Search This Blog

Showing posts with label skripsi ekonomi pembangunan. Show all posts
Showing posts with label skripsi ekonomi pembangunan. Show all posts
SKRIPSI PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN X

SKRIPSI PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN X

(KODE : EKONPEMB-0006) : SKRIPSI PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pertanian yang artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja dan bergantung pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian ini memberi arti bahwa di masa yang akan datang sektor ini masih perlu terus dikembangkan. Sektor ini telah menyumbang penerimaan devisa 26,45% dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebesar 24,69% pada tahun 2005. Sektor pertanian juga merupakan faktor penting khususnya bagi sektor industri sebagai penyedia bahan baku.
Sekarang ini sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Pembangunan pertanian didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian-penelitian, pengembangan, teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi oleh negara dalam jumlah besar. Pertanian kini dianggap sektor pemimpin (leading sektor) yang diharapkan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya.
Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap daerah berbeda-beda. Pra-kondisi itu meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan Iain-lain. Di Jepang pra kondisi itu, sebagian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana-dana yang digunakan untuk mengembangkan sektor industri. A.T. Mosher dalam bukunya Getting Agr culture Moving (1965)-yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia-telah menganalisa syarat-syarat pembangunan pertanian di banyak negara dan menggolong-golongkannya menjadi syarat mutlak dan syarat pelancar. Menurut Mosher ada lima syarat yang mutlak harus ada dalam mendukung pembangunan pertanian. Apabila salah satu syarat tersebut tidak ada, maka terhentilah pembangunan pertanian; pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat-syarat mutlak itu menurut Mosher adalah :
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha pertanian.
2. Teknologi yang senantiasa berkembang.
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal.
4. Adanya perangsang produksi bagi petani.
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.
Disamping syarat-syarat mutlak itu Mosher juga menjelaskan syarat-syarat pelancar yang dapat mendorong pembangunan pertanian, yaitu :
1. Pembangunan pendidikan.
2. Kredit produksi.
3. Kegiatan gotong royong petani.
4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, yang dampaknya terlihat pada tahun 1998 dimana secara langsung mempengaruhi struktur perekonomian Indonesia. Hampir semua sektor cenderung menurun kecuali sektor pertanian yang tumbuh sebesar 2,48 persen sehingga sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan yang positif untuk perbaikan ekonomi.
Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia dimana sektor pertanian merupakan penyumbang nilai tambah yang potensial bagi PDRB Sumatera Utara. Dan jika berbicara mengenai kesempatan kerja, maka sebagian besar penduduk Sumatera Utara bekerja pada sektor pertanian sebesar 66,88 %, pada sektor industri sebesar 4,77 %, pada sektor perdagangan sebesar 8,57 % dan sektor Iain-lain sebesar 7,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam perekonomian Sumatera Utara.
Melihat pentingnya sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, tiap-tiap daerah meningkatkan pembangunan di sektor ini seperti di daerah Kabupaten X. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten X hingga saat ini. Peranan sektor ini terhadap PDRB X dalam harga berlaku tercatat sebesar 67,57% pada tahun 2000 dan 59,58% pada tahun 2006, sedangkan dalam harga konstan tahun 2000 ialah 65,40% dan 59,53% pada tahun 2006. Hal tersebut dapat dipahami karena Kabupaten X adalah daerah pertanian dataran tinggi. Adapun jenis tanaman yang dibudidayakan di Kabupaten X ialah jenis tanaman umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman padi.
Dari jenis tanaman umbi-umbian, tanaman jagung adalah tanaman yang paling dominan dimana pada tahun 2006 produksi jagung sebesar 171.016 ton dengan luas panen sebesar 50.182 Ha. Hal ini menjadikan Kabupaten X sebagai penghasil jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Simalungun yaitu 204.196 ton dengan luas panen 59.604 Ha. Jenis tanaman ini adalah jenis tanaman terluas dalam tanaman
