Search This Blog

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN MAKRO TERHADAP PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA SUNDA ANAK USIA TK

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN MAKRO TERHADAP PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA SUNDA ANAK USIA TK

(KODE : PG-PAUD-0010) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN MAKRO TERHADAP PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA SUNDA ANAK USIA TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan anak, dengan bahasa anak dapat berinteraksi dengan orang lain dan menemukan banyak hal baru dalam lingkungan tersebut. Dengan bahasa juga anak mampu menuangkan suatu ide atau gagasan terhadap keinginannya tersebut. Menurut (Mossofa, 2008 : 14) Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karena itu perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata.
Hartini (Cahyaningsih, 2009 : 2) mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan anak. Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi lisan yang tepat guna, artinya bahasa itu harus dapat dipahami oleh orang lain.
Kemampuan bahasa anak usia 4-5 tahun berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak lebih dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan sebagai alat berkomunikasi. Anak usia tersebut dapat mengucapkan kata-kata yang mereka gunakan, dapat menggabungkan beberapa kata menjadi kalimat yang berarti, namun menurut Hurlock (1990 : 190) "kemampuan berkomunikasi pada anak usia prasekolah dengan orang lain masih dalam taraf rendah. Masih banyak kosakata yang harus dikuasai untuk dapat menggunakan bahasanya dengan baik.
Pembendaharaan kosakata berperan penting dalam pengembangan bahasa. Menurut Hurlock (1990 : 113) usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat sedangkan menurut Hurlock (1990 : 151) mengemukakan bahwa salah satu tugas utama dalam belajar berbicara ialah anak harus dapat meningkatkan jumlah kosakata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi karena banyak kata yang memiliki arti lebih dari satu dan sebagian kata bunyinya hampir sama, tetapi memiliki arti yang berbeda, maka meningkatkan kosakata jauh lebih sulit dari pada mengucapkannya sehingga diperlukan adanya suatu peningkatan kosakata pada anak yang dapat menunjang pada perkembangan berbicara.
Menurut Dhieni dkk (2005 : 3.1) anak usia 4-5 tahun dapat mengembangkan kosakata secara mengagurukan. Sedangkan menurut Owens (Dhieni, 2005 : 3.1), anak pada usia tersebut memperkaya kosakatanya melalui pengulangan. Dalam menggunakan kosakata tersebut, anak menggunakan fast mapping atau suatu proses dimana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam percakapan. Pada masa kanak-kanak awal inilah anak mulai mengkombinasikan suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Selain itu, Dhieni dkk (2005 : 3.1) juga mengungkapkan bahwa anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900 sampai 1000 kosakata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang dapat membentuk kalimat pernyataan, tanya, dan perintah. Pada usia 5 tahun pembicaraan anak mulai berkembang dimana kosakata yang digunakan lebih banyak dan rumit. (Dhieni dkk, 2005 : 3.1)
Dalam hal ini peningkatan kosakata Anak Usia Dini khususnya kosakata Bahasa Indonesia sangat penting, namun bukan hanya kosakata Bahasa Indonesia saja yang harus dikuasai dan terus ditingkatkan oleh anak, kosakata Bahasa Daerah pun, khususnya kosakata Bahasa Sunda perlu ditingkatkan dan dikuasai oleh Anak Usia Dini. Hal ini dikarenakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dan sebagai pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda yang harus diperkenalkan kepada anak. Bahasa Sunda merupakan alat komunikasi etnik sunda. selain itu bahasa Sunda juga sebagai alat pengembang dan pendukung kebudayaan Sunda. Para ahli bahasa telah banyak meneliti dan membuktikan bahwa bahasa Sunda disamping sebagai bahasa resmi kedua setelah bahasa Indonesia, juga menjadi pendukung bahasa nasional. Bahasa Sunda menjadi bahasa ibu hingga kini dijadikan sebagai bahasa pengantar disekolah dasar dijabar pada tingkat permulaan.
Namun pada kenyataannya di Taman Kanak-Kanak penggunaan Bahasa Sunda jarang sekali digunakan. Begitupun dengan masyarakat, sebagian masyarakat belum sadar akan pentingnya bahasa sunda, para Orang Tua lebih senang apabila anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Hal ini menyebabkan banyak anak yang belum bisa menggunakan Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan rumah maupun dilingkungan sekolah.
Hal ini diperkuat oleh Ajip Rosidi (Harian Umum Pikiran Rakyat) dalam Martini (2009 : 7) yang mengemukakan bahwa :
"....bahasa Sunda sekarang sedang dalam proses kematian, karena kita saksikan orang Sunda secara perlahan-lahan sedang menjalankan pembunuhan terhadap bahasa Sunda sebagai bahasa Ibunya. Kita saksikan kian banyak orang Sunda yang tidak mau bercakap-cakap dengan bahasa Sunda, walaupun sesama orang Sunda. Kita juga saksikan umumnya orang Sunda kalau mau bercakap-cakap tentang hal tertentu lalu beralih kode ke bahasa Indonesia atau bahasa lain. Bahasa Sunda dianggap tidak cukup terhormat untuk menyampaikan pikirannya."
Selain itu Koran Harian Kompas Bandar Lampung dalam Martini (2009 : 7) melaporkan bahwa sebanyak 726 dari 746 bahasa Daerah di Indonesia terancam punah karena generasi muda tidak mau memakai bahasa tersebut. Bahkan kini hanya tersisa 13 bahasa Daerah yang memiliki jumlah penutur diatas 1 juta orang, itupun sebagian besar generasi tua.
Mengingat bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dan sebagai pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda yang harus diperkenalkan kepada anak, maka pendidikan TK sebagai lembaga pendidikan awal bagi anak harus berupaya untuk membangkitkan kembali minat terhadap penggunaan bahasa Sunda.
Saat Ini di TK, bahasa Sunda kurang menjadi perhatian guru dan dalam pelaksanaan pembelajarannya kurang optimal, hal tersebut dapat terlihat dari jarangnya penggunaan media yang kurang bervariasi yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa Sunda anak dan kurangnya kesadaran dari guru akan pentingnya bahasa daerah. Seperti yang terjadi di TK X, berdasarkan hasil observasi sebelumnya masih banyak anak yang pasif dan diam ketika diajak bicara menggunakan bahasa sunda, bahkan kebanyakan dari mereka tidak bisa berbahasa Sunda.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan di TK dalam mengembangkan bahasa daerah salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan metode pembelajaran. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Sunda khususnya dalam penguasaan kosakata adalah metode bermain peran.
Bermain peran ini diambil karena dalam metode bermain peran ada interaksi yang melibatkan anak dengan teman sebayanya. Dengan metode ini anak-anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan bertukar ide, hingga meningkatkan kelancaran berbicara dan memperkaya kosakatanya.
Seperti penelitian yang dilakukan Arixs, (Cahyaningsih, 2009 : 5) tentang penerapan metode belajar sosiodrama atau bermain peran terhadap siswa PAUD di Denpasar Bali, menyimpulkan bahwa sekitar 90% materi pembelajaran dapat diserap anak-anak dengan menggunakan metode belajar sosiodrama, dan 65% maateri pelajaran dapat diserap oleh anak-anak dengan metode belajar konvensional.
Hamalik (Cahyaningsih, 2009 : 5) juga menyatakan bahwa metode bermain peran dapat mendorong siswa untuk mempelajari masalah-masalah sosial yang dapat memupuk komunikasi antar insani dikalangan siswa di kelas. Melalui kegiatan bermain peran siswa akan aktif membicarakan masala-masalah yang ditemuinya, menginformasikan hasil pengalaman melalui kegiatan berbicara. Begitu pula dikemukakan oleh Delpie (Cahyaningsih, 2009 : 5) tentang bentuk-bentuk permainan yang dapat dipakai sebagai intervensi pembelajaran salah satunya yaitu bermain pura-pura atau bermain peran adalah suatu bentuk permainan yang dilakukan oleh anak dengan menggunakan imajinasi agar membantu dalam pengembnagan daya berpikir dan kemampuan berbahasa.
Menurut Masitoh (Cahyaningsih,2009 : 5) bermain peran adalah salah satu metode pembelajaran yang bertujuan untuk mendorong anak berkomunikasi walaupun dengan bahasa yang terbatas menggunakan komunikasi verbal, seperti gerakan tubuh dan ekspresi muka juga melibatkan anak dari berbagai tingkatan melalui anggota tubuh mereka, pikiran, emosi, interaksi social dan bahasa.
Masitoh (Cahyaningsih, 2009 : 5) juga menjelaskan bahwa melalui bermain peran anak memperoleh kesempatan untuk berbagi peran-peran interaktif. Misalnya guru-murid, pedagang-pembeli, dokter-pasien. Selain itu juga anak dituntut untuk mampu beradaptasi dengan peran yang dimainkannya, responsif terhadap akting temannya, terampil berkomunikasi secara efektif mampu menerima kritik bila respon yang diberikan tidak sesuai dengan ekspektasi temannya.
Dalam kehidupan anak TK bermain peran atau bermain pura-pura mempunyai beberapa fungsi, antara lain untuk : menghindari keterbatasan kemampuan yang ada. Mengatasi larangan-larangan, dan menjadi pengganti berbagai hal yang tidak terpenuhi, menghindarkan diri dari hal-hal yang menyakitkan hati, menyalurkan perasaan negatif yang tidak mungkin dapat ditampilkan.
Menurut Moeslichatoen (Cahyaningsih, 2009 : 6) bermain peran atau bermain pura-pura lebih banyak dilakukan oleh anak yang kurang pandai menyesuaikan diri daripada oleh anak yang pandai menyesuaikan diri. Bermain pura-pura sendiri dapat dibedakan dalam bentuk :
a. minat pada personifikasi, misalnya berbicara pada boneka atau benda-benda mati
b. bermain pura-pura dengan menggunakan peralatan, misalnya minum dengan menggunakan cangkir kosong
c. bermain pura-pura dalam situasi tertentu, misalnya situasi kehidupan sehari-hari dalam keluarga, situasi di tempat praktek dokter yang mengobati anak sakit, dan sebagainya.
Bentuk kegiatan bermain peran atau bermain pura-pura merupakan cermin masyarakat disekitarnya dalam kehidupan sehari-hari. Segala sesuatu yang dilihat dan didengar akan terulang dalam kegiatan bermain pura-pura tersebut.
Kegiatan bermain peran ini terbagi dalam dua jenis kegiatan bermain. Pertama bermain peran besar (Makro) yang memerlukan kostum dan perlengkapan sesuai yang diperankan anak. Kedua, bermain peran kecil (Mikro) yang memerlukan peralatan tiruan (mainan).
Hal ini sesuai dengan pendapat Erickson (Ryolitta,2009 : 8) bahwa "teori bermain peran terbagi menjadi dua jenis, yaitu bermain peran mikro atau ukuran kecil dan bermain peran makro atau ukuran sesungguhnya”.
Selain itu menurut Khoirudin (2010) bermain peran mikro adalah kegitan bermain peran atau roleplay dengan menggunakan bahan-bahan main berukuran kecil seperti rumah boneka lengkap dengan perabotannya dan orang-orangan sehingga anak dapat memainkannya, atau rangkaian kereta api dengan rel dan jalan, dengan mobil, lapangan pesawat udara, kebun binatang, kemudian anak memainkanya lengkap dengan skenario yang biasanya disusun seketika dan dimainkannya bersama teman-temanya. Sedangkan bermain peran makro adalah main peran seasungguhnya dengan alat-alat main berukuran sesungguhnya dan anak dapat menggunakannya untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, misalnya main dokter-dokteran maka alat permainan yang digunakan antara lain stetoskop mainan ukuran besar, replica jarum suntik, buku resep dan ball point, meja pendaftaran, petugas pendaftaran, perawat yang membantu dokter, kamar periksa dan sebagainya yang semuanya dalam ukuran besar dan dapat dipergunakan seperti kegiatan sesungguhnya. dalam skala besar misalnya kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, meja belajar, garasi, dan sebagainya dan anak-anak ada yang berperan sebagai bapak, ibu, kakak, adik, dan sebagainya.
Kegiatan bermain peran yang akan dilaksanakan di TK X adalah kegiatan bermain peran makro, dimana anak akan memerankan sebagai tokoh-tokoh tertentu, seperti pedagang, guru, dokter, dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini untuk meneliti mengenai "Efektivitas Penggunaan Metode Bermain Peran Makro terhadap Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Sunda Anak Usia Taman Kanak-kanak"
Penelitian ini akan dilakukan di TK X dengan pertimbangan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti masih ditemukannya anak yang kosakata Bahasa Sundanya terbatas.

