Search This Blog

TESIS ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT WIRA USAHA TANPA AGUNAN PADA PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL TBK CABANG X

TESIS ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT WIRA USAHA TANPA AGUNAN PADA PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL TBK CABANG X

(Kode ILMU-HKMX0041) : TESIS ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT WIRA USAHA TANPA AGUNAN PADA PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL TBK CABANG X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk mendirikan suatu perusahaan memerlukan modal kerja dan untuk mendapatkannya ada berbagai cara yang dapat ditempuh, salah satunya adalah dengan meminjam kepada pihak lain. Hubungan pinjam-meminjam tersebut dapat dilakukan dengan kesepakatan antara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian tersebut bisa berupa perjanjian lisan atau dalam bentuk perjanjian tertulis yang juga dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta notaris.
Perjanjian utang piutang dalam KUHPerdata dapat diidentikkan dengan perjanjian pinjam meminjam yaitu merupakan perjanjian pinjam meminjam barang berupa uang dengan ketentuan yang meminjam akan mengganti dengan jumlah nilai yang sama seperti pada saat ia meminjam.
Mengenai pinjam meminjam juga disebutkan dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu :
"Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dengan jenis dan mutu yang sama pula".
Hubungan hukum tersebut akan berjalan lancar jika masing-masing pihak memenuhi kewajibannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun apabila salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati maka perjanjian tersebut akan mengalami berbagai hambatan.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka peningkatan taraf hidup orang banyak.
Aktivitas perbankan pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah funding yaitu mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas dan kedua memberi pinjaman ke masyarakat atau dikenal dengan istilah kredit atau lending.
Semakin berkembangnya kegiatan usaha perbankan, bank dihadapkan kepada berbagai risiko usaha seperti risiko kredit, risiko investasi, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko penyelewengan dan risiko fidusia. Pentingnya mengenal nasabah
dapat mengurangi atau bahkan menghindari dari risiko yang dihadapi Bank terutama dalam kerugian keuangan yang signifikan bagi bank.
Salah satu karakter yuridis dari bisnis perbankan, yakni bidang bisnis yang sarat dengan pengaturan dan petunjuk pelaksanaan (heavily regulated business). Bidang perbankan merupakan bidang yang sarat regulasi adalah karena:4
1. Bank adalah termasuk lembaga yang mengelola uang rakyat, karena itu, kepentingan rakyat banyak ikut dipertaruhkan oleh suatu bank.
2. Kegiatan bank merupakan kegiatan yang sangat detail dan complicated. Karena itu, perlu arahan-arahan dan petunjuk yang lengkap dan detail pula.
3. Bank memainkan peranan yang sangat besar dalam perkembangan moneter dan perekonomian secara makro. Karena itu, ada pula suatu kebutuhan masyarakat agar bank-bank tetap aman dan tidak terjadi gejolak. Sehingga perkembangan ekonomi nasional tetap mantap.
Salah satu kegiatan usaha bank adalah menyalurkan kredit. Secara estimologis Kredit berasal dari bahasa latin "credere" atau "credo" yang berarti kepercayaan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Usaha Mikro Kecil Menengah terbukti bertahan dalam krisis moneter tahun 1998 lalu memiliki peran strategis dan penting ditinjau dari berbagai aspek. Pertama jumlah industrinya yang tersebar di setiap sektor ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja dimana setiap unit investasi pada sektor ini dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja jika dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar.
Dari sudut perbankan, pemberian kredit pada sektor ini dapat mendorong penyebaran risiko. Hal ini disebabkan karena penyaluran kredit pada usaha ini dengan nominal kredit yang kecil memungkinkan bank untuk memperbanyak jumlah debitur, sehingga pemberian kredit tidak terkonsentrasi pada kelompok atau sektor tertentu. Selain itu, suku bunga kredit pada tingkat suku bunga pasar bukan merupakan masalah utama, sehingga memungkinkan bank-bank memperoleh pendapatan bunga yang memadai.
Akhir-akhir ini bank-bank semakin gencar mengenjot penyaluran kreditnya ke sektor ritel. Berbagai produk kredit konsumsipun mereka munculkan. Salah satunya yang belakangan ini semakin popular adalah Kredit Tanpa Agunan (KTA). Selama ini nasabah tidak dapat mengakses kredit bank karena mereka tidak mampu menyediakan agunan. Lazimnya bank menjadikan agunan sebagai faktor yang menentukan besar nilai pinjaman yang akan disetujui, dan berapa besar bunga yang mereka kutip dari debitur alias nasabah kreditnya.
Pada tanggal 5 November 2007, Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan dengan enam bank pelaksana yang turut terlibat dalam program penjaminan UMKM. Enam bank tersebut adalah BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Besaran kredit yang disalurkan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan bunga maksimal 16 % pertahun (efektif).
Kredit Usaha Rakyat merupakan kredit program yang disalurkan menggunakan pola penjaminan kredit bank diperuntukkan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tak memiliki agunan tetapi memiliki usaha yang layak dibiayai bank.10 Dalam pelaksanaan program Kredit usaha Rakyat atau KUR, perbankan yang telah menandatangani kesepakatan menjalani program KUR tetap tidak diperbolehkan meminta jaminan atau agunan kepada pelaku usaha.
Kredit usaha rakyat diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil dan menengah rakyat yang layak (feasible) namun belum memenuhi persyaratan perbankan (bankable). Yang dimaksud dengan layak adalah suatu usaha yang ditinjau dari ekonomis menguntungkan, dari segi teknis bisa dilaksanakan, dan dari segi ekologis dapat diterima masyarakat dan tidak merusak lingkungan. Namun karena ketidakadaan agunan serta persyaratan lainnya sehingga selama ini tidak dibiayai oleh perbankan secara komersial.
Walaupun program kredit usaha rakyat ini merupakan kredit tanpa agunan tetapi seringkali bank tetap meminta agunan dengan dalil guna meningkatkan kualitas kredit dalam upaya mengurangi risiko kredit macet dalam pengembalian kredit tersebut, karena apabila kredit yang disalurkan tersebut macet tentu akan merugikan masyarakat penyimpan dana di bank.
