
a. Apabila ditemukan hubungan yang signifikan antara kesehatan mental dan motivasi belajar siswa dengan kedisiplinan, akan merupakan temuan untuk menambah khasanah dunia ilmu.
b. Merupakan langkah awal untuk penelitian selanjutnya tentang aspek psikologis meliputi variabel kesehatan mental, motivasi belajar dan kedisiplinan.
2. Manfaat praktis :
a. Bagi guru
Khususnya guru BK dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan cara menjaga dan mengembangkan kesehatan mental dan kedisiplinan siswa.
b. Bagi siswa
Menyadari betapa pentingnya kesehatan mental dan motivasi belajar untuk mengembangkan kedisiplinan.
c. Bagi Sekolah
Dapat merekomendasikan dan memfasilitasi tentang pentingnya kesehatan mental, motivasi belajar siswa dan kedisiplinan.
d. Bagi orang tua/wali siswa
Dapat membantu putra-putrinya menciptakan kondisi yang kondusif tentang kesehatan mental, kedisiplinan dan motivasi belajar putra-putrinya.
TESIS HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN PERSEPSI GURU TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SLB DI KAB X

TESIS HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN PERSEPSI GURU TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SLB DI KAB X

(KODE : PASCSARJ-0019) : TESIS HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN PERSEPSI GURU TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SLB DI KABUPATEN X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pengajaran di sekolah merupakan suatu proses kegiatan yang semakin kompleks, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi. Pendidikan perlu diselenggarakan secara optimal untuk menghasilkan lulusan sesuai apa yang kita harapkan. Tak terkecuali bagi siswa Sekolah Luar Biasa.
Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa adalah yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, sebab tujuan pendidikan luar biasa adalah membantu peserta didik agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Untuk itu peningkatan kualitas lulusan merupakan misi pokok pendidikan. Sementara itu lulusan sekolah diharapkan menjadi daya manusia yang produktif.
PP No. 72 tahun 1991 bab X pasal 20 ayat (2) menyebutkan : "tenaga pendidik pada satuan pendidikan luar biasa merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi khusus sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa." Menurut Hasibuan (2001 : 67) pengembangan sumber daya manusia adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral SDM sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No. 20/2003; pasal 1 : 4).
Pendidikan juga dapat dipandang sebagai kegiatan antisipatoris di masa depan. Artinya, semua kegiatan tersebut untuk menyongsong perkembangan-perkembangan yang diperhitungkan akan terjadi di masa depan (Buchori, 1994 : 44). Sementara masa depan yang akan dihadapi peserta didik penuh dengan tantangan dan persaingan yang semakin komplek dengan semakin canggihnya IPTEK. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mengembangkan diri dan mengoptimalkan profesionalitas secara memadai dengan mengembangkan disiplin kerja, dan motivasi kerja yang dapat dicontoh peserta didiknya.
Selain tersebut di atas seorang pendidik juga dituntut untuk dapat menciptakan kondisi baru, memotivasi diri dan mengembangkan diri di dalam kehidupan yang berbasis pengetahuan, hingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bermakna (useful meaning). Dalam menciptakan pengetahuan yang bermakna (useful meaning knowledge) seorang guru harus mengembangkan diri melalui disiplin kerja, dan motivasi kerja yang seimbang dalam pencapaian kinerja yang profesional.
Seseorang yang profesional akan selalu berpegang pada teori-teori yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dalam prakteknya, keahlian dan ketrampilan yang dimiliki diturunkan dan didukung oleh teori-teori, sebab teori dan praktek merupakan suatu perpaduan yang harmonis, bagaikan sisi mata uang. Untuk menghasilkan teori yang sahih, yang akan menyediakan dasar yang kuat bagi teknik-teknik profesional diperlukan penerapan metode ilmiah. Kewenangan profesional menunjukkan adanya otonomi dan tanggung jawab dalam pekerjaan sebagai pendidik.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidikan di perguruan tinggi (UU No. 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 : 22). Namun dalam satuan pendidikan luar biasa tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar (PP 72 tahun 1991 pasal 20 ayat 1). Adapun tugas utama guru adalah mengajar, membimbing dan melatih peserta didik serta menilai hasil pembelajaran.
Untuk itu, guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang mempunyai peranan dalam proses peningkatan mutu pendidikan serta menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan.
Mengajar bukanlah suatu hal yang mudah karena merupakan proses kegiatan yang sangat komplek. Mengajar perlu direncanakan dengan baik agar mencapai tujuan yang ditetapkan, pelaksanaannya harus ditunjang oleh kemampuan guru dalam menetapkan strategi yang efektif, hasilnya perlu dievaluasi secara obyektif. Di samping mengajar, salah satu masalah yang menuntut perhatian guru di sekolah adalah masalah disiplin kerja. Oleh karena itu, kemampuan profesional dan disiplin kerja seorang guru mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan. Disiplin kerja seorang guru mempunyai pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Hal ini ditegaskan dalam GBHN (1993 : 97) bahwa salah satu ciri tenaga kerja yang berkualitas adalah disiplin, yang berarti setiap tenaga pelaksana termasuk guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X harus mempunyai disiplin dalam melaksanakan tugasnya.
Sementara disiplin kerja guru dilihat sebagai satu hal yang penting dalam mencapai tujuan pengajaran, tampaknya banyak kesenjangan di lapangan, khususnya yang dihadapi oleh guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Pengamatan sementara peneliti melihat banyak guru yang berprestasi, namun tidak sedikit guru yang bekerja tanpa adanya motivasi dan disiplin kerja yang memadai. Hal ini akan memberikan dampak terhadap tugas guru-guru menciptakan disiplin kerjanya dalam mengemban tugas. Di samping itu, juga guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap fungsi dan tugasnya. Dimana perasaan positif tersebut muncul karena adanya respon yang diberikan itu memberikan kepuasan pada guru yang bersangkutan, sedangkan munculnya perasaan negatif guru, karena respon yang diberikan itu tidak memberi kepuasan bagi guru tersebut, karena respon yang diberikan itu tidak memberi kepuasan bagi guru tersebut, terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Menurut Indrakusuma (1985 : 105) motivasi kerja (work motivation) adalah sikap atau perasaan yang timbul pada diri seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya yang dapat menyebabkan naik dan turunnya semangat dan kegairahan kerja. Motivasi kerja dapat menjadi positif apabila, merasa senang, cinta, tertarik pada pekerjaan, dan motivasi kerja menjadi negatif apabila benci, bosan dan tertekan. Menurut Stoner (1982 : 92) orang-orang yang berhasil dalam pekerjaannya adalah orang yang rata-rata mempunyai motivasi tinggi.
Dikaitkan dengan profesi keguruan, motivasi kerja guru, menurut Ofoegbu (2005 : 81) dikatakan "has to do with teachers' desire to participate in the pedagogical processes within the school environment. It has to do with teachers' interest in student discipline and control particularly in the classroom." Dengan demikian maka guru yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki keterlibatan tinggi dalam aktivitas persekolahan baik yang bersifat akademik maupun non-akademik.
Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini dijelaskan oleh Ubben dan Hughes yang menyatakan bahwa "principals could create a school climate that improves the productivity of both staff and students and that the leadership style of the principal can foster or restrict teacher effectiveness" (Kelley, et al., 2005 : 19).
Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru menurut Uben dan Hughes berupa penciptaan iklim sekolah yang dapat memacu atau menghambat efektivitas kerja guru. Hal yang sama dikemukakan oleh Harris, et al., (2003 : 70) yang menjelaskan bahwa peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai "giving the school direction, having an overview, setting standards, and making tough decision."
Sebagai pimpinan suatu instansi pendidikan, kepala sekolah seharusnya merupakan motor penggerak bagi berjalannya proses pendidikan. Akan tetapi fungsi kepemimpinan yang belum menyentuh kebutuhan dasar bagi yang dipimpinnya tentu akan berdampak lain. Kurang berfungsinya kepemimpinan kepala sekolah, kurangnya motivasi dari pimpinan sekolah dapat menjadi penyebab menurunnya mutu pendidikan.
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik adalah kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kematangan dari guru dan karyawan, yaitu semakin berpengalaman seseorang dalam pekerjaan, semakin matang pula dalam berorganisasi. Gaya kepemimpinan tersebut oleh Hersey dan Blanchard seperti dikutip Robbin (2005 : 49) meliputi empat gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan direktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif.
Gaya kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah dapat mempengaruhi kepuasan kerja dari guru dan karyawan. Dengan kepuasan kerja yang baik dari guru dan karyawan tersebut akan menambah motivasi dan kinerja dari guru dan karyawan dalam menjalankan tugas yang diembannya setiap hari. Pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi prestasi dari anak didik, sehingga akan tercapailah tujuan nasional yang telah ditetapkan. Dengan demikian maka kualitas yang dimiliki kepala sekolah menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan sekolah.
Pentingnya kualitas kepemimpinan kepala sekolah dijelaskan oleh Webb, et al.. Menurut Webb dikatakan bahwa :
"The quality of the head teacher is a crucial factor in the success of the school. ... Good heads can transform a school; poor heads can block progress and achievement. It is essential that we have measures in place to strengthen the skills of all new and serving heads." (Webb, et al., 2006 : 407).
Sementara ditemukan beberapa masalah penting yang berkaitan dengan pekerjaan guru, yaitu : kurangnya minat guru dalam meningkatkan mutu mengajar disebabkan murid-muridnya relatif pasif dalam belajar dan disinyalir ada sebagian guru yang mengajar seadanya, serta kurangnya kedisiplinan dan motivasi guru dalam menjalankan tugasnya, sehingga antusiasme guru memprihatinkan. Sedangkan faktor kinerja guru sangat penting, khususnya dalam pengelolaan pendidikan, disinilah yang menjadi pertanyaan peneliti adalah sejauh mana gambaran kinerja guru dan faktor-faktor yang mempengaruhi, khususnya guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Sebab diketahui bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh berbagai faktor, selain kemampuan guru dan manajerial kepala sekolah, juga faktor yang lain yaitu faktor disiplin kerja dan faktor motivasi kerja yang menentukan juga keberhasilan guru dalam kinerjanya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti lebih memfokuskan kepada sumber masalahnya yaitu bagaimana hubungan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam mengatur kegiatan belajar mengajar dengan kinerja guru, khususnya pada guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X.

