Search This Blog

Showing posts with label skripsi pendidikan luar biasa. Show all posts
Showing posts with label skripsi pendidikan luar biasa. Show all posts
Skripsi Penerapan Alat Peraga Pohon Bilangan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas D2 SLB

Skripsi Penerapan Alat Peraga Pohon Bilangan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas D2 SLB

(Kode PEND-PLB-0004) : Skripsi Penerapan Alat Peraga Pohon Bilangan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas D2 SLB/C X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tujuan umum pendidikan di negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan sebagai berikut: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU Sisdiknas, 2003:3)
Selaras dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, sekolah diharapkan mampu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangung jawab.
Pendidikan harus memanusiakan manusia sesuai hakekatnya, manusia merupakan problem sentral pendidikan. Jadi, bagi anak-anak manusia Indonesia belajar/bersekolah itu adalah kewajiban, termasuk anak berkelainan, yiatu anak tunanetra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, dan tuna laras. Keberhasilan proses belajar mengajar ada hubungannya dengan cara guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Oleh karena itu peran guru dalam pembelajaran dapat berpengaruh terhadap kemajuan prestasi belajar siswa.
Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah meliputi semua aktivitas yang memberikan materi pelajaran kepada siswa agar siswa mempunyai kecakapan dan pengetahuan memadai yang dapat memberikan bermanfaat bagi perkembangan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar matematika selain melibatkan pendidik dan siswa secara langsung, juga diperlukan pendukung yang lain yaitu: alat pelajaran yang memadai, penggunaan metode yang tepat, serta situasi dan kondisi lingkungan yang menunjang.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam diri siswa sendiri, maupun faktor dari luar berupa metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru mata pelajaran. Ngalim Purwanto (2002: 102) menjelaskan, “Ada dua faktor utama yang mempengaruhi belajar yaitu dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, dan faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial”. Faktor yang termasuk ke dalam faktor individula antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Di antara faktor di atas, faktor guru dan cara mengajar memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, ”tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada peserta didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai peserta didik” (Ngalim Purwanto, 2002: 104-105).
Matematika merupakan ilmu mengenai struktur dan hubungan struktur yang telaah adalah struktur mengenai pola, hubungan dan aturan-aturan. Hubunganhubungan tersebut di dalam matematika berbentuk rumus (teorema dan dalil) matematika. Menurut Jujun S. Suriasumantri (1998:191), “matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan”. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial”, baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Matematika timbul sebagai hasil pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, sehingga dalam mempelajari matematika sangat dibutuhkan pengertian, pemikiran dan pemahaman serta tidak cukup hanya bermodalkan hafalan saja.
Dalam suatu kegiatan belajar mengajar matematika akan menghasilkan keluaran (ouput) yang berkualitas jika didukung oleh pemanfaatan semua komponen yang ada secara maksimal. Dilihat dari komponen-komponen yang ada satu diantaranya adalah penggunaan alat peraga yang tepat. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru maupun siswa tentu mempunyai tujuan. Lebih-lebih guru dalam pelaksanaan tugasnya mengajar atau melakukan kegiatan belajar mengajar selalu dan harus berorientasi pada tujuan yang sudah ditentukan. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana penggunaan alat peraga yang sesuai agar dalam waktu yang relatif terbatas dapat tercapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
Siswa penyandang tuna grahita memiliki keterbelakangan mental bila dibanding anak normal pada umumnya. Anak tuna grahita mempunyai kecerdasan atau IQ di bawah 84, memiliki keterbatasan dalam hal berfikir, daya ingatnya rendah, sukar berfikir abstrak, daya fantasinya rendah, sehingga mereka mengalami kesulitan belajar termasuk dalam bidang studi matematika yang diakibatkan karena daya ingatnya rendah dan sukar berfikir abstrak.
