Search This Blog

Showing posts with label skripsi keperawatan. Show all posts
Showing posts with label skripsi keperawatan. Show all posts
JUDUL SKRIPSI KEPERAWATAN 1

JUDUL SKRIPSI KEPERAWATAN 1

JUDUL SKRIPSI KEPERAWATAN 1

  • (KODE : KEPRAWTN-0001) : SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0002) : SKRIPSI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN ISPA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0003) : SKRIPSI KARAKTERISTIK PERAWATAN LANSIA TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI DI PANTI WERDHA X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0004) : SKRIPSI DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM UKS PADA SD NEGERI DI KECAMATAN X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0005) : SKRIPSI ANALISA TINGKAT KEPUASAN PASIEN PADA PELAYANAN KEPERAWATAN PRIMA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0006) : SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG KOMPLIKASI DIABETES MELITUS DI RS X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0007) : SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN KEPALA KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA TBC DI KELURAHAN X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0008) : SKRIPSI PERAWATAN KELUARGA TERHADAP LANSIA DI DESA X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0009) : SKRIPSI HUBUNGAN SIKAP DAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KECEMASAN ANAK PRASEKOLAH DI RUANG PERAWATAN RS X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0010) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASI IBU DENGAN PASIEN DIARE PADA ANAK USIA 1-24 BULAN [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0011) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0012) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA
  • (KODE : KEPRAWTN-0013) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SINDROMA DISPEPSIA MAHASISWA
  • (KODE : KEPRAWTN-0014) : SKRIPSI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK DOWN SYNDROME
  • (KODE : KEPRAWTN-0015) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PUSKESMAS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0016) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG THERAPI ANTI RETROVIRAL PADA PASIEN HIV AIDS
  • (KODE : KEPRAWTN-0017) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN POSYANDU OLEH IBU BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0018) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEROKOK MAHASISWA
  • (KODE : KEPRAWTN-0019) : SKRIPSI GAMBARAN KEPUASAN PASIEN PENGGUNA ASKES PADA PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0020) : SKRIPSI GAMBARAN PENGETAHUAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI KEC X
  • (KODE : KEPRAWTN-0021) : SKRIPSI GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI RUANG PERAWATAN UMUM
  • (KODE : KEPRAWTN-0022) : SKRIPSI GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV AIDS DI SMPN X
  • (KODE : KEPRAWTN-0023) : SKRIPSI GAMBARAN PERSEPSI PEMENUHAN DASAR PERSONAL HYGIENE PADA ANAK-ANAK JALANAN USIA 6-12 TAHUN
  • (KODE : KEPRAWTN-0024) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA
  • (KODE : KEPRAWTN-0025) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN POSYANDU DENGAN KUNJUNGAN IBU YANG MEMPUNYAI BALITA
  • (KODE : KEPRAWTN-0026) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI POSYANDU
  • (KODE : KEPRAWTN-0027) : SKRIPSI HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DIARE DENGAN DEHIDRASI DAN DIARE TANPA DEHIDRASI PADA BALITA YANG DATANG DI PUSKESMAS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0028) : SKRIPSI HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA
  • (KODE : KEPRAWTN-0029) : SKRIPSI HUBUNGAN KENYAMANAN LINGKUNGAN RUANG RAWAT INAP, ASUPAN MAKANAN DAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PASIEN TB PARU DI RS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0030) : SKRIPSI HUBUNGAN KEPATUHAN DALAM MENJALANKAN DIET DENGAN GULA DARAH TERKONTROL PADA PASIEN DIABETES MELITUS
  • (KODE : KEPRAWTN-0031) : SKRIPSI HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA DI SMA X
  • (KODE : KEPRAWTN-0032) : SKRIPSI HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA
  • (KODE : KEPRAWTN-0033) : SKRIPSI HUBUNGAN LAMA DAN FREKUENSI HEMODIALISIS DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM MEMBATASI ASUPAN CAIRAN
  • (KODE : KEPRAWTN-0034) : SKRIPSI HUBUNGAN MENGKONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI ANAK USIA 10 DAN 11
  • (KODE : KEPRAWTN-0035) : SKRIPSI HUBUNGAN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN PENGETAHUAN TENTANG ISPA PADA MASYARAKAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA
  • (KODE : KEPRAWTN-0036) : SKRIPSI HUBUNGAN PENDIDIKAN KESEHATAN, PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA
  • (KODE : KEPRAWTN-0037) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN MINUM TABLET ZAT BESI DENGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL
  • (KODE : KEPRAWTN-0038) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI IBU-IBU PRIMIPARA DENGAN KEIKUTSERTAAN DALAM SENAM HAMIL
  • (KODE : KEPRAWTN-0039) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN GEJALA RELAPS DI SANATORIUM
  • (KODE : KEPRAWTN-0040) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PRIMIGRAVIDA TRIMESTER III TERHADAP TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR
  • (KODE : KEPRAWTN-0041) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG KONTRASEPSI DENGAN KEPUTUSAN MEMAKAI KONTRASEPSI PASCA ABORTUS
  • (KODE : KEPRAWTN-0042) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG SKIZOFRENIA DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA
  • (KODE : KEPRAWTN-0043) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KLIEN DENGAN KEPATUHAN DIET DIABETES MELITUS TIPE II
  • (KODE : KEPRAWTN-0044) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG RABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN RABIES
  • (KODE : KEPRAWTN-0045) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI MENGENAI ASI EKSKLUSIF DENGAN PENERAPAN BREASTFEEDING FATHER
  • (KODE : KEPRAWTN-0046) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA NARKOBA DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA
  • (KODE : KEPRAWTN-0047) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN PENERAPANNYA DI SD
  • (KODE : KEPRAWTN-0048) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG CACINGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN CACINGAN PADA SISWA SD
  • (KODE : KEPRAWTN-0049) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU DENGAN MOTIVASI MAHASISWI UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI
  • (KODE : KEPRAWTN-0050) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN JENTIK DENGAN KEJADIAN DBD
  • (KODE : KEPRAWTN-0051) : SKRIPSI HUBUNGAN PERAWATAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI ANAK PRASEKOLAH DI TK
  • (KODE : KEPRAWTN-0052) : SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
  • (KODE : KEPRAWTN-0053) : SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU INDIVIDU TENTANG PENULARAN DAN PENGOBATAN TBC TERHADAP KESEMBUHAN TBC
  • (KODE : KEPRAWTN-0054) : SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN FOBIA SEKOLAH PADA ANAK PRASEKOLAH DI PAUD X
  • (KODE : KEPRAWTN-0055) : SKRIPSI HUBUNGAN STATUS PARITAS DENGAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS
  • (KODE : KEPRAWTN-0056) : SKRIPSI HUBUNGAN STRES DAN MEKANISME KOPING LANSIA DENGAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP KEHILANGAN PASANGAN HIDUP
  • (KODE : KEPRAWTN-0057) : SKRIPSI HUBUNGAN TINDAKAN PERSONAL HYANGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BATITA DI POSYANDU X
  • (KODE : KEPRAWTN-0058) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN PERILAKU MENGGOSOK GIGI PADA SISWA SD
  • (KODE : KEPRAWTN-0059) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG PERTUMBUHAN JANIN DENGAN KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN KUNJUNGAN ANC DI PUSKESMAS
  • (KODE : KEPRAWTN-0060) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU PRIMIPARA TENTANG MENYUSUI DENGAN TEKNIK MENYUSUI
  • (KODE : KEPRAWTN-0061) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT DAN PROSEDUR PEMASANGAN INFUS DENGAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA YANG DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS
  • (KODE : KEPRAWTN-0062) : SKRIPSI HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN REMAJA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA
  • (KODE : KEPRAWTN-0063) : SKRIPSI KARAKTERISTIK DAN MINAT MASYARAKAT MENGGUNAKAN PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS DI DESA X
  • (KODE : KEPRAWTN-0064) : SKRIPSI MOTIVASI DAN KINERJA PERAWAT PUSKESMAS MODEL KOTA X
  • (KODE : KEPRAWTN-0065) : SKRIPSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA PERAWAT DI RSUD
  • (KODE : KEPRAWTN-0066) : SKRIPSI PENGARUH KONSELING TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN HIV AIDS MENINGKATKAN HARGA DIRI
  • (KODE : KEPRAWTN-0067) : SKRIPSI PENGARUH MOTIVASI DAN PENGETAHUAN TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK PADA IBU PRIMIPARA DI KELURAHAN X
  • (KODE : KEPRAWTN-0068) : SKRIPSI PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS
  • (KODE : KEPRAWTN-0069) : SKRIPSI PENGARUH TEKNIK HIPNOTIS TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR
  • (KODE : KEPRAWTN-0070) : SKRIPSI PENGATURAN DIET PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI DESA X
  • (KODE : KEPRAWTN-0071) : SKRIPSI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG INISIASI MENYUSUI DINI DI POLIKLINIK
  • (KODE : KEPRAWTN-0072) : SKRIPSI PERBEDAAN TAKSIRAN BERAT JANIN DARI IBU ANEMIA DENGAN IBU TIDAK ANEMIA BERDASARKAN RUMUS NISWANDER DI PUSKESMAS
  • (KODE : KEPRAWTN-0073) : SKRIPSI PERILAKU PETUGAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0074) : SKRIPSI PERSEPSI TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN PADA IBU YANG MELAKUKAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS
  • (KODE : KEPRAWTN-0075) : SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS X
  • (KODE : KEPRAWTN-0076) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMILIH PENOLONG PERSALINAN [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0077) : SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN PADA SISWA SD [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0078) : SKRIPSI HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TERAPI DIET PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KETERKENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0079) : SKRIPSI HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : KEPRAWTN-0080) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN [[ LIHAT BAB I ]]
     


SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI


(KODE : KEPRAWTN-0011) : SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI


BAB 1 
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2008).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008). Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. atau seandainya terkenapun, tidak memberikan akibat yang fatal bagi tubuh (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakannya imunisasi global yang disebeut dengan Extended Program on Immunization (EPI) cakupan terus meningkat (Ranuh dkk, 2008). Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan, satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.000 anak, satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini, 2010).
Dari tahun 1977, World Health Organization (WHO) mulai menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on Immunization (EPI), yang diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA). Ini menempatkan EPI sebagai komponen penting pelayanan kesehatan. Pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis mulai dilaksanakan. Pada akhir tahun 1988 diperkirakan bahwa cakupan imunisasi di Indonesia cukup tinggi dibandingkan beberapa Negara berkembang lainnya (Proverawati & Andhini, 2010).
Di Indonesia, cakupan bayi di imunisasi pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran 4.851.942 jiwa bayi, cakupan imunisasi Hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari (65,7%), imunisasi Bacillus Celmette Guerin (BCG) (90,3%), imunisasi Polio 1 (97,7%), imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus/Hepatitis B (DPT/HB) 1 (96,1%), imunisasi Polio 2 (94,2%), imunisasi DPT/HB 2 (93,0%), imunisasi Polio 3 (92,8%), imunisasi DPT/HB 3 (91,8%), imunisasi Polio 4 (89,9%), dan imunisasi Campak (89,2%). Dari data tersebut cakupan yang paling rendah yaitu pada imunisasi campak (89%) (Buletin data surveilans PD3I & imunisasi, 2009).
Cakupan imunisasi pada bayi di provinsi ini pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran bayi sebanyak 323.846 jiwa, cakupan imunisasi (HB) usia 0 bulan atau kurang dari 7 hari (48,5%), imunisasi BCG (68,3%), imunisasi Polio 1 (91,2%), imunisai DPT/HB 1 (88,4%), imunisasi Polio 2 (86,9%), imunisasi DPT/HB 2 (85,6%), imunisasi Polio 3 (85,0%), imunisasi DPT/HB 3 (82,9%), imunisasi Polio 4 (82,0%), dan imunisasi campak (81,6%). Terlihat bahwa cakupan imunisasi yang paling rendah yaitu imunisasi hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari dan imunisasi BCG (68,3%), dimana target cakupan untuk setiap imunisasi adalah 100% (Buletin data surveilans PD3I & imunisasi Provinsi Sumut, 2009).
Data di Puskesmas X pada November 2010, berdasarkan hasil survey peneliti bahwa sasaran imunisasi di daerah tersebut sebanyak 87 jiwa bayi, cakupan imunisasi Bacillus celmette Guerin (BCG) sebanyak 40 jiwa bayi (45,97%), imunisasi DPT 1 sebanyak 28 jiwa bayi (32,18%), imunisasi DPT 2 sebanyak 20 jiwa bayi (22,98%), imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%), imunisasi Polio 1 sebanyak 50 jiwa bayi (57,47%), imunisasi polio 2 sebanyak 44 jiwa bayi (50,57%), imunisasi Polio 3 sebanyak 30 jiwa bayi (34,48%), imunisasi Polio 4 sebanyak 15 jiwa bayi (17,28%), dan imunisasi campak sebanyak 33 jiwa bayi (37,93%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa seluruh jenis imunisasi belum mencapai target cakupan, dan cakupan yang paling rendah adalah pada imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%) dan imunisasi polio 4 sebanyak 15 jiwa (17,24%) (Laporan Tahunan Puskesmas X, 2010).
Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI (Universal Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010 (Proverawati & Andhini, 2010). Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dengan berbagai alasan seperti pengetahuan ibu yang kurang tentang imunisasi dan rendahnya kesadaran ibu membawa anaknya ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap karena takut anaknya sakit, dan ada pula yang merasa bahwa imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya, kurang informasi/penjelasan dari petugas kesehatan tentang manfaat imunisasi ,serta hambatan lainnya (Ranuh dkk, 2008).
Data dan uraian diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan yang berdampak pada penurunan angka kesehatan bayi di Puskesmas X masih menunjukkan nilai yang masih rendah, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi yang masih kurang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan ibu dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada anak di Kelurahan X.

1.2 Tujuan Umum
1.2.1.Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di kelurahan X.

1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan X.
1.3.2 Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan X.

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan.
Diharapkan akan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan dalam meningkatkan Ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.2 Praktek Keperawatan.
Diharapkan akan dapat digunakan untuk praktek keperawatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga menjadi tambahan informasi dalam memahami kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.3 Penelitian keperawatan.
Diharapkan akan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan dapat digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian selanjutnya.