B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagi berikut :
1. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Sunda anak sebelum diberikan metode pembelajaran bermain peran di TK X?
2. Bagaimana penguasaan kosakata bahasa Sunda anak sesudah diberikan metode pembelajaran bermain peran di TK X?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kosakata Bahasa Sunda anak sebelum dan sesudah diberikannya metode bermain peran?

C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Memperoleh informasi yang empiris tentang pengaruh penggunaan metode bermain peran terhadap peningkatan kosakata bahasa Sunda anak.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kosakata bahasa Sunda anak sebelum diberikannya metode bermain peran.
2. Untuk mengetahui kosakata bahasa Sunda anak sesudah diberikannya metode bermain peran.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada kosakata bahasa Sunda anak sebelum dan sesudah diberikan metode bermain peran.
SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME (BCCT) TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DI PLAY GROUP PLUS X

SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME (BCCT) TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DI PLAY GROUP PLUS X

(KODE : PG-PAUD-0009) : SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME (BCCT) TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DI PLAY GROUP PLUS X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa usia dini adalah the Golden Ages atau periode keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini, di mana semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, dan masa bermain.
Konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli Neurologi (ilmu tentang susunana dan fungsi saraf) yang menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode keemasan tersebut hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga, masyarakat dan bangsa jika mengabaikan masa-masa penting yang berlangsung pada anak usia dini.
Ada beberapa pendapat mengenai batasan masa anak. Batasan yang digunakan oleh The National Association For The Education Of Young Children (NAEYC) adalah yang dimaksud dengan Early chilhood (anak masa awal) yaitu anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun, preschol adalah anak antara usia 1-3 tahun dan usia masuk kelas satu biasanya antara usia 3-5 tahun. sementara pengertian toddler (masih pendapatnya NAEYC) ialah anak yang mulai berjalan sendiri sampai dengan usia tiga tahun. Sedangkan Kindergarten secara perkembangannya meliputi anak usia 4-6 tahun.
Menurut Biecheler dan Snowman bahwa anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun yang biasanya mengikuti program prasekolah dan Kindergarten. Dalam pandangan mutakhir di negara maju, istilah anak usia dini (Early Chilhood) adalah anak yang berkisar antara usia 0-8 tahun. Bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak SD kelas rendah (1-3), taman kanak-kanak (kindergarten), kelompok bermain (play Group), dan anak masa bayi. Masa kanak-kanak dalam hal ini dipandang sebagai masa anak usia 4-6 tahun. Sedangkan berdasarkan UU No. 22 Tahun 2003 Pasal 28 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berumur 0-6 tahun. UU No.20 Tahun 2003 pasal itu juga menyebutkan bahwa, (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal berbentuk Play Group (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; dan (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia dini merupakan periode yang perlu mendapatkan penanganan sedini mugkin. Maria montessori berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Erik H. Erikson juga memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative yang mana pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Mansyur juga berpendapat bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir sampai enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional, dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembangan secara optimal.
Ditinjau dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada usia dini menempati posisi yang paling vital, yakni meliputi 80% perkembangan otak. Masa anak-anak pun sangat identik dengan masa bermain. Bermain bagi anak-anak merupakan suatu hal yang tidak bisa dilewatkan, tetapi pada dasarnya dengan bermainan anak mengembangkan segala kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, anak memiliki kebutuhan yang sangat besar terhadap teman sebaya sebagai teman bagi dia dalam melakukan suatu permainan. Pada saat ini pula anak bersifat aktif dan energik seolah tidak pernah merasa lelah, bersifat ekploratif dan berjiwa petualang.
Pada umur anak usia dini merupakan masa dimana mulai tumbuh rasa agama dalam kepribadian anak dan terbentuknya dasar nilai moral yang baik serta mulai terbinanya sikap positif pada agama. Sehinga dengan ini pengenalan dan penanaman konsep aqidah, ibadah dan intelektual yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang fitri pada anak usia dini ini akan menjadi pondasi dan pembimbing baginya untuk menghadapi kehidupannya kelak. Ajaran agama Islam bukan suatu pengetahuan yang cukup hanya diketahui dan dihafal, tetapi harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya setiap agama mengajak umatnya untuk memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Ciri khusus tumbuh kembang anak pada usia dini ini memiliki efek yang sangat besar terhadap cara mendidik anak pada usia ini. Sedangkan pada realitanya, saat ini program pendidikan anak usia dini hanya terfokus pada peningkatan akademik, baik dalam hafalan-hafalan maupun kemampuan baca, tulis, dan hitung, yang pada pelaksanaannya seringkali mengabaikan tahap perkembangan anak. Banyaknya pelangaran hukum, pelangaran norma masyarakat dan agama, aksi anarkisme, penyimpangan sek, banyaknya siswa-siswa sekolah yang susah diajak belajar, dan lain sebagainya bisa diakibatkan oleh penyelenggaraan pendidikan yang kurang memperhatikan tahapan perkembangan anak, sehingga proses belajar yang dirasakan oleh anak adalah di bawah tekanan bukan sesuatu yang menarik dan penting bagi dirinya. Padahal yang terpenting pada pendidikan anak usia dini ini adalah memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai, agar anak pada saatnya memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam melaksanakan proses pendidikan selanjutnya.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Maka dari itu Pendidikan anak harus selalu dikedepankan jika memang sebuah bangsa mau menjadikan bangsanya lebih maju dari sebelumnya, atau minimal mempertahankan segi positip dari apa yang sudah ada sebelumnya. Disini, peranan orang tua, guru, dan masyarakat umumnya, harus mulai memikirkan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak tersebut. Pembentukan karakter bangsa dan kehandalan sumber daya manusia ditentukan oleh bagaimana memberikan perlakuan yang tepat kepada anak. Stimulasi yang diberikan pada anak usia dini akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan anak serta sikap dan perilaku sepanjang rentang kehidupannya.
Salah satu usaha untuk mencetak generasi yang selalu mau belajar dan mengembangkan segala kemampuan yang ada pada diri dan sesuai dengan perkembangannya adalah dengan pendekatan beyond centers and circle time.
Pendekatan Beyond Centers And Circle Time (BCCT) atau pendekatan "sentra dan lingkungan" merupakan pendekatan penyelengaraan PAUD yang diadopsi dari Cretive Center for Chilhood Reasearch and Training (CCCRT) yang berkedudukan di Florida, Amerika Serikat. CCCRT meramu kajian teoritik dan pengalaman empirik dari berbagai pendekatan. Dari Montessori, Highscope, Head Start, dan Reggio Emilia. CCCRT dalam kajiannya telah diterapkan di Creative Pre School selama lebih dari 33 tahun.
Di Indonesia, BCCT kali pertama diadaptasi oleh TK Istiqlal Jakarta berlatar belakang Islam yang dipimpin oleh Nibras binti Nor Salim. Beliau pernah terbang langsung ke CCCRT Florida melakukan riset selama tiga bulan.
Pendekatan ini terfokus pada anak yang pada proses pembejarannya berpusat di sentra main. Pembelajaran disini dilakukan dengan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain.
Salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang mengalami pertumbuhan dengan pesat adalah Play Group Plus dengan berbagai sebutan lain seperti Taman Bermain atau Play Group. Play Group sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (pasal 28) merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang terdapat di jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Aturan yuridis ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan Play Group kedudukannya setara dengan penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak yang juga mengelola anak usia 4 tahun sampai usia 6 tahun dan berada dalam jalur pendidikan formal.
Diantara berbagai lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia yaitu Play Group Plus X yang merupakan salah satu lembaga pendidikan penyelengara PAUD yang telah menerapkan metode Beyond Centres And Cilcles Time (BCCT).
Dari uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul "Pengaruh Metode Pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) Terhadap Perkembangan Anak Usia Dini di Play Group Plus X".

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada penjelasan dalam latar bclakang diatas, maka penelitian memerlukan rumusan masalah sebagai acuan dalam meneliti, untuk menentukan sasaran dalam penelitian. Dalam penelitian kami merumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) di Play Group Plus X Kecamatan X ?
2. Bagaimana perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X Kecamatan X?
3. Apakah metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) berpengaruh terhadap perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) di Play Group Plus X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) terhadap perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam skripsi ini adalah :
1. Bagi peneliti :
a. Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti serta tambahan pengetahuan sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri dalam research ilmiah.
b. Untuk memenuhi beban SKS dan sebagai bahan penyusunan skripsi serta ujian munaqosah yang merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.
2. Bagi Obyek Penelitian
a. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran dengan memberikan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak usia dini sehingga anak dapat mencapai perkembangan yang ideal.
b. Membantu guru dalam mengefektifkan pembelajaran di Play Group Plus khususnya di Play Group Plus X.
c. Sebagai sumbangan khasanah keilmuan dalam bidang pendidikan dan khususnya pendidikan anak usia dini.
3. Sebagai sumbangan kepada IAIN X khususnya kepada perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan sebagai kontribusi hasanah intelektual pendidikan.