Dengan adanya sistem pendidikan dan pengajaran anak berkelainan khususnya anak tuna grahita ringan berbeda dengan pendidikan anak normal pada umumnya. ”Untuk anak tuna grahita ringan lebih bersifat individual, fleksibel, dengan cara informal, dan harus bersifat konkrit serta dapat menarik perhatian sehingga membantu mempermudah anak dalam menerima pelajaran” (Mohammad Amin, 1996: 155).
Media pendidikan yang berupa alat peraga bagi anak tuna grahita dapat membantu mempermudah proses belajar mengajar, bahkan Arief S. Sadiman dkk (2003:16-17) mengemukakan bahwa media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut:
a) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka); b) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra; dan c) dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik dalam hal ini media berguna untuk: menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan, dan memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Alat peraga dapat membantu untuk mengatasi berbagai macam hambatan diantaranya mengurangi sifat verbalisme, mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan tipe belajar murid karena kelemahan di salah satu indra, mengatasi sifat anak pasif menjadi aktif, membantu mengatasi kesulitan guru dalam memberikan pelayanan belajar kepada murid memperingan beban guru, dan mempermudah belajar murid atau siswa. Karena itulah maka dalam pengajaran matematika di SLB/C masih diperlukan alat peraga. Sebagai guru matematika perlu mengetahui macam-macam alat peraga yang dapat dipakai dalam pembelajaran matematika, salah satu alat peraga matematika yang dipakai dalam pembelajaran adalah alat peraga pohon bilangan.
Dengan memahami kebutuhan para siswa tuna grahita, maka guru diharapkan dapat memanfaatkan alat peraga yang tepat bagi siswa tuna grahita yang memiliki keterbatasan dibanding anak normal karena anak tuna grahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: ”(1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun” (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, XXXX:56). Hal yang perlu dicatat adalah membantu siswa untuk meneliti kebutuhan mana yang secara spesifik menimbulkan masalah, sehingga dengan bantuan media pembelajaran yang tepat, siswa dapat berusaha meningkatkan kreativitas sehingga kemampuan membaca dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi anak, sebagaimana yang dikemukakan (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, XXXX:56) bahwa anak tuna grahita memiliki ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat.
Gambaran selintas, guru-guru di SLB/C X dalam praktiknya mereka hampir seluruhnya menerapkan prinsip-prinsip pengajaran konvensional, sehingga masih memerlukan pembenahan. Upaya pembenahan tersebut akan sangat bermanfaat bagi siswa, guru bahkan pihak sekolah. Pembenahan yang harus dilakukan tidak saja berkaitan dengan media pembelajaran namun juga pada aspek media pembelajarannya yang digunakan. Berdasarkan latar belakang dan berbagai pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul: PENERAPAN ALAT PERAGA POHON BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS D2 SLB/C X TAHUN PELAJARAN XXXX/XXXX.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah penerapan alat peraga pohon bilangan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas D2 SLB/C X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?.”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan alat peraga pohon bilangan terhadap meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas D2 SLB/C X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Untuk membuktikan kebenaran hipotesis tindakan yang telah diajukan dalam penelitian ini dan pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap dunia pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar matematika, sehingga siswa dapat menyelesaikan program pendidikan dengan lancar.
b. Sebagai bahan masukan bagi guru akan pentingnya alat peraga dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan.
c. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi penelitian tindakan kelas di masa mendatang.
Skripsi Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Metode Karyawisata Pada Anak Tuna Grahita Kelas Dasar III SLB-C X

Skripsi Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Metode Karyawisata Pada Anak Tuna Grahita Kelas Dasar III SLB-C X

(Kode PEND-PLB-0003) : Skripsi Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Metode Karyawisata Pada Anak Tuna Grahita Kelas Dasar III SLB-C X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan intelegensi anak tunagrahita ringan berada dibawah rerata normal yaitu IQ : 55-69, seperti dikutip Muljono Abdurahman dan Sudjadi (1994 : 26) ada empat taraf retardasi mental menurut skala intelegensi Wechsler, yaitu “Reterdasi mental ringan (mild mental retardation), IQ 55-69, Retardasi mental sedang (moderate mental retardation) IQ 40-54, Retardasi mental berat (severe mental retardation) IQ 25-39 dan Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation) IQ 24-ke bawah”.