B. Identifikasi Masalah
Berhubungan kinerja guru merupakan kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas atau pekerjaannya, yakni kualitas belajar dan membelajarkan kepada peserta didik. Kualitas perilaku belajar, membelajarkan merupakan serangkaian perilaku yang dicerminkan dalam kegiatan guru mengajar.
Berkaitan dengan hal tersebut muncul beberapa masalah, antara lain sebagai berikut. Kinerja, dalam Kamus Bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (performance) (Poerwodarminto, 1997 : 203). Oleh karena itu, guru yang mempunyai kinerja yang baik atau guru yang profesional memiliki ciri-ciri : (1) Ahli (ekspert), artinya guru tersebut ahli dalam bidang pengetahuan atau ketrampilan yang diajarkan, (2) memiliki rasa tanggung jawab (responsibility) dan otonomi, artinya guru memiliki rasa tanggung jawab moral dan intelektual terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan dan memiliki kemandirian dalam menegakkan prinsip-prinsip pendidikan, (3) memiliki rasa kesejawatan, artinya guru menjunjung tinggi martabat dan kode etik guru, sehingga ia senantiasa berusaha menjaga dan memeliharanya (Suhertian : 1994 : 29).
Bersamaan dengan hal tersebut, seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki disiplin kerja dan motivasi kerja untuk merealisasikan tugasnya. Untuk itu dalam penelitian ini hanya mencermati kinerja guru yang berkaitan dengan disiplin kerja dan motivasi kerja.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, timbul beberapa masalah yang sangat kompleks berkaitan dengan kinerja guru, antara lain dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal dengan tempat tugasnya akan mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya?
2. Apakah keharmonisan rumah tangga itu akan mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
3. Apakah sosial ekonomi yang sudah mapan akan mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
4. Apakah gaji yang diterima saat ini akan berpengaruh pada kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
5. Apakah disiplin kerja guru mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
6. Apakah motivasi kerja guru mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
7. Apakah persepsi guru mengenai gaya kepemimpinan yang ditunjukkan kepala sekolah mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?

C. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini dilaksanakan pada guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam penelitian ini dibatasi pada faktor disiplin kerja, motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Dasar pertimbangannya adalah karena :
a. Ketiga faktor tersebut di atas dipandang sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap kinerja guru.
b. Adanya keterbatasan pada peneliti sendiri, baik yang berkaitan dengan kemampuan, waktu maupun biaya.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara disiplin kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
2. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
3. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
4. Apakah terdapat hubungan positif antara disiplin kerja, motivasi kerja dan persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru secara bersama-sama pada SLB di Kabupaten dan Kota X?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan dan untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Tujuan penelitian ini, dijabarkan lagi menjadi tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X.
2. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
3. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X.
4. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SLB secara bersama-sama di Kabupaten dan Kota X.

F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian minimal memiliki manfaat atau kegunaan secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Apabila ditemukan hubungan yang signifikan antara variabel disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru-guru SLB dapat digunakan sebagai masukan bagi pelaksanaan, baik Kepala Sekolah maupun Kepala Dinas dan Departemen Pendidikan Nasional pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam mengkaji kembali dan sekaligus memperbaiki disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam tugas sebagai pendidik.
b. Diharapkan temuan penelitian ini dapat menjadi informasi masukan pihak-pihak terkait dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas prestasi guru.
c. Diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang menaruh minat terhadap penelitian terhadap manajemen sumber daya manusia pendidikan.
TESIS EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA KELAS XI IPS SMAN X

TESIS EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA KELAS XI IPS SMAN X

(KODE : PASCSARJ-0018) : TESIS EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA KELAS XI IPS SMA NEGERI X (PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertangung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur. Dalam kaitannya dengan masalah pendidikan, Toeti Soekamto ( 1993 : 1) menyatakan :
Dewasa ini pendapat umum di Indonesia menyatakan bahwa pendidikan tidak memberikan hasil seperti apa yang diharapkan, selain itu program-program intruksional yang ada dianggap masih belum memadai dalam kualitas, sehingga siswa tidak dapat belajar dengan baik karena tidak dapat menangkap apa yang diajarkan guru di sekolah.
Di sekolah, guru merasa kesulitan menerapkan model pembelajaran yang menjadikan siswa aktif di dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini dapat dilihat dari praktek pembelajaran matematika di kelas, seringkali di dalam proses pembelajaran guru bertanya tentang konsep matematika yang sedang dibahas, banyak siswa yang diam sambil menundukkan kepala dan hanya beberapa siswa tertentu yang berani mencoba menjawab, kemudian siswa diminta untuk menanyakan hal yang menjadi kesulitannya, keadaan kelas menjadi sunyi (siswa diam). Terlebih lagi jika siswa diberi tugas di kelas maupun tugas rumah untuk mengerjakan soal, banyak siswa yang hanya menyalin pekerjaan temannya dan jarang ditemukan ide-ide baru siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Sampai saat ini masih banyak siswa yang memandang bahwa guru sebagai satu-satunya sumber belajar dan pemegang otoritas tertinggi di kelas, jadi siswa sangat tergantung pada guru dan kurang mempunyai inisiatif untuk mempelajari materi yang akan diajarkan guru di kelas. Kenyataan ini tentu saja tidak terlalu mengejutkan karena hasil belajar anak-anak Indonesia tergolong relatif rendah terutama pada mata pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari prestasi dalam Ujian Nasional ( EBTANAS) selama ± 20 tahun terakhir, rata-rata untuk tingkat SMA sekitar 4,6 ( Marpaung 2005). Hasil Try Out uji coba Ujian Nasional tahun pelajaran XXXX/XXXX SMA kabupaten X untuk matematika rata-rata 3,35 program IPA dan 2,89 untuk program IPS ( MKKS kabupaten X ). Bila didasarkan data tersebut disimpulkan bahwa kemampuan anak Indonesia dalam memahami matematika masih sangat rendah.
Fakta empiris menunjukkan bahwa para guru menggunakan model pembelajaran konvensional. Banyak perilaku siswa yang kurang mendukung dalam proses pembelajaran, seperti tidak tahu kalau ditanya atau lupa, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Pembelajaran yang kurang tepat yaitu menghapalkan semua materi. Pembelajaran matematika yang sering dilakukan guru adalah model konvensional, dengan metode ceramah dan pendekatan mekanistik, yaitu algoritma aritmatika dan rumus matematika diinformasikan dan dilatihkan melalui tugas kepada siswa, dan diakhiri dengan melatihkan aplikasinya. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan caranya sendiri, siswa pasip, tidak terlibat secara langsung. Pembelajaran menggambarkan suatu kegiatan guru aktif memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa menyimak, mencatat, dan mengerjakan tugas.
Sejalan dengan paradigma baru, pendidikan yang menekankan peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Pemerintah mendorong pelaksanaan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berorientasi pada Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan ( PAIKEM ). Pembelajaran ini menekankan siswa yang aktif, siswa yang kreatif dapat mengembangakan ide-idenya yang tidak harus sama dengan guru. Siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan. Dan juga guru disini hanya sebagai fasilisator, pembimbing siswa, tetapi guru juga harus kreatif mengembangkan inovasi pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak monoton. Pembelajaran yang membuat siswa aktif dan membuat siswa tidak terpaksa, sehingga suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Model pembelajaran portofolio, mengarah pembelajaran yang berorientasi PAIKEM. Model pembelajaran portofolio adalah suatu proses pembelajaran dalam mempelajari suatu materi tertentu yang prosesnya dari awal sampai akhir, dan kumpulan hasil pekerjaan peserta didik tersebut dikumpulkan atau didokumentasi yang disimpan dalam satu bendel. Model pembelajaran portofolio mengandung lima prinsip dasar, yaitu : belajar siswa aktif, kelompok belajar kooperatif, pembelajaran partisipatorik, mengajar yang reaktif, dan belajar yang menyenangkan. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan, aktivitas siswa membuat portofolio. Melalui model ini para siswa diberi keleluasaan untuk memilih topik yang menarik dirinya tetapi yang sesuai dengan topik yang dipelajari, yang selanjutnya mencari data dan informasi. Pengalaman terjun ke masyarakat atau institusi adalah salah satu pengalaman belajar riil yang menyenangkan bagi mereka karena bisa belajar di luar kelas atau sekolahan.
Hasil belajar seorang siswa dalam proses pembelajaran ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah sikap pada diri siswa yaitu sikap siswa terhadap matematika, sebagai reaksi afektif pada diri siswa yang merupakan hasil belajar dan diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau menghindar dari matematika, dan diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang terhadap matematika. Menurut Haris dalam Mar'at ( 1981 : 19) menyatakan bahwa sikap adalah sebagai suatu konstruk psikologik atau variabel tersembunyi yang perlu ditafsirkan dari reaksi yang dapat diawasi dan memiliki konsistensi. Reaksi tersebut diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau menghindar dari obyek, disamping diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang sesuai dengan identitasnya. Selanjutnya Shaver dalam Mar'at (1981 : 21) menyatakan untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan ( senang / tidak senang ) terhadap obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan/kesiapan untuk bertindak terhadap obyek.
Sikap siswa terhadap matematika merupakan faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran yang berlangsung hendaknya dapat menumbuhkan sikap positip terhadap matematika, sehingga akan diperoleh hasil yang optimal.
Mengingat pentingnya kemampuan matematika bagi siswa dalam proses belajar selanjutnya, maka masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa di SMA perlu diupayakan pemecahannya.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1.Secara umum pembelajaran matematika di SMA belum mengarah pada PAIKEM ini dikarenakan kurangnya pemahaman guru tentang PAIKEM. Ada kemungkinan lemahnya kemampuan matematika para siswa dikarenakan pembelajaran matematika yang didesain guru belum mengarah ke pola PAIKEM. Hal ini dapat diteliti apakah jika pemahaman guru tentang PAIKEM ditingkatkan maka kemampuan matematika siswa lebih baik.
2. Lemahnya kemampuan siswa dalam menguasai matematika yang cenderung rendah di SMA Kabupaten X, kemungkinan diakibatkan rendahnya sikap siswa terhadap matematika. Terkait dengan ini perlu dikaji apakah benar bahwa sikap siswa terhadap matematika berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada akhir pembelajaran.
3. Karakteristik siswa berbeda-beda, maka ada kemungkinan bahwa suatu model pembelajaran matematika tidak selalu cocok bagi semua siswa. Model pembelajaran matematika mungkin cocok bagi siswa tertentu, tetapi tidak cocok bagi siswa lain. Demikian juga mungkin cocok untuk siswa yang sikap terhadap matematika tinggi, tetapi tidak cocok untuk siswa yang sikap terhadap matematika rendah, dan sebaliknya. Terkait dengan ini maka perlu diteliti apakah model pembelajaran matematika di SMA Kabupaten X tergantung dari sikap siswa terhadap matematika.
4. Di SMA Kabupaten X pembelajaran matematika cenderung dengan model konvensional. Ada kemungkinan proses belajar tersebut merupakan penyebab lemahnya hasil belajar matematika. Terkait dengan ini apakah jika model pembelajaran matematika diubah maka hasil belajar matematika menjadi lebih baik.

C. Pemilihan masalah
Karena keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini hanya menyelesaikan masalah nomor 2,3,4 pada identifikasi masalah di atas, yaitu : 2) apakah benar bahwa sikap siswa terhadap matematika berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada akhir pembelajaran, 3) apakah model pembelajaran matematika di SMA Kabupaten X tergantung dari sikap siswa terhadap matematika, 4) apakah jika model pembelajaran matematika diubah maka hasil belajar matematika menjadi lebih baik.

D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah, terdapat dua hal yang dipersoalkan. Hal pertama adalah efekti vitas model pembelajaran matematika, dalam arti apakah suatu model pembelajaran memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran yang lain. Hal kedua adalah apakah efektivitas penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, maka dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut :
Ada dua model pembelajaran matematika yang dicoba diteliti pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika ( dalam pokok bahasan statistika ), yaitu model pembelajaran portofolio dan model pembelajaran konvensional.
2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI IPS semester pertama tahun pelajaran XXXX/XXXX di SMA Negeri Kabupaten X Propinsi X. Peneliti pilih program IPS, karena siswa program IPS selama proses pembelajaran sikap terhadap matematika dirasa rendah.
3. Sikap siswa terhadap matematika dimaksudkan adalah reaksi afektif pada diri siswa sebagai kecenderungan menghindar atau mendekati dari matematika, dan diwarnai unsur senang atau tidak senang terhadap matematika.
4. Hasil belajar matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal statistika yang dicerminkan oleh nilai tes matematika pada pokok bahasan statistika.

E. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi, pemilihan dan pembatasan masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaranportofolio lebih baik dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional ?
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika lebih rendah?
3. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan sikap siswa terhadap matematika terhadap hasil belajar matematika?

F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran portofolio lebih baik dari pada yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika sedang maupun rendah.
3. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan sikap siswa terhadap matematika terhadap hasil belajar matematika.

