Search This Blog

SKRIPSI PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH

SKRIPSI PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH

(KODE : EKONAKUN-0077) : SKRIPSI PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bank syariah tidak mengenal pinjaman uang tetapi yang ada adalah kemitraan/kerja sama dengan prinsip bagi hasil, hal ini merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti mengingat maraknya perbankan yang menjalankan operasinya dengan peminjaman uang yang menggunakan sistem bunga. Sementara peminjaman uang pada bank syariah hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa ada imbalan apapun. Produk pembiayaan syariah berupa bagi hasil dikembangkan dalam produk mudharabah dan musyarakah, sedangkan dalam bentuk jual beli adalah murabahah, salam, dan istishna, serta dalam sewa yakni ijarah dan ijarah muntahia bittamlik.
Kenyataan didunia maupun di Indonesia, produk pembiayaan masih didominasi oleh produk pembiayaan jual beli. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Karim dam Warde dalam Muhammad (2008 : 2), "bahwa hampir semua bank syariah didunia didominasi dengan produk pembiayaan murabahah, perkembangan pembiayaan bagi hasil baru mencapai 15% pertahun, sedangkan pembiayaan murabahah sebesar 72,12%". Bank syariah berkeinginan mengembangkan produk pembiayaan bagi hasil. Namun, kondisi masyarakat belum menyediakan iklim yang diinginkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor internal dan eksternal perbankan syariah.
Secara Internal, kalangan perbankan belum memahami secara baik tentang konsep dan praktek bagi hasil, karena syarat resiko utamanya yang berkaitan dengan pelanggan. Alasan ini muncul disebabkan oleh faktor eksternal bank, yaitu kondisi masyarakat pengguna jasa pembiayaan bagi hasil, kondisi yang dimaksud adalah keadaan tingkat kejujuran dan amanah masyarakat dalam menjalankan pembiayaan bagi hasil, disamping persyaratan teknik administratif akan berjalan jika terdapat keterbukaan. Dengan alasan inilah peneliti ingin meneliti pendapatan khususnya pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil tersebut.
Kontrak bagi hasil adalah kontrak menanggung untung dan rugi antara pemilik dana atau bank dan nasabah. Pada hubungan kontrak seperti ini diperlukan saling keterbukaan antara kedua belah pihak. Karena mereka bersatu dalam keuntungan dengan pembagian berdasarkan persentase bagi hasil atau nisbah. Jika proyek mengalami kerugian, maka kerugian akan dibagi berdasarkan timbulnya kerugian, yaitu jika kerugian terjadi karena risiko bisnis, kerugian yang terjadi karena kelalaian nasabah, maka kerugian ditanggung oleh nasabah.
Bank syariah merupakan bank dengan prinsip bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana. Dana yang telah dihimpun melalui prinsip wadiah yad dhamanah, mudharabah mutlaqah, ijarah, dan Iain-lain, serta setoran modal dimasukkan kedalam pooling fund. Sumber dana paling dominan berasal dari prinsip mudharabah mutlaqah yang biasanya mencapai lebih dari 60% dan berbentuk tabungan, deposito, atau obligasi. Pooling fund ini kemudian dipergunakan dalam penyaluran dana dengan bentuk pembiayaan yakni prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa. Dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai kesepakatan awal atau nisbah bagi hasil dengan masing-masing nasabah, dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuangan, sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian dibagi hasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uang sesuai dengan kesepakatan awal.
Bagian pendapatan nasabah atau pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian pendapatan bank akan dimasukkan kedalam laporan laba rugi sebagai pendapatan utama, seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan kedalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.
Perhitungan bagi hasil tersebut, tentunya dihitung dari persentase tertentu dari keuntungan yang diperoleh. Hal ini mengandung unsur ketidakpastian, ada kemungkinan nasabah memperoleh keuntungan atau kerugian. Ada kemungkinan keuntungan didapatkan berbeda antara satu periode dengan periode lain. Unsur ketidakpastian dalam usaha atau proyek inilah yang membuat bank syariah tidak dapat mengakui pendapatan secara accrual basic. Aliran aktiva yang masuk berupa kas hanya dapat diketahui apabila nasabah benar-benar telah menyetornya.
Dalam Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 59) tentang Akuntansi Perbankan Syariah, pada paragraf 162 dijelaskan "bahwa kelompok pendapatan bank syariah diantaranya pendapatan operasi utama dan pendapatan operasi lainnya." Adapun pendapatan operasi utama diperoleh dari pendapatan jual beli, pendapatan dari sewa, dan pendapatan dari bagi hasil serta pendapatan operasi lainnya yang diperoleh dari pendapatan administrasi penyaluran, pendapatan fee atas kegiatan bank yang berbasis imbalan, diantara pendapatan cash basic tersebut Peneliti tertarik untuk meneliti pendapatan bagi hasil karena sesuai dengan asumsi dasar dalam Akuntansi Perbankan Syariah adalah accrual basic, namun dalam pendapatan bagi hasil ini, terkandung pendapatan yang masih dalam pengakuan atau accrual basic dan ada pendapatan yang nyata diterima atau, sedangkan pendapatan yang masih dalam pengakuan tidak diperkenankan dibagikan kepada pemilik dana.
Untuk mengetahui pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil yang diterapkan oleh bank-bank syariah di Indonesia, Peneliti mengambil studi kasus pada kantor cabang agar lebih mudah dan akurat dalam pengambilan data dan proses observasi nantinya. Dalam hal ini Peneliti memilih studi kasus pada PT. BNI Syari'ah, sebagai bank umum terkemuka yang telah membuka Divisi Usaha Syariah, dan dikarenakan Peneliti-peneliti sebelumnya telah melakukan riset dibeberapa bank syariah terkecuali di PT. BNI Syariah ini.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah yang pertama jenis pendapatan yang diteliti seperti Rosian (2008) mengkhususkan penelitiannya pada pendapatan dari operasi jual beli, dan Wardhani (2008) meneliti tentang pendapatan yang diperoleh dari operasi sewa, dari hasil penelitian mereka menyatakan bahwa penerapan pengakuan dan pengukuran pendapatan dibank yang mereka teliti tersebut telah sesuai dengan PSAK No. 59, kemudian yang kedua adalah tempat riset seperti Amita (2008) dan Kusmawanti (2008) yang meneliti tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan dibank yang mereka teliti telah sesuai dengan PSAK No. 59 yakni pengakuan dan pengukuran pendapatannya pada waktu pencatatan diakui secara accrual basic dan dalam pembagian hasilnya secara cash basic, karena sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
Penelitian ini lebih banyak merujuk pada penelitian Brahmasta (2010) sebagai referensi yang terbaru dan produk yang diteliti sama, namun Peneliti menambahkan satu produk bagi hasil, agar selain tempat yang diteliti berbeda, ada penambahan variabel yang diteliti. Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan dalam hal ini Peneliti membatasi pada pengakuan dan pengukuran pendapatan dari operasi bagi hasil saja yakni mudharabah dan musyarakah.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yakni Bagaimana pendapatan bagi hasil pada PT. BNI Syariah diakui dan diukur serta apakah dasar pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil pada PT. BNI Syariah dan dasar apakah yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi Manfaat penelitian ini adalah :
1. bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperdalam pengetahuan serta pemahaman tentang gambaran pendapatan bagi hasil, baik dari sudut PSAK maupun Prinsip-prinsip Islam sehingga dapat digunakan untuk menilai praktek bagi hasil.
2. bagi Perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau masukan tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil.
3. bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian selanjutnya.
SKRIPSI IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN X