umbi-umbian di X. Kabupaten X juga cukup terkenal sebagai penghasil sayur-sayuran di Provinsi Sumatera Utara bahkan termasuk dalam komoditi ekspor sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Jenis sayur-sayuran yang dihasilkan dari Kabupaten X ialah bawang, kentang, sawi, kubis, wortel, tomat, dan buncis . Jenis tanaman lainnya yang juga cukup banyak dihasilkan petani di Kabupaten X adalah tanaman buah-buahan seperti jeruk, alpukat, mangga, sawo, durian, pepaya, dan nenas.
Sebagai gambaran dari keberhasilan pembangunan pertanian yakni, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Berdasarkan keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional, produk hasil pertanian merupakan andalan negara Indonesia dan bahkan Sumatera Utara mengingat corak kehidupannya masih bersifat agrikultur. Hal ini menjadi keunggulan bagi Kabupaten X yang memiliki potensi khususnya komoditi tanaman muda atau sayur-sayuran. Nilai FOB ekspor hasil pertanian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan 14,38% pada tahun 2003, 49,88% tahun 2004, dan tahun 2005 sebesar 18,73%. Realisasi ekspor Kabuapen X pada umumnya meningkat setiap tahunnya, namun ada beberapa komoditi yang tidak lagi diekspor yang dulunya masih termasuk komoditi yang memiliki prospek. Hal ini menjadi tugas berat bagi pemerintah untuk membenahi kembali yang pernah dicapai. Ketika diambil kebijaksanaan untuk mengekspor hasil pertanian bukan berarti mengabaikan permintaan dalam negeri namun dilakukan peningkatan jumlah produksi dan yang terpenting adalah daya saing produk agar dapat menghadapi era glogalisasi dan liberalisme perdagangan. Kualitas produk tentu harus tetap dijaga dan ditingkatkan.
Seperti yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Kabupaten X termasuk dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS). Secara regional dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) masih sulit diciptakan keseimbangan keseimbangan antara produksi atau penawaran yang dihasilkan di sentra-sentra produksi dengan permintaaan di pusat-pusat konsumsi sehingga harga produk holtikultura cenderung sangat fluktuatif. Salah satu kebijakan yang dianggap relevan dalam merespon berbagai perubahan tersebut adalah pengembangan agribisnis dengan pendekatan kawasan.
Pemerintah juga mempunyai peranan dalam upaya pembangunan pertanian baik dalam kebijaksanaan pertanian, perencanaan pertanian dan pembangunan pertanian. Beberapa program pemerintah dalam membantu peningkatan produksi petani yang telah berjalan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Koperasi, khususnya dalam Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dicanangkan pemerintah dalam membantu para petani agar dapat lebih mandiri telah berjalan dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah memberi dampak yang besar terhadap kesejahteraan para petani dan menjadikan posisi tawar petani lebih baik. Sekarang ini sejauh mana program-program pemerintah tersebut dapat teroptimalisasi khususnya dalam menghadapi ksisis global yang terjadi pada saat ini. Hal ini tidak lepas dari peran para petani sendiri yang tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut.
Pembiayaan sektor pertanian dan pengairan selalu menempati "tiga besar" dalam alokasi anggaran pembangunan selama PJP-I dan PJP-II. Anggaran pembangunan ditujukan untuk membiayai program dan proyek pembangunan sektor pertanian.
Adanya program proyek pembangunan sektor pertanian memperluas kesempatan kerja non petani seperti pembangunan jalan, bangunan-bangunan irigasi serta penyuluhan-penyuluhan dan organisasi-organisasi petani yang memperkenalkan penemuan baru. Maka pengeluaran pemerintah tersebut merupakan investasi yang betujuan untuk kekuatan dan ketahanan ekonomi di sektor pertanian pada masa yang akan datang.
Dalam pembangunan pertanian, berbagai usaha pengembangan produktivitas dilakukan, dimana usaha pokok mutlak dilakukan dengan intensifikasi pertanian melalui pengadaan sarana produksi yang optimal. Sarana produksi ini mencakup bibit/benih, pupuk dan pestisida. Semua sarana produksi ini memiliki peranan penting dan sangat mempengaruhi dalam proses produksi. Pemerintah harus mampu membantu petani dalam menyediakan dan menyalurkan sarana tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul "Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten X".