E. Sistematika Pembahasan
BAB I : Membahas tentang : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis, batasan masalah, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : Membahas tentang : Kajian Teoritis Metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time, Perkembangan anak usia dini, serta Pengaruh metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time terhadap perkembangan anak usia dini.
BAB III : Membahas Laporan Penelitian yang meliputi : Gambaran umum obyek penelitian, Penyajian data dan analisis data terkait Play Group Plus X.
BAB IV : Kesimpulan, saran-saran serta penutup.
SKRIPSI PENGARUH METODE CANTOL ROUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TK

SKRIPSI PENGARUH METODE CANTOL ROUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TK

(KODE : PG-PAUD-0008) : SKRIPSI PENGARUH METODE CANTOL ROUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang untuk mengutarakan perasaan yang sedang dialaminya, sehingga beban hidupnya dapat terasa lebih ringan. Bahasa juga dapat merupakan beberapa simbol baik verbal maupun visual yang dapat anak gunakan untuk mendapatkan pemahaman suatu informasi bam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membaca informasi tersebut di buku atau majalah dan dapat didengar melalui radio atau media elektronik. Menurut Yunus (2005 : 118) Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang biasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Dhieni et al (2005 : 1.8) menyatakan bahwa bahasa mencakup cara berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dapat diekspresikan melalui simbol seperti tulisan, lisan, lukisan, isyarat maupun mimik wajah atau body language yang dapat menggambarkan perasaan seseorang. Sejalan dengan itu, Sofa (2008 : 1) menyatakan bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni.
Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh DEPDIKBUD (1996 : 3) bahwa bahasa berfungsi sebagai, (1) Alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan (2) Alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak (3) Alat untuk mengembangkan ekspresi anak (4) Alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.
Anak usia dini sebenarnya belum mampu menguasai kata-kata, dengan kemampuannya yang sedang berkembang pesat, anak usia dini mulai mengerti dan memahami satu per satu makna kata, dan apa yang dikatakan oleh orang dewasa. Selain dapat berkomunikasi dengan orang dewasa, anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1993 : 192) bahwa hal-hal yang dibicarakan oleh anak sangat dipengaruhi oleh umur, luas pengalaman, dan pola kepribadian mereka. Anak terutama membicarakan mengenai dirinya sendiri, kegiatan, dan keluarga mereka, serta hubungan mereka dengan keluarga lain.
Dalam suatu lingkungan sekolah maupun masyarakat, bila ada satu orang anak yang sudah mampu untuk mengucapkan huruf "R" dengan jelas, pasti akan ada anak yang belum mampu mengucapkan huruf "R" seperti anak yang pertama. Menurut Handayani (2004 : 11.1) setiap anak itu berbeda, dalam satu sekolah ada beberapa orang anak yang berada pada rentang usia yang sama tetapi tahapan perkembangan mereka berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan berbahasa anak. Menurut Petty dan Jensen (Handayani, 2004 : 11.8) ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan berbahasa anak, yaitu : (1) berbedanya cara anak mempelajari bahasa tersebut (2) berbedanya jenis bahasa yang dipelajari anak (3) berbedanya karakteristik anak (4) berbedanya lingkungan tempat proses pembelajaran bahasa itu terjadi.
Salah satu perkembangan bahasa yang harus dikuasai oleh anak adalah membaca. Pratiwi (2007 : 1.27) menyatakan perkembangan bahasa khususnya membaca merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh anak dengan baik. Membaca itu sangat penting untuk pengembangan dan pemeliharaan kehidupan suatu masyarakat. Membaca merupakan dasar bagi manusia untuk mencapai puncak suatu kesuksesan. Hal ini sejalan dengan pendapat Leonhardt (Dhieni et al, 2005 : 5.2) bahwa membaca sangat penting bagi anak. Anak yang gemar membaca akan memiliki rasa kebahasaan yang tinggi sehingga perkembangannya dalam berbicara, menulis dan memahami gagasan-gagasan yang rumit dapat lebih baik.
Menurut Yunus (2007 : 1.5) Membaca adalah kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis seperti buku, artikel, modul, surat kabar, atau media tulis lainnya. Membaca itu bukan sekadar memahami simbol-simbol tulisan, tetapi juga harus membangun makna, memahami tulisan, gambar dan maknanya. Oleh karena itu membaca disebut kegiatan aktif. Sependapat dengan Yunus, Goodman (Setiawan & Budi, 2006 : 7.2) menyatakan bahwa membaca bukan hanya sekedar membunyikan huruf-huruf tetapi memberi makna pada tulisan.
Kegemaran membaca harus dikembangkan sejak dini, karena bila anak gemar membaca itu akan membawa pengaruh yang positif bagi kehidupannya di masa depan. Anak usia Taman Kanak-kanak sesungguhnya sudah dapat diajarkan untuk membaca. Membaca dan menulis itu seperti permainan yang sangat menyenangkan bagi anak, dan penerapan membaca dini sangat cocok diterapkan pada anak usia prasekolah. Tetapi orang tua maupun pendidik harus dapat melihat karakteristik dan kesiapan anak untuk diajarkan membaca. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tom dan Sobol (2003 : 26) bahwa anak yang sudah memiliki kesiapan membaca di Taman Kanak-kanak akan lebih percaya diri dan penuh kegembiraan.
Membaca dini merupakan salah satu persiapan bagi anak Taman Kanak-kanak agar dapat membaca kata-kata sederhana, mengetahui tulisan, dan makna katanya. Membaca dini dapat menimbulkan dampak positif bagi perkembangan bahasa anak untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Soutgate : 1972, Steinberg : 1982, Smith : 1990, dan Tampubolon : 1993 (Ruspitasari, 2006 : 2) mengemukakan bahwa "membaca dini adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah". Program ini menumpukan perhatian pada perkataan-perkataan utuh dan bermakna dalam konteks pribadi anak-anak. Bahan yang diajarkan diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran.
Pada dasarnya pelajaran membaca tidak diperkenankan di tingkat Taman Kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan kata dasar yang dikenalkan setelah anak berada di kelompok B. Akan tetapi, pada saat ini hal tersebut menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah dasar sulit diikuti jika anak-anak lulusan TK belum mendapat pelajaran membaca. Karena tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca dini bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami kesulitan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran membaca dini bagi anak Taman Kanak-kanak dapat diberikan melalui permainan, dan banyak cara yang dapat dilakukan oleh pendidik maupun orang tua untuk mengembangkan kemampuan membaca dini bagi anak usia prasekolah. Berbagai metode banyak dikembangkan di Taman Kanak-kanak dan salah satunya adalah metode cantol roudhoh.
Metode cantol roudhoh salah satu metode yang dikembangkan untuk mengajarkan anak membaca melalui lagu, dengan begitu anak lebih mudah untuk mengingat berbagai macam simbol huruf. Anak-anak cukup mengenal dan mengingat 21 nama cantolan, dalam metode cantol roudhoh terdapat berberapa media untuk anak belajar membaca, seperti VCD lagu yang berisi tentang cantolan dengan suku katanya, VCD penuntun yang memperkenalkan anak pada 19 kelompok barisan, lingkaran cantol adalah media untuk mengevaluasi anak terhadap penguasaan kelompok suku kata, dan kartu bacaan sebagai penguasaan akhir anak membaca.
Rinta (2009 : 1) Metode cantol roudhoh merupakan salah satu teknik yang dikembangkan "Quantum Learning' dalam penerapannya, metode ini bersosialisasi dalam persamaan bunyi dan bentuk visual. Dalam mengajarkan membaca teknik-teknik tersebut sangat diperlukan untuk mempermudah anak dalam mengingat simbol-simbol huruf. Pengenalan membaca yang efektif adalah mengenalkan seluruh bunyi suku kata dasar yang menjadi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dan tahap selanjutnya adalah "kata" yang dikenalkan kepada anak.
Menurut Dian Rinta (2009 : 2) Metode membaca cantol roudhoh adalah sebuah metode membaca yang berpegang pada prinsip dengan mengembangkan aspek visual, auditurial dan kinestetik yang didalamnya terdapat unsur warna, gambar, nada, irama, dan rasa nyaman. Lagu merupakan salah satu unsur didalamnya. Metode ini mempermudah anak hanya dengan mengingat 21 cantolan beserta kelompok suku katanya yang mudah dihafal dalam bentuk lagu, sehingga metode ini sangat mudah sekali diserap oleh anak-anak prasekolah.
Penerapan metode cantol roudhoh dalam pembelajaran dapat membuat anak tertarik dan anak mau berlama-lama untuk belajar membaca, serta dapat menciptakan suasana yang menarik dan menyenangkan. Sebagaimana yang dikemukakan Budi (2008 : 1) yaitu belajar dengan metode "Cantol Roudhoh" membuat anak-anak usia tiga hingga delapan tahun menjadi betah berlama-lama belajar membaca, sebab tidak ada paksaan ataupun hukuman. Metode ini hanya memerlukan gambar-gambar yang menarik perhatian anak dan yang paling penting menciptakan suasana nyaman serta menyenangkan bagi anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) untuk meningkatkan kemampuan membaca anak dengan menggunakan metode cantol roudhoh terhadap anak kelompok A1 Taman Kanak-kanak TK ABA. Membuktikan bahwa : (1) Penerapan metode cantol roudhoh dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas A1 TK ABA. Pada saat sebelum dikenai tindakan, sebagian besar siswa tidak mengalami kemajuan, tetapi mereka mengalami kemajuan pesat setelah dikenai tindakan dengan metode cantol roudhoh. Hal ini terbukti adanya peningkatan keterampilan membaca siswa setelah dilakukan tindakan. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan membaca siswa adalah tes membaca; (2) Penerapan metode cantol roudhoh dapat meningkatkan motivasi, perhatian, dan keaktifan siswa kelas A1 di TK ABA.
Berdasarkan hasil observasi awal terhadap guru di Taman Kanak-kanak Islam X Kota X, metode cantol roudhoh belum pernah digunakan dalam aktivitas pembelajaran perkembangan bahasa anak, khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca dini. Metode yang digunakan untuk pembelajaran membaca di Taman Kanak-kanak tersebut hanya menggunakan metode konvensional berupa buku paket membaca, majalah, dan pengenalan huruf secara terpisah, sehingga anak merasa aktivitas membaca sangat membosankan dan terkesan "dipaksakan".
Kondisi akhir-akhir ini, orang tua mengharapkan anak usia prasekolah itu sudah dapat membaca, menulis dan berhitung atau yang lebih dikenal dengan "CaLisTung”. Seperti yang dikatakan oleh Teale dan Sulzby (Setiawan & Budi, 2006 : 7.2) bahwa mereka mengatakan kita tidak dapat menerapkan metode baca-tulis untuk anak SD di Taman Kanak-kanak karena pembelajaran tradisional yang biasa digunakan di kelas satu, tidak sesuai untuk anak kecil (anak di bawah kelas satu SD).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian difokuskan pada "Pengaruh Metode Cantol Roudhoh Terhadap Kemampuan Membaca Dini Anak TK".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "pengaruh metode cantol roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak" dan secara lebih rinci, rumusan masalah akan diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana profil awal kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Taman Kanak-kanak Islam X ?
2. Bagaimana profil akhir kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Taman Kanak-kanak Islam X ?
3. Apakah terdapat pengaruh dari penggunaan metode Cantol Roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Dengan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum tentang penggunaan metode Cantol Roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak di TKI X.
2. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui profil awal kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol TK Islam X.
2. Mengetahui profil akhir kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol TK Islam X.
3. Mengetahui pengaruh dari penggunaan metode Cantol Roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol TK Islam X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak terutama dalam kemampuan membaca dini melalui metode Cantol Roudhoh.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pengembangan bahasa, khususnya kemampuan membaca dini pada anak usia dini.
b. Bagi Guru
1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
membaca dini bagi anak usia dini.
2) Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam melakukan pengkajian lebih lanjut melalui kegiatan penelitian kemampuan membaca dini pada anak usia dini.
c. Bagi Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Lembaga mendapatkan kontribusi yang dapat meningkatkan dan mengembangkan program pembelajaran, khususnya dalam pengembangan kemampuan membaca dini pada anak usia dini.