SKRIPSI IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN X

(KODE : EKONAKUN-0076) : SKRIPSI IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan ini diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip demokrasi dan parti sipasi masyarakat.
Menyadari akan kebutuhan pelaksanaan di pemerintahan yang mengarah pada upaya mensej ahterakan masyarakat maka oleh pemerintah, kemudian merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Konsekuensi logis dari pelaksanaan kedua undang-undang ini memberikan pengaruh perubahan terhadap tata laksana manajemen keuangan di daerah baik dari proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Perubahan tersebut yakni perlu dilakukannya budgeting reform atau reformasi anggaran.
Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari pendekatan anggaran tradisional (traditional budgeting) ke pendekatan baru yang dikenal dengan anggaran kinerja (performance budgeting). Anggaran tradisional didominasi dengan penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada realisasi anggaran tahun sebelumnya, akibatnya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Pemerintah atasan selalu dominan peranannya terhadap pemerintah di daerah yang ditandai dengan adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Hal ini sering bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Selanjutnya, anggaran kinerja adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisien, efektivitas pelayanan kepada publik yang berorientasi kepada kepentingan publik. Artinya, peran pemerintah daerah sudah tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat tetapi untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.
Aspek lain dalam reformasi anggaran adalah perubahan paradigma anggaran daerah. Hal tersebut diperlukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan harapan masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien dan efektif (value for money). Paradigma anggaran daerah yang di maksud antara lain :
- Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik.
- Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better and cost less).
- Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
- Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk keseluruhan jenis pengeluaran dan pendapatan.
- Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait.
- Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksanaannya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang tersebut di atas didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 19 (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk membuat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah berbasis kinerja pemerintah daerah harus memiliki perencanaan strategik (Renstra). Renstra disusun secara objektif dan melibatkan seluruh komponen di dalam pemerintahan. Dengan adanya sistem tersebut pemerintah daerah akan dapat mengukur kinerja keuangannya yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ABK (anggaran berbasis kinerja).
Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah.
Pada tahun 2006, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sejak saat itu penerapan Anggaran Berbasis Kinerja mulai secara efektif dilaksanakan. Untuk memenuhi pelaksanaan otonomi di bidang keuangan dengan terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang baru, diperlukan sumber daya yang mampu untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berbasis kinerja.
Kabupaten X merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang telah menerapkan sistem Anggaran Berbasis Kinerja pada penyelenggaraan pemerintahannya. Pemerintah Kabupaten X menyadari akan keterbatasan daerah dalam hal sumber daya manusia yang mampu untuk menyusun anggaran berbasis kinerja seperti yang diharapkan. Dari survei awal yang telah dilakukan peneliti di Pemerintah Daerah X, banyak pegawai yang menyatakan bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja belum optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya penyelenggaraan diklat oleh Pemerintah Daerah X. Oleh karena itu, diperlukannya suatu mekanisme penyusunan anggaran yang dapat membantu pemerintah daerah dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu juga dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, diharapkan pelaksanaannya kepada pemerintah daerah dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme pelaksanaan anggaran berbasis kinerja agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Permasalahannya adalah, ketika sistem baru tersebut sudah mulai efektif diberlakukan tidak diimbangi dengan pelatihan-pelatihan khusus seputar pelaksanaan anggaran yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya adalah pemerintahan kabupaten X. Pelatihan pelaksanaan anggaran diberikan hanya beberapa kali, dan masih banyak pegawai yang belum mengerti dengan baik bagaimana pelaksanaannya. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan : Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten X".

B. Perumusan Masalah
Perumusan Masalah merupakan pernyataan mengenai permasalahan apa saja yang akan diteliti untuk mendapatkan jawabnya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
"Bagaimanakah implementasi anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten X ?"

C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang penulis laksanakan untuk mencari, mengumpulkan dan memperoleh data yang memberikan informasi mengenai pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah "Untuk mengetahui implementasi anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten X".

D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan informasi yang akurat, rinci, dan faktual, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi peneliti sendiri dan orang lain. Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari sudut aplikasi dalam konteks kehidupan manusia yaitu :
1. Bagi Penulis
Untuk mengetahui tentang implementasi anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintah Kabupaten X.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten X
Sebagai tambahan bahan referensi dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten X.
3. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan elemen-elemen masyarakat yang lain
Sebagai tambahan bahan referensi dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten X, sehingga dapat digunakan tambahan bahan referensi dalam melakukan pendampingan terhadap kinerja Pemerintah kota dan mengkritisinya.
4. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan perbandingan yang berguna dalam menambah pengetahuan, khususnya yang berniat dengan pembahasan mengenai pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
SKRIPSI PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES

SKRIPSI PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES

(KODE : EKONAKUN-0075) : SKRIPSI PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Semenjak runtuhnya pemerintahan Orde Bam, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah berkembang di masyarakat. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab.
Seiring dengan hal tersebut, dunia usaha pun semakin menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak atas single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja, yaitu untuk mencari profit. Perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Oleh karena itu, lahirlah konsep Corporate Social Responsibility (CSR). CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yaitu : Profit (keuntungan), People (masyarakat) dan Planet (lingkungan).
CSR dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan (sustainability) untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. Artinya, CSR bukan lagi dillihat sebagai sentra biaya (cost center), melainkan sebagai sentra lab a (profit center) di masa mendatang.
Kesadaran tentang pentingnya CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk yang ramah lingkungan. Di samping itu, beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini juga ikut menyadarkan akan arti penting penerapan CSR, sebagai contoh kasus PT. Freeport Indonesia di Papua, kasus TPST Baojong di Bogor, kasus PT. Newmont di Buyat, dan kasus PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo. Kasus tersebut tentu saja mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan secara khusus, maupun masyarakat pada umumnya.
Upaya perusahaan untuk meningkatkan peran mereka dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinergi multi pihak yang solid dan baik, yaitu kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat, yang disebut dengan Kemitraan Tripartit. Peraturan perundangan diperlukan sebagai dasar perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR. Peraturan tersebut terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, khususnya dalam pasal 74, yang mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaan tanggung jawab sosial yang diakui dan diperhitungkan sebagai Biaya Perseroan. Peraturan pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.
BUMN adalah institusi bisnis pemerintah yang dituntut untuk dapat menghasilkan laba sebagaimana layaknya perusahaan lain. Namun di sisi lain, BUMN juga dituntut untuk berfungsi sebagai alat pembangunan nasional dan berperan sebagai institusi sosial. CSR merupakan hal yang mandatory bagi BUMN, dimana peraturannya dituangkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-236/MBU/2003 pada 17 Juni 2003, yang mengikat BUMN untuk menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Keputusan tersebut disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Sebelum penerapan Program CSR, banyak terjadi kasus yang berhubungan dengan masyarakat sekitar perusahaan. Ada beberapa kasus pencemaran lingkungan yang terjadi pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, diantaranya adalah Pelabuhan Batam dan Belawan. Kasus pencemaran laut yang terjadi disebabkan oleh limbah dari kapal-kapal yang singgah maupun limbah dari perusahaan yang beroperasi di kawasan pelabuhan. Limbah tersebut dibuang ke laut secara sembarangan tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan rusaknya ekosistem dan biota laut, serta berbagai penyakit yang timbul dan berdampak buruk bagi penduduk sekitar. Selain itu, terdapat pula kasus penyimpangan patok areal tanah, dimana PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I dianggap telah menguasai lahan di wilayah Belawan, bahkan telah merusak jalur hijau yang seharusnya dipertahankan. Pertentangan antara masyarakat dan perusahaan pun terjadi. Hal tersebut dipicu karena kurangnya perhatian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungannya. Perusahaan akhirnya menerima keluhan masyarakat dan mengevaluasi diri, kemudian memutuskan untuk mengubah paradigma perusahaan dengan lebih memperhatikan lingkungan, yaitu melalui Program CSR. Program CSR yang dijalankan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I berupa Penyaluran Pinjaman, Penyaluran Dana Hibah, Program Bina Lingkungan, Dana pendidikan, dan Bantuan Kemanusiaan lainnya. Program tersebut diutamakan untuk masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.
Setelah penerapan Program CSR, keadaan hubungan sosial perusahaan mulai berubah. Pertentangan dengan masyarakat sekitar mulai berkurang dan telah dibuat fasilitas pengolahan limbah, sehingga pencemaran lingkungan pun dapat berkurang. Hal ini berarti bahwa nilai perusahaan (corporate value) telah meningkat di mata masyarakat. Perusahaan telah berupaya memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya, terutama kualitas pelayanan dan kesehatan lingkungan hidup.
Penelitian tentang penerapan Program CSR dan bagaimana pengaruhnya terhadap Profitabilitas perusahaan telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Namun ada dua penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian Chatrine (2008) menunjukkan bahwa program CSR dan Profitabilitas Perusahaan tidak berhubungan secara nyata atau program CSR tidak berdampak langsung terhadap perusahaan. Sedangkan hasil penelitian Tresnawati (2008) menunjukkan bahwa Program Corporate Social Responsibility membawa pengaruh yang positif terhadap Profitabilitas Perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan Profitabilitas setelah diterapkannya Program CSR.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali apakah penerapan Program CSR dapat menimbulkan perbedaan tingkat Profitabilitas perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Tresnawati (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain :
Pada penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan di PT. Telkom Bandung. Sedangkan penelitian ini dilakukan di PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membahas tentang bagaimana penerapan program CSR yang selama ini telah dilaksanakan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I dan seberapa besar perbedaan Tingkat Profitabilitas yang dicapai perusahaan dalam skripsi yang berjudul "Perbandingan Profitabilitas Sebelum dan Sesudah Penerapan Program Corporate Social Responsibilities (Studi Kasus pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I).