Karena keterbatasan tersebut, anak tuna grahita kesulitan dalam menerima pelajaran yang bersifat abstrak, mereka memerlukan pola dan metode belajar khusus, terlebih lagi dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam, sehingga bukan hanya penguasaan pengetahuan yang berupa konsepkonsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SDLB-C diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik tuna grahita untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya pada kehidupan seharihari.
Proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tingkat SDLB-C diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep dan kompetensi pekerja ilmiah secara bijaksana, menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung dari alam sekitar.
Sehingga pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan secara inkuri ilmiah (scientific inquiry), dengan menggunakan metode karyawisata untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting dalam kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SDLB-C didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang ada pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Luar Biasa yaitu kurangnya alat peraga yang memadahi serta tidak tepatnya metode pembelajaran yang digunakan sehingga menyebabkan siswa jenuh dan berakibat pada rendahnya prestasi belajar IPA bagi siswa.
Untuk mengatasi permasalahan di atas maka diperlukan alat peraga yang mudah, murah serta dapat dijangkau oleh siswa serta guruu perlu menggunakan metode pengajaran yang tepat dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Metode pembelajaran yang tepat dan perlu dimaksimalkan adalah metode karya wisata. Dengan memanfaatkan lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar siswa sebagai bahan ajar diharapkan siswa dapat melakukan pengamatan pada obyek asli yang berkaitan langsung dengan materi pembelajaran.
Berawal dari latar belakang masalah tersebut maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah Metode Karya Wisata dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam anak tuna grahita kelas dasar III SLB-C X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) setelah menggunakan metode Karyawisata pada anak tuna grahita kelas Dasar III SLB-C X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
a. Manfaat praktis bagi guru dan siswa
Melalui penelitian ini penulis ingin mengembangkan metode Karyawisata guna meningkatkan pelayanan pada anak tuna grahita, khususnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
b. Manfaat Teoritis
Secara teori manfaat yang akan dicapai melalui penelitian ini, penulis ingin membuktikan bahwa metode karyawisata menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran yang memerlukan obyek asli bagi peserta didik anak tuna grahita.
Skripsi Penggunaan Konsep Ruang Melalui Permainan Bintang Beralih Untuk Meningkatkan Penguasaan Arah Bagi Anak Tunagrahita

Skripsi Penggunaan Konsep Ruang Melalui Permainan Bintang Beralih Untuk Meningkatkan Penguasaan Arah Bagi Anak Tunagrahita

(Kode PEND-PLB-0002) : Skripsi Penggunaan Konsep Ruang Melalui Permainan Bintang Beralih Untuk Meningkatkan Penguasaan Arah Bagi Anak Tunagrahita Di SDLB Negeri X Di Kelas D IV C Tahun Pelajaran XXXX/XXXX

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Istilah Pendidikan Luar Biasa dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 pasal 32 (Sisdiknas 2003) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, baik karena fisik, emosional, mental, social, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 35 pernyataan umum tentang Hak-hak asasi manusia, menyatakan: “Setiap orang berhak atas taraf hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, perumahan dan perawatan kesehatan suatu pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau keadaan lain yang mengakibatkannya kekurangan penghasilan yang berada di luar kekuasaannya”. Hak setiap orang berbeda sesuai dengan kebutuhannya dan setiap kebutuhan manusia diupayakan untuk pemenuhannya. Sebagai contoh: eksesbilitas pelayanan umum (termasuk layanan pendidikan) bagi anak berkelainan adalah hak dan sekaligus kebutuhan yang harus dipenuhi agar hidup mereka lebih berdaya, berbakat dan berderajat.