Program kredit tanpa agunan ini pernah dicanangkan pada tahun 2004 dan PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk ditunjuk pemerintah pada waktu itu menjadi salah satu bank penyelenggara Kredit Tanpa Agunan.
PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk mengeluarkan produk Kredit tanpa agunan dengan nama Kredit Wirausaha. atau disingkat KWU atau disebut juga Kredit Usaha Mikro Layak Tanpa Agunan adalah fasilitas kredit/ pembiayaan untuk investasi atau modal kerja yang diberikan dalam mata uang rupiah kepada usaha mikro dengan plafon kredit maksimum Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) perdebitur untuk membiayai usaha yang produktif.
Kredit Wirausaha merupakan kredit tanpa agunan yang ditujukan untuk calon professional yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana strata-1 dari disiplin ilmu siap pakai antara lain bidang tehnik mesin/ arsitektur/ elektro, kedokteran, pertanian/ perikanan/ peternakan, notaris dan lainnya serta bagi tenaga terampil/ terlatih dan karyawan yang terkena PHK maupun pengusaha mikro yang hendak dan memiliki potensi untuk dikembangkan.15
Perbankan diragukan salurkan Kredit Tanpa Agunan dikarenakan minimnya peraturan perbankan dalam penyaluran Kredit Tanpa Agunan (KTA) menyurutkan kemauan perbankan untuk turut serta.16 Hal ini dikarenakan jika kredit yang disalurkan itu macet dan karena tidak adanya agunan maka akan menyulitkan bank untuk pengembalian dana yang disalurkannya.
Bank memiliki risiko tinggi dikarenakan dana yang disalurkan untuk pemberian kredit berasal dari simpanan nasabah, dimana Bank harus membayar sebesar suku bunga simpanan. Oleh karena itu dalam setiap pemberian kredit kepada nasabah, Bank harus mencadangkan dana dengan besaran nilai tertentu, tergantung dari pada kolektibilitas kredit.
Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum untuk merubah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tertanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif. Golongan kredit macet yang sebelumnya ditentukan selama 270 hari dipercepat menjadi 180 hari. Hal ini tentu saja membawa dampak percepatan penambahan kredit macet di bank dengan perincian sebagai berikut :
1. Kredit Lancar adalah kredit yang tepat waktu dalam membayar kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati disebut juga Kolektibilitas 1.
2. Kredit dalam perhatian Khusus (Special Mention), yaitu apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga sampai dengan 90 hari, disebut juga Kolektibilitas 2.
3. Kredit kurang lancar (Substandar), apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga melampaui 90 hari sampai dengan maksimal 120 hari, disebut juga Kolektibilitas 3.
4. Kredit diragukan (doubtful), apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga melampaui 120 hari sampai dengan maksimal 180 hari, disebut juga Kolektibilitas 4.
5. Kredit Macet (loss), apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga melampaui 180 hari disebut juga Kolektibilitas 5.
Dalam Pemberian fasilitas kredit mengandung risiko tinggi terhadap operasional karena apabila kredit tak terbayar maka akan dapat mempengaruhi modal bank dan juga likuiditas bank.
Munculnya Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum telah membawa kecemasan terhadap pihak perbankan terhadap kemungkinan berkurangnya laba bank disebabkan pihak bank wajib menyediakan cadangan khusus, yaitu sebagai berikut:
1. 5% dari aktiva dengan kwalitas dalam status perhatian khusus setelah dikurangi dengan agunan.
2. 15 % dari aktiva dengan kwalitas dalam status kurang lancar setelah dikurangi dengan agunan.
3. 50 % dari aktiva dengan kwalitas dalam status diragukan setelah dikurangi dengan agunan.
4. 100 % dari aktiva dengan kwalitas dalam status Macet setelah dikurangi dengan agunan.
Dalam pemberian kredit, bank selalu berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Salah satu prinsip yang dipedomani adalah prinsip collateral (agunan), yang merupakan bagian dari prinsip pemberian kredit yang dikenal dengan istilah Prinsip 5 C yang terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Condition of Economy (kondisi ekonomi), Collateral (agunan).
Prinsip Collateral (agunan) menghendaki adanya pemberian agunan oleh debitur. Pemberian agunan adalah salah satu upaya untuk menjamin adanya pengembalian kredit atau pelunasan kredit dari debitur. Dalam hal debitur wanprestasi, maka pihak bank dapat mengeksekusi agunan dari debitur sebagai konpensasi pelunasan hutang-hutangnya.
Dalam Pasal 54 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum disebutkan dalam rangka menghindari kegagalan usaha bank sebagai akibat konsentrasi penyediaan dana dan meningkatkan independensi pengurus bank terhadap potensi intervensi dari pihak terkait, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana antara lain dengan menerapkan penyebaran/ diversifikasi portofolio penyediaan dana yang diberikan.
Salah satu upaya melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan prinsip mengenal nasabah. Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan, hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain tentang penilaian kualitas aktiva bank umum, batas maksimum pemberian kredit bank umum, prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat dan prinsip-prinsip penerapan manajemen risiko.
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jadi kepercayaan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang merupakan hal penting, sedangkan agunan hanya merupakan unsur pendukung, bukan unsur utama dalam pemberian kredit.
Kredit Tanpa Agunan atau jaminan ini menurut Undang-Undang Perbankan tahun 1992 yang telah dirubah menjadi Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 ini bisa direalisasikan karena Undang-undang Perbankan ini tidak secara ketat menentukan bahwa pemberian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebaliknya menurut Undang-undang Pokok Perbankan tahun 1967 yang digantikannya, pemberian kredit tanpa jaminan ini dilarang sesuai dengan Pasal 24 ayat 1, bahwa bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga.
Dari berbagai keadaan seperti yang dikemukakan diatas, maka diperlukan kehati-hatian dari bank sebagai kreditur dalam memberikan kredit tanpa agunan kepada nasabah sebagai debitur, untuk itu calon peneliti mengangkat judul tesis "Analisis Yuridis terhadap Pemberian Kredit Wira Usaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk, Cabang X".

