Search This Blog

Showing posts with label hukum islam. Show all posts
Showing posts with label hukum islam. Show all posts
SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PEDOFILIA

SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PEDOFILIA

(KODE : ILMU-HKM-0143) : SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PEDOFILIA


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang agung lagi sempurna dalam segala ciptaan-Nya, dan manusia adalah mahluk ciptaan-Nya yang sempurna, yang dianugerahi akal budi guna mengarungi dan menjaga kehidupan ini, jelas mempunyai hajat dasar sebagai makhluk hidup untuk tetap survive. Sebagian dari hajat dasar itu adalah respirasi, nutrisi, sekresi, dan reproduksi dalam mempertahankan kehidupan ini dengan keturunan.
Dalam aktifitas reproduksi ini, berkaitan dengan kebutuhan seksual, Allah tidak hanya menciptakan organ-organnya yang sempurna dan memberikan kenikmatan karunia-Nya. Namun seiring dengan hal itu Allah SWT memberikan aturan dan batas-batasan yang tegas dalam proses pemenuhannya, sehingga akan tercapai kualitas hidup yang lebih baik.
Hal itu dikarenakan oleh hubungan seksual merupakan hubungan yang menyenangkan dan melengkapi kehidupan manusia. Tindakan seksualitas dalam al-Qur'an bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhinya adalah dengan jalan pernikahan yang sah, dan barang siapa mencari yang selain itu maka ia termasuk orang yang melampaui batas.
Salah satunya adalah kasus pemerkosaan yang banyak menimpa kaum perempuan. Kasus-kasus pemerkosaan ini telah menjadi suatu masalah yang cukup memprihatinkan, yang lebih menyedihkan lagi kasus pemerkosaan ini tidak hanya menimpa perempuan dewasa saja, akan tetapi anak-anak perempuan masih di bawah umur yang menjadi korbannya. Kasus ini terjadi karena pelaku mempunyai kelainan seksual, yang mana seseorang kecenderungan seksual terhadap anak-anak yang masih di bawah umur, dan kasus seperti ini biasa disebut dengan pedofilia.
Pornografi biasa didefinisikan secara negatif, yaitu sebagai cara atau tindakan seksual yang tidak memiliki makna spiritual dan tidak berdasarkan perasaan halus, tidak memiliki konteks dengan masalah medis dan keilmuan umumnya, atau lebih jauh merupakan penggambaran dorongan erotis tidak untuk tujuan estetika.
Dalam rumusan lain, pornografi dilihat sebagai obyek yang menampilkan cara atau tindakan seksual secara terbuka yang dipandang menyimpang oleh khalayak. Sedangkan pencabulan berada dalam konteks etika dan hukum (legal). Dalam bahasa hukum di Indonesia, disebut sebagai kejahatan dan pelanggaran kesusilaan, kegiatan yang berkaitan aspek komunitas antara lain mencangkup nyanyian, pidato, tulisan, gambar atau barang, sedangkan sifat kejahatan dan pelanggaran kesusilaan itu antara lain menyinggung rasa susila, tidak patut bagi kesopanan, membangkitkan nafsu birahi.
Kriteria kejahatan dan pelanggaran kesusilaan pada dasarnya bersifat relatif. Dengan menyinggung rasa susila atau tidak patut bagi kesopanan atas suatu materi informasi, dengan sendirinya sangat tergantung pada penafsiran, bukan suatu pembuktian empiris. Sedangkan akibat yang ditimbulkannya adalah membangkitkan nafsu birahi, terlebih lagi bersifat relatif dan subyektif.
Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisme industrialisasi dan urbanisasi, memunculkan banyak masalah sosial. Maka adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang hyper kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum, atau berbuat semau sendiri, demi kepentingan sendiri dan mengganggu atau merugikan orang lain. Perilaku menyimpang ini salah satunya adalah pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang biasa diistilahkan pedofilia.
Tindak pidana pedofilia secara eksplisit tidak diatur dalam hukum Indonesia tetapi hal ini harus dipahami tentang arti pedofilia sendiri yang di mana melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, dan anak sendiri itu dilindungi dari tindakan eksploitasi seksual yang terdapat dalam Pasal 13 Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu : 
“Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya".
Bahwa bagi pelaku tindak pidana pedofilia dapat dikenai Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 82 yaitu : 
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Sebelum hadirnya undang-undang No 23 tahun 2002 para pelaku pedofilia dijerat dengan pasal 292 KUHP juncto pasal 64 tentang Pencabulan. Tuntutan maksimalnya 5 tahun, hal ini dipandang oleh banyak aktivis perlindungan anak sudah tidak relevan untuk memberikan efek jera bagi si pelaku. Prof Dr LK Suryani Sp.Kj mencontohkan soal kasus serupa di Pengadilan Negeri Singaraja pada tahun 2002. Menurut dia, lemahnya hukuman yang dijatuhkan kepada Mario Manara, terpidana 8 bulan penjara dalam kasus sodomi terhadap puluhan anak di Pantai Lovina, Singaraja, menyebabkan ada kecenderungan pelaku-pelaku yang belum tertangkap dan terungkap melakukan hal serupa. Tidak lama kemudian, seorang mantan diplomat Australia Brown William Stuart alias Tony terlibat kasus pedofilia pada tahun 2004. Untung keputusan hakim sungguh melegakan. Tony divonis 13 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Amlapura dan akhirnya ditemukan gantung diri hanya berselang 13 jam setelah divonis. itu merupakan kasus pedofilia pertama yang diputus dengan menggunakan UU No 23/2002.
Dari latar belakang di atas maka perlu adanya perlindungan anak secara konkrit baik substansial, struktural maupun kultural yang diharapkan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga hak-hak dasar dan kebebasan-kebebasan dasar dari sejak lahir sampai dewasa akan semakin mantap sebagai generasi penerus masa depan bangsa dan Negara. Dari uraian diatas, penyusun berinisiatif mengangkat, mengembangkan dan menjadikannya sebagai karya tulis yang akan meninjau persoalan hukum pidana pedofilia dalam hukum Islam.