G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah pada proses pembelajaran matematika terutama yang berkaitan dengan model pembelajaran portofolio dan sikap siswa terhadap matematika. Dengan mengetahui kadar kekuatan pengaruh tersebut diharapkan dapat menunjukkan seberapa penting variabel tersebut mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat memperluas wawasan tentang cara belajar matematika terutama dalam mengembangkan cara belajar dengan model portofolio, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
b. Bagi guru
Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model pembelajaran portofolio dan implementasinya terhadap hasil belajar matematika siswa.
c. Bagi Sekolah
Melalui penelitian ini diharapkan sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan pemegang otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan kabijaksanaan terkait dengan proses pembelajaran matematika di kelas.
TESIS EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STAD TEKNIK PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPS GEOGRAFI SISWA KELAS VII SMPN X

TESIS EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STAD TEKNIK PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPS GEOGRAFI SISWA KELAS VII SMPN X

(KODE : PASCSARJ-0017) : TESIS EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STAD TEKNIK PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPS GEOGRAFI SISWA KELAS VII SMPN X (PRODI : MAGISTER PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan adanya kemampuan dari guru yang memiliki dasar-dasar mengajar yang baik. Mengajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan belajar, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Adanya perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa, menuntut adanya perubahan unsur-unsur lain yang menunjang dalam pembelajaran tersebut, seperti adanya perubahan kurikulum.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum yang ditawarkan diharapkan mampu memberikan kompetensi sesuai dengan tingkat satuan pendidikan yang akan dicapai. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006, prinsip pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menegakkan lima pilar belajar, yaitu : (1) belajar untuk beriman dan bertagwa kepada Tuhan yang Maha Esa; (2) belajar untuk memahami dan menghayati; (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain; dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut, maka dalam pembelajaran Geografi siswa diharapkan mampu untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di muka bumi, serta diberikan motivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah (Sumaatmadja, 1997 : 12).
Pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila ada keberanian untuk mencari metode serta membangun paradigma baru. Hal ini diperlukan penerapan cara dan metode yang lain yang telah digunakan pada masa lampau. Suatu metode yang telah terbukti mampu mendatangkan hasil baik pada masa lampau belum tentu akan membawa hasil yang sama jika diterapkan di masa kini dan mendatang.
Untuk itulah seorang guru harus melakukan pembaharuan agar dapat memotivasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa agar dapat belajar dan mencapai kompetensi yang diharapkan. Kemampuan guru dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran, keadaan siswa, sarana prasarana serta lingkungan belajar akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran IPS Geografi di SMP Negeri X selama ini masih menggunakan metode mengajar yang bersifat konvensional yaitu metode ceramah. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru-guru di SMP Negeri X cenderung banyak menekankan kepada hafalan terhadap fakta-fakta, konsep-konsep dan mendasarkan pada kegiatan dalam kelompok. Namun guru jarang melihat apakah semua siswa didalam kelompok tersebut paham terhadap materi yang diajarkan dan mampu mengingat materi pelajaran yang telah di ajarkan tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Hal ini mengakibatkan penguasan siswa terhadap mata pelajaran IPS Geografi hanya sampai pada tingkatan verbal dan sebagian siswa memiliki anggapan bahwa mata pelajaran IPS Geografi sebagai mata pelajaran yang membosankan yang pada akhirnya membuat motivasi belajar siswa mempelajari mata pelajaran IPS Geografi menjadi sangat rendah dibandingkan semangat siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang lain seperti matematika, bahasa inggris, dan fisika.
Selain penggunaan metode pembelajaran yang kurang inovatif dalam proses penyampaian materi pelajaran yang mengakibatkan kebosanan dan motivasi belajar siswa menjadi sangat rendah, juga mengakibatkan prestasi belajar siswa turun. Hal ini dapat terlihat dari perolehan hasil nilai akhir (raport) pada akhir semester untuk rata-rata nilai prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS Geografi yang selalu menempati urutan bawah pada setiap tahun ajaran dari mata pelajaran yang lain. Rata-rata nilai raport siswa kelas VII pada semester ganjil tahun ajaran XXXX hingga XXXX dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :

** TABEL SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Kemampuan dari dalam diri seorang pengajar untuk mengembangkan penggunaan ketrampilan-ketrampilan dan metode-metode kooperatif yang dikembangkan dengan metode mengajar lain, penggunaan alat bantu pembelajaran (media pembelajaran), menganti suasana atau memindahakan tempat proses belajar mengajar serta inovasi-inovasi yang lain sangatlah dituntut sehingga mempermudah siswa menerima serta memahami terhadap materi yang kita sampaikan yang pada akhirnya nanti akan membawa dampak yang positif terhadap perkembangan prestasi belajar siswa.
Manfaat lain bagi siswa antara lain akan meningkatkan motivasi belajar, melatih sikap saling bekerjasama dalam tim, mempunyai rasa tanggung jawab, serta mampu berkompetisi secara sehat baik dalam teman satu kelompok maupun dengan kelompok yang lain. Sifat serta sikap yang demikian ini yang akan mampu membawa pribadi yang berhasil dalam menghadapi tantangan pendidikan yang lebih tinggi yang berorientasi pada kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik akan lebih mudah menemukan serta memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan teman-temannya.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan metode yang pertama pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan menggunakan teknik Peta konsep dan kedua pembelajaran dengan metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan teknik ceramah. Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan menggunakan teknik Peta konsep adalah suatu bentuk metode pembelajaran kooperatif, dimana siswa dalam satu kelas dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang secara heterogen lalu guru mepresentasikan materi pelajaran didepan kelas dengan berangkat dari gagasan utama yang diletakkan ditengah (atas) yang kemudian diturunkan ke beberapa cabang serta anak cabang, sehingga akan terjalin suatu rangkaian atau hubungan sebab akibat maupun pola interaksi. Lalu tiap-tiap kelompok dengan dibantu tim ahli menggunakan lembar tugas kelompok menuntaskan materi pelajaran. Selanjutnya bila sudah selesai dilanjutkan dengan pengambilan nilai melalui kuis secara individual.
Sedangkan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan teknik ceramah adalah suatu metode pembelajaran kooperatif, dimana siswa dalam satu kelas dipecah menjadi beberapa kelompok dengan anggota antara 4 -5 orang secara heterogen, lalu guru mepresentasikan materi pelajaran didepan kelas dengan cara bertanya jawab (interaktif) dengan siswa mengenai materi pelajaran yang sedang disampaikan oleh guru didepan kelas. Selanjutnya tiap-tiap kelompok dengan dibantu tim ahli menggerjakan lembar tugas kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran. Apabila sudah selesai dilanjutkan dengan pengambilan nilai melalui kuis secara individual.
Dengan penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep dan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik ceramah diharapkan selain mampu meningkatkan kemampuan akademik siswa dalam hal hasil belajar, juga ada hal lain yang muncul karena penggunaan metode ini salah satunya adalah motivasi belajar siswa yang meningkat. Apabila siswa diajar secara kooperatif dan terjadi kerjasama di dalam kelompok, maka siswa akan merasa lebih senang tehadap materi yang di berikan. Hal inilah yang mampu menumbuhkan motivasi belajar dari dalam diri siswa.
Terdapat dua jenis motivasi belajar siswa yaitu, motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi merupakan siswa yang mempunyai keinginan atau suatu pencapaian yang besar terhadap penguasaan suatu materi pelajaran yang sedang dipelajari. Motivasi ini bisa timbul karemna adanya suatu tujuan.
Sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah adalah siswa yang memiliki keinginan atau suatu pencapaian yang kurang bersemangat dan cenderung apa adanya didalam mempelajari materi pelajaran yang sedang dipelajari. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada umunya memerlukan adanya suatu dorongan atau stimulan dari luar.
Untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep dan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik ceramah pada pembelajaran IPS Geografi dengan memperhatikan motivasi belajar siswa, maka perlu diadakan penelitiaan yang mengambil judul : “Efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar IPS Geografi siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX”.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah pengenalan berbagai masalah yang timbul sehubungan dengan hal-hal yang akan diteliti. Proses untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sangat dipengaruhi adanya dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern). Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Mengapa siswa selalu merasa jenuh dan cenderung pasif ketika diajar mata pelajaran IPS Geografi ?
2. Mengapa motivasi belajar siswa didalam mempelajari mata pelajaran IPS Geografi begitu rendah dibandingkan ketika siswa mempelajari mata pelajaran yang lain seperti matematika, bahasa inggris, dan fisika yang begitu tinggi ?
3. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa ?
4. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa ?