Anak Tunagrahita mempunyai kemampuan intelektual yang terbatas, yang mengakibatkan mereka mengalami berbagai kesulitan dalam menjalankan kativitas kehidupan sehari-hari. Mereka mengalami hambatan dalam penyesuaian sosial, kepribadian, emosi dan khususnya dalam hal belajar. Salah satu kesulitan anak Tunagrahita dalam penyesuaian sosial seperti memahami konsep ruang, berupa kanan kiri, depan belakang, atas bawah atau lebih dikenal dengan orientasi ruang. Pengetahuan tentang konsep ruang perlu dikuasai oleh anak khususnya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh untuk mengenakan sepatu, memakai rok bagi perempuan, memakai celana bagi laki-laki, serta memakai singlet atau memakai pakaian dalam lainnya. Semua hal itu harus dipahami anak Tunagrahita, mana yang dimaksud dengan kanan kiri saat memakai sepatu, bagian depan dan belakang ketika mengenakan celana, rok serta memasang singlet. Mereka harus tahu bagian mana yang harus dimasukkan terlebih dahulu, semua itu harus dimiliki anak Tunagrahita melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran juga akan berjalan dengan baik bila anak mengerti dan paham akan konsep ruang. Anak dengan mudah memahami materi yang diajarkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sebagai contoh penting pembelajaran tentang konsep ruang tersebut pada Bidang Studi Bahasa Indonesia pokok bahasan “Bunyi” dan sub pokok bahasan menentukan arah bunyi, pada pengajaran menulis, sub pokok bahasan Keterampilan Menulis. Untuk itu, pembelejaran tentang konsep ruang perlu diajarkan sejak dini. Sehingga, ketika guru memberi pelajaran yang berhubungan dengan konsep ruang, tidak ada yang mengalami kesulitan, baik kesulitan yang dihadapi anak untuk mengerti materi yang diajarkan atau pun kesulitan yang ditemui guru ketika memberikan penjelasan. Pemberian materi pelajaran diusahakan secara maksimal sesuai dengan kemampuan anak Tunagrahita. Perlu dilakukan pertimbangan dengan memperhatikan karakteristik yang bertujuan untuk tujuan pembelajaran.
Kelemahan perkembangan penggunaan konsep ruang anak Tunagrahita ringan dapat dinyatakan dalam bentuk kekurangan penguasaan arah yaitu arah kanan kiri, depan belakang, atas bawah.
Anak Tunagrahita ringan atau anak mampu didik adalah anak yang mempunyai tingkat IQ berkisar 50-70 sehingga mengalami hambatan dalam kecerdasan dan adaptasi sosialnya, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja. (Moh. Amin, 1995:22)
Tingkat pencapaian umur kecerdasan atau umur mentalnya hanya sampai setaraf anak usia Sekolah Dasar Kelas VI (anak umur 12 tahun) dan masih dapat dilatih dalam bidang sosial atau intelektual dalam batas-batas tertentu.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan tentang anak Tunagrahita kelas D IV C, 4 orang perempuan yaitu Nk, Tm, Ak dan Nl, mereka mengalami masalah dengan konsep ruang, setelah dilakukan assesmen Nk mengalami masalah kanan kiri, depan belakang, serta kurang motivasi dalam belajar. Tm mengalami keraguan konsep atas bawah, depan belakang. Ak mengalami masalah dengan konsep kanan kiri, depan belakang. Nl mengalami masalah dengan konsep atas bawah, depan belakang. Berbagai macam metode telah dilakukan selama ini tetapi hasilnya belum optimal, sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tidak tercapai. Guru memberikan metode demonstrasi, mendemonstrasikan sendiri tentang konsep ruang mempergunakan anggota tubuh seperti kepala, tangan, kaki, kemudian metode ceramah memberi penjelasan tentang aeah kanan kiri, atas bawah, depan belakang, anak mengalami kesulitan diam tidak merespon. Saat proses pembelajaran, guru memberikan sesuatu pertanyaan, pertanyaan tersebut diyakini dapat dijawab oleh anak tersebut, seperti: “Siapa yang mau menjawab angkat tangan kanan?”. Mereka akan mengacungkan tangan kanan dan tangan kiri secara bergantian dengan wajah yang tidak gembira, kebanyakan mereka ragu-ragu karena tangan kanan yang dimaksud oleh guru tidak diketahui atau tidak dipahami anak dengan benra. Kemudian Nk yang condong melepas sepatunya dan meletakkan di atas meja, kemudian guru menerangkan bahwa sepatu tidak boleh diletakkan di atas meja, dan guru meminta untuk memindahkan ke bawah meja, anak kelihatan bingung apa yang dimaksud atas dan bawah meja.