1.2. Batasan Penelitian
Penelitian ini memberikan batasan masalah sebagai berikut :
a. Penelitian ini difokuskan pada Tingkat Profitabilitas perusahaan selamalima tahun sebelum dan lima tahun sesudah PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I menerapkan Program CSR.
b. Rasio Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rasio Return On Asset (ROA).

1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : "Apakah terdapat perbedaan Tingkat Profitabilitas antara sebelum dan sesudah penerapan Program CSR pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I ?"

1.4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Tingkat Profitabilitas antara sebelum dan sesudah penerapan Program CSR pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I.

1.5. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain :
a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan memberikan pemahaman mendalam yang berkaitan dengan Program CSR serta seberapa besar perbedaan Tingkat Profitabilitas yang dicapai perusahaan antara sebelum dan sesudah
penerapan Program CSR.
b. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan referensi akan pendalaman tentang CSR itu sendiri dan untuk mengetahui pengaruh yang dapat ditimbulkan atas pelaksanaan program CSR terhadap Profitabilitas perusahaan.
c. Bagi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
SKRIPSI ANALISIS PENGARUH EKSPOR SEKTOR INDUSTRI DAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH EKSPOR SEKTOR INDUSTRI DAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-0014) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH EKSPOR SEKTOR INDUSTRI DAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang, di masa lalu pernah mencoba untuk berdiri di atas kaki sendiri dan tidak memperdulikan bantuan negara lain. Namun ternyata Indonesia tidak bisa terus menerus bertahan dalam kondisi seperti ini. Akhirnya Indonesia terpaksa mengikuti arus, membuka diri untuk berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi memenuhi kehidupan ekonomi nasionalnya (Amir MS, 1998 : 12).
Jika saja dulu Indonesia tidak berani mengijinkan modal Jepang dan Amerika masuk dalam pertambangan minyaknya, mungkin perekonomian Indonesia tidak akan mengalami kemajuan yang berarti. Industrialisasi juga tidak akan berjalan jika saja Indonesia tidak mau mengimpor mesin tekstil dari Jepang, pabrik pupuk, pabrik semen, pabrik kayu lapis, dan Iain-lain dari negara-negara sahabat lainnya. Begitu pula keadaan ekonomi nasional kita bisa macet total jika saja Indonesia tetap tidak mau menjual karet ke negeri Belanda dan menjual tembakau, kopi, dan Iain-lain ke negara Eropa lainnya.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam dunia yang sudah terbuka ini, hampir tidak ada lagi satu negara pun yang benar-benar mandiri, tapi satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Kenyataan ini lebih meyakinkan kita akan bertambah pentingnya peranan perdagangan internasional dalam masa mendatang demi kepentingan ekonomi nasional. Dalam hal ini, hubungan ekonomi internasional dalam suatu negara ditunjukkan oleh kegiatan perdagangan yang meliputi kegiatan ekspor impor sebagai salah satu komponen penting dalam hubungan ekonomi luar negeri. Ekspor akan memperluas pasar barang buatan dalam negeri dan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mengembangkan kegiatannya. Impor juga dapat memberi sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi karena industri-industri dapat mengimpor mesin-mesin dan bahan mentah yang diperlukannya. Di Indonesia jenis barang yang biasa diperdagangkan ke luar negeri adalah barang Migas dan Non Migas. Barang migas meliputi minyak dan gas, sedangkan barang non migas meliputi komoditi tradisional termasuk produk industri dan pariwisata.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, ditahun 1998 ekspor sektor industri secara keseluruhan sebesar US$ 34.593,2 juta, atau menurun sebesar US$ 252,6 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2001 total ekspor sektor industri Indonesia adalah sebesar US$ 37.671,1 juta. Ini berarti ekspor sektor industri mengalami penurunan sebesar 10.31% dari ekspor sektor industri tahun sebelumnya yang mencapai sebesar US$ 42.002,9 juta. Setelah itu ekpor Indonesia terus mengalami peningkatan di tahun-tahun berikutnya. Terjadinya perubahan pada ekpor sektor industri, akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Investasi merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan semakin besar tingkat investasi maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi Indonesia merupakan penjumlahan dari Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi sektor industri Indonesia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia karena sektor industri merupakan salah satu sektor terpenting dalam perekonomian Indonesia.
Menurut Boediono (1999 : 12), Pertumbuhan Ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi adalah sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak stabil. Terkadang menunjukkan peningkatan, penurunan, atau bahkan tetap dari tahun sebelumnya. Sejak tahun 1986 hingga tahun 1989, tingkat pertumbuhan ekonomi nyata terus menerus mengalami peningkatan, yaitu dari 5,9% di tahun 1986 menjadi 6,9% di tahun 1988, dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 tingkat pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan tahun 1991 yaitu 7,0%. Dilanjutkan dengan tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%.
Sejak krisis moneter pada Agustus 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok sebesar -13,3% pada tahun 1998. Kemudian pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 1999 ekonomi bertumbuh sekitar 0,79%, 4,92% di tahun 2000, 3,4% di tahun 2001, dan 3,66%.di tahun 2002. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi kemudian mengalami peningkatan menjadi 6,1%.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan perdagangan internasional yang meliput ekspor dan impor dengan mengangkat judul "Analisis Pengaruh Ekspor Sektor Industri Dan Penanaman Modal Asing Sektor Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia".

1.2 Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, Penulis terlebih dahulu merumuskan masalah dengan jelas sebagai dasar penelitian yang dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Ekspor sektor industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh Tingkat suku bunga terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) sektor industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ?
4. Bagaimana pengaruh Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ?
5. Bagaimana penagruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ?