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka calon peneliti merumuskan beberapa masalah dalam tesis ini, terdiri dari:
1. Bagaimana pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk ?
2. Bagaimana peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada bank ?
3. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit?

C. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari Penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk.
2. Untuk mengetahui peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada bank.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk.
2) Untuk mengetahui peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada bank.
3) Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan serta masukan bagi pihak akademisi khususnya di lingkungan Universitas X dan pihak terkait lainnya, terutama pihak debitur dalam mengetahui hak dan kewajibannya dan pihak kreditur (bank) dalam mengantisipasi pemberian kredit kepada nasabahnya.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Kredit Tanpa Agunan telah pernah dilakukan sebelumnya dalam lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas X. Penelitian dilakukan oleh Iliana dengan judul "Perlindungan Hukum terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan" pada tahun 2005. Penulisan tesis ini menitik beratkan pada kriteria penilaian yang dipergunakan kreditur sebagai syarat pemberian kredit tanpa agunan, penelitian terhadap tingkat keberhasilan dan kegagalan kreditur dalam memperoleh pengembalian kredit serta perlindungan hukum terhadap kreditur dalam penyelesaian sengketa atas kredit macet yang terjadi dalam perjanjian kredit tanpa agunan.
Sedangkan penelitian penulis dengan judul "Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wira Usaha Tanpa Agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk Cabang X" menitik beratkan pada pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk, peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada bank dan pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.
Dengan demikian penelitian ini mempunyai bidang penelitian yang berbeda sehingga penelitian ini adalah asli.
SKRIPSI KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT X

SKRIPSI KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT X

(Kode ILMU-HKM-0040) : SKRIPSI KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berjalannya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu negara maju dan negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang berada dalam tahap membangun dan berkembang. Indonesia didirikan bukan tanpa suatu tujuan. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (alinea IV), Indonesia memiliki 4 tujuan yang hendak dicapai, yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk merealisasikannya, maka Bangsa Indonesia perlu mengupayakan suatu cara sebagai media dalam pencapaian tujuan dan cita-cita bangsa sebagaimana diisyaratkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Pembangunan nasional merupakan realisasi terhadap kesungguhan bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita luhur tersebut. Seiring dengan berjalannya pembangunan nasional, maka kehidupan masyarakatpun semakin dinamis dan terus mengalami perkembangan.
Sebab-sebab terjadinya perubahan sosial dapat bersumber pada masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya diluar masyarakat lain atau dari alam sekelilingnya. Sebab-sebab yang bersumber pada masyarakat itu sendiri adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan-pertentangan dan terjadinya revolusi (Soerdjono Soekanto, 1981 : 21).
Terjadinya revolusi industri di Inggris membuat segi perekonomian di Inggris menjadi meningkat. Hal ini membuat bangsa Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang terdorong untuk meningkatkan perekonomiannya juga. Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia, salah satunya dengan cara meningkatkan usaha di bidang perbankan.
Peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam arti perbankan dapat mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan.
Bank akan mengembangkan jenis-jenis produknya dalam bentuk berbagai layanan perbankan. Produk-produk ini berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan tehnologi informasi. Namun, keragamannya akan dibatasi oleh jenis banknya itu sendiri, karena setiap bank memiliki ciri khas, keleluasaan dan keterbatasan tertentu (Jamal Wiwoho, dkk, 2008 : 5).
Kegiatan perbankan juga selalu mengikuti kemajuan aneka ekonomi pasar domestik maupun pasar global sehingga fungsi perbankan itu sendiri juga semakin bertambah dan beraneka warna. Perkembangan ini tentu saja mengandung kemungkinan pertambahan resiko yang akan mempengaruhi kesehatan perbankan. Apabila dahulu perbankan dapat tumbuh dan berkembang berdasarkan kebiasaan praktek yang diakui oleh masyarakat sebagai norma hukum tak tertulis, maka dengan semakin kompleks dan semakin tingginya risiko yang dihadapi, praktek perbankan harus diatur oleh suatu sistem perundangan yang modern pula.
Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain. Istilah perdata berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti warga (burger), pribadi (privat), sipil, bukan militer (civiel). Lebih konkrit lagi, dapat dikatakan bahwa hukum perdata artinya hukum mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban hukum setiap warga atau pribadi dalam hidup bermasyarakat disebut hubungan hukum (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 1).
Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu hanya dapat terpenuhi apabila dilakukan dengan usaha dan kerja keras. Selanjutnya, mereka mengadakan hubungan satu sama lainnya.
Hubungan satu sama lain yang mengikat dalam hukum perdata pada nantinya akan mengarah pada suatu perjanjian. Bentuk perjanjian yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah perjanjian kredit di bank. Perjanjian kredit ini melibatkan dua pihak, yaitu nasabah sebagai pemohon kredit (debitur) dan pihak bank sebagai pemberi kredit (kreditur).
Dalam rumusan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 1 nomor 11 dan 12 menyebutkan : "Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga".
Thomas Suyatno, dkk mengemukakan bahwa : "Penyediaan kredit bank-bank yang semula mengandalkan kredit likuiditas Bank Indonesia, secara bertahap dialihkan menjadi penyediaan kredit biasa oleh perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lain yang didasarkan atas dana yang dihimpun dari masyarakat" (Thomas Suyatno, dkk, 2003 : 3).
Dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, M. Djumhana mengemukakan bahwa : "Berjalannya kegiatan perkreditan akan lancar apabila adanya suatu saling mempercayai dari semua pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut. Kegiatan itu pun dapat terwujud hanyalah apabila semua pihak terkait mempunyai integritas moral" (Muhamad Djumhana, 2000 : 366).
Jenis kredit dilihat dari sudut jaminannya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan) dan kredit dengan agunan (Secured Loan). Dalam perkembangannya tidak semua bank telah menerapkan kredit tanpa jaminan, namun setahun terakhir ini telah muncul suatu kredit tanpa jaminan yang disebut Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan. Lain hal lagi, kredit dengan agunan, yaitu kredit yang dilakukan dengan menyertakan agunan seperti apa yang telah diperjanjikan. Agunan yang disertakan bisa berupa agunan barang, agunan pribadi (borgtocht) dan agunan efek-efek saham.
Perguliran KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 bertempat di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dipimpin Bapak Presiden RI. Salah satu agenda keputusannya antara lain, bahwa dalam rangka pengembangan usaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses pelaku UMKM dan Koperasi kepada kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin.
Kredit Usaha Rakyat diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR ini, berbagai kemudahan bagi UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM hingga Rp 500 juta. Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menkeu No 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR. Jaminan KUR sebesar 70 persen bisa ditutup oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Sarana Pengembangan Usaha dan 30 persen ditutup oleh Bank Pelaksana.
Pada tahap awal program, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini disediakan hanya terbatas oleh bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha, seperti : pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini ditujukan untuk membantu ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang didirikannya.
Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tanpa jaminan tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban apa yang akan timbul dari masing-masing pihak yaitu debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini, mengingat segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini.
Berdasar uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya menjadi sebuah skripsi dengan judul : "KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT X"

B. Perumusan Masalah.
Perumusan masalah dalam suatu penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilakukan melalui perjanjian kredit tanpa jaminan di PT Bank Rakyat Indonesia Unit X?
2. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban yang dimiliki kreditur dan debitur atas perjanjian pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan?
3. Permasalahan apa saja yang timbul dari perjanjian Kredit Usaha Rakyat tanpa jaminan ini serta bagaimana tindakan PT Bank Rakyat Indonesia Unit X dalam mengatasinya?

C. Tujuan Penelitian.
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilakukan melalui perjanjian kredit tanpa jaminan di PT Bank Rakyat Indonesia Unit X.
b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban yang dimiliki kreditur dan debitur atas perjanjian pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan.
c. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan lengkap mengenai permasalahan apa saja yang timbul dari perjanjian Kredit Usaha Rakyat tanpa jaminan ini serta tindakan PT Bank Rakyat Indonesia Unit X dalam mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai pelaksanaan proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.
b. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan lengkap sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum, guna melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas X.

D. Manfaat Penelitian.
Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai pelaksanaan proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.
c. Dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga sebagai literatur atau bahan informasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait, mengenai pelaksanaan proses pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.
b. Untuk memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan perimbangan yang menyangkut masalah.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Desa X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Desa X

(Kode KEBIDANN-0020) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Desa X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia masih dijumpai masalah kesehatan reproduksi yang memerlukan perhatian semua pihak. Masalah-masalah kesehatan reproduksi tersebut muncul dan terjadi akibat pengetahuan dan pemahaman serta tanggung jawab yang rendah. Akses untuk mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai alat-alat dan fungsi reproduksi juga tidak mudah didapatkan (Bambang, 2005).
Secara garis besar periode daur kehidupan wanita melampaui beberapa tahap diantaranya pra konsepsi, konsepsi, pra kelahiran, pra pubertas, pubertas, reproduksi, menopause/klimakterium, pasca menopause dan senium/lansia (Manuaba, 2002). Satu hal yang paling terlihat dan pasti terjadi pada wanita dewasa pada masa penuaan adalah terjadinya menopause atau berhentinya menstruasi (Kuntjoro, 2002). Proses menuju menopause terjadi ketika fungsi indung telur mulai mengalami penurunan dalam memproduksi hormon. Pada saat mulai terjadi penurunan fungsi ini gejala-gejala menopause mungkin mulai terasa meskipun menstruasi tetap datang. Saat itu mulai nampak ada perubahan pada ketidakteraturan siklus haid.
Gejala-gejala lain yang menandai datangnya masa menopause atau sindroma menopause seperti hot flushes (semburan panas dari dada hingga wajah), night sweat (keringatan di malam hari), fatigue (mudah capek), kekeringan vagina, penurunan libido, dispareunia (rasa sakit ketika berhubungan sexual), perubahan pada kulit, kegemukan badan bahkan osteoporosis (keropos tulang) pada jangka panjang (Kuntjoro, 2002).
Menurut Menkes Dr. dr. Siti Fadillah Supari, Sp.JP (K), berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah perempuan berusia diatas 50 tahun baru mencapai 15,5 juta orang atau 7,6% dari total penduduk, sedangkan tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,3 juta atau 11,5% dari total penduduk. Jawa Tengah yang jumlah penduduknya mencapai 35 juta, sekitar 60% nya adalah perempuan artinya jumlah wanita menopause di Jawa Tengah sekitar 1,5 juta orang (Supari, F, S, 2005).
Dari hasil studi pendahuluan diketahui bahwa jumlah wanita usia 40- 60 tahun di Desa Banjarsari Kulon mencapai 385 orang (23,66%) dari jumlah penduduk wanita yang berjumlah 1.627 orang. Dari usia tersebut wanita usia 40-48 tahun berjumlah 136 orang (8,35%). Diketahui juga bahwa belum terdapat program kesehatan yang terkait dengan menopause. Program kesehatan yang ada masih terbatas pada pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan dan pelayanan KB. Dari hasil wawancara terhadap beberapa wanita premenopause diketahui bahwa mereka masih belum mengetahui tentang menopause dan gejala-gejala yang menyertainya sehingga mereka tidak mengetahui penyebab dari keluhan-keluhan yang mereka alami. Untuk itu sangat penting dilakukan suatu usaha untuk mempersiapkan diri menghadapi masa menopause melalui program kesehatan reproduksi.
Menopause memang sangat berhubungan dengan terjadinya osteoporosis. Pada perempuan yang sudah menopause terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Perubahan hormon ini menurunkan kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium secara drastis, sehingga penyerapan kalsium menjadi tidak efisien (Anonim, 2002). Osteoporosis menjadi salah satu ancaman bagi wanita menopause. Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis (keropos tulang). Tingginya angka resiko osteoporosis tersebut, dikatakan Menkes Siti Fadillah Supari dalam acara pencanangan Bulan Osteoporosis Nasional dan Tulang Kuat di Jakarta, Kamis 22 September 2005, salah satu penyebabnya yaitu meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 2005, angka harapan hidup masyarakat Indonesia mencapai 67,68 tahun. Faktor lain yang tak kalah penting adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencegah datangnya penyakit itu sendiri. Hal itu ditandai dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per hari (Supari, S,F, 2005).
Selain beberapa faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause juga sangat berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama pengetahuan mengenai osteoporosis dan asupan kalsium untuk mencegahnya di masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah mengurangi kecemasan dan mampu melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila mereka mendapatkan pengetahuan yang faktual dan akurat mengenai osteoporosis dan asupan kalsium (Mustopo, 2005).
Guna mengetahui hubungan mengenai tingkat pengetahuan wanita premenopause dengan asupan kalsium, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause di Desa X “.

B. Rumusan Masalah
“Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause di Desa X” ?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause di Desa X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan wanita tentang osteoporosis dan asupan kalsium.
b. Mengidentifikasi pengetahuan wanita tentang hubungan antara osteoporosis dengan asupan kalsium.
c. Mengidentifikasi sumber bahan makanan yang sering dikonsumsi sebagai sumber kalsium.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause.
2. Aspek Aplikatif
a. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu agar lebih memperhatikan kesehatannya terutama osteoporosis dan asupan kalsium pada masa premenopause.
b. Diharapkan dapat memberikan masukkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten X dalam membuat kebijakan tentang pentingnya pencegahan osteoporosis dan asupan kalsium pada masa premenopause, serta memberi informasi mengenai faktor-faktor yang harus dihindari dan yang harus diperhatikan.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Masa Trotzalter Terhadap Status Gizi Balita Di Posyandu X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Masa Trotzalter Terhadap Status Gizi Balita Di Posyandu X

(Kode KEBIDANN-0019) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Masa Trotzalter Terhadap Status Gizi Balita Di Posyandu X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi masih merupakan masalah serius di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2004, prevalensi status kekurangan gizi relatif tinggi yakni 28,47%. Angka ini akan cenderung meningkat pada tahun 2005-2006. Masalah gizi ini terjadi di 77,3% kabupaten dan 56% kota yang beriringan dengan angka kemiskinan, namun masalah gizi sendiri sebenarnya merupakan masalah yang kompleks karena berhubungan dengan berbagai aspek termasuk sosial budaya dan stabilitas negara (Nency dan Arifin, 2003).
Pertumbuhan anak sangat berkaitan dengan nutrisi yang dikonsumsi. Kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari menentukan status gizi anak. Status gizi yang baik mampu meningkatkan daya tahan tubuh yang baik pula, sebaliknya status gizi yang buruk memudahkan timbulnya penyakit. Oleh karena itu makan bukan hanya kebutuhan fisik utama semata namun juga diperlukan sebagai faktor penunjang pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan itu merupakan langkah awal bagi perkembangan (Soetjiningsih, 1998).
Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2004).
Kekurangan gizi berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Efek malnutrisi sangat buruk jika terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun) dan kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali (irreversibel). Dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak menjadi vital karena otak adalah salah satu organ yang penting bagi anak untuk menjadi manusia yang berkualitas (Nency dan Arifin, 2003).
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak dan ikut berperan dalam menentukan tumbuh kembang anak, namun peran utama terletak pada ibu sebagai orang yang mutlak berinteraksi dengan anak (Soetjiningsih, 1998). Pada penentuan status gizi anak tentunya ibu pula yang mempunyai proporsi besar, sehingga bekal pengetahuan dan keterampilan maupun waktu yang cukup bersama anak seharusnya dimiliki oleh seorang ibu (Khomsan, 2003).
Periode kritis pada anak balita dikenal dengan masa trotzalter yang dialami anak usia 2-4 tahun. Masa ini terjadi setelah anak mengalami ketergantungan (dependensi) yang mutlak pada ibunya. Timbulnya kecenderungan untuk menentang dan memberontak maupun ingin melakukan segala kemauannya pada masa ini merupakan transisi untuk melepaskan diri dari pengaruh luar. Apabila masa kritis ini tidak disikapi dengan bijaksana oleh orang tua dapat berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu dalam pengasuhannya menuntut kesabaran dan kebijaksanaan orang tua, terutama ibu (Kartono, 1995).
Sifat anak pada masa trotzalter mengarah pada ketidakstabilan emosi sehingga seringkali orang tua mangalami kesulitan mengendalikan anak dalam segala hal termasuk makan. Makan dapat menjadi masalah yang serius jika anak cenderung memilih makanan sesuai kemauannya tanpa memperhatikan nilai gizi maupun frekuensi makannya. Masalah dalam makan muncul karena anak cenderung tidak mau diatur oleh siapa pun. Keadaan berbeda dijumpai pada kelompok umur lain pada balita. Pada anak kurang dari 2 tahun sifat ketergantungan mutlak pada ibu sangat nampak. Sifat tersebut memudahkan orang tua dalam mengatur dan mengontrol anak sehingga memudahkan pemenuhan gizinya disamping pada usia ini anak masih menyusu ibu (Sediaoetama, 2004). Demikian pula pada anak umur 4 tahun ke atas akan lebih mudah pengasuhannya karena sifat egois dan meledak-ledak yang semula mendominasi sudah mulai berangsur menghilang (Kartono,1995).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten X pada bulan Mei XXXX, wilayah kerja Puskesmas X menduduki peringkat terendah untuk prevalensi kurang gizi dari 21 puskesmas yang ada yaitu sebesar 4%, sedangkan untuk wilayah Puskesmas X yang menduduki peringkat balita kurang gizi terbanyak adalah Desa X yaitu 7,57%. Adapun Posyandu X adalah salah satu Posyandu yang memiliki jumlah balita terbanyak yaitu 88 anak balita di desa tersebut.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya pengaruh masa trotzalter terhadap status gizi balita. Penelitian ini akan dilakukan di Posyandu X Desa X Wilayah Kerja Puskesmas X Kabupaten X, Propinsi X.

B. Rumusan Masalah
“Apakah ada pengaruh masa trotzalter terhadap status gizi balita?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh masa trotzalter terhadap status gizi balita.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perbedaan status gizi balita masa trotzalter dan non trotzalter
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh masa trotzalter terhadap gizi balita.
2. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

(Kode KEBIDANN-0018) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 2002).
Akan tetapi masih banyak masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah anemia. Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi karena kekurangan zat besi. Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia karena kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Diperkirakan 20% sampai 80% anak di Indonesia menderita anemia gizi besi.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 2001 prevalensi anemia pada remaja sekitar 26,5%. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun 2001-2003 menunjukkan 3,5 juta remaja dan WUS menderita anemia gizi besi (Sutaryo dalam Republika, 2006).
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, terutama pada anak sekolah antara lain adalah kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan fisik, perkembangan otak, motorik, mental dan kecerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun serta interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat menurunkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan ini tentu memprihatinkan bila menimpa anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X.

B. Rumusan Masalah
Seberapa besar pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seberapa besar prosentase motivasi belajar siswa kelas 1 yang mengalami anemia di SMP X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi institusi sekolah agar dapat lebih memperhatikan siswanya yang menderita anemia.
b. Sebagai masukan bagi orang tua agar dapat lebih memperhatikan kesehatan anaknya.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Desa X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Desa X

(Kode KEBIDANN-0017) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Di Desa X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indikator dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat diantaranya adalah Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Hal ini disebabkan karena ibu dan bayi merupakan kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit dan kematian. Dalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer, target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup (tahun 1997) menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Hasil SKRT 2001 (Survei Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare), proporsi kematian karena tetanus neonatorum yaitu 9,5% (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan hasil laporan bulanan kesehatan ibu dan anak (LB3–KIA) di kabupaten X, selama tahun XXXX jumlah kasus kematian maupun kesakitan akibat tetanus neonatorum yaitu 5 kasus, sedangkan pada periode Januari hingga Desember XXXX ada 1 kasus. Dilihat dari hasil laporan Imunisasi periode Januari sampai dengan Oktober XXXX, Puskesmas X cakupan Imunisasi TT1 sebesar 17,83%, TT2 sebesar 83,09%, TT3 sebesar 7,13%, TT4 sebesar 0%, TT5 sebesar 0% dengan sasaran WUS (Wanita Usia Subur) 3365 jiwa, maka cakupan Puskesmas X masih rendah (Subdin P2P Dinkes X, XXXX).
Penyakit Tetanus adalah penyakit menular yang tidak ditularkan dari manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya adalah sejenis kuman yang dinamakan Clostridium Tetani, kuman ini terutama spora atau bijinya banyak berada di lingkungan. Basilus Clostridium Tetani, tersebar luas di tanah dalam bentuk spora, binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour atau persinggahan sementara. Kuman tetanus dalam kehidupannya tidak memerlukan/kurang oksigen (anaerob). Tetanus timbul akibat masuknya spora Clostridium Tetani masuk lewat pertahanan alamiah tubuh, seperti kulit, mukosa, sebagian besar lewat luka tusuk, luka bakar kotor, patah tulang terbuka dan tali pusat (Achmadi. U.F, XXXX). Meskipun Tetanus Neonatorum terbukti sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian neonatal, sesungguhnya dapat dicegah, pencegahan yang dilakukan diantaranya adalah pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) serta perawatan tali pusat yang memenuhi syarat kesehatan. Imunisasi TT seharusnya diperoleh wanita usia subur sebanyak 5 kali, kenyataannya masih belum optimal, hal ini dipengaruhi faktor perilaku (Behavior Clauses) manusia dari tingkat kesehatan, ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi orang/masyarakat yang bersangkutan disamping lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas, (sarana-sarana kesehatan) sikap dan perilaku para petugas kesehatan (Notoadmodjo, S. 2003).
Dengan adanya kejadian kasus TN (Tetanus Neonatorum), tahun XXXX sebanyak 5 kasus dan tahun XXXX sebanyak 1 kasus di kabupaten X, khususnya di desa (daerah pedesaan), merupakan masalah yang sangat kompleks. Data sensus penduduk kabupaten X tahun 2000, rata-rata pendidikan sangat rendah yaitu 354.208 jiwa tidak tamat SD, tamat SD sebanyak 198.458 jiwa (BPS dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten X, XXXX), sehingga informasi tentang Imunisasi Tetanus Toksoid sangat terbatas.
Oleh karena itu dengan adanya kasus Tetanus Neonatorum (TN) di kabupaten X, serta cakupan Imunisasi di Puskesmas X periode Januari sampai dengan Oktober XXXX yang rendah, maka penulis ingin meneliti mengenai hubungan pengetahuan tentang Imunisasi TT dengan status Imunisasi TT di daerah Puskesmas X, sebagai sampel WUS (Wanita Usia Subur) di desa X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan data dan latar belakang dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi tetanus toksoid dengan status imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur di desa X Puskesmas X Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi tetanus toksoid dengan status imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang pengertian imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
b. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang jadwal pemberian dan masa perlindungan Imunisasi TT.
c. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang manfaat imunisasi TT.
d. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang reaksi Imunisasi TT dan efek samping.
e. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang indikasi kontra Imunisasi TT.
f. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang penyakit Tetanus.
g. Dapat mengidentifikasi status Imunisasi TT pada WUS.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik
Sebagai dasar sebagai peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai Wanita Usia Subur (WUS) terhadap status Imunisasi TT (Tetanus Toksoid).
2. Aspek Aplikatif
a. Bagi Petugas Kesehatan
Dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil cakupan Imunisasi TT WUS sampai status TT5, menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Tetanus Neonatorum, dan meningkatkan ketrampilan, pengetahuan tentang Imunisasi TT.
b. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang imunisasi TT, sehingga masyarakat, khususnya Wanita Usia Subur (WUS) mendapat pelayanan Imunisasi TT secara lengkap (TT5).
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

(Kode KEBIDANN-0016) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan modal utama pembangunan. Pembangunan yang berhasil membutuhkan manusia yang berkualitas, yang memungkinkan pembangunan dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab menuju pada keberhasilan pembangunan.
Salah satu aspek kepribadian yang penting adalah harga diri. Harga diri yang tinggi akan mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu sikap optimis, kemampuan mengendalikan hal-hal yang terjadi akan dirinya, mempunyai pandangan yang positif, dan mempunyai penerimaan terhadap diri sendiri. Hal ini akan membuat seseorang mampu melanjutkan kehidupannya meskipun dia menghadapi kejadian-kejadian buruk dan masa lalunya yang buruk (Robinson & Shaver, 1990).
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan mempunyai pikiranpikiran positif, dan orang yang mempunyai harga diri rendah biasanya mempunyai pikiran negatif tentang upaya dan masa depannya. Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan sedikit mengalami kecemasan, mau menerima banyak resiko dan mau meningkatkan usaha mereka untuk meraih sukses (Antony & Miles, 1996). Disamping itu seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan lebih termotivasi untuk menambah kemampuan mereka, sedangkan yang harga dirinya rendah akan termotivasi untuk melindungi diri mereka dari kegagalan dan kekecewaan (Baumuster & Huthon, 1994).
Masa remaja adalah masa persiapan dalam memasuki dunia kedewasaan. Pada masa ini seorang remaja akan mengalami perubahan fisik, sexual, psikologis maupun perubahan sosial. Hal ini terjadi pada umur 12-21 tahun. Perubahan itu kemudian menyebabkan remaja berusaha mencapai kematangan dan mencoba menggunakan kesempatan seluas-luasnya bagi pertumbuhan kepribadiannya sendiri (Hurlock, 2002).
Masa remaja menuntut pemenuhan kebutuhan harga diri, kasih sayang, dan rasa aman. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi akan menyebabkan gangguan kepribadian. Pemenuhan kebutuhan merupakan pembangunan seutuhnya, pembangunan lahir batin, dan yang paling penting adalah kebutuhan harga diri (Coopersmith, 1995).
Harga diri merupakan aspek kepribadian yang pada dasarnya dapat berkembang. Kurangnya harga diri pada remaja dapat mengakibatkan masalah akademik, olah raga, dan penampilan sosial. Selain itu dapat juga menimbulkan gangguan pada proses pikir dalam konsentrasi belajar, dan berinteraksi dengan orang lain, terutama yang masih mengikuti pendidikan sehingga berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar (Elliot & Littlefield, 2000).
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk (Ngalim. P, 2004).
Proses belajar akan berhasil bila seseorang mampu memusatkan perhatian pada pelajaran, tetapi apabila pada dirinya terdapat masalah kejiwaan, seperti kecewa, malu, sedih, dan kurang percaya diri maka dengan sendirinya akan mempengaruhi prestasi belajar (Warsiki, 1993).
Prestasi belajar merupakan penampakan dari hasil belajar. Prestasi belajar dapat diukur dengan evaluasi belajar, antara lain tes sumatif yang dapat menentukan indeks prestasi (Winkel, 2005).
Mahasiswa semester III Akademi Kebidanan X tahun 2007 ada 63 mahasiswa. Hasil evaluasi mahasiswa semester III Indek Prestasi (IP) antara 3,51-4,00 (1,59%), indek prestasi antara 2,75-3,50 (36,51%), indek prestasi antara 2,00-2,74 (61,90%). Berdasarkan hasil yang didapat maka prestasi yang dicapai mahasiswa masih tergolong rendah. Adapun hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa dosen di Akademi Kebidanan X menyatakan bahwa sebagian besar keaktifan mahasiswa dalam proses belajar mengajar cukup baik, walaupun ada beberapa mahasiswa yang kurang dan tidak aktif.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti ”Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa semester III Akademi Kebidanan X?”.

B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan:
Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa Akademi Kebidanan X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa Semester III Akbid X.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Mengetahui bahwa harga diri yang baik akan diikuti dengan peningkatan prestasi belajar.
2. Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan pada dunia pendidikan dan orang tua akan pentingnya harga diri terhadap pencapaian hasil belajar.
b. Memberi masukan pada remaja mengenai hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X

(Kode KEBIDANN-0015) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Deskripsi kecerdasan emosional sudah ada sejak dikenalnya perilaku manusia. Didalam berbagai kitab suci, didalam filsafat Yunani, karya-karya Shakespeare, Thomas Jeffernon dan di dalam psikologi modern, aspek emosi sebagai bagian dari pemikiran sudah didiskusikan sebagai elemen fundamental dalam sifat dasar manusia. Mereka yang mengasah kecerdasan emosionalnya memiliki kemampuan unik untuk berkembang disaat sebagian lain terlalu sibuk menggelepar. Kecerdasan emosional merupakan “sesuatu” yang ada dalam diri setiap kita yang sedikit sulit diraba.
Awal tahun 1918, sebuah gerakan muncul untuk mencari sebuah cara mengukur kecerdasan intelektual (IQ). Ilmuwan-ilmuwan awal pada masa itu mengeksplorasi IQ sebagai metode cepat untuk memisahkan pelaku yang memiliki kualitas rata-rata dengan pelaku yang istimewa. Ada banyak orang yang demikian cerdas namun dibatasi oleh kemampuan mereka dalam mengelola perilaku dan hubungan sosial mereka. Barulah pada awal tahun 1980-an muncul istilah kecerdasan emosional (EQ). (Travis Bradberry & Jead Breaves, 2007: 54)
Memasuki abad 21, legenda IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan manusia, digugurkan oleh munculnya konsep Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient). Kecerdasan manusia ternyata lebih luas dari anggapan yang dianut selama ini. Kecerdasan bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat dimensi tunggal semata, yang hanya bisa diukur dari satu sisi dimensi saja (dimensi IQ). Kesuksesan manusia dan juga kebahagiaannya, ternyata lebih terkait dengan beberapa jenis kecerdasan selain IQ. Menurut hasil penelitian, setidaknya 75% kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya (EQ) dan hanya 4% ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya (IQ). (www.cakrawala.com)
Konsep kecerdasan emosional menjelaskan mengapa dua orang dengan tingkat IQ yang sama bisa saja memiliki tingkat keberhasilan hidup yang berbeda. Kecerdasan emosional merujuk pada elemen fundamental dalam perilaku manusia yang berbeda dengan intelektualitas.
Kecerdasan inteligensi (IQ), kepribadian dan kecerdasan emosional (EQ) adalah tiga buah kualitas berbeda yang dimiliki semua orang. Perpaduan dari kualitas-kualitas tersebut akan menentukan bagaimana kita akan berfikir dan bertindak. Mustahil bagi kita untuk menentukan sebuah kualitas berdasarkan kualitas yang lain. Seseorang bisa saja cerdas secara intelektual namun tidak secara emosional, dan semua orang dengan segala bentuk kepribadian sama-sama bisa memiliki skor EQ dan atau IQ yang tinggi. Ketiga kualitas tersebut, hanya kecerdasan emosional yang merupakan kualitas yang fleksibel dan bisa berubah. (Travis Bradberry & Jead Breaves, 2007: 56)
Menggunakan ungkapan Howard Gardner, kecerdasan emosional terdiri dari kecakapan, diantaranya intrapersonal intelligence merupakan kecakapan mengenai perasaan kita sendiri yang terdiri dari :
1. Kesadaran diri, meliputi : keadaan emosi diri, penilaian pribadi dan percaya diri
2. Pengaturan diri, meliputi : pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada adaptif dan inovatif
3. Motivasi, meliputi :dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimis.
Motivasi membentuk cara pandang manusia terhadap dunia. Seseorang cenderung memberikan perhatian secara selektif, maka yang dianggap penting olehnya otomatis menjadi yang paling dia cermati. Seseorang yang termotivasi untuk berhasil lebih jeli menemukan cara-cara untuk bekerja lebih baik, untuk berusaha, untuk membuat inovasi atau menemukan keunggulan kompetitif. (Daniel Goleman, 2005: 178)
Berdasarkan keterkaitan kedua hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Adakah hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X?”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecerdasan emosional pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.
b. Mengidentifikasi motivasi belajar pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.
c. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teirotis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan lebih lanjut dan manfaat praktis dalam rangka memecahkan masalah aktual.
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pemahaman serta pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kecerdasan emosional dan motivasi belajar.
b. Mendukung teori yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
c. Salah satu sumber bagi penelitian berikutnya.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Haid Pada Mahasiswi D IV Kebidanan Di Universitas X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Haid Pada Mahasiswi D IV Kebidanan Di Universitas X