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten X dalam
mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten X.
2. Apakah ada pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten X
terhadap perekonomian masyarakat Kabupaten X.
3. Bagaimana pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap posisi tawar petani di Kabupaten X.

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten X dalam mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten X terhadap tingkat kesejahteraan masyarakakat Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap posisi tawar petani di Kabupaten X.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
3. Sebagai masukan atau bahan kajian bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik membahas topik yang sama.
SKRIPSI DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN X TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

SKRIPSI DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN X TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

(KODE : EKONPEMB-0005) : SKRIPSI DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN X TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Sejarah perekonomian mencatat desentralisasi telah muncul ke permukaan sebagai paradigma bam dalam kebijakan dan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an. Ide desentralisasi ini tidak hanya didorong untuk mengurangi kekuasaan sentralitas pusat, namun juga oleh adanya tuntutan dari daerah-daerah yang mempunyai variasi sifat, potensi, identitas, dan kelokalan yang berbeda-beda untuk memperoleh kewenangan yang lebih besar. Makna desentralisasi kekuasaan ini tidak hanya berkisar pada adanya kewenangan untuk melakukan pemerintahannya sendiri namun telah bergeser kepada dorongan untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dan baik dari Pemerintahan Pusat. Kenyataannya, di masa Orde Baru, pemerintah menerapkan sistem sentralisasi pemerintahan. Sehingga surplus produksi daerah yang kaya dan sumber alam ditarik dan dibagi-bagi untuk kepentingan pusat bukan diinvestasikan untuk pembangunan daerah tersebut. Daerah pusat menikmati kekayaan daerah sementara daerah sangat lamban berkembang. Akibatnya, terjadi ketimpangan pembangunan antara daerah dan pusat.
Setelah tahun 1998 dan keluarnya Undang-undang Otonomi daerah, beberapa daerah ingin memisahkan diri dari pemerintahan Republik Indonesia seperti Aceh, Papua, Riau, dan Timor Timur. Selain itu muncul banyak aspirasi dan tuntutan daerah yang ingin membentuk provinsi atau kabupaten baru. Dalam upaya pembentukan provinsi dan kabupaten baru, terjadi tarik-menarik antara kelompok yang pro dan yang kontra. Akibatnya, rencana pemekaran wilayah, berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, meningkatkan suhu politik lokal seperti yang terjadi di beberapa daerah. Suhu politik lokal yang memanas di berbagai tempat tercermin pada mencuatnya saling ancam diantara kelompok-kelompok itu, baik pihak yang pro dan yang kontra terhadap pembentukan provinsi dan kabupaten baru, pemblokiran tempat-tempat strategis, mobilisasi massa atau penggalangan sentimen-sentimen kesukuan sampai ancaman pembunuhan (Pradjarta, 2004).
Gagasan otonomi daerah memiliki kaitan sangat erat dengan demokratisasi kehidupan politik dan pemerintahan di tingkat lokal. Pada dasarnya, agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sebagai suatu sistem negara kesatuan. Wilayah negara yang terbagi ke provinsi, dan provinsi terbagi dalam kabupaten/kota, yang kemudian dibagi wilayah kecamatan adalah satu totalitas.
Selanjutnya, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah oleh Presiden Republik Indonesia. Sejak saat itu pula keinginan masyarakat di daerah untuk melakukan pemekaran meningkat tajam. Dimana sejak tahun 1999 hingga Desember 2009 telah terbentuk sebanyak 215 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 provinsi, 173 kabupaten dan 35 kota. Dengan demikian, total daerah otonom di Indonesia adalah 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota. Data pemekaran tersebut diklasifikasikan pada 3 (tiga) fase yaitu :
- Fase berlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, dimekarkan 11 (sebelas) kabupaten/kota (masa 1974-1998).
- Fase berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 (1999-2003), telah dibentuk 149 (seratus empat puluh sembilan) daerah otonom baru, terdiri dari 7 (tujuh) provinsi baru, dan 142 kabupaten/kota baru.
- Fase berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, telah dibentuk 53 (lima puluh tiga) kabupaten/kota baru (hingga akhir desember 2009)
(sumber : org/wiki/pem.daerah di Indonesia).
Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan publik bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.
Bangsa Indonesia melakukan reformasi tata pemerintahan semenjak diberlakukannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan otonomi daerah dan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan secara efektif. Pemekaran wilayah merupakan implikasi berlakunya paket Undang-undang otonomi tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.