1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Ekspor berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
2. Tingkat Suku Bunga berpengaruh negative terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
3. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
4. Konsumsi berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
5. Krisis Ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris peribus.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh Tingkat Suku bunga terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh PMA terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
5. untuk mengetahui pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran, bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa-mahasiswa khususnya bagi mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan.
2. Menambah, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya yang menyangkut topik yang sama.
3. Sebagai masukan yang akan bermanfaat bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait.
4. Untuk memperkaya wawasan ilmiah Penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang Penulis tekuni.
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AIR BERSIH DI KECAMATAN X

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AIR BERSIH DI KECAMATAN X

(KODE : EKONPEMB-0013) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AIR BERSIH DI KECAMATAN X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Dalam RPJM I Tahun 2005-2009 ditegaskan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyara adil dan makmur yang merata material dan spiritual sebagai penjabaran dari tujuan pemerintahan negara yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila. Begitupun member makna bhawa pembangunan mengutamakan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat itu sendiri dapat menikmati hasil pembangunan.
Pembangunan ekonomi yang dilakukan pada berbagai sektor hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan (kemakmuran masyarakat secara menyeluruh) sehingga proses perobahan struktur perekonomian, perluasan kesempatan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan merupakan sasaran pokok pembangunan yang hendak dicapai. Dengan demikian pelaksanaan pembangunan sekaligus haras menjamin pembagian yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial. Ha ini berarti pula bahwa pembangunan tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mampu untuk mencegah jurang pemisah yang makin melebar antara masyarakat kaya dan yang miskin.
PDAM Tirtanadi X dalam keberadaannya menyediakan air bersih yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, apakah rumah tangga, perasahaan dan bahkan pemerintah. Air bersih yang ditawarkan kepada para konsumen dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti : minum. masak, mandi dan sebagainya sehingga dalam perkembangannya menunnjukkan kenaikan yang prorsional dengan kenaikan jumlah penduduk sekaligus ramah tangga. Antisipasi terhadap kebutuhan permintaan air bersih yang meningkat maka pihak PDAM Tirtanadi telah melakukan berbagai upaya sehingga permintaan konsumen dapat terpenuhi.
Kerangka kebijakan air bersih di Indonesia mengacu pada pengembangan air bersih wilayah perkotaan dengan bertumpu kepada investasi. Pendekatan investasi tersebut dipengarahi oleh tiga faktor : (a) karakteristik air baku, yang memperhatikan jenis sumber air, kuantitas dan kualitas, serta debit andalan; (b) kebijakan pemerintah, yang memfokuskan kepada penataan ruang, pertumbuhan ekonomi dan investasi, dan demografi; dan (c) teknologi produksi, yang mempertimbangkan efisiensi ekonomi, distribusi, dan cakupan pelayanan. Secara teknis dan operasional, hal tersebut diimplementasikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sebagai lembaga ekonomi penyedia air bersih.
Permintaan akan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum untuk wilayah Kecamatan X semakin lama semakin meningkat sehingga perusahaan sebagai instansi penyedia air bersih diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Kecamatan X. Selain sektor rumah tangga, permintaan air bersih juga berasal dari sektorsektor industri dan jasa dalam rangka mendukung kegiatan operasional usahanya. Pihak Tirtanadi haras mampu mengatur dan menjaga kesinambungannya sebagai penyedia air bersih dari waktu ke waktu. Ada banyak faktor yang mendorong masyarakat baik rumah tangga ataupun industri-industri atas permintaan air bersih yang haras dipantau oleh pihak Tirtanadi sebagai penyuplai air bersih.
Air bersih yang disalurkan oleh PDAM Tirtanadi ke semua saluran-saluran pemakai air bersih dikontrol dengan adanya pemasangan meteran penghitung pemakaian air bersih di setiap rumah-rumah ataupun industri-industri. Jumlah pemakaian air bersih setiap waktunya akan tereatat dan akan dikenakan biaya oleh pihak PDAM Tirtanadi sebagai ganti ragi atas total pemakaian air bersih yang telah dinikmati oleh masyarakat Kecamatan X. Kecamatan X merapakan salah satu kecamatan yang ada di Kota X dengan penduduk sebanyak 75.154 orang dengan luas 5,33 KM atau 2,01% dari luas seluruh kota X, dimana masyarakat yang mendapatkan pelayanan atau sebagai pelanggan air bersih tahun 2006 sebanyak 25.161 keluarga sedangkan sebagai pelanggan sebanyak 10.422 pelanggan atau sebesar 96% dari penduduk Kecamatan X (X Dalam Angka 2007).
PDAM Tirtanadi haras memperhatikan sumber-sumber debet air bersih yang dimiliki untuk tetap dapat memenuhi permintaan masyarakat akan air bersih. Faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab meningkatnya permintaan air bersih di Kecamatan X haras senantiasa dijaga dan dipantau untuk menghindari terjadinya krisis air bersih di Kecamatan X. Sejalan dengan keterangan di atas, maka penulis tertarik mengangkat masalah ini menjadi sebuah penelitian yang berjudul : "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengarahi Permintaan Air Bersih Di Kecamatan X".

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh harga air terhadap permintaan air bersih di Kecamatan X ?
2. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan air bersih di Kecamatan X ?.

1.3 Hipotesa
Teori empirik sebagaimana yang dikemukakan oleh Husein Umar (2007 : 124) sebagai berikut : Hipotesis adalah suatu proporsi, kondisi atau prinsip untuk sementara waktu dianggap benar dan barangkali tanpa keyakinan supaya bisa ditarik suatu konsekuensi logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian tentang kebenarannya dewngan menggunakan data empiris dari hasil penelitian.
Berdasarkan observasi/penelitian pendahuluan di lapangan, maka penulis membuat suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh harga air terhadap permintaan air bersih di Kecamatan X.
2. Apakah ada pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan air bersih di Kecamatan X.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh harga air terhadap permintaan air bersih di Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan air bersih di Kecamatan X.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya terutama yang meneliti masalah permintaan Air Minum di Kecamatan X.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi daerah X dalam menentukan mengetahui faktor yang mempengaruhi permintaan Air Minum di Kecamatan X.
3. Sebagai referensi bagi semua pihak.
SKRIPSI ANALISIS POTENSI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DALAM MENDUKUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN X

SKRIPSI ANALISIS POTENSI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DALAM MENDUKUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN X

(KODE : EKONPEMB-0012) : SKRIPSI ANALISIS POTENSI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DALAM MENDUKUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pelaksanaan pemerintahan daerah ke arah otonomi dan desentralisasi keuangan (fiscal desentralisation) terlihat semakin nyata setelah diterapkannya undang-undang yaitu Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Faktor kemampuan mengelola keuangan daerah merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.
Salah satu ciri dari daerah otonom terletak pada kemampuan self supportingnya pada bidang keuangan. Kemampuan mengelola keuangan daerah akan sangat mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) misalnya pajak dan retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, dan dinas daerah serta hasil penerimaan PAD yang sah lainnya harus mampu memberikan kontribusi yang baik bagi keuangan daerah.
Desentralisasi di Indonesia memiliki arti yang luas dan menimbulkan masalah yang baru dalam pembangunan daerah sebab selain keadaan keuangan pemerintah pusat yang sedang hancur juga kondisi di banyak daerah yang secara ekonomi maupun institusional belum siap. Maka sekali lagi implikasi baik daerah yang sudah maju ataupun yang masih terbelakang harus lebih mandiri dalam mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing termasuk dari aspek pembiayaannya. Tentu saja semakin kecil ketergantungan daerah terhadap kucuran dana dari pemerintah pusat maka tingkat kemandiriannya akan semakin tinggi.
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Dapat dikatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam pemanfaatan potensi-potensi sumber keuangannya untuk membiayai tugas-tugas dan tanggung j awabnya. Sementara dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 8, menyatakan bahwa "Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten X berjalan tidak stabil, pada masa sebelum otonomi daerah yakni pertumbuhan PAD mengalami peningkatan dari Rp.5.371.562.000,- pada tahun 1998/1999 menjadi Rp.7.433.017.000,- dan dari tahun 1999/2000 mengalami penurunan yang tajam pada tahun 2000 menjadi Rp.6.705.281.000,-. Sedangkan pada masa sesudah otonomi daerah pertumbuhan PAD Kabupaten X terus mengalami kenaikan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak dan retribusi daerah mempunyai peran yang lebih besar bila dibandingkan dengan sektor yang lain dalam menyumbang Pendapatan Asli Daerah. Gambaran selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut.