E. Sampel Penelitian
Sampel menurut Riyanto (2001 : 52) adalah bagian dari populasi. Jenis sampel yang diambil harus mencerminkan populasi. Sampel dapat didefinisikan sebagai sembarang himpunan yang merupakan bagian dari populasi.
Arikunto (Muharromi, 2009 : 12) menyatakan penentuan sampel dengan jumlah populasi yang kurang dari seratus dapat digunakan teknik total sampling, artinya seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
Dengan pertimbangan TK Islam X merupakan salah satu Taman Kanak-kanak yang belum menggunakan metode Cantol Roudhoh dalam kegiatan pembelajarannya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak dalam hal membaca dini.
Sementara itu, objek penelitian dari populasi di atas ditujukan kepada kelompok B1 dan B2 di TK Islam X dengan jumlah murid masing-masing kelas 10 orang.
SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS ANAK

SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS ANAK

(KODE : PG-PAUD-0007) : SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS ANAK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran di Taman Kanak-Kanak, terkadang tidak sesuai dengan anak yang aktif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pembelajaran di TK lebih banyak merupakan transfer pengetahuan dan berupa hafalan. Hal itu tidaklah sepenuhnya salah karena ada beberapa materi pembelajaran yang harus disampaikan secara langsung dan harus dihafalkan oleh anak-anak.
Bredekamp & Copple, (Masitoh, 2005 : 21) mengatakan bahwa anak usia TK memiliki sifat relatif spontan dalam mengekspresikan perilakunya, bersifat aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu dan antusias yang tinggi terhadap berbagai objek, bersifat eksploratif dan berjiwa petualang, kaya akan imajinasi, serta merupakan masa yang potensial untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangannya.
Sains adalah bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan. Oleh karena itu, guru harus mengenalkan sains dalam pembelajaran di TK. Pada masa kanak-kanak belum dapat secara efektif berpikir parsial, spesifik, dan terkotak-kotak. Berdasarkan itu maka pembelajaran sains di TK semestinya disajikan dalam bentuk yang holistik terpaut dengan dunia nyata anak dan mata pelajaran yang lain. Perlu juga diperhatikan bahwa kemampuan persepsi anak terhadap informasi dalam pembelajaran sains turut dipengaruhi oleh tingkat atensi (perhatian)nya terhadap obyek-obyek yang diobservasi, gerakan, intensitas stimuli, kebaruan (novelty), dan faktor-faktor yang dapat dimanipulasi guru untuk meningkatkan keinginan anak untuk mempelajari sains. Permasalahan yang muncul adalah apabila pembelajaran yang berorientasi pada sains, dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada hasil. Pembelajaran ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan sains sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dalam mengeksplorasi berbagai ide-ide mereka dan tidak terlalu menekan anak untuk belajar secara akademis.
Abrucato (Nugraha, 2008 : 45) mengungkapkan bahwa Pembelajaran sains akan diwujudkan secara nyata dalam bentuk menemukan konsep baru, mengkreasi keterampilan yang bersifat orisinil dari anak. Apabila dihubungkan dengan kedudukan sains yang menjungjung tinggi orisinalitas maka kreativitas merupakan tujuan alamiah dari pembelajaran sains di TK, serta makna nilai pembelajaran sains di TK adalah untuk perkembangan dan pertumbuhan daya pikir serta daya imajinasi anak.
Kegiatan pengenalan sains untuk anak TK sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Guru hendaknya tidak memberikan konsep sains kepada anak, tetapi memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan sendiri fakta dan konsep sederhana tersebut. Teori Experimental Learning dari Carl Roger (elearn.bpplsp-reg5.go.id) mengisyaratkan pentingnya pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anak.
Dalam pembelajaran sains di TK seyogyanya lebih mementingkan proses daripada hasil, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran sains lebih menekankan pada hasil.
Praktek pembelajaran sains di lapangan masih menggunakan metode-metode konvensional dimana guru menggunakan metode berceramah, diskusi, yang membuat anak banyak mendengar, duduk, dan diam, padahal hakikat pembelajaran sains adalah memberikan pengalaman yang menantang sehingga memfasilitasi rasa ingin tahu anak dengan menyuguhkan pembelajaran yang variatif, menyenangkan, menantang anak untuk mengobservasi dan mengeksplorasi berbagai macam objek fisik dan alam, serta kejadian-kejadian yang ada di lingkungan anak. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas dan permasalahan yang ditemukan di lapangan, maka studi ini terarah pada pengujian pengaruh metode pembelajaran eksperimen terhadap keterampilan proses sains anak usia taman kanak-kanak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas secara umum permasalahan pokok penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan, "Apakah metode pembelajaran eksperimen lebih berpengaruh positif terhadap keterampilan proses sains anak daripada pembelajaran kovensional ?". Secara rinci rumusan masalah di atas dijabarkan ke dalam rumusan pertanyaan penelitian berikut.
1. Bagaimana keterampilan proses sains anak pada saat pembelajaran dengan metode konvensional?
2. Bagaimana keterampilan proses sains anak pada saat pembelajaran dengan metode eksperimen?
3. Apakah terjadi perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan proses sains pada kelompok kontrol (metode konvensional) dan kelompok eksperimen (metode eksperimen)?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran eksperimen pada keterampilan proses sains pada anak. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui keterampilan proses sains anak pada pembelajaran dengan metode konvensional (kelompok kontrol).
2. Untuk mengetahui keterampilan proses sains anak pada pembelajaran dengan metode eksperimen (kelompok eksperimen).
3. Untuk mengetahui signifikasi perbedaan keterampilan proses sains anak pada pembelajaran dengan metode konvensional dan pembelajaran dengan metode eksperimen.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :
1. Untuk mengukur keterampilan proses sains anak di TK X dengan menggunakan metode konvensional dan meode eksperimen.
2. Pembuktian pengaruh pembelajaran eksperimen terhadap keterampilan proses sains anak di TK X.

E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini, disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis, defmisi operasional variabel, asumsi penelitian, metode penelitian, sampel penelitian dan sumber data, teknik pengurupulan data, teknik pengolahan data, serta sistematika penulisan.
Bab II Eksperimen sebagai Salah Satu Metode yang Efektif dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains berisi penjelasan tentang, keterampilan proses sains dalam pembelajaran eksperimen.
Bab III Prosedur Penelitian berisi tentang metode dan desain penelitian, prosedur penelitian, variabel penelitian, defmisi operasional variabel, instrumen, teknik analisis, serta populasi dan sampel penelitian
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, memuat deskripsi hasil penelitian dan analisis hasil penelitian.
Bab V Simpulan dan Rekomendasi, berisi simpulan dan rekomendasi yang diperoleh penulis setelah melakukan penelitian.
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK

(KODE : PG-PAUD-0006) : SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan : daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, bahasa / komunikasi, sosial. Untuk itu Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting guna mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan Taman Kanak-Kanak juga merupakan jembatan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya.
Individu dengan usia empat sampai enam tahun, sering disebut sebagai anak usia prasekolah atau anak usia Taman Kanak-Kanak. Anak Taman Kanak -Kanak berada dalam perkembangan menuju kedewasaannya. Mereka berkembang melalui tahapan dan setiap peningkatan usia kronologis, akan menampilkan ciri -ciri perkembangan yang khas. Dunia dan karakteristik anak Taman Kanak -Kanak berbeda dengan orang dewasa. Anak Taman Kanak-Kanak lebih senang mengekspresikan beberapa minatnya pada dunia di sekitar yang tidak jauh dari dirinya. Mereka memiliki keinginan yang lebih besar untuk menyentuh, merasakan, mendengar dan mencoba sesuatu untuk keperluan dan kepentingan mereka sendiri.
Seperti yang dikemukakan oleh Bredcamp & Copple, Brenner, serta Kellough (Solehuddin, 2000 : 24) bahwa anak usia Taman Kanak-Kanak memiliki karakterisik yang unik, aktif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, egosentris, berjiwa petualang, daya konsentrasi yang pendek, daya imajinasi yang tinggi dan senang berteman. Melihat karakterisitk anak Taman Kanak-Kanak tersebut maka proses pendidikan harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-Kanak. Peran aktif anak dalam berinisiatif dan mengeksplorasi beragam hal di sekitarnya sangat diperlukan dalam melakukan proses pembelajaran. Bentuk layanan pendidikan yang dapat diberikan pada anak adalah terselenggaranya program pengembangan sebagai upaya untuk meningkatkan seluruh aspek perkembangan anak, terutama kemampuan berpikirnya.
Kemampuan berpikir anak akan optimal ketika diberikan lingkungan yang kondusif oleh orang dewasa yang mampu memberikan pijakan (scaffolding) pada saat ia mengembangkan rasa ingin tahunya (bereksplorasi). Orang dewasa hanyalah berperan sebagai pembimbing (fasilitator) yang mampu mengasah daya kritis dan kreativitas berpikirnya. Dengan demikian akan mewujudkan seorang anak yang kritis, berani mengungkapkan ide serta gagasannya sehingga akan memunculkan hasil kreatvitas yang orisinil dari anak. (Masitoh, 2006 : 25).
Berdasarkan pendapat tersebut, peran pendidik baik orang tua maupun guru di sekolah hendaknya benar-benar memahami akan pentingnya suatu kreativitas yang muncul pada anak, sehingga berbagai aktivitas yang disediakan untuk anak di rumah ataupun di sekolah harus dapat menstimulasi kreativitas anak.
Kegiatan pembelajaran di lapangan sudah tampak berbagai variasi yang diberikan kepada anak. Menggunting bentuk, meronce, menjahit, menggambar dan lain-lain yang semuanya itu dilakukan guru untuk mendukung proses perkembangan anak. Dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan, menggambar merupakan kegiatan yang paling disenangi anak Taman Kanak-Kanak. Jika anak diberikan secarik kertas maka wajarnya anak akan langsung menggambar bentuk-bentuk ataupun coretan-coretan. Aktivitas tersebut bisa menjadi alat untuk mengekspresikan pikiran maupun perasaan yang ada dalam dirinya.
Menurut Wanei (2008 : 1) Kreativitas menggambar adalah pengungkapan perasaan yang dialami seseorang, secara mental dan visual dalam bentuk garis dan warna. Dalam hal ini menggambar merupakan wujud pengeksplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi ekspresi dan aktualisasi diri.
Menggambar dapat dijadikan ajang untuk mengasah kreativitas anak juga diungkapkan oleh Indriati (2005 : 4) bahwa dengan menggambar anak bisa mengeluarkan ekspresi dan imajinasinya tanpa batas. Pada proses inilah setiap anak dapat mengembangkan gagasan, menyalurkan emosi, menumbuhkan minat seni dan kreativitas.
Pendapat lain diutarakan diutarakan Nugroho (2009 : 1) bahwa, " Jika sejak dini anak sudah diberikan latihan menggambar, maka perkembangan otak kanannya juga akan cepat sehingga kreativitasnya bisa berkembang dengan baik. Banyak manfaat dari kegiatan menggambar diantaranya untuk mengembangkan kreativitas, emosi serta melatih motorik halus anak. Muliono, (2008 : 1) mengungkapkan, kegiatan menggambar tak terbatas untuk pengembangan seni, tapi juga sebagai penumbuh kreativitas, alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, serta emosi anak. Lewat kegiatan ini pula, motorik halus anak dilatih dan akan sangat bermanfaat kala ia hams menulis di usia sekolah. "Otak kanak dan kiri anak ikut terasah". Tapi semua manfaat itu tak bakal didapat secara maksimal jika anak menggambar dalam keadaan terpaksa dan tertekan. Lebih lanjut Muliono menjelaskan bahwa, guru yang terlalu mengarahkan sebelum memulai kegiatan menggambar, menyebabkan kreativitas anak terkungkung. Ditambah lagi guru yang hanya memberikan tugas menggambar begitu saja kepada anak-anak tanpa memberikan stimulasi terlebih dahulu kepada anak, sehingga kreativitas yang dituangkan pada gambar kurang optimal. Padahal jika guru mengetahui cara yang tepat, yaitu dengan memberikan stimulasi terlebih dahulu maka hal ini akan dapat mengembangkan daya imajinasi anak yang akan dituangkan lewat kreativitas dalam menggambar.
Melihat fenomena yang terjadi di lapangan berdasarkan pengamatan khususnya di Taman Kanak-Kanak X saat ini, ternyata masih terdapat guru yang belum memahami arti dari suatu kreativitas. Metode yang digunakan dalam proses kegiatan menggambar kurang mendukung pengembangan kreativitas anak. Dalam kegiatan menggambar guru senantiasa memberikan contoh gambar di papan tulis, sehingga hasil gambar anak cendemng sama dan tidak ada yang berani jauh berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru, ironisnya guru memandang gambar anak yang sama persis dengan contoh guru itulah yang terbaik.
Cara guru tersebut tidak dapat mengembangkan kreativitas anak, karena hanya memaksakan kehendak guru. Garha (1980 : 119) mengungkapkan, contoh yang dibuat guru di papan tulis tidak sejalan dengan perkembangan anak, karena contoh itu diolah berdasarkan norma cipta orang dewasa yang berbeda dengan norma cipta anak-anak dalam kegiatan menggambar.
Permasalahan lain yang terjadi di Taman Kanak-Kanak yaitu guru memberikan kegiatan menggambar, dengan memberikan kebebasan tanpa batas pada anak. Akibatnya bukan kreativitas anak yang berkembang, tetapi kekacauan karena anak tidak memiliki tujuan dalam menggambar. Garha (1980 : 120) menegaskan, bahwa gambar sesuka hati kurang memberikan arah kepada anak -anak tentang apa yang hams mereka gambarkan. Jika keadaan demikian terjadi terns-menems akan memgikan perkembangan anak karena pengalaman mereka hanya bemlang tidak bertambah.
Senada dengan pendapat di atas, Muharam dan Sundariyati (1992 : 57) mengungkapkan, anak dalam kegiatan seni mpa yang tidak dibimbing dan diarahkan juga tidak diberi motivasi, cendemng mengulang-ngulang kemampuan yang telah dikuasainya, untuk menghindari kesulitan atau tantangan dan akhirnya menjadi stereotip.
Mengacu kepada beberapa pendapat para ahli, maka perlu adanya suatu upaya yang hams dilakukan guru untuk mendukung kreativitas menggambar anak. Pelaksanaan kegiatan seni mpa khususnya menggambar, membutuhkan stimulasi sebagai motivasi dan bimbingan dalam proses pengembangan kreativitas anak.
Tujuannya untuk menjaga anak-anak agar tidak terjatuh ke dalam kebiasaan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Muharam dan Sundariyati (1992 : 61) mengungkapkan, dalam pengajaran seni anak hams dimotivasi oleh pengalamannya untuk berkarya. Pengalaman-pengalaman ini diperoleh dari kehidupan sehari-hari di lingkungan mmah, sekolah, saat bermain, dan di masyarakat. Pengalaman yang dimilikinya mempakan hasil dari setiap pengalaman bam dalam usaha memperluas wawasan yang telah diperolehnya dari pengalaman-pengalaman terdahulu. Berdasarkan pandangan tersebut, guru bertugas membantu anak-anak untuk mengingatkan kembali pengalamannya dengan memberikan perangsang daya cipta atau stimulasi.
Stimulasi dilakukan untuk menggugah dan membangunkan kreativitas. Salah satu stimulasi yang dapat menggugah kreativitas anak-anak untuk meningkatkan kreativitas menggambar mereka adalah melalui metode bercakap-cakap. Guru merangsang anak untuk ikut terlibat dalam percakapan, sesaat sebelum kegiatan menggambar dilaksanakan. Materi percakapan disesuaikan dengan tema kegiatan menggambar. Menurut pendapat Muharam dan Sundaryati (1992 : 62), salah satu cara menggugah anak dapat dilakukan melalui pembicaraan informal menggunakan alat bantu visual. Melalui metode ini maka akan terjadi komunikasi dua arah, anak dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, serta kebutuhan-kebutuhannya. Selain itu anak dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan bam yang tidak diketahui sebelumnya.
Berbagai pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh anak tersebut melalui metode bercakap-cakap ini dapat merangsang ide mereka, pengetahuan serta wawasan anak yang sudah terbuka, dapat mereka tuangkan dalam bentuk suatu kreativitas dalam menggambar. Mereka dapat menuangkan pikiran serta imajinasi mereka dengan bebas. Menurut Indriati (2009 : 1) dengan menggambar, anak bisa mengeluarkan ekspresi dan imjinasinya tanpa batas. Pada proses inilah setiap anak (pembelajar) akan dapat menyalurkan perasaan bahagia, cemas, dan kreativitas.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka fokus penelitian ini adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak, khususnya di Taman Kanak-Kanak X.
Oleh karena itu, fokus dalam penelitian ini adalah mengetahui "Pengaruh Pemberian Stimulasi Metode Bercakap-cakap Terhadap Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak".

B. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Bagaimana Pengaruh Pemberian Stimulasi Metode Bercakap-cakap Terhadap Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak"
Adapun masalah khusus yang ditetapkan dalam penelitian ini meliputi :
1. Bagaimana kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X sebelum diberikan stimulasi metode bercakap-cakap ?
2. Bagaimana kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X sesudah diberi stimulasi metode bercakap-cakap ?
3. Bagaimana pengaruh signifikan antara perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi metode bercakap-cakap untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak, di TK X.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui perkembangan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak sebelum diberi perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap.
b. Mengetahui perkembangan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak sesudah diberi perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap.
c. Mengetahui pengaruh signifikan antara perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis :
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak melalui pemberian stimulasi metode bercakap -cakap.
2. Manfaat praktis :
a. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan kegiatan menggambar anak Taman Kanak-Kanak.
b. Bagi guru, sebagai pertimbangan dalam memberikan kegiatan menggambar agar diberikan stimulasi terlebih dahulu yang dapat mengembangkan kreativitas anak.
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