Salah satu implikasi dari perubahan paradigma penyelenggaraan pembangunan tersebut, daerah yang merasa diperlakukan kurang "adil" yang tercermin dari distribusi pendapatan dan tingkat pengembalian kekayaan yang dimiliki ke wilayah daerahnya, berusaha untuk mengembangkan daerah baru dan memisahkan diri dari induknya. Sudah barang tentu, implikasi dari terjadinya pemekaran daerah tersebut dirasakan dalam semua dimensi kehidupan penyelenggaraan pembangunan, karena potensi yang dimiliki oleh kedua daerah hasil pemekaran tersebut tidak homogen. Adakalanya, pemekaran wilayah menyebabkan kegiatan pembangunan didaerah lama menurun drastis kegiatan ekonominya, karena sebagian besar potensi daerah kebetulan berada pada daerah pemekaran baru (www.geocities.com).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam rencana dan usulan pemekaran wilayah yakni syarat administratif, teknis dan kewilayahan. Secara administratif antara lain adalah persetujuan dari DPRD, Bupati/Walikota dan Gubernur serta Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sementara syarat teknis antara lain ialah kemampuan ekonomi, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, dan keamanan. Sedangkan persyaratan kewilayahan antara lain ialah minimal 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kabupaten/kota, dan minimal 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan.
Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama pembangunan daerah maka tekanan utama pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bentuk pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, dan peningkatan penerapan teknologi tepat guna. Disamping itu, perhatian juga lebih diarahkan untuk meningkatkan kegiatan produksi masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan kegiatan pertanian yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, serta kegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai strategi dan kebijakan dilaksanakan (www.geocities.com).
Dengan bergulirnya reformasi politik sebagai dampak dari krisis moneter yang muncul pada pertengahan tahun 1997, tuntutan terhadap pemekaran di lingkungan propinsi Sumatera Utara juga demikian marak sebagaimana propinsi-propinsi lain di Indonesia. Tuntutan-tuntutan pemekaran yang dilakukan masyarakat ternyata membuahkan pemekaran yang relatif pesat. Sampai dengan tahun 2009, proses pemekaran wilayah kabupaten di Sumatera utara telah membuahkan peningkatan jumlah kabupaten dan kota menjadi 33 buah yang terdiri dari 26 kabupaten dan 7 kota. Salah satu daerah yang menuntut pelaksanaan pemekaran wilayah adalah kabupaten Samosir yang dimekarkan dari kabupaten Toba Samosir bersamaan dengan kabupaten X yang dimekarkan dari kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya, Kabupaten X, diatur sesuai dengan Undang-undang RI nomor 36 tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri. Proses lahirnya undang-undang tentang pembentukan X sebagai kabupaten pemekaran merujuk pada usulan yang disampaikan melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 18/K/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Deli Serdang. Kemudian Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 26/K/DPRD/2003 tanggal 10 Maret 2003 tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Atas Usul Rencana Pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua kabupaten Kabupaten Deli Serdang (Induk), dan Kabupaten X. Kabupaten yang luasnya mencapai 1.900,22 kilometer persegi ini, terdiri atas 243 desa/kelurahan yang berada dalam 17 kecamatan. Dengan pemekaran ini, pemerintah kabupaten X harus menyesuaikan diri dan berlatih untuk mandiri dalam mengatur dan mengelola daerahnya sendiri dan untuk memajukan kesejahteraan masyarakatnya (www.bappeda.sumutprov.go.id).
Kesejahteraan masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Dengan pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik. Kesejahteraan masyarakat sendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang dapat dipakai adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang dikembangkan sejak tahun 1990 oleh UNDP yang meliputi :
1. Tingkat harapan hidup
2. Tingkat melek huruf masyarakat, dan
3. Tingkat pendapatan riil perkapita masyarakat berdasarkan daya beli masing-masing negara (www.mpra.ub.uni-muenchen.de).
Pada tahun 2007, IPM kabupaten X berkisar antara 71,9 , tahun 2008 berkisar 72,59 dan pada tahun 2009 menjadi 72,9. Dengan demikian dapat dilihat bahwa IPM kabupaten X mengalami peningkatan sebesar 0,69 dan 0,31 sejak terpisah dari kabupaten induk. Meningkatnya IPM tersebut akibat dari meningkatnya seluruh komponen pembentuk IPM seperti tingkat harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pendapatan riil perkapita. Kondisi masing-masing indikator IPM kabupaten X pada tahun 2009 adalah harapan hidup 68,89 tahun, melek huruf 97,44%, rata-rata lama sekolah 8,63 tahun, dan daya beli 626,30 ribu (BPS Kabupaten X).
Pelaksanaan pemekaran wilayah telah berjalan beberapa tahun dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup rakyat sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Lantas apakah pemekaran wilayah ini membawa perbaikan kesejahteraan rakyat khususnya di wilayah kabupaten X ? Untuk itu penulis tertarik untuk mengambil judul "Dampak Pemekaran Wilayah Kabupaten X Terhadap Kesejahteraan Masyarakat".

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penulisan skripsi ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah "Apakah terdapat perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pemekaran wilayah khususnya di Kabupaten X ? "

1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut "Terdapat perbedaan yang nyata pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pemekaran wilayah di Kabupaten X."

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan nyata pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan atau kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebagai bahan perbandingan bagi pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.
2. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahsiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas X, khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.
3. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan penulis, serta sebagai salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
SKRIPSI ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA DAN KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR KOTA X

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA DAN KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR KOTA X

(KODE : EKONPEMB-0004) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA DAN KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR KOTA X



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi struktural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%.
Sejak pertengahan tahun 1980-an peranan sektor industri manufaktur mulai meningkat, menyamai peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1996, nilai ekspor non migas mencapai 76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14% diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle).
Sumbangan sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional di tahun 1996 adalah sebesar 22,1%, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 24,6% dan pada tahun 2003 sebesar 25,0%. Cabang industri yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDB pada tahun 2004 adalah industri makanan, minuman dan tembakau, meskipun tahun 2004 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelum 2003, yaitu sebesar 6,9%. Kontribusi terbesar lainnya adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan sebesar 5,5%, produk industri pupuk, kimia serta barang dari karet sebesar 4,2%.
Profil sektor industri Indonesia secara garis besar berdasarkan Sensus Ekonomi 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT) memiliki peranan yang cukup besar dalam industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dan daya serap tenaga kerja, namun lemah dalam menyumbang nilai output. Pada tahun 2006, dari total unit usaha manufaktur di Indonesia sebanyak 3,2 juta, ternyata 99,3% merupakan unit usaha IKRT. IKRT, dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang, mampu menyediakan kesempatan kerja sebesar 60,3% dari total kesempatan kerja. Kendati demikian, sumbangan nilai output IKRT terhadap industri manufaktur hanya sebesar 10,3%. Pola ini sedikit meningkat dari tahun ke tahunnya (2002-2006). Banyaknya jumlah orang yang bekerja pada IKRT memperlihatkan betapa pentingnya peranan IKRT dalam membantu memecahkan masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan.
Di sisi lain, Industri Besar dan Menengah (IBM) memberikan kontribusi yang dominan dari sisi nilai output. Pada tahun 2002, IBM menyumbang 91,6% dari keseluruhan nilai output, menyerap sekitar 39,9% dari total kesempatan kerja, namun dari sisi unit usaha hanya menyumbang 0,8% dari total unit usaha yang ada. Pada tahun 2006, IBM menyumbang 89,7% dari keseluruhan nilai output, menyediakan lapangan pekerjaan sekitar 39,7% dari total kesempatan kerja, namun hanya menyumbang 0,7% dari total unit usaha yang ada. Sumber daya manusia (tenaga kerja) tentu sangat diperlukan dalam beroperasinya industri dan akan lebih efektif dengan spesialisasi kerja. Alokasi tenaga kerja yang efektif adalah permulaan pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain alokasi tenaga kerja yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi (Adam Smith dalam Subri, 2003). Seperti diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi tahun tertentu dapat diperoleh dari pengurangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun tertentu dengan PDRB tahun sebelumnya kemudian dibagi PDRB tahun sebelumnya, dengan demikian pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan PDRB.
Dalam memajukan sektor industri perlu diberikan kredit bagi pengusaha. Kredit usaha industri merupakan fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang untuk membiayai penyediaan capital goods seperti pendirian pabrik, pembelian mesin, perluasan usaha, atau keperluan rehabilitasi dan untuk membiayai operasional (Simorangkir, 2004). Untuk mengoptimalkan pemberian kredit usaha industri oleh bank-bank umum, Bank Indonesia bersama dengan perbankan selama ini telah menempuh tiga strategi dasar sebagai berikut : Pertama, penerapan batas minimum pemberian kredit sebesar 20% dari keseluruhan kredit bagi semua bank. Kedua, mengembangkan kelembagaan dengan memperluas jaringan perbankan, mendorong kerja sama antar bank dalam penyaluran kredit usaha dan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk berpenghasilan rendah, seperti pendirian Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Ketiga, pemberian bantuan teknis melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil dan Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (Kuncoro, 2008).
Kota X merupakan wilayah perkotaan sehingga tidak sesuai dikembangkan untuk kegiatan pertanian. Wilayah perkotaan cenderung sesuai untuk kegiatan industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu alasan berkembangnya sektor industri di Kota X adalah karena secara geografis terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun, dimana kabupaten ini unggul pada beberapa jenis komoditas pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai penyedia input (hinterland) bagi industri Kota X. Pada periode 1983-1995 PDRB sektor industri Kota X terus meningkat, namun di tahun 1996 mengalami penurunan sebesar 4,43%. Pada tahun 1999 meningkat kembali sebesar 2,80% yang menunjukkan mulai bangkitnya sektor industri paska krisis ekonomi.
Hasil industri andalan Kota X adalah rokok putih filter dan nonfilter serta tepung tapioka. Pada tahun 2000, dengan tenaga kerja sebanyak 2.700 orang, NV Sumatra Tobacco Trading Company (STTC), produsen rokok yang berdiri sejak 1952, menghasilkan 11,06 milyar batang rokok putih filter dan 75 juta batang rokok putih nonfilter. Dari seluruh hasil produksi rokok filter tersebut, 88,14% dijual ke luar negeri terutama ke Malaysia, negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur, dengan nilai ekspor mencapai Rp 345 juta. Sisanya sebesar 11,86% rokok putih filter dan seluruh hasil produksi rokok putih nonfilter dijual di dalam negeri dengan nilai penjualan mencapai Rp 83 milyar. Sementara itu, Taiwan menjadi negara tujuan penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota ini. Tahun 2000, volume ekspor tepung tapioka mencapai 3,8 ton dan tepung Modified Starch mencapai 2,7 ton. Keseluruhan nilai penjualan ekspor kedua jenis komoditas ini mencapai Rp 12,9 milyar. Industri lain yang juga memberi kontribusi terhadap perekonomian kota X diantaranya adalah industri makanan, tekstil, perabot, percetakan, dan, kimia.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota X".

1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja sektor industri manufaktur terhadap PDRB sektor industri Kota X ?
2. Bagaimana pengaruh kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya terhadap PDRB sektor industri Kota X ?

1.3 Hipotesis
1. Tenaga kerja sektor industri manufaktur mempunyai pengaruh yang positif terhadap PDRB sektor industri Kota X.
2. Kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap PDRB sektor industri Kota X.

1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tenaga kerja sektor industri manufaktur terhadap PDRB sektor industri Kota X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya terhadap PDRB sektor industri Kota X.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
2. Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada, khususnya mengenai sektor industri.
3. Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang mengambil topik yang sama di masa mendatang.
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN X

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN X

(KODE : EKONPEMB-0003) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara lain adalah sebagai sumber devisa Negara, sebagai penyediaan lapangan kerja yang ekstensif, penyediaan bahan baku industri, dan dalam penyediaan pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya 212 juta jiwa (BPS, 2002). Perubahan lingkungan strategis seperti globalisasi ekonomi, otonomi daerah, dan tuntutan masyarakat dunia akan produk hortikultura yang aman dikonsumsi serta kelestarian lingkungan menuntut adanya perubahan kebijakan pengembangan agribisnis yang berdaya saing.
Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia. Dalam konteks pasar komoditas globalisasi mendorong terintegrasinya pasar komoditas baik antar wilayah maupun antar negara serta meningkatnya persaingan antar pelaku usaha agribisnis. Sementara itu, kebijakan desentralisasi tersebut diperkirakan akan mendorong setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten, untuk memproduksi berbagai komoditas pertanian dalam kerangka swasembada ditingkat daerah, atau paling tidak mengurangi ketergantungan terhadap daerah lain. Kebijakan semacam ini bisa menjadi tidak menguntungkan baik ditinjau dari penggunaan sumber daya domestik maupun perdagangan antar wilayah.
Ditinjau dari aspek permintaan, prospek permintaan domestik terus meningkat baik dalam bentuk konsumsi segar maupun olahan, sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta berkembangnya pusat kota, industri dan pariwisata. Sementara itu, Globalisasi ekonomi telah mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin komplek dan kompetitif sehingga menuntut tingkat efisiensi usaha yang tinggi, yang mengharuskan orientasi pembangunan pertanian dirubah dari orientasi produksi kearah orientasi peningkatan pendapatan petani. Guna mendukung perubahan orientasi pembangunan pertanian ini pendekatan pembangunan pertanian tidak lagi melalui pendekatan usaha tani melainkan melalui pengembangan agribisnis (Yasin dkk, 2002).
Pengertian agribisnis dalam arti sempit adalah perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Sedangkan menurut Rahim dkk (2007), Pengertian agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistim pertanian yang memiliki beberapa komponen sub sistim yaitu, sub sistim usaha tani/yang memproduksi bahan baku; sub sistim pengolahan hasil pertanian, dan sub sistim pemasaran hasil pertanian.
Bagi Indonesia pengembangan usaha agribisnis cukup prospektif karena memiliki kondisi yang menguntungkan antara lain; berada di daerah tropis yang subur, keadaan sarana prasarana cukup mendukung serta adanya kemauan politik pemerintah untuk menampilkan sektor agribisnis sebagai prioritas dalam pembangunan. Tujuan pembangunan agribisnis adalah untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta mengembangkan kemitraan usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan berkompetisi merespon dinamika perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan keragaman sumber daya alamnya, termasuk hasil buah-buahan, sayuran dan bunga (Hortikultura) serta produk pertanian tropis lainnya, namun kenyataannya sejauh ini pemasok devisa utama masih berasal dari perkebunan dan perikanan. Bertambah cepatnya pertumbuhan sub sektor perikanan, perkebunan dan peternakan disebabkan karena perilaku petani maupun pengusaha lebih berfikir maju, yang ditandai oleh; cepatnya mengadopsi inovasi baru, berani menanggung resiko dan mau mencoba hal-hal baru (Soekartawi, 1994).
Provinsi Y merupakan salah satu basis sektor pertanian di Indonesia. Sektor pertanian di Y tersohor karena luas pertaniannya, hingga kini, pertanian tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas pertanian, perkebunan, juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur- mayur dan buah-buahan);
Kabupaten X adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Y, di dataran tinggi X ini bisa ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri khas daerah buah dan sayur yang berkontribusi terbesar terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten X. Hal ini didukung oleh tidak sedikitnya kekayaan alam yang tersedia sehingga menarik peluang pasar untuk menanamkan modal. Hal ini kemudian berimbas dengan mulai menjamurnya perusahaan atau industri. Hingga tahun 2003 tercatat sebanyak 3.225 perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 6.518 tenaga kerja dengan total investasi sebesar Rp 15.271.000.000.
Pembangunan pertanian merupakan pembangunan strategis di Kabupaten X. Hal ini dapat diamati dari jumlah penduduk yang bermata pencarian di sektor pertanian 245.958 jiwa atau 70% dari 351.368 jiwa jumlah penduduk Kabupaten X pada tahun 2007 yang tersebar di 17 kecamatan, yang secara relatif berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten X sebesar 60,55% atau sebesar Rp 2.230.136.590.000 pada tahun 2005, Sedangkan pada tahun 2007 persenannya mengalami penurunan yaitu 59,80%, tetapi nilai kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten X meningkat menjadi Rp 2.681.189.580.000. Hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan sektor- sektor lainnya, seperti sektor pertambangan/penggalian sebesar 0,29% pada tahun 2005 menjadi 0,32% pada tahun 2009 dan juga terjadinya perubahan atau pemakaian lahan pertanian sebagai tempat bangunan- bangunan industri, perumahan, hotel dan lain sebagainya. Peningkatan kontribusi sektor pertanian yang terdiri atas sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) X menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam tatanan perekonomian Kabupaten X.
Hal ini juga ditunjukkan oleh peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten X dari sektor pertanian antara 2005 dan 2007 sebesar 20,23%, dimana peningkatan dan pertumbuhan sektor pertanian relatif lebih tinggi dibanding dengan sektor lain. Artinya pada kondisi ekonomi yang cukup buruk tersebut sektor pertanian mampu bertahan dan bahkan menjadi penyelamat perekonomian Kabupaten X.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Usaha Agribisnis di Kabupaten X".