Demikian juga saat upacara bendera, saat guru memberikan aba-aba satu langkah ke depan, satu langkah kebelakang, satu langkah ke kiri atau kanan, angkat tangan ke atas turunkan ke bawah lagi, perhatikan ke depan, putar ke belakang, mereka tidak akan merespon sampai ditunjukkan langsung oleh guru.
Mereka juga cenderung suka melakukan sesuka hatinya saja, sehingga mereka saling mendorong dan guru pada akhirnya mendapat kesulitan untuk mengajak belajar kembali.
Permasalahan di atas perlu dicari permasalahannya, bagaimana caranya anak dapat memahami konsep ruang dengan pembelajaran yang menyenangkan, meningkatkan motivasi untuk belajar, mampu mengembangkan kreativitas, mendorong imajinasi, memperkuat daya ingat, menyesuaiakan diri dengan teman, melakukan dengan gembira, perlu dipikirkan pembelajran yang mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari tanpa menyimpang dari tujuan pembelajaran yaitu belajar.
Melalui permainan bintang beralih ini, anak dapat mengekspresikan diri sebebas mungkin dengan gerakan-gerakan yang tidak sulit dilakukan. Permainan menggunakan bentuk benda seperti bintang yang terdiri dari dua warna, hal ini memungkinkan anak bergembira mengambil benda warna, bergerak ke kanan ke kiri, depan belakang, menjangkau ke atas dan meletakkan ke bawah, anak kelihatan bingung apa yang dimaksud atas dan bawah meja.
Demikian juga saat upacara bendera, saat guru memberikan aba-aba satu langkah ke depan, satu langkah ke belakang, satu langkah ke kiri atau kanan, angkat tangan ke atas turunkan ke bawah lagi, perhatikan ke depan putar ke belakang, mereka tidak akan merespon sampai ditunjukkan langsung oleh guru. Mereka juga cenderung suka melakukan sesuka hatinya saja, sehingga mereka saling mendorong dan guru pada akhirnya mendapat kesulitan untuk mengajak belajar kembali.
Permasalahan di atas perlu dicari permasalahannya, bagaimana caranya anak dapat memahami konsep ruang dengan pembelajaran yang menyenangkan, meningkatkan motivasi untuk belajar, mampu mengembangkan kreativitas, mendorong imajinasi, memperkuat daya ingat, menyesuaiakan diri dengan teman, melakukan dengan gembira, perlu dipikirkan pembelajran yang mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari tanpa menyimpang dari tujuan pembelajaran yaitu belajar.