** tabel sengaja tidak ditampilkan **

Pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan penting dalam menggali dana Pendapatan Asli Daerah. Dalam Undang-undang No. 34 Tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Dengan ditetapkannya Undang-undang No.34 Tahun 2000 tersebut maka pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah di Kabupaten X yang berasal dari Pajak dan Retribusi Daerah, khususnya yang bersumber dari sektor Retribusi Tempat Khusus Parkir perlu ditingkatkan sehingga kemandirian Daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dapat terwujud.
Untuk itu, dalam meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan
perekonomian di Kabupaten X diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai. Upaya peningkatan penyediaan dari sumber-sumber tersebut, antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jumlah lokasi pemungutan, serta pemberian keleluasaan bagi daerah untuk menggali sumber-sumber dari penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir yang selama ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut.

** tabel sengaja tidak ditampilkan **

Dilihat dari tabel 1.2 tersebut, bila dibandingkan dengan pos-pos Retribusi Daerah yang lain, Retribusi Tempat Khusus Parkir di Kabupaten X terus menerus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yaitu dari tahun 2002 sampai tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp. 3.000.000,-. Kemudian bila dibandingkan dengan pos-pos Retribusi yang lain, Retribusi Tempat Khusus Parkir di Kabupaten X mempunyai nilai nominal terkecil setelah retribusi Pelayanan Pemakaman yang mempunyai nilai rata-rata sebesar Rp .600.000,-.
Kondisi ini disebabkan karena masih sedikitnya lokasi pemungutan retribusi yang hanya satu lokasi berada di Rumah Sakit Umum Daearah X (Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2000). Oleh karena itu, perlu adanya penambahan lokasi pemungutan retribusi Tempat Khusus Parkir yang dipandang potensial dan prospektif guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten X yang tercantum pada uraian di atas yaitu kondisi besarnya nilai nominal dari penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir di Kabupaten X yang masih minim/kecil bila dibandingkan dengan pos-pos Retribusi Daerah yang lain, maka dalam skripsi ini akan dibahas suatu topik yaitu : Analisis Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir Dalam Mendukung Pendapatan Asli Daerah Kabupaten X.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat disusun suatu perumusan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran umum pertumbuhan dan kontribusi retribusi Tempat Khusus Parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten X ?
2. Bagaimana kondisi nyata kinerja pemungutan retribusi Tempat Khusus Parkir di Kabupaten X ?
3. Berapa besar potensi retribusi Tempat Khusus Parkir pada lokasi pemungutan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah ?
4. Berapa besar potensi retribusi Tempat Khusus Parkir pada lokasi yang prospektif untuk dikembangkan ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui gambaran umum pertumbuhan retribusi Tempat Khusus Parkir serta kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah X.
2. Mengkaji kondisi nyata yaitu kinerja pemungutan retribusi Tempat Khusus Parkir di Kabupaten X.
3. Mengkaji dan menghitung potensi retribusi Tempat Khusus Parkir pada lokasi pemungutan yang telah ditetapkan sesuai Peraturan Daerah.
4. Mengkaji dan menghitung potensi retribusi Tempat Khusus Parkir pada lokasi yang prospektif untuk dikembangkan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah dalam usaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten X khususnya Retribusi Tempat Khusus Parkir.
2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya yang berhubungan dengan Retribusi Tempat Khusus Parkir.
3. Sebagai aplikasi dari teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.
SKRIPSI ANALISIS PENGARUH EKSPOR, IMPOR, KURS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP CADANGAN DEVISA INDONESIA