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASI IBU DENGAN PASIEN DIARE PADA ANAK USIA 1-24 BULAN

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASI IBU DENGAN PASIEN DIARE PADA ANAK USIA 1-24 BULAN


(KODE : KEPRAWTN-0010) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASI IBU DENGAN PASIEN DIARE PADA ANAK USIA 1-24 BULAN




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
PASI adalah singkatan dari Pengganti Air Susu Ibu (PASI), dan umumnya berupa susu formula. PASI merupakan makanan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. (www.asuh.wikia.co. 2009). PASI dapat diberikan dalam keadaan dimana bayi harus dipisahkan dari ibunya, misalnya jika si ibu menderita sakit parah atau menular, bayi dapat diberi ASI sesuia petunjuk dokter atau tim kesehatan.
Berdasarkan rekomendasi dari WHO dan UNICEF di Geneva pada tahun 1979 menyusui merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Susu formula mudah terkontaminasi oleh kuman dan dalam pemberian susu formula harus disesuaikan dengan takaran susu dan umur bayi. Apabila takaran susu tidak sesuai maka mengakibatkan diare (Sarwono, 1999).
Bayi yang diberi susu formula mengalami kesakitan diare 10 kali lebih banyak yang menyebabkan angka kematian bayi juga 10 kali lebih banyak, infeksi usus karena bakteri dan jamur 4 kali lipat lebih banyak, sariawan mulut karena jamur 6 kali lebih banyak. Penelitian di Jakarta memperlihatkan persentase kegemukan atau obesitas terjadi pada bayi yang mengkonsumsi susu formula sebesar 3,4% dan kerugian lain menurunnya tingkat kekebalan terhadap asma dan alergi (Dwinda, 2006).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2003), angka kematian bayi di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Angka kesakitan dan angka kematian bayi ditimbulkan salah satunya disebabkan dari dampak susu formula tersebut.
Menurut profil Dinkes Sumut 2005, pemberian ASI Eksklusif di 9 kabupaten Sumatera Utara yang tidak memberikan ASI eksklusif, Asahan 90%, Tanjung Balai 84%, Tobasa 81%, Tapsel 68,5%, Sibolga 68%, Taput 58,5%, Tapteng 46%, dan Labuhan Batu 39%.
Tidak semua bayi dapat menikmati ASI secara eksklusif dari ibu, hal ini dikarenakan oleh berbagai keadaan tertentu misalnya, keluarga ibu yang memutuskan untuk tidak menyusui bayi karena adanya suatu penyakit, misalnya: tuberculosis (TBC), atau Acuired Immunodeficiency Syndrom (AIDS). Dengan keadaan tersebut cara lain untuk memenuhi kebutuhan gizi pada bayi adalah dengan memberikan susu formula sebagai Pengganti Air Susu Ibu (PASI) (Roesli, 2000).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Cohen dan kawan-kawan di Amerika pada tahun 1995 diperoleh bahwa 25% ibu-ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayi dan 75% ibu-ibu yang memberikan susu formula pada bayi. Bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif lebih jarang terserang penyakit dibandingkan dengan bayi yang memperoleh susu formula, karena susu formula memerlukan alat-alat yang bersih dan perhitungan takaran susu yang tepat sesuai dengan umur bayi. Hal ini membutuhkan pengetahuan ibu yang cukup tentang dampak pemberian susu formula (Roesli, , 2000).
Angka kejadian dan kematian akibat diare pada anak-anak di negara-negara berkembang masih tinggi, lebih-lebih pada anak yang sedang mendapat susu formula dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI. Meningkatnya penggunaan susu formula dapat menimbulkan barbagai masalah, misalnya kekurangan kalori protein tipe marasmus, moniliasis pada mulut, dan diare karena infeksi (Soetjiningsih, 1997).
Di Indonesia masih banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif pada bayi, karena kaum ibu lebih suka memberikan susu formula dari pada memberikan ASI. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan ibu, penyakit ibu serta ibu-ibu yang beranggapan bahwa apabila ibu menyusui maka payudaranya tidak indah lagi sehingga suami tidak sayang (Soetjiningsih, 1997).
Presentasi kaum ibu-ibu yang berada di pedesaan yang memberikan ASI pada bayinya sebesar 80-90% sampai bayi berumur lebih dari 1 tahun. Tetapi dengan adanya iklan dan sumber informasi tentang susu formula maka kecendrungan masyarakat untuk meniru gaya hidup modern. Di Jakarta lebih dari 50% bayi yang berumur 2 bulan telah mendapat susu formula karena pada awalnya calon ibu tidak diberikan penjelasan dan penyuluhan tentang pemberian ASI eksklusif (Soetjiningsih, 1997).
Berdasarkan profil kesehatan Kecamatan Sibolga Sambas tahun 2008 menunjukkan bahwa 54 bayi dinyatakan 32 bayi mendapatkan susu formula. Sedangkan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa masih ada ibu-ibu di Kecamatan Sibolga Sambas yang memberikan susu formula kepada bayi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku PASI Ibu Dengan Pasien Diare Pada Anak Usia 1-24 Bulan Di Di Rumah Sakit X.