C. Pembatasan Masalah
Masalah didalam dunia pendidikan sangatlah luas antara lain mencakup permasalahan guru, permasalahan siswa, permasalahan didalam proses kegiatan belajar-mengajar, adaptasi dengan lingkungan sekitar, kurikulum yang digunakan, dan lain sebagainya.
Agar cakupan masalah yang diteliti didalam penelitian ini tidak terlalu luas sehingga akan menimbulkan kesalahpahaman, maka permasalahan dalam penelitiaan ini perlu dibatasi dengan tujuan untuk lebih memperdalam masalah yang dikaji. Karena kualitas penelitiaan ilmiah tidak terletak pada keluasan masalah yang diteliti, namun lebih kepada kedalaman pengkajiaan didalam memecahkan permasalahan. Pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah :
1. Penggunaan metode pembelajaran yang tidak inovatif dan bervariasi.
2. Motivasi belajar siswa yang rendah didalam mempelajari mata pelajaran IPS Geografi.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?
2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa berdasarkan tingkat motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?
4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar berdasarkan interaksi penggunaan metode pembelajaran dan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.
2. Mengetahui efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.
3. Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa berdasarkan tingkat motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.
4. Mengetahui perbedaan hasil belajar berdasarkan interaksi penggunaan metode pembelajaran dan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Adanya penelitian ini di harapkan dapat diambil beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis.
Hasil penelitiaan ini dapat digunakan sebagai informasi bagi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam rangka pengembangan penelitiaan mengenai penggunaan metode yang sesuai dalam penggajaran dikelas pada mata pelajaran IPS Geografi dengan kompetensi dasar Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentuk, dan dampaknya terhadap kehidupan.
2. Manfaat Praktis.
a. Bagi Guru.
Memberikan masukan kepada para pengajar sekolah menengah pertama pada umunya dan khususnya pengajar bidang studi IPS Geografi untuk dapat menemukan metode mengajar yang sesuai dengan kompetensi dasara materi dalam usaha peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS Geografi
b. Bagi Siswa.
Mampu memberikan dorongan bagi siswa agar lebih bersemangat, melatih siswa agar mampu bekerjasama di dalam menyelesaikan tugas yang dihadapi dalam kelompok, dan memiliki motivasi belajar yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar dikelas dalam mata pelajaran IPS Geografi.
c. Bagi Akdemisi.
Selain bermanfaat bagi guru-guru pengajar mata pelajaran IPS Geografi di tataran sekolah menengah pertama dan bagi siswa, hasil penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat sebagai reverensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian tentang penggunaan metode pembelajaran di sekolah.
SKRIPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI

SKRIPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI

(Kode PEND-AIS-0030) : SKRIPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI

BAB I
PENDAHULUAN

Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian adalah berlangsung diatas hukum alam yang ditetapkan Allah sebagai "sunnatullah "
Pendidikan sebagai usaha membina dan memngembanglkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.
Tidak ada satupun makhluk ciptaan Allah di atas bumi yang dapat mencapai kesempurnaan atau kematangan hidup tanpa berlangsung melalui suatu proses. Akan tetapi proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan yaitu mengarahkan anak didik (manusia) kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Allah yang mengabdikan diri kepadaNYA
Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani.
Dalam dunia pendidikan dewasa ini berkembang pemikiran tentang pentingnya mengubah paradigma pendidikan, karena pendidikan yang ada sekarang belum mampu mengantarkan anak didik menjadi manusia sesungguhnya. Pendidikan yang seyogyanya diartikulasi sebagai upaya memanusiakan manusia justru telah mengarah pada dehumanisasi, yaitu menjadikan manusia seperti kehilangan arah dan tujuan hidup serta semakin tereliminasi dari hakikat kemanusiaannya.
Pendidikan telah dipahami pada pengertian Schooling saja dan dibatasi hanya pada pengembangan intelektual, spectrum intelegensi intelektual manusia didongkrak sedemikian rupa sementara intelegansi emosional diabaikan, hasilnya adalah manusia pintar yang dikuasai oleh nilai-nilai keserakahan, kekerasan, dan tumpulnya rasa kemanusiaan.
Disisi lain kendati pendidikan agama di Indonesia saat ini telah ditetapkan sebagai satuan kurikulum atau materi pelajaran yang harus disampaikan pada semua jenjang, namun ternyata belum sepenuhnya optimal mengantarkan anak didik menjadi manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk Tuhan. Pendidikan agama sepertinya lebih dititikberatkan pada ranah kognitif saja karenanya sangat mungkin sekali akan lahir anak didik yang mampu menghafal koidah-koidah normative dengan lancar dan fasih, tetapi tidak cukup cerdas untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata Islam dan Pendidikan, karena selain subyek prediket pendidikan Islam juga merupakan satu substansi dan subyek penting yang cukup kompleks. Karenanya untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat aspek utama missi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari sisi pedagogis. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah yang mampu merefleksikan nilai-nilai pendidikan dan membimbing serta mengarahkan manusia menjadi manusia yang sempurna. Islam sebagai agama yang universal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan bahagia yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan, karena pendidikan merupakan kunci penting utama untuk membuka jalan kehidupan manusia.
Dengan demikian Islam sangat berhubungan erat dengan pendidikan, hubungan antar keduanya bersifat organis fungsional. Pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam. Dan Islam menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam serta memberikan landasan sistem nilai untuk mengembangkan berbagai pemikiran tentang pendidikan Islam.
Oleh karena itu pendidikan Islam merupakan segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fithroh) maupun ajaran yang sesuai dengan fithrohnya mulai proses intelektual dan spiritual yang berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadits.
Sistem dan pola pendidikan yang dicanangkan terkait dengan kebudayaan peradaban dan tatanan kehidupan yang melibatkan semua komponen yang ada, sementara metodenya didasarkan pada perkembangan psikologi anak agar proses tersebut memberikan hasil yang baik yaitu mempersiapkan individu agar dapat menentukan pola pikir dalam memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas pada tempat dan waktu yang selaras dengan kejiwaan subyek didik.
Pendidikan Islam juga termasuk alat untuk melatih sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terdapat kehidupan, langkah-langkah dan keputusan. Begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.
Dalam Pendidikan Islam juga memiliki suatu tujuan yang mana tujuan pendidikan itu terdiri dari tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara di sini yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan, dan lain-lain. Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam terwujudnya kepribadian muslim, kepribadian muslim di sini adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai ummat manusia keseluruhannya sebagai hamba Allah yang berserah diri kepada kholiqnya, ia adalah hambanya yang berilmu pengetahuan dan beriman secara bulat sesuai kehendak penciptanya untuk merealisasikan cita-cita yang terkandung dalam ajaran Allah.
Jadi jelaslah membicarakan masalah tujuan pendidikan khususnya Islam tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, oleh karena realisasi nilai-nilai itulah yang pada hakikatnya menjadi dasar dan tujuan pendidikan Islam
Dalam dunia pendidikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh yang mana eksistensi para tokoh pendidikan tempo dulu banyak memberikan konstribusi yang sangat besar bagi kemajuan dunia pendidikan Islam. Dari beberapa tokoh pendidikan Islam ada salah satu tokoh yang menurut penulis sangat menarik sekali untuk dikaji beliau adalah Al-Qobisi eksistensinya sebagai seorang ahli hadits dan pendidik tidak bisa dilepaskan dari kemampuannya dalam melontarkan ide-ide pembaharuan yang mudah dikonsumsi oleh adalah masyarakat luas, beliau adalah sosok pendidik dan pemikir Islam pada abad ke 4H. hasil pemikiran pendidikannya tertuang dalam risalah yang berjudul "Ar-risalah al- Mufassalat wa Al-Muta'allimin wa ahkam Al-Muallimin wa Al-Mutaallimin "
Sungguhpun demikian pemanfa'atan terhadap kajian teoritisasi pendidikan Islam yang dilakukan oleh generasi muslim akhir sangat minin. Kalangan intelektual muslim agaknya kurang memberi perhatian secara serius terhadap kekayaan Islam itu. Kajian yang lebih intens dilakukan adalah justru berkutat pada sebuah pengulangan kajian praktis yang menghasilkan teoritisasi yang terbatas, baik dilihat dari sisi ruang maupun waktu.
Melihat kenyataan diatas, tampaknya menjadi urgen jika kemudian mengadakan pengkajian mengenai pendidikan Islam. Terutama yang berkaitan dengan khazanah pendidikan Islam. Melalui pengkajian yang dihasilkan tokoh pendidikan Islam dimungkinkan akan menghasilkan tawaran-tawaran konsep pendidikan untuk perkembangan dewasa ini. Atau paling tidak, khazanah pendidikan itu dapat diapresiasi dengan lebih baik.
Dalam pengkajian tokoh pendidikan Islam ini, penulis memilih sosok Al-Qobisi menjadi objek kajian dengan beberapa pertimbangan :
1. Al-Qobisi mempunyai salah satu karya tentang pendidikan yaitu Ar-risalah al-Mufassalat wa Al-Muta 'allimin wa ahkam Al-Muallimin wa Al-Mutaallimin yang diwariskannya dan dapat dibaca serta dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2. Al-Qobisi berhasil dibidang ilmu keagamaan yang sarat dengan unsur kependidikan, namun banyak orang yang belum tahu dengan jelas mengenai ide-ide pendidikannya.
Dari sini, penulis memandang sangat perlu untuk mengungkapkan ide-ide pendidikannya, untuk itu dalam penulisan ini penulis mengangkat judul : "PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI"
Dalam membahas mengenai pemikiran pendidikannya, penulis lebih memfokuskan untuk membahas mengenai Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode dan Teknik Belajar, serta pendapatnya tentang pendidik