Melalui permainan bintang beralih ini anak dapat mengekspresikan diri sebebas mungkin dengan gerakan-gerakan yang tidak sulit dilakukan. Permainan menggunakan bentuk benda seperti bintang yang terdiri dari dua warna, hal ini memungkinkan anak bergembira mengambil benda warna, bergerak ke kanan ke kiri, depan belakang, menjangkau ke atas dan meletakkan ke bawah. Permainan tersebut dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan, tidak memakai tempat ruang khusus, dilakukan dengan berbagai bentuk gerakan seperti berdiri, berjalan, jongkok, dan meloncat. Melalui permainan ini diharapkan akan dapat menggunakan konsep ruang melalui permainan Bintang Beralih untuk meningkatkan penguasaan arah bagi anak Tunagrahita. Dan melihat latar belakang tersebut, maka penelitian ini diberi judul “Penggunaan Konsep Ruang Melalui Permainan Bintang Beralih Untuk Meningkatkan Penguasaan Arah Bagi Anak Tunagrahita di SDLB Negeri X di Kelas D IV C Tahun Pelajaran XXXX-XXXX”.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yakni “Apakah penggunaan konsep ruang melalui permainan bintang beralih dapat meningkatkan penguasaan arah bagi anak Tunagrahita ringan di SDLB Negeri X di Kelas D IV C ?”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui penggunaan konsep ruang melalui permainan bintang beralih untuk meningkatkan penguasaan arah bagi anak Tunagrahita ringan di SDLB Negeri X di Kelas D IV C Tahun Pelajaran XXXX-XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Mengetahui dari hasil konsep ruang maka diperoleh beberapa manfaat penelitian:
1. Manfaat Teoritis
Peneliti mendapatkan bahan pemikiran yang berkaitan dengan proses penguasaan arah kanan kiri, depan belakang, dan atas bawah.
2. Manfaat Praktis
a. Siswa senang dan termotivasi pada pembelajaran konsep ruang untuk meningkatkan penguasaan arah.
b. Upaya menemukan pembelajaran penguasaan arah yang disesuaiakan dengan kebutuhan anak Tunagrahita ringan.
Skripsi Upaya Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Hitungan Bilangan Penjumlahan Melalui Pemanfaatan Alat Peraga Buah-Buahan Bagi Siswa Kelas IV Semester 2 SDLB Tuna Grahita Ringan

Skripsi Upaya Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Hitungan Bilangan Penjumlahan Melalui Pemanfaatan Alat Peraga Buah-Buahan Bagi Siswa Kelas IV Semester 2 SDLB Tuna Grahita Ringan

(Kode PEND-PLB-0001) : Skripsi Upaya Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Hitungan Bilangan Penjumlahan Melalui Pemanfaatan Alat Peraga Buah-Buahan Bagi Siswa Kelas IV Semester 2 SDLB Tuna Grahita Ringan Di SLB-C X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak tuna grahita ringan atau anak mampu didik merupakan salah satu dari anak luar biasa yang kemampuan intelektualnya dibawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan daya ingatannya lemah, sukar berfikir abstrak tanggapan cenderung kongkrit visual serta, lekas bosan. Menurut Luban tobing (2001:7), menjelaskan bahwa anak retardasi mental ringan dapat berbahasa, namun sedikit terlambat, sebagian besar menguasai penggunaan bahasa untuk keperluan sehari-hari, melakukan percakapan dan ikut terlibat dalam wawancara klinik. Sebagian besar dari mereka dapat mengurus diri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar,buang air kecil) dan dalam kecakapan praktis. Anak tunagrahita ringan mengalami masalah dalam bidang akademik khususnya menulis, membaca dan berhitung. Mereka dapat tertolong dengan pendidikan yang disusun untuk meningkatkan kecakapannya dan mengkompensasikan hambatannya. Mereka lebih mampu bekerja sifatnya praktis dari pada kerja yang sifatnya akademik misalnya bekerja kasar atau setengah kasar.
Menurut Peraturan Pemerintah 72 tahun 1991 dalam Moh. Amin (1995:22), menyebutkan bahwa anak tunagrahita ringan memiliki IQ berkisar antara 50-70 memiliki kemampuan berkembang dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja. Dalam bidang akademik mampu mengikuti pelajaran di SDLB maupun SMLB. Mereka mampu mengikuti pelajaran di sekolah biasa dengan program khusus sesuai dengan berat ringannya ketuna grahitaan yang disandangnya. Anak tuna grahita ringan mampu bersosialisasi dan mandiri di masyarakat. Mereka dapat melakukan pekerjaan semi skill dan pekerjaan sosial sederhana.