(KODE : PG-PAUD-0005) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Melalui bahasa, anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Seorang anak akan mudah menjalin pergaulan dengan orang lain bila anak sudah menguasai kemampuan bahasa dengan baik.
Kemampuan bahasa anak usia 4-5 tahun berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan sebagai alat berkomunikasi. Anak usia tersebut dapat mengucapkan kata-kata yang mereka gunakan, dapat menggabungkan beberapa kata menjadi kalimat yang berarti, namun menurut Hurlock (1990 : 190) "kemampuan berkomunikasi pada anak usia prasekolah dengan orang lain masih dalam taraf yang rendah. Masih banyak kosakata yang harus dikuasai untuk dapat menggunakan bahasanya dengan baik".
Perbendaharaan kata (kosakata) berperan penting dalam pengembangan bahasa. Penguasaan bahasa yang benar sesuai dengan kaidah yang ada merupakan kunci keberhasilan dan kesempurnaan proses komunikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi ialah perbendaharaan kosakata yang cukup.
Mafat. S (2005 : 66), menyatakan bahwa "penguasaan kosakata anak usia 4 -5 tahun berada pada periode diferensiasi, yaitu dapat membedakan penggunaan kata-kata dan sesuai dengan maknanya. Beberapa pengertian abstrak seperti pengertian waktu dan ruang mulai muncul, menguasai kata benda dan kata kerja mulai terdiferensiasi".
Selanjutnya, menurut Hurlock (1990 : 113) usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat . Penguasaan kosakata anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru. Anak usia 4-5 tahun umumnya sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosakata. Sedangkan menurut Tarigan (1993 : 3) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut kosakata dasar, diantaranya yaitu perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok, dan kata bilangan pokok.
Berdasarkan hasil observasi lapangan mengenai penguasaan kosakata terhadap 42 anak usia dini yang berlatarbelakang berbeda-beda dan rata-rata berada pada lingkungan ekonomi masyarakat menengah ke bawah, diperoleh informasi bahwa sekitar 12 anak belum dapat membedakan penggunaan kata sesuai dengan makna kata tersebut (contoh : menyebutkan kata bilangan lima untuk bilangan tiga, belum dapat menyebutkan kata benda-benda tertentu misalnya menyebutkan nama binatang beruang untuk binatang panda, menyebutkan kata menggambar untuk mewarnai dan lain sebagainya. Kondisi ini, dapat berdampak pada terhambatnya kemampuan berkomunikasi khususnya dalam perkembangan berbicara pada anak. Hurlock (1990 : 151) mengemukakan bahwa salah satu tugas utama dalam belajar berbicara ialah anak harus dapat meningkatkan jumlah kosakata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi karena banyak kata yang memiliki arti yang lebih dari satu dan sebagian kata bunyinya hampir sama, tetapi memiliki arti yang berbeda, maka meningkatkan kosakata jauh lebih sulit daripada mengucapkannya. Sehingga diperlukan adanya suatu upaya peningkatan kosakata pada anak yang dapat menunjang pada perkembangan berbicara.
Peningkatan kosakata dapat dilakukan dengan banyak cara melalui membaca, mendengarkan, dan menonton. Peningkatan kosakata atau penguasaan kosakata tersebut lebih banyak dilakukan di dunia pendidikan, terutama di lembaga Pra sekolah seperti lembaga PAUD, mengingat kosakata anak masih terbatas. Peningkatan kosakata anak dalam Menu Generik PAUD sebagai kurikulum yang digunakan di lembaga PAUD yang digunakan saat ini berada pada pengembangan kemampuan bahasa yang menekankan pada hasil belajar agar anak memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. Menurut Tarigan (1993 : 3) "Secara umum, untuk memperkenalkan kosakata pada anak perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan kosakata dasar, diantaranya ialah perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok, dan kata bilangan pokok.
Umumnya upaya peningkatan kosakata di lembaga PAUD dilakukan dengan menciptakan situasi yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Kesempatan ini dilakukan melalui kegiatan bercakap-cakap, bercerita, dan tanya jawab. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan media pengajaran bahasa anak khususnya dalam peningkatan kosakata anak, misalnya guru PAUD menyediakan media pengajaran, seperti boneka, mobil-mobilan, buku cerita, kartu bergambar, foto, dan papan planel. Penggunaan media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak serta motivasi belajar anak. Selain itu, menurut Arsyad. A (2002 : 26) "penggunaan media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman pada anak tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka". Sudjana dan Rivai (1992 : 2) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu "pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat memotivasi belajar dan siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain".
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pengajaran dapat memberikan manfaat dalam proses belajar mengajar di lembaga PAUD yaitu dapat membantu guru untuk memperjelas bahan ajar, memotivasi anak agar lebih bersemangat untuk terlibat dalam proses pembelajaran, serta membuat metode yang dilakukan lebih bervariasi sehingga membuat hasil belajar yang diharapkan pada anak lebih bermakna.
Dari sekian banyak media yang dapat digunakan di lembaga PAUD, film animasi merupakan salah satu media pengajaran yang dapat digunakan untuk membantu dalam meningkatkan kosakata anak. Film animasi merupakan media yang menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Media film ini pada umumnya disenangi oleh anak-anak karena karakter gambar animasi yang menarik. Hamalik (Arsyad. A : 2003 : 15) mengemukakan bahwa kelebihan penggunaan film animasi dalam proses pembelajaran dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari anak ketika bercakap-cakap,tanya jawab dan Iain-lain, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang bila dipandang perlu. Serta mendorong dan meningkatkan motivasi anak dalam menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya.
Ahli psikologi, Jerone Brunner (Prayitno, 1986 : 119) mengemukakan bahwa " jika dalam belajar anak dapat diberi pengalaman langsung melalui media, maka situasi pembelajarannya itu akan meningkatkan kegairahan dan minat anak dalam belajar". Penggunaan media yang tepat menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam pembelajaran di lembaga PAUD.
Gambar-gambar dan suara yang muncul pada film yang menampilkan tayangan cerita dalam bentuk animasi kartun juga membuat anak tidak cepat bosan, sehingga dapat merangsang anak mengetahui lebih jauh lagi serta anak-anak didorong untuk mengenal dan mengetahui manfaat teknologi, sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar dan antusias terhadap cerita yang ditayangkan pada film animasi khususnya pada proses pembelajaran yang menunjang pada peningkatan kosakata anak.
Para peneliti telah melakukan banyak penelitian tentang pengaruh penggunaan media film animasi dalam proses pembelajaran pada siswa. Dengan membandingkan pengaruh penggunaan film animasi dan penggunaan gambar terhadap kemampuan membuat cerita narasi pada siswa SMU, Hendriana (2005 : 73) mendapatkan bahwa penggunaan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan membuat cerita narasi pada siswa secara signifikan. Studi lain yang menguji pengaruh penggunaan animasi dalam membantu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak Tunagrahita, Ernawati (2008 : 47) melaporkan bahwa penggunaan animasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak Tunagrahita. Berkenaan dengan pembelajaran kosakata, studi eksperimen yang menguji pengaruh penggunaan media audiovisual terhadap kosakata anak-anak Sekolah Dasar, dilakukan oleh Dwi Murhadi (2005 : 67) menunjukkan bahwa pembelajaran kosakata dengan menggunakan media audiovisual sangat berpengaruh terhadap perbendaharaan kosakata siswa. Selanjutnya, Lutfiyah (2008 : 68) melakukan eksperimen terhadap peningkatan perbendaharaan kosakata dasar dengan menggunakan media gambar dan hasilnya menunjukkan bahwa media gambar berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perbendaharaan kosakata anak. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media film animasi yang merupakan salah satu media audiovisual dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa pada siswa seperti kemampuan mengarang cerita, berbicara, dan meningkatkan kosakata siswa. Sehingga peneliti berasumsi bahwa penggunaan film animasi dalam proses pembelajaran di lembaga PAUD dapat membantu anak dalam pengembangan berbahasa terutama dalam upaya meningkatkan kosakata dasar.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Penggunaan Media Film Animasi Terhadap Peningkatan Kosakata Dasar Anak Usia 4-5 tahun .

B. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun".
Secara khusus, masalah yang akan diteliti dibatasi pada masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi perbendaharaan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi ?
2. Bagaimana kondisi perbendaharaan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun sesudah diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi ?
3. Apakah Penggunaan Media Film Animasi dapat meningkatkan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun secara signifikan ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
1. Memperoleh informasi empiris tentang pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun di PAUD X.
Tujuan khusus :
1. Mendeskripsikan kondisi perbendaharaan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi
2. Mendeskripsikan kondisi perbendaharaan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun sesudah diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi
3. Memperoleh informasi secara empiris apakah pengaruh penggunaan media film animasi dapat meningkatkan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun secara signifikan

D. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti, dapat memperoleh informasi secara ilmiah mengenai pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun.
2. Guru PAUD, agar mereka memperoleh pengalaman langsung dalam penggunaan media film animasi yang dapat dijadikan media pengajaran dalam pengembangan bahasa anak khususnya pada peningkatan kosakata anak.
3. Pengelola Lembaga PAUD, dapat menjadi bahan pertimbangan kebijakan untuk melakukan inovasi dalam penggunaan media pengajaran yang efektif dalam dunia pendidikan pra sekolah.
4. Anak (siswa), diharapkan dapat lebih menyenangi proses pembelajaran bahasa sehingga mempermudah peningkatan kosakata mereka.

E. Asumsi
1. Media pembelajaran merupakan salah satu bagian yang penting dalam sistem pembelajaran di Lembaga PAUD. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan dapat meningkatkan minat dan motivasi anak. (Prayitno : 1986 : 120).
2. Film animasi adalah salah satu media pengajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan bahan ajar pada anak, dengan gambar yang menarik, perhatian anak akan langsung tertuju ke sana sehingga proses pembelajaran dengan menggunakan film animasi akan melahirkan suasana yang menyenangkan bagi anak. (Rivai,M. 2007 : 20)
3. Perbendaharaan kata (kosakata) berperan penting dalam pengembangan bahasa. Penguasaan bahasa yang benar sesuai dengan kaidah yang ada merupakan kunci keberhasilan dan kesempurnaan proses komunikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi ialah perbendaharaan kosakata yang cukup. (Tarigan, 1993 : 2).
4. Usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu meningkatkan kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat. (Hurlock, 1990 : 113).
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0004) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI




BAB 1
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan anak pada tahapan usia 0-8 tahun, pada masa ini sering disebut dengan masa keemasan atau Golden Age. Pada masa keemasan ini diperlukan perhatian khusus, karena stimulasi yang diberikan dapat mempengaruhi perkembangan otak anak dan kemampuan akademiknya pada masa yang akan datang.
Pada tahapan usia 0-8 tahun ini, anak berada pada fase yang sangat fundamental, dan pembelajaran yang diterima anak pada fase ini akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama serta akan berpengaruh pada kehidupan mendatang. Solehuddin (2002 : 27) mengatakan bahwa, usia dini merupakan masa keemasan yaitu fase golden age. Fase ini merupakan masa sensitif bagi anak untuk menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensi yang ada. Salah satu upaya untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak adalah melalui kegiatan pembelajaran.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu lembaga pendidikan prasekolah yang diharapkan dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan anak. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh, karena usia dini merupakan fase yang fundamental dalam mempengaruhi perkembangan anak. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang aktif, rasa ingin tahu yang tinggi, banyak bertanya, dan senang bereksplorasi dengan lingkungannya, yang tercermin dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak ( Sujiono, 2004 : 2. 2).
Kegiatan pembelajaran matematika terpadu untuk anak usia dini memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan seluruh potensi anak. Setiap anak memiliki potensi untuk masing-masing aspek perkembangan. Salah satunya potensi matematika, oleh karena itu penting untuk mengembangkan potensi matematika anak sejak dini agar berkembang secara optimal.
Pembelajaran matematika dasar mampu meningkatkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah, memisahkan, mengenal konsep angka, serta kemampuan mengukur atau memperkirakan (Syamsiatin, 2004 : 11. 2).
Pembelajaran matematika untuk anak usia dini sangatlah dibutuhkan untuk mempersiapkan anak melanjutkan pendidikan dasar. Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa konsep salah satunya adalah konsep bilangan, konsep bilangan merupakan awal pengenalan matematika kepada anak karena menjadi dasar pembelajaran matematika selanjutnya. Salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki anak dalam pembelajaran matematika adalah mengenal bilangan
Pemahaman konsep bilangan pada anak Taman Kanak-kanak biasanya dimulai dengan mengeksplorasi benda-benda konkrit yang dapat dihitung dan diurutkan. Hal ini sesuai dengan tahapan kognitif dari Piaget, bahwa anak usia dini berada pada tahapan praoperasional (2-7 tahun). Tahap praoperasional ini ditandai oleh pembentukkan konsep-konsep yang stabil, munculnya kemampuan menalar, egosentrisme mulai menguat dan kemudian melemah, serta terbentuknya gagasan-gagasan yang sifatnya imajinatif.
Berdasarkan teori Piaget tersebut, Lorton mengemukakan tiga tahapan pembelajaran matematika untuk anak usia dini yaitu, mulai dari tingkat pemahaman konsep, menghubungkan konsep konkrit dengan lambang bilangan dan tingkat lambang bilangan (Sudono, 2000 : 385). Dalam penelitiannya Sriningsih (2008 : 1) mengungkapkan bahwa beberapa lembaga pendidikan anak usia dini mengajarkan konsep-konsep matematika yang menekankan pada penguasaan angka melalui latihan dan praktek-praktek/xaper -pencil test. Dengan demikian, pembelajaran matematika yang terjadi tidak bermakna bagi anak. Seperti yang terjadi di TK X pada kelompok B (5-6 tahun), terdapat beberapa anak yang sudah lancar dalam menyebutkan urutan bilangan 1-20, tetapi anak tersebut masih mengalami kebingungan, ketika diminta untuk menunjukkan jumlah benda yang sesuai dengan bilangan tersebut.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika di TK X, dalam mengajarkan konsep-konsep matematika dasar cenderung menekannkan pada praktek-praktek paper pencil tes. Metode yang digunakan menjadi kurang variatif karena guru hanya menggunakan metode pemberian tugas dalam mengenalkan konsep dan lambang bilangan. Anak hanya diberikan lembar kerja yang berisi angka-angka ataupun menyebutkan bilangan 1-20 secara bersama-sama kemudian anak ditugaskan untuk menulis angka tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan anak cepat bosan dan tidak tertarik dalam pembelajaran matematika.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Nurlaela (2009 : 2) bahwa bilangan itu bersifat abstrak, sehingga untuk memberikan mated tentang bilangan kepada anak, guru diharapkan dapat menyajikan mated tersebut dengan menarik.
Menurut Sudono (2000 : 44), "Agar tujuan pembelajaran tercapai dan terciptanya proses belajar mengajar yang tidak membosankan, guru dapat menggunakan media pembelajaran secara tepat". Digunakannya media dalam pembelajaran yaitu agar dapat menjembatani antara konsep-konsep mated yang abstrak menjadi lebih kongkrit, sehingga anak dapat memahami mated yang disajikan guru. Untuk itu, maka penggunaan media dalam proses pembelajaran sangat diperlukan demi tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal.
Media pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam proses belajar mengajar seperti yang telah dikemukakan oleh Rohani (Susilawati, 2008 : 27) menjelaskan media merupakan segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara/sarana/alat dalam proses belajar mengajar. Sedangkan Gagne (Susilawati, 2008 : 27) mengemukakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan anak yang dapat merangsang anak untuk belajar.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar media digunakan untuk memperlancar komunikasi, dapat disebut sebagai media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran sangat penting dalam berlangsungnya proses belajar mengajar, karena media pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan dalam proses belajar mengajar, sehingga komunikasi antara guru dan anak akan berlangsung secara efektif. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Anna (2009 : 2) media pembelajaran yang digunakan dapat berpengaruh terhadap efektivitas proses belajar.
Begitu besar peran media dalam membantu proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Burhanudin (Nurlaela, 2007 : 2) yang mengemukakan bahwa :
"Kurangnya penggunaan media, alat maupun bahan pembelajaran dapat menurunkan minat belajar siswa, sehingga dengan kurangnya minat belajar siswa, maka anak mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep/ materi pembelajaran". Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan siswa putus sekolah. Persentase anak yang putus sekolah akibat kurangnya penggunaan media, alat maupun bahan pembelajaran mencapai 19%.
Maka dari itu dalam mengenalkan konsep bilangan matematika pada anak usia dini sebaiknya menggunakan media yang konkrit sehingga anak lebih mudah untuk memahami dan untuk lebih mengerti.
Menurut Montalalu (2005 : 7. 5) mengemukakan media manipulatif besar artinya dalam perkembangan anak terutama dalam berhitung, seperti membandingkan, melihat hubungan dan menarik kesimpulan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Heddens (Sumarni, 2006 : 14) Media manipulatif adalah benda (model konkrit) yang dapat disentuh dan digerak-gerakan oleh siswa dalam mempelajari konsep bilangan sehingga menimbulkan keinginan untuk berfikir.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Susilawati (2008 : 125) mengemukakan bahwa : "Penggunaan media manipulatif dalam pembelajaran matematika dapat membawa perubahan positif terhadap peningkatan kualitas pembelajaran matematika di TK X, terlihat dari proses penyusunan rencana pembelajaran yang didesain guru dengan menitikberatkan pada kepentingan anak, pembelajaran yang biasanya berpusat pada guru berubah menjadi berpusat pada anak".
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mencoba menggunakan media manipulatif dalam upaya mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan bilangan matematika pada anak usia dini.
Penelitian ini akan dilakukan di Taman Kanak-kanak X kelas B1 yang akan menjadi kelompok kontrol dan B2 menjadi kelompok eksperimen dengan pertimbangan berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa anak TK B2 masih belum dapat memahami tentang konsep bilangan matematika, misalnya masih banyak anak yang belum mengetahui tentang konsep bilangan 1-20 secara abstrak.
Berdasarkan apa yang telah diuraian di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada : "PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK X"

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kemampuan awal mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum (pre) menggunakan media manipulatif di TK X?
2. Bagaimana kemampuan akhir mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesudah (post) menggunakan media manipulatif di TK X?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum dan setelah menggunakan media manipulatif?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh media manipulatif terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di TK X.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui kemampuan awal mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan di kelompok eksperimen sebelum menggunakan media manipulatif.
b. Mengetahui kemampuan akhir mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan di kelompok eksperimen setelah menggunakan media manipulatif.
c. Mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum dan setelah diberikan media manipulatif.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta dapat dijadikan bahan kajian bagi para pembaca, khususnya mengenai kemampuan pada anak usia dini mengenal konsep bilangan dengan menggunakan media manipulatif.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Bagi para guru di TK, dapat menambah ilmu pengetahuan untuk mengajarkan konsep bilangan pada anak usia dini dengan menggunakan media manipulatif
b. Bagi peneliti dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang pengaruh media manipulatif terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini
c. Bagi lembaga pendidikan anak usia dini, hasil penelitian ini diharapkan memberi gambaran tentang tingkat pendidikan anak usia dini di daerah, dalam pengetahuan mengenal konsep bilangan dengan menggunakan media manipulatif.
d. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan gambaran dalam rangka meningkatkan konsep bilangan pada anak usia dini dengan menggunakan media manipulatif.

E. Asumsi
1. Coopley (2000) mengemukakan lima kemampuan yang diajarkan dalam bilangan dan operasi bilangan, yaitu : (1) Counting, (2) quantity, (3) change operations, (4) comparison dan (5) place value. Adapun kemampuan-kemampuan yang akan dibahas dalam pembelajaran kompetensi bilangan anak adalah : (1) couting, (2) hubungan satu-satu, (3) kuantitas dan (4) mengenal angka.
2. Menurut Depdiknas (2002 : 10) Kemapuan mengenal bilangan untuk anak usia 5 sampai 6 tahun ( kelompok B), yaitu anak dapat menyebutkan angka 1 sampai 20 secara urut, menunjukkan angka 1 sampai 20 secara acak, menyebutkan angka 1 sampai 20 secara acak, menunjuk jumlah benda secara urut, mencari angka sesuai dengan jumlah benda, menunjukkan kumpulan benda yang jumlahnya sama, tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit serta menyebutkan kembali benda- benda yang baru dilihatnya.
3. Media manipulatif adalah model konkrit yang dapat disentuh, digerakan oleh anak yang berfungsi untuk membantu anak memahami berbagai konsep matematika. (James, 1997 : 06)
4. Media manipulatif dapat berupa kancing, kacang-kacangan, bola kecil, jepitan plastik, tutup botol dan lain-lain dapat digunakan sebagai media untuk berhitung (Coopley, 2000 : 11).
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VCD PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA TK

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VCD PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA TK