B. Rumusan Masalah Batasan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut, yaitu :
1. Bagaimanakah pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi ?
Agar pembahasan pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi tidak terlalu melebar, maka dalam penulisan kali ini akan memfokuskan untuk membahas :
a. Tujuan Pendidikan
b. Kurikulum Pendidikan
c. Metode dan Teknik Belajar
d. Pendapatnya tentang pendidik

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui dan mendiskripsikan tentang pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi.

D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dalam bidang pendidikan dan dapat menyumbangkan bangunan
khazanah perkembangan ilmu pengetahuan
2. Manfaat social praktis, bahwa hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi institusi pendidikan Islam.
3. Manfaat akademik ilmiah, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta khazanah ilmiah bagi dunia pendidikan Islam

E. Definisi Operasional
Guna menghindari perluasan dan kesalahfahaman dalam memahami skripsi yang berjudul : Pendidikan Islam dalam Perspektif Al-Qobisi. Dalam hal ini dijelaskan tentang istilah-istilah tersebut, yaitu :
1. Pendidikan Islam
Pendidikan yang muncul dari aspirasi yang dikerjakan oleh umat Islam, demikian pula tujuannya adalah demi kepentingan Islam beserta umatnya dalam arti luas. Pendidikan Islam merupakan bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
2. Perspektif
Adapun yang dimaksud perspektif disini adalah ide atau pendapat yang bisa juga disebut pemikiran, adapun kata dasar dari pemikiran yaitu pikiran berarti berhasil berfikir, akal, ingatan, angan-angan, ataupun gagasan. Kata pikiran identik dengan kata konsep yang mempunyai arti rancangan, ide, atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit atau gambaran mental dari objek. Bisa juga dipahami dengan istilah konsepsi yang bermakna pengertian atau pendapat. Yang dimaksud konsep dalam penelitian ini yaitu ide atau pendapat, sesuai dengan arti kata pemikiran itu sendiri yang tercantum dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang bermakna ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret. Adapun yang dimaksud pemikiran disini adalah ide atau perspektif Al-Qobisi dalam bidang pendidikan Islam.
3. Al-Qobisi
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali ibn Muhammad ibn Khalaf al-Qobisi. Ia dilahirkan di kota Qairawan Tunisia Afrika Utara, pada tahun 224H. bertepatan dengan 13 Mei tahun 936M. dan meninggal pada tahun 936H atau bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 1012M.
Al-Qobisi dikenal sebagai seorang ahli ulama' hadist, pendidik dan penganut mazhab maliki yang setia. Pada waktu itu madzhab Maliki merupakan panutan mayoritas Islam di Afrika Utara. Al-Qobisi merumuskan konsep pendidikan meliputi empat komponen yaitu : Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode dan Teknik dan pendidik.

F. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain metode adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian. Metode penelitian yang dimaksud meliputi :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif karena data yang disajikan dalam bentuk verbal, bukan dalam bentuk angka. Sedang menurut tempat-tempat penelitian itu dilaksanakan, penelitian ini termasuk penelitian perpustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat dalam perpustakaan, seperti : buku-buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya.
Penelitian ini termasuk penelitian pustaka, yang dimaksud dengan kajian pustaka (Library Research) adalah telah dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.
2. Pendekatan Penelitian
Untuk mendapatkan fakta dan penafsiran yang tepat maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif-kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk disimpulkan dan difahami. Dan kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
3. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sesuai dengan jenis dan pendekatan penelitian diatas, maka sumber data penelitian ini adalah catatan dan referensi yang dibedakan menjadi :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab karangan Al-Qobisi yang didalamnya penulis menemukan ide-idenya tentang pendidikan Islam. Adapun nama kitabnya adalah Al- Mufassalat wa Al-Muta 'allimin wa ahkam Al-Muallimin wa Al-Mutaallimin. Tapi karna keterbatasan penulis, maka penulis tidak menggunakan data primer sebagai rujukan referensi b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku, artikel-artikel dan lain-lain yang terkait dengan pemikiran Al-Qobisi tentang pendidikan Islam.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kepustakaan ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode documenter, yaitu cara menggunakan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Metode dokumenter merupakan metode paling tepat dalam memperoleh data yang bersumber dari buku-buku san bahan utama dalam penulisan penelitian ini. Dan dalam penelitian ini metode dokumenter, dipergunakan penulis untuk menggali data tentang pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi
5. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis isi (content analisis) yaitu merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka peneliti menggunakan analisis data deduktif yang berpijak dari pengertian atau faktor-faktor yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus . Dan teknik analisa data deduktif ini dipergunakan penulis untuk menganalisis data tentang pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi.

G. Sistematika Pembahasan
Maksud dari sistematika ini adalah untuk mengatur urutan pembahasan, agar dapat diketahui mana yang dibahas terlebih dahulu dan mana yang dibahas kemudian, sehingga diharapkan dapat mempermudah pemahaman dan memperlancar penulisan.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pada bab I ini merupakan bab pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : Pada bab ini akan membahas tentang pendidikan Islam dalam kajian literatur yang meliputi: pengertian pendidikan Islam, dasar dan tujuan pendidikan Islam, Kurikulum pendidikan Islam, Metode pendidikan Islam, pendidik dalam pendidikan Islam
BAB III : Pada bab ini membahas tentang Biografi Al-Qobisi, Pemikiran pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi yang difokuskan pada pembahasan mengenai Dasar dan Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode dan Teknik Belajar, pendapatnya tentang pendidik. Dan perbandingan pendidikan Islam dengan pendidikan Al-Qobisi
BAB IV : Pada bab ini berisi penutup yang terdiri dari simpulan dari pembahasan dan saran-saran.
SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

(Kode PEND-AIS-0029) : SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam termasuk di dalamnya hewan, tumbuhan, dan manusia. Manusia sebagai makhluk dinamis membutuhkan sarana untuk mengembangkan diri secara dinamis dan berkelanjutan. Tempat yang mungkin untuk mengembangkan potensi dan dinamisasi diri adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan institusi tempat menempa diri manusia. Karena pendidikan pada dasarnya adalah sarana untuk membimbing manusia sebagai manusia paripurna.
Islam sebagai agama rahmat memberi peluang kepada manusia untuk mengembangkan diri berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Pengembangan diri berdasarkan wahyu merupakan cita-cita Al-Quran. Pengembangan diri tersebut merupakan bagian dari wahyu ketuhanan. Karena dalam al-Quran terdapat perintah untuk mengubah diri, perintah untuk banyak membaca, perintah untuk berfikir. Perintah tersebut mengindikasikan bahwa manusia diajarkan untuk mampu menempa diri dan mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi perintah untuk berfikir, mengembangkan diri hanya tinggal konsep. Karena semua konsep tentang pengembangan diri, konsep dasar pendidikan Islam tidak digali dan dikembangkan untuk kemajuan pendidikan Islam.
Memang, kalau ditilik dalam lintasan sejarah, umat Islam mencoba untuk mengembangkan konsep-konsep pendidikan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, tetapi hal tersebut hanya berlangsung sebatas pemerintahan atau tokoh pengusung konsep pendidikan tersebut. Setelah para tokoh dan pemerintahan telah meninggal atau pemerintahan tersebut telah hancur, maka konsep pendidikannya juga ikut mengalami kemunduran.
Hampir menjadi sebuah kesepakatan umum, bahwa peradaban masa depan adalah peradaban yang dalam banyak hal didominasi ilmu (khususnya sains), yang pada tingkat praktis dan penerapan menjadi teknologi. Tanpa harus menjadikan sains sebagai "Pseudo-Religion" jelas bahwa maju atau mundurnya suatu masyarakat di masa kini dan mendatang banyak ditentukan tingkat penguasaan dan kemajuan sains khususnya. Meski masa kini dan masa mendatang disebut sebagai zaman globalisasi dalam kedua bidang ilmu ini tetap terbatas. Negara-negara paling terkemuka dalam sains dan teknologi tidak begitu saja memberikan informasi atau melakukan transfer sains dan teknologi kepada negara berkembang. Dengan demikian tantangan bagi masyarakat muslim di bagian dunia manapun untuk mengembangakan sains dan teknologi sekarang dan masa datang tidak lebih ringan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah abad ke sembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan dunia modern. Kontak dengan dunia barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Sebagai halnya di barat, di dunia Islam juga timbul pikiran-pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap akan dapat melepaskan ummat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Sekolah-sekolah, pendidikan tinggi, guru dan murid mengalami banyak sekali perubahan seperti hal-hal lain di zaman modern ini, malah barangkali lebih sering daripada bidang-bidang lainya. Dan sesungguhnya, karena dahulu sekolah lambat-laun mengalami perubahan maka rata-rata perubahan yang terjadi dewasa ini dalam pendidikan adalah relatif lebih besar dari pada lain-lain bidang dalam kehidupan ini.
Pada masa lalu, teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan umat Islam. Pada masa kekagetan itu, umat Islam kebingungan dalam menyaring segala sesuatu yang berasal dari Barat. Akibatnya timbul tiga gologan. Gologan pertama melarang segala sesuatu yang datang dari Barat karena berasal dari kaum kafir. Ada golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan alasan agar Islam jadi maju. Ada juga yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam mana yang tidak.
Kemudian dari pada itu, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh kemajuan di bidang teknologi, mau tidak mau Islam pun dituntut untuk mampu beradaptasi. Semisal fiqih dalam menyikapi masalah perbankan, maka teknologi menjadi suatu keharusan untuk dipelajari sebagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Namun, mengapa ketika Pendidikan Islam disuguhkan ke masyarakat umum, yang terjadi justru berbalik fakta. Ketika peradaban zaman berkembang dengan begitu pesatnya, Pendidikan Islam justru lebih fokus pada pembelajaran klasik. Akibatnya Pendidikan Islam acapkali terkucilkan. Pendidikan Islam hingga saat ini nampak sering terlambat memposisikan diri dalam merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan budaya masyarakat.
Ketika Pendidikan Islam mencoba menawarkan sistem pembelajaran secara integrated (penggabungan antara materi umum dan keagamaan), untuk memenuhi kekosongan salah satu di antara materi pendidikan umum dan materi Pendidikan Islam, justru kebijakan ini seakan menjadi beban bagi peserta didik.
Disamping itu, berdasarkan laporan political and economic risk consultancy (PERC) terungkap bahwa sistem pendidikan Indonesia adalah yang terburuk di Asia. Mutu pendidikan di Indonesia dengan skor 6,56 masih di bawah Negara Vietnam dan Negara-negara tetangga di Asia. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih membutuhkan peningkatan, tidak terkecuali pendidikan Islam.
Lantas, sistem Pendidikan Islam itu sendiri masih mengalami berbagai kendala. Salah satu diantaranya adalah kerancuan antara materi umum dengan fan keagamaan. Inilah yang menjadi alasan klasik mengapa prestasi materi umum yang disampaikan di lembaga Pendidikan Islam kalah saing dengan prestasi yang dicapai oleh sekolah umum. Begitu sebaliknya, penyampaian fan ilmu agamanya pun tidak segemilang seperti yang terjadi di pondok pesantren. Kenyataan inilah yang setidaknya mendorong orang tua murid mengambil alternatif lain, yakni mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan yang lebih menjanjikan masa depan.
Dengan diskripsi masalah tersebut diatas, timbul pertanyaan, "Apakah ada yang salah dalam Pendidikan Islam? Lantas, akan dibawa kemana Pendidikan Islam sekarang ini?". Inilah sebidang pertanyaan sebagai pokok bahasan dalam karya tulis ini.
Gerakan pembaharuan mendorong pemimpin-pemimpin Islam untuk menyelidiki sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran dan kelemahan umat Islam terutama dari aspek pendidikan agama Islam, dan selanjutnya memikirkan jalan yang harus di tempuh untuk mencapai kemajuan.
Penulis tertarik untuk menggali solusi-solusi dari permasalahan tersebut dari berbagai sumber, yang salah satu diantaranya adalah mencari pemikiran-pemikiran tentang pembaharuan pendidikan khususnya pendidikan Islam, setelah kemudian penulis berusaha memilah pemikiran dan gagasan dari berbagai pakar ahli pendidikan Islam, pilihan penulis jatuh kepada seorang cendekiawan muslim bernama Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A dengan pemikiran-pemikiran briliant yang termaktub dalam beragam tulisanya mengenai pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam. Namanya sering menghiasi berbagai media karena analisisnya yang memang tajam. Semua itu menunjukkan kalau pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. yang kini menjabat sebagai direktur pasca sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, memang jernih, akurat, dan originil.
Secara garis besar melihat dari input-uotput dunia pendidikan Islam yang kemudian perlu disentuh dengan "modernisasi" secara umum Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menggambarkan :
1. Input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan.
a. Idiologis-Normatif: orientasi-orientasi idiologis tertentu yang diekspresikan dalam norma-norma nasional (pancasila,misalnya) menuntut sistem pendidikan Islam untuk memperluas dan memperkuat wawasan nasional anak didik. Bagi negara-negara yang relatif baru merdeka dimana intregasi nasional merupakan suatu agenda pokok, maka orientasi idiologis normatif ini sangat ditekankan dalam sistem pendidikan nasional. Dalam kerangka ini, pendidikan dipandang suatu instrumen terpenting bagi pembinaan "nation building". Sangat boleh jadi orientasi idiologis lama -katakanlah Islam-lambat atau cepat tergeser oleh orientasi nasional baru tadi. Atau setidaknya, terjadi semacam situasi anomali atau bahkan krisis identitas idiologis.
b. Mobilisasi Politik : kebutuhan bagi modernisasi dan pembangunan menuntut sistem pendidikan untuk mendidik, mempersiapkan dan menghasilkan kepemimpinan modernitas dan inovator yang dapat memelihara dan bahkan meningkatkan momentum pembangunan. Tugas yang terutama terpikul pada lembaga pendidikan tinggi, mengharuskan lembaga pendidikan tinggi Islam - seperti X misalnya- untuk menerapkan kurikulum yang lebih berorientasi pada modernisme dan modernitas.
c. Mobilitas Ekonomi : kebutuhan akan tenaga kerja yang handal menuntut sistem pendidikan untuk mempersiapkan anak didik menjadi SDM yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan kerja yang tercipta dalam proses pembangunan. Difersifikasi yang terjadi dalam sektor-sektor ekonomi, bahkan mengharuskan sistem pendidikan untuk melahirkan SDM yang spesialis dalm berbagai bidang profesi. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak memadai lagi sekedar menjadi lembaga transfer dan tranmissi ilmu-ilmu Islam, tetapi sekaligus juga harus dapat memberikan ketrampilan (skill) dan keahlian (abilities).
d. Mobilitas Sosial : peningkatan harapan bagi mobilitas sosial dalam modernisasi menuntut pendidikan untuk memberikan akses dan vanue ke arah tersebut. Pendidikan islam, dengan demikian tidak cukup lagi sekedar pemenuhan kewajiban menuntut ilmu belaka; tetapi harusjuga memberikan modal dan, dengan demikian kemungkinan akses bagi peningkatan sosial.
e. Mobilisasi Kultural : modernisasi yang menimbulkan perubahan-perubahan kultural menuntut sistem stabilitas dan mengembangkan warisan kultural yang kondusif bagi pembangunan. Dalam konteks pendidikan Islam, khususnya pesantren. Yang mempunyai sub-kultural sendiri yang khas itu, semua ini berarti penilaian ulang terhadap lingkungan kulturalnya sendiri.
2. Output bagi masyarakat
a. Perubahan Sistem Nilai : dengan memperluas "peta kognitif” peserta didik, maka pendidikan menanamkan nilai-nilai yang merupakan alternatif bagi sistem nilai tradisional. Perluasan wawasan ini akan merupakan pendorong bagi tumbuh dan berkembangnya "semangat untuk berprestasi dan mobilitas sosial. Persoalanya kemudian, sejauh mana sistem dan lembaga pendidikan islam khususnya pesantren, yang secara sadar mengorientasikan diri pada perluasan "peta" kognitif ini, bahkan sebaliknya terdapat kesan yang kuat, bahwa pesantren tetap berkutat pada normativisme dan dogmatisme lama yang kurang memberikan kesempatan bagi pengembangan kognisis dan kreativitas.
b. Output politik : Kepemimpinan modernitas dan innovator yang secara langsung dihasilkan sistem pendidikan dapat diukur dengan perkembangan kuantitas dan kekuatan birokrasi sipil-militer, intelektual dan kader-kader administrasi politik lainya, yang direkrut dai lembaga-lembaga pendidikan - terutama pada tingkat menengah dan tinggi. Di sini, kepemimpinan yang dihasilkan lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pada tingkat menengah seperti pesantren, kelihatanya sebagian besar masuk ke dalam "kepemimpinan tradisional", tegasnya kepemimpinan keagamaan, yang tentunya berhasil dicapai setelah mendapat pengakuan dari masyarakat. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi - dalam hal ini IAIN- selain melahirkan kepemimpinan tradisional tadi, tetapi dalam batas tertentu juga melahirkan intelektual dan birokrat, dan segelintir yang masuk ke lingkungan militer terutama menjadi "rohis" (rohani Islam) atau "binroh" (pembinaan rohani).penjajahan madrasah, melalui UUSPN 1989, dengan sekolah umum pada segi lain membuka peluang besar bagai sepektrum kemunculan lapisan-lapisan kepemimpinan di atas dari sistem dan kelembagaan pendidikan Islam.
c. Output ekonomi; ini dapat diukur dari tingkat ketersediaan SDM atau tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai, baik "white collar" maupun "blue collar" . hal ini harus diakui masih merupakan suatu masalah besar yang dihadapi sistem dan lembaga pendidikan Islam. Belum terdapat link and match yang jelas dan kuat antara sistem dan lembaga pendidikan Islam dengan masalah tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai tersebut.
d. Output social: dapat dilihat dari tingkat integrasi social dan mobilitas peserta didik ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal integrasi social, output sistem dan lembaga kelihatanya relative berhasil, karena didukung oleh factor kependudukan Indonesia yang mayoritas beragama islam. Tetapi dalam hal mobilitas social, sestem kelembagaan pendidikan Islam kelihatanya belum lagi kelihatan signifikansinya.
e. Output cultural : tercermin dari upaya-upaya pengembangan kebudayaan ilmiah, rasional dan innovatif, peningkatan peran integrative agama dan pengembangan bahasa pendidikan. Pada tingkat pengembangan tinggi, sistem dan kelembagaan pendidikan Islam -dalam hal ini, IAIN- sulit diingkari sedikit banyak telah mampu mengembangkan paradigma keislaman yang lebih integrative, dengan pendekatanya yang nonmahdzab. Tetapi pada tingkat lembaga pendidikan yang lebih rendah, kebudayaan ilmiah, rasional dan innovatif kelihatanya belum banyak berkembang.
Dengan pertimbangan latar belakang tersebut diatas maka skripsi ini kami tulis dalam sebuah judul "Modernisasi Pendidikan Islam Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A" dengan harapan dapat membantu memberikan solusi utnuk pembaharuan pendidikan Islam agar lebih maju dan berkembang sesuai dengan hakikat agama Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam dan zaman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi persoalan utama penelitian ini adalah bagaimana : "Modernisasi Pendidikan Islam" dalam pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A. Dapat diajukan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Modernisasi Pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah Pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A. tentang Modernisasi Pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah paradigma alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A?

