(KODE : FISIP-IP-0006) : SKRIPSI PERAN DPPKAD DALAM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH (STUDI TENTANG PENGELOLAAN PAD) KABUPATEN X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Salah satu tuntutan Reformasi 98’ adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan ini bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu disintegrasi daerah. Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah satunya karena cara-cara penyelesaian problem kebangsaan oleh pemerintah yang militeristik. Padahal militeristik adalah ciri fasisme. Selain itu, otonomi daerah ini adalah bentuk kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk negara dengan akar historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua konsep itu adalah bentuk negara federal dan bentuk Negara kesatuan yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh Muhammad Hatta dan Soekarno.
Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008) ditandai dengan rezim lama diturunkan dan digantikan rezim baru. Politik otoritarianisme digantikan politik demokrasi. Sentralisme dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945) diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi setiap orang untuk berkumpul dan mendirikan partai politik. Dibentuk lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui asas desentralisasi, otonomi daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah.
Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan Agama. Karena itu adalah urusan pemerintahan yang hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi : (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, (d) penyediaan sarana dan prasarana umum, (e) penanganan bidang kesehatan, (f) penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, (j) pengendalian lingkungan hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum pemerintahan, (n) pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah Daerah didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Otonomi Daerah telah lama menjadi wacana publik Indonesia. Meski demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan sebagaimana tujuan awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya pengimplementasian konsep otonomi daerah. Beragam realitas empirik dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut Keban (Fakrulloh dkk, 2004), ada beberapa hal yang dapat mengganggu kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan strategis dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi dan pemahaman tentang konsep otonomi daerah, (3) perbedaan paradigma otonomi daerah yang dianut oleh para elit politik, (4) paradigma birokrasi masih kuat.
Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah kabupaten/kota dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah terletak pada besarnya PAD. Kecenderungan berpikir ini tidak lahir begitu saja tanpa landasan rasional dan empiris mengingat masih banyak daerah otonom yang masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya, daerah-daerah itu belum mampu menjalankan desentralisasi.
Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya :
- 122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53%-10%
- 86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10%-20%
- 43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1%-30%
- 17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1%-50%
- 2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50%
Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah, karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang mampu memenuhi hanya sekitar 20%-30% dari total penerimaan untuk membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70%-80% didrop dari pusat.
Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD yang bisa dioptimalkan, daerah otonom tidak perlu mengandalkan dana perimbangan dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten X yang memiliki banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan alam itu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan retribusi daerah.
Kabupaten dengan visi “Menuju Kabupaten Agribisnis 2012" ini menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan, pertambangan, dan pariwisata yang melimpah yang bisa dikelola untuk menambah sumber-sumber PAD dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai secara mandiri urusan rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini jika dikelola secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan perekonomian masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD. Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup mendominasi di Kabupaten X, para pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin Usaha dan dokumen-dokumen lain yang dikenakan pajak maupun retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010 sektor pertambangan nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M.
Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk dipertanyakan. Misalnya apakah secara aktual aparat DPPKAD Kabupaten X dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana Peraturan Daerah ?
Dalam hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan ulang dalam rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun subyek pajak sebagai dasar perhitungan dan pengenaan pajak ? Untuk mengatasi permasalahan tersebut, apakah Pemerintah Kabupaten X melalui DPPKAD telah melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yang baru ?
Atas dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran salah satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten X, dengan judul “Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah (Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten X”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X ?
1.2.2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X.
1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten X.
b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten X beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
c. Sebagai bahan studi pustaka di almamater peneliti.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten X untuk mengevaluasi kinerjanya.
b. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten X untuk merumuskan desain strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten X ke depannya.