Menurut Sunaryo Kartadinata (1996:86) menjelaskan bahwa anak tuna grahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Anak tuna grahita ringan dapat menjadi tenaga kerja semi terampil seperti pekerjaan laundry, pertanian, pekerjaan rumah tangga atau bekerja di pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independent. Ia akan membelanjakan uangnya dengan tolol, tidak dapat merencanakan masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tuna grahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tuna grahita ringan dengan anak normal. Secara fisik anak tuna grahita ringan tidak memiliki hambatan. Dengan demikian kemampuan matematika tuna grahita ringan terbatas pada kemampuan praktis, fungsional yang berkaitan dengan persoalan kemampuan sehari-hari.
Permasalahan utama anak tuna grahita ringan terletak pada masalah mental atau psikis yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektualnya dibawah rata-rata, kemampuan berfikir rendah, perhatian dan daya ingatannya lemah, sukar berpikir abstrak, maupun tanggapan yang cenderung konkret visual dan lekas bosan. Mengingat berbagai kondisi atau hambatan yang dialami anak tuna grahita ringan tersebut sangat komplek, maka pendidikan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Hal ini tidak terkecuali dalam pembelajaran matematika. Adapun program pembelajaran matematika untuk anak tuna grahita ringan mengacu pada kurikulum yang digunakan saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk kelas IV semester 2 SDLB, khusus tahun XXXX meliputi memahami bilangan dalam pemecahan masalah, menggunakan operasi hitung dalam pemecahan masalah, menggunakan pecahan sederhana dalam pemecahan masalah. Sedangkan geometri dan pengukuran terdiri dari menggunakan konsep keliling bidang data sederhana dalam pemecahan masalah dan menggunakan mata uang dalam kehidupan di lingkungannya.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tuna grahita ringan khususnya dalam belajar matematika diperlukan strategi belajar mengajar, media atau alat bantu yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik anak agar pelaksanaan proses belajar mengajar berjalan lebih efektif, efisien, sehingga membawa hasil yang optimal. Berdasarkan pengalaman selama peneliti mengajar anak kelas IV semester 2 SDLB. Tunagrahita ringan di SLB-C X dan diskusi diskusi yang dilakukan pada umumnya ditemukan kesulitan dalam penggunaan operasi penjumlahan bersusun pendek dengan teknik 1 dan 2 kali menyimpan. Hal ini tampak jelas sekali dalam penyelesaian penjumlahan tujuh puluh empat ditambah sembilan puluh tujuh dalam bentuk penjumlahan bersusun pendek, dari bilangan dijumlahkan 4+7 = 11 jumlah ditulis lengkap 11, satu tidak disimpan, atau kadang disimpan tapi simpanan tidak ikut dijumlahkan. Kesalahan lain ditemukan kesalahan menjumlah 4+7 = 10, 10 ditulis semua berarti siswa mengalami kesulitan penjumlahan dengan teknik 1 dan 2 kali menyimpan.
Adapun hambatan khusus yang dialami masing-masing siswa sebagai subyek penelitian adalah sebagai berikut : Siswa ML kesulitan dalam menjumlah (menjumlah dari depan tidak dari satuan), belum mampu menjumlah yang menggunakan teknik penyimpanan. Siswa AR sering keliru dalam menjumlah, sering lupa simpanan tidak ikut dijumlah, sering kacau menjumlahkan diatas hasil 10 kadang hasilnya ditulis semua, kacau dalam membedakan ratusan puluhan. Siswa SW kesulitan dalam membaca ratusan, sering salah menjumlah terutama diatas 11-18 dalam bentuk bersusun pendek.
Permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera diatasi agar pelaksanaan pembelajaran berhasil secara optimal. Salah satu cara mengatasi permasalahan dalam hal penjumlahan bersusun pendek dengan teknik 1 dan 2 kali menyimpan. Salah satu cara yang dipakai adalah menggunakan alat "Peraga buah jeruk bilangan". "Jeruk bilangan" yang dimaksud peneliti adalah jeruk Sunkist. Pemilihan jeruk manis ini adalah memanfaatkan alat peraga buah-buahan yang murah, sederhana, menarik, mudah mendapatkannya serta aman. Sebenarnya buah jeruk dapat diganti kelereng atau kethekan namun berbagai pertimbangan peneliti memilih buah jeruk sunkist. "Jeruk manis" yang berfungsi sebagai pengganti angka. Pada dasarnya kelereng dapat juga diganti benda lain misalnya batu kecil, lidi namun dengan pertimbangan keamanan, keselamatan maupun kepraktisan maka dipilih kethekan.