B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dapat dirumuskan sebagai berikut : 
Bagaimana kriteria dan pertanggungjawaban tindak pidana pedofilia menurut hukum pidana Islam ?

C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mendeskripsikan kriteria dan pertanggungjawaban tindak pidana pedofilia dalam hukum pidana Islam.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai sumbangan bagi pengembangan hukum Islam dan hukum positif, khususnya yang berkenaan dengan tindak pidana pedofilia.
b. Untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat untuk memerangi tindak kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual.
c. Dapat menjadi wacana atau rujukan bagi penelitian berikutnya.

D. Sistematika Pembahasan
Rangkaian pembahasan pada skripsi ini tersusun dalam lima bab. Pada bab pertama, sebagaimana lazimnya dimulai dengan pendahuluan yang berisi Latar belakang masalah, yang memaparkan secara ringkas hal-hal yang menjadi latar belakang munculnya masalah pedofilia dan sanksi terhadap pelakunya, yang dilanjutkan dengan pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka yang memaparkan isi dari buku-buku yang menjadi referensi penelitian ini, kemudian kerangka teori, metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Pembahasan dimulai pada bab kedua, pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum tentang pedofilia, yang meliputi pengertian dan dasar hukumnya, kriteria tindak pidana pedofilia dan kemudian bagaimana pertanggungjawabannya dalam hukum pidana Indonesia. 
Pada bab ketiga menjelaskan bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif mengenai zina, dan sanksi atau hukuman bagi pelaku zina.
Pada bab keempat akan menguraikan analisa penulis mengenai tindak pidana pedofilia dari segi kriteria tindak pidana pedofilia dalam Hukum pidana Islam. Kemudian analisis dari segi sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia dalam hukum pidana Islam.
Bab kelima penutup, yang berisi kesimpulan sebagai hasil dari analisis masalah, saran dan masukan sebagai catatan atas masalah dan bisa digunakan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang terkait maupun untuk penelitian selanjutnya. 

SKRIPSI ANALISIS FATWA MUI TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

SKRIPSI ANALISIS FATWA MUI TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