(Kode KEBIDANN-0014) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Haid Pada Mahasiswi D IV Kebidanan Di Universitas X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Fisiologi alat reproduksi wanita merupakan sistem yang komplek sebagai pertanda kematangan alat reproduksi wanita dapat dilihat sudah teraturnya menstruasi atau haid. Dengan interval 28 sampai 30 hari yang berlangsung lebih kurang 2 sampai 3 hari disertai dengan ovulasi. Sejak saat ini wanita memasuki masa reproduksi aktif sampai memasuki atau mencapai mati haid (Manuaba, 1998). Pada masing-masing wanita mempunyai variasi dalam siklus haidnya, yang masih dalam batas normal (Prawiroharjo, 2006).
Untuk kejadian menstruasi dipengaruhi beberapa faktor yang mempunyai sistem saraf pusat dengan panca indranya, sistem hormonal, perubahan pada ovarium dan uterus, serta rangsangan estrogen dan progesterone pada pancaindra langsung pada hipotelamus dan melalui perubahan emosi.
Semakin dewasa umur wanita semakin besar pengaruh rangsangan dan emosi terhadap hipotalamus. Kecemasan sebagai rangsangan melalui system saraf diteruskan ke susunan saraf pusat yaitu bagian otak yang disebut limbic system melalui transmisi saraf. Selanjutnya melalui saraf outonom (simpatis/parasimpatis) akan diteruskan kekelanjar-kelenjar hormonal (endokrin) sehingga mengeluarkan sekret (cairan) Neurohormonal menuju hifofisis melalui system prontal guna mengeluarkan gonodotropin dalam bentuk FSH (Follikel Stimulazing Hormone) dan LH (Leutinizing Hormone) untuk selanjutnya mempengaruhi terjadinya proses menstruasi atau haid (Manuaba, 1998).
Produksi kedua hormon ini adalah dibawah pengaruh RH (Realizing Hormone) yang disalurkan dari hipotalamus ke hifofisis. Pengeluaran RH sangat dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik ekstrogen terhadap Hipotalamus juga pengaruh dari luar seperti, cahaya, bau-bauan dan hal-hal psikologik. Bila penyaluran normal berjalan baik maka produksi gondotropin akan baik pula (Prawiroharjo, 2005).
Adanya gangguan kejiwaan berupa kecemasan, syok emosional, dapat menimbulkan perubahan siklus haid. Biasanya bersifat sementara dan menghilang jika penyebabnya sudah tidak ada lagi (Prawiroharjo, 2005). Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik normal atau abnormal mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1, dan diperkirakan antara 2%-4% diantara penduduk suatu saat dalam kehidupan pernah mengalami gangguan cemas (Dadang Hawari, 2006).
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, penulis ingin mengetahui hubungan antara gangguan kejiwaan berupa kecemasan dapat mempengaruhi siklus haid atau menstruasi.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dalam penelitian ini perumusan masalah yang dirumuskan adalah : Adakah hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid atau menstruasi pada mahasiswi D-IV Kebidanan Universitas X ?

C. Tujuan Penelitian
Mengetahui adanya hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid pada mahasiswi D IV Kebidanan Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Dapat memberikan informasi ilmiah sebagai sumbangan kepada bidang ilmu kebidanan.
2. Manfaat Praktis
Dengan diketahuinya ada tidaknya hubungan antara tingkat kecemasan dan siklus menstruasi atau haid dapat digunakan :
a. Perlu tidaknya intervensi psikiatrik pada mahasiswi dengan gangguan siklus haid.
b. Bagi terapis untuk menangani penderita yang mengalami gangguan siklus menstruasi atau haid dengan memandang penderita secara holistik.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Di RS X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Di RS X

(Kode KEBIDANN-0013) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Di RS X

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ASI (Air Susu Ibu) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat- zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi. Kualitas zat gizinya juga terbaik karena mudah diserap dan dicerna oleh usus bayi. (Widjaja,2004). Sehingga penggunaan Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam “Pelestarian Penggunaan ASI”, yang perlu ditingkatkan adalah pemberian asi eksklusif, yaitu pemberian ASI segera setelah bayi lahir sampai umur 6 bulan dan memberikan Kolostrum pada bayi. (Rahayu,1998)
Komposisi ASI paling sesuai untuk pertumbuhan bayi dan juga mengandung zat pelindung dengan kandungan terbanyak pada Kolostrum. Kolostrum adalah ASI berwarna kekuningan yang keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-ketujuh. (Utami, 2001)
Kolostrum sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah bayi lahir, karena kolostrum lebih banyak mengandung antibodi dibanding dengan ASI yang matur, serta dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan. Kadar kandungan karbohidrat dan lemak lebih rendah dibandingkan dengan ASI matur. Sedangkan Mineral, terutama Natrium, Kalium dan Klorida lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu matur. Serta lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI yang matur. (Soetjiningsih,1997)
Penelitian disuatu negara berkembang yang dipublikasikan di Pediatrics 30 Maret 2006, menunjukkan bahwa bila bayi dibiarkan menyusu sendiri dalam usia 30-60 menit, tidak saja akan mempermudah keberhasilan menyusui tetapi juga akan dapat menurunkan 22% angka kematian bayi dibawah 28 hari. (Suecox, 2006).
Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan pralaktal (Susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan, sedangkan yang menghindari pemberian Kolostrum 62,6%. (Rahayu, 1998).
Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang mempengaruhi awal pemberian Kolostrum yaitu petugas kesehatan, psikologi ibu yaitu kepribadian dan pengalaman ibu, sosio-budaya, tata laksana rumah sakit, kesehatan ibu dan anak, pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, lingkungan keluarga, peraturan pemasaran pengganti ASI dan jumlah anak. (Dwi Hapsari, 2000) Faktor-faktor tersebut diteliti dalam data SDKI 1997 yang melaporkan bahwa hanya 8,3% yang disusui dalam satu jam pertama setelah lahir dari 52,7% yang disusui dalam 24 jam pertama. (Dwi Hapsari, 2000)
Pada ilmu pengetahuan terkini mengenai menyusui menunjukkan bahwa sangatlah penting bagi semua bayi manusia untuk mendapatkan Kolostrum dari ibunya. Dalam 48 jam pertama kehidupan bayi-bayi manusia tidak membutuhkan air susu terlalu banyak, hanya setengah sendok teh Kolostrum saat pertama menyusui dan 1-2 sendok teh di hari kedua. Kolostrum melapisi saluran pencernaan bayi dan menghentikan masuknya bakteri kedalam darah yang menimbulkan infeksi pada bayi. (Suecox, 2006)
Setelah di lakukan survey pendahuluan di RS X, bahwa 5 orang (16%) dari 30 orang ibu yang melahirkan di RS X masih terdapat ibu menyusui yang tidak memberikan ASI pertama (kolostrum) diawal setelah melahirkan dengan alasan tertentu, misalnya karena larangan orang tua, asi pertama kotor, dll. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengetahuan ibu menyusui yang kurang tentang ASI.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diadakan penelitian mengenai adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di Rumah Sakit X Kabupaten X Provinsi Jawa X.

B. PERUMUSAN MASALAH
Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di RS X.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di RS X.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI di RS X.
b) Mengetahui angka pemberian Kolostrum oleh ibu menyusui di RS X.
c) Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di RS X.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Aspek Teoritis
Memberi informasi mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian Kolostrum RS X.
2. Aspek Aplikatif
a. Memberi informasi bagi ibu menyusui di RS X mengenai manfaat, kandungan, jenis dan pentingnya Kolostrum sehingga ibu dapat memberikan Kolostrum pada bayinya.
b. Memberi masukan bagi RS X dalam membuat kebijakan tentang ASI dalam pemberian Kolostrum.