B. Masalah Penelitian
Pada penelitian RISDAYATI, 2008, mengenai perbedaan lama hari rawat inap diare pada anak (7-24 bulan) yang diberi ASI eksklusif degan yang diberi PASI di RS. X. dengan jumlah sampel 48 orang. Hasil penelitian sebanyak 34 (70,8%) dirawat dengan Diare, diberi PASI.
Dari data diatas peneliti ingin menegtahuai sejauhmana kontribusi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku PASI Ibu Dengan Pasien Diare Pada Anak Usia 1-24 Bulan. Secara khusus masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran karakteristik responden
a. Bagaimana gambaran karakteristik responden berdasarkan usia ibu.
b. Bagaimana gambaran karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu.
c. Bagaimana gambaran karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu.
d. Bagaimana gambaran karakteristik responden berdasarkan penghasilan keluarga..
2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang Diare.
3. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang PASI.
4. Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang Diare dengan perilaku PASI.
5. Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang PASI dengan perilaku PASI.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahuai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku PASI Ibu dengan klien diare pada anak 1-24 bulan Di Rumah Sakit X.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh informasi tentang gambaran karakteristik responden
1) Memperoleh informasi tentang gambaran karakteristik responden berdasarkan usia ibu.
2) Memperoleh informasi tentang gambaran karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu.
3) Memperoleh informasi tentang gambaran karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu.
4) Memperoleh informasi tentang gambaran karakteristik responden berdasarkan penghasilan keluarga..
b. Memperoleh informasi tentang gambaran pengetahuan ibu tentang Diare.
c. Memperoleh informasi tentang gambaran pengetahuan ibu tentang PASI.
d. Memperoleh informasi hubungan antara pengetahuan ibu tentang Diare dengan perilaku PASI.
e. Memperoleh informasi hubungan antara pengetahuan ibu tentang PASI dengan perilaku PASI.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi ibu
Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan dalam meningkatkan pengetahuan ibu mengenai perilaku pemberian susu formula pada anak dalam mencegah diare.
2. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang perilaku PASI yang baik untuk mencegah diare.
3. Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
SKRIPSI HUBUNGAN SIKAP DAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KECEMASAN ANAK PRASEKOLAH DI RUANG PERAWATAN RS X

SKRIPSI HUBUNGAN SIKAP DAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KECEMASAN ANAK PRASEKOLAH DI RUANG PERAWATAN RS X


(KODE : KEPRAWTN-0009) : SKRIPSI HUBUNGAN SIKAP DAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KECEMASAN ANAK PRASEKOLAH DI RUANG PERAWATAN RS X




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sehat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah keadaan baik pada seluruh badan serta bagian-bagiannya. Menurut UU no 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. WHO mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Menurut Kisanti (2008), kesehatan anak penting sekali artinya bagi keluarga, ibaratnya kesehatan anak merupakan kebahagiaan bagi orangtua. Jika anak sakit hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kesehatan anak menentukan kualitas anak dikemudian hari, karena keberhasilan anak dimasa yang akan datang akan tergantung dari bagaimana anak menjalani tahap awal kehidupannya yaitu usia bayi, toddler, prasekolah dan sekolah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam pemenuhan kebutuhan anak untuk pertumbuhan dan perkembangan anak (Supartini, 2004).
Dalam proses perkembangan anak usia prasekoah ada ciri- ciri yang melekat pada anak-anak tersebut. Menurut Snowman (dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. Pertama pada ciri fisik, anak prasekolah terlihat lebih aktif sehingga membutuhkan kontrol pada tubuhnya untuk istirahat yang cukup. Hal ini dikarenakan anak prasekolah seringkali tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat yang cukup. Kedua pada ciri sosial, pada tahap ini anak prasekolah lebih cepat bersosialisasi dengan teman-temannya. Ketiga pada ciri emosi, dimana pada tahap ini anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka, sedangkan pada ciri perkembangan kognitif anak prasekolah umunya terampil dalam berbahasa.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dicapai secara optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak diantaranya pemberian nutrisi yang adekuat, memfasilitasi kegiatan bermain, dan melakukan upaya pemeliharaan kesehatan untuk pencegahan penyakit. Salah satu upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit adalah dengan pemberian imunisasi. Dimana imunisasi merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja, memberikan kekebalan pada anak prasekolah sehingga terhindar dari penyakit. Masalah kesehatan yang sering dijumpai pada anak prasekolah diantaranya adalah infeksi (Supartini, 2004).
Saat anak prasekolah dirawat di rumah sakit, kondisi ini memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan rumah yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan serta hilangnya waktu bermain bersama teman-teman sepermainannya. Adapun reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah selama dirawat di rumah sakit adalah dengan menolak makan, sering bertanya kepada orang tuanya tentang hal-hal yang tidak dipahaminya, menangis dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Dampak dari perpisahan yang dialami anak prasekolah saat dirawat di rumah sakit akan menimbulkan rasa kecemasan pada anak tersebut. Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dalam merespon sesuatu yang baru dan belum pernah dialami. Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan kecemasan bagi anak maupun orang tua. Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit antara lain lingkungan rumah sakit, bangunan fisik, bau khas rumah sakit, obat-obatan, alat-alat medis, petugas kesehatan, warna seragam, dan sikap petugas kesehatan seperti dokter dan perawat (Moersintowati, dkk 2008). Menurut Supartini (2004), perawatan di rumah sakit seringkali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak merasa malu, bersalah, cemas dan takut. Anak juga sering merasa takut pada hal-hal yang tidak logis, seperti takut gelap, monster, dll. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak usia prasekolah yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan serta lingkungan rumah sakit (Wong, 2000). Penelitian Isle of Wight yang dilaporkan oleh Rutter dan kawan-kawan (dalam Nelson, 2000) menemukan prevalensi gangguan kecemasan adalah 6,8%. Sekitar sepertiga anak ini adalah cemas berlebihan, dan sepertiga lainnya menderita ketakutan spesifik atau fobia yang merupakan cacat. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Furi Seftiani yang berjudul Hubungan Antara Perilaku Caring Dengan Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Klien Anak di Ruang Perawatan Anak RS Sentra Medika Cimanggis (2008), didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap caring perawat dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada klien anak di ruang perawatan anak.
Upaya untuk mengatasi kecemasan pada anak antara lain yang pertama melibatkan orang tua anak, agar orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam. Jika tidak mungkin, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara mereka. Yang kedua melakukan modifikasi lingkungan rumah sakit, agar anak tetap merasa nyaman dan tidak asing dengan lingkungan baru. Upaya yang ketiga adalah peran dari petugas kesehatan rumah sakit (dokter, perawat), dimana diharapkan petugas kesehatan khususnya perawat harus menghargai sikap anak karena selain orang tua perawat adalah orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan di rumah sakit. Sekalipun anak menolak orang asing (perawat), namun perawat harus tetap memberikan dukungan dengan meluangkan waktu secara fisik dekat dengan anak menggunakan suara bernada tenang, pilihan kata yang tepat, kontak mata dan sentuhan secara empati (Wong, 2008).
Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi adalah kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih, dalam bentuk pembagian ide, pikiran dengan menggunakan lambang, memiliki tujuan tejadi perubahan pada orang lain (Tamsuri, 2008). Effendy (2002) dalam Suryani (2004) menyatakan lima komponen dalam komunikasi yaitu komunikator, komunikan, pesan, media, dan efek. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mempunyai efek penyembuhan. Karena komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya terhadap klien, sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya. Apabila perawat dalam berinteraksi dengan klien tidak memperhatikan sikap dan teknik dalam komunikasi terapeutik dengan benar dan tidak berusaha untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, maka hubungan yang baik antara perawat dengan klienpun akan sulit terbina (Anggraini, 2009). Cara berkomunikasi pada anak berbeda dengan komunikasi terapeutik pada orang dewasa. Komunikasi terapeutik pada anak hendaknya selalu memperhatikan nada suara, jarak interaksi dengan anak, sentuhan yang diberikan kepada anak harus atas persetujuan anak (Mundakir, 2006).
Dalam komunikasi terapeutik ada beberapa sikap dan teknik komunikasi yang harus dipahami oleh perawat. Sikap komunikasi terapeutik pada anak prasekolah antara lain memberitahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksa yang akan digunakan, bicara lambat, hindari sikap mendesak untuk dijawab, hindari konfrontasi langsung, salaman pada anak (untuk mengurangi kecemasan). Sedangkan teknik komunikasi terapeutik dengan anak yang harus dipahami oleh perawat antara lain teknik non verbal teknik orang ketiga, bercerita, dan teknik verbal menulis, menggambar, bermain (Tamsuri, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh A.Aziz A.Hidayat (2003) yang berjudul Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik Pada Anak Usia Prasekolah di RSUD Dr.Soetomo Surabaya (2003), didapatkan hasil penegetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di RSUD Dr.Soetomo adalah 56,3% berpengetahuan baik dan 43,8% berpengetahuan kurang. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di RSUD Dr. Soetomo adalah 65,6% bersikap positif dan 34,4% bersikap negatif.
Berdasarkan survey awal peneliti yang dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2009, peneliti mendapatkan informasi bahwa sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian di rumah sakit ini mengenai komunikasi terapeutik pada anak di rumah sakit X . Di rumah sakit X terdapat dua ruang perawatan anak (satu ruangan kelas satu dan dua, satu ruangan kelas tiga) dengan kapasitas 30 tempat tidur, data kunjungan ke rumah sakit X khususnya pasien anak setiap bulannya cukup banyak, tiga bulan terakhir sekitar 74 pasien anak yang dirawat di rumah sakit X. Hasil studi pendahuluan terhadap anggota keluarga dari anak yang dirawat mengungkapkan bahwa waktu kunjungan terbatas dan jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu juga terbatas, kecemasan anak bertambah selama dirawat karena anak harus berpisah dengan orang-orang terdekatnya. Selain itu dari hasil wawancara dengan orang tua anak yang dirawat dua hari di ruang rawat anak rumah sakit X mengungkapkan dari sejak pertama kali masuk dan dirawat anak sering menangis, terlihat gelisah, juga takut jika didekati perawat dan jika akan diberikan suatu tindakan keperawatan. Sedangkan 3 dari 5 orang tua anak yang anaknya telah dirawat selama 5 hari mengungkapkan awal-awal dirawat anaknya juga sering menangis jika didekati perawat tetapi sekarang sudah tidak takut lagi kecuali jika akan diberikan tindakan tertentu (seperti dipasang infus). Menurut beberapa orang tua anak yang dirawat, komunikasi yang diterapkan perawat baik kepada anak maupun kepada orang tua sudah cukup baik, walaupun ada beberapa perawat yang dirasakan belum menerapkan cara-cara atau teknik komunikasi ke anak. Hasil wawancara kepada pihak managemen rumah sakit X yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Februari 2010 didapatkan data dari hasil angket yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien tingkat kepuasan pasien yang dirawat selama 3 bulan terakhir cukup bagus (85% pasien puas dengan pelayanan yang rumah sakit berikan). Selain itu penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit X sudah diterapkan, dan di rumah sakit X selalu dilaksanakan pelatihan tentang penerapan komunikasi terapeutik kepada semua karyawan termasuk kepada perawat.
Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan sikap dan teknik komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan anak prasekolah yang diruang perawatan rumah sakit X .

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan adalah apakah ada hubungan sikap dan teknik komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan anak prasekolah di ruang perawatan anak rumah sakit X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan sikap dan teknik komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah di ruang perawatan rumah sakit X
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran tentang karakteristik (jenis kelamin dan lama hari rawat) pasien anak prasekolah di ruang perawatan anak rumah sakit X
b. Memperoleh gambaran tentang kecemasan pasien prasekolah anak di ruang perawatan anak rumah sakit X
c. Menganalisis hubungan antara sikap komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pada anak prasekolah di ruang perawatan anak rumah sakit X
d. Menganalisis hubungan teknik komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pada anak prasekolah yang di ruang perawatan anak rumah sakit X

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti : Dapat memperkaya ilmu keperawatan khususnya tentang komunikasi terapeutik agar dapat diterapkan dengan baik dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di rumah sakit.
2. Bagi Perawat : Dapat menjadi pendorong agar memberikan komunikasi terapeutik kepada pasien khususnya pasien anak, sehingga masalah psikologis pada anak dapat teratasi juga dapat membantu proses penyembuhan.
3. Bagi Institusi Pendidikan : Dapat menjadi tambahan informasi tentang pentingnya komunikasi terapeutik bagi pasien anak pra sekolah dan sebagai bahan informasi perawat untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan dan sikap dalam berkomunikasi secara terapeutik.
4. Bagi Rumah Sakit : Dapat menjadi masukan yang digunakan untuk penerapan komunikasi terapeutik kepada pasien anak prasekolah sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
5. Bagi Pasien : Dapat menjadi informasi sebagai pertimbangan memilih pelayanan kesehatan.
SKRIPSI PERAWATAN KELUARGA TERHADAP LANSIA DI DESA X