(KODE : PG-PAUD-0003) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VCD PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Usia prasekolah merupakan masa terbentuknya kepribadian dasar individu. Masa prasekolah juga merupakan masa yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik (highly eventful and unique period of life) yang meletakkan dasar bagi kehidupan seseorang di masa dewasa (Santrock &Yussen dalam Solehuddin, 2000). Salah satu hal terpenting yang harus dikembangkan dalam diri seorang anak adalah kemampuan berbahasanya. Menurut Hurlock (1990) kemampuan berkomunikasi anak prasekolah masih dalam taraf rendah, mereka masih harus menguasai beragam kosakata agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
Bahasa Merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, melalui semua cara dalam berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan diungkapkan dalam bentuk lambang ataupun simbol (Yusuf, 2005). Bahasa merupakan hal terpenting dalam kehidupan anak, dengan bahasa anak dapat mengembangkan keterampilan sosialnya, melalui bahasa anak dapat dapat berinteraksi dengan orang lain dan menemukan banyak hal baru dalam lingkungannya tersebut.
Kemampuan berbahasa merupakan aspek penting yang harus dikuasai oleh seorang anak, akan tetapi terkadang tidak semua anak dapat menguasai kemampuan ini dengan baik. Terkadang ketidakmampuan anak untuk berkomunikasi dengan baik dikarenakan oleh keterbatasan mereka untuk menangkap pembicaraan anak lain dengan baik ataupun sebaliknya, hal ini tentunya akan menghambat perkembangan anak bahasa anak (Syaodih, 2005).
Kemampuan bahasa secara alamiah dipelajari dan diperoleh oleh anak agar mereka dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut bromley dalam Dhieni (2006) ada empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara termasuk ke dalam kegiatan bahasa lisan, sedangkan membaca dan menulis merupakan kegiatan bahasa tulisan. Keempat hal tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, sehingga perlu dikembangkan secara optimal.
Pada usia pra sekolah kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif untuk dikembangkan adalah kemampuan berbicara, hal ini sesuai dengan karakteristik perkembangan anak pada usia tersebut diataranya anak mampu berbicara dengan baik, berkomunikasi secara lisan, mampu melaksanakan perintah lisan, mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana, menyusun kalimat, dan mengenal tulisan atau simbol sederhana.
Pada saat ini ternyata masih banyak anak usia Taman Kanak-kanak yang mempunyai hambatan dalam berbicara. Penguasaan kosakata mereka masih sangat terbatas dan kadang pengucapannya tidak dimengerti oleh orang lain. Hal ini berakibat sulitnya mereka menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, bahkan lingkungannya cenderung menolak mereka karena lingkungannya tersebut tidak mengerti dengan apa yang mereka ucapkan. Banyak anak yang merasa kesulitan ketika ingin mengungkapkan perasaan ataupun keinginannya akibat keterbatasan yang mereka miliki. Terkadang orang tua tidak mengerti maksud dari ucapan anak karena masih terbatasnya kosakata yang anak miliki. Banyak anak yang merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Terkadang Guru maupun orang tua saat ini lebih menekankan pada kemampuan menulis dan membaca, sedangkan kemampuan berbicara anak masih dikesampingkan dan dianggap kurang begitu penting. Padahal hal tersebut juga penting karena dengan berbicara anak dapat mengungkapakan gagasan, ide, serta berkomunikasi dengan orang lain. Berbicara bukan hanya sekedar mampu mengucapkan kata-kata ataupun bunyi, tetapi merupakan suatu alat untuk dapat mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan atau mengkomunikasikan pikiran, ide maupun perasaan. Oleh karena itu peranan berbicara tentunya sangat penting bagi kehidupan seorang anak
Dalam pembelajaran biasanya orang tua ataupun guru lebih menekankan pada pengembangan kemampuan-kemampuan yang lebih bersifat akademis saja daripada mengembangkan keterampilan berbicara anak. Orang tua ataupun guru menganggap bahwa berbicara merupakan hal yang biasa digunakan sehari-hari dalam berkomunikasi sehingga hal tersebut tidak perlu lagi diajarkan. Padahal hal ini sangatlah penting, karena dengan mengembangkan keterampilan berbicara, berarti juga mengembangkan kemampuan berbahasa anak, dan kemampuan berbahasa sangat penting bagi pengembangan pribadi anak di masa yang akan datang.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurangnya keterampilan berbicara pada anak khususnya anak usia Taman Kanak-kanak, diantaranya adalah kurangnya stimulasi dari orang tua ataupun guru dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak. Ketidakpedulian ataupun ketidaktahuan orang tua ataupun guru akan pentingnya mengembangkan kemapuan berbicara anak, sehingga cenderung mengabaikannya. Kurangnya motivasi dari orang tua atau guru maupun dari anak itu sendiri untuk mempelajari kata-kata baru. Kurang tepatnya stimulsai kepada anak, dan keterbatasan media khususnya media yang dapat membantu meningkatkan keterampilan berbicara anak. dalam hal ini penulis membatasi masalahnya yaitu mengenai keterbatasan media dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak. Media yang digunakan adalah media VCD pembelajaran yang berjudul "Keajaiban mata, hidung dan lidah kita".
Pada umumnya di sekolah-sekolah (Taman Kanak-kanak), upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak biasanya hanya berupa kegiatan tanya jawab, bercakap-cakap, ataupun bercerita. Tetapi apabila kegiatan ini terlalu sering dilakukan akan mengakibatkan rasa bosan pada anak, sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif. Upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak di Taman kanak-kanak selain dengan menggunakan metode-metode tersebut, juga perlu ditunjang dengan menciptakan situasi yang menyenangkan bagi anak yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya.
Dalam suatu pembelajaran agar hasil pembelajarannya menjadi lebih bermakna, maka digunakan media khususnya media yang dapat meningkatakan kemampuan berbahasa anak. Penggunaan media pembelajaran dapat memperjelas pesan yang ingin disampaikan kepada anak, dapat membantu anak untuk meningkatkan motivasinya dalam belajar, serta membuat pembelajaran lebih bervariasi dan diharapkan agar pembelajaran yang dilakukan anak lebih bermakna (Ermayani, 2009).
Biasanya dalam mengembangkan bahasa khususnya keterampilan berbicara anak para guru menggunakan media bempa buku cerita, gambar-gambar, boneka dsb. Namun, karena seringnya menggunakan media tersebut terkadang anak menjadi bosan dan jenuh ketika guru sedang menjelaskan atau bercerita tentang sesuatu. Terkadang guru kurang jeli dalam menangkap kebutuhan siswa dalam belajar. Guru hanya memikirkan agar pembelajaran dapat disampaikan kepada anak tanpa melihat apakah pembelajaran yang dilakukan dapat diterima dengan baik oleh anak. Beberapa guru juga terkadang malas dalam menciptakan cara-cara bam ataupun media-media yang dapat digunakan dalam menyampaikan materi. Oleh karena itu perlu suatu media yang dapat membuat anak tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media tersebut hamslah menarik, tidak membuat anak bosan, dan juga mengandung nilai-nilai edukatif khususnya dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak.
Salah satu media yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak adalah VCD pembelajaran. VCD pembelajaran mempakan salah satu media audio visual, dalam media ini terdapat gambar-gambar dan efek suara yang dapat mendukung pengampaian pesan kepada anak. Video pembelajaran berisi suatu tayangan dalam bentuk Video yang di dalamnya terdapat gambar-gambar sehingga anak dapat melihat dan mendengarkan tayangan tersebut secara langsung.
Namun, karena keterbatasan sarana dan prasarana disekolah, media ini masih jarang di gunakan di sekolah-sekolah (Taman Kanak-kanak), dan dengan berbagai alasan sekolah-sekolah biasanya tidak menggunakan media ini dalam pembelajaran. Padahal penggunaan media sangat menarik bagi anak, karena pada dasarnya anak menyukai gambar-gambar apalagi yang bentuknya audio visual, selain menarik media ini juga mengandung nilai-nilai edukatif sehingga penggunaan media ini diharapkan dapat efektif dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak.
Penggunaan VCD pembelajaran dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk meningkatkan keterampilan berbicaranya. Anak senang melihat gambar-gambar, VCD pembelajaran merupakan salah satu media yang menyajikan pesan audio visual. Dengan gambar yang menarik dan lucu perhatian anak akan langsung tertuju kesana, sehingga akan menimbulkan suasana yang menyenangkan bagi anak. Gambar dan suara yang muncul membuat anak tidak cepat bosan, sehingga mendorong ia untuk mengetahui lebih jauh sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar (Ermayani, 2009).
Dengan menggunakan VCD pembelajaran sebagai salah satu media untuk menyampain pesan kepada anak, akan mempermudah menyampaikan mated kepada anak karena proses pembelajaran tidak membosankan. Eliyawati (2005) mengatakan bahwa salah satu fungsi media adalah untuk memgkongkritkan konsep-konsep yang abstrak pada anak. Maka dengan digunakannya VCD pembelajaran informasi-informasi yang anak dapatkan akan diperjelas melalui gambar-gambar, dan informasi-informasi tersebutlah yang akan mengembangkan keterampilan berbicara anak. sebagaiman penelitian yang telah dilakukan oleh Juwita (2009) telah membuktikan bahwa media VCD lebih unggul daripada media gambar berwarna dalam meningkatkan keterampilan menyimak anak TK. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Hermana (2007) yang membuktikan bahwa penggunaan media VCD memberikan pengaruh yang besar dibandingkan dengan penggunaan media slide presentation terhadap hasil belajar anak.
Penulis melakukan penelitian di kelompok A TK X dikarenakan keterampilan berbicara anak kelompok A di TK tersebut masih harus ditingkatkan. Berdasarkan observasi pendahuluan, pembelajarannya sebagian besar masih bersifat konvensional dan media yang digunakannya pun masih kurang bervariatif. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan asumsi bahwa Video pembelajaran berpengaruh terhadap keterampilan berbicara anak, maka penulis memilih fokus penelitiannya pada "Pengaruh Penggunaan Media VCD Pembelajaran Terhadap Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak Usia Taman Kanak-kanak".

B. Rumusan Masalah
Dengan asumsi bahwa penggunaan media VCD pembelajaran pada anak TK dapat mempengaruhi keterampilan berbicara anak, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum digunakan media VCD pembelajaran?
2. Bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelas eksperimen dan kontrol setelah digunakan media VCD pembelajaran?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum dan sesudah menggunakan media VCD pembelajaran?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas penggunan media VCD pembelajaran terhadap peningkatan keterampilan berbicara anak di kelompok A TK X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan informasi tentang keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum digunakan media VCD pembelajaran.
b. Untuk mendapatkan informasi tentang keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelompok eksperimen dan kontrol setelah digunakan media VCD pembelajaran.
c. Untuk mendapatkan informasi apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum dan setelah menggunakan media VCD pembelajaran.

D. Asumsi
Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa :
1. Ada empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Berbicara merupakan satu dari keempat komponen keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi manusia sebagai alat penyalur gagasan, pendapat, bentuk, ekpresi seseorang yang digunakan untuk berinteraksi dengan individu lain melalui sebuah ujaran (speech), Bromley dalam Dhieni (2005 : 1. 15).
2. Dengan menggunakan media pendidikan dalam pembelajaran, memungkinkan anak untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya, membangkitkan motivasi belajar anak, menyajikan pesan atau informasi belajar, dan dapat mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak pada anak (Eliyawati, 2005).
3. Dengan gambar yang menarik dan lucu perhatian anak akan langsung tertuju kesana, sehingga akan menimbulkan suasana yang menyenangkan bagi anak. Gambar dan suara yang muncul membuat anak tidak cepat bosan, sehingga mendorong ia untuk mengetahui lebih jauh sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar (Ermayani, 2009).
4. Media VCD sebagai media pendidikan atau pembelajaran, dapat menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik dan mudah dimengerti. Hal ini dikarenakan kemampuan VCD dalam melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri (Juwita, 2009 : 49)

E. Definisi Operasional Variabel
1. Keterampilan berbicara
Keterapilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang dimiliki oleh seorang individu dalam mengucapkan kata atau bunyi, serta mengekspresikan ide, gagasan dan perasaannya kepada orang lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1990 : 185) tentang tugas utama dalam belajar berbicara, dalam hal ini diharapkan anak mampu mengembangkan kosakata, belajar mengucapkan kata, dan membentuk kalimat.
Selain itu, anak juga diharapkan dapat berkomunikasi secara lisan dengan lafal yang benar, mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa, dan mengucapkannya dengan lafal yang benar, serta mampu mendengarkan dan memahami kata dan kalimat sederhana serta mengkomunikasikannya.
2. VCD pembelajaran
VCD pembelajaran merupakan seuatu media yang berbentuk audio visual didalamnya terdapat suatu tanyangan yang dapat dilihat dan didengarkan langsung oleh anak. Guru memperlihatkan tayangan dalam VCD tersebut kepada anak, dan menceritakan gambar-gambar yang terdapat dalam tayangan VCD tersebut. Anak mencoba menceritakan kembali apa yang ia lihat dan ketahui setelah melihat tayangan tersebut.