A. Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya zaman dan teknologi, memunculkan kejahatan yang semakin kompleks, yang lebih sistematis dan berjejaring termasuk salah satunya adalah kejahatan perdagangan orang yang lebih dikenal dengan trafficking. Perdagangan orang yang terjadi merupakan suatu hal yang sebenarnya telah ada pada masa dulu namun merupakan bentuk perbudakan yang baru dengan modus yang berbeda-beda pula. Kejahatan trafficking tersebut melintasi batas-batas geografis tidak hanya antar wilayah satu negara tetapi juga antar negara sehingga menimbulkan permasalahan internasional. Hal semacam ini membuat sulitnya penanganan atau pemberantasan terhadap kejahatan trafficking. Perkembangan ini harus diperhatikan oleh bangsa-bangsa agar dapat terus mengikuti dan mencegah serta menangani masalah perbudakan modern ini.
Perdagangan orang (trafficking) sebenarnya mempunyai makna lebih luas yang tidak hanya terbatas pada perempuan dan anak-anak saja. Trafficking dapat menimpa semua orang yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin maupun usia. Namun ada perhatian yang lebih dikhususkan pada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan dalam pembicaraan trafficking. Isu trafficking merupakan isu yang sensitif yang secara tidak langsung berhadapan dengan nilai-nilai budaya setempat serta isu diskriminasi yang sudah berakar cukup kuat sejak berabad-abad. Namun dalam penulisan ini lebih memfokuskan kepada women trafficking (perdagangan perempuan), yaitu perempuan dewasa. Faktor budaya patrilinial yang kemudian mengkondisikan perempuan dalam ketidakadilan gender baik itu bentuk marjinalisasi, subordinasi, stereotipe dan kekerasan (Erna Dyah Kusumawati, 2005:1459-1460).
Selain itu sebagai korban women trafficking, perempuan dewasa terkadang mempunyai andil terjadinya kejahatan tersebut, karena ada persetujuan dari korban itu sendiri dengan berbagai alasan salah satunya karena faktor ekonomi, tingginya angka kemiskinan membuat seseorang cepat tergiur akan suatu tawaran pekerjaan tanpa mempedulikan kebenaran dan akibatnya setelah itu.
Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), antara dua dan empat juta perempuan dan anak-anak diperdagangkan setiap tahun. Pada tahun 2000, di seluruh dunia diperkirakan antara 700.000 (tujuh ratus ribu) sampai 2 juta kaum perempuan dan anak-anak merupakan korban trafficking. Dari jumlah tersebut sebanyak 200.000 (dua ratus ribu) sampai 225.000 (dua ratus dua puluh lima ribu) diantaranya terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2003, jumlah ini mengalami peningkatan seperti yang dilaporkan oleh Bureau of Public Affairs, US Departement of SATE yaitu bahwa tiap tahun sebanyak 800.000 (delapan ratus ribu) sampai 900.000 (Sembilan ratus ribu) manusia telah diperdagangkan dengan mengabaikan batas-batas internasional untuk tujuan memasok pasar perdagangan seks internasional dan buruh. Sangat sulit untuk mendapatkan angka jumlah korban secara pasti dalam hal ini (http://forum, hukum-umm. info/index. php?topic=1 90.0).
Kaum perempuan merupakan korban yang terbesar dari perdagangan haram ini. Pergerakan manusia menjangkau perbatasan secara ilegal dan tersembunyi ialah fenomena global yang serius. Perdagangan orang bukan hanya kejahatan transnasional, tetapi juga pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan perbudakan bentuk baru (http: //forum.hukum-umm.info/index.php?topic=190.0). Perdagangan orang secara ilegal terutama para perempuan ini berkembang menjadi persoalan kemanusiaan yang memprihatinkan. Di negara-negara Asia Tenggara para perempuan diperlakukan sewenang-wenang tanpa mempedulikan faktor manusiawi yang bersentuhan dengan harkat dan martabatnya. Para perempuan dibujuk, dipaksa dan diperdagangkan untuk industri seks dan dunia hiburan lainnya, terdapat juga yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga atau pabrik dengan jam kerja tak terbatas dan upah minimum. Praktek-praktek semacam ini tergolong pelanggaran terhadap pemajuan, pemenuhan, penghormatan, perlindungan dan penegakan manusia dan hukum (http: //forum.hukum-umm.info/index.php?topic=190.0).
Walaupun tidak tersedia data statistik yang canggih tentang kasus-kasus perdagangan perempuan yang terjadi secara nasional, kejahatan ini telah menimpa banyak perempuan Indonesia, khususnya mereka yang sedang mencari kerja. Sebagai gambaran, Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur Malaysia melaporkan telah menerima pengaduan 2.451 kasus pada tahun 2001, 2.155 kasus pada tahun 2002, 2.112 kasus pada tahun 2003, dan 2.158 kasus pada tahun 2004. Mayoritas besar korban dalam kasus ini adalah perempuan Indonesia (baik dewasa maupun anak-anak). Indonesia memiliki sekitar 200 ribu pekerja seks, satu juta pekerja rumah tangga, dan satu juta orang TKW (Rosenberg dalam Anis Hamim dan Fatimana Agustinanto, 2006:261).
Persoalan women trafficking kadang masih dipandang sebelah mata oleh aparat penegak hukum, aparat pemerintah dan anggota masyarakata hal tersebut tercermin dari penggunaan standar moralitas yang biasa memandang kasus women trafficking. Implikasi dari kondisi tersebut mengerucut pada ketidakadilan dan pengabaian hak-hak korban women trafficking selain itu juga berimplikasi terjadinya kriminalisasi terhadap korban, sehingga kondisi yang dialami korban adalah menjadi "pelaku" atas penderitaan yang dialaminya. Untuk menjamin kedudukan korban maka diabaikannya unsur persetujuan/conset dari korban women trafficking (R.Valentina Sagala, 2006:294).
Angka persentase yang sangat berarti telah dimunculkan melalui berbagai survei, sebagaimana dibahas dan diketahui bahwa masalah trafficking merupakan suatu isu internasional yang telah menyita perhatian publik baik domestik maupun internasional, karena korban kejahatan ini telah banyak yang diketahui berjatuhan, dan dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan. Pada konteks nasional, persoalan trafficking di Indonesia sudah sampai pada taraf yang sangat memprihatinkan (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18122/3/Chapter%20II.pdf).
Salah satu upaya untuk mengakomodasi perlindungan terhadap korban women trafficking adalah perlu dibuatnya aturan hukum untuk menjamin kedudukan korban sebagai pihak yang paling dirugikan dalam hal ini. Sebagai kejahatan transnasional maka dibutuhkan aturan yang berskala internasional maupun nasional yang dapat mengatur mengenai kejahatan women trafficking ini. Di Indonesia sendiri pengaturan yang mengacu mengenai korban women trafficking dapat ditemui beberapa aturan hukum, dari aturan hukum yang bersifat umum sampai aturan yang bersifat khusus yang lebih spesifik mengatur mengenai women trafficking yaitu Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak.
Berbicara mengenai suatu kejahatan maka tidak terlepas dari korban, dimana korban merupakan pihak yang paling menderita suatu kerugian akibat terjadinya kejahatan. Konsep keadilan yang sekarang berkembang lebih mengacu kepada keadilan restoratif lebih mengutamakan pemulihan terhadap kondisi korban, yang sesuai dengan perubahan paradigma mengenai karakter sistem hukum pidana modern, yang telah bergeser dari paradigma lama, "Daad-Dader Strafrecht” kepada paradigma baru, " Daad-Dader-Victim Strafrecht ”.
Berdasarkan hal tersebut, maka Penulis tertarik untuk mengambil judul "KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN (WOMEN TRAFFICKING)".
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking) di Indonesia?
2. Bagaimanakah kelemahan dan kelebihan dari pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking) di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh Penulis agar dapat menyajikan data yang akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking) di Indonesia.
b. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking) di Indonesia .
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk dapat meraih gelar Kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuan Penulis di bidang Hukum Pidana khususnya terkait perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking).
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan sangat berguna bila hasilnya memberikan manfaat, tidak hanya bagi Penulis, tetapi juga bermanfaat bagi setiap orang yang menggunakannya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya, terutama dalam bagian Hukum Pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum pidana tentang perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking).
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, pedoman, atau landasan teori hukum terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir sistemis dan dinamis, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh dalam bangku kuliah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum bagi setiap pihak yang terkait seperti pemerintah, praktisi hukum, dan akademisi.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan maupun pola pikir kritis dan dinamis bagi Penulis serta semua pihak yang menggunakannya dalam penerapan ilmu hukum dalam kehidupan.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:41).
Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah peneliti harus terlebih dulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006:26). Dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dam aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006: 28).
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan judul dan rumusan masalah, penelitian yang dilakukan termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Johny Ibrahim, 2006:44).
Penelitian normatif mencakup:
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum,
b. Penelitian terhadap sistematika hukum,
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum.
d. Penelitian sejrah hukum,
e. Penelitian perbandingan hukum (Soerjono Soekanto, 2006:51).
Dalam penelitian hukum normatif ini penulis cenderung kepada penelitian terhadap asas-asas hukum yaitu penelitian untuk menemukan asas-asas hukum yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis (balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum/). Dimana hukum positif tertulisnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan korban perdagangan perempuan.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat dari ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif atau terapan, maksudnya bahwa ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 22)
Oleh sebab itu, dalam laporan penelitian ini Penulis memberikan gambaran atau pemaparan tentang perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), pendekatan historis (Historical Approach), pendekatan perbandingan (Comparative Approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93). Pendekatan yang dilakukan Penulis adalah pendekatan perundang-undangan, yaitu melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Dalam hal ini menggunakan pendekatan terhadap aturan hukum meliputi Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.
4. Jenis Data
Jenis data yang Penulis pergunakan dalam penulisan hukum ini berupa data sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam penulisan hukum ini yang meliputi:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan;
2) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM);
3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
4) Keppres Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.
b. Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:141). Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literature-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang di dalam penelitian ini (Johnny Ibrahim, 2006: 393).
Setelah isu hukum ditetapkan, Penulis melakukan penelusuran mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu hukum yang dihadapi. Dalam hal penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang dilakukan adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau berkaitan dengan isu tersebut yaitu aturan hukum di Indonesia yang meliputi Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Serta Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.
6. Pengolahan Hasil dan Analisis Data
Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006: 393). Setelah diperoleh data yang akan diteliti, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan dan mengkategorisasikan, kemudian proses pengorganisasian dan pengelompokkan data (Lexi J.Moleong, 2009:280-281). Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui pengaturan perlindungan hukum terhadap korban women trafficking di Indonesia serta kelemahan dan kelebihan pengaturan perlindungan hukum terhadap korban women trafficking tersebut.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum dalam penelitian ini meliputi :
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai tinjauan tentang korban dan perdagangan orang atau trafficking.
BAB III : Pembahasan Dan Hasil Penelitian
Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat hal pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu pengaturan perlindungan hukum terhadap korban women trafficking di Indonesia dan kelemahan dan kelebihan pengaturan women trafficking di Indonesia.
BAB IV : Penutup
Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat Penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
Daftar Pustaka