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH EKSPOR, IMPOR, KURS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP CADANGAN DEVISA INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-0011) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH EKSPOR, IMPOR, KURS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP CADANGAN DEVISA INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Tata ekonomi Indonesia yang ada sampai akhir 1970-an dapat dikatakan tata ekonomi peninggalan kolonial, kehidupan ekonomi di dominasi sektor pertanian, perkebunan, dan ekstraktif. Sejak proklamasi kemerdekaan, sampai dikeluarkannya UU No I/67/dan UU No 6/68 tentang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, atau tepatnya sampai saat dimulainya Repelita I. Kita belum berkesempatan memperbaiki tata ekonomi nasional. Namun guna pengembangan tata ekonomi yang lebih menuju akan kesejahteraan, maka pemerintah sebagai pihak yang berotoritas mengembangkan arah kebijakan dalam pembangunan Industrialisasi guna menaikan perekonomian nasional. Pembangunan yang pada awalnya berpusat terhadap sektor pertanian kini berganti arah menjadi sektor industri. Karena melihat begitu banyak negara yang telah diuntungkan melalui industrialisasi, kita pun ikut beranjak kearah yang sama. Dorongan tingkat kebutuhan yang semakin meningkat di Indonesia membuat perubahan ini dilakukan agar negara tidak banyak mengalami pengeluaran atas barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain.
Sejarah perekonomian Indonesia merupakan suatu catatan penting untuk melihat bagaimana perkembangan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia mengalami begitu banyak dinamika di tahun 1980-an. Pada tahun 1983 terjadi resesi global dan berdampak pada perekonomian Indonesia.
Di tahun 1983 terjadi deregulasi perbankan, yakni kebijakan yang diambil karena Indonesia mengalami banyak kemunduran ekonomi. Kebijakannya, yakni mempertinggi efisiensi dan mobilisasi dana. Pergerakan yang positif dari kebijakan ini adalah cuaca perekonomian internasional yang semakin baik dan hal ini mulai terlihat dampaknya sekitar tahun 1984-1985.
Setiap arah kebijakan tentunya diharapkan mampu memberi sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun perlu waktu untuk mengecap keberhasilan suatu kebijakan. Seperti yang sudah di jelaskan di atas pergerakan ekonomi yang baik dimulai kembali di tahun 1984-1985, namun gejolak ekonomi kembali terjadi di tahun 1986. Suatu fenomena besar kembali terjadi yakni devaluasi kembali yang dilakukan oleh pemerintah. Cara-cara mengatasi gejolak ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan-kebijakannya (Deregulasi). Hasilnya di tahun 1989 pertumbuhan ekonomi mulai menunjukan sisi positifnya, ditandai dengan ketiadaan ancaman devaluasi, cadangan devisa yang tinggi, tinggkat inflasi yang rendah dan terkendali, suku bunga yang cenderung menurun, serta kurs rupiah yang relatif stabil.
Dengan di mulainya industrialisasi di Indonesia maka dengan sendirinya dibutuhkan devisa. Sumber pembiayaan perdagangan luar negeri tersebut disimpan dalam cadangan devisa, yang dipertanggung jawabkan oleh Bank Indonesia. Dan dicatat dalam neraca pembayaran Bank Indonesia.. Semakin giat kita melakukan industrialisasi semakin banyak devisa yang dibutuhkan. Dan kebutuhan itu diperuntukan untuk barang konsumsi namun kini perlahan berubah untuk pemenuhan barang modal dan bahan baku. Devisa juga banyak digunakan untuk pembangunan proyek-proyek industri maupun proyek seperti jalan, jembatan, dermaga, landasan udara, terminal. Devisa yang digunakan guna pembangunan ini adalah berasal dari devisa hasil ekspor kita baik migas maupun non-migas dan hasil jasa pariwisata. Bahkan devisa kita juga diperoleh dari peminjaman hutang luar negeri agar mampu menjalankan pembangunan tersebut. Ringkasnya adalah devisa mutlak perlu untuk negara yang giat membangun (Amir.M.S,2004)
Seiring dengan pergerakan pembangunan tersebut maka arah kebijakan industri kita pun ditetapkan jenis industri subsitusi impor, yakni barang-barang yang tadinya di impor dan kemudian di coba dibuat dalam negeri.. Valuta asing (Foreign Exchange Rate) diperlukan untuk mengimpor perlengkapan proyek-proyek industri manufakturing aneka jenis sesuai dengan jenis produk yang dibuat. Jenis Industri yang berkembang kebanyakan industri yang menghasilkan barang konsumsi primer seperti tekstil, pakaian jadi, terigu, makanan kaleng, obat-obatan dan barang konsumsi lainnya.
Selama periode pembangunan industrialisasi dalam negeri tentunya yang menjadi pertanyaan adalah sumber cadanga devisa negara kita. Cadangan devisa tentunya menjadi suatu indikator yang kuat untuk melihat sejauh mana suatu negara mampu melakukan perdagangan dan menunjukan perekonomian negara tersebut. Yang menjadi sumber cadangan devisa awalnya adalah keyakinan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah dan tentunya patut di perdagangkan ke luar negeri dan selebihnya pendanaan di dapat melalui bantuan luar negeri baik melalui hutang luar negeri juga melalui hibah atau sering disebut capital outflow.
Neraca pembayaran yang merupakan alat untuk melihat posisi cadangan devisa Indonesia sejak tahun 1989/1990 selalu mengalami surplus, namun apabila terjadi defisit biasanya diimbangi dengan adanya arus modal dari luar. Seiring perkembangan pemerintah sebagai otoritas pemberlaku kebijakan serta pelaku gerak pertumbuhan ekonomi dalam negeri, pendanaan tersebut lebih di dominasi atas hutang luar negeri yang dianggap sebagai masukan pendapatan saat itu bagi pemerintah.
Kondisi perekonomian Indonesia turut mengalami kejatuhan pula di saat perdagangan valuta asing juga mengalami kejatuhan di kawasan Asia. Diawali oleh guncangan pasar asing di Thailand, dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing di negara-negara lainya di Asia. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar berdampak negatif terhadap posisi neraca pembayaran, terutama karena jumlah utang luar negeri makin membengkak, dimana pada tahun 1997, total stok utang luar negeri secara rill 64,2% GDP 95,3% dan perekonomian Indonesia pun masih tarus mengalami masalah.
Selain dari faktor diatas, yang menggerogoti cadangan devisa Indonesia adalah harga minyak. Faktor ekstern ini yang tidak bisa dikendalikan. Dalam kasus resesi pada tahun 1986, kejadiannya kurang lebih disebabkan karena harga ekspor minyak turun sampai titik terendah 9 dolar AS/ barrel. Situasi buruk ini juga diperparah kebutuhan BBM yang terus meningkat dalam negeri sementara produksi minyak Indonesia terus menurun mengakibatkan terus terkurasnya cadangan devisa Indonesia hanya untuk memenuhi BBM dalam negeri.
Posisi cadangan devisa suatu negara dikatakan aman biasanya apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya untuk tiga bulan impor. Pada tahun 1996 tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,8 % per tahun dan inflasi pada 5 bulan pertama mencapai tingkat yang terendah selama 10 tahun terakhir pada periode yang sama. Investasi langsung luar negeri mencapai 6,5 Juta dolar AS per tahun fiskal 1996/1997 (cukup untuk 5 bulan impor), Posisi cadangan devisa Indonesia sampai pada paruh pertama tahun 1997, perekonomian Indonesia menunjukan kinerja yang cukup baik yang ditandai dengan menguatnya beberapa indikator makro ekonomi, tahun 1998 cadangan devisa Indonesia mencapai 23,90 Triliun rupiah, akan tetapi akibat krisis ekonomi merosot hingga bulan September 1999 berkisar 16,01 Miliar dolar AS (Tambunan, 2000) dan jika kita menilik ditahun berikutnya diluar dari penelitian ini kini posisi cadangan devisa tahun 2008 sebesar dan per -Januari 2009 menunjukan posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 335,715 Milliar.(www.bi.id)
Kegunaan kondisi cadangan devisa harus dipelihara, agar transaksi internasional dapat berlangsung dengan stabil. Tujuan pengelolaan devisa merupakan bagian yang tak terpisahkan juga dari upaya menjaga nilai tukar, dimana menipisnya cadangan devisa akan mengundang spekulasi rupiah dari para spekulator, sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan likuiditas perlu mempertahankan stabilitas nilai tukar.
Kondisi Indonesia setelah krisis ekonomi menunjukan tersedotnya cadangan devisa untuk kebutuhan dalam negeri. Karena devisa ekspor lebih rendah dari devisa impor. Dalam upaya mempertahankan cadangan devisa pada tingkat yang aman perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa di Indonesia, yaitu Ekspor, Impor dan Kurs nilai tukar rupiah.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul " Analisis Pengaruh Ekspor, Impor, Kurs nilai tukar rupiah terhadap Cadangan Devisa Indonesia "

1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengaruh Ekspor terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia
2. Apa pengaruh Impor terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia
3. Apa pengaruh Nilai tukar (Kurs) terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia.

1.3. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek peneliti dimana tingkat kebenaranya masih perlu di uji. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Ekspor mempunyai pengaruh positif terhadap cadangan devisa di Indonesia
2. Impor mempunyai pengaruh negatif terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia
3. Nilai tukar rupiah (Kurs) mempunyai pengaruh positif terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia

1.4. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Ekspor terhadap posisis cadangan devisa di Indonesia
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Impor terhadap posisi cadangan Devisa di Indonesia
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh nilai tukar Rupiah (kurs) terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik untuk membahas mengenai topik yang sama
3. Sebagai proses pembelajaran dan penambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
SKRIPSI ANALISIS SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN X

SKRIPSI ANALISIS SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN X

(KODE : EKONPEMB-0010) : SKRIPSI ANALISIS SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan pada dasarnya adalah usaha yang terus menerus untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, baik secara materiil maupun spiritual yang lebih tinggi. Seperti yang diungkapkan dalam GBHN 1999-2004 (Tap MPR No. IV/MPR/1999), pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Pembangunan pada dasarnya diselenggarakan oleh masyarakat bersama pemerintah. Oleh karena itu peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus ditumbuhkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman, dan penghayatan bahwa pembangunan adalah hak serta kewajiban dan tanggung jawab bersama seluruh rakyat.
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara bertahap akan lebih banyak dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya yang berarti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai penyempurna dari Undang-Undang No. 22 tahun 1999. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Seiring dengan prinsip otonomi daerah, penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Sejalan dengan kebijakan dalam bidang otonomi daerah dituntut untuk dapat menggali sumber dana sendiri karena peran pemerintah pusat akan semakin dikurangi. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah
yang diserahkan pada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Adapun sumber-sumber penerimaan daerah menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 (pasal 157) mengenai pemerintahan daerah antara lain : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pos paj ak daerah, pos retribusi daerah, pos hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pos lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pendapatan ini diharapkan menjadi salah
satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan rakyat.