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa besar pengaruh luas lahan sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
2. Berapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
3. Berapa besar pengaruh investasi sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.

1.3. Hipotesa
Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut :
1. Luas lahan sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
2. Jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
3. Investasi sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas lahan sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten X.
2. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademis, peneliti dan mahasiswa fakultas ekonomi terutama Ekonomi Pembangunan yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis yang penulis tekuni.
3. Sebagai tambahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada.
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI MAKRO YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR TRANSPORTASI DI INDONESIA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI MAKRO YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR TRANSPORTASI DI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-0002) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI MAKRO YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR TRANSPORTASI DI INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pengangkutan atau transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem pengangkutan harus ditata dan terus menerus disempurnakan untuk menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat. Pengangkutan menyandang peranan sebagai penunjang dan pemacu bila angkutan dipandang dari sisi melayani dan meningkatkan pembangunan. Selain itu, transportasi terkait pula dengan produktivitas. Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia, mobilitas faktor-faktor produksi, dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan. Makin tinggi mobilitas berarti lebih cepat dalam gerakan dan peralatan yang terefleksi dalam kelancaran distribusi serta lebih singkat waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan dan memindahkannya dari tempat dimana barang tersebut kurang bermafaat ke lokasi dimana manfaatnya lebih besar. Makin tinggi mobilitas dengan demikian berarti lebih produktif (Nasution, 2003).
Dalam perkembangannya, sektor transportasi di Indonesia mengalami perkembangan yang semakin pesat yang dapat dilihat dari banyaknya kendaraan bermotor yang ada. Pada tahun 1985, jumlah kendaraan bermotor rakitan dalam negeri sebesar 400.278 unit dan pada tahun 2000 berkembang menjadi 1.275.102 unit. Untuk panjang jalan juga mengalami kenaikan. Hal ini dibarengi oleh jumlah investasi yang diperuntukkan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana transportasi tersebut. Investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di masing-masing daerah diolah dan dimamfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara adil dan merata. Namun dalam memanfaatkan sumberdaya alam perlu memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan. Peranan investasi di indonesia cedung meningkat sejalan dengan banyaknya dana yang di butuhkan untuk melanjutkan pembangunan nasional. Investasi merupakan suatu faktor yang kursial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi, atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Jadi dari uraian di atas, pokok permasalahan yang menjadi pembahasan utama adalah iklim investasi yang sangat kompleks, yang implikasinya adalah bahwa kebijakan investasi tidak bisa berdiri sendiri (Firmansyah, 2008).
Perkembangan investasi pada sektor transportasi di Indonesia mengalami fluktuasi jumlah. Pada tahun 1985, investasi dalam negeri sektor tranportasi senilai Rp. 114,341 miliar akan tetapi mengalami penurunan pada tahun berikutnya menjadi Rp. 103,081 miliar. Begitu pula pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 1.1930,3 miliar dan mengalami penurunan menjadi Rp. 1.231,2 miliar pada tahun 2007.
Terjadinya fluktuasi pada jumlah investasi dalam negeri sektor transportasi ini juga dibarengi dengan keadaan makro ekonomi di Indonesia yang juga berfluktuasi dari tahun ke tahunnya. Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat dijadikan salah satu ukuran dari pembangunan atau pencapaian perekonomian negara tersebut. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan suatu Negara (Isa Salim, 2006).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sama halnya dengan keadaan investasi, juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1985 sebesar 2.5% dan mengalami kenaikan pada tahun berikutnya menjadi 5,9%. Hal ini juga berbarengan dengan keadaan investasi sektor transportasi.
Sedangkan tingkat inflasi yang terjadi pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat suku bunga dan keadaan ekonomi secara makro yang akan mengakibatkan perubahan pada jumlah investasi yang akan dilakukan oleh penanam modal. Tingkat inflasi yang sangat mengkhawatirkan akan memberikan dampak kepada penanaman modal dalam negeri dimana dengan terjadinya inflasi atau kenaikan harga barang-barang yang secara terus menerus akan mengakibatkna terjadinya perubahan kemampuan masyarakat dalam membeli barang-barang produksi yang kemungkinan menjadi penurunan dan mengurangi gairah produsen dalam manciptakan atau memproduksi barang dan jasa.
Semakin tinggi perubahan tingkat harga maka akan semakin tinggi pula opportunity cost untuk memegang aset finansial. Artinya masyarakat akan merasa lebih beruntung jika memegang aset dalam bentuk rill dibandingkan dengan asset financial jika tingkat harga tetap tinggi. Jika aset finansial luar negeri dimasukan sebagai salah satu pilihan asset, maka perbedaan tingkat inflasi dapat menyebabkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing akan melemah yang pada gilirannya akan menghilangkan daya saing komoditas Indonesia (Susanti, 2000). Hal ini bila dilihat oleh para investor, maka akan mengurangi gairah investor dalam menanamkan modalnya dan lebih memilih untuk menyimpan dananya di bank karna dampak inflasi juga akan mengakibatkan nilai suku bunga simpanan manjadi meningkat guna mengurangi jumlah uang beredar.
Selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi, diperlukan partisipasi atau dukungan pemerintah dalam menyediakan prasarana yang akan mendukung perkembangan perekonomian yaitu salah satunya dengan keadaan infrastruktur yang baik dan memadai. Tidak dapat dipungkiri bahwa infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi, yang sebenarnya sama pentingnya dengan faktor-faktor produksi umum lainnya yakni modal dan tenaga kerja. Sayangnya, untuk satu faktor ini, selama ini, terutama sejak krisis ekonomi 1997/98, kurang sekali perhatian pemerintah dalam penyediaan infrastruktur, khususnya di wilayah di luar Jawa, atau Indonesia Kawasan Timur. Hal ini karena setelah krisis pemerintah harus fokus pada hal-hal yang lebih mendesak seperti menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ekonomi secara keseluruhan, mencegah pelarian modal, menanggulangi hutang luar negeri serta menstabilkan kembali kondisi politik dan sosial. Akibatnya, kondisi infrastruktur terpuruk di mana-mana. Terutama untuk infrastruktur jalan yang merupakan salah satu faktor yang akan memperlancar perekonomian yang akan meningkatkan kemajuan suatu daerah karena akan mempermudah dalam menghasilkan barang maupun kegiatan distribusinya. Hal ini akan meningkatkan pendapatan sehingga akan menarik para investor untuk menanamkan modal sehingga sangat dibutuhkan keadaan jalan yang baik.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisa lebih lanjut mengenai sejauh mana variabel-variabel tersebut mempengaruhi investasi sektor transportasi, maka penulis memilih judul : "Analisis Faktor-Faktor Ekonomi Makro Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Transportasi Di Indonesia".

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah produk domestik bruto (PDB) berpengaruh terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia ?
2. Apakah tingkat inflasi berpengaruh tehadap investasi sektor transportasi di Indonesia ?
3. Apakah infrastruktur jalan terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui produk domestik bruto (PDB) terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh infrastruktur jalan terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan studi atau tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
2. Sebagai bahan tambahan dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.
SKRIPSI DAMPAK PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. X TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN X

SKRIPSI DAMPAK PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. X TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN X