Adapun dipilihnya alat peraga "Buah-buahan" sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran matematika pada anak tuna grahita ringan adalah melalui alat tersebut anak dapat memperoleh pengalaman langsung yaitu anak langsung melakukan sendiri penjumlahan bentuk pendek dengan Kethekan, kethekan sesuai dengan jumlah bilangannya. Dengan pengalaman langsung ini akan selalu terkesan dihati anak. Selain itu, "Alat peraga buah-buahan" bersifat ekonomis artinya media tersebut sangat murah karena hanya memanfaatkan barang-barang bekas dan seandainya membelipun harganya sangat murah. Selain ekonomis media tersebut juga praktis karena mudah dalam mendapatkannya secara aman, maksudnya tidak membahayakan bagi anak.
Berangkat dari berbagai permasalahan di atas serta memiliki kelebihan dari alat peraga "Buah Bilangan", maka peneliti merasa perlu mengadakan penelitihan "Upaya Untuk Meningkatkan Presatasi Belajar Matematika Hitungan Bilangan Penjumlahan Melalui Pemanfaatan Alat Peraga Buah-Buahan Bagi Siswa Kelas IV Semester 2 SDLB Tuna Grahita Ringan di SLB-C X ajaran Tahun XXXX/XXXX.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :
1. Anak tuna grahita ringan kelas IV semester 2 SDLB SLB-C X mengalami kesulitan dalam hal kemampuan operasi penjumlahan bilangan satuan dengan satuan dengan teknik 1 dan 2 menyimpan.
2. Anak tuna grahita ringan kelas IV Semester 2 SDLB SLB-C X mengalami kesulitan dalam hal kemampuan operasi penjumlahan bilangan puluhan dengan puluhan teknik 1 dan 2 kali menyimpan.
3. Anak tuna grahita ringan kelas IV Semester 2 SDLB kesulitan dalam hal kemampuan operasi penjumlahan bilangan ratusan dengan ratusan dengan teknik 1 dan 2 kali menyimpan.
4. Anak tuna grahita ringan kelas IV semester 2 SDLB sering keliru dalam menjumlahkan.
5. Anak tuna grahita ringan kelas IV SDLB SLB X kesulitan membaca, menulis bilangan puluhan.
6. Kurangnya media dalam pembelajaran matematika dalam hat penjumlahan bentuk pendek.
7. Belum digunakannya alat "peraga buah-buahan" dalam operasi penjumlahan operasi bentuk pendek.
Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : "Apakah dengan alat peraga buah-buahan dapat meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan bentuk pendek pada anak kelas IV Semester 2 SDLB Tuna Grahita Ringan di SLBC X Tahun Ajaran XXXX/XXXX”.

C. Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kernampuan operasi penjumlahan bentuk pendek melalui pemanfaatan "alat peraga buah-buahan" pada kelas IV SDLB Tuna Grahita ringan di SLB-C X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan sumbangan pemikiran dalam pendidikan luar biasa khususnya pengetahuan tentang alat peraga buah-buahan dalam pembelajaran.
b. Sebagai bahan atau referensi awal bagi peneliti yang lain yang ingin mengembangkan pendidikan terutama dalam hal alat peraga.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi siswa, sebagai salah satu alternative yang dapat membantu memahami kemampuan operasi penjumlahan bentuk pendek.
b) Bagi guru, sebagai salah satu contoh bentuk alat peraga dalam pembelajaran bagi anak tuna grahita ringan.
c) Bagi sekolah, sebagai masukan bagi pengelola SLB-C X dalam hal meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah yang berkaitan dengan alat peraga.