** tabel sengaja tidak ditampilkan **

Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa pos retribusi daerah memiliki sumbangan yang terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan pos-pos yang lain. Pada umumnya makin berkembangnya pembangunan suatu daerah maka makin banyak jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah tersebut. Hal ini dikarenakan makin berkembangnya suatu daerah makin banyak pula fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah setempat, demikian pula halnya dengan penyediaan fasilitas pasar. Tempat ini sangat vital diperlukan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pasar merupakan salah satu yang potensial yang dapat digali untuk dilakukan pemungutan atau lebih sering dikenal dengan retribusi pasar.

** tabel sengaja tidak ditampilkan **

Dari tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa retribusi pasar merupakan salah satu obyek retribusi daerah yang memberikan sumbangan terhadap retribusi daerah. Berlatar belakang dari pentingnya retribusi daerah dalam sumbangannya terhadap Pendapatan Asli Daerah serta potensi retribusi pasar sebagai sumber keuangan daerah, disini penulis bermaksud untuk mengangkat judul skripsi "Analisis Sumbangan Retribusi Pasar terhadap Pendapatn Asli Daerah Kabupaten X". Penulis mengangkat penelitian yang berlokasi di wilayah Kabupaten X karena penelitian mengenai sumbangan retribusi pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah belum pernah diteliti sebelumnya di wilayah Kabupaten X.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sumbangan penerimaan retribusi pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten X ?
2. Bagaimana pengaruh luas pasar terhadap penerimaan retribusi pasar ?
3. Bagaimana pengaruh jumlah los terhadap penerimaan retribusi pasar ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejauh mana sumbangan retribusi pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui pengaruh luas pasar terhadap penerimaan retribusi pasar.
3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah los terhadap penerimaan retribusi pasar.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah untuk bahan pemikiran dalam menentukan kebijakan khususnya masalah retribusi pasar.
2. Bagi peneliti
Merupakan tambahan pengetahuan secara nyata untuk mengaplikasikan teori yang didapat di bangku kuliah.
3. Bagi pihak lain
Hasil penelitian dapat memberikan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk penelitian lebih lanjut.
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AIR BERSIH PDAM X

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AIR BERSIH PDAM X

(KODE : EKONPEMB-0009) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AIR BERSIH PDAM X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu perubahan yang mewujudkan suatu kondisi yang lebih baik secara materiil maupun spiritual. Pembangunan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Air merupakan tulang punggung bagi awal dan kelanjutan pengembangan industri dan tingkat hidup masyarakat.
Perusahaan Daerah Air Minum PDAM X Kabupaten X adalah perusahaan milik Pemerintah Kabupaten X yang bergerak pada bidang usaha pelayanan air bersih kepada masyarakat, terutama kepada pelanggannya.
Dalam rangka mewujudkan peran PDAM X Kabupaten X secara optimal memenuhi kebutuhan air bersih kepada masyarakat dengan kuantitas dan kualitas serta pelayanan yang prima, pemilik, pengelola dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan ini (stake holder) perlu mempunyai suatu persepsi dan titik pandang yang sama, terutama dalam hal menentukan visi dan misi.
Adapun visi dan misi yaitu :
Visi : Masyarakat Kabupaten X Mendapat Air Bersih Yang Layak
misi : Senantiasa mampu melayani kebutuhan air bersih kepada masyarakat secara lebih baik.
Untuk mensukseskan visi dan misi seperti diutarakan di atas diperlukan 3 (tiga) langkah strategis yang akan ditempuh oleh perusahaan yaitu :
1. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan sarana yang didasari suatu studi kelayakan (risibility study) yang matang.
2. Pemanfaatan Sarana Yang ada secara optimal.
3. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) secara Profesional.
Visi, Misi dan langkah-langkah strategis seperti diutarakan di atas adalah merupakan konsep dengan arti memerlukan pembahasan untuk menyatukan suatu persepsi dan titik pandang serta pola pikir yang sama atas keberadaan perusahaan ini. Dan selanjutnya untuk menjadi kriteria yang akan dipedomani dan dilaksanakan secara konstitusional, Visi, Misi dan langkah-langkah strategis ini terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bupati X yang tertuang dalam suatu Surat Keputusan.
Perusahaan Daerah Air Minum X Kabupaten X, dasar pendiriannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Daerah Tingkat II X Nomor 08 tahun 1991 tanggal 2 Maret 1991 tentang Pendirian PDAM X Kabupaten Daerah Tingkat II X.
Awal dari adanya pendistribusian air bersih kepada masyarakat Kabupaten X adalah di Kota Y dengan sumber air berasal dari Sitakka yang dikelola oleh Kolonial Belanda sebelum Indonesia merdeka yaitu sejak tahun 1926.
Setelah Indonesia merdeka pengelolaan air bersih ini diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Dati II X.
Sejak penyerahaan air bersih diserahkan kolonial Belanda kepada Pemerintah Kabupaten Dati II X sampai dengan bulan Nopember Tahun 1974, pengelolaan air bersih dilaksakan secara kedinasan oleh Pemerintah Kabupaten Dati II X.
Masalah air bersih merupakan hal yang paling vital bagi kehidupan kita. Dimana setiap hari kita membutuhkan air bersih untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya. Dengan air yang bersih tentunya membuat kita terhindar dari penyakit. Kalau kita tahu, saat ini masalah air bersih merupakan barang yang langka di negeri tercinta kita ini, apalagi di kota-kota besar, air bersih merupakan barang yang mahal dan sering diperjualbelikan. Tidak seperti halnya beberapa puluh tahun yang lalu, saat itu air bersih mudah diperoleh dan selalu berlimpah mengalir di setiap sudut tanah negeri kita ini, karena pada waktu itu belum banyak terjadi polusi air dan udara. Dari rasa dan warnanya pun saat ini berbeda tidak sealami dulu dikarenakan polusi tersebut.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat, sehingga pemerintah selalu berupaya membangun sarana air bersih. Penyediaan air bersih bisa diusahakan sendiri oleh masyarakat atau perusahaan. Air bersih salah satu kebutuhan vital manusia, sehingga manusia selalu berupaya mendapatkan air bersih terutama untuk keperluan minum. Di Kabupaten X hingga tahun 2001, baru 6 kecamatan yang telah menikmati sumber air bersih yang dikelola perusahaan air minum (PDAM), disamping itu ada beberapa kecamatan yang sudah menikmati air bersih tetapi dikelola secara swadaya/penduduk setempat.
Jasa pelayanan PDAM X semakin meningkat setiap tahun baik ditinjau dari perkembangan jumlah pelanggan dan produksi air bersih. Pada tahun 2001 jumlah pelanggan sebanyak 5109 pelanggan 1.473.248 M meningkat sebesar 20 persen untuk pelanggan dan 2 persen untuk produksi. Dilihat dari jenis pelanggan yang menikmati jasa PDAM tercatat 90 persen adalah rumah tangga dan 7 persen untuk usaha toko/industri, selebihnya untuk umum, instansi dan Iain-lain.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan diatas, maka penulis mencoba untuk membahas lebih lanjut mengenai permintaan air bersih tersebut dengan judul skripsi "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Air Bersih PDAM X Kabupaten X".