(KODE : ILMU-HKM-0142) : SKRIPSI ANALISIS FATWA MUI TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam dan syari'at Islam mengatur semua aspek kehidupan, etika, dan sosial, dan meliputi perkara-perkara pidana maupun perdata. Syari'at bersifat komprehensif, mencakup seluruh aktifitas manusia, menentukan hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Hubungan dengan sesama manusia adalah dengan bermuamalah, salah satu diantara ajaran Islam kepada umatnya dalam bermuamalah ialah tentang hak milik.
Islam mengakui hak milik pribadi dan menjadikan dasar bangunan ekonomi. Itu akan terwujud apabila ia berjalan pada porosnya dan tidak keluar dari batasan Allah, diantaranya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal yang disyariatkan dan mengembangkannya dengan jalan yang halal yang disyariatkan pula. Karena itulah hak tersebut wajib dilindungi, salah satu hak yang wajib dilindungi yaitu hak cipta, yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Hak Cipta adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta yang orisinal dan bermanfaat digolongkan sebagai harta yang sangat berharga. Indonesia dikenal sebagai salah satu 'surga' peredaran barang-barang bajakan dan ilegal. Segala barang bajakan dan tiruan dapat ditemukan dengan mudah di negeri ini. Di banyak pusat perniagaan aneka produk bajakan alias palsu seperti : barang elektronik, buku, kaset musik, film, software, hingga obat sekalipun dijual bebas. Tak heran, jika Indonesia pada 2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Potensi kerugian dari praktik tersebut sangatlah besar. Untuk produk software (perangkat lunak) saja, berdasarkan data International Data Corporation (IDC), potensi penghasilan yang raib mencapai 544 juta dolar AS per tahun. Sebetulnya, langkah penertiban dan penindakan kerap dilakukan. Nyatanya, praktik pembajakan masih tetap saja dilakukan.
Padahal secara yuridis, Indonesia cukup produktif dalam membuat perangkat undang-undang khususnya Tentang Hak Kekayaan Intelektual, diantaranya UU hak cipta (UUHC) No. 6 tahun 1982 mengatur tentang Hak Cipta. Saat ini pengaturan tentang hak cipta dapat kita temukan dalam Undang-Undang yakni : UU No. 19 tahun 2002 mengatur tentang Hak Cipta, UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
Adanya beberapa ketentuan dari perundang-undangan di atas dinyatakan bahwa Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang Hak Cipta. Dibentuknya beberapa undang-undang tersebut sebagai hukum yang berlaku di Indonesia dan untuk melindungi hak cipta. Namun Dalam enam bulan, yakni selama Januari-Juni 2009, sebanyak 146 kasus telah disidik polisi," Sementara itu, terhadap pelanggaran hak cipta yang menggunakan sarana optical disk, telah ditindak sebanyak 128 kasus, dengan 138 tersangka dan barang bukti sebanyak 385.659 keping CD, termasuk 47.126 keping CD porno. Dari 128 kasus itu, sebanyak 21 kasus sudah P-21, sedangkan sebanyak 107 kasus masih dalam proses.
Atas keprihatinan terhadap perlindungan hak cipta, maka aparat dan masyarakat harus memiliki kesadaran bersama dari mulai penegak hukum sampai pada pelaku ekonomi atau masyarakat bawah terhadap pentingnya perlindungan terhadap hak cipta. Salah satu dari mereka adalah lembaga para ulama yang ada di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia. Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang terdiri dari berbagai ulama dan cendikiawan muslim, lewat ketua komisi fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin, secara resmi mengumumkan fatwa tentang haramnya produk-produk bajakan. Hal ini Termaktub dalam fatwa MUI Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H. 29 Juli 2005 M.
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Dalam hal ini melihat penduduk Indonesia adalah mayoritas beragama Islam, maka dengan jelas dikatakan bahwa umat Islam wajib mengambil sesuatu itu dari yang halal, bukan dari hasil memalsu.
Seperti disebutkan dalam firman Allah SWT, dalam surat An-Nisa ayat 29, yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Inti dalil diatas dijelaskan bahwa larangan memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan hak orang lain.
Sampai disini perlindungan terhadap hak cipta sama pentingnya dengan perlindungan ekonomi, terutama dalam bidang perdagangan. Kasus-kasus terkait dengan pelanggaran hak cipta dan merek melalui sarana internet dan media komunikasi lainnya adalah contoh yang marak terjadi saat ini. Disamping memberikan manfaat, tingginya pengguna teknologi informasi justru telah memberi akibat berupa ancaman terhadap eksistensi karya cipta dan hasil temuan yang ditemukan oleh para penemu hak kekayaan intelektual. Karya-karya intelektual berupa program komputer dan objek-objek hak cipta yang ada di media internet dengan sangat mudah dilanggar, dimodifikasi dan digandakan. Selain itu objek HKI lainnya, seperti merek juga menjadi objek pelanggaran terus-menerus di internet, hal yang terakhir ini bahkan seringkali berkembang menjadi perbuatan persaingan tidak sehat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam bentuk skripsi mengenai Bagaimana pandangan Fatwa MUI terhadap layanan foto copy buku berhak cipta. Serta Untuk mengetahui ketentuan hukum Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap pelanggaran hak cipta.

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang memerlukan pembahasan yang mendalam. Adapun permasalahan yang penulis angkat adalah : 
1. Bagaimana latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ?
2. Bagaimana pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan ini diharapkan penulis mampu mengkaji dan memberi jawaban secara jelas dari kedua permasalahan diatas, yaitu : 
1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual copy buku berhak cipta, kemudian membuat kesimpulan akhir berdasarkan data-data yang telah diperoleh dan telah diolah.
2. Untuk mengetahui pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta.

D. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dan mengetahui dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut : 
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Pada bagian ini akan dibahas tentang hak milik dan hak cipta dalam hukum Islam yang didalamnya akan dibahas tentang pengertian, sebab-sebab, serta macam-macam kepemilikan dalam hukum Islam.
BAB III : Merupakan pembahasan tentang Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di dalamnya dibahas mengenai profil lembaga MUI, pengertian fatwa, pelaksanaan fatwa tentang HKI dalam kasus layanan foto copy buku berhak cipta, dalam bab ini juga dicantumkan tentang isi dari Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.
BAB IV : Berisi tentang Analisis latar belakang lahirnya fatwa MUI Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, dan pengaruh fatwa MUI terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta.
BAB V : Merupakan bagian penutup dari rangkaian penulisan skripsi yang penulis buat, yang akan diuraikan tentang kesimpulan seputar penulisan skripsi, saran-saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi, dan penutup.