SKRIPSI PERAWATAN KELUARGA TERHADAP LANSIA DI DESA X


(KODE : KEPRAWTN-0008) : SKRIPSI PERAWATAN KELUARGA TERHADAP LANSIA DI DESA X




BAB 1 
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih (WHO, 1965). Menjadi tua (lanjut usia) merupakan peristiwa yang sangat alamiah dan normal terjadi pada setiap manusia. Setiap manusia tentunya berharap dapat menjalani masa tuanya dengan bahagia. Ketika memasuki masa tua tersebut, sebagian lansia dapat menjalaninya dengan bahagia, namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami hal sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidakbahagiaan, sehingga menyebabkan rasa ketidaknyamanan (Dana, 2007). Ketidakbahagiaan tersebut bisa disebabkan karena kondisi lingkungan, kurangnya perawatan, perhatian ataupun kepedulian dari orang-orang di sekitar lansia, .terutama keluarga. Sebagian lansia tinggal bersama dengan keluarga sendiri dan ada juga yang tinggal di Panti Werdha atau tempat lainnya, tetapi menurut Tachman (1999), tempat yang paling baik bagi lansia adalah tempat tinggalnya sendiri dengan anggota keluarga lainnya. Perawatan yang dilakukan oleh anak sendiri diduga memberikan rasa aman dan nyaman karena mereka lebih toleran terhadap lansia dibandingkan kerabat atau orang lain, sehingga kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi dan spiritual lansia bisa terpenuhi dengan baik.
Jumlah lansia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Saat ini, di seluruh dunia jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan mencapai 500 juta, dengan usia rata-rata 60 tahun, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1, 2 milyar (Nugroho, 2000). Berdasarkan data penduduk mutakhir, jumlah lansia di Indonesia sekarang sekitar 16 juta jiwa (Sabdono, 2007). Pada tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 273 juta jiwa, dan hampir seperempat dari jumlah penduduk tersebut atau sekitar 62, 4 juta jiwa tergolong sekelompok penduduk lanjut usia. Bahkan, jika menggunakan model proyeksi penduduk PBB, jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2050 menjadi dua kali lipat atau sekitar 120 juta jiwa lebih (Sardjunani, 2007). Sedangkan di Provinsi X berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2007, jumlah penduduk yang berumur 60 tahun ke atas mencapai 693.494 jiwa, atau 5,4% dari jumlah penduduk di Provinsi X (12.834.371 jiwa). Dan jumlah penduduk lansia di Desa Z Kecamatan X Kabupaten Y sebanyak 213 jiwa (Laporan Kepala Desa Z, 2009).
Peningkatan persentase penduduk lanjut usia membawa implikasi terhadap berbagai sektor pembangunan lainnya. Pergeseran struktur penduduk dari muda ke tua tersebut antara lain berdampak terhadap perubahan kebijakan pemerintah, tidak saja di sektor kependudukan tetapi juga di sektor kesehatan, sosial dan bahkan ke sektor ekonomi. Hal ini tentunya membawa implikasi pada kebijakan yang dibuat harus dapat mengakomodasi keberadaan lanjut usia dengan segala karakteristiknya baik dari aspek demografi, sosial dan ekonomi. Faktor-faktor seperti demografi, sosial dan ekonomi banyak melatarbelakangi lanjut usia melakukan aktivitas yang beragam, baik yang bernilai ekonomi maupun yang tidak bernilai ekonomi (Mundiharno, 1997).
Masalah kesehatan lanjut usia tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses kemunduran yang panjang. Ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap, dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dikenal sebagai "senescence", yaitu masa proses menjadi tua. Seseorang akan menjadi semakin tua pada awal atau akhir usia enam puluhan, tergantung pada laju kemunduran fisik dan mentalnya, dan juga tergantung pada masing-masing individu yang bersangkutan. Penyebab fisik dari kemunduran ini merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus, tetapi karena proses menua. Akibatnya terjadi penurunan pada peranan-peranan sosial dan timbulnya gangguan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain. Kemunduran juga bisa terjadi oleh karena faktor psikologis. Sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan kehidupan pada umumnya dapat menuju ke keadaan seseorang yang menjadi eksentrik, kurang perhatian dan terasing secara sosial sehingga penyesuaian dirinya menjadi buruk, akibatnya orang menurun secara fisik dan mental sehingga mengalami penurunan dalam melakukan aktivitasnya. Seseorang yang mengalami ketegangan dan stres hidup akan mempengaruhi laju kemunduran tersebut. Demikian juga, bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam kemunduran. Dengan adanya gangguan tersebut, menyebabkan lanjut usia menjadi tidak mandiri dan membutuhkan orang lain untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Hurlock, 2002).
Dalam menghadapi kemunduran, mereka membutuhkan bantuan untuk mencapai rasa tentram, nyaman, kehangatan dan perlakuan yang layak dari lingkungannya. Memberikan perhatian pada lanjut usia dan mengupayakan agar mereka tidak terlalu tergantung pada orang lain, mampu membantu diri sendiri, itu semua adalah kewajiban keluarga dan lingkungan (Supartondo, 2003).
Berdasarkan data dari Kantor Kepala Desa Z Kecamatan X Kabupaten Y terdapat 213 jiwa lanjut usia di Desa Zi Kecamatan X Kabupaten Y dan jumlah keluarga yang memiliki lanjut usia sebanyak 173 keluarga. Dari data yang didapat, tidak semua kemunduran yang dialami lanjut usia sama, tetapi tergantung dari cara perawatan keluarga terhadap lanjut usia itu sendiri.
Berdasarkan kondisi di atas, peneliti menjadi tertarik untuk meneliti bagaimana perawatan keluarga terhadap lansia di Desa Z Kecamatan X Kabupaten Y dalam mencegah atau menanggulangi kemunduran yang dialami oleh lanjut usia.

2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, adapun pertanyaan dari penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran perawatan keluarga terhadap lansia di Desa Z Kecamatan X Kabupaten Y?

3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran perawatan keluarga terhadap lansia di Desa Z Kecamatan X Kabupaten Y.

4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ditujukan pada Praktek Keperawatan, Pendidikan Keperawatan, Penelitian Keperawatan dan Keluarga Lansia.
- Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam memberikan intervensi keperawatan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sebagai upaya meningkatkan kebutuhan perawatan keluarga terahadap lansia.
- Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi evidence base yang diintegrasikan dalam wahana pembelajaran keperawatan keluarga, khususnya perawatan gerontik tentang materi pembelajaran gambaran perawatan keluarga tehadap lansia, sehingga informasi ini dapat dikembangkan dalam praktek belajar lapangan.
- Penelitian Keperawatan
Hasil penelian ini dapat digunakan sebagai informasi lanjutan pada penelitian selanjutnya yang meneliti tentang perawatan keluarga terhadap lansia, baik lansia yang sehat maupun lansia dengan berbagai gangguan kesehatan.
- Keluarga Lansia
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi keluarga dalam merawat lansia untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan agar lansia dapat menjalani hari tua dengan rasa aman, nyaman dan menyenangkan.