(KODE EKONPEMB-0001) : SKRIPSI DAMPAK PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. X TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, para pemimpin perusahaan menghadapi tugas yang menantang dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggungjawab. Perusahaan berusaha meningkatkan kinerjanya untuk mendapatkan keuntungan yang optimal supaya dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Namun dalam usaha untuk mencapai keuntungan yang optimal ini perusahaan juga harus memperhatikan lingkungan sekitar perusahaan yaitu masyarakat setempat dan pemerintah.
Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Eksistensi suatu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Perusahaan selain mengejar keuntungan ekonomi untuk kesejahteraan dirinya, juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Dengan demikian keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung dengan baik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan.
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.
CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Dalam menerapkan CSR, umumnya perusahaan akan melibatkan partisipasi masyarakat, baik sebagai objek maupun sebagai subjek program CSR. Hal ini dikarenakan masyarakat adalah salah satu pihak yang cukup berpengaruh dalam menjaga eksistensi suatu perusahaan. Masyarakat adalah pihak yang paling merasakan dampak dari kegiatan produksi suatu perusahaan, baik itu dampak positif ataupun negatif. Dampak ini dapat terjadi dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun lingkungan.
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau "aktivitas sosial perusahaan". Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk "peran serta" dan "kepedulian" perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan "seat belf, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.
Perihal penerapan CSR di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan keputusan menteri, yaitu UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal LNNo.67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Mewajibkan CSR merupakan salah satu upaya pemerintah dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi.
Setelah sepuluh tahun terakhir ini CSR telah menjadi salah satu isyu sosial maupun isyu pembangunan, yang menggelilitik begitu banyak pihak di Indonesia, kemudian negara memutuskan untuk mengaturnya melalui UU No. 40 mengenai Perseroan Terbatas pada tahun 2007. Melalui undang-undang tersebut CSR lebih difokuskan kepada kewajiban perusahaan untuk melaksankan Tanggung Jawab sosial dan Lingkungan (TSL) yaitu perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam ataupun kegiatannya terkait dengan sumber daya alam sehingga undang-undang tersebut dirasakan diskriminatif sementara di lain pihak, hal ini membahagian bagi perusahaan-perusahaan yang merasa bahwa bidang usahanya tidak terkena kewajiban untuk melakukan CSR
Beberapa contoh kasus Perusahaan lain yang memiliki masalah dengan tanggung jawab perusahaan lingkungan (CSR) yakni: Kasus pemblokiran jalan oleh warga di Papua terhadap kendaraan-kendaraan milik Freeport, kasus gugatan warga terhadap Newmont di Buyat dan yang mengalami konflik dengan masyarakat sekitar sehingga operasi pabrik sempat dihentikan, menggambarkan bagaimana kekecewaan warga terhadap ketidakpekaan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah tersebut. Dalam bahasa praksis, kepekaan sosial ini diwujudkan melalui program Corporate Social Responsibilities (CSR). Program sejatinya merupakan manifestasi dari kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dimana ia melaksanakan usaha. Hanya sayangnya, kepedulian ini kerap baru muncul setelah timbul masalah dengan masyarakat. Jadi, ada preseden buruk yang secara umum terjadi bahwa CSR dijadikan senjata untuk memadamkan keresahan sosial akibat keberadaan suatu perusahaan. Hal ini mengakibatkan antara masyarakat dan perusahaan seolah terdikotomi. Pada akhirnya program CSR akan menjadi tidak efektif. Terbukti akibat lemahnya program CSR yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia, operasi perusahaan sempat terhenti. Kalau sudah begitu, perusahaan juga yang rugi. Padahal, dari sisi korporat sebenarnya Freeport sudah menjalankan program CSR ke masyarakat, hanya saja berjalan tidak efektif.
Kondisi pendidikan masyarakat yang dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja juga masih sangat memprihatinkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perusahaan. Penduduk lokal yang menjadi tenaga kerja langsung di PT. X semua masih bekerja pada level/jabatan paling rendah yaitu tingkat operator di perusahaan meski masyarakat yang ingin bekerja dan melamar di perusahaan tersebut sudah memiliki pendidikan yang memadai (setingkat SLTA). PT. X saat ini telah memberi makna implementasi tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab perusahaan untuk mempertemukan berbagai kepentingan yang terkait dengan aktivitas perusahaan. Tidak saja bagi kepentingan internal, tetapi juga kepentingan eksternal (sesuai dengan pendekatan stakeholders).
Tanggung jawab sosial PT. X bagi masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan, pengembangan komunitas, dan pelayanan publik, memiliki makna ekonomi berupa besarnya dana yang mengalir secara langsung dari perusahaan, atau tidak langsung sebagai efek multiplier dari perputaran roda ekonomi masyarakat sekitar itu sendiri. Terbukanya berbagai jenis lapangan kerja baru, berbagai bentuk program mitra kerja perusahan, dan juga berkembangnya sektor informal, adalah sebagai bukti menggeliatnya perekonomian masyarakat sekitar. Pembangunan sarana fisik bagi lingkugan masyarakat, sumbangan di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat, secara tidak langsung juga telah memberi pengaruh peningkatan kualitas SDM dan potensi ekonomi masyarakat.
Mengingat Peranan CSR apakah berjalan efektif dan tepat pada sasaran untuk mensejahterakan masyarakat kecamatan X. Selain itu untuk mengetahui apa yang dilakukan PT. X pada CSR perusahaannya sekaligus untuk mengetahui bagaimana peran CSR terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan X, Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. X terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Toba Samosir (Studi kasus : kecamatan X)".

1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah format dan konsep CSR yang telah diimplementasikan PT. X di Kecamatan X?
2. Bagaimanakah dampak program CSR terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan X?
3. Bagaimanakah dampak program CSR terhadap peningkatan pendidikan masyarakat di Kecamatan X?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. X yang telah diimplementasikan pada masyarakat Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. X terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. X terhadap peningkatan pendidikan masyarakat Kecamatan X.

1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang akan menjadi pedoman awal dalam penelitian adalah Peranan CSR PT. X.
Adapun hipotesis penelitian ini adalah:
1. CSR PT. X Berperan dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Kecamatan X
2. CSR PT. X Berperan dalam Meningkatkan Pendidikan Masyarakat di Kecamatan X.
3. CSR PT. X Berperan dalam mengurangi pengangguran bagi masyarakat di kecamatan X

1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, sebagai tambahan wawasan untuk mengetahui apakah dampak Program CSR PT. X terhadap kesejahteraan masyarakat kecamatan X.
2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya, sekaligus untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam hal penelitian bagi penulis.
3. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relevan yang telah ada dan sebagai acuan kepeda peneliti yang hendak melakaukan penelitian yang bahannya sama di masa mendatang.
4. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut untuk meneliti topik yang sama.
5. Bagi para pengambil kebijakan pada manajemen PT. X, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dalam menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam Penerapan CSR Perusahaan.