C. Batasan Masalah
Agar pembahasan Modernisasi Pendidikan Islam dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A tidak melebar dan bisa terfokus, maka perlu adanya batasan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Konsep modernisasi pendidikan Islam.
2. Studi analisis terhadap modernisasi pendidikan Islam dalam pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A
3. Paradigma alternatif modernisasi pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui konsep Modernisasi Pendidikan Islam
2. Untuk menggali dan mengetahui Modernisasi Pendidikan Islam Dalam
Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A
3. Untuk menggali dan mengetahui paradigma alternatif konsep Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A

E. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini sekurang-kurangnya memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Pendidikan Agama Islam.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam yang lebih berkualitas.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam,
khususnya sebagai upaya pencarian solusi alternatif dalam melakukan
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia di tengah persaingan global yang
sangat kompetitif.

H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan terhadap masalah pokok dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu :
Bab Pertama, Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta Sistematika Pembahasan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua, Deskripsi Umum Tentang Modernisasi Pendidikan Islam, menguraikan tentang Definisi Modernisasi Pendidikan Islam, Latar Belakang Modernisasi Pendidikan Islam, Perspektif Para Ulama Tentang Modernisasi Pendidikan Islam, serta Urgensi Modernisasi Pendidikan Islam.
Bab Ketiga, Biografi dan Pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A; menguraikan tentang ; Biografi Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiranya, perkembangan intelektual dan karya-karyanya, dan pada penghujung bab ini diuraikan Modernisasi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A.
Bab Keempat, Paradigma Alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A; yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Sejarah Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia, Problematika Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, serta Paradigma Alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A.
Bab Kelima; Penutup, menguraikan tentang kesimpulan dan saran.