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan, yaitu :
1. Bagaimanakah pengaruh Pendapatan total keluarga terhadap permintaan air bersih pada PDAM X ?
2. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran energi terhadap permintaan air bersih pada PDAM X ?
3. Bagaimanakah pengaruh jumlah tanggungan keluarga terhadap permintaan air bersih pada PDAM X ?
4. Bagaimanakah pengaruh pengaruh sumber air lainnya (Dummy) terhadap permintaan air bersih pada PDAM X

1.3 Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Berdasarkan permasalahan di atas maka sebagai jawaban sementara penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Pendapatan total keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan air bersih pada PDAM X.
2. Pengeluaran energi mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan air bersih pada PDAM X.
3. Jumlah tanggungan keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan bersih pada PDAM X.
4. Sumber air lainnya mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan air bersih pada PDAM X.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan total keluarga terhadap permintaan air bersih pada PDAM X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengeluaran energi terhadap permintaan air bersih pada PDAM X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tanggungan keluarga terhadap permintaan air bersih PDAM X.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengaruh sumber air lainnya terhadap permintaan air bersih pada PDAM X.
Adapun yang menjadi manfaat daripada penulisan ini adalah :
1. Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca lainnya tentang faktor-faktor permintaan air bersih X Kabupaten X dan bagaimana pengaruh yang ditimbulkan.
2. Dapat digunakan sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambil keputusan di masa yang akan datang dan juga sebagai bahan referensi.
3. Dapat menjadi bahan informasi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
4. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau bagi instansi-instansi yang terkait.

1.5. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, metode penelitian, metode pengambilan sampel, metode analisis data dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Berisi tentang penelitian sebelumnya yang erat kaitannya dengan penelitian ini, teori permintaan, fungsi permintaan, elastisitas permintaan, hukum permintaan, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan oleh tingkat harga barang lain, tingkat harga barang sendiri, pendapatan, distribusi pendapatan, selera, jumlah penduduk, ekspektasi, serta rumah tangga sebagai konsumen.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan metode estimasi data yang digunakan dalam penelitian ini serta pengujian-pengujian yang akan dilakukan terhadap hasil estimasi data yang diperoleh.
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
Berisi tentang hasil yang didapatkan dari pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap hasil estimasi data serta menguraikan tentang data yang telah dikumpulkan melalui kuisioner, selanjutnya dianalisis dengan metode yang telah ditentukan, dari analisis yang ada kemudian diinterpretasikan sehingga dapat ditemukan suatu kesimpulan sebagai penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis data yang telah dilakukan dan implikasi dari hasil penelitian.
SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH BESERTA PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN X

SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH BESERTA PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN X

(KODE : EKONPEMB-0008) : SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH BESERTA PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Hakekat pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah terwujudnya kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Artinya bahwa dengan adanya proses pembangunan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari waktu ke waktu diharapkan adanya perubahan yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, politik dan keamanan. Berbagai ukuran tersebut pada dasarnya berpangkal tolak pada tingkat perekonomian. Oleh karena itu untuk program pembangunan daerah lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi.
Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan dan keleluasaan yang lebih luas bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sebagai pelaksana dan promotor pembangunan di daerah untuk mengatur dan menentukan sendiri kegiatan pembangunan wilayah yang sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat setempat. Tentu saja arah dan pola pembangunan daerah tetap mendukung dan mengacu pada pedoman, arah dan haluan pembangunan nasional yang telah dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas), (BPS, Pendapatan Regional Kabupaten X Tahun 2003).
Selanjutnya sebagai komitmen Pemkab X terhadap kesejahteraan masyarakat X khususnya sebagai kontribusi pada kesejahteraan nasional umumnya dilakukan dengan pelaksanaan pembangunan wilayah yang terencana, terarah dan berkesinambungan berdasarkan pada pedoman Propenas (Program pembangunan Nasional), Propeda (Program Pembangunan Daerah), Renstrada (Rencana Strategis Daerah) dan Repetada (Rencana Pembangunan Tahunan Daerah).
Berbicara mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai otonomi daerah. Otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Dalam menghadapi kondisi otonomi daerah, maka Kabupaten X harus memiliki kesiapan dan kemantapan sumber-sumber dana bagi pembiayaan pembangunan yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan Kabupaten X menjadi daerah yang mandiri dari ketergantungan pemerintah pusat. Oleh karena itu dengan meninjau kembali pertumbuhan ekonomi di Kabupaten X yang yang tidak banyak diikuti dengan pertumbuhan pengeluaran pembangunannya, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten X.
Berdasarkan pada Pendapatan Regional Kabupaten X Tahun 2002, dapat diketahui bahwa program-program yang dijalankan pemerintah daerah telah menunjukkan hasil yaitu berdasar pada penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku yang tercatat di Kabupaten X selama lima tahun dari 2000-2004 yaitu pada tahun 2000 ke tahun 2001 sebesar 12,87 persen, sedangkan pertumbuhan tahun berikutnya hingga tahun 2004 masing-masing adalah 12,33 persen; 9,20 persen dan 10,55 persen.
Angka-angka pertumbuhan yang telah tercapai tersebut tidak menjadikan pemerintah daerah menjadi puas dan berdiam diri. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat X sangat dibutuhkan adanya peran aktif pemerintah Kabupaten X dalam mengelola keuangan daerah dan pendapatan asli daerah. Berdasarkan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten X Tahun 2000 sampai dengan 2004, peningkatan pendapatan asli daerah dari Rp. 8,41 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp. 16,48 miliar pada tahun 2001 atau meningkat 95,96 persen. Sementara pendapatan asli daerah tahun 2002 sebesar Rp. 26,18 miliar, sehingga peningkatannya sebesar 58,88 persen dibanding pendapatan asli daerah tahun 2001. Selanjutnya untuk tahun 2003 dan 2004 besar pendapatan asli daerah sebesar Rp. 28,46 miliar dan Rp. 30,79 miliar sehingga menimbulkan pertumbuhan sebesar 8,69 persen dan 8,20 persen.
Seiring dengan kondisi tersebut mendorong pemerintah daerah Kabupaten untuk terus berupaya menggerakkan perekonomian dengan menggunakan pengeluaran pembangunan secara efektif dan efisien. Jumlah belanja pembangunan tahun 2000-2004 yaitu sebesar Rp. 18,72 miliar, Rp. 78,29 miliar, Rp. 131,92 miliar, Rp. 71,78 miliar dan Rp. 45,77 miliar dari jumlah pengeluaran pembangunan tersebut menghasilkan pertumbuhan dari tahun ke tahun yaitu selama tahun 2000-2004 yaitu masing-masing adalah 318,20 persen; 68,50 persen; -45,58 persen dan -36,23 persen.
Berangkat dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH BESERTA PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN X".

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah beserta pengeluaran pembangunan di Kabupaten X ?
2. Seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah beserta pengeluaran pembangunan di Kabupaten X ?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi fluktuasi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten X ?

C. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas istilah dan menghindari salah tafsir dari pembaca, maka diperlukan penegasan istilah. Penegasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999 : 1).
Berdasarkan pengertian di atas pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertumbuhan output regional yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita yang mendorong kegiatan ekonomi lainnya dan pada gilirannya akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan serta peluang berusaha dalam waktu jangka panjang.
Kemudian sebagai salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang pengertiannya adalah seluruh nilai produksi kotor baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang beroperasi dalam suatu wilayah, biasanya dihitung pada suatu periode tertentu (BPS, Pendapatan Regional Kabupaten X Tahun 2003 : 7).
2. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 33 Tahun 2004 : 213). Sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang ini terdiri dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
3. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang non konsumtif berbentuk investasi dari proyek-proyek, baik dalam bentuk proyek fisik maupun non fisik (Said Hamid Hasan, 1994 : 235).

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten X.
2 Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pengeluaran pembangunan di Kabupaten X.
4 Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pengeluaran pembangunan di Kabupaten X.
5 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten X.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Manfaat Ilmiah
1. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan pembangunan daerah.
2. Bagi peneliti, sebagai wahana latihan pengembangan kemampuan dalam bidang penelitian dan penerapan teori yang peneliti dapatkan di perkuliahan. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dalam hal pelaksanaan pembangunan daerah.
Manfaat Praktis
Bagi pemerintah Kabupaten X, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dan pedoman dalam pengambilan kebijakan-kebijakan dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah.