A. Latar Belakang Masalah
Arus reformasi telah berhasil menumbangkan rezim orde baru. Dimana pada masa orde baru kekuasaan pemerintah cenderung otoriter. Faktor keruntuhan orde baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan juga karena terjadinya perubahan dalam masyarakat. Terutama perubahan sosial yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi komunikasi yang menghasilkan suatu tuntutan demokratisasi, transparasi, keterbukaan, dan hak asasi manusia.
Berbagai dampak dari krisis tersebut muncul sebagai jalan terbukanya reformasi di seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satunya adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten/kota agar terwujud suatu Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis, lebih adil, dan lebih sejahtera. Hal ini wajar karena intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar dimasa lalu menyebabkan inisiatif dan prakasa daerah cenderung mati sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah.
Dalam rangka otonomi daerah di mana kewenangan cenderung dimiliki oleh kabupaten/kota, harapan dan tuntutan masyarakat tentang keadilan dalam penyelenggaraan kehidupan di ekonomi, politik, sosial budaya, penegaan hukum, dan penghargaan atas hak asasi manusia tidak bisa ditawar-tawar. Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat, maka otonomi daerah merupakan salah satu upaya strategis yang memerlukan pemikiran yang matang (mature), mendasar, dan berdimensi jauh ke depan. Pemikiran itu kemudian dirumuskan dalam kebijakan otonomi daerah yang sifatnya menyeluruh dan dilandasi prinsip-prinsip dasar demokrasi, kesetaraan, dan keadilan disertai oleh kesadaran akan keanekaragaman/kemajemukan (H.A.W Widjaja, 2004:99).
Untuk dapat melaksanaan otonomi daerah diperlukannya perubahan dalam penyelengaraan pemerintahan di Indonesia, dari sentralisasi pemerintahan bergeser ke arah desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Hal ini telah terwujud dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan dasar dari pelaksanaan otonomi daerah.
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah juga semakin luas, termasuk di dalamnya perencanaan dan pengendalian pembangunan dan juga penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman masyarakat. Dengan pengembangan pembangunan daerah, diharapakan dapat menciptakan masyarakt yang adil, makmur dan sejahtera. Tapi dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah daerah juga harus memperhatikan keteraturan dan ketertiban daerahnya agar tercipta kondisi yang nyaman bagi seluruh masyarakat.
Salah satu potensi pengembangan pembangunan daerah adalah usaha di sektor informal seperti Pedagang Kaki Lima (PKL). Yang apabila diolah dengan baik maka akan memberikan kontribusi yang besar dalam aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, retribusi dari sektor perdagangan ini dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah yang nantinya akan dapat menambah pendapatan daerah. Dalam melihat fenomena keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjamur di daerah kabupaten X ternyata keberadaannya dapat dijadikan sebagai salah satu potensi bagi pembangunan daerah yang pengembangannya juga harus diimbangi dengan keteraturan dan ketertiban agar keberadaanya tidak merugikan pihak lain.
Kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu faktor yang menimbulkan persoalan baik dalam masalah ketertiban, lalulintas, keamanan, maupun kebersihan disetiap daerah termasuk juga di X Berbagai permasalahan terkait dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) banyak bermunculan yang ternyata merugikan masyarakat dan juga pemerintah daerah sendiri seperti rasa tidak nyaman karena keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak pada tempatnya (menggunakan ruang publik untuk berjualan) sehingga menggangu kegiatan masyarakat sehari-hari. Bagi pemerintah daerah sendiri keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak mempunyai izin usah dari pemerintah daerah ternyata dapat menghambat jalannya pelaksanaan penarikan retribusi yang harusnya dapat menjadi pemasukan daerah. Selain itu ada juga Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mendirikan bangunan tempat usahanya secara permanen yang sekaligus digunakan untuk tempat tinggal, hal ini juga bisa mendatangkan kesulitan bagi pemerintah daerah dalam menghadapi sikap dan kemauan para Pedagang Kaki Lima (PKL) ketika suatu saat akan ditata, karena mereka memiliki berbagai alasan kuat mengapa mereka menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL).
Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengelola dan menanggulangi permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahannya tersebut berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Sehingga dengan munculnya fenomena Pedagang Kaki Lima (PKL) dan segala akibatnya yang sekarang mulai melanda kabupaten X dan juga untuk melindungi, memperdayakan, mengendalikan dan membina kepentingan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam melakukan usaha agar berdaya guna serta dapat meningkatkan kesejahteraannya serta untuk melindungi hak-hak pihak lain dan atau kepentingan umum di kabupaten X maka ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten X Nomor 13 Tahun 2006 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Walaupun telah ditetapkan Peraturan Daerah tentang penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), akan tetapi dalam kenyataan di lapangan tidak sejalan dengan apa yang diharapkan karena masih saja banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan tidak pada tempatnya yang akhirnya akan menimbulkan masalah sosial dan lingkungan yang mengganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusun dalam sebuah penelitian hukum dengan judul :
"PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN X (Studi Kasus di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)"
B. Perumusan Masalah
Sebagai usaha untuk melakukan penelitian yang lebih terarah dan mendalam serta agar lebih mudah memperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis berpijak pada masalah-masalah sebagai berikut, yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan peraturan daerah kabupaten X Nomor 13 Tahun 2006 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima?
2. Apa saja kendala dalam pelaksanaan Peraturan Daerah kabupaten X Nomor 13 Tahun 2006 tentang penataan Pedangang Kaki Lima dan upaya apa saja yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam mengatasi kendala tersebut?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 13 Tahun 2006 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima.
b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah kabupaten X Nomor 13 Tahun 2006 tentang penataan Pedangang Kaki Lima dan upaya yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam mengatasi kendala tersebut.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan bagi mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanahaan dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi Penulis terhadap penerapan teori-teori yang telah diperoleh di meja kuliah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dalam melakukan penelitian ini penulis berharap :
a. Dapat memberi sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum administrasi negara pada khususnya.
b. Dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan referensi di bidang karya ilmiah yang dapat menambah ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan bahan referensi dan masukan bagi peneliti berikutnya.
b. Dapat memberikan suatu informasi mengenai penataan pedagang kaki lima.
c. Dapat memberikan manfaat yang dapat digunakan sebagai bahan dan sumbangan pikiran bagi pihak-pihak yang terkait.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan terjemahan dari research yang artinya mencari; mencari jawaban; sedangkan metode adalah alat yang di gunakan untuk mencari jawaban. Menurut Soerjono Soekanto, untuk memperoleh data dan informasi serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pokok masalah, diperlukan suatu pedoman penelitian. Metodologi pada hakekatnya adalah memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisis, dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi.
Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan jenis penelitian yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasi hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lain (Soerjono Soekanto, 1986:10).
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam penyusunan teori-teori baru (Soerjono Soekanto,1986:10).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulisan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
4. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kabupaten X (Sub Dinas Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten X). Alasan pemilihan tempat tersebut karena urusan pemerintah daerah dalam pembinaan dan penataan serta pengawasan ada pada dinas tersebut.
5. Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dalam penelitian di lapangan dari sumber-sumber primer, yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data yang berguna dan berhubungan dengan permasalahan.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh penulis dari sejumlah dokumen, bahan kepustakaan, laporan, hasil penelitian yang terdahulu yang berwujud laporan serta peraturan perundang-undangan.
6. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Yang menjadi sumber data primer penulis adalah semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan peraturan daerah (perda) tentang penataan Pedagang Kaki Lima (PKL). Dalam hal ini penulis mengkhususkan pada beberapa pegawai/staff Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kabupaten X (Sub Dinas Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten X) ditambah dengan beberapa Pedagang Kaki Lima (PKL).
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari masyarakat melainkan dari bahan dokumen, peraturan perundangan-undangan, laporan, arsip, literature, dan hasil penelitian lainnya yang mendukung sumber data primer (Soerjono Soekanto,1986:12).
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian hukum ini adalah :
a. Studi Lapangan Wawancara
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara penelitian langsung yang dilakukan
penulis di lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan. Studi lapangan ini penulis lakukan dengan cara wawancara. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan melalui proses tanya jawab secara langsung kepada sumber data primer mengenai masalah yang diteliti.
Teknik wawancara yang digunakan penulis adalah teknik wawancara tidak terarah
yang sering juga disebut sebagi wawancara tidak terkendali atau wawancara tidak terpimpin, atau wawancara tidak berstruktur. Yang pada intinya penulis dalam melakukan wawancara tidak didasarkan pada daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya atau tanpa berpedoman pada daftar pertanyaan, disini penulis hanya meminta penjelasan dan pengarahan kepada yang diwawancarai, yang semua diserahkan kepada yang diwawancarai, dan penulis hanya menambahkan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap belum terjawab atau menanyakan hal-hal yang belum dipahami saja. Tapi dalam pelaksanaan wawancara penulis tetap memberikan batasan-batasan tentang masalah apa yang harus diterangkan oleh responden.
b. Studi Pustaka
Dalam studi pustaka ini penulis menggunakan data berupa perundang-undangan serta mengumpulkan berbagai macam berita dari internet dan surat kabar terkait dengan PKL. Selain itu penulis juga membaca dan mempelajari buku-buku literature, kamus dan bahan pustaka lainnya.
8. Teknik Analisis Data
Menurut Soerjono Soekanto, metode (analisis) kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dengan kata lain bahwa seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi juga untuk memahami kebenaran tersebut (Soerjono Soekanto, 1986:250). Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah teknik analisis data kualitatif dengan model interaktif. yaitu dengan mengumpulkan data, mengklasifikasikan, menghubungkan dengan teori yang berhubungan dengan masalah kemudian menarik kesimpulan untuk menentukan hasilnya. Setelah data terkumpul dan dipandang cukup lengkap, maka penulis mengolah dan menganalisis data dengan memisah-misahkan data menurut katagori masing-masing kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban masalah penelitian.
Di dalam penelitian kualitatif proses analisis biasanya dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Tiga komponen utama yaitu :
a. Reduksi data
Kegiatan yang bertujuan mempertegas, memperpendek, membuat fokus. Membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai.
b. Penyajian data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis matrik, data, gambar, dan sebagainya.
c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Memahami arti dari berbagai hal, meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencataan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, kemudian menarik kesimpulan (HB. Sutopo, 2002:91-93).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk menpermudah dalam pembahasan dan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi skripsi, penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah yang merupakan hal yang mendorong penulis melakukan penelitian yang disertai dengan rumusan masalah, tujuan penelitia, manfaat penelitian dan juga diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian yang tepat dan terarah agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang teori-teori kepustakaan yang melandasi penelitian serta mendukung dan berhubungan dengan masalah yang diangkat. Tinjauan pustaka dalam penulisan ini meliputi tinjauan tentang otonomi daerah, tinjauan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah dan tinjauan tentang Pedagang Kaki Lima (PKL).
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan penulis berusaha menerangkan bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2006 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), problematika-problematika dalam pelaksanaanya dan juga tindakan-tindakan atau cara yang dilakukan untuk mengatasinya oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Sub Dinas Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten X).
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini diuraikan tentang pokok-pokok yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini, yang tentu saja berpedoman pada hasil penelitian. Selain itu penulis juga memberikan saran-saran berdasarkan permasalahan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN